9 karena itu, penentuan aktivitas utama dapat ditentukan dengan
menggunakan pendekatan lain seperti: a Output
· Output bruto yang dihasilkan dari barang dan jasa
yang terkait dengan masing-masing aktivitas; ·
Nilai penjualan produk dalam setiap kategori aktivitas; b Input
· Upah dan gaji dari aktivitas yang berbeda;
· Jam kerja dari aktivitas yang berbeda;
· Tenaga kerja sesuai yang terlibat dalam aktivitas yang
berbeda. Penggunaan pendekatan di atas sebagai pengganti nilai
tambah bukan berarti tidak menimbulkan masalah. Pendekatan tersebut akan menjadi masalah ketika struktur variabel yang
digunakan sebagai pendekatan tidak berbanding lurus dengan nilai tambah. Dalam kasus-kasus tertentu, omset dan nilai
tambah
tidak selalu
proporsional. Misalnya,
omset perdagangan biasanya memiliki pangsa yang jauh lebih rendah
dari nilai tambah kegiatan manufaktur. Jika sebagian besar produksi digunakan sebagai persediaan inventori dan tidak
dijual dalam periode pelaporan yang sama, nilai omset akan membuat nilai tambah menjadi underestimate. Dalam kasus
lain, nilai omset terkadang menjadi tidak masuk akal atau tidak ada, misalnya pada kegiatan perantara keuangan atau kegiatan
asuransi.
Masalah serupa juga harus dipertimbangkan jika menggunakan input sebagai pendekatan nilai tambah. Proporsi
antara upah dan gaji atau tenaga kerja dan nilai tambah tidak dapat diandalkan jika intensitas modal berbeda antar kegiatan.
Intensitas modal yang lebih tinggi biasanya menyiratkan depresiasi yang lebih tinggi dan pangsa yang lebih rendah dari
upah dan gaji terhadap nilai tambah bruto. Sebagai contoh, aktivitas produksi barang dengan tangan akan memiliki
intensitas modal lebih rendah dibandingkan produksi barang yang sama menggunakan mesin pabrik.
3.3.2. Perlakuan pada aktivitas campuran
Pada prakteknya di lapangan, suatu unit mungkin melakukan lebih dari satu aktivitas ekonomi yang tercakup
dalam lebih dari satu kategori KBLI. Aktivitas tersebut mungkin terintegrasi secara vertikal, terintegrasi secara horizontal, atau
tidak dapat dipisahkan pada tingkat unit statistik. Jika unit yang terlibat dalam beberapa aktivitas independen tidak dapat
10
diidentifikasi sebagai unit statistik yang terpisah, unit tersebut harus diklasifikasikan menurut kegiatan yang memiliki
kontribusi terbesar terhadap nilai tambah.
Aktivitas yang terintegrasi secara vertikal terjadi jika
beberapa tahap produksi yang berbeda dilakukan oleh unit yang sama dan output dari satu tahap produksi digunakan
sebagai input pada tahap produksi berikutnya. Sesuai dengan ISIC Rev.4, dalam KBLI 2015 integrasi vertikal harus
diperlakukan seperti multiaktivitas. Unit dengan rantai integrasi vertikal harus diklasifikasikan ke dalam kelompok yang terkait
dengan kegiatan prinsipal dalam rantai tersebut menurut kegiatan dengan kontribusi nilai tambah terbesar. Aktivitas
yang dimaksud adalah setiap tahap produksi yang didefinisikan dalam kelompok KBLI yang terpisah, meskipun output pada
tiap tahap mungkin tidak untuk dijual.
Aktivitas yang terintegrasi secara horizontal terjadi
jika suatu kegiatan menghasilkan produk akhir yang berbeda karakteristiknya. Atau dengan kata lain, kegiatan tersebut
dilakukan secara simultan dengan faktor produksi yang sama. Dalam kasus tersebut secara statisik akan sulit untuk
memisahkan kegiatan ke dalam proses yang berbeda, memisahkan
ke dalam
unit yang
berbeda, ataupun
menyediakan data yang terpisah dari masing-masing dan menerapkan aturan mengenai kontribusi terhadap nilai tambah.
Indikator alternatif seperti output bruto mungkin dapat diaplikasikan
namun tidak
ada aturan
umum untuk
mengidentifikasi aktivitas
tunggal yang
paling baik
merepresentasikan kegiatan campuran tersebut.
Metode Top-Down
Metode top-down menggunakan prinsip hirarki. Proses dimulai dengan mengidentifikasi kategori yang relevan pada
tingkatan tertinggi klasifikasi kemudian ke tingkatan bawah dengan tahap sebagai berikut: mengidentifikasi kategori
dengan kontribusi terhadap nilai tambah terbesar, selanjutnya mengidentifikasi golongan pokok, golongan, subgolongan,
kemudian kelompoknya.
Pada pembahasan di bawah ini diberikan contoh kasus penerapan metode top-down untuk mengidentifikasi aktivitas
utama suatu unit. Misalnya unit tersebut melakukan beberapa aktivitas dengan nilai tambah masing-masing sebagai berikut: