Pengaruh metode penemuan terbimbing (guided discovery) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa : penelitian quasi eksperimen terhadap siswa Kelas VIII SMPI Ruhama.

(1)

PENGARUH METODE PENEMUAN TERBIMBING

(GUIDED DISCOVERY) TERHADAP KEMAMPUAN

BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA

(Penelitian Quasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas VIII SMPI Ruhama)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Oleh :

Shelvi Yulia Afsari

NIM. 1110017000090

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

i

ABSTRAK

SHELVI YULIA AFSARI (1110017000090) “Pengaruh Metode Penemuan

Terbimbing (Guided Discovery) Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini dilaksanakan di SMPI Ruhama tahun ajaran 2014/2015 pada tanggal 19 Januari – 16 Febuari 2015. Metode penemuan terbimbing adalah sebuah metode dimana guru membimbing dan mendorong siswa untuk berpikir dan mencari pengetahuan terhadap materi yang dipelajari. Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah salah satu kemampuan tingkat tinggi dalam menyelesaikan soal matematika secara lancar (fluency), luwes (flexibility), dan orisinil (novelty). Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mendeskripsikan penggunaan metode penemuan terbimbing (guided discovery) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, 2) untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir kreatif matematis yang diajarkan menggunakan pembelajaran konvensional, 3) untuk membandingkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan metode penemuan terbimbing (guided discovery) dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensional.Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen yang melibatkan 61 siswa sebagai sampel. Desain penelitian adalah two group post test only design. Pengambilan sampel menggunakan teknik random sampling terdiri atas kelompok eksperimen (Penemuan Terbimbing) sebanyak 31 siswa dan kelompok kontrol (konvensional) sebanyak 30 siswa. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel dengan menggunakan metode penemuan terbimbing (guided discovery) lebih tinggi dibandingkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional.

Kata kunci: Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery), Berpikir Kreatif Matematis, Metode Kuasi Eksperimen.


(6)

ii

Learning Method through Students’ Mathematical Creative Thinking Skills”.

The thesis of Mathematic Education Department, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta.

This research was be held at Ruhama Islamic Junior High School, academic year 2014/2015 on January 19th – Febuary 16th, 2015. Guided discovery method is a method where the teacher guides and push on the students to think and find out some knowledge to material that has been studied. The purpose of this research are: 1) to describe utilising of Guided Discovery method through students’ mathematical creative thinking skills, 2) to describe students’ mathematical creative thinking skills in conventional learning, 3) to compare the students’ mathematical creative thinking skills between class which has Guided Discovery method on learning process and class which has conventional on learning process. This research used quasi-experimental method which involved 61 students as the sample. Design of this research is two group post test only design. Sample taking used random sampling technique consist of experimental group (Guided Discovery) as many as 31 students and control group (conventional) as many as 30 students. The result in this research is mathematical creative thinking skills on linear equation of two variables using Guided Discovery method has higher than mathematical creative thinking skills than using conventional learning.

Keywords: Guided Discovery Method, Mathematical Creative Thinking, Quasi-Experimental Method.


(7)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat dan salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Penyusunan skripsi ini bermaksud untuk memenuhi syarat mencapai gelar sarjana pendidikan. Selanjutnya dalam proses penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat perhatian dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu pada kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Dr. Tita Khalis Maryati, M.Kom selaku dosen Pembimbing I dan Ibu

Eva Musyrifah, S.Pd, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan yang diberikan, semoga Ibu selalu berada dalam kemuliaanNya. 5. Ibu Dra. Afidah Mas’ud selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan waktu, bimbingan, arahan dan motivasi dalam membimbing penulis selama ini.

6. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah diberikan oleh Bapak dan Ibu Dosen mendapat keberkahan dari Allah SWT.


(8)

iv

7. Pimpinan Staf Perpustakaan Umum dan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan beserta Staf Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Kepala SMPI Ruhama beserta seluruh guru dan karyawan yang telah membentu pelaksanaan penelitian dalam tahap penulisan skripsi ini.

10. Seluruh dewan guru beserta karyawan SMPI Ruhama yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Serta siswa dan siswi SMPI Ruhama khususnya kelas VIII.1 dan VIII.2.

11. Ayahanda dan Ibunda yang sangat saya cintai dan sayangi, atas bantuan

moril dan materil serta do’anya.

12. Satu-satunya adik yang saya sayangi, Dina Dwi Puryani, yang selalu memberikan motivasi kepada penulis

13. Para sahabat Ot*ngez yang selalu memberikan motivasi dan mencurahkan waktu untuk penulis yaitu Winda, Ndah, Fithri, Adam, Ryan, Rojak, Nurul, Nur, Ulfah, Laily, Heni, Huda, Imam, Yuzar.

14. Teman-teman Cuspid, Washabee, dan Sparta khususnya Rici yang telah bekerjasama dengan penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, penulis memiliki banyak kekurangan dan melakukan kesalahan dalam penulisan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas kekurangan tersebut dan kami memohon kritik serta saran yang membangun guna keterbaikan skripsi ini.

Jakarta, 25 Maret 2015


(9)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 10

A. Deskripsi Teoritik... 10

1. Kemampuan Berpikir Kreatif ... 10

2. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 14

3. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 22

4. Metode Penemuan (Discovery Learning) ... 24

5. Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) ... 26

6. Metode Pembelajaran Konvensional ... 30

B. Penelitian Relevan ... 31

C. Kerangka Berpikir ... 32

D. Hipotesis Penelitian ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35


(10)

vi

D. Teknik Pengumpulan Data ... 37

E. Instrumen Penelitian... 37

1. Validitas ... 40

2. Reliabilitas ... 42

3. Daya Pembeda ... 43

4. Uji Taraf Kesukaran ... 44

F. Teknik Analisis Data ... 44

1. Uji Normalitas ... 45

2. Uji Homogenitas Varians ... 45

3. Pengujian Hipotesis ... 46

G. Hipotesis Statistik ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Deskripsi Data ... 48

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelompok Eksperimen ... 48

2. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelompok Kontrol 49 3. Perbandingan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 50

B. Pengujian Prasyarat Analisis ... 53

1. Uji Normalitas Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa53 2. Uji Homogenitas Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa ... 54

C. Pengujian Hipotesis ... 55

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 57

1. Proses Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 57

2. Hasil Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa ... 62


(11)

vii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75


(12)

viii

Tabel 2.2 Aspek Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 24

Tabel 3.1 Waktu Penelitian ... 35

Tabel 3.2 Desain Penelitian ... 36

Tabel 3.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Persamaan Linear Dua Variabel ... 38

Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Materi Persamaan Linear Dua Variabel ... 38

Tabel 3.5 Nilai Minimal CVR ... 40

Tabel 4.1 Perbandingan Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 51

Tabel 4.2 Perbandingan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator Berpikir Kreatif ... 52

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 53

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 55


(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ikan dan Bagian-Bagiannya ... 16 Gambar 2.2 Ilustrasi Berat Bagian dari Ikan... 17 Gambar 2.3 Peta Konsep Kerangka Berpikir ... 34 Gambar 4.1 Histogram dan Poligon Frekuensi Hasil Tes Kemampuan

Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 49 Gambar 4.2 Histogram dan Poligon Frekuensi Hasil Tes Kemampuan

Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 50 Gambar 4.3 Kurva Perbandingan Skor Kemampuan Berpikir Kreatif

Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 52 Gambar 4.4 Perbandingan Nilai Rata-Rata Kemampuan Berpikir Kreatif

Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator Berpikir Kreatif ... 53 Gambar 4.5 Kurva Uji Perbedaan Data Kelas Eksperimen dan Kelas

Kontrol ... 56 Gambar 4.6 (a) Siswa Berdiskusi dalam Menyelesaikan LKS dengan

Metode Penemuan Terbimbing, (b) Guru Membimbing Siswa ... 57 Gambar 4.7 Contoh Hasil Pekerjaan Siswa pada LKS-1 Tahap

Merumuskan Masalah ... 58 Gambar 4.8 Contoh Hasil Pekerjaan Siswa pada LKS-1 Tahap

Menganalisis Data (Bagian 1) ... 59 Gambar 4.9 Contoh Hasil Pekerjaan Siswa pada LKS-1 Tahap

Menganalisis Data (Bagian 2) ... 59 Gambar 4.10 Contoh Hasil Pekerjaan Siswa pada LKS-1 Tahap Membuat Prakiraan ... 60 Gambar 4.11 Contoh Hasil Pekerjaan Siswa pada LKS-1 Tahap

Menyimpulkan Prakiraan ... 60 Gambar 4.12 Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusi Kelompoknya .... 61


(14)

x

(b) Kelompok Kontrol ... 64 Gambar 4.15 Cara Menjawab Siswa Kelompok Eksperimen pada Nomor

4 (Skor 3) ... 64 Gambar 4.16 Cara Menjawab Siswa Kelompok Kontrol pada Nomor 4

(Skor 2) ... 65 Gambar 4.17 Cara Siswa Menjawab Nomor 1 (a) Kelompok Eksperimen, (b) Kelompok Kontrol ... 66 Gambar 4.18 Cara Menjawab Siswa Kelompok Eksperimen pada Nomor

1 (Skor 3) ... 66 Gambar 4.19 Cara Menjawab Siswa Kelompok Kontrol pada Nomor 1

(Skor 2) ... 67 Gambar 4.20 Cara Siswa Menjawab Nomor 3 (Skor 4) (a) Kelompok

Eksperimen, (b) Kelompok Kontrol ... 68 Gambar 4.21 Cara Siswa Menjawab Nomor 3 (Skor 2) (a) Kelompok

Eksperimen, (b) Kelompok Kontrol ... 69 Gambar 4.22 Cara Siswa Menjawab Nomor 5c (a) Kelompok Eksperimen (Skor 4), (b) Kelompok Kontrol (Skor 3) ... 70 Gambar 4.23 Cara Menjawab Siswa Kelompok Eksperimen pada Nomor

5c (Skor 3) ... 71 Gambar 4.24 Cara Menjawab Siswa Kelompok Kontrol pada Nomor 5c

(Skor 1) ... 71 Gambar 4.25 Cara Siswa yang Nilainya Dibawah Rata-Rata Menjawab


(15)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Soal Pra Penelitian ... 79

Lampiran 2 Kunci Jawaban Soal Pra Penelitian ... 80

Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 82

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 104

Lampiran 5 Lembar Kerja Siswa ... 118

Lampiran 6 Instrumen Tes Sebelum Validasi Isi ... 148

Lampiran 7 Uji Validitas Isi ... 151

Lampiran 8 Rekapitulasi Hasil Penilaian Instrumen ... 155

Lampiran 9 Validitas Isi Instrumen ... 156

Lampiran 10 Instrumen Tes Setelah Validasi Isi ... 157

Lampiran 11 Kisi-Kisi Instrumen Tes ... 159

Lampiran 12 Kunci Jawaban Instrumen Tes ... 160

Lampiran 13 Hasil Uji Validitas Instrumen... 167

Lampiran 14 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 168

Lampiran 15 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen ... 169

Lampiran 16 Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen ... 170

Lampiran 17 Hasil Posttest Kelas Eksperimen ... 171

Lampiran 18 Hasil Posttest Kelas Kontrol ... 172

Lampiran 19 Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 173

Lampiran 20 Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 176

Lampiran 21 Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 179

Lampiran 22 Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 181

Lampiran 23 Perhitungan Uji Homogenitas ... 183

Lampiran 24 Perhitungan Pengujian Hipotesis ... 185

Lampiran 25 Tabel Nilai Koefisien Korelasi “r” Product Momen ... 188

Lampiran 26 Luas Di Bawah Kurva Normal ... 189

Lampiran 27 Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) ... 190

Lampiran 28 Nilai Kritis Distribusi F ... 192


(16)

1 A. Latar Belakang Masalah

Persaingan yang kompetitif dalam berbagai bidang merupakan tantangan yang selalu berubah dan semakin ketat seiring dengan perkembangan zaman. Manusia dibekali akal budi untuk mengembangkan pengetahuan yang ada dan mengimplementasikannya agar dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Hal ini berdampak dalam upaya peningkatan pendidikan guna menghasilkan sumber daya manusia yang inovatif, aktif dan kreatif dalam mengembangkan bidang yang ditekuninya.

Berbicara tentang kreatif, banyak hal yang mesti dipahami karena menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, baik kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), maupun kecerdasan spiritual (SQ). Tidak mudah untuk menumbuhkan dan membudayakan sikap kreatif seseorang karena dibutuhkan keberanian dalam bertindak dan bersikap. Acuan bagi terciptanya sikap kreatif seseorang adalah budaya belajar yang tinggi, sesuai dengan firman Allah SWT :1

َ ملعل

اوت

َوٰا

َ ني َل

ا و

َمڪنماون مٰا

َ ني َل

ا

َل

َع فر ي

اا

:

ةلد

اج لا

َ ريب خَ ول ع تا بَل و

َ ت ٰج د

Artinya :

“...niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah

Mahateliti apa yang kamu kerjakan.”(Q.S Al-Mujâdilah [58]: 11)

Kita ketahui bahwa seorang manusia mulia yang menjadi utusan terakhir pilihan Allah bertugas membina umat manusia, yaitu Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW memiliki pengetahuan dan sikap yang luar biasa sehingga beliau

1 Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter: Pendidikan Berbasis Agama & Budaya Bangsa, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 295.


(17)

2

pantas menjadi Uswatun Hasanah bagi umat manusia. Beliau yang begitu cerdas dan memiliki cara kreatif dan inovatif dalam menyebarkan ajaran Islam sehingga dapat diterima dengan baik oleh umatnya. Sifat tersebut adalah salah satu dari empat karakteristik beliau yang seharusnya kita teladani dalam menjalani kehidupan di dunia, yaitu: (1). Shiddiq : berlaku benar dalam kata dan perbuatan; (2). Amanah : dapat dipercaya dalam segala hal; (3). Fathanah : cerdas, cermat, teliti, kreatif, dan inovatif; (4). Tabligh : menyampaikan/berbagi ilmu dan pengalaman.

Upaya menghadapi tuntutan perubahan dan perkembangan zaman lazimnya melalui pendidikan yang berkualitas. Pentingnya pendidikan menyebabkan perlu adanya peningkatan mutu dalam pendidikan yang dilakukan secara menyeluruh yang mencakup seluruh aspek pendidikan. Paradigma pendidikan lebih menekankan agar peserta didik menjadi manusia yang aktif dan kreatif serta memandang suatu masalah menjadi tantangan yang harus ditemukan solusinya. Oleh sebab itu, kemampuan berpikir kreatif perlu ditingkatkan kepada peserta didik dalam era perkembangan global yang semakin pesat ini.

Salah satu upaya dalam peningkatan kualitas pendidikan yang sedang digunakan pada jenjang pendidikan sekolah dasar dan menengah adalah dengan memperbaiki dan mengembangkan kurikulum pembelajaran. Perubahan kurikulum dilakukan untuk mengikuti arus perkembangan zaman yang semakin maju dan adanya keinginan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Tentu saja bukan hanya perkembangan dari segi kognitif siswa menjadi salah satu tujuan utama dalam pendidikan untuk menjadi individu yang dapat melawan arus perkembangan globalisasi nantinya, akan tetapi dalam hal sikap atau attitude juga harus diperhatikan agar menjadi manusia yang lebih terarah dalam segi sosialnya.

Salah satu pelajaran yang juga membutuhkan kreativitas adalah matematika. Dalam hal ini, kemampuan yang digunakan adalah kemampuan berpikir kreatif matematis. Matematika merupakan ilmu dasar dan salah satu bidang yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir. Matematika adalah pelajaran yang sangat penting mengingat sifatnya yang universal yang mendasari perkembangan teknologi modern. Matematika memiliki peran yang strategis dalam


(18)

meningkatkan kualitas lulusan agar mampu bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, dan efektif dalam kehidupan sehari-hari serta dapat menggunakannya dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Kaitan kreatif dalam pelajaran matematika adalah dalam hal kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan seseorang untuk menyelesaikan permasalahan secara kreatif. Orientasi pembelajaran matematika saat ini diupayakan lebih menekankan pada pengajaran keterampilan berpikir kritis dan berpikir kreatif.2 Kedua aspek berpikir tersebut adalah satu kesatuan dan termasuk

indikator High Order Thinking.

Berdasarkan yang telah dijelaskan di atas, kekreatifan seseorang membawa kepada persaingan yang kompetitif pada perkembangan global dunia. Pada pembelajaran matematika, kemampuan kreatif dapat diasah dengan baik dengan memberi kesempatan kepada siswa bagi guru untuk mengembangkan potensi kemampuan berpikir kreatif mereka. Untuk menfokuskan pada tingkat berpikir kreatif siswa, maka kriteria didasarkan pada produk berpikir kreatif yang memperhatikan aspek kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruannya.3 Kefasihan (fluency) adalah kemampuan siswa dalam memberikan jawaban secara cepat dan tepat terhadap masalah yang diberikan. Fleksibilitas (flexibility) adalah kemampuan siswa memecahkan masalah dengan berbagai cara yang berbeda. Kebaruan (novelty) adalah kemampuan siswa memecahkan masalah dengan satu jawaban yang tidak biasa dilakukan siswa pada tingkat pengetahuannya.

Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada saat ini masih tergolong rendah. Kenyataan ini dibuktikan dalam survei Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2012. Dari total 65 negara dan wilayah yang masuk survei PISA, Indonesia menduduki rangking ke-64 atau hanya lebih tinggi satu peringkat dari Peru.4 Hasil Trends in International Mathematics and Science

Study (TIMSS) 2011 menempatkan Indonesia pada posisi rendah survei ini.

2 Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, (Surabaya: Unesa University Press, 2008), h. 3.

3 Ibid, h. 31.

4 Suara Pembaruan, Skor PISA Jeblok, Kemdikbud Janji Tidak Tinggal Diam, 2013, diakses dari (www.sp.beritasatu.com), pada 10 April 2015.


(19)

4

TIMSS membagi pencapaian para siswa peserta survei ke dalam empat tingkat: rendah (low), sedang (intermediate), tinggi (high) dan lanjut (advanced), sesuai dengan pemenuhan sejumlah standar untuk masing-masing tingkat. Dalam bidang matematika, presentasi tersebut berturut-turut adalah 43%, 15%, 2%, dan 0%.5 Hal ini didasari oleh hasil wawancara dengan guru mata pelajaran dan pra penelitian yang dilakukan pada suatu sekolah islam yang dipilih oleh peneliti untuk dijadikan tempat penelitian. Kelas yang dipilih adalah kelas VIII-1 sebanyak 34 siswa yang akan dijadikan kelas eksperimen dan kelas VIII-2 sebanyak 32 siswa yang akan dijadikan kelas kontrol untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya. Untuk menguji kemampuan berpikir kreatif, peneliti memberikan tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Tes yang diberikan ingin melihat macam-macam interpretasi siswa dalam memberikan contoh dari kehidupan sehari-hari dan cara menganalisis suatu masalah dari gambar yang diberikan.

Sebanyak hampir 95% dari kedua kelas tersebut masih belum bisa memberikan jawaban dan menganalisis soal. Siswa cenderung mendeskripsikan gambar secara visual, bukan menjelaskan dan mengaitkan jawaban dengan materi. Siswa seharusnya memilih dan memberikan alasan atas apa yang telah dipilih dengan ide atau gagasan yang tepat terhadap materi yang sedang dipelajari. Oleh karena itu, kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide untuk menjawab dengan tepat dan benar atas masalah yang diberikan cenderung rendah.

Langkah selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan guru mata pelajaran bersangkutan. Dari hasil wawacara yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa dalam proses belajar dan mengajar masih menggunakan metode konvensional yakni metode ekspositori. Sementara, pembelajaran matematika dikelas masih menekankan pemahaman siswa tanpa melibatkan kemampuan berpikir kreatif. Hal ini dikarenakan guru masih memberikan soal rutin sehingga siswa tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematisnya. Disamping itu, perangkat pembelajaran, seperti buku pegangan atau LKS siswa,

5 Bincang Edukasi, Sekali Lagi, Gawat Darurat Pendidikan, oleh Ahmad Muchlis, Dosen Matematika, FMIPA ITB, 2013, diakses dari (www.bincangedukasi.com) pada 10 April 2015.


(20)

hanya menekankan pada konsep dengan tidak membiarkan siswa mengembangan kemampuan berpikir kreatif matematis. Oleh karena itu, peningkatan kemampuan berpikir kreatif perlu dikembangkan khususnya di sekolah tersebut.

Melihat kurangnya perhatian terhadap aspek berpikir kreatif dalam pembelajaran matematika, maka perlu dilakukan suatu perbaikan dalam pembelajaran. Oleh sebab itu, peran pendidik dalam menggunakan dan memilih metode, strategi atau teknik dalam peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis sangat penting. Kita ketahui bahwa keberadaan model atau strategi pembelajaran yang efektif dan efisien dapat memotivasi dan mengarahkan pembelajaran matematika yang berorientasi pada peningkatan berpikir kreatif.

Salah satu strategi yang memberikan pengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis adalah strategi heuristik yang berfokus pada tebak dan periksa. Pada strategi pembelajaran heuristik ini siswa akan belajar bahwa dalam beberapa masalah, tebakan yang bagus adalah cara untuk memulai membuat rencana pemecahan masalah. Kemudian salah satu pendekatan pembelajaran matematika adalah pendekatan kontekstual, yaitu konsep belajar yang membantu siswa untuk melihat makna dari materi pelajaran yang dipelajari dengan cara mengaitkan materi pembelajaran tersebut dengan situasi kehidupan nyata dan mendorong siswa untuk aktif dalam menemukan makna dari suatu pembelajaran serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Peneliti menemukan bahwa terdapat metode yang dapat mengkonstruksi atau membangun pengetahuan dengan cara menemukan pengetahuan yang dibantu dengan bimbingan guru. Dalam membangun pengetahuan dan ide, siswa dilatih untuk melakukan aktivitas secara aktif seperti aktif terhadap teman, guru, dan bahan ajar yang digunakan. Kemudian kemampuan berpikir sangat diperlukan dalam metode ini sehingga salah satu kemampuan berpikir, yaitu kemampuan berpikir kreatif matematis, dapat terasah dan terlatih dengan baik.

Guru harus mampu menghadirkan pembelajaran yang menitikberatkan pada siswa aktif, kreatif, dan menyenangkan, sehingga pembelajaran menjadi efektif


(21)

6

dan bermakna.6 Salah satu model pembelajaran yang diperkirakan dapat meningkatkan berpikir kreatif adalah metode penemuan terbimbing (guided discovery). Metode penemuan terbimbing merupakan pengembangan dari metode penemuan murni yang dipopulerkan oleh Jerome Bruner (1966). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.7 Tetapi model ini tidak cocok digunakan kepada siswa tingkat menengah

karena masih harus perlu bimbingan dari guru. Oleh karena itu, metode penemuan dengan adanya bimbingan dari guru dinamakan penemuan terbimbing. Dalam hal ini, peran terpusat pada siswa sedangkan guru disini hanya mengarahkan dan mendorong berpikir sendiri sehingga menemukan prinsip dan solusi umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan sampai seberapa jauh siswa dibimbing tergantung pada kemampuannya akan materi yang sedang dipelajari.

Metode penemuan terbimbing akan menghadapkan siswa pada situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan untuk mencari penemuan yang baru. Guru dapat memancing berpikir siswa dengan pertanyaan-pertanyaan untuk membangun konsep dalam pemecahan masalah dan menggunakan ide serta keterampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru. Pada saat itulah mereka dapat mengeksplor ide-ide kreatif yang akan dibangun sehingga mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis. Hal ini dikarenakan dalam menyelesaikan suatu persoalan, apabila menerapkan berpikir kreatif, akan menghasilkan banyak ide yang berguna dalam menemukan penyelesaiannya. Kreatif berhubungan dengan penemuan sesuatu, mengenai hal yang menghasilkan sesuatu yang baru dengan menggunakan sesuatu yang telah ada.8 Sehingga, metode penemuan terbimbing mengarahkan siswa untuk aktif

berpikir, mencari tahu, aktif dan mencari alternatif-alternatif termudah agar dapat

6 Heny Irawanti, “Pengaruh Pembelajaran Penemuan Terbimbing terhadap Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa”, Makalah ini disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika Program Pacasarjana STKIP Siliwangi, 2014, h. 211.

7 Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : Erlangga, 2006), h. 79.

8 Tomi Tridaya Putra, Irwan, & Dodi Vionanda, “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dengan Pembelajaran Berbasis Masalah”, Jurnal Pendidikan Matematika, Vol.1, 2012, h. 23.


(22)

menyelesaikan suatu masalah yang diberikan. Oleh karena itu, pembelajaran matematika memakai metode penemuan terbimbing akan menjadi bermakna dan pengetahuan yang didapat akan lebih lama diingat siswa serta diharapkan meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal matematika dengan baik.

Berdasarkan uraian diatas, diharapkan metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Oleh karena itu, peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul : “Pengaruh Metode

Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) terhadap Kemampuan Berpikir

Kreatif Matematis Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

2. Guru masih menggunakan metode konvensional yaitu ekspositori dan diskusi kelompok yang belum dapat membantu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif.

3. Pembelajaran matematika yang diterapkan dalam kelas, pada umumnya tidak memberi kesempatan siswa untuk menemukan jawaban ataupun cara sendiri yang berbeda dengan apa yang telah diajarkan guru.

C. Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas pemahaman tentang variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini, maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir kreatif matematis yang akan diteliti dalam penelitian ini dibatasi pada indikator yang digunakan The Torrance Tests of Creative Thinking (TTCT) yaitu kefasihan (fluency), keluwesan (flexibility), dan kebaruan (novelty).


(23)

8

2. Penelitian pada kelas eksperimen menggunakan metode pembelajaran penemuan terbimbing sementara kelas kontrol menggunakan metode konvensional.

3. Penelitian dilakukan di SMPI Ruhama dengan materi persamaan linear dua variabel.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode penemuan terbimbing (guided discovery)? 2. Bagaimana kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan

dengan menggunakan metode konvensional?

3. Apakah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode penemuan terbimbing (guided discovery) lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan penggunaan metode penemuan terbimbing (guided discovery) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

2. Untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir kreatif matematis yang diajarkan menggunakan pembelajaran konvensional.

3. Untuk membandingkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan metode penemuan terbimbing (guided discovery) dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensional.


(24)

F. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik bagi pembelajaran matematika maupun dalam upaya meningkatkan kualitas dan hasil pembelajaran matematika.

1. Bagi guru

a. Memberikan informasi pada guru mengenai pengaruh metode penemuan terbimbing (guided discovery) serta penerapannya.

b. Memberikan masukan mengenai cara mengajar yang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

2. Bagi sekolah

a. Memberikan manfaat dalam peningkatan pembelajaran matematika.

b. Dapat menjadi sumber informasi untuk mengenalkan lebih dalam tentang penerapan metode penemuan terbimbing (guided discovery).

3. Bagi peneliti

a. Dapat digunakan sebagai pengalaman menulis karya ilmiah dan menambah cakrawala pengetahuan.

b. Dapat digunakan sebagai sumber referensi bagi peneliti yang lain yang ingin meneliti terkait hasil penelitian yang diperoleh.


(25)

10

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Landasan Teoritis

Landasan teoritis pada bab ini akan menjelaskan beberapa literatur yang terkait penelitian ini, yaitu kemampuan berpikir kreatif, kemampuan berpikir kreatif matematis, dan metode penemuan terbimbing (guided discovery). Masalah yang telah dipaparkan sebab dan akibatnya serta cara atau metode yang diasumsikan dapat memberikan pengaruh positif terhadap masalah tersebut telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya. Masalah dalam lingkup pelajaran matematika adalah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dan metode yang digunakan dalam peningkatan kemampuan tersebut adalah metode penemuan terbimbing. Kemampuan berpikir kreatif berbeda namun saling berkaitan terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis. Oleh karena itu, teori-teori dari kedua hal tersebut akan dipaparkan pada bab ini. Berikut pembahasan dari masing-masing literatur.

1. Kemampuan Berpikir Kreatif

Berpikir merupakan kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Berpikir sebagai suatu kemampuan mental seseorang dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif.1 Salah satu

kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan berpikir kreatif. Menurut Adams dan Hamm, kemampuan berpikir kreatif merupakan potensi alamiah yang dimiliki manusia, namun yang lebih penting adalah berpikir kreatif juga merupakan suatu proses alamiah yang bisa ditingkatkan melalui kesadaran atau awarenes dan latihan atau practises.2 Ini dapat diartikan bahwa setiap individu

1 Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, (Surabaya: Unesa University Press, 2008), h. 13.

2 Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 55.


(26)

memiliki potensi kreatif sejak mereka dilahirkan dan dapat dilatih untuk mengembangkan kemampuan tersebut.

Berpikir kreatif dapat dikatakan suatu produk kemampuan dalam menghadapi masalah dan dapat menyelesaikan secara cepat dan tepat serta seringkali menuntut kemampuan memperkirakan dan membuat kesimpulan yang bersifat baru, asli, cerdik, dan mengagumkan dengan menggunakan proses berpikir imajinatif. Kemampuan semacam ini disebut dengan kemampuan berpikir kreatif (creative thinking).3

Proses berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental yang digunakan untuk menemukan banyak kemungkinan jawaban pada suatu masalah dan membangkitkan ide atau gagasan yang baru.4 Hal ini berarti kemampuan berpikir kreatif memiliki peranan penting dalam memecahkan masalah. Kemampuan berpikir kreatif seseorang makin tinggi, jika ia mampu menunjukkan banyak kemungkinan jawaban pada suatu masalah.

Selain disebut sebagai salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi atau High Order Thinking, berpikir kreatif juga disebut berpikir divergen, karena menuntut seseorang untuk menciptakan ide-ide baru yang berguna dalam pemecahan masalah.

Hal ini diperkuat oleh pendapat Munandar bahwa kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keberagaman jawaban.5 Pehkonen menyatakan bahwa berpikir kreatif sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran.6 Pendapat ini menjelaskan

bahwa berpikir kreatif memperhatikan berpikir logis maupun intuitif untuk menghasilkan ide-ide dalam memecahkan masalah.

3 Sumiati & Asra, Metode Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2008), h. 137. 4 Susiyati, “Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik dalam Pemecahan Masalah”, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika Program Pacasarjana STKIP Siliwangi, 2014, h. 178.

5Tatag Yuli Eko Siswono, op.cit, h. 17.

6 Abdul Aziz Saefudin, “Pengembangan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMRI)”, Jurnal Al-Bidayah, Vol. 4, 2012, h. 40.


(27)

12

Berpikir kreatif sering disebut dengan berpikir divergen karena seseorang akan dituntut untuk menghasilkan ide-ide dan menggali ilmu pengetahuan secara luas. Ketika seseorang dihadapkan pada pemecahan masalah, maka kemampuan berpikir divergen ini akan terlihat berguna dalam memecahkan masalah yang diberikan.

Hal ini sejalan dengan Balka yang mengemukakan bahwa berpikir kreatif memuat kemampuan berpikir konvergen dan divergen, yang meliputi kemampuan sebagai berikut: 1) merumuskan hipotesis matematik berdasarkan hubungan sebab akibat terhadap situasi matematik, 2) menentukan pola matematik, 3) mengajukan solusi baru ketika menghadapi kebuntuan berfikir, 4) mengajukan ide yang tidak biasa dan menilai konsekuensinya, 5) mengidentifikasikan informasi yang hilang, 6) merinci masalah umum ke dalam masalah yang lebih rinci.7

Penggunaan istilah berpikir kreatif dan kreativitas seringkali tertukarkan. Kedua istilah tersebut berelasi secara konseptual, namun keduanya tidak identik. Kreativitas sering diasosiakan dengan suatu produk kreatif. Lebih lanjut mengenai kreativitas bahwa kreativitas memiliki definisi dari beberapa sudut pandang. Ada yang mengungkapkan definisi kreativitas dari sudut pandang yang ditekankan kepada proses, sementara pandangan lain mendefinisikan kreativitas dari sudut pandang produk yang dihasilkan.

Hal ini diperkuat menurut Dickut, kreativitas dapat pula ditinjau dari prosesnya.8 Produk kreatif dapat menghasilkan jenis yang beragam pasti didahului oleh konstruksi ide kreatif yang melibatkan aktivitas kognitif. Ide kreatif ini dihasilkan oleh kemampuan berpikir kreatif. Kreativitas tidak tergantung pada tes IQ tetapi pada kemampuan untuk menciptakan ide yang orisinil dan fleksibel dalam memecahkan masalah.

Pada dasarnya, setiap orang memiliki bakat kreativitas. Hal tersebut masih dianggap hanya orang-orang yang memiliki bakat alam saja yang dapat berbakat menjadi kreatif. Anggapan tersebut tidak selalu benar walau hanya orang-orang

7 Utari Sumarmo, “Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik”, Jurnal FPMIPA UPI, Januari 2010, h. 11-12.

8 Ali Mahmudi, “Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa melalui Pembelajaran Topik Pecahan”, Jurnal FMIPA UNY, 2009, h. 180.


(28)

tertentu saja yang dapat menciptakan ide dan gagasan yang tepat dan beragam. Kreatif dibentuk dengan aktivitas yang dapat membuka pikiran secara terbuka disertai dengan disiplin dari pribadi yang tinggi. Sehingga, seseorang dengan kemampuan berpikir kreatif akan menciptakan ide dan gagasan yang baru dan berbeda dari yang lain.

Hal ini sejalan dengan pendapat Jonhson yang mengatakan bahwa berpikir kreatif yang mengisyaratkan ketekunan, disiplin pribadi dan perhatian melibatkan aktivitas-aktivitas mental seperti mengajukan pertanyaan, mempertimbangkan informasi-informasi baru dan ide-ide yang tidak biasanya dengan suatu pikiran terbuka, membuat hubungan-hubungan, khususnya antara sesuatu yang serupa, mengaitkan satu dengan yang lainnya dengan bebas, menerapkan imajinasi pada setiap situasi yang membangkitkan ide baru dan berbeda dan memperhatikan intuisi.9

Berbicara bagaimana tingkat kemampuan berpikir kreatif untuk masing-masing individu memiliki derajat kreativitas berbeda-beda dan memiliki cara tersendiri untuk mewujudkan kreativitasnya. Sejalan dengan pendapat Guilford yang mengemukakan 2 asumsi dalam berpikir kreatif, yaitu: pertama, setiap orang dapat kreatif sampai suatu derajat tertentu dalam suatu cara tertentu. Kedua, kemampuan berpikir kreatif merupakan keterampilan yang dapat dipelajari.10 Oleh karena itu, orang memiliki porsi derajat berbeda dan memiliki cara masing-masing untuk mewujudkan kreativitasnya.

Berpikir kreatif dapat diindikasikan dalam kemampuan untuk menciptakan inovasi dan sesuatu yang baru dari hasil berbagai ide, konsep, pengalaman, ataupun pengetahuan yang telah dimilikinya. Hal ini sejalan dengan pendapat The yang memberi batasan bahwa berpikir kreatif (pemikiran kreatif) adalah suatu rangkaian tindakan yang dilakukan orang dengan menggunakan akal budinya untuk menciptakan buah pikiran baru dari kumpulan ingatan yang berisi berbagai

9 La Moma, “Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Melalui Pembelajaran Generatif Siswa SMP”, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, FKIP Yogyakarta, 2012, h. 506-507.


(29)

14

ide, keterangan, konsep, pengalaman, dan pengetahuan.11 Martin juga mengemukakan bahwa “kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk menghasilkan ide atau cara baru dalam menghasilkan suatu produk. Pada umumnya, berpikir kreatif dipicu oleh masalah-masalah yang menantang”.12

Hal yang sama diperkuat oleh pendapat McGregor bahwa berpikir kreatif adalah berpikir yang mengarah pada pemerolehan wawasan baru, pendekatan baru, perspektif baru, atau cara baru dalam memahami sesuatu.13 Pengertian ini

menjelaskan bahwa ide baru yang diwujudkan merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang belum pernah diwujudkan dan hal tersebut merupakan hasil dari proses berfikir.

Apakah terdapat kreativitas dalam matematika? Menurut Pehnoken kreativitas tidak hanya terjadi pada bidang-bidang tertentu, seperti seni, sastra, atau sains, melainkan juga ditemukan dalam berbagai bidang kehidupan.14 Kreativitas dapat ditemukan juga dalam matematika. Pembahasan kreativitas dalam matematika lebih menekankan dalam prosesnya, yakni proses berpikir kreatif matematis.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tentang berpikir kreatif yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa berpikir kreatif merupakan suatu kegiatan mental yang dilakukan seseorang dalam memecahkan masalah yang dapat dilatih dengan menghidupkan imajinasi serta mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan yang ada sehingga menghasilkan ide-ide dalam memecahkan masalah.

2. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Kemampuan berpikir kreatif sangat berguna dalam memecahkan masalah dengan menciptakan ide atau gagasan yang beragam dan inovatif. Dalam dunia

11 Ibid, h. 14.

12 Alpha Galih Adirakasiwi, “Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Open-Ended untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Koneksi Matematis”, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika Program Pacasarjana STKIP Siliwangi, 2014, h. 304.

13 Ali Mahmudi, “Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis”, Makalah disampaikan pada konferensi Nasional Matematika XV UNIMA Manado, 2010, h. 2.


(30)

pendidikan, kemampuan berpikir kreatif juga dibutuhkan khususnya pada orientasi pembelajaran matematika. Orientasi pembelajaran matematika lebih ditekankan pada pengajaran keterampilan berpikir tingkat tinggi, salah satunya kemampuan berpikir kreatif matematis. Kemampuan ini dapat ditingkatkan salah satunya melalui pemberian soal non rutin atau terbuka untuk dapat melatih kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Masalah tidak rutin (non routine problem) membutuhkan pemikiran kreatif dan produktif serta cara penyelesaian yang kompleks.15 Oleh karena itu dibutuhkan tenaga pendidik yang dapat

memberikan peran untuk kebutuhan pada peningkatan kemampuan berpikir matematis siswa. Berikut diberikan contoh antara soal rutin dan non rutin.

Soal rutin16 : Ayah memelihara 22 ekor kambing dan ayam. Jika jumlah keseluruhan kaki kambing dan ayam ada 60, berapakah banyak masing-masing hewan peliharaan ayah tersebut?

Dari contoh soal di atas, soal tersebut dapat dikatakan soal rutin karena soal tersebut mudah diselesaikan dengan menggunakan prosedur sistem persamaan linier dua variabel. Namun, hal tersebut tidak salah jika soal dikategorikan sebagai soal non rutin. Jika soal tersebut diberikan kepada siswa yang telah mengerjakan soal tersebut dikategorikan sebagai soal rutin karena sifatnya yang prosedural. Namun, jika diberikan kepada siswa yang belum pernah mengerjakan model soal tersebut, maka soal tersebut dikategorikan sebagai soal non rutin karena siswa perlu melakukan interpretasi masalah dan pemodelan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Perbedaan pengalaman dan interpretasi siswa akan memicu berkembangnya model dan strategi yang berbeda untuk menyelesaikan masalah. Hal ini dapat dikatakan bahwa pengembangan konteks dan masalah tidak rutin merupakan hal terintegrasi yang selanjutnya dimanfaatkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui pemodelan dan matematisasi. Berikut contoh soal non rutin atau terbuka yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa.17

15 Ariyadi Wijaya, op.cit, h. 58. 16 Ibid, h. 59.

17 Tatag Yuli Eko Siswono & Abdul Haris Rosyidi, “Menilai Kreativitas Siswa dalam Matematika”, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional MIPA Unesa, Surabaya, 2005, h. 7.


(31)

16

Seekor ikan mempunyai tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan ekor. Setiap bagian beratnya dalam kilogram.

1. Berapa kilogram kemungkinan berat seekor ikan itu? Tulislah cara penyelesaiannya.

2. Apakah ada kemungkinan jawaban lain yang berbeda? Bila ada sebutkan kemungkinan-kemungkinan jawaban itu paling sedikit dua kemungkinan.

3. Periksa jawaban yang kamu peroleh. Tunjukkan dua atau lebih cara yang berbeda untuk mendapatkan jawaban itu.

Soal tersebut dapat diilustrasikan dalam bentuk gambar seperti di bawah ini.

Gambar 2.1 Ikan dan Bagian-Bagiannya

Soal demikian merupakan soal yang bersifat terbuka, baik jawabannya maupun strategi penyelesaiannya. Berikut diuraikan beberapa kemungkinan strategi penyelesaiannya dan kemungkinan jawabannya.

Penyelesaian :

1. (Mendeskripsikan informasi, tanpa membuat simbol-simbol) Kepala = 4 bagian ekor

Badan = 1 bagian kepala + 1 bagian ekor

= 4 bagian ekor + 1 bagian ekor = 5 bagian ekor Ikan seluruhnya = kepala + badan + ekor

= 4 bagian ekor + 5 bagian ekor + 1 bagian ekor = 10 bagian ekor


(32)

2. Ada, dengan mengganti berat ekor ikan itu. Misalkan ekor ikan= ¼ kg, maka berat seekor ikan adalah 10 x ¼ = 2 ½ kg.

Misalkan ekor ikan beratnya 0.3 kg, maka berat seekor ikan adalah 10 x 0.3 = 3 kg.

Misalkan ekor ikan beratnya 1/8 kg, maka berat seekor ikan adalah 10 x 1/8 = 5/4, dan seterusnya.

3. Cara 1 : (menggunakan tabel)

Tabel 2.1 Berat dari Bagian-Bagian Ikan

Kepala = 4 ekor

Badan = 5

ekor Ekor Berat ikan

4 5 1 10

8 10 2 20

2 5/2 ½ 5

1.6 2 0.4 4

Cara 2 : (menggunakan simbol-simbol abstrak/huruf) Misalkan kepala ikan = k ; badan ikan = b ; ekor ikan = e. Berat ikan misalkan B = k + b + e

k = 4 e ;

b = k + e = 4 e + e = 5 e

B = k + b e = 4 e + 5 e + e = 10 e ;

Jadi, berat ikan tergantung berat ekor ikan itu. Jika e = 1 kg, maka berat ikan (10 x 1) kg = 10 kg.

Cara 3 : (menggunakan simbol yang visual/dekat dengan gambar sebenarnya)


(33)

18

Berat ikan = 4 ekor + 5 ekor + 1 ekor = 10 kg Berat ikan = 10 x 1 = 10 kg

Pada contoh soal non rutin diatas yang terdiri dari 3 pertanyaan, masing-masing memiliki hubungan yang menjadi acuan untuk melihat kreativitas siswa dalam memecahkan soal (masalah) matematika. Indikator kefasihan (fluency) terlihat pada soal pertama dan kedua. Hal ini mengacu pada kriteria kefasihan itu sendiri yaitu dapat memecahkan masalah dengan bermacam-macam interpretasi dan metode penyelesaian masalah. Indikator keluwesan (flexibility) terlihat pada soal ketiga yang mengacu pada kemampuan untuk memecahkan masalah dalam satu cara, kemudian dapat menggunakan cara lain. Kemudian, indikator kebaruan (novelty) terdapat pada soal kedua yang mengacu pada kemampuan memeriksa beberapa masalah yang diajukan, kemudian mengajukan suatu masalah yang berbeda dalam konsep matematika yang digunakan.

Dengan mengeksplorasi berbagai kemungkinan strategi penyelesaian masalah pada contoh soal diatas, siswa akan mengembangkan kemampuan berpikir yaitu kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Dengan begitu siswa akan terlatih untuk dapat menciptakan ide-ide dengan tepat dan cepat dalam memecahkan masalah.

Hal ini sejalan dengan pendapat Bishop bahwa seseorang memerlukan dua model berpikir berbeda yang komplementer dalam matematika, yaitu berpikir kreatif, yang sering diidentikkan dengan intuisi, dan kemampuan berpikir analitik, yang diidentikkan dengan kemampuan logis.18 Maksud disini adalah berpikir

kreatif berhubungan dengan intuisi dan berpikir analitik identik dengan kemampuan logis. Pendapat ini menegaskan eksistensi kemampuan berpikir kreatif.

Kemampuan berpikir kreatif sangat penting dalam dunia pendidikan mengingat semakin maju dan berkembangnya ilmu pengetahuan di era globalisasi seperti sekarang ini. Matematika juga memerlukan kemampuan berpikir kreatif yang akan membuat siswa menghasilkan solusi yang berasal dari pemikiran asli.


(34)

Hal ini sejalan dengan pengertian berpikir kreatif yang berkaitan dengan matematika yang diungkapkan Krulik dan Rudnick yang menyatakan bahwa berpikir kreatif merupakan pemikiran yang bersifat asli, reflektif, dan menghasilkan suatu produk yang kompleks.19

Kemampuan berpikir kreatif membuat seseorang menjadi fleksibel secara mental, terbuka dan mudah menyesuaikan diri dalam menyelesaikan masalah yang akan dihadapi. Hal ini diperkuat oleh pendapat Krutetski yang mendefenisikan kemampuan berpikir kreatif matematis sebagai kemampuan menemukan solusi masalah matematika secara mudah dan fleksibel.20 Fleksibilitas merupakan komponen dari kemampuan berpikir kreatif matematis yang akan diajarkan di sekolah.

Kriteria dalam berpikir kreatif matematis sesuai dengan tipe Tes Torence. Tes Torrence dimaksudkan untuk memicu ungkapan secara simultan dari beberapa operasi mental kreatif terutama mengukur kelancaran (fluency), kelenturan (flexibility), keaslian (originality), dan kerincian (elaboration).21 Kefasihan dalam pemecahan masalah mengacu pada macam-macam jawaban masalah yang dibuat siswa dengan benar, fleksibilitas mengacu pada kemampuan siswa memecahkan masalah dengan berbagai cara yang berbeda dan keaslian mengacu pada kemampuan siswa dalam membuat kombinasi dari informasi yang diberikan dalam suatu masalah sehingga menghasilkan solusi yang unik.

Menurut Grieshober, kemampuan berpikir kreatif mempunyai beberapa aspek, yaitu aspek kepekaan, kelancaran, keluwesan, keaslian, dan keterperincian.22 Kepekaan merujuk pada kemampuan mengidentifikasi konsep

matematis suatu masalah. Kelancaran merujuk pada kemampuan menghasilkan banyak ide atau gagasan. Keluwesan merujuk pada kemampuan menghasilkan ide

19 Alimuddin, Menumbuh Kembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Tugas-Tugas Pemecahan Masalah”, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Universitas Negeri Yogyakarta, 2009, h. M-356.

20 Ali Mahmudi, op. cit, h. 3.

21 Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h. 65.

22 Ali Mahmudi, “Strategi Mathematical Habits of Mind (MHM) untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis”, Makalah disampaikan pada Konferensi Nasional Pendidikan Matematika III, Universitas Negeri Medan, 23-25 Juli 2009, h. 2.


(35)

20

yang beragam. Keaslian merujuk pada kemampuan menghasilkan ide yang unik dan baru.

Sharp mengidentifikasikan beberapa aspek berpikir kreatif, yaitu kebaruan, produktivitas, dan dampak atau manfaat.23 Kebaruan merujuk pada kemampuan menghasilkan strategi yang unik. Produktivitas merujuk pada konstruksi ide yang beragam. Sementara dampak atau manfaat menjelaskan bahwa betapapun suatu produk dikategorikan baru, tetapi bila tidak bermanfaat maka tidak dapat dikatakan produk kreatif.

Bosemer dan Treffinger menyarankan bahwa produk kreatif dapat digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu kebaruan (novelty), pemecahan (resolution), serta kerincian (elaboration) dan sintetis.24 Kebaruan (novelty) adalah sejauh mana produk, cara, teknik, dan konsep yang baru. Pemecahan (resolution) menyangkut sejauh mana produk dapat memenuhi kebutuhan dari situasi yang bermasalah. Sementara kerincian (elaboration) dan sintetis adalah sejauh mana produk menggabungkan unsur-unsur yang tidak sama menjadi sesuatu yang bertahan secara logis.

Sementara Guilford menyatakan 5 sifat yang menjadi ciri kemampuan berpikir kreatif antara lain:25 1) kelancaran (fluency) adalah kemampuan untuk menghasilkan gagasan, 2) keluwesan (flexibility) adalah kemampuan untuk mengemukakan berbagai solusi dari pemecahan masalah, 3) keaslian (originality) adalah kemampuan menciptakan gagasan secara asli, 4) perumusan kembali (redefenision) adalah kemampuan untuk meninjau persoalan berdasarkan perspektif berbeda yang dikemukakan oleh orang banyak.

Tes untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis meliputi dimensi kognitif, afektif, dan psikomotor. Berikut bagian dari dimensi kognitif dari kreativitas -berpikir divergen- mencakup antara lain, kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam berpikir, kemampuan untuk merinci (elaborasi) dan lain-lain. 26

23 Ali Mahmudi, op. cit, h. 2. 24 Utami Munandar, op. cit, h. 41.

25 Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter: Pendidikan Berbasis Agama & Budaya Bangsa, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 297.


(36)

Keterampilan berpikir lancar (fluency), berpikir lancar dapat diartikan sebagai keterampilan dalam mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah. Keterampilan berpikir luwes (fleksibility), keluwesan berarti kemampuan menghasilkan gagasan atau jawaban. Seseorang yang luwes dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, sehingga mampu mencari banyak alternatif cara pemecahannya. Keterampilan berpikir orisinil, berpikir orisinil berarti memiliki cara berpikir yang lain daripada yang lain, berusaha memikirkan cara-cara yang baru.

Kemampuan berpikir kreatif meliputi beberapa aspek yaitu kefasihan (fluency), keluwesan (flexibility), dan kebaruan (novelty). Gagasan ini diadaptasi oleh Silver yang menjelaskan bahwa untuk menilai kemampuan berpikir kreatif anak-anak dan orang dewasa sering digunakan “The Torrance Tests of Creative Thinking (TTCT)”.27 Tiga komponen kunci yang dinilai dalam kreativitas menggunakan TTCT adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas (flexibility), dan kebaruan (novelty). Kefasihan dalam pemecahan masalah didasarkan pada kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dengan memberi jawaban yang beragam dan benar. Beberapa jawaban dikatakan beragam jika jawaban-jawaban yang diberikan siswa tampak berlainan dan mengikuti pola tertentu. Fleksibilitas ditunjukkan dengan kemampuan siswa memecahkan masalah dengan berbagai cara yang berbeda. Sedangkan kebaruan dalam pemecahan masalah didasarkan pada kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dengan beberapa jawaban yang berbeda-beda tetapi bernilai benar atau satu jawaban yang tidak biasa dilakukan oleh siswa pada tingkat pengetahuannya. Beberapa jawaban tersebut dikatakan berbeda jika jawaban tersebut tampak berlainan dan tidak mengikuti pola tertentu.

Puccio dan Mudcock, bahwa dalam berpikir kreatif memuat aspek keterampilan kognitif dan metakognitif antara lain:28 mengidentifikasi masalah, mengidentifikasi data yang relevan dan tidak relevan, produktif, menghasilkan

27 Tatag Yuli Eko Siswono, op. cit, h. 23. 28


(37)

22

banyak ide, memuat disposisi yaitu bersikap terbuka, berani mengambil posisi dan bertindak cepat.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan secara operasional kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan menemukan dan menyelesaikan soal-soal atau masalah matematika secara fasih (fluency), fleksibel (flexibility), dan baru (novelty).

3. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, diperlukan ketentuan penilaian pada kemampuan berpikir kreatif matematis tersebut. Indikator merupakan sebuah ketentuan penilaian. Indikator kemampuan berpikir kreatif matematis adalah sebagai berikut:

Menurut Silver, indikator berpikir kreatif meliputi:29 1. Kefasihan (Fluency)

a) Menyelesaikan masalah dengan bermacam-macam interpretasi, metode penyelesaian, atau jawaban masalah.

b) Membuat banyak masalah yang dapat dipecahkan. 2. Keluwesan (Flexibility)

a) Memecahkan masalah dalam satu cara, kemudian menggunakan cara lain.

b) Mengajukan masalah yang memiliki cara penyelesaian yang berbeda-beda.

3. Kebaruan (Novelty)

a) Memeriksa beberapa metode penyelesaian atau jawaban, kemudian lainnya yang berbeda.

b) Mengajukan masalah yang berbeda dari masalah yang diajukan sebelumnya.


(38)

Sementara menurut Munandar, indikator berpikir kreatif meliputi:30 1. Fluency

a) Mencetuskan banyak ide, banyak jawaban, banyak penyelesaian masalah, banyak pertanyaan dengan lancar.

b) Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal. c) Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.

2. Flexibility

a) Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda.

b) Mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda. c) Mampu mengubah cara pendekatan atau pemikiran. 3. Originality

a) Mampu melahirkan ungkapan yang baru atau unik.

b) Mengungkapkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri. c) Mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari

bagian-bagian atau unsur-unsur. 4. Elaboration

a) Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk.

b) Menambah atau memperinci detil-detil dari suatu objek, gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.

Dari beberapa aspek berpikir kreatif yang telah dikemukakan sebelumnya, terlihat bahwa para ahli memasukkan indikator kelancaran, keluwesan, dan kebaruan sebagai indikator utama. Oleh karena itu, penggunakan aspek kemampuan berpikir kreatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif yang meliputi kefasihan (fluency), keluwesan (flexibility), dan kebaruan (novelty).Berdasarkan indikator diatas, indikator yang digunakan dalam penelitian ini terlihat pada tabel berikut.

30 Solihin, “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematika pada Siswa SMA melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”, Pasundan Jurnal of Mathematics Education, 2011, h. 63.


(39)

24

Tabel 2.2

Aspek Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Aspek Pengertian Perilaku

Kelancaran (Fluency)

Kemampuan siswa dalam mencetuskan ide/gagasan secara beragam dan tepat terhadap soal yang diberikan.

Mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah.

Keluwesan (Flexibility)

Kemampuan siswa memecahkan masalah dengan berbagai cara yang berbeda.

a. Memberikan bermacam-macam contoh dari penafsiran terhadap suatu model matematika.

b. Jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan

bermacam cara yang berbeda untuk menyelesaikannya.

Kebaruan (Novelty)

Kemampuan siswa menguraikan sendiri solusi atas masalah yang diberikan dengan

mengemukakan jawaban yang tidak lazim/orisinil.

Menganalisis dengan

menemukan cara yang berbeda atau tidak lazim.

4. Metode Penemuan (Discovery Learning)

Pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran yang lebih menekankan pengetahuan sebagai konstruksi aktif siswa. Dalam hal ini, kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri daalam kehidupan kognitif mereka. Pembelajaran konstruktivisme memberikan metode yang dapat mempermudah siswa dalam mempelajari pelajaran. Salah satu metode yang berbasis penemuan yaitu discovery learning.

Seorang tokoh yang memperkenalkan model pembelajaran yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery learning) adalah Jerome Seymour Bruner. Bruner yang lahir pada tanggal 1 Oktober 1915 adalah seorang psikolog Amerika Serikat yang memberi andil bagi terciptanya psikologi kognitif dan teori pembelajaran kognitif dalam psikologi pendidikan, sejarah, dan pada filsafat


(40)

pendidikan umum.31 Bruner yakin bahwa belajar penemuan adalah proses belajar dimana guru harus menciptakan situasi belajar yang problematis, menstimulus siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa mencari jawaban sendiri, dan melakukan eksperimen.32 Oleh karena itu, belajar penemuan pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan berpikir secara bebas dan melatih keterampilan kognitif siswa dengan cara menemukan dan memecahkan masalah yang ditemui dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi dirinya.

Metode penemuan merupakan prosedur pengajaran yang dirancang sedemikan rupa sehingga siswa menemukan sendiri konsep dan prinsip melalui proses mentalnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Budiningsih bahwa metode penemuan adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan.33 Sementara menurut Suryosubroto diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, menipulasi objek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi.34 Hal ini dapat diartikan bahwa metode penemuan mengajarkan keterampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat siswa untuk mencapai tujuan penyelidikan.

Proses belajar menggunakan metode penemuan adalah melalui partisipasi secara aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri. Sehingga, metode penemuan seperti ini masih dianggap terlalu murni untuk anak karena sebagian besar anak masih membutuhkan konsep dasar untuk menemukan sesuatu. Hal-hal baru yang diharapkan dapat ditemukan bagi siswa dapat berupa

31 Dina Indriana, Mengenal Ragam Gaya Pembelajaran Efektif, (Yogyakarta: DIVA Press, 2011), h. 181.

32 Udin S. Wiranataputra dkk., Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 3.18.

33 Agus N. Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual dan Terpopuler, (Yogyakarta: DIVA Press, 2013), h. 101-102.

34 Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), h. 270.


(41)

26

konsep, teorema, rumus, pola, aturan, dan sejenisnya.35 Pada proses menemukan, siswa harus melakukan terkaan, dugaan, prakiraan, coba-coba, dan usaha lainnya dengan menggunakan pengetahuan melalui cara induksi, deduksi, observasi, dan ekstrapolasi. Pengajaran ini menjadi sukar karena sangat tergantung pada kemampuan siswa dan pengetahuan siswa yang telah diperoleh sebelumnya. Sehingga, metode penemuan murni masih dianggap kurang tepat karena pada umumnya sebagian besar siswa masih membutuhkan konsep dasar untuk dapat menemukan sesuatu. Hal ini mengakibatkan pengembangan metode penemuan itu sendiri yaitu menjadi metode penemuan terbimbing. Metode tersebut dapat diselenggarakan baik secara individu dan kelompok. Metode ini sangat bermanfaat untuk mata pelajaran matematika karena sesuai dengan karakteristik matematika itu sendiri. Guru membimbing siswa jika diperlukan dan siswa didorong untuk berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan sampai sejauh mana siswa dibimbing tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari.

5. Metode Penemuan Terbimbing(Guided Discovery)

Metode penemuan terbimbing in mempunyai peran siswa cukup besar karena pembelajaran tidak lagi bersifat teacher oriented melainkan menjadi student oriented. Metode penemuan yang dipandu oleh guru ini pertama dikenalkan oleh Plato dalam suatu dialog antara Socrates dan seorang anak, maka sering disebut juga dengan metoda Socratic.36 Metode ini melibatkan suatu dialog atau interaksi antara siswa dan guru dimana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru. Siswa dihadapkan kepada situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan. Dalam memulai pembelajaran, guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan siswa dan mengorganisir kelas dalam hal pemecahan masalah. Terkaan dan intuisi

35 Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2001), h. 179.

36 Markaban, Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika, 2006), h. 10.


(42)

hendaknya dianjurkan guru sebagai penunjuk jalan dan membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah dipelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru. Jika siswa dibiasakan dalam kegiatan pemecahan masalah, maka diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal matematika. Penggunaan metode penemuan terbimbing ini menitikberatkan kepada aktifitas siswa dalam belajar, mengetahui dengan pasti informasi yang akan diselesaikan dan ide-ide penyelesaian dalam beberapa cara yang berasal dari diri mereka sendiri, dan ini adalah cara paling alami bagi siswa untuk lebih mudah mengerti dan pelajaran lebih mudah diingat dan menjadi bermakna.

Langkah-langkah yang ditempuh oleh guru dalam pembelajaran ini adalah sebagai berikut.37

1. Merumuskan secara jelas masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya.

2. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Disini bimbingan guru hanya bila diperlukan saja, mengarahkan siswa untuk ke arah yang dituju melalui pertanyaan atau LKS.

3. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya.

4. Bila perlu, konjektur (prakiraan) tersebut diperiksa oleh guru untuk meyakinkan kebenaran konjektur siswa sehingga menuju ke arah yang ingin dicapai.

5. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya.

6. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.

37 Sofan Amri, Pengembangan & Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2013), h. 12-13.


(43)

28

Sementara langkah-langkah pembelajaran penemuan terbimbing lainnya adalah sebagai berikut.38

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.

2. Guru membagi petunjuk praktikum eksperimen.

3. Peserta didik melaksanakan eksperimen di bawah pengawasan guru. 4. Guru menunjukkan gejala yang diamati.

5. Peserta didik menyimpulkan hasil eksperimen.

Langkah-langkah pembelajaran penemuan terbimbing adalah sebagai berikut.39

1. Identifikasi kebutuhan siswa.

2. Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan.

3. Seleksi bahan, problema/tugas-tugas.

4. Membantu dan memperjelas tugas/problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing siswa.

5. Mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan.

6. Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan. 7. Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan.

8. Membantu siswa dengan informasi/data jika diperlukan oleh siswa.

9. Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi masalah.

10. Merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa.

11. Membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya. Adapun langkah-langkah operasional pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing pada penelitian ini sebagai berikut.

1. Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan tahap yang melibatkan siswa pada suatu persoalan matematika. Tahap ini mengembangkan kemampuan berpikir

38 Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h. 221. 39 Dezi Arsefa, “Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Dalam Pembelajaran Penemuan Terbimbing”, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika Program Pacasarjana STKIP Siliwangi, 2014, h. 275.


(44)

siswa untuk dapat mengungkapkan situasi yang terdapat dalam permasalahan agar siswa dapat menyelesaikan masalah yang diberikan. 2. Menganalisis data

Pada tahap ini siswa diminta untuk mengamati dari rumusan masalah yang telah ditentukan agar dapat dibuat menjadi permisalan yang akan menuntun siswa dalam membuat model matematika yang tepat.

3. Membuat prakiraan

Tahap ini memungkinkan siswa membangun pengetahuannya sendiri dengan memunculkan ide atau gagasan penyelesaian masalah. Melalui tahapan ini, siswa dapat melatih kemampuan berpikir kreatif dan guru memberikan peran sebagai pembimbing jika diperlukan agar siswa menuju arah yang dicapai.

4. Menyimpulkan prakiraan

Tahap dimana siswa telah menemukan jawaban persoalan matematika dan memberikan refleksi terhadap sub materi pelajaran yang diangkat dari masalah. Pengetahuan yang telah dibangun didiskusikan dengan guru dan teman sekelompok untuk mengkonfirmasi kebenarannya.

Sementara kelebihan dan kelemahan dari metode penemuan terbimbing dipaparkan sebagai berikut.

Kelebihan metode penemuan terbimbing:40

1. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan. 2. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencari-temukan). 3. Mendukung kemampuan problem solving siswa.

4. Memberikan wahana interaksi siswa.

5. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya. Kelemahan metode penemuan terbimbing:

1. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.

2. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. 3. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini.


(45)

30

Untuk meminimalisir kelemahan dari metode tersebut, dapat dilakukan diskusi kelompok kemudian membimbing siswa yang masih belum dapat mengikuti pelajaran.

6. Metode Pembelajaran Konvensional

Metode pembelajaran merupakan cara bagaimana guru melakukan proses pengajaran di kelas. Metode pembelajaran konvensional merupakan metode klasikal yang sering digunakan guru untuk mengajar di sekolah. berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap guru mata pembelajaran disekolah yang akan diteliti bahwa guru masih menggunakan metode konvensional yaitu metode ekspositori. Metode konvensional berbeda dengan metode ceramah, yaitu selain memberikan penjelasan materi, guru juga melakukan latihan agar siswa lebih mendalami materi.

Metode ekspositori tidak membiarkan guru terus berbicara, apakah siswa itu mengerti atau tidak, tetapi guru memberikan informasi hanya pada saat-saat atau bagian-bagian yang diperlukan; misalnya pada permulaan pengajaran, pada topik yang baru, atau pada waktu memberikan contoh-contoh soal dan sebagainya.41 Ketika guru telah memberikan contoh-contoh soal aplikasi konsep matematika, selanjutnya guru meminta siswa untuk menyelesaikan soal-soal di papan tulis atau di buku paket. Dan kegiatan terakhir adalah siswa mencatat materi yang sudah dijelaskan oleh guru yang mungkin dilengkapi dengan soal pekerjaan rumah. Keberhasilan penggunaan metode ekspositori sangat tergantung kemampuan guru untuk bertutur atau menyampaikan materi pelajaran. Berikut langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran ekspositori.42

1. Guru menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik. 2. Guru mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan. 3. Guru membimbing pelatihan.

4. Guru mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik. 5. Guru memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan.

41 H.E.T Ruseffendi, Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA, (Bandung: PT Tarsito, 2006), h. 289.


(46)

Jadi, metode ekspositori adalah cara mengajar biasa atau tradisional yang menekankan pada proses penyampaian secara verbal dari guru kepada siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasaian materi secara optimal.

B. Penelitian Relevan

1. Penelitian Tatag yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir

Kreatif Matematis Siswa melalui Pengajuan Masalah”. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pengajuan masalah dapat meningkatkan aspek pemahaman terhadap informasi masalah, kebaruan dan kefasihan dalam menjawab soal mengalami peningkatan.43

2. Penelitian Linda Rusdiana yang berjudul “Pengaruh Strategi Heuristik

terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa”. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran heuristik lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran secara konvensional. Hasil temuan ini mengindikasikan bahwa pembelajaran dengan strategi heuristik membawa pengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang belajar melalui pembelajaran heuristik lebih baik daripada yang belajar melalui pembelajaran konvensional disebabkan karena pembelajaran dengan strategi heuristik memandu seseorang untuk menemukan solusi dengan caranya sendiri melalui serangkaian tahapan berpikir. Apalagi strategi heuristik ini difokuskan pada strategi heuristik tebak dan periksa dimana strategi ini membantu siswa untuk menyadari kenyataan bahwa tebakan dalam matematika mendapat tempat dan tidak harus dihindari. Siswa akan belajar bahwa dalam beberapa masalah, tebakan yang bagus adalah cara untuk memulai membuat rencana pemecahan masalah.44

43 Tatag Yuli Eko Siswono, “ Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pengajuan Masalah”, Jurnal FMIPA UNY, Juni 2005, h. 1-9.

44 Linda Rusdiana, Pengaruh Strategi Heuristik terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa, UIN Jakarta : Skripsi 2013.


(47)

32

3. Penelitian Ghufron Kamil yang berjudul “Pengaruh Metode Penemuan Terbimbing Berbantuan Media Benda Kongkrit terhadap Kemampuan

Berpikir Kritis Matematik Siswa”. Hasil dari penelitian tersebut adalah kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang diajarkan dengan metode penemuan terbimbing berbantuan media benda kongkrit lebih baik daripada yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Dalam hal ini, pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing membantu siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui interaksi guru dan siswa serta membantu siswa dalam mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru. Pada penelitian ini, metode penemuan terbimbing berbantu media konkrit yang dalam penggunaannya siswa dapat mempelajari media tersebut dengan melihat langsung maksud dari permasalahan yang ada. Hal tersebut menjelaskan bahwa dibandingkan dengan hanya mendengarkan saja, siswa lebih paham jika dalam proses pembelajaran guru menggunakan media pembelajaran. Dengan menggunakan media pembelajaran, pemahaman siswa akan bertahan lama dibandingkan yang hanya mendengarkan saja.45

C. Kerangka Berpikir

Pelajaran matematika sangat perlu diberikan kepada siswa mulai dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat perguruan tinggi. Matematika adalah pelajaran yang membekali diri dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif dan berkerjasama. Kemampuan ini diperlukan dalam menghadapi persaingan pada perkembangan zaman. Apalagi matematika adalah ilmu dasar dari ilmu lain seperti ilmu sains. Oleh karena itu, matematika perlu diajarkan pada setiap jenjang pendidikan.

Secara empirik ditemukan bahwa siswa sekolah menengah mengalami kesukaran dalam menggunakan strategi berpikir untuk memecahkan masalah. Hal ini terlihat dari observasi peneliti yang menunjukkan bahwa kemampuan berpikir

45 Ghufron Kamil, Pengaruh Metode Penemuan Terbimbing Berbantuan Media Benda Kongkrit terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa, UIN Jakarta : Skripsi 2014.


(48)

kreatif matematis siswa di salah satu sekolah menengah pertama di daerah Tangerang Selatan, yakni SMPI Ruhama masih tergolong rendah. Siswa mendapatkan kesulitan ketika dihadapkan pada soal-soal matematika yang berbentuk tes kemampuan berpikir kreatif. dari hasil observasi yang peneliti lakukan, hampir 95% siswa yang tidak memenuhi KKM. Selama ini siswa hanya menghafal rumus, mencatat soal tanpa berlatih mengerjakan soal-soal yang bervariasi. Hal ini menyebabkan siswa kurang mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematisnya.

Sedangkan dari hasil wawancara dengan guru, guru mengatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif di sekolah tersebut masih tergolong rendah, sehingga menurut beliau kemampuan berpikir kreatif perlu ditingkatkan dengan cara menggunakan metode pembelajaran yang berbeda dari yang biasa dilakukan di sekolah tersebut. Hal ini dikarenakan guru sudah menggunakan beberapa metode pembelajaran namun dirasa kurang untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

Hal yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir pada matematika yaitu diperlukan proses pembelajaran yang baik yang diajarkan oleh guru. Pemilihan model, metode atau strategi pembelajaran yang optimal akan membantu meningkatkan kemampuan pada pembelajaran matematika. Namun masih banyak para guru memberikan pengajaran konvensional dimana pembelajaran terpusat pada guru. Sehingga membuat peserta didik menjadi pasif dan sekedar meniru penyelesaian dari guru. Pada akhirnya siswa hanya akan bergantung pada guru dan akan mudah melupakan suatu materi.

Pembelajaran matematika akan menjadi lebih efektif jika dalam pengajaran guru menggunakan metode penemuan terbimbing (guided discovery). Pada metode ini, siswa yang berperan aktif sementara guru membimbing mereka kepada solusi dari permasalahan yang diberikan. Siswa akan berinteraksi aktif, menyelidiki dan mendapatkan kesimpulan atas masalah yang diberikan. Siswa dituntut aktif berpikir untuk menciptakan ide-ide atau konsep dalam memberikan jawaban secara cepat dan tepat terhadap masalah yang diberikan. Dalam memecahkan masalah, kemampuan siswa mengeluarkan ide atau konsepnya dapat


(49)

34

dengan berbagai cara berbeda. Ini berarti aspek kefasihan dan fleksibilitas dapat tercapai. Ini berarti mereka dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis dalam memecahkan masalah. Sehingga pembelajaran akan menjadi lebih bermakna dan siswa tidak mudah lupa akan materi yang telah diberikan.

Dibawah ini disajikan gambar kerangka berpikir penelitian dapat disajikan sebagai berikut.

Gambar 2.3 Peta Konsep Kerangka Berpikir

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teoritik dan kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah “ kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang pembelajaran matematikanya diterapkan metode penemuan terbimbing (guided discovery) lebih tinggi dari pada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang pembelajaran matematikanya dilakukan

secara konvensional.”

Kelancaran (fluency)

Keluwesan (flexibility)

Kebaruan (novelty) Rendahnya

kemampuan berpikir

kreatif matematis

siswa

Merumuskan masalah

Menganalisis data

Membuat prakiraan

Menyimpulkan prakiraan dari masalah

Metode Penemuan Terbimbing

Meningkatkan

Berpikir Kreatif Matematis


(50)

35

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di SMPI Ruhama pada semester genap bulan Januari sampai dengan Febuari tahun ajaran 2014-2015 dengan objek penelitian VIII-1 dan VIII-2 pada materi Persamaan Linear Dua Variabel.

Tabel 3.1 Waktu Penelitian

No Jenis Kegiatan Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar 1. Persiapan dan Perencanaan √ √ √ √

2. Observasi √

3. Pelaksanaan ( Proses

Pembelajaran dan Tes Akhir) √ √

4. Analisis Data √ √

5. Laporan Penelitian √ √

B. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain kuasi eksperimen. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.1 Dalam penelitian ini kelas eksperimen yang dalam prosesnya

menerapkan metode penemuan terbimbing, sedangkan pada kelas kontrol dalam proses pembelajarannya menggunakan metode konvensional.

Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Two Group Post Test Only Design. Pada penelitian ini pemilihan anggota dilakukan secara acak.2 Pemilihan desain ini karena peneliti hanya ingin mengetahui

1 Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), Cet. VIII, h. 77.

2 Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), h. 163.


(51)

36

perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis antara dua kelompok. Desain penelitiannya adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Test Akhir

E XE Y

K XK Y

Keterangan

E : Kelompok kelas eksperimen K : Kelompok kelas kontrol

XE : Perlakuan dengan menggunakan metode penemuan terbimbing

XK : Perlakuan dengan menggunakan pembelajaran secara konvensional

Y : Tes kemampuan berpikir kreatif yang diberikan kepada kedua kelompok Langkah yang dilakukan sebelum memberikan tes kemampuan berpikir kreatif matematis adalah melakukan proses pembelajaran pada kedua kelas tersebut. Perlakuan khusus diberikan pada kelas eksperimen dalam bentuk pemberian variabel bebas (metode penemuan terbimbing) yang kemudian dilihat pengaruhnya pada variabel terikat (kemampuan berpikir kreatif matematis siswa).

Peneliti akan menguji kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, kemudian membandingkan hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa yang diajarkan dengan metode penemuan terbimbing dan siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.3 Populasi dalam penelitian ini

3Sugiyono, op.cit, h. 80.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PENGARUH METODE PENEMUAN TERBIMBING BERBANTUAN MEDIA BENDA KONGKRIT TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA (Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VIII SMP Darul Ma’arif, Jakarta Selatan)

3 8 241

Pengaruh model pembelajaran simplex basadur terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di kelas VII MTs Al ASIYAH Cibinong

1 18 166

Pengaruh model pembelajaran learning cycle 5e terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di salah satu SMP di Tangerang.

6 24 248

Pengaruh metode penemuan terbimbing (guided discovery method) dalam pembelajaran matematika terhadap kemampuan penalaran adaptif siswa kelas xi IPA: penelitian quasi eksperimen di SMAN 5 Kota Tangerang Selatan

6 70 244

Pengaruh pembelajaran matematika model inkuiri terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa MI (penelitian quasi eksperimen di MI Miftahul Umam Pondok Labu Kelas 4 Semester 1)

0 13 203

Pengaruh strategi pembelajaran aktif teknik question student have terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di Kelas VII SMP Negeri 11 Tangerang Selatan

0 4 240

Pengaruh Pendekatan Open Ended Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa (Penelitian Quasi Eksperimen di MTs Annajah Jakarta)

1 14 197

Pengaruh pembelajaran kooperatif type quick on the draw terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa : Penelitian quasi eksperimen di kelas VIII SMP PGRI 35 Serpong

2 7 193

PENGARUH KINERJA SISWA PADA METODE PENEMUAN TERBIMBING (GUIDED DISCOVERY) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS FISIKA SISWA

1 31 55

PENGARUH METODE PENEMUAN TERBIMBING TERH

0 0 9