28
1.2.5
S
EKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
Kinerja sektor industri pengolahan selama triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh 4.30 yoy lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar
3.86. Meningkatnya kinerja sektor industri pengolahan dikonfirmasi oleh peningkatan
penggunaan bahan bakar minyak BBM industri dan konsumsi listrik industri. Sebagian besar pelaku usaha di sektor ini bergerak di bidang pengolahan barang primer
seperti industri pengolahan pendukung sektor pertanian, industri pengolahan makanan, minuman, dan tembakau serta industri pengolahan barang kayu dan hasil
hutan lainnya, sedangkan industri migas belum ada di Provinsi Gorontalo. Selama triwulan II-2008, Solar yang menjadi bahan bakar dominan kelompok industri
mengalami peningkatan sebesar 17.928 Kl lebih besar dibandingkan penggunaan selama triwulan II-2008 sebesar 12.893 Kl.
Grafik 1.36 Penggunaan BBM Industri Grafik 1.37 Penggunaan Listrik Industri
Sumber : PERTAMINA Depot Gorontalo UPMS VII Sumber : PLN Gorontalo
Masih optimisnya sektor industri dikonfirmasi melambatnya kontraksi konsumsi listrik kelompok industri sebesar 12 pada triwulan II-2009 dibandingkan kontraksi yang
terjadi pada triwulan II-2008 sebesar 13. Upaya PEMDA untuk meningkatkan ketersediaan daya listrik di Gorontalo telah dilakukan dengan mendatangkan beberapa
mesin pembangkit diesel dari Bitung, Sulawesi Utara sambil menunggu kesiapan beroperasinya PLTD Anggrek pada tahun 2010 nanti.
1.2.6
S
EKTOR KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN
Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh moderat 7.50 yoy dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 7.58. Net
Interest Margin Perbankan tumbuh moderat sebesar 28.86 yoy hampir sama dengan
29 pertumbuhan triwulan II-2008 sebesar 29.10 yoy. Menurunnya BI Rate direspon
cukup baik oleh perbankan melalui penurunan suku bunga kredit sehingga penyaluran kredit meningkat khususnya kredit konsumsi. Kondisi ini secara umum mendorong
pendapatan bunga perbankan tumbuh 30.03 yoy lebih tinggi dibandingkan pendapatan bunga yang berhasil dicapai pada triwulan II-2008 yang tumbuh sebesar
18.61.
Grafik 1.38 Perkembangan NIM Perbankan
1.2.7
S
EKTOR LAINNYA
Selama triwulan laporan, sektor jasa-jasa diperkirakan melambat 9.30 y.o.y, dibandingkan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar
9.64 y.o.y. Berdasarkan kontribusinya, sumbangan sektor ini terhadap laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo sebesar 1,23. Berdasarkan komponen
pembentuknya, pertumbuhan sektor ini terutama disumbangkan oleh subsektor pemerintahan umum.
Secara tahunan, sektor pertambangan dan penggalian dalam triwulan-II tahun 2009 diperkirakan tumbuh sebesar 9,23 y.o.y lebih lambat dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya sebesar 9,44 y.o.y. Sektor pertambangan dan penggalian memiliki kontribusi sebesar 0,04 terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo.
Berdasarkan komponen pembentuknya, pertumbuhan sektor ini disumbangkan oleh sub sektor penggalian, dimana berdasarkan pelaku usahanya, sub sektor penggalian ini
lebih banyak dilakukan oleh penambangan tradisionalrakyat dan bukan industri berskala besar.
Secara tahunan, sektor listrik, gas dan air bersih pada triwulan-II 2009 diperkirakan tumbuh sebesar 4.30 y.o.y sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan-II 2008 yang
mengalami kontraksi sebesar -2,70 y.o.y. selama triwulan II-2008 PEMDA berupaya menambah pasokan listrik dengan mendatangkan mesin pembangkit dari Sulawesi
Utara. Dalam mengatasi krisis pasokan listrik, Pemda tengah melaksanakan proyek pembangunan PLTU Anggrek dengan kapasitas 2x25 Megawatt yang direncanakan akan
selesai pada tahun 2011.
-20 -10
10 20
30 40
- 50,000
100,000 150,000
200,000 250,000
300,000
Q1 Q2
Q3 Q4
Q1 Q2
2008 2009
PERKEMBANGAN NET INTEREST MARGIN PERBANKAN
Net Interest Margin miliar Pertumbuhan yoy
30
BOX I : MERETAS KEMANDIRIAN EKONOMI PROVINSI GORONTALO, MEWUJUDKAN EKONOMI YANG BERKELANJUTAN
Sebagai daerah
hasil pemekaran Provinsi Sulawesi Utara,
Gorontalo tumbuh menjadi suatu sorotan
di Indonesia
timur. Pertumbuhan ekonomi yang cukup
mengesankan menyimpan beragam pertanyaan terkait sustainabilitas
kedepan. Dalam perkembangannya sejak 2006
– 2009, Gorontalo rata- rata leading dibandingkan 2 Provinsi
baru lainnya di kawasan Sulampua Maluku Utara dan Sulawesi Barat.
Namun akan berbeda apabila kita telisik lebih jauh mengenai kualitas pertumbuhan itu sendiri. Berdasarkan data input-output Badan Pusat Statistik diketahui bahwa
pertumbuhan yang tinggi ini didorong oleh konsumsi dan impor dimana impor antar pulau cukup mendominasi pemenuhan kebutuhan konsumsi masyarakat. Sedangkan
kemampuan ekspor masih belum optimal.
Kondisi ini menggambarkan kemandirian ekonomi masih menjadi suatu tantangan yang harus dipecahkan mengingat usia sewindu harusnya cukup memberikan
learning curve bagi stakeholders daerah untuk berbenah dan menata. Melihat lebih dalam, terhadap peta input-output Gorontalo, sektor pertanian yang menjadi
primadona ternyata tidak lepas dari masih besarnya pengaruh pasokan dari daerah lain. Pertanian jagung yang cukup perkasa di awal tahun 2001
– 2005 tumbuh mengesankan, namun semenjak 2005 sampai dengan sekarang pertumbuhannya dibawah rata-rata
Gambar 1. Perkembangan Ekonomi Gorontalo dan Provinsi Lain diwilayah Sulampua
Gambar 2. Input – Output Komoditas di Gorontalo
31 kondisi awal provinsi ini didirikan. Kondisi ini diyakini karena produktivitas yang
melambat, sehingga penambahan luasan lahan baru tidak mampu mendongkrak hasil produksi secara umum. Penguatan dan peningkatan teknologi pertanian untuk
mendorong produktivitas menjadi suatu hal yang mendesak untuk dilakukan. Peran PEMDA, dunia usaha dan perbankan untuk saling berkoordinasi sangat dibutuhkan
dalam pengembangan pertanian di Gorontalo.
Kondisi diatas tentu saja berimplikasi pada kinerja ekspor Gorontalo, terutama ekspor mancanegara yang seolah-olah didominasi single commodity lihat gambar 4.
Dampak tersebut mulai terasa di triwulan II-2009, dimana ekspor luar negeri melambat lebih didorong oleh melambatnya produksi jagung dan belum ada substitusi dari
komoditas lain untuk menekan perlambatan tersebut. Strategi meretas kemandirian dibutuhkan untuk mewujudkan sustainabilitas
ekonomi Gorontalo kedepan lebih baik. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan 4 besaran utama yang digambarkan melalui matriks strategi kebijakan yang meliputi
kebijakan pemerintah daerah dalam peningkatan daya saing, strategi optimalisasi pembiayaan ekonomi daerah, strategi penguatan koordinasi serta penumbuhan
semangat entrepeneurship ditaraf konkrit.
Gambar 3. Pertanian Jagung Gorontalo Gambar 4. Perkembangan Komoditas Ekspor
Gorontalo
- 2.000.000
4.000.000 6.000.000
8.000.000 10.000.000
12.000.000
Q1 2008 Q2 2008
Q1 2009 Sd Mei 2009
Perkembangan Komoditas Ekspor Luar Negeri
10. Tembakau 9. Binatang Hidup
8. Mutiara batu permata 7. Gula Kembang Gula
6. LemakMinyak Hewannabati 5. Rotan Poles
4. Bungkil Kopra 3. Kayu, Barang dari Kayu
2. Jagung 1. Ikan dan UdangKepiting
32
Gambar 5. Strategi meretas kemandirian ekonomi Gorontalo
33
BOX II : DAMPAK KRISIS GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO
Krisis keuangan global merupakan fenomena turbulensi ekonomi dunia yang menjadi pusat perhatian dewasa ini. Dampak negatif melalui trade channel dan financial
channel disinyalir dapat memperlambat momentum percepatan ekonomi nasional maupun daerah. Sementara itu, setiap region memiliki perilaku yang unik dalam
menyikapi pengaruh krisis keuangan global. Karakterisitik domestik berbaur dengan kelembaman ekonomi memberi situasi yang berbeda pada setiap daerah dalam
er egosiasi de ga situasi krisis aki at pe garuh ekster al. Pe elitia Da pak Krisis Keua ga Glo al Terhadap Pereko o ia Pro i si Goro talo e o a e ga alisis
perilaku ekonomi daerah dalam menghadapi shock eksternal. Menyimak kondisi diatas, KBI Gorontalo telah melakukan penelitian untuk
e ga alisa Da pak Krisis Keua ga Glo al Terhadap Pereko o ia Pro i si Goro talo ya g terfokus pada trade channel. Analisa dilakukan dengan membedah
secara parsial komponen ekspor melalui metode Ordinary Least Square OLS. Penelitian ini menggunakan ekspor X sebagai dependent variable serta Produksi Jagung
PRODJAGUNG, PDRB Sulawesi Selatan PDRBSULSEL, dan PDB Philipina PDBPHIL sebagai independent variables periode triwulananan 2002:1
– 2008:4.
Hasil uji dengan menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test dan White heteroscedasticity menunjukkan bahwa tidak terdapat permasalahan
autokorelasi dan
homoskedastis. Sementara
itu kekhawatiran
munculnya multikolinearitas menghinggapi persamaan ekspor ditunjukkan dengan tidak
signifikannya salah satu variabel secara individual. Namun hal ini merupakan point of view yang ingin ditunjukkan dalam analisa sehingga variable yang tidak signifikan tetap
diikutsertakan dalam model.
34 Produksi jagung memiliki peran yang sangat nyata terhadap kelangsungan
ekspor Gorontalo. Selama ini komoditas jagung dianggap sebagai sebuah mercusuar, menarik ekonomi Gorontalo menuju percepatan pembangunan. Oleh karena itu ekspor
provinsi Provinsi Gorontalo sangat identik dengan ekspor jagung. Di satu sisi fokus ekspor jagung merupakan pola ekonomi yang tepat karena menuju ke arah spesialisasi
memanfaatkan term of trade untuk mengeruk keuntungan ekonomi. Namun, tentunya dalam jangka panjang perlu dilakukan diversifikasi produk unggulan agar ekonomi
gorontalo lebih kuat dalam meredam ancaman goncangan eksternal. Kentalnya nuansa ekonomi domestik dalam struktur ekspor Gorontalo dapat
terlihat dari signifikansi ekspor antar provinsi dibandingkan ekspor luar negeri. Kenaikan PDRB Sulawesi Selatan sebesar 1 memberi dampak yang cukup besar pada ekspor
Gorontalo, yaitu kenaikan sebesar 1.31. Naiknya pendapatan Sulawesi Selatan mendorong permintaan produk Gorontalo, sehingga ekspor meningkat. Sementara itu,
peningkatan PDB Philipina sebagai salah satu negara tujuan ekspor Gorontalo tidak signifikan terhadap ekspor Gorontalo. Long term contract dalam perjanjian ekspor
menjadikan karakteristik ekspor luar negeri di Gorontalo cukup rigid. Sementara itu, jenis produk ekspor berupa bahan baku pakan ternak, kayu, bungkil kopra, lemak
hewaninabati memberi blessing in disguise
1
daya redam yang tinggi terhadap shock eksternal krisis keuangan global.
1
Produk bahan baku seperti pakan ternak, kayu, bungkil kopra, lemak hewaninabati memiliki value added yang rendah sehingga timbal balik manfaat yang dihasilkan juga kecil, namun permintaan terhadap bahan baku
–terutama pertanian cenderung relatif stabil.
35
Halaman ini sengaja dikosongkan
36
37
Tendensi menurunya inflasi mewarnai perkembangan harga komoditas di Provinsi Gorontalo pada triwulan-II 2009. Inflasi Gorontalo triwulan II-2009 sebesar 7.22 yoy
lebih rendah dibandingkan triwulan II-2008 sebesar 8.54 yoy. Secara triwulanan, inflasi triwulan II-2009 menurun sebesar 0.59 qtq dibandingkan triwulan I-2009
2.33 qtq. Penurunan ini sejalan dengan kecenderungan deflasi di tingkat nasional serta didukung oleh kecukupan pasokan barang kebutuhan pokok dan minimnya
tekanan harga dari kelompok barang-barang yang diatur Pemerintah administered price.
2.1
I
NFLASI GORONTALO TRIWULAN II-2009
Pada triwulan II-2009, inflasi tahunan Gorontalo melambat seiring dengan tren penurunan rata-rata inflasi nasional. Pengaruh eksternal memberi pengaruh positif
terhadap perkembangan harga di Provinsi Gorontalo. Melemahnya tekanan harga- harga kebutuhan masyarakat yang banyak dipenuhi oleh barang impor antar
provinsi menjadi salah satu pemicu penurunan inflasi Gorontalo. Sementara itu kelancaran pasokan serta stabilitas administered price turut menguatkan tren
pelemahan tekanan inflasi Gorontalo.
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Nasional dan Gorontalo
Bila dibandingkan dengan nasional, inflasi Provinsi Gorontalo memiliki tren yang sejalan meskipun sedikit lebih bergejolak karena adanya regional specific factors
ya g
e pe garuhi keu ika i flasi daerah. Sementara itu, walaupun
menghadapi tren penunan namun dalam 6 enam bulan terakhir inflasi Gorontalo masih jauh berada diatas inflasi nasional. Hal ini merupakan indikasi terdapat
permasalahan-permasalahan struktural yang mengakibatkan inflasi Provinsi Gorontalo tidak patuh pada mekanisme permintaan dan penawaran pasar. Oleh
karena itu forum koordinasi antar pemangku kebijakan yaitu Ti Pe ge dali I flasi
Daerah TPID perlu segera dibentuk untuk menjembatani permasalahan terkait inflasi di Provinsi Gorontalo.
38
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Tahunan Provinsi Gorontalo
Tanda-tanda tren penurunan inflasi Gorontalo mulai muncul sejak kebijakan penurunan harga BBM pada akhir tahun 2008. Menurunnya harga komoditas
minyak internasional mengurangi beban Pos Subsidi BBM dalam APBN, sehingga kebijakan penurunan BBM secara nasional dapat dilakukan demi menciptakan situasi
ekonomi dan bisnis yang kondusif. Tendensi penurunan tren inflasi Gorontalo kemudian diperkuat dengan adanya Krisis Keuangan Global yang menyebabkan harga
barang dan jasa komoditas impor baik luar negeri maupun antar provinsi menjadi menurun.
2.2
I
NFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA 2.2.1
I
NFLASI TRIWULANAN QTQ
Secara triwulanan, inflasi Gorontalo pada triwulan II-2009 sebesar 0.59 qtq lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2.33qtq. Dorongan
pelemahan harga terjadi pada hampir seluruh kelompok barang dan jasa, yaitu kelompok bahan makanan; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan
tembakau; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar; serta kelompok sandang. Berbeda dengan triwulan sebelumnya, tekanan deflasi pada
triwulan II 2009 lebih didorong oleh pengaruh krisis keuangan global yang berdampak pada menurunnya imported inflation tercermin dari besarnya
penurunan inflasi pada kelompok sandang yaitu sebesar -1.08 qtq dan kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Sedangkan pada triwulan
sebelumnya tendensi penurunan inflasi lebih didorong oleh pengaruh kebijakan penurunan harga BBM yang tercermin dari besarnya deflasi pada kelompok
transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar -2.39 qtq.
39
Tabel 2.1 Kelompok Barang dan Jasa qtq
Inflasi triwulan-II 2009 pada kelompok bahan makanan sebesar 0.88 qtq jauh lebih rendah dibandingkan triwulan I-2009 sebesar 6.83 qtq. Penurunan
inflasi didorong oleh melimpahnya pasokan karena masuknya musim panen terutama komoditas bumbu-bumbuan. Beberapa komoditas utama kelompok
bahan makanan seperti ayam, cabai, dan bawang merah pada triwulan-II 2009 mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Grafik 2.2 Survei Pemantauan Harga Mingguan Komoditas Ayam RpKg
Grafik 2.3 Survei Pemantauan Harga Mingguan Komoditas Cabai dan Bawang RpKg
Hasil Survei Pemantauan Harga menunjukkan bahwa harga ayam, cabai, dan bawang merah mengalami penurunan dalam beberapa bulan terakhir.
Komoditas ayam boiler mengalami penurunan dari Maret minggu I sebesar Rp15.000kg menjadi Rp14.500kg pada Juni Minggu IV, sementara itu harga ayam
kampung mengalami penurunan dari Maret minggu I sebesar Rp 62.000kg menjadi Rp32.500kg pada Juni Minggu IV. Sedangkan harga komoditas bawang
merah turun dari Maret minggu I sebesar Rp22.000kg menjadi Rp14.000kg pada Juni Minggu IV. Komoditas cabai rica yang notabenenya merupakan komoditas
penyumbang inflasi yang cukup besar serta sangat berfluktuasi juga menunjukkan penurunan harga. Harga cabai merah kriting pada Maret minggu I sebesar
Rp20.000kg turun menjadi Rp9.500kg pada Juni Minggu IV, sedangkan harga
Q1 Q2
Q3 Q4
Q1 Q2
Q3 Q4
Q1 Q2
Umum -1.24
0.46 1.66
2.96 -0.04
3.83 4.01
0.16 2.33
0.59 Bahan makanan
-4.86 0.19
2.10 10.48
-4.72 4.73
7.89 -1.44
6.83 0.88
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 2.86
0.24 2.77
-0.24 1.96
4.01 2.32
4.46 3.15
1.93 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
0.13 0.73
0.88 -0.07
5.20 1.36
4.40 1.34
-0.14 -0.07
Sandang 0.24
0.90 0.41
1.90 2.33
-0.67 -0.04
1.14 2.52
-1.08 Kesehatan
0.12 0.90
0.26 1.11
1.74 1.34
0.56 0.42
0.62 1.77
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0.00
0.12 7.44
0.05 0.26
0.47 3.98
-0.12 0.17
0.20 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
0.16 0.74
0.11 -0.59
0.60 8.37
0.13 -3.09
-2.39 0.14
Kelompok
2007 2008
2009
40 cabai merah biasa juga turun dari Rp37.000kg pada Maret minggu I menjadi
Rp20.000kg pada Juni Minggu IV.
Namun dibalik trend penurunan komoditas pada kelompok bahan makanan, secara triwulanan harga komoditas beras pada triwulan-II 2009 menunjukkan
peningkatan. Hal ini terjadi karena pasokan beras di pasaran pada triwulan-I 2009
sangat melimpah dibandingkan triwulan-II 2009 akibat adanya realisasi raskin pada Februari 2009. Hasil Survei Pemantauan Harga menunjukkan bahwa harga
beras mengalami kenaikan. Harga beras jenis IR-64 pada minggu I Februari 2009 sebesar Rp4500 naik menjadi sebesar Rp6000 pada minggu IV Juni 2009.
Sedangkan harga beras jenis Dolog pada minggu I Februari 2009 sebesar Rp3500 naik menjadi sebesar Rp4000 pada minggu IV Juni 2009.
Grafik 2.4 Survei Pemantauan Harga Mingguan Komoditas Beras RpKg
Kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar triwulan II 2009 terus menunjukkan tren deflasi sebesar -0.07 qtq mengikuti deflasi pada triwulan
sebelumnya yaitu sebesar -0.14 qtq. Menurunnya harga barang-barang
impor terutama antar provinsi seperti harga-harga perlengkapan rumah tangga membawa angin segar terhadap perkembangan harga kelompok perumahan, air,
listrik, gas, dan bahan bakar. Sementara itu harga-harga biaya tempat tinggal juga memberi kontribusi terhadap penurunan inflasi dengan cukup signifikan tercermin
dari penurunan beberapa harga komoditas utama seperti semen dan besi.
41
Grafik 2.5 Survei Pemantauan Harga Mingguan Komoditas Semen RpSak
Grafik 2.6
Survei Pemantauan
Harga Mingguan Komoditas Besi RpBatang
Hasil Survei Pemantauan Harga menunjukkan bahwa harga semen selama empat bulan terakhir terus mengalami penurunan. Harga semen merk Tiga Roda pada
minggu I Februari 2009 sebesar Rp64000sak turun menjadi sebesar Rp61000sak pada minggu II Juni 2009, harga semen merk Tonasa pada minggu I Februari 2009
sebesar Rp65000sak turun menjadi sebesar Rp62500sak pada minggu II Juni 2009, sedangkan harga semen merk Bosowa pada minggu I Februari 2009 sebesar
Rp64000sak turun menjadi sebesar Rp62000sak pada minggu II Juni 2009. Sementara itu harga komoditas besi juga menunjukkan arah tren yang sama.
Harga besi beton 6mm pada minggu I Februari 2009 sebesar Rp26000batang turun menjadi sebesar Rp12500batang pada minggu II Juni 2009, harga besi
beton 8mm biasa pada minggu I Februari 2009 sebesar Rp21500batang turun menjadi sebesar Rp15000batang pada minggu II Juni 2009, harga besi beton 8mm
x 12m full pada minggu I Februari 2009 sebesar Rp70000batang turun menjadi sebesar Rp35000batang pada minggu II Juni 2009, sedangkan harga besi beton
10mm x 12m full pada minggu I Februari 2009 sebesar Rp100000batang turun menjadi sebesar Rp55000batang pada minggu II Juni 2009.
2.2.2
I
NFLASI TAHUNAN YOY
Secara tahunan, inflasi Gorontalo triwulan II-2009 sebesar 7.22 yoy lebih rendah dibandingkan triwulan II-2009, 9.58 yoy. Apabila dilihat secara
tahunan tendensi penurunan harga terjadi pada hampir seluruh kelompok barang dan jasa kecuali kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau.
42
Tabel 2.2 Inflasi Kelompok Barang dan Jasa yoy
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Pada triwulan-II 2009, Inflasi kelompok bahan makanan sebesar 14.59 yoy lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar
18.05 yoy. Pelemahan tekanan inflasi secara tahunan pada kelompok bahan