Pengaruh metode penemuan terbimbing terhadap hasil belajar matematika

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

(S.Pd)

oleh :

KHAIRUN NUFUS 1110018300040

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015/1436 H


(2)

1110018300040, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegunran UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqosah pada tanggal

09 Februari 2015 dihadapan dewan penguji. I(arena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah.

Jakarta, 18 Maret2015 Panitia Ujian Munaqosah

Tanggal Tanda Tangan

I(etua Panitia (I(etua Jurusan PGMI)

?\l?

lq:r

NQ\ll_N_

-f)r. Fauzart. MA.

NIP. r9761t07 200701

I

013

Sekertaris (Sekertaris Jurusan PGMI)

Asep Ediana Latipr. M,Pd. NIP. 19810623 240912

I

003

Penguji I

Dra. Afidah Mas'ud

NrP. 19610926 198603 2 004

Penguji II

li'ir,4ausi.,S.S,ir MJd

NIP. 19690629 200501 1 003

Dekan Fakultas

NIP. 19591020 198603 2 001

n fo+

-20ts

't

4-os-z,r

tr

7i/ry??!{

Mengetahuio


(3)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

Khairun Nufus

NIM: 1110018300040

Di bawah bimbingan Pembimbing

Dr. Lia Kurniawati. M.Pd NIP z 19760521 200801 2 008

JURUSAN

PENDIDIKAN

GURU

MADRASAH

IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTAT

20tslt436

H


(4)

Skripsi berjudul ooPengaruh Metode Penemuan Terbiming Terhadap Hasil Belajar Matematika".

Di

susun oleh Khairun Nufus, NIM:1 1 10018300040,

Jurusan Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Telah melalui bimbingan dan di nyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak

untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang di tetapkan oleh

pihak fakultas.

Jakarta,20 Januai 2015

Yang mengesahkan,

Pembimbing

Dr. Lia Kurniawati. M.Pd NIP : 19760521 2A0801 2 008


(5)

NIM : 1110018300040

Jurusan : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

Angkatan Tahun : 2010

Alamat : Jalan Bayangkara Raya Perumahan Pondok Pakulonan

Blok m.8/16 Rt.04/05 Kec. Pakualam, Kab. Serpong Utara, Kota. Tangerang Selatan.

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Metode Penemuan Teriming Terhadap Hasil Belajar Matematika”adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama : Dr. Lia Kurniawati, M.Pd

NIP : 19760521 200801 2 008

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 20 Januari 2015

Khairun Nufus NIM: 1110018300040


(6)

"Pengaruh

Metode

Penemuan

Terbimbing Terhadap

Hasil

Belajar Matematika" yang di susun oleh Khairun Nufus dengan

NIM

1110018300040,

Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas

Ilmu

Tarbiyah dan

Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah lakarta, telah

di

uji

kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi pada tanggal 16 Januari 2015"

J akarta, 20 Januari 201 5

Pembimbing

Dr. Lia Kurniawati. M.Pd NIP. 19760521 200801 2 008


(7)

i

Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mangetahui pengaruh metode penemuan terbimbing terhadap hasil belajar matematika. Penelitian ini di laksanakan di MI I’Anatul Huda Tangerang Selatan untuk tahun ajaran 2014/2015. IV A sebagai kelas kontrol yang menggunakan metode pembelajaran konvensional dan VI B sebagai kelas eksperimen yang menggunakan metode pembelajaran penemuan terbimbing. Pengumpulan data setelah perlakuan di lakukan dengan menggunakan tes hasil belajar matematika peserta didik. Metode pada penelitian ini adalah

metode Quasi eksperimen dengan rancangan penelitian The randomized Post-test

Control Group Design. Hasil pada uji-t yaitu thitung > ttabel ( 8,95 > 2,00), berarti

H0 ditolak dan H1 di terima. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata peserta didik

yang menggunakan metode penemuan terbimbing lebih tinggi di bandingkan rata-rata hasil belajar peserta didik yang menggunakan metode konvensional. Hal in berarti, metode penemuan terbimbing berpengaruh pada hasil belajar matematika peserta didik.


(8)

ii

”.

Teacher Education Program Elementary School, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2014.

The purpose of this research is to determine the influence of learning guided discovery method towards the result of student mathematical learning. The

research was conducted at Madrasah Ibtidaiyah I’Anatul Huda South of

Tangerangon for academic year 2014/201. IV A as control grup used conventional learning and IV B as experimental group used guded discovery method. The method used in this research was quasi eksperimental method with The randomized Post-test Control Group Design.. The result ot the t-test was thitung > ttabel ( 8,95 > 2,00), then H0 rejected and H1 accepted. It mean the

avarange of guided discovery method ability taugh with instruction learning method was higher than the average of student the result of mathematical learning ability though with conventional learning. Therefore, guided discovery method had the influence on the result of student mathematical learning ability.


(9)

iii

memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa dicurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd). Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan doa, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Fauzan, MA, Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dosen pembimbing akademik, Bapak Abdul Ghofur, MA yang telah

memberikan arahan dan bimbingan.

4. Ibu Dr. Lia Kurniawati, M.Pd, Dosen pembimbing skripsi yang memberikan

motivasi, meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dengan sabar untuk membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

6. Pimpinan dan Staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.


(10)

iv

membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini di sekolah.

9. Teristimewa untuk ayahanda Drs. Tengku. H. Ulumuddin dan ibunda

Marfuah, S.Pd serta adik-adik yang tak henti-hentinya mendoakan, memberikan dukungan dan motivasi baik moril dan materil, serta selalu mendorong penulis untuk tetap semangat dalam menyelesaikan studi ini.

10. Sahabat-sahabat seperjuangan Ahmad Haidir Al-Fadlil, Elvina Mutia, Hilma

Silmy, Khumairoh, Martunik Rafika, Ihda Putri Wilda, Restu Pertiwi, Nur Azizah, Ai Herawati, Rosalina Marchakih, Erien Damayanti, Siti Nurcahayati dan Fitri Nurmala yang tidak henti-hentinya memberikan motivasi dan nasehat.

11. Seluruh teman-teman seperjuangan Pendidikan Guru Madrasah Ibitidaiyah

angkatan 2010, khususnya kelas PGMI A. Terima kasih atas canda tawa dan kebersamaan dengan kalian selama empat tahun ini serta semangat yang kalian berikan.

Serta kepada semua pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, mudah-mudahan segala bantuan, yang telah di berikan mendapat balasan oleh Allah SWT. Akhir kata, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembacanya.

Jakarta, 12 Januari 2015


(11)

v

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah... 6

E. Tujuan Penelitian... 7

F. Manfaat Penelitian... 7

BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritik... 8

1. Metode Penemuan Terbimbing ... 8

a. Pengertian Metode Penemuan Terbimbing ... 8

b. Implementasi Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran Geometri ... 13

2. Metode Pembelajaran Konvensional... 17

3. Hasil Belajar Matematika ... 20

a. Pengertian Hasil Belajar Matematika ... 20

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Matematika ... 24

B. Penelitian yang Relevan ... 25


(12)

vi

B. Populasi dan Sempel Penelitian ... 28

C. Metode dan Desain Penelitian ... 29

D. Instrumen Penelitian... 29

E. Teknik Pengumpulan Data ... 31

1. Uji Validitas ... 31

2. Uji Reliabilitas ... 32

3. Uji Pembeda Butir Soal ... 33

4. Uji Kesukaran Butir Soal ... 35

F. Tehnik Analisis Data ... 35

1. Uji Prasyarat Analisis Data ... 36

a. Uji Normalitas ... 36

b. Uji Homogenitas ... 37

2. Pengujian Hipotesis ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 40

1. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 40

2. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 43

3. Perbandingan Data Hasil Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 45

B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 47

1. Uji Normalitas Tes Hasil Belajar Matematika Siswa ... 48

2. Uji Homogenitas Tes Hasil Belajar Matematika Siswa ... 49

3. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 50

a. Pengujian Hipotesis ... 50

b. Hasil Uji Hipotesis ... 50

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 51


(13)

vii


(14)

viii

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen ... 30

Tabel 3.3 Klasifikasi Interpretasi Kolerasi ... 33

Tabel 3.4 Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda ... 34

Tabel 3.5 Klasifikasi Interpretasi Taraf Kesukaran ... 35

Tabel 4.1 Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 42

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 42

Tabel 4.3 Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 44

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 45

Tabel 4.5 Perbandingan Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 47

Tabel 4.6 Perhitungan Persentase Jenjang Kognitif Hasil Posttest Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 48

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Hasil Belajar ... 49

Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Hasil Belajar ... 50


(15)

ix

Gambar 4.2 Diagram Batang Hasil Posttest Kelas Kontrol ... 46 Gambar 4.3 Siswa sedang Melakukan Penemuan secara Berkelompok ... 56


(16)

x

Lampiran 2: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol Lampiran 3 : Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen

Lampiran 4 : Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Sebelum Uji Validasi Lampiran 5 : Soal Instrumen Tes Hasil Belajar Sebelum Uji Validasi Lampiran 6 : Kisi-kisi Tes Hasil Belajar Setelah Uji Validasi

Lampiran 7 : Soal Instrumen Tes Hasil Belajar Setelah Uji Validasi Lampiran 8 : Hasil Perhitungan Uji Validitas

Lampiran 9 : Hasil Perhitungan Uji Reliabilitas Lampiran 10 : Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Lampiran 11 : Hasil Perhitungan Uji Daya Pembeda Lampiran 12 : Rekapitulasi Analisis Butir Soal Lampiran 13 : Hasil Posttest Kelompok Eksperimen Lampiran 14 : Hasil Posttest Kelompok Kontrol

Lampiran 15 : Perhitungan Distribusi Data Posttest Siswa Kelas Eksperimen Lampiran 16 : Perhitungan Distribusi Data Posttest Siswa Kelas Kontrol Lampiran 17 : Perhitungan Uji Normalitas Hasil Tes Kelompok Eksperimen Lampiran 18 : Perhitungan Uji Normalitas Hasil Tes Kelompok Kontrol Lampiran 19 : Perhitungan Uji Homogenitas


(17)

(18)

1 A. Latar Belakang Masalah

Diera globalisasi ini, semakin banyak tantangan yang dihadapi dari segala segi kehidupan. Untuk menghadapi tantangan zaman ini, maka tidak lepas dari peranan

pendidikan. Pendidikan bersifat madal hayah, artinya pendidikan harus dilakukan

sepanjang hidup. Dengan pendidikan, setiap individu dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya. Sehingga hasil dari pendidikan atau pengalaman-pengalaman yang dialami dapat diaplikasikan dalam kehidupan sesuai dengan tantangan zaman.

Melalui pendidikan suatu masyarakat atau bangsa akan memperoleh kemuliaan. Kebenaran akan pernyataan ini sebenarnya sudah ditetapkan oleh Allah SWT sebagai Sang Maha Pengatur, hal ini dapat kita lihat dalam firman-Nya surat Al- Mujadallah ayat 11, yang artinya:

 …                        

“.... Allah akan meninggikan orang beriman diantara kamu dan

orang-orang yang berilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti apa yang kamu

kerjakan.”(QS. Al- Mujadallah [58] : 11)

Allah SWT akan meninggikan orang yang beriman dan berilmu (berpendidikan) diatas orang yang tidak berilmu, begitu juga halnya masyarakat atau suatu bangsa, sehingga dapat dianggap betapa penting dan berharganya sebuah pendidikan dilihat dalam konsep Agama Islam.

Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting saat ini. Oleh karena itu, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam membangun karakter dan bakat peserta didik. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang dapat membangun karakter atau bakat seseorang tersebut sehingga dapat menjadi orang berguna bagi bangsa, negara, agama, dan orang tua.


(19)

Sementara itu menurut Wardani tujuan pendidikan di Indonesia yaitu pertama peningkatan potensi berpikir yang menyangkut proses dalam otak. Kedua, menyangkut keterampilan menggerakkan panca indra yaitu keterampilan menggerakkan tangan dan kaki. Ketiga, berkenaan dengan hati nurai, seperti tenggang rasa, suka menolong, menghargai waktu, bertanggung jawab, berdisiplin, merasa senasib sepenanggungan, rajin, kreatif, inovatif, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan sebagai nya.1

Dalam tujuan pendidikan nasional memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Tujuan pendidikan tersebut memiliki dua fungsi yaitu memberi arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.

Sebagai suatu komponen pendidikan nasional, tujuan pendidikan menduduki posisi penting diantara komponen-komponen pendidikan lainnya. Dapat dikatakan bahwa seluruh komponen dari seluruh kegiatan pendidikan dilakukan semata-mata terarah kepada atau ditujukan untuk pencapaian tujuan tersebut. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut maka diselenggarakan rangakaian pendidikan secara sengaja, berencana, terarah, berjenjang, dan sistematis melalui lembaga pendidikan formal.

Salah satu pendidikan formal adalah sekolah. Sekolah merupakan lembaga atau wadah yang dapat mengembangkan karakter dan bakat seseorang. Di sekolah proses pengembangan karakter dan bakat dilakukan dengan proses pendidikan yang sesuai, yaitu dengan proses belajar mengajar. Di dalam proses belajar ini

diharapkan terdapat perubahan secara sadar dan bersifat kontinu.2

Di sekolah, peserta didik diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku pada setiap jenjang pendidikan. Salah satu pelajaran yang ada pada setiap jenjang pendidikan mulai Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) bahkan dibangku kuliah pun adalah pelajaran matematika. Selain itu, matematika juga merupakan salah satu pelajaran yang diajukan pada ujian nasional pada setiap jenjangnya. Ini pertanda bahwa matematika merupakan pelajaran yang sangat penting, karena matematika

1

Wardani, Psikologi Belajar. (Jakarta: Universitas Terbuka, 1997), h. 5.3

2

Pupuh Fathurrohman, dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 10.


(20)

merupakan salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan suatu pertanda intelegensi manusia. Oleh karena itu, matematika sangat diperlukan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk menghadapi kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).

Matematika yang diajarkan dijenjang sekolah merupakan bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan orientasi kepada kepentingan kependidikan dan perkembangan lmu pengetahuan dan teknologi. Anak usia SD adalah anak yang berada pada usia sekitar 7 sampai 12 tahun. Menurut Piaget anak usia sekitar ini masih berpikir pada tahap operasi kongkrit artinya siswa SD belum berfikir

formal.3 Seorang guru harus mempunyai kemampuan untuk menghubungkan

antara dunia anak yang belum dapat berpikir secara deduktif agar dapat mengerti matematika yang bersifat deduktif.

Belajar matematika dihadapkan pada masalah tertentu berdasarkan konstruksi pengetahuan yang diperolehnya ketika belajar dan peserta didik berusaha memecahkan masalah. Dengan demikian pembelajaran menjadi bermakna karena terjadi perpaduan antara pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik dengan konsep-konsep yang akan dipelajari peserta didik. Sejalan dengan pengertian pembelajaran secara bermakna menurut Erna Suwangsih, bahwa pembelajaran secara bermakna merupakan cara mengajarkan materi pelajaran yang

mengutamakan pengertian dari pada hafalan.4

Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak permasalahan dan kegiatan dalam hidup kita yang harus diselesaikan dengan menggunakan ilmu matematika seperti menghitung, mengukur dan lain-lain. Matematika adalah ilmu universal yang mendasari ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memajukan daya pikir serta analisis manusia.

Meskipun matematika demikian penting, namun sampai saat ini matematika termasuk mata pelajaran yang dianggap sulit dipelajari dibandingkan dengan mata pelajaran lain, karena matematika merupakan mata pelajaran yang mengfokuskan peserta didik bernalar, berpikir logis dan kritis dalam pemecahan masalah. Banyak

3

Erna Suwangsih, Model pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006), h. 15

4


(21)

anggapan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit. Prestasi peserta didik kerap kali kurang memuaskan pada mata pelajaran ini. Kendati demikian, banyaknya kegagalan peserta didik dalam matematika bukan terletak pada kurikulum yang salah, tetapi lebih pada cara pembelajaran yang dilakukan. Kurangnya variasi dalam proses belajar mengajar mtematika pada akhirnya sangat

berdampak pada hasil belajar peserta didik.5

Berdasarkan hasil observasi selama tiga hari dan wawancara guru kelas IV hasil belajar peserta didik kelas IV pada mata pelajaran matematika rendah terutama pada materi bangun datar. Rendahnya hasil belajar peserta didik kelas IV disebabkan beberapa faktor seperti guru kurang menerapkan model pembelajaran yang variatif dan menarik, strategi yang tidak tepat dalam mengajar, guru hanya menggunakan satu metode dalam pembelajaran yang mengakibatkan peserta didik merasa bosan dan jenuh karena pembelajaran bersifat monoton, guru kurang melibatkan peserta didik dalam pembelajaran sehingga peserta didik sulit dalam memahami pembelajaran dan bersifat individualis sehingga peserta didik kurang bekerja sama di kelas.

Rendahnya hasil belajar peserta didik kelas IV pada mata pelajaram matematika terutama materi bangun datar terlihat dari hasil ulangan siswa yaitu tahun 2013/2014, dari 34 peserta didik hanya 22 peserta didik (64%) yang mencapai KKM. Keadaan demikian menuntut guru untuk lebih kreatif lagi dalam merancang dan merencanakan pembelajaran.

Salah satu alternatif metode pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat memahami konsep bangun datar sehingga hasil belajar baik yaitu dengan menggunakan metode penemuan terbimbing. Metode ini lebih mengarahkan peserta didik untuk berfikir dan belajar menemukan pengetahuan sendiri sehingga dengan menggunakan metode pembelajaran ini, peserta didik akan lebih mudah memahami konsep pokok bahasan bangun datar sehingga ketika peserta didik di hadapi dengan sebuah pertanyaan ia bisa mengerjakannya sehingga hasil belajar pun akan jauh lebih baik.

5

Kim Cakhyanyo Syawiji, Metode Outdoor Learning dan Peningkatan Minat Belajar Aritmatika Sosial, Jurnal Dinamika Penelitian, Juli 2009.


(22)

Westy mengemukakan, metode discovery merupakan metode yang lebih menekankan pada pengalaman langsung. Pemebelajaran dengan penemuan lebih mengutamakan proses dari pada hasil belajar. Dalam metode ini, tidak berarti sesuatu yang di temukan oleh peserta didik benar-benar baru sebab sudah

diketahahui oleh orang yang lain.6 Karena peserta didik menemukan sendiri,

berarti pembelajaran berpusat kepada peserta didik dan peserta didik memecahkan masalah untuk menciptakan, menghubungkan dan menjeneralisasi pengetahuan. Pengetahuan baru yang diperoleh peserta didik didapat dengan cara mengkontruksi sendiri, tanpa diberitahu oleh guru. Model pembelajaran penemuan terbimbing menempatkan guru sebagai fasilitator yang membantu dan

memfasilitasi murid selama pembelajaran berlangsung.7 Guru hanya

mengupayakan agar proses kontruksi dapat terjadi pada diri peserta didik, sehingga peserta didik tidak perlu dijejali informasi dari bahan ajar yang harus disampaikannya.

Berdasarkan uraian di atas, diharapkan bahwa dalam meningkatkan pemahaman pembelajaran matematika khususnya materi bangun datar dapat menggunakan metode pembelajaran penemuan terbimbing, karena dengan menggunakan metode pembelajaran penemuan terbimbing peserta didik dapat melakukan pembelajaran bekerja sama, berfikir dan belajar menemukan pengetahuan sendiri sehingga lebih mudah memahami konsep pokok bahasan bangun datar. Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti mengambil judul:

” Pengaruh Metode Penemuan Terbimbing terhadap Hasil Belajar Matematika”.

6

Westy Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), h. 134.

7

Esti Yuli Widayanti, dkk. Pembelajaran Matematika MI, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), h. 16


(23)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka timbul berbagai macam permasalahan yang dapat diidentiikasi sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika di kelas bersifat satu arah, terpusat pada guru

sehingga peserta didik cenderung menyerap informasi secara pasif.

2. Guru kurang menerapkan model pembelajaran yang variatif dan menarik.

3. Hasil belajar matematika peserta didik masih rendah.

C. Pembatasan Masalah

Peneliti berharap agar tujuan penelitian ini jelas dan terarah, maka dalam penelitian ini dibatasi pada hal-hal berikut:

1. Penelitian ini menggunakan metode penemuan terbimbing dengan

langkah-langkah, yaitu Menemukan Fakta, Menemukan Masalah, Menemukan

Gagasan, Menemukan Solusi, Menemukan Penerimaan.

2. Hasil Belajar difokuskan dan diukur yang mencangkup ranah kognitif level

C1, C2, dan C3.

3. Penelitian ini dilaksanakan pada kelas IV di MI I’anatul Huda Tangerang

Selatan.

4. Materi yang disampaikan adalah keliling dan luas jajargenjang dan segitiga.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah dapat dirumuskan

sebagai berikut: “Apakah terdapat pengaruh pembelajaran menggunakan metode


(24)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode penemuan terbimbing terhadap hasil belajar matematika peserta didik pada materi bangun datar.

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Peserta didik, mendapat pengalaman belajar matematika melalui metode

penemuan terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.

2. Guru, hasil penelitian ini dapat menjadi alternatif metode pembelajaran yang

dapat diaplikasikan dalam meningkatkan hasil belajar matematika peserta didik.

3. Sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk mengembangkan

atau menerapkan metode penemuan terbimbing di kelas-kelas lain.

4. Pembaca, dapat memberikan gambaran/informasi tentang penerapan metode


(25)

8

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis

1. Metode Penemuan Terbimbing

a. Pengertian Metode Penemuan Terbimbing

Pemilihan metode pembelajaran perlu didasarkan pada kesesuaian dengan tugas dan tujuan pembelajaran yang akan ditempuh oleh peserta didik. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat akan membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat dipilih untuk digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Setiap metode memiliki ciri khas tersendiri yang penggunaannya perlu disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Ragam metode pembelajaran yang dapat digunakan salah satunya adalah metode penemuan.

Menurut Sund dalam discovery adalah proses mental dimana peserta didik

mengasimilasikan sesuatu konsep atau sesuatu prinsip.1 Proses mental itu

misalnya: mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Metode penemuan terbagi dua, yaitu penemuan murni dan penemuan terbimbing. Dalam metode penemuan

murni, disebut sebagai “heuristic”, apa yang hendak ditemukan, jalan atau proses

semata-mata ditentukan oleh peserta didik itu sendiri.2 Pada metode penemuan

murni, masalah yang akan ditemukan semata-mata ditentukan oleh peserta didik. Begitu pula jalannya penemuan.

Metode penemuan murni ini kurang tepat karena pada umumnya sebagian besar peserta didik masih membutuhkan konsep dasar untuk dapat menemukan

1

Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah. (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009). h. 179.

2

Markaban, Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing. (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Pusat Pengembangan Dan Penataran Guru Matematika, 2006), h.9.


(26)

sesuatu. Menurut Bruner, penemuan adalah suatu proses, suatu jalan atau cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item pengetahuan

tertentu.3 Hal ini terkait erat dengan karakteristik pelajaran matematika yang lebih

merupakan deductive reasoning dalam perumusannya. Di samping itu, penemuan

tanpa bimbingan dapat memakan waktu berhari-hari dalam pelaksanaannya atau bahkan peserta didik tidak berbuat apa-apa karena tidak tahu, begitu pula jalannya penemuan. Jelas bahwa metode penemuan ini kurang tepat untuk peserta didik sekolah dasar maupun lanjutan apabila tidak dengan bimbingan guru, karena materi matematika yang ada dalam kurikulum tidak banyak yang dipelajari karena kekurangan waktu bahkan peserta didik cenderung tergesa-gesa menarik kesimpulan dan tidak semua peserta didik menemukan sendiri.

Metode penemuan terbimbing merupakan metode terbimbing yang dipandu oleh guru, metode ini pertama kali ditemukan oleh Plato dalam suatu dialog antar Socrates dan seorang anak, maka sering disebut juga dengan metode Socrates. Metode ini melibatkan suatu dialog atau interaksi antar peserta didik dan guru dimana peserta didik mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru. Salah satu buku yang pertama menggunakan teknik penemuan terbimbing adalah Werren Colburn yang pelajaran pertamanya

berjudul: Intelectual arithmetic upon the inductive method of instructive. Buku

tersebut isinya menekankan penggunaan suatu urutan pertanyaan dalam

mengembangkan konsep dan prinsip matematika.4 Metode ini peserta didik

didorong untuk berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum, berdasarkan bahan yang difasilitasi oleh guru. Dengan demikian, materi yang akan dipelajari peserta didik tidak disajikan dalam bentuk final. Peserta didik harus melakukan aktivitas mental yang mungkin melibatkan aktivitas fisik dalam

upaya memperoleh pemahaman pada materi tertentu. Sampai seberapa jauh

peserta didik dibimbing, tergantung pada kemampuannya dan pada materi yang dipelajari. Dalam hal ini, guru merencanakan serangkaian pertanyaan yang

3

Ibid, h.9.

4


(27)

memandu peserta didik, langkah demi langkah logis, membuat serangkaian penemuan yang mengarah kepada tujuan yang telah ditentukan.

Belajar penemuan dapat terjadi di dalam situasi yang sangat teratur, baik peserta didik maupun guru mengikuti langkah-langkah yang sistematis. Guru membimbing dan mengarahkan peserta didik selangkah demi selangkah dengan mengikuti bentuk tanya jawab yang telah diatur secara sistematis untuk membuat penemuan. Langkah-langkah kegiatan atau petunjuk dapat dituangkan dalam lembar kerja yang dibuat guru. Selain itu, diperlukan pula campur tangan guru untuk membangkitkan perhatian peserta didik pada tugas yang sedang dihadapi dan mengurangi pemborosan waktu. Peserta didik bukan lah ilmuwan dan sesuatu yang dihadapi benar-benar merupakan sesuatu yang baru bagi peserta didik, sehingga petunjuk atau pun instruksi guru sangat lah diperlukan peserta didik.

Salah satu bahan, berupa fasilitas oleh guru yang akan membimbing peserta didik dalam proses penemuan terhadap konsep-konsep, rumus dari materi yang diajarkan adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah bagian pokok dari suatu modul yang berisi tujuan umum topik yang dibahas dan disertai soal latihan atau instruksi praktik bagi peserta didik. LKS digunakan untuk menuntun peserta didik belajar mandiri dan dapat menarik kesimpulan pokok bahasan yang diajarkan. Penyajian bahan pelajaran umumnya dapat mendorong peserta didik mengembangkan kreativitas dalam belajar. Dengan demikian mampu mendorong peserta didik secara aktif mengembangkan dan menerapkan kemampuannya. Dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) ini, diharapkan peserta didik akan terbimbing dalam proses penemuan terhadap konsep-konsep, rumus dari materi yang diajarkan.

Di sebut pembelajaran penemuan adalah “suatu metode pembelajaran yang

menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi (ide kunci) dari suatu ilmu yang dipelajari, perlunya belajar aktif sebagai dasar pemahaman sebenarnya,

dan nilai dari berfikir secara induktif dalam belajar”.5

Menurut Bruner, belajar akan lebih bermakna bagi peserta didik jika mereka memusatkan perhatiannya

5


(28)

untuk memahami struktur materi yang dipelajari.6 Untuk memperoleh struktur informasi, peserta didik harus aktif mengidentifikasi sendiri prinsip-prinsip kunci dari pada hanya sekedar menerima penjelasan dari guru. Oleh karena itu, guru harus memunculkan masalah berupa pertanyaan yang mendorong peserta didik untuk melakukan kegiatan penemuan. Dalam pembelajaran melalui penemuan, guru memberikan contoh dan peserta didik bekerja berdasarkan contoh tersebut sampai menemukan hubungan antar bagian dari suatu struktut materi. Menurut

Ericlopedia of Education Research, penemuan merupakan suatu strategi yang unik, dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan keterampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi peserta

didik untuk mencapai tujuan pendidikannya.7 Dengan demikian, peserta didik

didorong untuk berfikir sendiri, menganalisis sendiri, sehingga dapat menemukan prinsip-prinsip umum berdasarkan bahan-bahan atau data yang disediakan oleh guru. Selama proses penemuan, peserta didik memanipulasi, membuat struktur, dan mentransfer informasi sehingga menemukan informasi baru yang berupa konjektur, hipotesis, atau kebenaran matematika.

Metode penemuan adalah “metode yang lebih menekan kan pada pengalaman

langsung”.8 Peserta didik menemukan pengetahuan sebagai atau seluruhnya

sendiri, berarti pembelajaran berpusat pada peserta didik dan dia memecahkan masalah untuk menciptakan, menghubungkan, dan menjeneralisasi pengetahuan. Pengetahuan baru yang diperoleh peserta didik didapat dengan cara mengkontruksi sendiri, tanpa diberitahu guru. Pengetahuan baru akan melekat lebih lama jika peserta didik dilibatkan secara langsung dalam proses pemahaman

dan mengkontruksi sendiri konsep atau pengetahuan tersebut.9 Posisi guru adalah

sebagai fasilitator yang mengupayakan agar proses kontruksi dapat terjadi pada

6

Ibid.

7

Suryusubroto. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. (Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2009), h. 178.

8

Erna Suwangsih, Model Pembelajaran Matematika. (Bandung: UPI PRESS, 2006), h. 185.

9

Esti Yuli Widayanti, dkk. Pembelajaran Matematika MI, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009). h. 16.


(29)

diri peserta didik, sehingga peserta didik tidak perlu dijejali informasi dari bahan ajar yang harus disampaikan.

Dalam pembelajaran matematika belajar melalui penemuan itu penting karena pada kenyataannya ilmu-ilmu itu diperoleh dengan penemuan, matematika adalah bahasa yang abstrak, konsep, dalil dan sebagainya akan lebih melekat bila melalui

penemuan, melalui penemuan generalisasi akan diperoleh lebih mantap. Untuk

meningkatkan kreatifitas, menemukan sesuatu dengan sendiri dapat

menumbuhkan rasa percaya diri, meningkatkan motivasi (motivasi intrinsic) dan

pada umumnya akan bersifat positif pada matematika.

Agar pelaksanaan metode penemuan terbimbing berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang perlu ditempuh oleh guru matematika adalah merumuskan masalah yang akan diberikan kepada peserta didik dengan data secukupnya; dari data yang diberikan guru, peserta didik menyususun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut; peserta didik konjektur (perkiraan) dari hasil analisis yang dilakukan; bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat peserta didik tersebut diperiksa oleh guru; apabila diperoleh kapastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada peserta didik untuk menyusunnya dan sesudah peserta didik menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk

memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.10

Metode penemuan terbimbing merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar peserta didik secara aktif. Dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama diingatan, tidak mudah dilupakan. Pengertian dan konsep yang ditemukan sendiri meupakan pengertian dan konsep yang betul-betul di kuasai dan mudah digunakan dalam situasi lain. Dengan metode penemuan terbimbing, peserta didik belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan masalah yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

10

Markaban, Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing. Departemen Pendidikan Nasional Pusat Pengembangan Dan Penataran Guru Matematika, Yogyakarta, 2006, h.16.


(30)

Dengan demikian, guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar peserta didik sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar

yang teacher oriented menjadi student oriented.

Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang di tentukan oleh caranya melihat kondisi lingkungan. Pertama tahap enaktif, tahap dimana seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam usahanya memahami lingkungan. Kedua tahap ikonik, tahap dimana seseorang melihat dunia melalui gambar-gambar darei visualisasi verbal dan terakhir tahap simbolik, tahap dimana

gagasan-gagasan abstrak banyak berpengaruh oleh bahasa dan logika.11

Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh peserta didik, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Perkembangan kognitif seseorang sangat ditentukan oleh proses yang dijalaninya, melalui pristiwa, lingkungan, dan simbul-simbul dan berkat pertolongan kata-kata yang nantinya dapat menjadi kesimpulan pengetahuan serta dapat menambah pembendaharaan daya kognitif seseorang.

b. Implementasi Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran Geometri.

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Belajar bukan semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi (materi pelajaran). Orang yang beranggapan demikian akan segara merasa bangga ketika peserta didik nya telah mampu menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian besar informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan oleh guru. Belajar merupakan tindakan dan prilaku peserta didik yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh peserta didik sendiri.

11

Zulfikar Ali Buto, Implikasi Teori Pembelajaran Jerome Bruner dalam Nuansa Pendidikan Modern.2009.


(31)

Dalam melaksanakan pembelajaran matematika di SD, kecakapan matematika atau kemahiran matematika yang harus dicapai peserta didik adalah menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma (secara hitung) secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, grafik atau dugaan untuk memperjelas keadaan atau masalah, menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan atau pernyataan matematika, menyusun kemampuan strategi dalam membuat atau merumuskan, menafsirkan dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah, memiliki sikap menghargai kegunaan

matematika dalam kehidupan.12

Geometri merupakan cabang matematika yang mempelajari titik, garis, bidang dan benda-benda ruang beserta sifat, ukuran dan hubungannya dengan yang lain. Pada geometri bidang terapan unsur-unsur tertentu antar lain ialah: titik, garis, lengkungan dan bidang.

Sebuah titik hanya dapat di tentukan oleh letaknya, tetapi tidak mempunyai ukuran panjang, luas, isi, atau berat (dikatakan tidak berdimensi), yang merupakan unsur yang tidak didefinisikan. Begitu pula tentang lengkungan dan bidang. Lengkungan diperoleh (gambarnya) bila mulai dari suatu titik membuat suatu

jalan (path) sampai disuatu titik lain atau ke titik asal berangkat. Bidang

merupakan sesuatu yang bentuknya datar seperti meja yang tidak mempunyai batas pinggir. Bagian-bagian seperti titik, lengkungan dan bidang dalam matematika (geometri) disebut unsur-unsur yang tidak didefinisikan yang eksistensinya diakui ada. Tanpa adanya pemikiran semacam itu metematika tidak akan terwujud.

Menemukan berarti menghasilkan sesuatu untuk pertama kali dengan menggunakan imajinasi, pikiran, atau eksperimen. Penemuan dalam belajar matematika berarti kegiatan menghasilkan suatu ide matematika, suatu aturan, atau suatu cara penyelesaian masalah untuk pertama kali. Ide matematika yang

12


(32)

pertama kali ditemukan peserta didik belum tentu ide yang benar-benar baru, tetapi setidaknya baru bagi peserta didik. Ide yang ditemukan sendiri akan lebih dipahami dan diingat oleh si penemu. Karena itu, penemuan digunakan sebagai salah satu metode dalam belajar matematika. Metode penemuan sebagai suatu cara penyampaian topik matematika yang memungkinkan peserta didik menemukan sendiri pola-pola atau struktur-struktur matematika melalui serentetan pengalaman-pengalaman belajar yang lampau.

Pada penemuan terbimbing pengajaran dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan, dengan memberikan informasi secara singkat, diluruskan agar tidak ada miskonsepsi (kesalah pahaman). Pada metode penemuan, konsep, dalil, algoritma, geometri dan semacamnya yang dipelajari peserta didik merupakan hal yang baru, belum diketahui sebelumnya, tetapi guru sendiri sudah tahu apa yang akan ditemukan. Dengan metode ini anak melakukan terkaan, mengira-ngira, mencoba sesuai dengan pengetahuannya untuk sampai dengan konsep yang harus ditemukan, oleh karena itu metode penemuan sukar diorganisasikan karena sangat tergantung kepada kemampuan peserta didik. Pengajaran harus disesuaikan terus dengan pengetahuan baru peserta didik yang baru saja diperoleh. Untuk mengurangi masalah ini pada umumnya metode penemuan dibawakan melalui sedikit ekspositori kemudian bekerja di dalam kelompok.

Dalam geometri, model penemuan terbimbing dapat digunakan dalam

pembelajaran materi Teorema Pythagoras (“kuadrat hipotenusa segitiga siku-siku

sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisinya”). Seperti diketahui, dalam sejarah

pengembangan matematika, Pythagoras menemukan teori ini melalui beberapa

kegiatan pengamatan dan pengukuran. Langkah-langkah Pythagoras dalam

menemukan teori ini dapat diadaptasi sesuai dengan perkembangan peserta didik, sehingga dapat digunakan sebagai metode dalam pembelajaran di sekolah. Peserta didik diajak melakukan serangkaian kegiatan sehingga ia merasa benar-benar sebagai penemu teori tersebut.

Metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran matematika, khususnya geometri, adalah suatu model pembelajaran yang menghendaki peserta didik


(33)

menemukan ide-ide dalam geometri — misalnya: aturan, pola, hubungan, atau

cara menyelesaikan suatu masalah– melalui keterlibatannya secara aktif dalam

pembelajaran yang didasarkan pada serentetan pengalaman-pengalaman belajar yang lampau. Yang dimaksud keterlibatan secara aktif dapat berupa kegiatan

mengadakan percobaan/penemuan sebelum membuat kesimpulan, atau

memanipulasi, membuat struktur, dan mentransfer informasi sehingga menemukan informasi baru yang berupa kebenaran matematika. Selama proses penemuan, peserta didik mendapat bimbingan guru baik berupa petunjuk secara lisan maupun petunjuk tertulis yang dituangkan dalam bentuk lembar kerja siswa. Guru menciptakan lingkungan atau cara yang memungkinkan peserta didik melakukan penyelidikan dan menemukan sesuatu. Pemberian bimbingan dimaksudkan untuk membangkitkan perhatian pada tugas yang sedang dihadapi, mengurangi pemborosan waktu, dan menghindari kegagalan proses penemuan.

Implementasi metode penemuan terbimbing dalam geometri pada bangun datar peserta didik akan dipandu menemukan dan mencari rumus keliling dan luas daerahnya adalah segitiga dan jajargenjang. Setiap rumus bangun datar tersebut akan dipaparkan dalam empat tahapan pembelajaran, yaitu persiapan, kegiatan, pendahuluan, kegiatan inti dan penutup.

1) Tahap persiapan merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum pembelajaran,

khusunya bahan-bahan (karton gambar segitiga dan jajargenjang beserta LKS) yang perlu disediakan terkait dengan pembelajaran yang disampaikan.

2) Tahap kegiatan pendahuluan dilakukan dengan tiga ide utama, yaitu

menyampaikan tujuan yang akan dicapai setelah kegiatan pembelajaran,

memotivasi peserta didik dengan cara memberikan ice breaking dan

memastikan bahwa pengetahuan prasyarat sudah dimiliki peserta didik dengan cara apersepsi.

3) Tahap kegiatan inti merupakan kegiatan yang diharapkan dapat mengantarkan

peserta didik menemukan fakta, menemukan masalah, menemukan gagasan, menemukan solusi, menemukan penerimaan yang berkaitan dengan rumus keliling dan luas daerah bangun datar segitiga dan jajargenjang dengan menggunakan LKS (Lembar Kerja Siswa) serta memecahkan soal secara


(34)

bertahap, mulai dari yang mudah sampai yang sulit. Sehingga pengetahuan, pemahaman dan aplikasi pada materi ini dapat dikuasai peserta didik dengan baik. Dengan demikian hasil belajar peserta didik akan meningkat.

4) Tahap penutup digunakan untuk memastikan bahwa apa yang telah

disampaikan telah dipahami dengan baik oleh peserta didik.

Penerapan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran geometri di sekolah dasar tidak mengharuskan peserta didik menemukan suatu konsep atau prinsip geometri yang standar (seperti yang di temukan oleh seorang ahli) tetapi kalau di sekolah menengah dituntut harus menemukan konsepnya. Pada pembelajaran penemuan, peserta didik sebagai penemu sesuatu yang belum diketahuinya.

2. Metode Pembelajaran Konvensional

Salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional yaitu metode pembelajaran yang lazim atau biasa diterapkan dalam pembelajaran sehari-hari disuatu sekolah. Menurut Depdiknas, dalam pembelajaran konvensional yang ada saat ini cenderung pada belajar hafalan. Belajar hafalan mengacu pada fakta-fakta, hubungan-hubungan, prinsip dan

konsep.13 Pembelajaran konvensional biasanya guru jarang mengajar peserta didik

untuk menganalisa secara mendalam tentang suatu konsep dan jarang mendorong peserta didik untuk menggunakan penalaran logis yang lebih tinggi seperti kemampuan membuktikan atau memperlihatkan suatu konsep.

Pendekatan konvensional adalah proses pembelajaran yang lebih banyak

didominasi gurunya sebagai “pentransfer ilmu, sementara peserta didik lebih pasif

sebagai “penerima” ilmu. Penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih

sering menggunakan pemberian informasi, ketimbang memperagakan, dan memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung. Guru

13

Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 13.


(35)

berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh meteri yang ada dalam kurikulum.

Menurut Ruseffendi, metode konvensional, guru merupakan atau dianggap

sebagai gudang ilmu, guru bertindak otoriter, guru mendominasi kelas.14 Guru

mengajarkan ilmu, guru langsung membuktikan dalil-dalil, guru membuktikan contoh-contoh soal. Sedangkan murid harus duduk rapih mendengarkan, meniru pola-pola yang diberikan guru, mencontoh cara-cara si guru menyelesaikan soal.

Dalam pembelajaran metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan. Sejak dahulu guru dalam usaha menularkan pengetahuannya pada peserta didik, ialah secara lisan atau ceramah. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh para guru. Pembelajaran konvensional (tradisional) pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hapalan dari pada pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil dari pada proses, dan pengajaran berpusat pada guru.

Menurut Santyasa menyatakan, pembelajaran konvensional memiliki 4 ciri-ciri. Pertama pemerolehan informasi melalui sumber-sumber secara simbolik, seperti guru atau membaca. Kedua pengasimilasian dan pengorganisasian sehingga suatu prinsip umum dapat dimengerti. Ketiga penggunaan pada prinsip umum pada kasus-kasus sepesifik dan keempat penerapan prinsip umum pada keadaan baru.15

Secara umum, ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah peserta didik penerima informasi secara pasif, dimana peserta didik menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar, belajar secara individual, pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, perilaku dibangun atas kebiasaan, kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final, guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran, perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik, interaksi diantara peserta didik kurang, guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang

14

Ibid, h. 14.

15


(36)

terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Sumber pembelajaran konvensional lebih banyak bersifat tekstual dari pada kontekstual. Sumber informasi dipandang sangat mempengaruhi proses belajar. Pembelajaran konvensioanal lebih terpusat pada guru, karena guru lebih mendominasi kegiatan pembelajaran.

Metode pembelajaran konvensional menyandarkan pada hafalan belaka, penyampain informasi lebih banyak dilakukan oleh guru, peserta didik secara pasif menerima informasi, pembelajaran sangat abstrak dan teoritis serta tidak bersadar pada realitas kehidupan, memberikan hanya tumpukan beragam informasi kepada peserta didik, cenderung fokus pada bidang tertentu, waktu belajar peserta didik sebagaian besar digunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah guru, dan mengisi latihan (kerja individual). Pembelajaran konvensional adalah cara mengajar yang menuntut keaktifan guru untuk menyajikan pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Sintaks model pembelajaran konvensional, yaitu guru menyampaikan materi secara lisan, guru mengadakan tanya jawab kepada peserta didik secara individual, peserta didik memberikan tugas kepada peserta didik secara individual, secara bersama-sama membahas tugas, guru dan peserta didik menyimpulkan materi, pemberian evaluasi.

Beberapa metode yang biasa digunakan dalam metode pembelajaran konvensional antara lain, metode ceramah, metode diskusi, metode tanya jawab, metode ekspositori, metode drill atau latihan, metode pemberian tugas, metode demonstrasi, metode permainan dan lain-lain.

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam metode pembelajaran konvensional adalah metode ekspositori. Metode ekspositori adalah metode yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok peserta didik dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Oleh karena metode ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur. Terdapat beberapa karakteristik metode

ekspositori, yaitu:16

16


(37)

a. Metode ekspositori di lakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini.

b. Biasanya materi yang di sampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi,

seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang.

c. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri.

Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan.

Metode ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang

berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian,

karena dalam metode ini guru memegang peran yang dominan. 3. Hasil Belajar Matematika

a. Pengertian Hasil Belajar Matematika

Menurut Oemar Hamalik, belajar adalah modifikasi atau memperteguh

kelakuan melalui pengalaman.17 Sedangkan menurut Witherington, belajar

merupakan perubhan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan

dan kecakapan.18 Dengan perkataan lain, belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik, yang tidak tahu menjadi tahu. Belajar merupakan peristiwa yang terjadi secara sadar dan disengaja, artinya seseorang yang terlibat dalam peristiwa belajar seharusnya menyadari bahwa ia mempelajari sesuatu sehingga terjadi perubahan terhadap dirinya. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, serta penyesuaian diri. Terlebih lagi dalam mempelajari

17

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h.36.

18

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 155.


(38)

matematika yang struktur ilmunya berjenjang dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks, dari yang konkret sampai ke abstrak.

Perubahan-perubahan tersebut merupakan tujuan dari proses pembelajaran yang telah dilakukan, oleh karena itu jika seseorang telah mengalami perubahan setelah belajar maka orang tersebut telah memperoleh hasil belajarnya. Hasil belajar dikatakan sebagai pencapaian tujuan pembelajaran peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran bersifat ideal, sedangkan hasil belajar bersifat aktual. Hasil belajar merupakan realisasi tercapainya tujuan pembelajaran, oleh karena itu hasil belajar yang diukur sangat tergantung kepada tujuan pembelajarannya.

Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah

psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa.19

Hasil belajar merupakan tolok ukur yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan peserta didik dalam mengetahui dan memahami suatu mata pelajaran, biasanya dinyatakan dengan nilai yang berupa huruf atau angka-angka. Hasil belajar dapat berupa keterampilan, nilai dan sikap setelah peserta didik mengalami proses belajar. Melalui proses belajar mengajar diharapkan peserta didik memperoleh kepandaian dan kecakapan tertentu serta perubahan-perubahan pada dirinya.

Menurut Sudjana, “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang

dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil peristiwa belajar dapat muncul dalam berbagai jenis perubahan atau pembuktian tingkah laku

seseorang”.20

Hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar. Hasil belajar tampak dari perubahan tingkah laku pada diri peserta didik, yang dapat di amati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh setelah melakukan kegiatan belajar. Hasil belajar diperoleh setelah diadakannya evaluasi. Hasil belajar ditunjukan dengan prestasi belajar yang merupakan indikator adanya perubahan tingkah laku peserta didik.

19

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 216.

20

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009). h. 21.


(39)

Hasil belajar dapat diamati dan diukur dengan penilaian. Penilaian hasil belajar adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses belajar dan pembelajaran telah berjalan secara efektif. Ke efektifan pembelajaran tampak pada kemampuan peserta didik mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Dari segi guru, penilaian hasil belajar akan memberikan gambaran mengenai ke efektifan mengajarnya, apakah dengan pembelajaran tertentu yang digunakan mampu membantu peserta didik mencapai tujuan belajar yang ditetapkan (ketuntasan belajar).

Dari proses belajar diharapkan peserta didik memperoleh prestasi belajar yang baik sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang ditetapkan sebelum proses belajar berlangsung. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar adalah menggunakan tes. Tes ini digunakan untuk menilai hasil belajar yang dicapai dalam materi pelajaran yang diberikan guru di sekolah. Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan tolok ukur atau patokan yang menentukan tingkat keberhasilan peserta didik dalam mengetahui dan memahami suatu materi pelajaran dari proses pengalaman belajarnya yang diukur dengan tes.

Matematika bukan merupakan suatu hal yang asing yang terdengar di telinga kita, setiap saat pasti kita selalu dihadapkan dengan yang namanya matematika. Matematika berasal dari bahasa latin "mathematika" yang mulanya

diambil dari bahasa yunani "mathematike" yang berarti mempelajari. Matematika

terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil dimana dalil yang telah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif. Matematika merupakan suatu pelajaran yang tersusun secara beraturan, logis, berjenjang dari yang paling mudah hingga yang paling rumit. Dengan demikian, pelajaran matematika tersusun sedemikian rupa sehingga pengertian terdahulu lebih mendasari pengertian berikutnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia matematika diartikan sebagai “ilmu


(40)

yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”.21

James menyatakan bahwa: “Matematika adalah konsep ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terjadi ke dalam tiga bidang yaitu :

aljabar, analisis, dan geometri”.22

Dari berbagai pendapat yang di kemukakan oleh para ahli tentang definisi matematika di atas, maka dapat dikemukakan bahwa matematika adalah konsep ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang memiliki struktur besar yang berhubungan satu dengan yang lainnya yang terbagi dalam tiga bidang yaitu: aljabar, analisis, dan geometri.

Hasil belajar matematika adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajar matematikanya atau dapat dikatakan bahwa hasil belajar matematika adalah perubahan tingkah laku dalam diri peserta didik, yang diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, tingkah laku, sikap dan keterampilan setelah mempelajari matematika. Perubahan tersebut diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.

Dari definisi di atas, serta definisi-definisi tentang belajar, hasil belajar, dan matematika, maka dapat dirangkai sebuah kesimpulan bahwa hasil belajar matematika adalah merupakan tolok ukur atau patokan yang menentukan tingkat keberhasilan peserta didik dalam mengetahui dan memahami suatu materi pelajaran matematika setelah mengalami pengalaman belajar yang dapat diukur melalui tes.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar setiap individu berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Purwanto memaparkan, berhasil atau tidaknya belajar tergantung pada beberapa

faktor. “ Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar meliputi

faktor eksternal (lingkungan dan instrument pembelajaran) dan faktor internal

21

Tim Penyusun KBBI. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. (Jakarta: Balai Pustaka. 2007). h. 723

22


(41)

(fisiologi dan psikologi).”23

Penjelasan mengenai faktor-faktor tesebut adalah sebagai berikut:

1) Faktor eksternal, faktor eksternal terdiri dari:

a) Faktor lingkungan.

Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan dapat berupa lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik seperti keadaaan yang segar akan lebih baik hasilnya. Lingkungan sosial, misalnya peserta didik yang sedang memecahkan masalah matematika akan membutuhkan konsentrasi dan ketenangan sehingga akan terganggu bila ada suara berisik.

b) Faktor instrumental.

Faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan kegunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang di harapkan. Faktor instrumental dapat berupa gedung sekolah, kurikulum, bahan-bahan yang harus dipelajari dan sebagainya.

2) Faktor internal.

Faktor internal adalah kondisi individu atau peserta didik yang belajar. Faktor ini dibagi menjadi dua bagian yaitu kondisi fisiologi dan psikologi. Kondisi fisiologi seperti kesehatan baik, tidak capai, tidak cacat alat inderanya dan sebagainya. Kondisi psikologi yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar meliputi minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan-kemampuan kognitif yaitu persepsi, ingatan, dan kemampuan berpikir.

Hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh kamampuan peserta didik dan

kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik dibidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik).

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar matematika peserta didik tidak hanya peran guru dalam membimbing dan mendidik peserta didik, faktor

23

Abu Ahmadi, dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005), h. 105-111.


(42)

lingkungan, dan faktor kemauan diri peserta didik dalam pembelajaran saja. Akan tetapi faktor eksternal dan internal pun mempengaruhi hasil belajar matematika peserta didik.

B. Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan ini, diambil dalam skripsi mahasiswa UIN Jakarta. Penelitian relevan yang mencakup judul ini, yaitu:

Mahmudah (2012), melakukan penelitian terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing. Hasil penelitiannya

dituangkan dalam jurnal yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Metode

Penemuan Terbimbing terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa”.

Penelitian ini dilaksanakan dengan sampel sebanyak 64 siswa kelas VIII yang berasal dari dua kelas pada salah satu SMP Islam Terpadu di Parungpanjang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa yang

diajarkan dengan metode penemuan terbimbing diperoleh thit sebesar 2,09 dan ttab

sebesar 1,67. Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara metode penemuan terbimbing terhadap pemahaman konsep matematika siswa.

Iman Sukirman (2006), melakukan penelitian terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing. Hasil penelitiannya

dituangkan dalam jurnal yang berjudul “Perbandingan Hasil Belajar Matematika

antar Siswa yang Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing dengan Siswa

yang Menggunakan Metode Ekspositori”. Penelitian ini dilaksanakan dengan

sampel sebanyak 52 siswa kelas VIII yang berasal dari dua kelas pada salah satu SMP Islam di Bumi Serpong Damai Tangerang Selatan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa yang menggunakan metode

penemuan terbimbing diperoleh thit sebesar 3,786 dan ttab sebesar 1,676. Dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang menggunakan metode penemuan terbimbing dengan metode ekspositori.

Mulia Rusmawati (2013), melakukan penelitian terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing. Hasil penelitiannya


(43)

Siswa (LKS) Berbasi Penemuan Terbimbing terhadap Hasil Belajar Fisika

Siswa”. Dengan sampel sebanyak 65 siswa kelas VII yang berasal dari dua kelas

pada salah satu SMP Negeri di Tangerang Selatan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa yang menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis penemuan terbimbing diperoleh rata-rata N-gain sebesar 0,29 dan rata-rata N-gain kelas yang tidak menggunakann lembar kerja siswa (LKS) berbasis penemuan terbimbing sebesar 0,47. Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan lembar kerja siswa (LKS) berbasis penemuan terbimbing terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep zat dan wujudnya akan tetapi pengaruh tersebut belum memberikan kontribusi yang maksimal terhadap hasil belajar peserta didik.

C. Kerangka Berpikir

Belajar pada dasarnya merupakan suatu perubahan. Proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk prilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya, para peserta didik sering kali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagaimana yang diharapkan. Mereka tidak mendapatkan kesempatan yang besar dalam proses pembelajaran.

Guru sebagai pendidik di tuntut untuk kreatif dalam mencari cara agar materi yang ingin disampaikan dapat diterima peserta didik dengan mudah. Untuk mengatasi hal tersebut salah satunya adalah melalui metode penemuan terbimbing. Dengan di terapkannya pembelajaran melalui metode penemuan terbimbing, para peserta didik diberi kesempatan yang lebih besar dalam proses belajar mengajar untuk menemukan konsep sendiri dengan bantuan dan arahan guru, dengan kata lain guru tidak lagi mendominasi kegiatan pembelajaran melainkan seluruh perangkat (tenaga pengajar dan peserta didik) yang berada di dalam kelas di libatkan secara aktif, sehingga peserta didik mudah memahami rumus-rumus bangun dan hasil belajar peserta didik meningkat.

Pada metode penemuan, dalam diri peserta didik dapat tumbuh sikap inquiry


(44)

menghargai diri sendiri dan lebih mudah mentransfer, memperkecil atau menghindari menghafal. Metode ini juga memberikan peluang pada peserta didik untuk saling menukar informasi yang diterimanya atau yang diperoleh dengan pemahaman yang didapat pada temannya atau kelompok lain.

Metode penemuan adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Peserta didik bekerja berkelompok menemukan sendiri suatu konsep melalui bimbingan dan arahan dari guru. Ciri dari pembelajaran ini adalah menekankan pada aktivitas mencari dan menemukan, sehingga peserta didik diarahkan untuk membangun sendiri pengetahuannya. Peran guru hanya membantu peserta didik mengarahkan untuk menemukan solusi dari masalahnya dalam materi bangun datar. Dengan demikian pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing diduga dapat berpengaruh dalam hasil belajar peserta didik.

D. Pengajuan Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka berpikir di atas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:

Hasil belajar matematika yang diajarkan dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi dari hasil belajar matematika yang diajar dengan metode pembelajaran konvensional.


(45)

28

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MI I’anatul Huda Tangerang Selatan yang ber

alamat di jalan Bayangkara Raya Perum Pondok Pakulonan Kelurahan Pakualam Kabupaten Serpong Utara Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada kelas IV Semester ganjil Tahun ajaran 2014/2015 pada Bulan November-Desember.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.1 Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh peserta didik MI I’anatul Huda Tangerang Selatan

tahun pelajaran 2014/2015 dan populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah

seluruh peserta didik kelas IV MI I’anatul Huda Tangerang Selatan yang terbagi

atas 2 kelas. Penempatan peserta didik MI I’anatul Huda Tangerang Selatan

dilakukan secara merata dalam hal kemampuan, artinya peserta didik tidak dikelompokkan berdasarkan atas peringkat atau nilai dan kurikulum yang diberikan pun sama. Dengan demikian, maka karakteristik antar kelas dikatakan homogen. Sedangkan karakteristik dalam kelas cukup heterogen, artinya ada siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

Sampel yang diambil dari populasi terjangkau sebanyak dua kelas. Kelas IVB sebagai kelas eksperimen dan kelas IVA sebagai kelas kontrol. Sampel diambil

dari populasi terjangkau dengan teknik cluster random sampling yaitu memilih

sampel bukan berdasarkan pada individual, tetapi berdasarkan subyek yang secara alami berkumpul bersama.

1


(46)

C. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode quasi eksperimen.

Metode quasi eksperimen pada dasarnya sama dengan eksperimen semu, bedanya adalah dalam pengontrolan variabel. Pengontrolannya hanya dilakukan terhadap

suatu variable saja, yaitu variable yang dipandang paling dominan.2 Eksperimen

penelitian dilakukan terhadap kelompok-kelompok yang homogen terdiri dari 2 kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok dengan perlakuan yakni dengan menggunakan metode pembelajaran penemuan terbimbing dan kelompok kedua adalah kelompok dengan pendekatan pembelajaran ekspositori sebagai kelompok kontrol pada penelitian ini

Desain penelitian yang digunakan adalah The Randomized Postest Control

Group Design. Rancangan desain penelitiannya sebagai berikut:3

Tabel 3.1

Rancangan Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Posttest

Acak A (KE) X1 Y

Acak B (KK) X2 Y

Keterangan:

KE : Kelas eksperimen.

KK : Kelas kontrol.

X1 : Pemberian materi dengan metode penemuan terbimbing.

X2 : Pemberian materi dengan metode konvensional.

Y : Pemberian posttest.

Setelah selesai mempelajari pokok bahasan, kedua kelompok diberi tes yang sama. Hasil tes kemudian diolah sehingga dapat diketahui apakah hasil belajar matematika kelompok eksperimen lebih tinggi dari pada hasil kelompok kontrol. D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini metode pembelajaran penemuan terbimbing

merupakakan variable independent (variabel bebas), sedangkan hasil belajar

2

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h.59.

3


(47)

merupakan variable dependent (variable terikat). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar matematika. Tes hasil belajar matematika berupa tes dalam bentuk uraian sebanyak 15 soal, dengan kisi-kisi instrumen sebagai berikut:

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen

Standar Kompetensi : Menggunakan konsep keliling dan luas bangun datar sederhana dalam pemecahan masalah.

K om pet ensi D asar : Me nen tuk an ke li li ng dan l u as j aj ar ge nj ang dan se g it iga .

Indikator Kompetensi Tingkat

Kemampuan

Jumlah Soal

C1 C2 C3

Mengidentifikasi sifat-sifat jajargenjang (menetukan banyak sisi dan titik sudut pada jajar genjang).

1 4

2

Menemukan rumus dan menentukan luas dan keliling jajargenjang.

3 6 7 8 9 2 5 7

Mengidentifikasi sifat-sifat sigitiga

(menetukan banyak sisi dan titik sudut pada segitiga).

11 1

Menemukan rumus dan menentukan luas dan keliling segitiga.

10 12 14

3

Memecahkan masalah yang berkaitan dengan luas dan keliling jajargenjang dan segitiga.

13 15

2


(48)

E. Teknik Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah tes. Tes yang akan diberikan merupakan tes tertulis berupa tes uraian atau essai. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah dengan memberikan tes

akhir (posttest). Posttest adalah tes yang dirancang untuk mengukur kemampuan

akhir setelah pembelajaran dilakukan. Sebelum tes tersebut diujikan pada objek penelitian maka terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen.

Uji coba instrumen dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kualitas instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, uji coba instrumen di lakukan pada siswa di luar kelas eksperimen dan kelas

kontrol, yaitu kelas 5 yang terdiri dari 32 siswa di MI I’anatul Huda. Uji coba

dilakukan di kelas 5 karena objek penelitian yang di angkat adalah kelas 4, maka uji coba instrumen di lakukan pada level kelas di atas kelas objek penelitian.

Setelah melakukan uji coba instrumen, langkah selanjutnya adalah mengelola data hasil uji coba dengan mencari validitas, reabilitas, tigkat kesukaran dan daya pembeda.

1. Uji Validitas

Validitas (kesahihan) adalah kualitas yang menunjukkan hubungan antara suatu pengukuran (diagnosis) dengan arti atau tujuan kriteria belajar atau tingkah

laku.4 Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau

kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki

validitas rendah.5 Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur

apa yang kita inginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat.

4

Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010), h.137.

5

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: RT: Rieneka Cipta, 2010), h. 211.


(49)

Pada penelitian ini, untuk mengukur validias butir soal atau validitas item

pada tes hasil belajar matematika digunakan korelasi Product Moment Pearson

sebagai berikut:6

r

xy

=

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan :

rxy = Angka indeks korelasi “r” product moment.

N = Number of cases (jumlah responden).

XY = Jumlah hasil perkalian antara skor x dan y.

X = Jumlah skor X.

Y = Jumlah seluruh skor Y.

Uji validitas instrumen dilakukan dengan membandingkan hasil perhitungan di atas dengan rtabel pada taraf signifikansi 5%, dengan ketentuan bahwa jika rxy

sama atau lebih besar dari rtabel maka soal tersebut dinyatakan valid.

Setelah dilakukan uji validitas, dari 15 soal yang di uji cobakan terdapat 4 soal yang tidak valid yaitu soal dengan nomor 4,5,7 dan 8, soal ini tidak valid karena memiliki nilai rhitung rtabel. Hal ini berarti 11 butir soal yang valid yang akan diikut sertakan dalam tes akhir penelitian. Soal-soal yang tidak valid tidak akan diikut sertakan dalam tes pada akhir penelitian, karena kedua soal tersebut dinilai tidak handal untuk mengukur hasil belajar matematika peserta didik. Selanjutnya penguji melakukan uji reliabilitas.

2. Uji Reliabilitas

Suatu alat ukur memiliki reliabilitas yang baik jika alat ukur itu memiliki konsistensi yang handal walau dikerjakan oleh siapa pun (dalam level yang sama), dimana pun dan kapan pun. Dalam penelitian ini, untuk mengukur koefisien

reliabilitas instrumen tes hasil belajar matematika digunakan rumus Alpa

Cronbach sebagai berikut:7

6

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), h. 78.

7


(50)

(

)

Keterangan:

= Reliabilitas yang di cari

= Banyaknya item soal.

= Jumlah varians skor tiap-tiap item.

= Varians total.

Klasifikasi reliabilitas yang digunakan menurut Subana dan Sudrajat

mengacu8 pada klasifikasi interpetasi kolerasi yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.3

Klasifikasi Interpretasi Korelasi Reliabilitas

Nilai Korelasi Interpretasi

r11 ≤ 0,20 0,20 < r11 ≤ 0,40 0,40 < r11 ≤ 0,70 0,70 < r11 ≤ 0,90 0,90 < r11 ≤ 1,00

r11 = 1,00

Tidak ada korelasi Korelasi rendah Korelasi sedang Korelasi tinggi Korelasi sangat tinggi

Korelasi sempurna

Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas instrumen, diperoleh nilai 0,78. Maka instrumen penelitian tersebut dapat disimpulkan memiliki kriteria korelasi reliabilitas yang tinggi, dan memenuhi persyaratan instrumen yang memiliki ketetapan jika digunakan.

3. Uji Pembeda Butir Soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan sebuah soal untuk membedakan antara siswa yang menjawab dengan benar (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang

8

Subana dan Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. (Bandung, Pustaka Setia, 2005),h. 132


(51)

menjawab salah (berkemampuan rendah). Dalam penelitian ini, untuk mengetahui

daya pembeda tiap butir soal digunakan rumus:9

D =

=

PA - PB

Keterangan :

D = Indeks daya pembeda suatu butir soal.

BA = Banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab benar.

BB = Banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab benar.

JA = Banyaknya siswa pada kelas atas.

JB = Banyaknya siswa pada kelas bawah.

PA = Proporsi kelompok atas yang menjawab benar.

PB = Proporsi kelompok bawah yang menjawab benar.

Tolok ukur untuk menginterpretasi daya pembeda tiap butir soal digunakan

kriteria sebagai berikut:10

Tabel 3.4

Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda

Nilai DP Interpretasi 0,00 < DP ≤ 0,20

0,20 < DP ≤ 0,40 0,40 < DP ≤ 0,70 0,70 < DP ≤ 1,00

Jelek Cukup

Baik Sangat baik

Dari hasil perhitungan daya beda soal, ditemukan bahwa dari 15 soal yang diujikan, 7 soal memiliki daya pembeda “cukup”, dan 8 soal memiliki daya

pembeda “ baik”.

9

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), h. 213.

10


(1)

= 8,95

Dari hasil perhitungan hipotesis di atas, nilai posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol pada taraf signifikansi = 0,05 di peroleh t hitungposttest sebesar 8,95

dengan ttabel 2,00, maka dapat di lihat bahwa hasil thitung < ttabel. Jadi dapat di

simpulkan bahwa H1 diterima dan dapat di nyatakan bahwa terdapat pengaruh


(2)

Presentase Jenjang Kognitif Nilai

Posttest

Kelas Eksperimen

No Nama X1 X2 X4 X3 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 Total

1 A 4 4 2 4 2 3 2 1 2 3 3 30

2 B 4 4 1 3 1 4 4 3 4 3 4 35

3 C 3 4 1 3 1 2 2 4 4 3 1 28

4 D 3 4 2 4 2 1 1 4 4 3 2 30

5 E 3 1 4 3 2 3 2 1 1 2 2 24

6 F 4 1 1 4 1 3 1 1 1 3 2 22

7 G 4 4 2 4 4 4 3 3 2 3 3 36

8 H 4 3 2 3 4 3 3 3 1 3 2 31

9 I 4 3 3 3 2 4 3 2 4 1 3 32

10 J 4 3 4 4 4 3 2 3 4 2 3 36

11 K 4 4 1 2 2 3 3 3 1 2 1 26

12 L 4 4 3 3 3 4 3 3 3 1 3 34

13 M 4 4 4 3 2 3 4 3 1 1 2 31

14 N 4 3 1 2 1 3 4 1 1 3 3 26

15 O 3 4 3 3 3 3 3 2 2 3 2 31

16 P 4 4 1 1 1 1 2 1 1 2 2 20

17 Q 4 4 3 3 2 3 3 1 3 2 3 31

18 R 4 3 1 2 4 1 1 3 1 3 1 24

19 S 3 1 1 1 3 1 2 1 1 1 1 16

20 T 4 1 1 3 2 1 1 1 1 3 2 20

21 U 4 1 4 4 4 3 3 3 3 1 2 32

22 V 4 4 1 3 2 4 2 3 2 4 3 32

23 W 4 4 4 4 4 3 4 4 2 3 4 40


(3)

27 Aa 4 3 3 3 3 4 2 3 2 1 1 29

28 Bb 4 2 3 2 2 4 3 3 4 3 4 34

29 Cc 4 3 3 4 2 2 3 3 3 3 3 33

30 Dd 4 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 32

31 Ee 4 3 3 2 1 1 3 1 2 3 2 25

32 Ff 4 3 3 3 3 1 3 1 2 3 2 28

33 Gg 4 2 4 3 3 4 3 3 3 3 4 36

34 Hh 4 3 2 3 2 2 3 4 3 3 2 31

Jumlah 130 103 79 102 85 94 89 86 82 84 93 1.019

Jenjang

Kognitif C1 C2 C3


(4)

Presentase Jenjang Kognitif Nilai

Posttest

Kelas Kontrol

NO NAMA X1 X2 X4 X3 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 Total

1 A 3 1 4 2 2 3 1 2 4 1 1 24

2 B 4 1 1 3 1 3 1 3 4 1 3 25

3 C 3 3 4 2 2 3 1 1 4 3 3 29

4 D 3 1 1 3 1 4 4 3 1 2 1 24

5 E 4 1 1 3 2 4 1 1 4 3 2 26

6 F 4 3 1 2 1 3 4 3 3 1 1 26

7 G 4 4 1 2 2 3 4 2 2 3 3 30

8 H 4 1 1 3 1 3 3 2 2 3 3 26

9 I 4 4 1 3 1 3 4 2 2 1 1 26

10 J 1 3 1 1 2 3 4 1 1 2 3 22

11 K 1 1 1 1 1 1 2 1 1 3 3 16

12 L 4 4 2 3 1 3 4 4 3 2 3 33

13 M 4 4 2 3 2 3 4 2 2 3 2 31

14 N 2 1 1 1 1 4 1 1 1 2 2 17

15 O 4 4 1 3 1 4 1 1 2 2 2 25

16 P 4 1 2 1 1 4 2 1 1 2 3 22

17 Q 4 4 1 1 2 3 4 2 4 4 3 32

18 R 3 2 1 1 1 2 3 3 2 1 2 21

19 S 2 1 1 1 2 3 2 2 2 2 1 19

20 T 4 3 1 2 1 2 2 1 1 2 3 22

21 U 4 3 1 1 1 2 1 3 2 1 1 20

22 V 4 2 1 1 1 2 1 1 3 2 1 19

23 W 4 2 1 3 1 2 1 1 1 3 1 20


(5)

27 Aa 4 4 3 4 2 4 3 3 4 3 3 37

28 Bb 4 1 1 3 1 1 4 1 1 1 2 20

29 Cc 4 4 4 4 1 1 4 3 4 3 1 33

30 Dd 1 2 2 3 4 3 1 1 1 1 1 20

31 Ee 1 3 3 2 3 1 1 1 4 1 1 21

32 Ff 1 4 2 2 3 1 1 4 4 1 2 25

33 Gg 2 1 2 1 2 2 4 3 2 3 3 25

34 Hh 1 1 1 4 2 1 2 4 2 3 3 24

Jumlah 107 84 58 78 52 88 84 69 83 73 70 866

Kognitif C1 C2 C3


(6)

FORM (FR)

UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Maret 2010

FITK No. Revisi: : 01

Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1

SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN

Nomor : Un.01/F.1/KM.01.3/.../2014 Jakarta, 23 Oktober 2014 Lamp. : Outline/Proposal

Hal : Permohonan Izin Penelitian

Kepada Yth. Kepala Sekolah

MI Yayasan Pendidikan Islam Pakualam di

Tempat

Assalamu’alaikum wr.wb.

Dengan hormat kami sampaikan bahwa, Nama : Khairun Nufus

NIM : 1110018300040

Jurusan : Pendidikan Guru Madrasah Ibthidayah Semester : IX

Judul Skripsi : Pengaruh Metode Penemuan Terbimbing terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa.

adalah benar mahasiswa/i Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta yang sedang menyusun skripsi, dan akan mengadakan penelitian (riset) di instansi/sekolah/madrasah yang Saudara pimpin.

Untuk itu kami mohon Saudara dapat mengizinkan mahasiswa tersebut melaksanakan penelitian dimaksud.

Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

a.n. Dekan

Ketua Jurusan PGMI

Drs. Fauzan, MA

NIP. 19761107 200701 1 013 Tembusan:

1. Dekan FITK

2. Pembantu Dekan Bidang Akademik 3. Mahasiswa yang bersangkutan


Dokumen yang terkait

Pembelajaran matematika dengan menggunakan metode penemuan terbimbing (guided discorvery lesson) untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa

1 9 95

Pengaruh metode penemuan dengan menggunakan teknik Scaffolding terhadap hasil belajar Matematika siswa

2 13 153

IMPLEMENTASI METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIKA DITINJAU DARI Implementasi Metode Penemuan Terbimbing Terhadap Kemampuan Representasi Matematika Ditinjau Dari Keaktifan Belajar Siswa.

0 2 18

PENINGKATAN KEMANDIRIAN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING PADA Peningkatan Kemandirian dan Prestasi Belajar Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing pada Pokok Bahasan Kubus dan Balok (PTK Pembelajaran Matematika pada

0 1 15

PENINGKATAN KEMANDIRIAN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING PADA Peningkatan Kemandirian dan Prestasi Belajar Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing pada Pokok Bahasan Kubus dan Balok (PTK Pembelajaran Matematika pada

0 1 1

STUDI PERBANDINGAN PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DAN METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR Studi Perbandingan Penerapan Metode Demonstrasi dan Metode Penemuan Terbimbing Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Muhammadiyah 10 Tipes Suraka

0 1 9

PENGARUH METODE PENEMUAN TERBIMBING TERH

0 0 9

PENGARUH METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DI KELAS IV SEKOLAH DASAR

0 0 11

PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

0 0 5

PENGARUH PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

0 1 9