PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING UNT
PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING UNTUK
MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2
KOTA BENGKULU
Devi Yunita, Effie Efrida Muchlis, Dewi Rahimah
Program Studi Pendidikan Matematika JPMIPA FKIP Universitas Bengkulu
Jalan W.R. Supratman, Talang Kering, Kota Bengkulu
ABSTRAK
Pembelajaran matematika di sekolah lebih sering menggunakan metode ceramah dan kurang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengonstruksikan pengetahuan mereka. Dalam
pembelajaran, siswa cenderung pasif dalam menerima materi dari guru karena siswa hanya
menghapal rumus-rumus bukan memahaminya sehingga minat siswa untuk belajar
matematika menjadi rendah. Hal ini berakibat pada rendahnya hasil belajar matematika
siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara penerapan metode penemuan
terbimbing sehingga terjadi peningkatan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa. Jenis
penelitian yang dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan teknik
pengumpulan data melalui lembar observasi aktivitas siswa dan tes hasil belajar. Penelitian
ini dilaksanakan pada tanggal 20 April – 1 Juni 2015 dengan subjek penelitian adalah seluruh
siswa kelas VIIIG SMPN 2 Kota Bengkulu tahun ajaran 2014/2015. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerapan metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar matematika siswa. Aktivitas siswa ditingkatkan dengan pemberian masalah
pada Lembar Kerja Siswa (LKS), guru membimbing siswa dalam mengerjakan LKS,
pembentukan kelompok diskusi yang tepat, dan proses belajar yang menekankan pada
aktivitas dan hasil belajar siswa. Peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dapat dilihat
dari peningkatan skor rata-rata dua pengamat dimana pada siklus I yaitu 27 (kriteria cukup),
siklus II meningkat menjadi 39 (kriteria baik), dan siklus III meningkat lagi menjadi 46,5
(kriteria baik). Sementara itu, peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari peningkatan
nilai rata-rata siswa dari siklus I hingga siklus III yaitu : 73,3; 79,1; dan 85,81 dengan
persantase ketuntasan belajar klasikal dari siklus I hingga siklus III yaitu : 52,78%; 72,22%;
dan 94,44%.
Kata Kunci : Aktivitas Siswa, Hasil Belajar, Metode Penemuan Terbimbing
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah suatu proses atau
usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik agar berperan aktif dan positif dalam
hidupnya pada saat sekarang maupun yang
akan datang. Pendidikan merupakan proses
perubahan tingkah laku individu atau
sekelompok orang sebagai hasil dari
pengalamannya
melalui
kegiatan
bimbingan, pembelajaran, atau pelatihan.
Dalam dunia pendidikan, matematika
merupakan salah satu bagian yang
memegang peranan penting. Semua
pendidikan formal mulai dari sekolah
dasar hingga perguruan tinggi diwajibkan
mempelajari matematika sesuai dengan
tingkatannya masing-masing. Namun,
fakta di lapangan menunjukkan kondisi
yang berbeda dengan apa yang diharapkan
dengan tujuan pendidikan matematika itu
sendiri.
Berdasarkan hasil observasi saat
melaksanakan
Praktik
Pengalaman
Lapangan (PPL – 2) di SMP Negeri 2 Kota
Bengkulu yang dilaksanakan pada tanggal
29 September – 4 Oktober 2014, dapat
dikemukakan bahwa permasalahan yang
dihadapi dalam proses pembelajaran
matematika adalah siswa kurang terlibat
aktif dalam kegiatan pembelajaran, dalam
kegiatan pembelajaran guru masih
menggunakan metode ceramah dan
bersifat
teacher-centered
learning
(pembelajaran yang berpusat pada guru),
pembelajaran yang dilakukan bersifat
monoton dan kurang bervariatif, mayoritas
siswa menggunakan buku ajar yang
tersedia dari sekolah saja dan catatannya
untuk bahan belajar mereka, sehingga
siswa cenderung pasif menerima materi
dari guru tanpa adanya usaha untuk
mengali informasi itu sendiri dan
kesempatan untuk mengkonstruksikan
pengetahuan mereka menjadi rendah.
Permasalahan tersebut dikarenakan,
dalam
proses
pembelajaran
siswa
cenderung menghafal rumus atau cara-cara
yang ada di buku ajar atau buku catatan
mereka tanpa memahami konsep dasar dari
rumus tersebut, sehingga kemampuan
berpikir dan daya analisis siswa menjadi
kurang berkembang. Selain itu, ketika guru
memberikan soal yang sedikit berbeda
dengan contoh soal yang diberikan
sebelumnya, siswa mengalami kesulitan
dalam memahami dan memecahkan
persoalan tersebut dan siswa juga
mengalami kesulitan ketika guru meminta
siswa
untuk
menjelaskan
kembali
mengenai materi yang telah dipelajari tadi.
Dari permasalahan tersebut, dapat
dikatakan bahwa tujuan dari pembelajaran
matematika belum tercapai dengan baik.
Dengan demikian, diperlukan suatu upaya
untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan menerapkan metode
penemuan terbimbing.
Dengan
menerapkan
metode
penemuan
terbimbing,
maka
akan
meningkatkan pemahaman konsep siswa.
Hal ini dikarenakan, metode penemuan
terbimbing yang berlandaskan pendekatan
konstruktivisme dapat membantu siswa
menemukan konsep atau pengetahuan
dengan cara mereka sendiri, dimana siswa
tidak hanya mengerjakan suatu urutan
yang dirancang oleh guru, melainkan juga
dapat memodifikasikannya dengan ide-ide
mereka sendiri, sehingga konsep baru yang
mereka temukan tersebut akan bertahan
lama dalam ingatan siswa dan siswa akan
menjadi paham mengenai manfaat dan
keterkaitan antara konsep tersebut dengan
konsep-konsep yang lainnya. Dalam
pembelajaran siswa bukan hanya menjadi
penghafal rumus tetapi juga paham dengan
konsep dasar rumus tersebut, dan kegiatan
ini akan meningkatkan daya pikir dan
kritis siswa, sehingga siswa dapat
memperoleh kesimpulan akhir mengenai
pembelajaran tersebut.
Penerapan
metode
penemuan
terbimbing dapat menciptakan suasana
belajar
yang
menyenangkan
dan
bermakna, sehingga dapat meningkatkan
minat
serta
hasil
belajar
siswa.
Berdasarkan hasil observasi di kelas VIII
SMP Negeri 2 Kota Bengkulu, diketahui
bahwa permasalahan yang dihadapi oleh
guru seperti yang dijelaskan di atas
merupakan permasalahan yang terjadi di
Kelas VIIIG. Hal ini disebabkan, aktivitas
dan hasil belajar kelas VIIIG masih
tergolong rendah. Oleh karena itu, peneliti
melaksanakan penelitian yang berjudul
“Penerapan Metode Penemuan Terbimbing
untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil
Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP
Negeri 2 Kota Bengkulu”.
Masalah yang diteliti pada penelitian
ini adalah: (1) Bagaimanakah cara
penerapan metode penemuan terbimbing
sehingga dapat meningkatkan aktivitas
belajar matematika siswa ? dan (2)
Bagaimanakah cara penerapan metode
penemuan terbimbing sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar matematika
siswa ? Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
matematika siswa SMP Negeri 2 Kota
Bengkulu.
Metode Penemuan Terbimbing
Metode pembelajaran penemuan
adalah suatu rangkaian kegiatan atau
upaya yang dilakukan oleh guru dengan
tujuan agar siswa mampu menemukan
suatu informasi atau konsep baru
berdasarkan
pengalaman
belajarnya.
Metode penemuan merupakan salah satu
metode yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran matematika. Menurut Ilahi
(2012 : 69), keistimewaan metode
penemuan bagi para siswa tidak sekedar
keterampilan dalam mengkaji suatu
persoalan, melainkan juga kemampuan
dalam mengkaji informasi dan fakta
konkret mengenai suatu hal yang dianggap
penting. Dengan kata lain, kemampuan
menemukan
sesuatu
yang
baru
mengindikasikan bahwa siswa mempunyai
potensi yang perlu dikembangkan secara
kontinuitas.
Metode
penemuan
dibedakan
menjadi metode penemuan murni dan
metode penemuan terbimbing. Menurut
Markaban (2006 : 9), metode penemuan
murni merupakan metode pembelajaran
yang menuntut siswa untuk menemukan
sendiri apa yang hendak ditemukannya.
Namun untuk jenjang Sekolah Menengah
Pertama (SMP), metode ini kurang tepat
digunakan karena pada umumnya sebagian
besar siswa masih membutuhkan konsep
dasar untuk dapat menemukan sesuatu dan
memerlukan bantuan atau bimbingan dari
guru dalam proses belajarnya. Di samping
itu, penemuan tanpa bimbingan guru dapat
memakan waktu yang lebih lama dalam
pelaksanaannya.
Sementara itu, metode penemuan
terbimbing merupakan metode penemuan
yang terjadi dengan interaksi atau
komunikasi dua arah. Sistem dua arah ini
melibatkan para siswa dalam menjawab
pertanyaan guru. Siswa melakukan
penemuan
dengan
bantuan
guru
membimbing ke arah yang tepat. Menurut
Sani (2013 : 221), guided discovery atau
penemuan terbimbing merupakan metode
yang digunakan untuk membangun konsep
di bawah pengawasan dan bimbingan dari
guru. Dengan kata lain, metode ini
melibatkan suatu dialog atau interaksi
antara siswa dengan guru dimana siswa
mencari kesimpulan yang diinginkan
melalui suatu urutan pertanyaan yang
diatur oleh guru.
Fungsi
guru
dalam
metode
penemuan terbimbing adalah membuat
siswa mampu menyelesaikan masalah
sendiri dengan bantuan guru apabila
diperlukan. Dengan kata lain, proses
belajar mengajar melibatkan secara
maksimal baik pengajar maupun siswa.
Menurut Markaban (2006 : 16), dalam
kegiatan pembelajaran dengan metode
penemuan terbimbing terdapat beberapa
langkah yang perlu ditempuh oleh guru
matematika yaitu sebagai berikut :
1. Merumuskan masalah yang akan
diberikan kepada siswa dengan data
yang secukupnya, dengan syarat
perumusannya harus jelas dan hindari
pertanyaan yang menimbulkan salah
tafsir sehingga arah yang ditempuh
siswa tidak salah.
2. Dari data yang diberikan guru, siswa
menyusun,memproses, mengorganisir,
dan menganalisis data tersebut. Dalam
hal ini, bimbingan guru dapat
diberikan sejauh yang diperlukan saja.
Bimbingan
ini
sebaiknya
mengarahkan siswa untuk melangkah
ke arah yang hendak dituju, yaitu
melalui pertanyaan-pertanyaan atau
melalui Lembar Kerja Siswa (LKS).
3. Siswa menyusun konjektur (prakiraan)
dari hasil analisis yang dilakukan.
4. Bila dipandang perlu, konjektur yang
telah dibuat siswa tersebut diperiksa
oleh guru. Hal ini bertujuan untuk
menyakinkan kebenaran prakiraan
siswa, sehingga akan menuju ke arah
yang hendak dicapai.
5. Apabila telah diperoleh kepastian
tentang kebenaran konjektur tersebut,
maka verbalisasi konjektur sebaiknya
diserahkan juga kepada siswa untuk
menyusunnya. Di samping itu, perlu
diingatkan pula bahwa induksi tidak
menjamin 100 % kebenaran konjektur.
6.
Sesudah siswa menemukan apa yang
dicari, hendaknya guru menyediakan
soal latihan atau soal tambahan untuk
memeriksa apakah hasil penemuan itu
benar.
Dengan mengacu pada langkah
pembelajaran menurut Markaban, maka
Rachmadi dalam Putri (2008 : 24)
mengklasifikasi langkah pembelajaran
tersebut ke dalam beberapa tahapan
pembelajaran. Tahapan tersebut meliputi
tahapan perumusan masalah, pengumpulan
data dan verifikasi data, menyusun
jawaban
sementara,
membimbing
kelompok bekerja dan belajar, dan
menyimpulkan
hasil
penemuan.
Berdasarkan pada pendapat Markaban dan
Rachmadi,
maka
langkah-langkah
pembelajaran dengan metode penemuan
terbimbing sebagai berikut :
1. Tahap merumuskan masalah
Pada tahap ini, guru memberikan informasi
atau data secukupnya tentang materi yang
akan dipelajari. Perumusan masalah yang
diberikan kepada siswa harus jelas, dan
hindari pernyataan yang menimbulkan
salah tafsir sehingga arah yang ditempuh
siswa tidak salah.
2. Tahap penggumpulan data dan
verifikasi data
Dari data yang diberikan guru tadi, siswa
menyusun, memproses, mengorganisir,
dan menganalisis data-data tersebut. Dan
guru membimbing siswa dalam memahami
masalah untuk mengembangkan data,
menyusun data, dan atau menambah data.
Dalam hal ini, bimbingan guru dapat
diberikan sejauh yang diperlukan saja.
Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan
siswa untuk melangkah ke arah yang
hendak dituju, yaitu melalui pertanyaanpertanyaan atau melalui Lembar Kerja
Siswa (LKS).
3. Tahap menyusun jawaban sementara
Pada tahap ini, guru membimbing siswa
membuat jawaban sementara (konjektur)
berdasarkan hasil analisis yang dilakukan.
Kemudian, guru memeriksa jawaban
sementara yang telah dibuat oleh siswa,
yang bertujuan untuk menyakinkan
kebenaran jawaban sementara siswa
sehingga akan menuju ke arah yang
hendah dicapai.
4. Tahap membimbing kelompok bekerja
dan belajar
Pada tahap ini, guru membimbing siswa
dalam kelompok diskusi, membimbing
siswa menerapkan konsep yang ada untuk
menyelesaikan
permasalahan,
dan
membimbing
siswa
dalam
mempresentasikan
hasil
kerja
kelompoknya. Selain itu, guru juga
memberi bimbingan dan umpan balik
selama presentasi untuk menemukan
jawaban yang benar.
5. Tahap menyimpulkan hasil penemuan
Sesudah siswa menemukan apa yang
dicari,
guru
membimbing
siswa
menyimpulkan materi yang dibahas pada
pertemuan tersebut. Selain itu, guru
menyediakan soal latihan atau soal
tambahan untuk memeriksa apakah hasil
penemuan itu benar.
Setiap metode memiliki kelebihan
dan kekurangan. Begitu juga dengan
metode penemuan terbimbing. Menurut
Marzano dalam Markaban (2006 : 287),
kelebihan
dari
metode
penemuan
terbimbing adalah sebagai berikut :
1. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran yang disajikan.
2. Menumbuhkan dan menanamkan
sikap inqury (mencari-temukan).
3. Mendukung kemampuan pemecahan
masalah (problem solving) siswa.
4. Memberikan wahana interaksi antar
siswa maupun siswa dengan guru,
sehingga siswa juga berlatih untuk
menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar.
5. Materi yang dipelajari dapat mencapai
tingkat kemampuan yang tinggi dan
lebih lama membekas dalam ingatan
siswa, karena siswa terlibat langsung
dalam proses menemukannya.
Di samping memiliki beberapa
kelebihan, metode ini juga memiliki
beberapa
kekurangan
yang
dapat
menghambat penerapan kegiatan belajar
mengajar di kelas. Kekurangan dari
metode penemuan terbimbing menurut
Faizi (2013 : 95) sebagai berikut :
1. Tidak semua topik matematika dapat
diterapkan dalam metode penemuan.
Umumnya
topik-topik
yang
berhubungan dengan prinsip dapat
diterapkan dalam metode penemuan.
2. Bila jumlah siswa terlalu banyak,
maka akan memberatkan guru dalam
memberikan bimbingan penemuan.
3. Bagi siswa yang lamban akan
mengalami kesulitan karena tidak
dapat menyelesaikan temuannya.
4. Memerlukan waktu yang relatif lebih
lama.
Pendekatan Konstruktivisme
Pendekatan dalam pembelajaran
merupakan titik tolak atau acuan yang
digunakan dalam pembelajaran, dan
konstruktivisme adalah proses membangun
atau menyusun pengetahuan baru dalam
struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman yang diperolehnya. Menurut
Abidin (2014 : 110), pendekatan
pembelajaran berfungsi sebagai pedoman
atau panduan dasar tentang mengajarkan
sesuatu dan bagaimana sesuatu itu dapat
dipelajari dengan lebih mudah. Pendekatan
konstruktivisme merupakan salah satu
pendekatan dalam pembelajaran yang
menekankan pada kemampuan siswa
dalam
mengkonstruksi
pengetahuan
barunya berdasarkan pengalaman atau
pengetahuan yang sudah dimilikinya.
Menurut Wardoyo (2013 : 4), konsep
pembelajaran konstruktivisme merupakan
pembelajaran yang didasarkan pada
pemahaman bahwa proses belajar yang
dilakukan oleh siswa merupakan proses
membangun (konstruksi) pengetahuan,
pemahaman,
dan
pengalamannya,
sedangkan
guru
dalam
proses
pembelajaran dituntut untuk menjadi
fasilitator yang baik dan mampu menggali
potensi yang dimiliki oleh siswa. Dengan
demikian, pendekatan konstruktivisme
dapat menyajikan suatu pembelajaran yang
dapat merangsang siswa untuk berpikir
inovatif dan mengembangkan ide-ide
mereka secara optimal. Pembelajaran
konstruktivisme
menekankan
pada
permasalahan sehari-hari atau pengalaman
nyata sebagai acuan yang dapat
mendorong rasa ingin tahu siswa, sehingga
siswa dianggap sebagai pemikir yang
mampu menghasilkan sebuah pengetahuan
baru. Sementara itu, dalam pembelajaran
guru bersikap interaktif yaitu bertindak
sebagai moderator dan fasilitator bagi
siswa serta mencoba mengerti persepsi
siswa agar dapat melihat pola pikir siswa
dan apa yang sudah diperolehnya untuk
pembelajaran selanjutnya.
Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme adalah sebagai berikut :
1. Pemberian apersepsi kepada siswa
dengan hal-hal yang diketahui dan
dipahami oleh siswa dengan tujuan
sebagai konsep awal yang dimiliki
oleh siswa dalam pembelajaran.
2. Pemberian motivasi kepada siswa agar
mereka tertarik untuk mengetahui halhal atau materi baru yang akan
dipelajari.
3. Menekankan pada kemampuan mindson (berpikir) dan hands-on (bekerja),
dengan cara mendorong siswa agar
dapat mengaitkan materi tersebut
dengan pengetahuan yang sudah ada
pada siswa.
4. Proses pembelajaran melibatkan siswa
secara aktif dalam menafsirkan dan
memahami materi baru, sehingga
terjadi perubahan konseptual.
5. Melibatkan siswa secara aktif dalam
pembelajaran, karena pengetahuan
tidak dapat diperoleh secara pasif.
6. Mengutamakan terjadinya interaksi
sosial melalui kelompok belajar atau
kelompok diskusi.
Dengan demikian, pembentukan
pengetahuan
dalam
pendekatan
konstruktivisme memandang siswa sebagai
subjek
yang
aktif
menciptakan
pengetahuan dan pemahamannya melalui
interaksi
dengan
lingkungan
atau
kelompok belajar mereka. Metode
penemuan terbimbing merupakan metode
pembelajaran yang menuntut anak
menemukan sesuatu dengan bimbingan
dari guru dan pendekatan konstruktivisme
merupakan pendekatan pembelajaran yang
mengacu pada cara
anak untuk
membangun
pengetahuan
baru
berdasarkan pengalaman atau pengetahuan
yang telah dimilikinya. Pendekatan ini
tidak hanya memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengembangkan
kemampuan kognitifnya saja, melainkan
juga mengembangkan aktivitas sosialnya.
Pengoptimalan
kemampuan
berpikir
individu dan interaksi sosial dalam proses
pembelajaran dapat dilakukan melalui
penerapan metode penemuan terbimbing
yang
penerapanya
didasari
oleh
pendekatan konstruktivisme.
Dengan
menerapkan
metode
penemuan terbimbing, siswa dapat
bekerjasama dalam kelompok belajarnya
untuk menemukan suatu informasi atau
pengetahuan baru, dan pendekatan
konstruktivisme dalam kegiatan penemuan
dapat membuat siswa berpikir kreatif
dalam menyelesaikan permasalahan. Hal
ini dikarenakan siswa dapat menggunakan
berbagai macam cara atau menggunakan
ide-ide mereka untuk menemukan
informasi
baru
tersebut
dengan
mengaitkannya pada pengalaman atau
pengetahuan yang mereka miliki. Selain
itu, siswa diberi kesempatan dalam
mengeksplorasi pengetahuan yang mereka
miliki dan hal ini dapat meningkatkan
penguasaan konsep dan berpikir siswa.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan
adalah Penelitian Tindakan Kelas yang
menggunakan lembar observasi aktivitas
siswa dan tes hasil belajar sebagai
instrumen pengumpulan data. Lembar
observasi digunakan untuk mengamati
aktivitas siswa selama penerapan metode
penemuan terbimbing. Tes hasil belajar
yang diperoleh dari setiap siklus, dianalisis
secara deskriptif untuk mengetahui nilai
rata-rata hasil belajar dan persentase
ketuntasan belajar siswa. Subjek penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas VIIIG yang
berjumlah 36 orang, terdiri dari 13 siswa
laki-laki dan 23 siswa perempuan.
Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus
dan setiap siklus terdiri dari empat
kegiatan yaitu: perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan dan refleksi. Tahapan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1
berikut.
Gambar 1 Alur Model PTK
Indikator keberhasilan penelitian
tindakan kelas adalah : (1) Keaktifan siswa
meningkat diketahui dari hasil lembar
observasi aktivitas siswa secara umum
mencapai kriteria baik, yaitu berada pada
interval 37 x 48, dan (2) indikator
keberhasilan tercapai apabila nilai hasil
belajar siswa meningkat setiap siklusnya.
Secara klasikal nilai rata-rata siswa
mencapai ≥ 70 dan ketuntasan belajar
tercapai jika minimal 80 % dari jumlah
siswa yang memperoleh nilai ≥ 70.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Aktivitas Siswa Tiap Siklus.
Hasil analisis lembar observasi
aktivitas siswa pada setiap siklus
menunjukkan terjadi peningkatan aktivitas
siswa dari siklus I hingga siklus III.
Tabel 1 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa
Tiap Siklus
Berdasarkan Tabel 1, aktivitas siswa
melalui penerapan metode penemuan
terbimbing secara keseluruhan mengalami
peningkatan. Pada siklus I aktivitas siswa
berada pada kriteria cukup dengan skor
rata-rata dua orang pengamat 27. Skor ini
masih sangat rendah karena hampir berada
pada kriteria kurang. Salah satu penyebab
rendahnya hasil aktivitas siswa pada siklus
I ini
dikarenakan
dalam
proses
pembelajaran siswa belum terbiasa dengan
guru yang menerapkan pembelajaran
dengan metode penemuan terbimbing.
Selain itu, pada proses pengerjaan LKS
siklus I masih banyak siswa yang kurang
percaya diri dan proses diskusi masih
belum berlangsung dengan baik.
Pada siklus II aktivitas siswa berada
pada kriteria baik dengan skor rata-rata
dua orang pengamat 39. Skor ini cukup
tinggi karena mayoritas siswa sudah mulai
terbiasa dengan penerapan metode
penemuan terbimbing. Pada siklus III
aktivitas siswa berada pada kriteria baik
dengan skor rata-rata dua orang pengamat
46,5. Skor ini mengalami peningkatan dari
siklus II dan sudah tergolong tinggi karena
hampir seluruh siswa sudah mulai terbiasa
dengan penerapan metode penemuan
terbimbing.
Aktivitas
yang
diamati
oleh
pengamat dalam siklus I, II, dan III terdiri
dari 16 aspek dan secara garis besar
lembar observasi yang diamati pengamat
meliputi
perhatian
siswa
terhadap
penjelasan yang disampaikan oleh guru
(yaitu mengenai penjelasan apersepsi,
tujuan, motivasi pembelajaran, dan
pengarahan dari guru) yang merupakan
langkah awal pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivisme, aktivitas
siswa dalam proses penemuan yang
dibimbing melalui serangkaian kegiatan
dan pertanyaan yang ada di LKS, aktivitas
siswa selama diskusi kelompok maupun
diskusi kelas, kemampuan siswa dalam
melakukan pengukuran, kemampuan siswa
mengaitkan materi sebelumnya terhadap
materi
yang
sedang
dipelajari
(memanfaatkan pengetahuan yang telah
dimilikinya), aktivitas siswa dalam proses
menyimpulkan hasil penemuan secara
keseluruhan, perhatian siswa terhadap
penjelasan konsep baru yang disampaikan
oleh guru, dan aktivitas siswa dalam
menerapkan hasil penemuannya.
Pada refleksi awal diketahui bahwa
perhatian siswa terhadap penjelasan yang
disampaikan oleh guru masih kurang baik.
Pada saat guru menjelaskan, mayoritas
siswa tidak memperhatikan, mengobrol,
menganggu teman bahkan ada yang sibuk
dengan kegiatannya sendiri seperti
bermain handphone, menggambar atau
mencoret-coret
bukunya.
Melihat
permasalahan tersebut, guru mengambil
tindakan yaitu dengan cara menegur siswa
yang tidak memperhatikan, mengobrol,
menganggu teman, atau sibuk dengan
kegiatan sendiri dan kemudian menasehati
mereka untuk dapat mengikuti pelajaran
dengan baik. Tindakan ini mengacu pada
prinsip mendorong dan memotivasi
keaktifan siswa yang disampaikan oleh
Gage & Berliner dalam Hosnan (2014 : 8)
yang mengatakan bahwa prinsip-prinsip
belajar tersebut dapat menjadi acuan atau
landasan bagi
guru
agar proses
pembelajaran menjadi lebih baik dan
bermakna.
Tindakan yang dilakukan oleh guru
ini mengakibatkan pada siklus I perhatikan
siswa
terhadap
penjelasan
yang
disampaikan oleh guru sudah lebih baik
daripada refleksi awal, namun belum
sepenuhnya optimal. Hal ini dikarenakan,
walaupun sebagian siswa sudah bisa
memperhatikan penjelasan dari guru,
namun masih terdapat beberapa siswa
yang tidak memperhatikan, terutama siswa
laki-laki yang duduk di deretan paling
belakang.
Ketika
awal
proses
pembelajaran berlangsung masih terdapat
beberapa siswa yang mengobrol dengan
teman sebangkunya atau membuka buku
pelajaran lain. Selain itu, ketika guru
memberikan penjelasan dan pengarahan
mengenai cara pengerjaan LKS, sebagian
siswa masih belum memperhatikan dengan
baik, karena perhatian siswa pada saat itu
masih terfokus pada LKS yang dibagikan
oleh guru. Sehingga pada siklus I,
perhatian siswa terhadap penjelasan yang
disampaikan oleh guru masih berada pada
kriteria cukup dengan skor rata-rata yang
diberikan kedua pengamat pada aktivitas
ini adalah 2,4.
Pada proses pembelajaran siklus II,
perhatian siswa terhadap penjelasan yang
disampaikan oleh guru sudah baik. Ketika
awal proses pembelajaran berlangsung,
mayoritas siswa telah memperhatikan
penjelasan dari guru dan sudah mau
mendengarkan arahan serta petunjuk dari
guru. Hal ini terlihat, dari perhatian siswa
yang sudah mulai disiplin dan mau
menghargai guru ketika guru memberikan
penjelasan maupun arahan kepada siswa.
Karena tindakan yang dilakukan oleh guru
untuk mengoptimalkan perhatian siswa ini
adalah dengan memberikan nasihat dan
teguran kepada siswa yang tidak
memperhatikan
untuk
dapat
memperhatikan dan mengikuti pelajaran
dengan baik. Jika siswa masih tidak
memperhatikan maka guru menunjuk
siswa tersebut untuk menjawab pertanyaan
yang diberikan oleh guru dan menyita
barang yang membuat mereka tidak
memperhatikan guru seperti handphone
atau buku PR pelajaran lain hingga akhir
pelajaran.
Adapun
tindakan
yang
dilakukan oleh guru ini mengacu pada
prinsip mendorong dan memotivasi
keaktifan siswa serta prinsip pemberian
tantangan yang disampaikan oleh Gage &
Berliner dalam Hosnan (2014 : 8) bahwa
prinsip-prinsip tersebut dapat dilakukan
oleh guru demi terciptanya proses
pembelajaran yang lebih baik dan
bermakna.
Tindakan yang dilakukan guru pada
siklus
II
mengakibatkan
proses
pembelajaran pada siklus III sudah lebih
baik. Hal ini dikarenakan perhatian siswa
terhadap penjelasan yang disampaikan
oleh guru sudah sangat baik. Ketika awal
proses pembelajaran berlangsung, seluruh
siswa telah memperhatikan penjelasan dari
guru dan sudah mau mendengarkan arahan
serta petunjuk dari guru. Hal ini terlihat,
dari perhatian siswa yang sudah disiplin
dan mau menghargai guru ketika guru
memberikan penjelasan maupun arahan
kepada siswa.
Selain itu, kegiatan pembelajaran
dengan penerapan metode penemuan
terbimbing juga mengamati aktivitas
individual siswa. Hasil observasi oleh dua
orang pengamat menunjukkan bahwa
selama proses pembelajaran siklus I siswa
masih kurang aktif. Aktivitas siswa ini
diamati selama tahap mengamati atau
merumuskan masalah yang ada pada LKS.
Pada proses mengamati tersebut, mayoritas
siswa belum berani untuk menanyakan
kepada guru mengenai hal-hal yang ia
tidak
pahami.
Berdasarkan
hasil
pengamatan dua pengamat, terdapat 22
siswa yang belum berani bertanya kepada
guru mengenai hal-hal yang ia tidak
pahami.
Dalam
menyelesaikan
permasalahan yang ada di LKS, siswa
masih
belum
dapat
merumuskan
permasalahan yang ada di dalam LKS
dengan benar. Selain itu, hasil observasi
oleh dua pengamat menunjukkan bahwa
terdapat lima kelompok yang masih
kesulitan
dalam
merumuskan
permasalahan yang ada di LKS.
Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, guru menambahkan pertanyaanpertanyaan yang dapat menuntun siswa
dalam merumuskan permasalahan yang
ada di LKS dengan benar, serta
memberikan motivasi dan mendekatkan
diri kepada siswa agar ia berani bertanya
kepada guru mengenai hal-hal yang tidak
ia pahami. Berdasarkan hasil observasi
oleh dua orang pengamat pada siklus II
menunjukkan bahwa selama proses
pembelajaran, siswa sudah cukup aktif.
Pada proses mengamati, sebagian siswa
sudah berani untuk menanyakan kepada
guru mengenai hal-hal yang ia tidak
pahami. Berdasarkan hasil pengamatan
dua pengamat, terdapat 25 siswa yang
sudah aktif bertanya kepada guru
mengenai hal-hal yang ia tidak pahami dan
siswa sudah mulai bisa merumuskan
permasalahan yang ada di dalam LKS
dengan benar.
Tindakan yang dilakukan oleh guru
pada siklus II mengakibatkan aktivitas
individual siswa pada siklus III mengalami
peningkatan
daripada
siklus-siklus
sebelumnya. Hasil observasi oleh dua
orang pengamat menunjukkan bahwa
selama proses pembelajaran siklus III
mayoritas siswa sudah aktif. Pada proses
mengamati, mayoritas siswa sudah berani
untuk menanyakan kepada guru mengenai
hal-hal yang ia tidak pahami. Berdasarkan
hasil pengamatan dua pengamat, terdapat
25 siswa yang sudah aktif bertanya kepada
guru mengenai hal-hal yang ia tidak
pahami
dan
dalam
menyelesaikan
permasalahan yang ada di LKS, siswa
sudah bisa merumuskan permasalahan
yang ada di dalam LKS dengan benar.
Disamping mengamati aktivitas
individual siswa, metode penemuan
terbimbing juga mengamati aktivitas siswa
selama diskusi kelompok maupun diskusi
kelas. Pada siklus I, interaksi yang terjalin
antar anggota kelompok belum optimal.
Hal ini terlihat, selama diskusi kelompok
siswa cenderung mengandalkan anggota
kelompok yang mereka anggap lebih
pandai dalam menyelesaikan permasalahan
yang ada di LKS dan siswa masih belum
mendiskusikan ide-ide yang mereka miliki.
Selain itu, dalam memberi bimbingan
selama diskusi kelompok guru mengalami
kesulitan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Faizi (2013 : 95) bahwa bila jumlah siswa
terlalu banyak maka akan memberatkan
guru
dalam
memberi
bimbingan
penemuan, sehingga diperlukan suatu
strategi untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Berdasarkan hasil observasi dua
pengamat pada siklus I, terdapat lima
kelompok yang belum aktif dalam diskusi
kelompok dan dalam diskusi kelompok
masih terdapat 4-6 siswa yang sering
keluar masuk kelas dengan berbagai
alasan. Selain itu, siswa belum terlibat
aktif dalam kegiatan diskusi kelas
(presentasi kelas) dan siswa belum berani
dalam menanggapi hasil presentasi
temannya. Akan tetapi, siswa sudah cukup
berani dalam menyampaikan hipotesis atau
jawaban sementara mereka.
Untuk lebih mengaktifkan diskusi
kelompok, guru membagi ulang kelompok
belajar pada siklus II. Guru juga
memberikan motivasi dan teguran kepada
siswa yang belum aktif dalam diskusi
kelompok agar berani bertanya dan
mendiskusikan ide-ide yang mereka miliki
serta memberikan tanggung jawab kepada
siswa
yang pandai
untuk
dapat
memberikan bimbingan kepada anggota
kelompoknya
yang
lain.
Selain
memberikan tanggungjawab kepada setiap
kelompok diskusi, guru juga mengatur
sistem bimbingan kepada kelompok
diskusi. Tindakan yang dilakukan oleh
guru adalah dengan mengatur dan
menetapkan waktu bimbingan untuk setiap
kelompok serta memberikan kesempatan
kepada kelompok yang sudah bisa untuk
melakukan penemuannya sendiri. Hal ini
dimaksudkan
agar
siswa
terbiasa
mendiskusikan ide-ide mereka dengan
teman sekelompoknya dan guru lebih
memperhatikan kelompok yang belum
dapat melakukan penemuannya sendiri.
Selain itu, guru juga menegur siswa yang
sering keluar masuk lebih dari 3 kali dan
melakukan pendekatan kepada siswa
tersebut agar dapat mengikuti pelajaran
dengan baik.
Tindakan yang dilakukan guru ini
mengakibatkan kegiatan diskusi dan
interaksi yang terjalin antar anggota
kelompok
pada
siklus
II
sudah
berlangsung dengan cukup baik. Hal ini
terlihat dari siswa yang sudah cukup baik
dalam menyampaikan hipotesis atau
jawaban sementara mereka kepada guru.
Selain itu, guru tidak terlalu mengalami
kesulitan dalam memberikan bimbingan
selama diskusi kelompok. Hal ini
disebabkan aktivitas siswa yang sudah
saling mendiskusikan ide-ide mereka
dengan baik dan yang terlibat aktif bukan
hanya siswa yang pandai saja tetapi semua
anggota kelompok yang lainnya juga ikut
berpartisipasi, sehingga perhatian guru
lebih terfokus pada kelompok yang belum
bisa melakukan penemuannya sendiri. Dari
hasil pengamatan diketahui bahwa pada
siklus II ini masih ada tiga kelompok yang
belum aktif dalam kegiatan diskusi
kelompok. Hal ini disebabkan proses
diskusi dari ketiga kelompok tersebut
belum berlangsung dengan baik karena
terdapat siswa dari masing-masing
kelompok yang sering ribut dan mengobrol
dengan anggota kelompok yang lainnya,
serta terdapat 2-3 siswa masih sering
keluar masuk kelas saat diskusi kelompok
berlangsung.
Selain melakukan tindakan untuk
mengefektifkan diskusi kelompok, guru
juga
melakukan
tindakan
untuk
mengefektifkan diskusi kelas (presentasi
kelompok). Tindakan yang dilakukan guru
adalah dengan memberikan motivasi
kepada siswa untuk lebih percaya diri dan
berani tampil ke depan kelas, dan guru
juga memilih secara acak kelompok yang
tampil
ke
depan
kelas
untuk
mempresentasikan hasil diskusi mereka.
Dari hasil pengamatan siklus II yang
dilakukan oleh dua orang pengamat,
terdapat 3-4 kelompok yang telah bersedia
untuk
tampil
ke
depan
kelas
mempresentasikan hasil diskusi mereka
secara sukarela dan terdapat 10-15 siswa
yang sudah cukup berani dalam
menanggapi hasil temuan temannya.
Aktivitas siswa selama diskusi
kelompok maupun diskusi kelas pada
siklus III mengalami peningkatan dari
siklus II. Untuk mengefektifkan diskusi
kelompok, guru membagi ulang kelompok
belajar dan menggelompokkan siswa yang
tidak aktif menjadi satu kelompok diskusi
yang bertujuan agar mereka dapat lebih
bertangungjawab atas pekerjaan mereka.
Tindakan ini mengakibatkan proses
diskusi kelas pada siklus III sudah
berlangsung dengan lebih optimal dan
interaksi yang terjalin antar anggota
kelompok sudah berlangsung dengan baik.
Hal ini terlihat dari aktivitas siswa yang
saling mendiskusikan ide-ide mereka
dengan baik dan seluruh anggota
kelompok sudah terlibat aktif dalam
kegiatan diskusi kelompok, sehingga
membantu guru dalam memberi bimbingan
penemuan yang lebih efektif. Tindakan ini
membuktikan bahwa strategi pengaturan
waktu dan cara pemberian bimbingan yang
baik dapat mengatasi kekurangan dari
metode penemuan terbimbing. Di samping
itu, siswa sudah mulai aktif dalam kegiatan
diskusi kelas (presentasi kelas), siswa
sudah berani dalam menanggapi hasil
presentasi temannya, dan siswa sudah
berani dalam menyampaikan hipotesis atau
jawaban sementara mereka kepada guru.
Namun, selama pembelajaran berlangsung
masih terdapat 2 siswa yang sering
terlambat masuk ke kelas dengan alasan
dari toilet atau dari kantin walaupun guru
telah memberikan teguran kepada siswa
yang sering keluar masuk kelas lebih dari
3 kali.
Pada siklus I, siswa masih kurang
teliti dalam melakukan pengukuran baik
pengukuran panjang ruas garis maupun
mengukur besar sudut dalam sebuah
lingkaran. Namun, siswa sudah cukup baik
dalam memanfaatkan pengetahuan yang
telah ia miliki sebelumnya untuk
menemukan pengetahuan yang baru
diperolehnya. Berdasarkan hasil observasi
dua pengamat, terdapat 17 siswa yang
sudah mulai memanfaatkan pengetahuan
yang telah ia miliki sebelumnya untuk
menemukan pengetahuan baru yang
diperolehnya. Selain itu, aktivitas siswa
dalam proses menyimpulkan hasil
penemuan secara keseluruhan masih
kurang optimal. Hal ini dikarenakan, siswa
masih
belum
bisa
menyatakan
pendapatnya mengenai kesimpulan dari
hasil temuan mereka secara keseluruhan.
Untuk mengatasi masalah tersebut,
maka tindakan yang guru lakukan adalah
membimbing siswa yang masih belum
menggunakan busur derajat dengan benar
dan memberikan beberapa tips agar siswa
lebih teliti dan fokus dalam menggunakan
busur derajat. Selain itu, guru juga
membimbing siswa agar dapat mengaitkan
konsep yang mereka peroleh sebelumnya
untuk menemukan konsep baru atau
menyelesaikan permasalahan yang ada.
Tindakan yang dilakukan guru ini
mengakibatkan pada siklus II, siswa sudah
cukup teliti dalam melakukan pengukuran
dan siswa sudah cukup baik dalam
memanfaatkan pengetahuan yang telah ia
miliki sebelumnya untuk menemukan
pengetahuan yang baru diperolehnya.
Berdasarkan hasil observasi dua pengamat,
terdapat 23 siswa yang sudah bisa
memanfaatkan pengetahuan yang telah ia
miliki sebelumnya untuk menemukan
pengetahuan baru yang diperolehnya.
Selain itu, guru juga memotivasi dan
membimbing
siswa
dalam
proses
menyimpulkan hasil penemuan secara
keseluruhan, sehingga aktivitas siswa
dalam proses menyimpulkan hasil
penemuan secara keseluruhan sudah
berlangsung dengan cukup baik. Hal ini
dikarenakan, siswa sudah cukup berani
menyatakan
pendapatnya
mengenai
kesimpulan dari hasil temuan mereka
secara keseluruhan. Namun, pada siklus II
ini masih terdapat 12 siswa yang belum
terlibat aktif dalam diskusi kelas.
Pada siklus III, siswa sudah lebih
teliti dalam melakukan pengukuran dan
siswa
sudah
cukup
baik
dalam
memanfaatkan pengetahuan yang telah ia
miliki sebelumnya untuk menemukan
pengetahuan yang baru diperolehnya.
Berdasarkan hasil observasi dua pengamat,
terdapat 2-4 siswa yang masih kesulitan
dalam memanfaatkan pengetahuan yang
telah ia miliki sebelumnya untuk
menemukan pengetahuan baru yang
diperolehnya. Selain itu, aktivitas siswa
dalam proses menyimpulkan hasil
penemuan secara keseluruhan sudah
berlangsung dengan baik. Hal ini
dikarenakan, guru lebih memberikan
motivasi kepada siswa yang belum aktif
dalam mengajukan pendapatnya dengan
menunjuk siswa tersebut untuk lebih
berani dalam berkomentar atau bertanya,
sehingga pada siklus III mayoritas siswa
sudah
mulai
berani
menyatakan
pendapatnya mengenai kesimpulan dari
hasil temuan mereka secara keseluruhan.
Pada tahap akhir pembelajaran,
perhatian siswa terhadap penjelasan
konsep baru yang disampaikan oleh guru
juga menjadi salah satu poin yang penting
dalam lembar observasi aktivitas siswa.
Hal ini dikarenakan, penjelasan konsep
baru yang disampaikan oleh guru juga
termasuk tahap pembelajaran dalam
metode
penemuan
terbimbing.
Berdasarkan hasil observasi dua pengamat
pada siklus I diketahui bahwa 22 siswa
sudah mau memperhatikan penjelasan guru
mengenai konsep baru yang disampaikan
oleh guru dan hal ini menunjukkan bahwa
perhatian siswa tersebut sudah cukup
optimal. Namun, aktivitas siswa dalam
menerapkan hasil penemuannya masih
tergolong kurang optimal. Hal ini
dikarenakan, terdapat 20 siswa yang masih
belum
dapat
menerapkan
hasil
penemuannya untuk menyelesaikan soalsoal latihan yang diberikan guru dan
aktivitas ini diamati ketika guru
memberikan soal latihan pada akhir
pembelajaran dan pada waktu awal
pembelajaran ketika guru membahas soalsoal yang dianggap susah oleh siswa.
Berdasarkan hasil observasi dua
pengamat pada siklus II diketahui bahwa
25 siswa sudah mau memperhatikan
penjelasan guru mengenai konsep baru
yang disampaikan oleh guru dan hal ini
menunjukkan bahwa perhatian siswa
tersebut sudah cukup optimal. Di samping
itu, aktivitas siswa dalam menerapkan
hasil penemuannya sudah cukup optimal.
Adapun tindakan yang dilakukan adalah
meminta siswa mengumpulkan tugas yang
mereka buat dengan tujuan agar siswa
termotivasi untuk membuat tugas-tugas
yang diberikan. Pada siklus II ini terdapat
26 siswa yang sudah mulai menerapkan
hasil penemuannya untuk menyelesaikan
soal-soal latihan yang diberikan guru
dimana aktivitas ini diamati ketika guru
memberikan soal latihan pada akhir
pembelajaran dan pada waktu awal
pembelajaran ketika guru membahas soalsoal yang dianggap susah oleh siswa.
Sementara itu, berdasarkan hasil
observasi dua pengamat pada siklus III
diketahui bahwa mayoritas siswa sudah
mau memperhatikan penjelasan guru
mengenai konsep baru yang disampaikan
oleh guru dan hal ini menunjukkan bahwa
perhatian siswa tersebut sudah optimal. Di
samping itu, aktivitas siswa dalam
menerapkan hasil penemuannya sudah
optimal. Hal ini dikarenakan, siswa sudah
mulai menerapkan hasil penemuannya
untuk menyelesaikan soal-soal latihan
yang diberikan oleh guru dimana aktivitas
ini diamati ketika guru memberikan soal
latihan pada akhir pembelajaran dan pada
waktu awal pembelajaran ketika guru
membahas soal-soal yang dianggap susah
oleh siswa.
2. Analisis Hasil Belajar Setiap Siklus
Penerapan
metode
penemuan
terbimbing menunjukkan bahwa hasil
belajar siswa dilihat dari nilai rata-rata dan
ketuntasan belajar klasikal meningkat
setiap siklusnya. Nilai rata-rata siswa pada
siklus I yaitu 73,3 kemudian pada siklus II
nilai rata-ratanya meningkat menjadi 79,1
dan nilai rata-rata siswa meningkat lagi
menjadi 85,81 pada siklus III. Peningkatan
nilai rata-rata siswa dapat dilihat pada
Gambar 2 berikut.
Gambar 2
Diagram Peningkatan Nilai RataRata Siswa
Peningkatan hasil belajar tidak hanya
terjadi pada nilai rata-rata siswa, tetapi
juga pada ketuntasan belajar kasikal. Hal
ini terlihat dari ketuntasan belajar klasikal
siklus I yang hanya 52,78% dengan 19
orang siswa yang tuntas dan 17 orang
siswa yang tidak tuntas, kemudian pada
siklus II ketuntasan belajar klasikal
meningkat menjadi 72,22% dengan 26
orang siswa yang tuntas dan 10 orang
siswa yang tidak tuntas, dan ketuntasan
belajar klasikal mengalami peningkatan
lagi pada siklus III menjadi 94,44%
dengan 34 orang siswa yang tuntas dan 2
orang siswa yang tidak tuntas. Peningkatan
ketuntasan belajar klasikal tersebut dapat
dilihat dari Gambar 3 berikut.
Gambar 3 Diagram Peningkatan Ketuntasan
Belajar Klasikal
Gambar 3 tersebut menunjukkan
bahwa pada siklus III ketuntasan belajar
klasikal mencapai 94,44%. Hal ini berarti
pada siklus III ketuntasan belajar klasikal
siswa sudah mencapai kriteria keberhasilan
tindakan yaitu 80%.
Secara individu persentase siswa
yang tidak pernah mencapai nilai
ketuntasan belajar 70 selama siklus I
hingga siklus III hanya 5,56% atau ada
dua siswa. Berdasarkan hasil tes siklus III
menunjukkan masih terdapat 4 siswa yang
belum mencapai kriteria ketuntasan
minimal ( 70), adapun nilai tes keempat
siswa tersebut adalah 53,1, 54,6, dan 66,9.
Karena nilai tes dianalisis dengan nilai
LKS yang telah diperoleh selama
pembelajaran, maka terdapat dua siswa
yang berhasil mendapatkan nilai akhir 70
sedangkan dua siswa yang lainnya belum
berhasil mendapatkan nilai akhir 70.
Kedua siswa yang berhasil mendapatkan
nilai akhir 70 tersebut adalah IO dan
MF. Sedangkan kedua siswa yang belum
berhasil mendapatkan nilai akhir 70
adalah RDN dan YWP.
Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, maka guru melakukan suatu
upaya yaitu dengan memberikan jam
belajar tambahan untuk kedua siswa
tersebut. Hal ini dimaksudkan agar siswa
dapat lebih memahami materi yang
diajarkan serta bertujuan untuk mengetahui
penyebab
dan
cara
mengatasi
permasalahan siswa tersebut. Tindakan
guru ini dilakukan pada luar jam pelajaran
atau setelah pulang sekolah. Upaya yang
dilakukan guru ini mengakibatkan terjadi
perkembangan yang cukup signifikan dari
kedua
siswa
tersebut,
walaupun
perkembangannya lebih lambat dari siswa
yang lainnya.
Pemberian bimbingan yang lebih
banyak untuk siswa yang lamban dalam
menerima materi pelajaran dapat menjadi
salah satu cara guru untuk mengatasi
kekurangan dari metode penemuan
terbimbing. Tindakan yang dilakukan oleh
guru
menunjukkan
bahwa
tujuan
pembelajaran metode penemuan telah
tercapai dengan baik.
SIMPULAN DAN SARAN
Penerapan
metode
penemuan
terbimbing dapat meningkatkan aktivitas
belajar siswa dengan cara : (1) Guru
menyiapkan serangkaian pertanyaan yang
dapat
membimbing
siswa
dalam
merumuskan suatu permasalahan dengan
benar,
memotivasi
setiap
anggota
kelompok untuk saling mendiskusikan ideide yang mereka miliki dengan teman
sekelompoknya, dan membimbing siswa
untuk memanfaatkan pengetahuan yang
telah ia miliki sebelumnya untuk
memperoleh pengetahuan barunya; (2)
Guru membentuk kelompok belajar yang
efektif untuk setiap siklusnya dimana
pembentukan
kelompok
tersebut
ditentukan berdasarkan aktivitas siswa
selama proses pembelajaran sebelumnya
dan kemampuan akademis (nilai tes)
siswa; (3) Guru memotivasi siswa untuk
berani tampil ke depan kelas dan
mengemukakan pendapat mereka, baik
dalam diskusi kelas maupun bertanya
kepada guru mengenai hal-hal yang ia
tidak pahami; (4) Guru mengatur waktu
dan cara memberi bimbingan yang efektif
selama kegiatan penemuan berlangsung
agar dapat mengatasi kesulitan guru dalam
mengatur bimbingan bila jumlah siswa
terlalu banyak.
Dan penerapan metode penemuan
terbimbing dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dengan cara : (1) Guru
memberikan soal-soal latihan yang dapat
membantu siswa dalam mengaplikasikan
pengetahuan yang telah ia peroleh dan agar
siswa terbiasa untuk memahami soal-soal
pada tes siklus nantinya. Selain itu, guru
juga mengingatkan kepada siswa agar
lebih teliti dalam melakukan perhitungan
matematika dan menuliskan satuan yang
tepat dari setiap jawaban yang ditulis
dalam soal tes siklus; (2) Guru
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan pengetahuan yang
dipelajarinya,
sehingga
pengetahuan
tersebut lebih lama membekas dalam
ingatan siswa; (3) Guru mengingatkan
siswa tentang materi prasyarat agar siswa
lebih mudah dalam proses penemuannya
dan membimbing siswa agar dapat
mengaitkan antara konsep yang dipelajari
dengan konsep yang telah dipelajari
sebelumnya; (4) Guru memberikan jam
tambahan atau bimbingan yang lebih
banyak untuk siswa yang lamban dalam
menyelesaikan suatu permasalahan agar
siswa dapat memahami materi pelajaran
dengan lebih baik.
Kegiatan tersebut terbukti dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
siswa dari siklus I sampai siklus III.
Analisis tes siklus I menunjukkan nilai
rata-rata siswa 73,3 dengan ketuntasan
belajar klasikal siswa 52,78% dengan
aktivitas siswa berada pada kriteria cukup
(skor rata-rata 27), kemudian pada siklus II
hasil belajar meningkat dengan nilai ratarata siswa 79,1 dengan ketuntasan belajar
klasikal 72,22% dan aktivitas siswa berada
pada kriteria baik (skor rata-rata 39), serta
mengalami peningkatan kembali pada
siklus III dengan nilai rata-rata siswa 85,81
dengan ketuntasan belajar klasikal 94,44%
dan aktivitas siswa berada kriteria baik
(skor rata-rata 46,5).
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan maka peneliti memberikan
beberapa saran, yaitu : (1) Dalam
menerapkan metode penemuan terbimbing,
guru juga dapat menggunakan media
pembelajaran (seperti macromedia flash
atau media power point) untuk membantu
siswa dalam memahami konsep-konsep
penting yang disampaikan guru; (2)
Penentuan kelompok diskusi dalam
pembelajaran
sebaiknya
berdasarkan
tingkat kemampuan akademis siswa dan
keaktifan siswa yang heterogen selama
proses pembelajaran sebelumnya; (3)
Dalam menerapkan metode penemuan
terbimbing hendaknya guru mampu
mengelola kelas dengan baik, agar proses
pembelajaran berlangsung efektif sesuai
yang telah direncanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. 2014. Desain Sistem
Pembelajaran dalam Konteks
Kurikulum 2013. Bandung : PT
Refika Aditama.
Faizi, Mastur. 2013. Ragam Metode
Mengajarkan Eksakta pada Murid.
Jogjakarta : DIVA Press.
Illahi,
Mohammad
Takdir.
2012.
Pembelajaran Discovery Strategy
& Mental Vocational Skills.
Jogjakarta : DIVA Press.
Markaban. 2006. Model Pembelajaran
Matematika dengan Pendekatan
Penemuan Terbimbing. Yogyakarta
: Departemen Pendidikan Nasional.
Putri, Reti. 2012. Perbandingan Hasil
Belajar Matematika Siswa antara
Pembelajaran
Penemuan
Terbimbing dengan Pembelajaran
Pengajaran Terbalik di Kelas VII
SMP N 13 Kota Bengkulu. Skripsi
tidak diterbitkan. Bengkulu :
UNIB.
Sani, Ridwan Abdullah. 2013. Inovasi
Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi
Aksara.
Wardoyo,
Sigit
Mangun.
2013.
Pembelajaran Kontruktivisme :
Teori dan Aplikasi Pembelajaran
dalam Pembentukan Karakter.
Bandung : Alfabeta.
MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2
KOTA BENGKULU
Devi Yunita, Effie Efrida Muchlis, Dewi Rahimah
Program Studi Pendidikan Matematika JPMIPA FKIP Universitas Bengkulu
Jalan W.R. Supratman, Talang Kering, Kota Bengkulu
ABSTRAK
Pembelajaran matematika di sekolah lebih sering menggunakan metode ceramah dan kurang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengonstruksikan pengetahuan mereka. Dalam
pembelajaran, siswa cenderung pasif dalam menerima materi dari guru karena siswa hanya
menghapal rumus-rumus bukan memahaminya sehingga minat siswa untuk belajar
matematika menjadi rendah. Hal ini berakibat pada rendahnya hasil belajar matematika
siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara penerapan metode penemuan
terbimbing sehingga terjadi peningkatan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa. Jenis
penelitian yang dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan teknik
pengumpulan data melalui lembar observasi aktivitas siswa dan tes hasil belajar. Penelitian
ini dilaksanakan pada tanggal 20 April – 1 Juni 2015 dengan subjek penelitian adalah seluruh
siswa kelas VIIIG SMPN 2 Kota Bengkulu tahun ajaran 2014/2015. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerapan metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar matematika siswa. Aktivitas siswa ditingkatkan dengan pemberian masalah
pada Lembar Kerja Siswa (LKS), guru membimbing siswa dalam mengerjakan LKS,
pembentukan kelompok diskusi yang tepat, dan proses belajar yang menekankan pada
aktivitas dan hasil belajar siswa. Peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dapat dilihat
dari peningkatan skor rata-rata dua pengamat dimana pada siklus I yaitu 27 (kriteria cukup),
siklus II meningkat menjadi 39 (kriteria baik), dan siklus III meningkat lagi menjadi 46,5
(kriteria baik). Sementara itu, peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari peningkatan
nilai rata-rata siswa dari siklus I hingga siklus III yaitu : 73,3; 79,1; dan 85,81 dengan
persantase ketuntasan belajar klasikal dari siklus I hingga siklus III yaitu : 52,78%; 72,22%;
dan 94,44%.
Kata Kunci : Aktivitas Siswa, Hasil Belajar, Metode Penemuan Terbimbing
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah suatu proses atau
usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik agar berperan aktif dan positif dalam
hidupnya pada saat sekarang maupun yang
akan datang. Pendidikan merupakan proses
perubahan tingkah laku individu atau
sekelompok orang sebagai hasil dari
pengalamannya
melalui
kegiatan
bimbingan, pembelajaran, atau pelatihan.
Dalam dunia pendidikan, matematika
merupakan salah satu bagian yang
memegang peranan penting. Semua
pendidikan formal mulai dari sekolah
dasar hingga perguruan tinggi diwajibkan
mempelajari matematika sesuai dengan
tingkatannya masing-masing. Namun,
fakta di lapangan menunjukkan kondisi
yang berbeda dengan apa yang diharapkan
dengan tujuan pendidikan matematika itu
sendiri.
Berdasarkan hasil observasi saat
melaksanakan
Praktik
Pengalaman
Lapangan (PPL – 2) di SMP Negeri 2 Kota
Bengkulu yang dilaksanakan pada tanggal
29 September – 4 Oktober 2014, dapat
dikemukakan bahwa permasalahan yang
dihadapi dalam proses pembelajaran
matematika adalah siswa kurang terlibat
aktif dalam kegiatan pembelajaran, dalam
kegiatan pembelajaran guru masih
menggunakan metode ceramah dan
bersifat
teacher-centered
learning
(pembelajaran yang berpusat pada guru),
pembelajaran yang dilakukan bersifat
monoton dan kurang bervariatif, mayoritas
siswa menggunakan buku ajar yang
tersedia dari sekolah saja dan catatannya
untuk bahan belajar mereka, sehingga
siswa cenderung pasif menerima materi
dari guru tanpa adanya usaha untuk
mengali informasi itu sendiri dan
kesempatan untuk mengkonstruksikan
pengetahuan mereka menjadi rendah.
Permasalahan tersebut dikarenakan,
dalam
proses
pembelajaran
siswa
cenderung menghafal rumus atau cara-cara
yang ada di buku ajar atau buku catatan
mereka tanpa memahami konsep dasar dari
rumus tersebut, sehingga kemampuan
berpikir dan daya analisis siswa menjadi
kurang berkembang. Selain itu, ketika guru
memberikan soal yang sedikit berbeda
dengan contoh soal yang diberikan
sebelumnya, siswa mengalami kesulitan
dalam memahami dan memecahkan
persoalan tersebut dan siswa juga
mengalami kesulitan ketika guru meminta
siswa
untuk
menjelaskan
kembali
mengenai materi yang telah dipelajari tadi.
Dari permasalahan tersebut, dapat
dikatakan bahwa tujuan dari pembelajaran
matematika belum tercapai dengan baik.
Dengan demikian, diperlukan suatu upaya
untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan menerapkan metode
penemuan terbimbing.
Dengan
menerapkan
metode
penemuan
terbimbing,
maka
akan
meningkatkan pemahaman konsep siswa.
Hal ini dikarenakan, metode penemuan
terbimbing yang berlandaskan pendekatan
konstruktivisme dapat membantu siswa
menemukan konsep atau pengetahuan
dengan cara mereka sendiri, dimana siswa
tidak hanya mengerjakan suatu urutan
yang dirancang oleh guru, melainkan juga
dapat memodifikasikannya dengan ide-ide
mereka sendiri, sehingga konsep baru yang
mereka temukan tersebut akan bertahan
lama dalam ingatan siswa dan siswa akan
menjadi paham mengenai manfaat dan
keterkaitan antara konsep tersebut dengan
konsep-konsep yang lainnya. Dalam
pembelajaran siswa bukan hanya menjadi
penghafal rumus tetapi juga paham dengan
konsep dasar rumus tersebut, dan kegiatan
ini akan meningkatkan daya pikir dan
kritis siswa, sehingga siswa dapat
memperoleh kesimpulan akhir mengenai
pembelajaran tersebut.
Penerapan
metode
penemuan
terbimbing dapat menciptakan suasana
belajar
yang
menyenangkan
dan
bermakna, sehingga dapat meningkatkan
minat
serta
hasil
belajar
siswa.
Berdasarkan hasil observasi di kelas VIII
SMP Negeri 2 Kota Bengkulu, diketahui
bahwa permasalahan yang dihadapi oleh
guru seperti yang dijelaskan di atas
merupakan permasalahan yang terjadi di
Kelas VIIIG. Hal ini disebabkan, aktivitas
dan hasil belajar kelas VIIIG masih
tergolong rendah. Oleh karena itu, peneliti
melaksanakan penelitian yang berjudul
“Penerapan Metode Penemuan Terbimbing
untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil
Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP
Negeri 2 Kota Bengkulu”.
Masalah yang diteliti pada penelitian
ini adalah: (1) Bagaimanakah cara
penerapan metode penemuan terbimbing
sehingga dapat meningkatkan aktivitas
belajar matematika siswa ? dan (2)
Bagaimanakah cara penerapan metode
penemuan terbimbing sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar matematika
siswa ? Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
matematika siswa SMP Negeri 2 Kota
Bengkulu.
Metode Penemuan Terbimbing
Metode pembelajaran penemuan
adalah suatu rangkaian kegiatan atau
upaya yang dilakukan oleh guru dengan
tujuan agar siswa mampu menemukan
suatu informasi atau konsep baru
berdasarkan
pengalaman
belajarnya.
Metode penemuan merupakan salah satu
metode yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran matematika. Menurut Ilahi
(2012 : 69), keistimewaan metode
penemuan bagi para siswa tidak sekedar
keterampilan dalam mengkaji suatu
persoalan, melainkan juga kemampuan
dalam mengkaji informasi dan fakta
konkret mengenai suatu hal yang dianggap
penting. Dengan kata lain, kemampuan
menemukan
sesuatu
yang
baru
mengindikasikan bahwa siswa mempunyai
potensi yang perlu dikembangkan secara
kontinuitas.
Metode
penemuan
dibedakan
menjadi metode penemuan murni dan
metode penemuan terbimbing. Menurut
Markaban (2006 : 9), metode penemuan
murni merupakan metode pembelajaran
yang menuntut siswa untuk menemukan
sendiri apa yang hendak ditemukannya.
Namun untuk jenjang Sekolah Menengah
Pertama (SMP), metode ini kurang tepat
digunakan karena pada umumnya sebagian
besar siswa masih membutuhkan konsep
dasar untuk dapat menemukan sesuatu dan
memerlukan bantuan atau bimbingan dari
guru dalam proses belajarnya. Di samping
itu, penemuan tanpa bimbingan guru dapat
memakan waktu yang lebih lama dalam
pelaksanaannya.
Sementara itu, metode penemuan
terbimbing merupakan metode penemuan
yang terjadi dengan interaksi atau
komunikasi dua arah. Sistem dua arah ini
melibatkan para siswa dalam menjawab
pertanyaan guru. Siswa melakukan
penemuan
dengan
bantuan
guru
membimbing ke arah yang tepat. Menurut
Sani (2013 : 221), guided discovery atau
penemuan terbimbing merupakan metode
yang digunakan untuk membangun konsep
di bawah pengawasan dan bimbingan dari
guru. Dengan kata lain, metode ini
melibatkan suatu dialog atau interaksi
antara siswa dengan guru dimana siswa
mencari kesimpulan yang diinginkan
melalui suatu urutan pertanyaan yang
diatur oleh guru.
Fungsi
guru
dalam
metode
penemuan terbimbing adalah membuat
siswa mampu menyelesaikan masalah
sendiri dengan bantuan guru apabila
diperlukan. Dengan kata lain, proses
belajar mengajar melibatkan secara
maksimal baik pengajar maupun siswa.
Menurut Markaban (2006 : 16), dalam
kegiatan pembelajaran dengan metode
penemuan terbimbing terdapat beberapa
langkah yang perlu ditempuh oleh guru
matematika yaitu sebagai berikut :
1. Merumuskan masalah yang akan
diberikan kepada siswa dengan data
yang secukupnya, dengan syarat
perumusannya harus jelas dan hindari
pertanyaan yang menimbulkan salah
tafsir sehingga arah yang ditempuh
siswa tidak salah.
2. Dari data yang diberikan guru, siswa
menyusun,memproses, mengorganisir,
dan menganalisis data tersebut. Dalam
hal ini, bimbingan guru dapat
diberikan sejauh yang diperlukan saja.
Bimbingan
ini
sebaiknya
mengarahkan siswa untuk melangkah
ke arah yang hendak dituju, yaitu
melalui pertanyaan-pertanyaan atau
melalui Lembar Kerja Siswa (LKS).
3. Siswa menyusun konjektur (prakiraan)
dari hasil analisis yang dilakukan.
4. Bila dipandang perlu, konjektur yang
telah dibuat siswa tersebut diperiksa
oleh guru. Hal ini bertujuan untuk
menyakinkan kebenaran prakiraan
siswa, sehingga akan menuju ke arah
yang hendak dicapai.
5. Apabila telah diperoleh kepastian
tentang kebenaran konjektur tersebut,
maka verbalisasi konjektur sebaiknya
diserahkan juga kepada siswa untuk
menyusunnya. Di samping itu, perlu
diingatkan pula bahwa induksi tidak
menjamin 100 % kebenaran konjektur.
6.
Sesudah siswa menemukan apa yang
dicari, hendaknya guru menyediakan
soal latihan atau soal tambahan untuk
memeriksa apakah hasil penemuan itu
benar.
Dengan mengacu pada langkah
pembelajaran menurut Markaban, maka
Rachmadi dalam Putri (2008 : 24)
mengklasifikasi langkah pembelajaran
tersebut ke dalam beberapa tahapan
pembelajaran. Tahapan tersebut meliputi
tahapan perumusan masalah, pengumpulan
data dan verifikasi data, menyusun
jawaban
sementara,
membimbing
kelompok bekerja dan belajar, dan
menyimpulkan
hasil
penemuan.
Berdasarkan pada pendapat Markaban dan
Rachmadi,
maka
langkah-langkah
pembelajaran dengan metode penemuan
terbimbing sebagai berikut :
1. Tahap merumuskan masalah
Pada tahap ini, guru memberikan informasi
atau data secukupnya tentang materi yang
akan dipelajari. Perumusan masalah yang
diberikan kepada siswa harus jelas, dan
hindari pernyataan yang menimbulkan
salah tafsir sehingga arah yang ditempuh
siswa tidak salah.
2. Tahap penggumpulan data dan
verifikasi data
Dari data yang diberikan guru tadi, siswa
menyusun, memproses, mengorganisir,
dan menganalisis data-data tersebut. Dan
guru membimbing siswa dalam memahami
masalah untuk mengembangkan data,
menyusun data, dan atau menambah data.
Dalam hal ini, bimbingan guru dapat
diberikan sejauh yang diperlukan saja.
Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan
siswa untuk melangkah ke arah yang
hendak dituju, yaitu melalui pertanyaanpertanyaan atau melalui Lembar Kerja
Siswa (LKS).
3. Tahap menyusun jawaban sementara
Pada tahap ini, guru membimbing siswa
membuat jawaban sementara (konjektur)
berdasarkan hasil analisis yang dilakukan.
Kemudian, guru memeriksa jawaban
sementara yang telah dibuat oleh siswa,
yang bertujuan untuk menyakinkan
kebenaran jawaban sementara siswa
sehingga akan menuju ke arah yang
hendah dicapai.
4. Tahap membimbing kelompok bekerja
dan belajar
Pada tahap ini, guru membimbing siswa
dalam kelompok diskusi, membimbing
siswa menerapkan konsep yang ada untuk
menyelesaikan
permasalahan,
dan
membimbing
siswa
dalam
mempresentasikan
hasil
kerja
kelompoknya. Selain itu, guru juga
memberi bimbingan dan umpan balik
selama presentasi untuk menemukan
jawaban yang benar.
5. Tahap menyimpulkan hasil penemuan
Sesudah siswa menemukan apa yang
dicari,
guru
membimbing
siswa
menyimpulkan materi yang dibahas pada
pertemuan tersebut. Selain itu, guru
menyediakan soal latihan atau soal
tambahan untuk memeriksa apakah hasil
penemuan itu benar.
Setiap metode memiliki kelebihan
dan kekurangan. Begitu juga dengan
metode penemuan terbimbing. Menurut
Marzano dalam Markaban (2006 : 287),
kelebihan
dari
metode
penemuan
terbimbing adalah sebagai berikut :
1. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran yang disajikan.
2. Menumbuhkan dan menanamkan
sikap inqury (mencari-temukan).
3. Mendukung kemampuan pemecahan
masalah (problem solving) siswa.
4. Memberikan wahana interaksi antar
siswa maupun siswa dengan guru,
sehingga siswa juga berlatih untuk
menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar.
5. Materi yang dipelajari dapat mencapai
tingkat kemampuan yang tinggi dan
lebih lama membekas dalam ingatan
siswa, karena siswa terlibat langsung
dalam proses menemukannya.
Di samping memiliki beberapa
kelebihan, metode ini juga memiliki
beberapa
kekurangan
yang
dapat
menghambat penerapan kegiatan belajar
mengajar di kelas. Kekurangan dari
metode penemuan terbimbing menurut
Faizi (2013 : 95) sebagai berikut :
1. Tidak semua topik matematika dapat
diterapkan dalam metode penemuan.
Umumnya
topik-topik
yang
berhubungan dengan prinsip dapat
diterapkan dalam metode penemuan.
2. Bila jumlah siswa terlalu banyak,
maka akan memberatkan guru dalam
memberikan bimbingan penemuan.
3. Bagi siswa yang lamban akan
mengalami kesulitan karena tidak
dapat menyelesaikan temuannya.
4. Memerlukan waktu yang relatif lebih
lama.
Pendekatan Konstruktivisme
Pendekatan dalam pembelajaran
merupakan titik tolak atau acuan yang
digunakan dalam pembelajaran, dan
konstruktivisme adalah proses membangun
atau menyusun pengetahuan baru dalam
struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman yang diperolehnya. Menurut
Abidin (2014 : 110), pendekatan
pembelajaran berfungsi sebagai pedoman
atau panduan dasar tentang mengajarkan
sesuatu dan bagaimana sesuatu itu dapat
dipelajari dengan lebih mudah. Pendekatan
konstruktivisme merupakan salah satu
pendekatan dalam pembelajaran yang
menekankan pada kemampuan siswa
dalam
mengkonstruksi
pengetahuan
barunya berdasarkan pengalaman atau
pengetahuan yang sudah dimilikinya.
Menurut Wardoyo (2013 : 4), konsep
pembelajaran konstruktivisme merupakan
pembelajaran yang didasarkan pada
pemahaman bahwa proses belajar yang
dilakukan oleh siswa merupakan proses
membangun (konstruksi) pengetahuan,
pemahaman,
dan
pengalamannya,
sedangkan
guru
dalam
proses
pembelajaran dituntut untuk menjadi
fasilitator yang baik dan mampu menggali
potensi yang dimiliki oleh siswa. Dengan
demikian, pendekatan konstruktivisme
dapat menyajikan suatu pembelajaran yang
dapat merangsang siswa untuk berpikir
inovatif dan mengembangkan ide-ide
mereka secara optimal. Pembelajaran
konstruktivisme
menekankan
pada
permasalahan sehari-hari atau pengalaman
nyata sebagai acuan yang dapat
mendorong rasa ingin tahu siswa, sehingga
siswa dianggap sebagai pemikir yang
mampu menghasilkan sebuah pengetahuan
baru. Sementara itu, dalam pembelajaran
guru bersikap interaktif yaitu bertindak
sebagai moderator dan fasilitator bagi
siswa serta mencoba mengerti persepsi
siswa agar dapat melihat pola pikir siswa
dan apa yang sudah diperolehnya untuk
pembelajaran selanjutnya.
Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme adalah sebagai berikut :
1. Pemberian apersepsi kepada siswa
dengan hal-hal yang diketahui dan
dipahami oleh siswa dengan tujuan
sebagai konsep awal yang dimiliki
oleh siswa dalam pembelajaran.
2. Pemberian motivasi kepada siswa agar
mereka tertarik untuk mengetahui halhal atau materi baru yang akan
dipelajari.
3. Menekankan pada kemampuan mindson (berpikir) dan hands-on (bekerja),
dengan cara mendorong siswa agar
dapat mengaitkan materi tersebut
dengan pengetahuan yang sudah ada
pada siswa.
4. Proses pembelajaran melibatkan siswa
secara aktif dalam menafsirkan dan
memahami materi baru, sehingga
terjadi perubahan konseptual.
5. Melibatkan siswa secara aktif dalam
pembelajaran, karena pengetahuan
tidak dapat diperoleh secara pasif.
6. Mengutamakan terjadinya interaksi
sosial melalui kelompok belajar atau
kelompok diskusi.
Dengan demikian, pembentukan
pengetahuan
dalam
pendekatan
konstruktivisme memandang siswa sebagai
subjek
yang
aktif
menciptakan
pengetahuan dan pemahamannya melalui
interaksi
dengan
lingkungan
atau
kelompok belajar mereka. Metode
penemuan terbimbing merupakan metode
pembelajaran yang menuntut anak
menemukan sesuatu dengan bimbingan
dari guru dan pendekatan konstruktivisme
merupakan pendekatan pembelajaran yang
mengacu pada cara
anak untuk
membangun
pengetahuan
baru
berdasarkan pengalaman atau pengetahuan
yang telah dimilikinya. Pendekatan ini
tidak hanya memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengembangkan
kemampuan kognitifnya saja, melainkan
juga mengembangkan aktivitas sosialnya.
Pengoptimalan
kemampuan
berpikir
individu dan interaksi sosial dalam proses
pembelajaran dapat dilakukan melalui
penerapan metode penemuan terbimbing
yang
penerapanya
didasari
oleh
pendekatan konstruktivisme.
Dengan
menerapkan
metode
penemuan terbimbing, siswa dapat
bekerjasama dalam kelompok belajarnya
untuk menemukan suatu informasi atau
pengetahuan baru, dan pendekatan
konstruktivisme dalam kegiatan penemuan
dapat membuat siswa berpikir kreatif
dalam menyelesaikan permasalahan. Hal
ini dikarenakan siswa dapat menggunakan
berbagai macam cara atau menggunakan
ide-ide mereka untuk menemukan
informasi
baru
tersebut
dengan
mengaitkannya pada pengalaman atau
pengetahuan yang mereka miliki. Selain
itu, siswa diberi kesempatan dalam
mengeksplorasi pengetahuan yang mereka
miliki dan hal ini dapat meningkatkan
penguasaan konsep dan berpikir siswa.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan
adalah Penelitian Tindakan Kelas yang
menggunakan lembar observasi aktivitas
siswa dan tes hasil belajar sebagai
instrumen pengumpulan data. Lembar
observasi digunakan untuk mengamati
aktivitas siswa selama penerapan metode
penemuan terbimbing. Tes hasil belajar
yang diperoleh dari setiap siklus, dianalisis
secara deskriptif untuk mengetahui nilai
rata-rata hasil belajar dan persentase
ketuntasan belajar siswa. Subjek penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas VIIIG yang
berjumlah 36 orang, terdiri dari 13 siswa
laki-laki dan 23 siswa perempuan.
Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus
dan setiap siklus terdiri dari empat
kegiatan yaitu: perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan dan refleksi. Tahapan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1
berikut.
Gambar 1 Alur Model PTK
Indikator keberhasilan penelitian
tindakan kelas adalah : (1) Keaktifan siswa
meningkat diketahui dari hasil lembar
observasi aktivitas siswa secara umum
mencapai kriteria baik, yaitu berada pada
interval 37 x 48, dan (2) indikator
keberhasilan tercapai apabila nilai hasil
belajar siswa meningkat setiap siklusnya.
Secara klasikal nilai rata-rata siswa
mencapai ≥ 70 dan ketuntasan belajar
tercapai jika minimal 80 % dari jumlah
siswa yang memperoleh nilai ≥ 70.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Aktivitas Siswa Tiap Siklus.
Hasil analisis lembar observasi
aktivitas siswa pada setiap siklus
menunjukkan terjadi peningkatan aktivitas
siswa dari siklus I hingga siklus III.
Tabel 1 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa
Tiap Siklus
Berdasarkan Tabel 1, aktivitas siswa
melalui penerapan metode penemuan
terbimbing secara keseluruhan mengalami
peningkatan. Pada siklus I aktivitas siswa
berada pada kriteria cukup dengan skor
rata-rata dua orang pengamat 27. Skor ini
masih sangat rendah karena hampir berada
pada kriteria kurang. Salah satu penyebab
rendahnya hasil aktivitas siswa pada siklus
I ini
dikarenakan
dalam
proses
pembelajaran siswa belum terbiasa dengan
guru yang menerapkan pembelajaran
dengan metode penemuan terbimbing.
Selain itu, pada proses pengerjaan LKS
siklus I masih banyak siswa yang kurang
percaya diri dan proses diskusi masih
belum berlangsung dengan baik.
Pada siklus II aktivitas siswa berada
pada kriteria baik dengan skor rata-rata
dua orang pengamat 39. Skor ini cukup
tinggi karena mayoritas siswa sudah mulai
terbiasa dengan penerapan metode
penemuan terbimbing. Pada siklus III
aktivitas siswa berada pada kriteria baik
dengan skor rata-rata dua orang pengamat
46,5. Skor ini mengalami peningkatan dari
siklus II dan sudah tergolong tinggi karena
hampir seluruh siswa sudah mulai terbiasa
dengan penerapan metode penemuan
terbimbing.
Aktivitas
yang
diamati
oleh
pengamat dalam siklus I, II, dan III terdiri
dari 16 aspek dan secara garis besar
lembar observasi yang diamati pengamat
meliputi
perhatian
siswa
terhadap
penjelasan yang disampaikan oleh guru
(yaitu mengenai penjelasan apersepsi,
tujuan, motivasi pembelajaran, dan
pengarahan dari guru) yang merupakan
langkah awal pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivisme, aktivitas
siswa dalam proses penemuan yang
dibimbing melalui serangkaian kegiatan
dan pertanyaan yang ada di LKS, aktivitas
siswa selama diskusi kelompok maupun
diskusi kelas, kemampuan siswa dalam
melakukan pengukuran, kemampuan siswa
mengaitkan materi sebelumnya terhadap
materi
yang
sedang
dipelajari
(memanfaatkan pengetahuan yang telah
dimilikinya), aktivitas siswa dalam proses
menyimpulkan hasil penemuan secara
keseluruhan, perhatian siswa terhadap
penjelasan konsep baru yang disampaikan
oleh guru, dan aktivitas siswa dalam
menerapkan hasil penemuannya.
Pada refleksi awal diketahui bahwa
perhatian siswa terhadap penjelasan yang
disampaikan oleh guru masih kurang baik.
Pada saat guru menjelaskan, mayoritas
siswa tidak memperhatikan, mengobrol,
menganggu teman bahkan ada yang sibuk
dengan kegiatannya sendiri seperti
bermain handphone, menggambar atau
mencoret-coret
bukunya.
Melihat
permasalahan tersebut, guru mengambil
tindakan yaitu dengan cara menegur siswa
yang tidak memperhatikan, mengobrol,
menganggu teman, atau sibuk dengan
kegiatan sendiri dan kemudian menasehati
mereka untuk dapat mengikuti pelajaran
dengan baik. Tindakan ini mengacu pada
prinsip mendorong dan memotivasi
keaktifan siswa yang disampaikan oleh
Gage & Berliner dalam Hosnan (2014 : 8)
yang mengatakan bahwa prinsip-prinsip
belajar tersebut dapat menjadi acuan atau
landasan bagi
guru
agar proses
pembelajaran menjadi lebih baik dan
bermakna.
Tindakan yang dilakukan oleh guru
ini mengakibatkan pada siklus I perhatikan
siswa
terhadap
penjelasan
yang
disampaikan oleh guru sudah lebih baik
daripada refleksi awal, namun belum
sepenuhnya optimal. Hal ini dikarenakan,
walaupun sebagian siswa sudah bisa
memperhatikan penjelasan dari guru,
namun masih terdapat beberapa siswa
yang tidak memperhatikan, terutama siswa
laki-laki yang duduk di deretan paling
belakang.
Ketika
awal
proses
pembelajaran berlangsung masih terdapat
beberapa siswa yang mengobrol dengan
teman sebangkunya atau membuka buku
pelajaran lain. Selain itu, ketika guru
memberikan penjelasan dan pengarahan
mengenai cara pengerjaan LKS, sebagian
siswa masih belum memperhatikan dengan
baik, karena perhatian siswa pada saat itu
masih terfokus pada LKS yang dibagikan
oleh guru. Sehingga pada siklus I,
perhatian siswa terhadap penjelasan yang
disampaikan oleh guru masih berada pada
kriteria cukup dengan skor rata-rata yang
diberikan kedua pengamat pada aktivitas
ini adalah 2,4.
Pada proses pembelajaran siklus II,
perhatian siswa terhadap penjelasan yang
disampaikan oleh guru sudah baik. Ketika
awal proses pembelajaran berlangsung,
mayoritas siswa telah memperhatikan
penjelasan dari guru dan sudah mau
mendengarkan arahan serta petunjuk dari
guru. Hal ini terlihat, dari perhatian siswa
yang sudah mulai disiplin dan mau
menghargai guru ketika guru memberikan
penjelasan maupun arahan kepada siswa.
Karena tindakan yang dilakukan oleh guru
untuk mengoptimalkan perhatian siswa ini
adalah dengan memberikan nasihat dan
teguran kepada siswa yang tidak
memperhatikan
untuk
dapat
memperhatikan dan mengikuti pelajaran
dengan baik. Jika siswa masih tidak
memperhatikan maka guru menunjuk
siswa tersebut untuk menjawab pertanyaan
yang diberikan oleh guru dan menyita
barang yang membuat mereka tidak
memperhatikan guru seperti handphone
atau buku PR pelajaran lain hingga akhir
pelajaran.
Adapun
tindakan
yang
dilakukan oleh guru ini mengacu pada
prinsip mendorong dan memotivasi
keaktifan siswa serta prinsip pemberian
tantangan yang disampaikan oleh Gage &
Berliner dalam Hosnan (2014 : 8) bahwa
prinsip-prinsip tersebut dapat dilakukan
oleh guru demi terciptanya proses
pembelajaran yang lebih baik dan
bermakna.
Tindakan yang dilakukan guru pada
siklus
II
mengakibatkan
proses
pembelajaran pada siklus III sudah lebih
baik. Hal ini dikarenakan perhatian siswa
terhadap penjelasan yang disampaikan
oleh guru sudah sangat baik. Ketika awal
proses pembelajaran berlangsung, seluruh
siswa telah memperhatikan penjelasan dari
guru dan sudah mau mendengarkan arahan
serta petunjuk dari guru. Hal ini terlihat,
dari perhatian siswa yang sudah disiplin
dan mau menghargai guru ketika guru
memberikan penjelasan maupun arahan
kepada siswa.
Selain itu, kegiatan pembelajaran
dengan penerapan metode penemuan
terbimbing juga mengamati aktivitas
individual siswa. Hasil observasi oleh dua
orang pengamat menunjukkan bahwa
selama proses pembelajaran siklus I siswa
masih kurang aktif. Aktivitas siswa ini
diamati selama tahap mengamati atau
merumuskan masalah yang ada pada LKS.
Pada proses mengamati tersebut, mayoritas
siswa belum berani untuk menanyakan
kepada guru mengenai hal-hal yang ia
tidak
pahami.
Berdasarkan
hasil
pengamatan dua pengamat, terdapat 22
siswa yang belum berani bertanya kepada
guru mengenai hal-hal yang ia tidak
pahami.
Dalam
menyelesaikan
permasalahan yang ada di LKS, siswa
masih
belum
dapat
merumuskan
permasalahan yang ada di dalam LKS
dengan benar. Selain itu, hasil observasi
oleh dua pengamat menunjukkan bahwa
terdapat lima kelompok yang masih
kesulitan
dalam
merumuskan
permasalahan yang ada di LKS.
Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, guru menambahkan pertanyaanpertanyaan yang dapat menuntun siswa
dalam merumuskan permasalahan yang
ada di LKS dengan benar, serta
memberikan motivasi dan mendekatkan
diri kepada siswa agar ia berani bertanya
kepada guru mengenai hal-hal yang tidak
ia pahami. Berdasarkan hasil observasi
oleh dua orang pengamat pada siklus II
menunjukkan bahwa selama proses
pembelajaran, siswa sudah cukup aktif.
Pada proses mengamati, sebagian siswa
sudah berani untuk menanyakan kepada
guru mengenai hal-hal yang ia tidak
pahami. Berdasarkan hasil pengamatan
dua pengamat, terdapat 25 siswa yang
sudah aktif bertanya kepada guru
mengenai hal-hal yang ia tidak pahami dan
siswa sudah mulai bisa merumuskan
permasalahan yang ada di dalam LKS
dengan benar.
Tindakan yang dilakukan oleh guru
pada siklus II mengakibatkan aktivitas
individual siswa pada siklus III mengalami
peningkatan
daripada
siklus-siklus
sebelumnya. Hasil observasi oleh dua
orang pengamat menunjukkan bahwa
selama proses pembelajaran siklus III
mayoritas siswa sudah aktif. Pada proses
mengamati, mayoritas siswa sudah berani
untuk menanyakan kepada guru mengenai
hal-hal yang ia tidak pahami. Berdasarkan
hasil pengamatan dua pengamat, terdapat
25 siswa yang sudah aktif bertanya kepada
guru mengenai hal-hal yang ia tidak
pahami
dan
dalam
menyelesaikan
permasalahan yang ada di LKS, siswa
sudah bisa merumuskan permasalahan
yang ada di dalam LKS dengan benar.
Disamping mengamati aktivitas
individual siswa, metode penemuan
terbimbing juga mengamati aktivitas siswa
selama diskusi kelompok maupun diskusi
kelas. Pada siklus I, interaksi yang terjalin
antar anggota kelompok belum optimal.
Hal ini terlihat, selama diskusi kelompok
siswa cenderung mengandalkan anggota
kelompok yang mereka anggap lebih
pandai dalam menyelesaikan permasalahan
yang ada di LKS dan siswa masih belum
mendiskusikan ide-ide yang mereka miliki.
Selain itu, dalam memberi bimbingan
selama diskusi kelompok guru mengalami
kesulitan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Faizi (2013 : 95) bahwa bila jumlah siswa
terlalu banyak maka akan memberatkan
guru
dalam
memberi
bimbingan
penemuan, sehingga diperlukan suatu
strategi untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Berdasarkan hasil observasi dua
pengamat pada siklus I, terdapat lima
kelompok yang belum aktif dalam diskusi
kelompok dan dalam diskusi kelompok
masih terdapat 4-6 siswa yang sering
keluar masuk kelas dengan berbagai
alasan. Selain itu, siswa belum terlibat
aktif dalam kegiatan diskusi kelas
(presentasi kelas) dan siswa belum berani
dalam menanggapi hasil presentasi
temannya. Akan tetapi, siswa sudah cukup
berani dalam menyampaikan hipotesis atau
jawaban sementara mereka.
Untuk lebih mengaktifkan diskusi
kelompok, guru membagi ulang kelompok
belajar pada siklus II. Guru juga
memberikan motivasi dan teguran kepada
siswa yang belum aktif dalam diskusi
kelompok agar berani bertanya dan
mendiskusikan ide-ide yang mereka miliki
serta memberikan tanggung jawab kepada
siswa
yang pandai
untuk
dapat
memberikan bimbingan kepada anggota
kelompoknya
yang
lain.
Selain
memberikan tanggungjawab kepada setiap
kelompok diskusi, guru juga mengatur
sistem bimbingan kepada kelompok
diskusi. Tindakan yang dilakukan oleh
guru adalah dengan mengatur dan
menetapkan waktu bimbingan untuk setiap
kelompok serta memberikan kesempatan
kepada kelompok yang sudah bisa untuk
melakukan penemuannya sendiri. Hal ini
dimaksudkan
agar
siswa
terbiasa
mendiskusikan ide-ide mereka dengan
teman sekelompoknya dan guru lebih
memperhatikan kelompok yang belum
dapat melakukan penemuannya sendiri.
Selain itu, guru juga menegur siswa yang
sering keluar masuk lebih dari 3 kali dan
melakukan pendekatan kepada siswa
tersebut agar dapat mengikuti pelajaran
dengan baik.
Tindakan yang dilakukan guru ini
mengakibatkan kegiatan diskusi dan
interaksi yang terjalin antar anggota
kelompok
pada
siklus
II
sudah
berlangsung dengan cukup baik. Hal ini
terlihat dari siswa yang sudah cukup baik
dalam menyampaikan hipotesis atau
jawaban sementara mereka kepada guru.
Selain itu, guru tidak terlalu mengalami
kesulitan dalam memberikan bimbingan
selama diskusi kelompok. Hal ini
disebabkan aktivitas siswa yang sudah
saling mendiskusikan ide-ide mereka
dengan baik dan yang terlibat aktif bukan
hanya siswa yang pandai saja tetapi semua
anggota kelompok yang lainnya juga ikut
berpartisipasi, sehingga perhatian guru
lebih terfokus pada kelompok yang belum
bisa melakukan penemuannya sendiri. Dari
hasil pengamatan diketahui bahwa pada
siklus II ini masih ada tiga kelompok yang
belum aktif dalam kegiatan diskusi
kelompok. Hal ini disebabkan proses
diskusi dari ketiga kelompok tersebut
belum berlangsung dengan baik karena
terdapat siswa dari masing-masing
kelompok yang sering ribut dan mengobrol
dengan anggota kelompok yang lainnya,
serta terdapat 2-3 siswa masih sering
keluar masuk kelas saat diskusi kelompok
berlangsung.
Selain melakukan tindakan untuk
mengefektifkan diskusi kelompok, guru
juga
melakukan
tindakan
untuk
mengefektifkan diskusi kelas (presentasi
kelompok). Tindakan yang dilakukan guru
adalah dengan memberikan motivasi
kepada siswa untuk lebih percaya diri dan
berani tampil ke depan kelas, dan guru
juga memilih secara acak kelompok yang
tampil
ke
depan
kelas
untuk
mempresentasikan hasil diskusi mereka.
Dari hasil pengamatan siklus II yang
dilakukan oleh dua orang pengamat,
terdapat 3-4 kelompok yang telah bersedia
untuk
tampil
ke
depan
kelas
mempresentasikan hasil diskusi mereka
secara sukarela dan terdapat 10-15 siswa
yang sudah cukup berani dalam
menanggapi hasil temuan temannya.
Aktivitas siswa selama diskusi
kelompok maupun diskusi kelas pada
siklus III mengalami peningkatan dari
siklus II. Untuk mengefektifkan diskusi
kelompok, guru membagi ulang kelompok
belajar dan menggelompokkan siswa yang
tidak aktif menjadi satu kelompok diskusi
yang bertujuan agar mereka dapat lebih
bertangungjawab atas pekerjaan mereka.
Tindakan ini mengakibatkan proses
diskusi kelas pada siklus III sudah
berlangsung dengan lebih optimal dan
interaksi yang terjalin antar anggota
kelompok sudah berlangsung dengan baik.
Hal ini terlihat dari aktivitas siswa yang
saling mendiskusikan ide-ide mereka
dengan baik dan seluruh anggota
kelompok sudah terlibat aktif dalam
kegiatan diskusi kelompok, sehingga
membantu guru dalam memberi bimbingan
penemuan yang lebih efektif. Tindakan ini
membuktikan bahwa strategi pengaturan
waktu dan cara pemberian bimbingan yang
baik dapat mengatasi kekurangan dari
metode penemuan terbimbing. Di samping
itu, siswa sudah mulai aktif dalam kegiatan
diskusi kelas (presentasi kelas), siswa
sudah berani dalam menanggapi hasil
presentasi temannya, dan siswa sudah
berani dalam menyampaikan hipotesis atau
jawaban sementara mereka kepada guru.
Namun, selama pembelajaran berlangsung
masih terdapat 2 siswa yang sering
terlambat masuk ke kelas dengan alasan
dari toilet atau dari kantin walaupun guru
telah memberikan teguran kepada siswa
yang sering keluar masuk kelas lebih dari
3 kali.
Pada siklus I, siswa masih kurang
teliti dalam melakukan pengukuran baik
pengukuran panjang ruas garis maupun
mengukur besar sudut dalam sebuah
lingkaran. Namun, siswa sudah cukup baik
dalam memanfaatkan pengetahuan yang
telah ia miliki sebelumnya untuk
menemukan pengetahuan yang baru
diperolehnya. Berdasarkan hasil observasi
dua pengamat, terdapat 17 siswa yang
sudah mulai memanfaatkan pengetahuan
yang telah ia miliki sebelumnya untuk
menemukan pengetahuan baru yang
diperolehnya. Selain itu, aktivitas siswa
dalam proses menyimpulkan hasil
penemuan secara keseluruhan masih
kurang optimal. Hal ini dikarenakan, siswa
masih
belum
bisa
menyatakan
pendapatnya mengenai kesimpulan dari
hasil temuan mereka secara keseluruhan.
Untuk mengatasi masalah tersebut,
maka tindakan yang guru lakukan adalah
membimbing siswa yang masih belum
menggunakan busur derajat dengan benar
dan memberikan beberapa tips agar siswa
lebih teliti dan fokus dalam menggunakan
busur derajat. Selain itu, guru juga
membimbing siswa agar dapat mengaitkan
konsep yang mereka peroleh sebelumnya
untuk menemukan konsep baru atau
menyelesaikan permasalahan yang ada.
Tindakan yang dilakukan guru ini
mengakibatkan pada siklus II, siswa sudah
cukup teliti dalam melakukan pengukuran
dan siswa sudah cukup baik dalam
memanfaatkan pengetahuan yang telah ia
miliki sebelumnya untuk menemukan
pengetahuan yang baru diperolehnya.
Berdasarkan hasil observasi dua pengamat,
terdapat 23 siswa yang sudah bisa
memanfaatkan pengetahuan yang telah ia
miliki sebelumnya untuk menemukan
pengetahuan baru yang diperolehnya.
Selain itu, guru juga memotivasi dan
membimbing
siswa
dalam
proses
menyimpulkan hasil penemuan secara
keseluruhan, sehingga aktivitas siswa
dalam proses menyimpulkan hasil
penemuan secara keseluruhan sudah
berlangsung dengan cukup baik. Hal ini
dikarenakan, siswa sudah cukup berani
menyatakan
pendapatnya
mengenai
kesimpulan dari hasil temuan mereka
secara keseluruhan. Namun, pada siklus II
ini masih terdapat 12 siswa yang belum
terlibat aktif dalam diskusi kelas.
Pada siklus III, siswa sudah lebih
teliti dalam melakukan pengukuran dan
siswa
sudah
cukup
baik
dalam
memanfaatkan pengetahuan yang telah ia
miliki sebelumnya untuk menemukan
pengetahuan yang baru diperolehnya.
Berdasarkan hasil observasi dua pengamat,
terdapat 2-4 siswa yang masih kesulitan
dalam memanfaatkan pengetahuan yang
telah ia miliki sebelumnya untuk
menemukan pengetahuan baru yang
diperolehnya. Selain itu, aktivitas siswa
dalam proses menyimpulkan hasil
penemuan secara keseluruhan sudah
berlangsung dengan baik. Hal ini
dikarenakan, guru lebih memberikan
motivasi kepada siswa yang belum aktif
dalam mengajukan pendapatnya dengan
menunjuk siswa tersebut untuk lebih
berani dalam berkomentar atau bertanya,
sehingga pada siklus III mayoritas siswa
sudah
mulai
berani
menyatakan
pendapatnya mengenai kesimpulan dari
hasil temuan mereka secara keseluruhan.
Pada tahap akhir pembelajaran,
perhatian siswa terhadap penjelasan
konsep baru yang disampaikan oleh guru
juga menjadi salah satu poin yang penting
dalam lembar observasi aktivitas siswa.
Hal ini dikarenakan, penjelasan konsep
baru yang disampaikan oleh guru juga
termasuk tahap pembelajaran dalam
metode
penemuan
terbimbing.
Berdasarkan hasil observasi dua pengamat
pada siklus I diketahui bahwa 22 siswa
sudah mau memperhatikan penjelasan guru
mengenai konsep baru yang disampaikan
oleh guru dan hal ini menunjukkan bahwa
perhatian siswa tersebut sudah cukup
optimal. Namun, aktivitas siswa dalam
menerapkan hasil penemuannya masih
tergolong kurang optimal. Hal ini
dikarenakan, terdapat 20 siswa yang masih
belum
dapat
menerapkan
hasil
penemuannya untuk menyelesaikan soalsoal latihan yang diberikan guru dan
aktivitas ini diamati ketika guru
memberikan soal latihan pada akhir
pembelajaran dan pada waktu awal
pembelajaran ketika guru membahas soalsoal yang dianggap susah oleh siswa.
Berdasarkan hasil observasi dua
pengamat pada siklus II diketahui bahwa
25 siswa sudah mau memperhatikan
penjelasan guru mengenai konsep baru
yang disampaikan oleh guru dan hal ini
menunjukkan bahwa perhatian siswa
tersebut sudah cukup optimal. Di samping
itu, aktivitas siswa dalam menerapkan
hasil penemuannya sudah cukup optimal.
Adapun tindakan yang dilakukan adalah
meminta siswa mengumpulkan tugas yang
mereka buat dengan tujuan agar siswa
termotivasi untuk membuat tugas-tugas
yang diberikan. Pada siklus II ini terdapat
26 siswa yang sudah mulai menerapkan
hasil penemuannya untuk menyelesaikan
soal-soal latihan yang diberikan guru
dimana aktivitas ini diamati ketika guru
memberikan soal latihan pada akhir
pembelajaran dan pada waktu awal
pembelajaran ketika guru membahas soalsoal yang dianggap susah oleh siswa.
Sementara itu, berdasarkan hasil
observasi dua pengamat pada siklus III
diketahui bahwa mayoritas siswa sudah
mau memperhatikan penjelasan guru
mengenai konsep baru yang disampaikan
oleh guru dan hal ini menunjukkan bahwa
perhatian siswa tersebut sudah optimal. Di
samping itu, aktivitas siswa dalam
menerapkan hasil penemuannya sudah
optimal. Hal ini dikarenakan, siswa sudah
mulai menerapkan hasil penemuannya
untuk menyelesaikan soal-soal latihan
yang diberikan oleh guru dimana aktivitas
ini diamati ketika guru memberikan soal
latihan pada akhir pembelajaran dan pada
waktu awal pembelajaran ketika guru
membahas soal-soal yang dianggap susah
oleh siswa.
2. Analisis Hasil Belajar Setiap Siklus
Penerapan
metode
penemuan
terbimbing menunjukkan bahwa hasil
belajar siswa dilihat dari nilai rata-rata dan
ketuntasan belajar klasikal meningkat
setiap siklusnya. Nilai rata-rata siswa pada
siklus I yaitu 73,3 kemudian pada siklus II
nilai rata-ratanya meningkat menjadi 79,1
dan nilai rata-rata siswa meningkat lagi
menjadi 85,81 pada siklus III. Peningkatan
nilai rata-rata siswa dapat dilihat pada
Gambar 2 berikut.
Gambar 2
Diagram Peningkatan Nilai RataRata Siswa
Peningkatan hasil belajar tidak hanya
terjadi pada nilai rata-rata siswa, tetapi
juga pada ketuntasan belajar kasikal. Hal
ini terlihat dari ketuntasan belajar klasikal
siklus I yang hanya 52,78% dengan 19
orang siswa yang tuntas dan 17 orang
siswa yang tidak tuntas, kemudian pada
siklus II ketuntasan belajar klasikal
meningkat menjadi 72,22% dengan 26
orang siswa yang tuntas dan 10 orang
siswa yang tidak tuntas, dan ketuntasan
belajar klasikal mengalami peningkatan
lagi pada siklus III menjadi 94,44%
dengan 34 orang siswa yang tuntas dan 2
orang siswa yang tidak tuntas. Peningkatan
ketuntasan belajar klasikal tersebut dapat
dilihat dari Gambar 3 berikut.
Gambar 3 Diagram Peningkatan Ketuntasan
Belajar Klasikal
Gambar 3 tersebut menunjukkan
bahwa pada siklus III ketuntasan belajar
klasikal mencapai 94,44%. Hal ini berarti
pada siklus III ketuntasan belajar klasikal
siswa sudah mencapai kriteria keberhasilan
tindakan yaitu 80%.
Secara individu persentase siswa
yang tidak pernah mencapai nilai
ketuntasan belajar 70 selama siklus I
hingga siklus III hanya 5,56% atau ada
dua siswa. Berdasarkan hasil tes siklus III
menunjukkan masih terdapat 4 siswa yang
belum mencapai kriteria ketuntasan
minimal ( 70), adapun nilai tes keempat
siswa tersebut adalah 53,1, 54,6, dan 66,9.
Karena nilai tes dianalisis dengan nilai
LKS yang telah diperoleh selama
pembelajaran, maka terdapat dua siswa
yang berhasil mendapatkan nilai akhir 70
sedangkan dua siswa yang lainnya belum
berhasil mendapatkan nilai akhir 70.
Kedua siswa yang berhasil mendapatkan
nilai akhir 70 tersebut adalah IO dan
MF. Sedangkan kedua siswa yang belum
berhasil mendapatkan nilai akhir 70
adalah RDN dan YWP.
Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, maka guru melakukan suatu
upaya yaitu dengan memberikan jam
belajar tambahan untuk kedua siswa
tersebut. Hal ini dimaksudkan agar siswa
dapat lebih memahami materi yang
diajarkan serta bertujuan untuk mengetahui
penyebab
dan
cara
mengatasi
permasalahan siswa tersebut. Tindakan
guru ini dilakukan pada luar jam pelajaran
atau setelah pulang sekolah. Upaya yang
dilakukan guru ini mengakibatkan terjadi
perkembangan yang cukup signifikan dari
kedua
siswa
tersebut,
walaupun
perkembangannya lebih lambat dari siswa
yang lainnya.
Pemberian bimbingan yang lebih
banyak untuk siswa yang lamban dalam
menerima materi pelajaran dapat menjadi
salah satu cara guru untuk mengatasi
kekurangan dari metode penemuan
terbimbing. Tindakan yang dilakukan oleh
guru
menunjukkan
bahwa
tujuan
pembelajaran metode penemuan telah
tercapai dengan baik.
SIMPULAN DAN SARAN
Penerapan
metode
penemuan
terbimbing dapat meningkatkan aktivitas
belajar siswa dengan cara : (1) Guru
menyiapkan serangkaian pertanyaan yang
dapat
membimbing
siswa
dalam
merumuskan suatu permasalahan dengan
benar,
memotivasi
setiap
anggota
kelompok untuk saling mendiskusikan ideide yang mereka miliki dengan teman
sekelompoknya, dan membimbing siswa
untuk memanfaatkan pengetahuan yang
telah ia miliki sebelumnya untuk
memperoleh pengetahuan barunya; (2)
Guru membentuk kelompok belajar yang
efektif untuk setiap siklusnya dimana
pembentukan
kelompok
tersebut
ditentukan berdasarkan aktivitas siswa
selama proses pembelajaran sebelumnya
dan kemampuan akademis (nilai tes)
siswa; (3) Guru memotivasi siswa untuk
berani tampil ke depan kelas dan
mengemukakan pendapat mereka, baik
dalam diskusi kelas maupun bertanya
kepada guru mengenai hal-hal yang ia
tidak pahami; (4) Guru mengatur waktu
dan cara memberi bimbingan yang efektif
selama kegiatan penemuan berlangsung
agar dapat mengatasi kesulitan guru dalam
mengatur bimbingan bila jumlah siswa
terlalu banyak.
Dan penerapan metode penemuan
terbimbing dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dengan cara : (1) Guru
memberikan soal-soal latihan yang dapat
membantu siswa dalam mengaplikasikan
pengetahuan yang telah ia peroleh dan agar
siswa terbiasa untuk memahami soal-soal
pada tes siklus nantinya. Selain itu, guru
juga mengingatkan kepada siswa agar
lebih teliti dalam melakukan perhitungan
matematika dan menuliskan satuan yang
tepat dari setiap jawaban yang ditulis
dalam soal tes siklus; (2) Guru
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan pengetahuan yang
dipelajarinya,
sehingga
pengetahuan
tersebut lebih lama membekas dalam
ingatan siswa; (3) Guru mengingatkan
siswa tentang materi prasyarat agar siswa
lebih mudah dalam proses penemuannya
dan membimbing siswa agar dapat
mengaitkan antara konsep yang dipelajari
dengan konsep yang telah dipelajari
sebelumnya; (4) Guru memberikan jam
tambahan atau bimbingan yang lebih
banyak untuk siswa yang lamban dalam
menyelesaikan suatu permasalahan agar
siswa dapat memahami materi pelajaran
dengan lebih baik.
Kegiatan tersebut terbukti dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
siswa dari siklus I sampai siklus III.
Analisis tes siklus I menunjukkan nilai
rata-rata siswa 73,3 dengan ketuntasan
belajar klasikal siswa 52,78% dengan
aktivitas siswa berada pada kriteria cukup
(skor rata-rata 27), kemudian pada siklus II
hasil belajar meningkat dengan nilai ratarata siswa 79,1 dengan ketuntasan belajar
klasikal 72,22% dan aktivitas siswa berada
pada kriteria baik (skor rata-rata 39), serta
mengalami peningkatan kembali pada
siklus III dengan nilai rata-rata siswa 85,81
dengan ketuntasan belajar klasikal 94,44%
dan aktivitas siswa berada kriteria baik
(skor rata-rata 46,5).
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan maka peneliti memberikan
beberapa saran, yaitu : (1) Dalam
menerapkan metode penemuan terbimbing,
guru juga dapat menggunakan media
pembelajaran (seperti macromedia flash
atau media power point) untuk membantu
siswa dalam memahami konsep-konsep
penting yang disampaikan guru; (2)
Penentuan kelompok diskusi dalam
pembelajaran
sebaiknya
berdasarkan
tingkat kemampuan akademis siswa dan
keaktifan siswa yang heterogen selama
proses pembelajaran sebelumnya; (3)
Dalam menerapkan metode penemuan
terbimbing hendaknya guru mampu
mengelola kelas dengan baik, agar proses
pembelajaran berlangsung efektif sesuai
yang telah direncanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. 2014. Desain Sistem
Pembelajaran dalam Konteks
Kurikulum 2013. Bandung : PT
Refika Aditama.
Faizi, Mastur. 2013. Ragam Metode
Mengajarkan Eksakta pada Murid.
Jogjakarta : DIVA Press.
Illahi,
Mohammad
Takdir.
2012.
Pembelajaran Discovery Strategy
& Mental Vocational Skills.
Jogjakarta : DIVA Press.
Markaban. 2006. Model Pembelajaran
Matematika dengan Pendekatan
Penemuan Terbimbing. Yogyakarta
: Departemen Pendidikan Nasional.
Putri, Reti. 2012. Perbandingan Hasil
Belajar Matematika Siswa antara
Pembelajaran
Penemuan
Terbimbing dengan Pembelajaran
Pengajaran Terbalik di Kelas VII
SMP N 13 Kota Bengkulu. Skripsi
tidak diterbitkan. Bengkulu :
UNIB.
Sani, Ridwan Abdullah. 2013. Inovasi
Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi
Aksara.
Wardoyo,
Sigit
Mangun.
2013.
Pembelajaran Kontruktivisme :
Teori dan Aplikasi Pembelajaran
dalam Pembentukan Karakter.
Bandung : Alfabeta.