Meneliti Masalah Petani dan Pangan pada Tingkat Lokal: Pengantar Studi Kemandirian Pangan AKATIGA
– Ben White | 7
sangat relevan
sebagai tujuan
analisis kebijakan.
25
Kriteria yang tepat untuk menilai efisiensi sosial dan bobot relatif yang kita
berikan kepada masing-masing kriteria juga dapat disesuaikan dengan kondisi, masalah, dan
kebutuhan masyarakat, serta periode tertentu dalam pembangunan. Sebagai contoh, jika kita
melihat kondisi Indonesia saat ini - di mana beras dan makanan pokok lainnya diimpor
dalam skala besar, harga pangan tidak stabil dan tidak dapat diprediksi, terjadi ketimpangan
distribusi pendapatan, pengangguran dan pekerjaan dengan imbalan yang tidak layak,
serta masalah lingkungan menjadi serius - kita bisa mengatakan bahwa jenis dan bentuk sistem
pertanian yang dinilai paling efisien dari segi sosial dan ekonomi akan memenuhi persyaratan
sebagai berikut: 1 mendukung peningkatan produksi, 2 memaksimalkan penyerapan
tenaga
kerja dan
menyediakan mata
pencaharian, 3
mendukung distribusi
pendapatan yang lebih baik, dan 4 mendukung keberlanjutan lingkungan White,
2013. Sektor pertanian sebenarnya bisa menghidupi banyak orang dengan menyerap
tenaga kerja yang tinggi dan membagi keuntungan yang lebih baik kepada lebih
banyak orang. Oleh karena itu, analisis efisiensi sosial pada penelitian sektor pertanian padi
sangat penting untuk ditelaah lebih lanjut.
Semangat efisiensi sosial di atas sebenarnya sudah didukung oleh beberapa
kebijakan dan perhatian pemerintah Indonesia. Misalnya yang tertulis pada Undang-Undang
UU Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani, pada Bab II Pasal 2 menyatakan bahwa salah satu asas yang melandasi perlindungan
dan pemberdayaan petani adalah asas efisiensi- berkeadilan, kedaulatan, kebermanfaatan, dan
keberlanjutan. Beberapa asas yang disebutkan sejalan dengan efisiensi sosial, yaitu UU ini
secara tegas menyatakan bahwa petani memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk
mengembangkan diri, dan penyelenggaraan UU ini harus secara konsisten mendukung
kesejahteraan petani.
3. Pertanyaan-Pertanyaan Penelitian
Berdasar tujuan dan kerangka yang telah diuraikan di atas, maka studi Kemandirian Pangan
AKATIGA bertujuan menjawab beberapa cluster pertanyaan pokok sebagai berikut:
a. Penguasaan tanah dan struktur agraris
1. Bagaimana pola dan dinamika penyebaran
pemilikan tanah, luas usaha tani, proporsi RTP bukan pemilik tanah petani
25
Berry, 2011: 641 penggarap dan petani tidak bertanah
buruh tani berdasarkan Sensus Pertanian 1963-2003? Perkembangan apa yang
terlihat pada Sensus Pertanian terakhir 2013?
2. Bagaimana pola kepemilikan dan
penguasaan tanah di desa-desa penelitian? Bagaimana pemilikan skala luas atau
absentee , luas usaha tani rata-rata serta
penyebarannya, tingkat landless, proporsi petani penggarap bukan-pemilik dsb?
3. Apa arti „pemilikan luas‟ di Jawa Tengah,
Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan? Bagaimana profil dan latar belakang para
pemilik tanah
luas? Bagaimana
pengelolaan tanahnya? Serta, sejauh mana dominasi mereka terhadap sektor-sektor
bukan-pertanian di desa? 4.
Bagaimana mekanisme-mekanisme akses tanah pertanian untuk individurumah
tangga yang tidak memiliki cukup tanah? Bagaimana hubungan kerja dan
pembagian biaya, resiko, hasil pada masing-masing
mekanisme tersebut,
manakah yang paling dominan? 5.
Bagaimana perbandingan dan hubungan antara pola ketimpangan antarstrata petani
dalam subsektor pangan, pertanian non pangan, dan sektor bukan-pertanian?
Apakah saling mendukungmemperkuat berbanding langsung ataukah saling
memperlemahmeniadakan
berbanding balik?
b. Sistem pertanian padi dan perubahannya, dalam
perspektif efisiensi sosial 1.
Bagaimana hubungan antara luas usaha tani dan produktivitas hasil panen per
hektar? 2.
Bagaimana hubungan antara status kepemilikan tanah dan produktivitas ?
3. Sejauh mana status petani pemaro
memengaruhi ketahanan petani kecil, khususnya
menghadapi panen
dan musimcuaca yang tidak menentu akhir-
akhir ini? 4.
Hambatan-hambatan apa yang dihadapi petani
padi dalam
usaha menaikkanmempertahankan produktivitas
dan penghasilannya? 5.
Perubahan apa yang terjadi dalam teknologi dan praktik pertanian padi, dan
apa akibatnya terhadap produktivitas, kesempatan
kerja dan
distributsi pendapatan?
6. Bagaimana sistem perekrutan dan
pembayaran tenaga kerja pertanian padi, dan bagaimana pentingnya peluang
berburuh tani untuk golongan petani gurem dan tak bertanah di perdesaan?
8 | Jurnal Analisis Sosial | Volume 19 Nomor 1, Edisi Agustus 2015 7.
Apakah petani menghadapi masalah kekurangan tenaga kerja pertanian pada
tahapan-tahapan penting, dan bagaimana cara mereka mengatasinya?
8. Bagaimana kinerjanya berbagai institusi
yang seharusnya berfungsi mendukung dan melayani petani kecil?
c. Generasi muda perdesaan, kesempatan kerja
dan keberlanjutan pertanian skala kecil 1.
Bagaimana keterlibatan orang muda di 12 desa penelitian ini di sektor pertanian
pangan? 2.
Apa saja faktor-faktor yang mendorong atau menahan orang muda untuk tetap
bertahan di sektor pertanian pangan, meninggalkan sektor pertanian, atau
meninggalkan sementara sektor pertanian untuk kemudian kembali lagi?
METODE PENELITIAN
26
Penelitian studi ini mencakup 12 desa yang tersebar di 6 kabupaten dan 3 provinsi di Indonesia.
Pemilihan lokasi didasarkan pada karakteristik khusus dari setiap lokasi sebagai lumbung padi
nasional maupun lokal di daerahnya masing-masing. Jawa Barat dan Jawa Tengah terpilih karena
termasuk provinsi dengan produksi beras paling tinggi di Indonesia. Sedangkan Sulawesi Selatan
terpilih karena dicanangkan sebagai pusat lumbung padi nasional dalam MP3EI 2011-2025. Lokasi
penelitian
dipilih dengan
mempertimbangkan karakter yang bertolak belakang dari setiap
desakelurahan. Cara pemilihan sampel ini, sengaja
26
Untuk penjelasan mengenai metode penelitian Studi Kemandirian Pangan, lihat www.akatiga.org
menghasilkan tingkat heterogenitas antardesa yang tinggi seperti dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah.
Penelitian ini menggunakan mixed method, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Data statistik dari
Sensus Pertanian, Daerah dalam Angka, Indonesia Family Life Survey
IFLS dan lainnya, dianalisis untuk mendapatkan gambaran makro dari kondisi
pertanian dan petani di Indonesia, sekaligus menjadi gambaran awal dari wilayah yang diteliti. Selain itu,
penelitian ini menganalisis data sekunder seperti dokumen kebijakan, data kabupaten, data desa, dan
lainnya. Penelitian di lapangan dilakukan selama kurang lebih 14 hari untuk setiap desa dengan empat
peneliti lapangan, sehingga menjadi sekitar 54 HOK di masing-masing desa.
Pada tingkat desa, studi ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu mengolah
data sekunder, transek, diskusi kelompok, dan wawancara mendalam. Selain itu, dilakukan survey
kepada 30 rumah tangga di setiap lokasi dengan sampel dipilih sedemikian rupa sehingga secara
kasar mencerminkan struktur agraris di masing- masing lokasi.
Transek diperlukan pada awal penelitian sebagai cara peneliti untuk memetakan struktur
sosial, yaitu hubungan antarindividu, kelompok, rumah tangga, dsb. Peneliti dapat memanfaatkan
transek untuk mencari informasi awal yang bisa diperdalam pada diskusi kelompok dan wawancara
mendalam. Selama melakukan transek, peneliti juga mencari 30 responden yang akan disurvey.
Pengamatan dengan berjalan-jalan keliling desa untuk memahami konteks ruang di lokasi penelitian.
Peneliti bisa melihat infrastruktur desa, akses penduduk desa terhadap pasar dan luar desa,
kegiatan penduduk desa, dsb. Diskusi kelompok dilakukan dua kali, yaitu di awal dan di akhir masa
penelitian di setiap desa. Diskusi kelompok awal dilakukan sebagai konfirmasi dan memperdalam
Tabel 1. Kriteria Pemilihan Lokasi Penelitian Propinsi
Kabupaten DesaKelurahan
Kriteria Pemilihan Lokasi
Jawa Barat Karawang
1. Cisari
2. Dawungan
a. Lumbung padi nasional
b. Tantangan alih fungsi sawah
ke bukan-sawah c.
Pergeseran struktur tenaga kerja muda dari pertanian ke
sektor industri dan jasa Indramayu
3. Karang
4. Wanakerta
Jawa Tengah Kebumen
5. Sidosari
6. Mulyoharjo
a. Lumbung padi nasional
b. Tantangan alih fungsi sawah
ke bukan-sawah c.
Ketersediaan pekerjaan bukan-pertanian di dalam
desa Cilacap
7. Sarimulyo
8. Wetanan
Sulawesi Selatan Bone
9. Cempaka
10. Gadingan
a. Ditentukan sebagai lumbung
padi nasional berdasarkan MP3EI
Wajo 11.
Parangputih 12.
Walian