Kesesuaian Biofisik Penangkapan Aspek Teknis .1 Metode dan teknik pengoperasian jaring arad

42 menguntungkan, meskipun tingkat keuntungannya tergolong rendah. Perhitungan analisis usaha disajikan pada Lampiran 4.1 dan 4.2. Perbandingan biaya investasi dan pendapatan nelayan jaring arad 1 hari trip dan 2 haritrip disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 perbandingan biaya investasi dan pendapatan nelayan jaring arad Kriteria Nelayan 1 hari trip Nelayan 2 hari trip Jumlah ABK 2 3 Ukuran kapal 6,25x2,5x0,8 m 10x3x1,2 m Ukuran jaring arad 16 m 22 m Jumlah mesinpk 12 pk dan 16 pk 16 pk dan 16 pk Biaya investasi Rp. 12.100.000,- Rp. 16.000.000,- Biaya operasional per trip Rp. 99.400,- Rp. 509.800,- Pendapatan nelayan pemilik per trip Rp. 52.732,- Rp. 238.833,- Pendapatan nelayan buruh per trip Rp. 17.577,- Rp. 79.611,- Jumlah trip per tahun 240 96 RC 1,88 1,94 Biaya operasional alat tangkap jaring arad sebagian besar digunakan untuk pembelian BBM karena setiap armada penangkapan menggunakan 2 mesin sebagai alat bantu penangkapan. Saat ini dengan harga BBM yang sangat mahal dan tidak diimbangi dengan harga jual udang dan ikan menyebabkan banyak nelayan jaring arad yang tidak dapat beroperasi bahkan menjual armada penangkapannya. Berdasarkan hasil wawancara, saat ini jumlah jaring arad yang beroperasi di Kota Tegal sebanyak 200 unit. Pendapatan nelayan jaring arad dihitung berdasarkan sistem bagi hasil, yaitu pendapatan bersih dibagi dengan komponen biaya kapal, mesin, alat tangkap dan anak buah kapal ABK yang merupakan satu satuan. Jika dalam melakukan penangkapan menggunakan 2 ABK maka hasilnya dibagi lima yaitu 35 bagian untuk pemilik kapal dan 15 bagian untuk setiap ABK, sedangkan untuk 3 ABK 36 bagian untuk pemilik kapal dan 16 bagian untuk setiap ABK. Pendapatan tersebut diperoleh dari penjualan ikan kepada bakul ataupun melalui TPI Gambar 17. Peranan bakul maupun pedagang pengumpul memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap sistem pemasaran. Sistem pemasaran hasil tangkapan nelayan jaring arad di Kota Tegal disajikan pada Gambar 17. Hasil tangkapan jaring arad yaitu berupa udang, ikan, rajungan, cumi- cumi dan simping kerang seperti halnya hasil tangkapan alat tangkap lain tidak 43 mengalami pengecualian dalam hal pemasaran. Hasil tangkapan udang yaitu udang jerbung dan udang dogol, sistem pemasarannya dikuasai oleh bakul dan pedagang pengumpul dan kemudian baru didistribusikan ke pasar lokal ataupun pasar di luar daerah Tegal seperti Jakarta. Sementara itu untuk hasil tangkapan ikan, cumi-cumi, rajungan dan simping kerang dipasarkan pada pasar lokal. Apabila nelayan mendapatkan hasil tangkapan ikan cukup banyak mereka menjual ikan tersebut melalui pelelangan di TPI Tegalsari. Selain dikonsumsi segar, ikan hasil tangkapan jaring arad merupakan bahan baku bagi pembuatan ikan asin dan menghasilkan jenis ikan asin yang berkualitas baik seperti ikan gulamah. Untuk hasil tangkapan berupa ikan-ikan kecil sebagian besar dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Gambar 17 Sistem pemasaran hasil tangkapan jaring arad di Kota Tegal.

4.1.4 Aspek Sosial

Jaring arad telah digunakan oleh nelayan Kota Tegal sejak tahun 1985. Alat tangkap ini pada awalnya bernama jaring garuk yang berasal dari Sawojajar Kabupaten Brebes kemudian dikembangkan oleh nelayan Kota Tegal. Pada tahun Nelayan Jaring arad Bakul Pedagang pengumpul PPIT P I Pengolah PasarKonsumen 44 1988 pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Kepmentan No.769KptsIK.2101088 mengeluarkan peraturan tentang penggunaan jaring lampara dasar. Hal ini dilakukan mengingat banyak nelayan memodifikasi alat tangkap tradisional menjadi alat tangkap yang menyerupai trawl. Pengoperasian alat tangkap jaring arad oleh nelayan Kota Tegal pada awal penerapan Undang-Undang Otonomi Daerah tahun 1999 telah menyebabkan terjadinya konflik dengan nelayan Suradadi Kabupaten Tegal karena berbenturan dengan nelaya n yang menggunakan alat tangkap gill net, nelayan jaring arad dianggap telah melanggar daerah penangkapan karena dioperasikan kurang dari 3 mil sehingga pada saat itu nelayan jaring arad dilarang beroperasi di perairan Suradadi sampai Pemalang. Untuk menga tasi konflik tersebut, kesepakatan dibuat antara nelayan jaring arad Kota Tegal dengan nelayan Suradadi. Kesepakatan yang disetujui adalah pemberlakuan denda apabila nelayan jaring arad melakukan pelanggaran dan kewajiban dari nelayan Suradadi memasang tanda pada saat mengoperasikan alat tangkap seperti bendera dan lampu. Pada saat terjadi konflik jumlah alat tangkap jaring arad sebanyak 101 unit, tetapi setelah adanya kesepakatan jumlah alat tangkap jaring arad justru meningkat sangat tinggi yaitu menjadi 274 unit dan pada tahun 2004 jumlahnya sebanyak 339 unit. Hal ini menunjukkan bahwa secara sosial alat tangkap jaring arad keberadaannya diakui oleh nelayan. Selama ini apabila timbul masalah seperti kerusakan jaring atau bubu yang terseret jaring arad dapat diatasi secara kekeluargaan diantara nelayan melalui pemberian konpensasi untuk mengganti alat tangkap yang rusak. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat nelayan Kota Tegal, aparat pemerintah serta pemerhati perikanan menunjukkan bahwa pengoperasian alat tangkap jaring arad diterima oleh masyarakat. Responden nelayan jaring arad 90 mengizinkan alat tangkap jaring arad beroperasi dan 10 mengizinkan tetapi dengan syarat, sedangkan nelayan alat tangkap lain yang beroperasi disekitar pesisir gill net, trammel net, pukat pantai, pancing dan bubu sekitar 23 melarang jaring arad beroperasi dan selebihnya menginzinkan. Responden bakul 100 mengizinkan alat tangkap jaring arad beroperasi. Responden dari Dinas Pertanian dan Kelautan, Koperasi serta petugas PPITPI mengizinkan alat tangkap jaring arad beroperasi tetapi dengan syarat. Untuk lebih jelasnya persepsi