Teknik Penyampaian Langsung Teknik Penyampaian Nilai Moral

124

b. Teknik Penyampaian Tidak Langsung

Pesan hanya tersira dalam cerita, berpadu secara koherensif dengan unsur- unsur cerita yang lain. Hubungan yang terjadi antara pengarang dan pembaca adalah hubungan yang tidak langsung dan tersirat. Salah satu sifat khas karya sastra adalah berusaha mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung. Berangkat dari sifat esensi inilah sastra tampil dengan komplesitas makna yang dikandungnya. Hal ini justru dapat dipandang sebagai kelebihan karya sastra, kelebihan dengan banyaknya kemungkinan penafsiran dari seseorang dari waktu ke waktu. Dalam novel ini, teknik penyampaian nilai moral tidak langsung berupa peristiwa dan konflik. 1 Peristiwa Melalui peristiwa, pengarang menyampaikan pesan moralnya secara tidak langsung. Salah satu sifat khas karya sastra adalah berusaha mengungkapkan sesuatu tidak secara langsung. Hal ini sesuai dengan beberapa kutipan berikut. …Ketika suatu siang aku melihat Bimo diikat pada sebatang tiang dan dikencingi beramai-ramai, aku tak bisa membiarkannya. Denny tak boleh merasa bisa melakukan apa saja hanya karena dia bisa. Denny dan kelima hambanya habis menjadi bubur… Chudori, 2013: 295 Kutipan di atas menunjukkan peristiwa sebagai media pengarang dalam menyampaikan pesan moral yang ingin ditujukan kepada pembaca. Peristiwa pada kutipan di atas berupa sikap menolong yang ditunjukkan tokoh Alam kepada Bimo. Pengarang ingin menyampaikan bahwa sikap menolong sebaiknya dimiliki setiap orang yang memiliki kelebihan materi maupun tenaga. Orang yang lemah 125 dan membutuhkan bantuan sangat banyak ditemui, namun tidak semua orang bersikap mau menolong. Adakalanya dalam kehidupan ini, posisi seseorang itu menjadi penolong maupun yang ditolong. “Di sini Tante Surti berhenti. Matanya tampak berkaca-kaca dan bibirnya menunjukkan kemarahan. Aku menawarkan untuk beristirahat dulu, tetapi Tante Surti bersikeras untuk menyelesaikan semuanya. Saat itu juga.” Chudori, 2013: 382 Kutipan di atas menunjukkan peristiwa sebagai media pengarang dalam menyampaikan pesan moral yang ingin ditunjukkan kepada pembaca. Peristiwa pada kutipan di atas berupa sikap Surti yang terus mencoba untuk menyelesaikan wawancaranya dengan Lintang saat itu juga. Dengan cara itu Surti meyakini bebannya akan sedikit berkurang karena Surti merasa sudah terlalu lama dia bungkam. Keinginan menuntaskan ceritanya begitu besar, meskipun Lintang mencoba menawarkan untuk berhenti namun Surti tak menghiraukannya. Pesan moral yang disampaikan adalah tidak mudah menyerah meskipun banyak rintangan yang mencoba menghadang. Kami tetap menemani para mahasiswa di rumah sakit hingga menjelang pagi. Beberapa kawan wartawan mengajak kami menghadiri konferensi pers yang diadakan Panglima Kodam Jaya Mayjen Sjafrie Ajamsoeddin. Tetapi kami memilih untuk menemani para mahasiswa yang begitu berduka. Chudori, 2013: 413 Kutipan di atas menunjukkan cara pengarang menyampaikan pesan moralnya, yaitu berupa peristiwa sikap empati yang ditunjukkan Lintang kepada para mahasiswa yang berduka. Pesan moral yang ingin disampaikan pengarang 126 mengenai sikap empati dalam menghadapi masalah adalah bersimpati terhadap kesedihan ataupun penderitaan yang dirasakan orang lain dan bertindak untuk mengurangi beban yang dialami orang lain. 2 Konflik Dalam menyampaikan pesan moralnya secara tidak langsung, pengarang menyampaikan pesan moralnya melalui konflik antar tokoh. Dalam novel ini, konflik dapat ditunjukkan pada kutipan berikut. “Aku bukan kacungmu. Dan aku tak mau berpura-pura dihadapan Surti.” Chudori, 2013: 39 Konflik pada kutipan di atas berupa pesan moral berkata jujur, yang ingin disampaikan pengarang. Dimas dalam menyikapi sikap Mas Hananto yang keras dan begitu yakin, tidak dibalas dengan sikap keras pula, namun denga kejujuran dan tidak ingin berpura-pura kepada Surti. Karena Dimas tidak ingin etrus menerus memendam sebuah kebohongan. “Mas, ini terakhir kali aku mencampuri urusanmu. Tapi hidup diantara keluargamu dengan Marni dan perempuan lainnya, menunjukkan kau tak konsisten.” Chudori, 2013: 41 Konflik pada kutipan di atas berupa pesan moral saling menasehati dalam kebenaran, yang ingin disampaikan pengarang. Dimas dalam menyikapi sikap Mas Hananto yang keras dan begitu yakin, tidak dibalas dengan sikap keras pula, namun dengan kesabaran dan menasehati dalam kebaikan. Dimas berusaha menasehati Mas Hananto agar Mas Hananto berhenti berselingkuh, karena 127 menurut Dimas, seseorang yang telah berkeluarga tidak baik menjalin hubungan dengan wanita lain. Pesan moral dalam sebuah karya sastra merupakan ajaran-ajaran mengenai baik dan buruk yang ingin disampaikan pengarang, sehingga pembaca mendapatkan hal yang bermanfaat setelah membaca sebuah karya sastra. Novel Pulang penuh akan ajaran-ajaran moral yang dapat diambil manfaatnya sebagai pembelajaran dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pulang adalah sebuah novel yang mengajak pembaca untuk menafsirkan kembali tentang makna kebebasan dan arti menjadi Indonesia. Persoalan mengenai kebebasan memilih, bersuara, dan berekspresi, namun diwakili pada tingkat individu. Kebebasan yang terenggut hanya karena sebuah perbedaan yang membuat individu tersingkir dari tanah airnya sendiri, tanpa memiliki kesempatan untuk bernegosiasi dengan pihak yang berseberangan. Nasionalisme atau ke-Indonesia-an tetap melekat dalam diri para tokoh- tokoh seperti Dimas Suryo, Nugroho, Tjai, dan Risjaf. Meskipun mereka tersingkir dari tanah airnya sendiri, tetapi mereka tetap menganggap Indonesia adalah tanah air mereka. Dimas dan kawan-kawan bertahan hidup di Paris dengan mendirikan Restoran Tanah Air. Dengan menu-menu khas Indonesia dan mempromosikan Indonesia dengan cara mengadakan pertunjukan seni dan budaya di restoran mereka. Tidak hanya sekedar pertunjukan seni budaya, namun juga pembacaan puisi, dan diskusi mengenai karya sastra Indonesia. 128 Pada akhirnya, selain dibuat takluk oleh diksi dan metafora yang begitu indah, peneliti menemukan definisi pulang yang berbeda setelah membaca buku ini. Betapa kata pulang bisa menjadi kata yang menyakitkan sekaligus memberi harapan pada saat yang bersamaan. Pulang dapat menjadi sebuah pekerjaan yang teramat sulit, ketika apa yang kita anggap sebagai satu-satunya tempat berlabuh justru menolak kita untuk berlabuh. Dalam konteks masa kini, pulang dapat dimaknai sebagai kegiatan merawat dan kembali mengingat-ingat kenangan masa lalu. Meskipun kenangan- kenangan tersebut merupakan kenangan pahit ataupun manis. Berusaha kembali memecahkan misteri yang belum sempat terungkap pada saat itu dan berusaha meluruskan sejarah yang membelok. Mencari potongan-potongan sejarah yang hilang, sehingga dapat digunakan untuk meluruskan sebuah permasalahan dan permasalahan tersebut dapat menjadi jelas dan akhirnya dapat terselesaikan.