Pengelolaan Multispesies Sumber Daya Ikan Demersal Pada Perikanan Jaring Arad Di Perairan Selat Sunda

PENGELOLAAN MULTISPESIES SUMBER DAYA
IKAN DEMERSAL PADA PERIKANAN JARING ARAD
DI PERAIRAN SELAT SUNDA

SISKA AGUSTINA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengelolaan Multispesies
Sumber Daya Ikan Demersal pada Perikanan Jaring Arad di Perairan Selat Sunda
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015
Siska Agustina
NIM C252140436

RINGKASAN
SISKA AGUSTINA. Pengelolaan Multispesies Sumber Daya Ikan Demersal pada
Perikanan Jaring Arad di Perairan Selat Sunda. Dibimbing oleh MENNOFATRIA
BOER dan NURLISA A BUTET.
Potensi sumberdaya ikan di Perairan Selat Sunda terdiri dari ikan pelagis, ikan
demersal, ikan karang, kerang-kerangan, cumi-cumi dan udang. Ikan demersal di
Kabupaten Pandeglang merupakan produksi tertinggi kedua dengan jumlah total
produksi pada tahun 2013 sebesar 9361.724 ton. Jaring arad atau pukat pantai
adalah salah satu alat tangkap yang dominan menangkap ikan demersal di Selat
Sunda. Perikanan jaring arad bersifat multispesies, dengan hasil tangkapan terdiri
dari 6 kelompok ikan yaitu biji nangka (Upeneus moluccensis), peperek
(Eubleekeria splendens), kurisi (Nemipterus nematophorus), tiga waja (Otolithes
ruber), layur (Lepturacanthus savala), dan kelompok spesies lainnya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui laju eksploitasi aktual sumber daya ikan demersal,

mengetahui status pemanfaatan ikan demersal oleh alat tangkap jaring arad dengan
model bioekonomi multispesies, dan mengidentifikasi alternative pengelolaan yang
tepat bagi ikan demersal pada perikanan jaring arad di Selat Sunda. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Mei-Oktober 2014 dan Maret 2015 di PPP Labuan Banten.
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer (panjang total
ikan, bobot ikan, jenis kelamin, TKG, dan wawancara dengan nelayan jaring arad)
dan data sekunder (data statistik perikanan dari DKP Pandeglang. Analisis data
meliputi parameter pertumbuhan, penentuan ukuran rata-rata tertangkap, penentuan
ukuran rata-rata matang gonad, mortalitas dan laju eksploitasi, analisis bioekonomi
multipsesies, analisis bioekonomi kompetisi, analisis laju degradasi dan depresiasi,
dan analisis stakeholder.
Hasil menunjukkan bahwa laju eksploitasi untuk ikan biji nangka, peperek,
kurisi, dan ikan layur telah melebihi eksploitasi optimumnya (50%), artinya secara
biologi sumber daya tersebut telah mengalami overexploited. Rata-rata ukuran
pertama kali tertangkap lebih kecil dibandingkan ukuran pertama kali matang
gonad (Lc70% dari MSY) dengan nilai upaya dan produksi aktual (E= 8950 trip,
h= 1374 ton and π= Rp. 11370 juta) lebih kecil dibandingkan kondisi optimum (E=
10811 trip, h= 1811 ton and π= Rp. 14477 juta). Sehingga peningkatan hasil
tangkapan dan upaya tangkapan masih dapat ditingkatkan sampai pada batas
optimumnya. Berdasarkan hasil analisis pemangku kepentingan, nelayan menjadi

pelaksana untuk pengelolaan ikan demersal di Selat Sunda. Pengelolaan ikan
demersal di perairan Selat Sunda dapat dilakukan dengan penambahan upaya
tangkapan sampai pada batas upaya MEY, menetapkan kuota penangkapan,
melakukan pengaturan mata jaring, dan penentuan daerah pemijahan ikan.
Kata kunci: fully exploited, ikan demersal, jaring arad, overexploited, Selat Sunda

SUMMARY
SISKA AGUSTINA. Management Resources of Multispecies Demersal Fish on
Small Bottom Trawl Fisheries in the Sunda Strait Waters. Supervised by
MENNOFATRIA BOER and NURLISA A BUTET.
Fish diversity in the Sunda Strait waters consists of pelagic fish, demersal fish,
reef fish, shells, squids, and shrimp. Demersal fish in Pandeglang Regency is the
second largest catches amounting to 9361.724 tons. Small bottom trawl is one of
the fishing gear for demersal fish in the Sunda Strait. Character of demersal fish
resources in tropical waters is multispecies consisting of six group of fish i.e.,
Goldband goatfish (Upeneus moluccensis), Splendid ponyfish (Eubleekeria
splendens), Threadfin bream (Nemipterus nematophorus), Tigertooth croaker
(Otolithes ruber), Savalai hairtail (Lepturacanthus savala), dan other species. The
research was aimed at determining actual exploitation rate of demersal fish,
utilization status of demersal fish caught by small bottom trawl using bioeconomic

multispesies model, and identifying more suitable and sustainable alternative
management for small bottom trawl fisheries. This research was conducted during
May-October 2014 and May 2015 at Coastal Fishing Port (PPP) of Labuan, Banten.
Data used in this research consisted of primary data (total length, weight, sex, TKG,
and interview on the small bottom trawl fishermen) and secondary data (statistic
data of fisheries acquired from Marine and Fishery Ministry of Pandeglang
District). Data analysis consisted of growth parameters, determination of length at
first capture, determination of length at first maturity, mortality and exploitation
rate, bioeconomic multispesies analysis, bioeconomic competition analysis,
degradation and depretiation rate analysis, and stakeholders identification analysis.
The result showed that value of exploitation rates for Goldband goatfish,
Splendid ponyfish, Threadfin bream, Tigertooth croaker, and Savalai hairtail
exceeded optimum exploitation (50%), consequently, demersal fish had already
been overexploited. Value of length at first capture lower then the value of length
maturity (Lc70% from MSY), value of effort and production
on actual condition (E= 8950 trips, h= 1374 tons and π= Rp. 11370 million) was
lower than the optimum condition (E= 10811 trips, h= 1811 tons and π= Rp. 14477
million). Fishing activity using small bottom trawl could still be increased until to
optimum condition. Based on stakeholder analysis, fishermen become the executor
for management of demersal fish in Sunda Strait. Restriction on fishing effort, as

well as quota, mesh size, and spawning ground determination are of concern for
management for demersal fish.
Keywords: Demersal fish, fully exploited, overexploited, small bottom trawl,
Sunda strait

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGELOLAAN MULTISPESIES SUMBER DAYA
IKAN DEMERSAL PADA PERIKANAN JARING ARAD
DI PERAIRAN SELAT SUNDA

SISKA AGUSTINA


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, serta
inayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Karya ilmiah ini berjudul “Pengelolaan Multispesies Sumber Daya Ikan Demersal
pada Perikanan Jaring Arad di Perairan Selat Sunda”.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri
(BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), DIPA IPB Tahun
Ajaran 2013, kode Mak : 2013. 089. 521219, Penelitian Dasar untuk Bagian,
Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitan dan Pengabdian
kepada Masyarakat, IPB dengan judul “Dinamika Populasi dan Biologi
Reproduksi Sumberdaya Ikan Ekologis dan Ekonomis Penting di Perairan Selat
Sunda, Provinsi Banten” yang dilaksanakan oleh Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer,
DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr. Ir. Rahmat Kurnia, M Si (sebagai anggota
peneliti).
2. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr.
Ir. Nurlisa A Butet, MSc sebagai anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.
3. Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, MSc selaku penguji luar komisi.
4. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku wakil dari Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
5. Keluarga: Bapak Ibu, Kakak-kakak, Ade, dan Chandra Syayid Bani atas
dukungan dan kasih sayang yang diberikan.
6. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang atas bantuan
memperoleh data penelitian.
7. Unit Pelaksana Teknis (UPT) PPP Labuan, Banten atas sarana dan prasarana

selama penelitian dilakukan.
8. Tim BOPTN 2014: Nurul Mega, Widyanti, Boy Beni, Rosita, Risti, M. Yunus,
dan seluruh tim lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas
kerjasamanya selama penelitian berlangsung.
9. Teman-teman: Febi, Anandinta, Inggar, Laras, Ruri, Werdhiningtyas,
Rezaninda, Agus, Yuyun, Dewi, Luffisari, Lusita, Akrom, Ayu, Annisa, Nina,
teman-teman MSP 47, SPL 2013, dan SPL 2014 yang tidak dapat disebutkan
satu persatu atas segala bentuk bantuan yang telah diberikan.
10. Teman-teman Laboratorium biologi molekuler MSP: Lalu Panji, Wahyu,
Findra, Lela, Lita, Yustin, Fajrin.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis.

Bogor, September 2015
Siska Agustina

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
3
3

3

2 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengumpulan Data
Prosedur Analisis Data

4
4
5
7

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

18
18
36


4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

50
50
50

DAFTAR PUSTAKA

50

LAMPIRAN

55

RIWAYAT HIDUP

73

DAFTAR TABEL
1 Rangkuman kebutuhan data dan analisis data penelitian pengelolaan
multispesies sumber daya ikan demersal di Selat Sunda
6
2 Penentuan Tingkat Kematangan Gonad secara morfologi
7
3 Hubungan timbal balik antarspesies ikan
15
4 Kategori skala Likert dalam penentuan tingkat pengaruh dan kepentingan
stakeholder
17
5 Pendugaan parameter pertumbuhan ikan dominan tertangkap jaring arad
di Perairan Selat Sunda
24
6 Panjang ikan pertama kali tertangkap (Lc) ikan dominan tertangkap
jaring arad di Perairan Selat Sunda
24
7 Panjang ikan pertama kali matang gonad (Lm) ikan dominan tertangkap
jaring arad di Perairan Selat Sunda
25
8 Mortalitas dan laju eksploitasi ikan demersal
25
9 Nilai parameter biologi multispesies sumber daya ikan dominan
tertangkap jaring arad di Perairan Selat Sunda dengan model
Schaefer
26
10 Koefisien ketergantungan antarspesies ikan dominan tertangkap jaring
arad di Perairan Selat Sunda dengan model Schaefer
26
11 Biaya penangkapan riil ikan dominan tertangkap jaring arad di Perairan
Selat Sunda
27
12 Harga riil multispesies ikan dominan tertangkap jaring arad di Perairan
Selat Sunda
28
13 Nilai EMSY, hMSY,πMSY, EMEY, hMEY, πMEY multispesies sumber daya ikan
dominan tertangkap jaring arad di Perairan Selat Sunda
28
14 Nilai EOPT, hOPT,πOPT multispesies sumber daya ikan dominan
tertangkap jaring arad di Perairan Selat Sunda
29
15 Hubungan kompetisi ikan biji nangka dengan ikan peperek
30
16 Hubungan kompetisi ikan biji nangka dengan ikan kurisi
30
17 Hubungan kompetisi ikan biji nangka dengan ikan tiga waja
31
18 Hubungan kompetisi ikan biji nangka dengan ikan layur
31
19 Implementasi model bioekonomi kompetisi ikan biji nangka dengan
ikan peperek
32
20 Implementasi model bioekonomi ikan biji nangka dengan ikan
kurisi
32
21 Implementasi model bioekonomi ikan biji nangka dengan ikan tiga
waja
33
22 Implementasi model bioekonomi ikan biji nangka dengan ikan
layur
34
23 Tingkat dan status pemanfaatan ikan dominan tertangkap jaring
arad
42

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran penelitian pengelolaan multispesies sumber daya
ikan demersal di Selat Sunda
4
2 Lokasi penelitian di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten
5
3 Matriks pengaruh dan kepentingan (Eden dan Ackerman 1998 in Bryson
2004)
18
4 Mata pencaharian penduduk Desa Teluk tahun 2014
19
5 Komposisi alat tangkap di Selat Sunda tahun 2013
19
6 Perkembangan armada jaring arad tahun 2008-2013
20
7 Perkembangan upaya penangkapan arad tahun 2008-2013
21
8 Produksi multispesies jaring arad tahun 2013
22
9 Hasil tangkapan jaring arad tahun 2013
22
10 Grafik perkembangan produksi multispesies sumber daya perikanan
demersal di Selat Sunda tahun 2008-2013
23
11 Grafik hubungan antara upaya tangkapan dan hasil tangkapan pada
kondisi MSY
30
12 Koefisien degradasi ikan demersal di Selat Sunda
35
13 Koefisien depresiasi ikan demersal di Selat Sunda
35
14 Matriks pengaruh dan kepentingan antar stakeholder
36
15 Status pemanfaatan sumber daya ikan menurut Kepmen KP RI No.
45/MEN/2011 moderate exploited (hijau), fully exploited (kuning), dan
over exploited (merah)
42
16 Perbandingan upaya penangkapan optimal pada kondisi MEY
multispesies dan MEY multispesies kompetisi
44
17 Perbandingan jumlah upaya penangkapan optimal pada setiap kondisi
pengusahaan multispesies sumber daya perikanan
45

DAFTAR LAMPIRAN
1 Proses penentuan laju mortalitas total (Z) melalui kurva yang dilinerakan
berdasarkan data panjang
55
2 Frekuensi panjang ikan dominan tertangkap jaring arad
57
3 Pemisahan kelompok ukuran ikan dominan tertangkap jaring arad di
perairan Selat Sunda
59
4 Pendugaan parameter pertumbuhan ikan dominan tertangkap jaring arad
di perairan Selat Sunda
63
5 Pendugaan ukuran rata-rata pertama kali ikan tertangkap (Lc) ikan
dominan tertangkap jaring arad di perairan Selat Sunda
64
6 Tingkat kematangan gonad (TKG) dan pendugaan panjang ikan pertama
kali matang gonad (Lm) ikan dominan tertangkap jaring arad
66
7 Pendugaan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan dominan tertangkap
jaring arad di perairan Selat Sunda
68

8 Estimasi parameter biologi ikan dominan tertangkap jaring arad di
perairan Selat Sunda dengan model Schaefer.
69
9 Jenis makanan biji nangka, peperek, kurisi, tigawaja, dan layur.
70
10 Pendugaan parameter ekonomi (biaya dan harga) ikan dominan
tertangkap jaring arad di perairan Selat Sunda.
70
11 Pendugaan produksi aktual dan lestari ikan biji nangka, peperek, kurisi,
tigawaja, dan layur di perairan Selat Sunda
71
12 Stakeholder dalam perikanan demersal di PPP Labuan, Banten.
72

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dugaan potensi sumber daya perikanan di Selat Sunda pada Wilayah
Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPPRI) 572 adalah 565.30 ribu
ton/thn dan pada tahun 2011 penangkapan sudah mencapai 558.60 ribu ton/tahun
yang didaratkan di Provinsi Lampung dan Provinsi Banten (Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap/ DJPT 2011). Total produksi perikanan di Provinsi Banten
sebesar 30% berasal dari Selat Sunda (Boer dan Aziz 2007). Menurut Irhamni
(2009) Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu pusat produksi perikanan di
Provinsi Banten karena letaknya yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan
Samudera Hindia dengan produksi sekitar 30 ribu ton (20%) atau 117 milyar rupiah
pada tahun 2003 (BRKP 2003). Kabupaten Pandeglang memiliki satu Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) yaitu PPP Labuan dan tujuh Tempat Pendaratan Ikan (TPI)
yaitu TPI Panimbang, Carita, Citeureup, Sidamuki, Sumur, Tamanjaya, dan Pulu
Merak (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten 2006).
Potensi sumberdaya ikan di Kabupaten Pandeglang terdiri dari ikan pelagis,
ikan demersal, ikan karang, kerang-kerangan, cumi-cumi dan udang (DKP
Pandeglang 2013). Ikan demersal di Kabupaten Pandeglang merupakan produksi
tertinggi kedua setelah ikan pelagis kecil dengan jumlah total produksi pada tahun
2013 sebesar 9361.724 ton yang terdiri dari ikan kurisi, biji nangka, kuniran, layur,
peperek, bambangan, kuwe, tiga waja dan ikan lainnya. Menurut DKP Pandeglang
(2013), ikan demersal ditangkap berbagai jenis alat tangkap, antara lain payang,
pukat cincin, pukat pantai, bagan, jaring insang, jaring rampus, dan dogol. Jaring
arad atau pukat pantai adalah salah satu alat tangkap yang dominan menangkap ikan
demersal di PPP Labuan Banten. Jaring arad merupakan jaring modifikasi dari alat
tangkap trawl. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 2/ PERMEN/KP/ 2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap pukat hela dan pukat Tarik
pada pasal 4 menyebutkan dogol, cantrang, dan lampara dasar sebagai salah satu
alat tangkap yang dilarang. Sehingga operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap
dogol perlahan mulai dikurang dan beralih ke alat tangkap demersal lainnya.
Jaring arad atau pukat pantai adalah salah satu alat tangkap yang dominan
menangkap ikan demersal di PPP Labuan Banten. Jaring arad adalah alat tangkap
yang dioperasikan secara aktif dengan cara ditarik oleh perahu. Mengacu pada
Tatalaksana Perikanan yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for Responsible
Fisheries) (FAO 1995), permasalahan utama pada perikanan jaring arad adalah
ketidakselektifan alat tangkap ini terhadap hasil tangkapan sehingga hasil tangkap
sampingan (HTS) yang tertangkap jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan
dengan udang sebagai target spesies. Manadiyanto et al. (2000) menjelaskan hasil
tangkapan utama jaring arad adalah udang dan ikan demersal. Ikan demersal
merupakan ikan yang pergerakannya lambat, sehingga sangat rentan terhadap
tekanan penangkapan. Jenis ikan ini hidup di dasar perairan dengan,ruaya terbatas
pada lokasi tertentu (Muhammad 2011). Hasil tangkapan ikan demersal oleh alat
tangkap jaring arad adalah 2602.58 ton pada tahun 2013.
Untuk menjamin kelestarian sumber daya ikan demersal diperlukan suatu
strategi pengelolaan dari berbagai aspek baik ekologi maupun ekonomi bagi para

2
pelaku perikanan. Menurut Zulbainarni (2012) model pengelolaan ekonomi yang
umum digunakan adalah menggunakan spesies tunggal. Menurut Pauly (1979)
pendekatan spesies tunggal sering kali tidak cukup dalam pengelolaan sumber daya
perikanan tropikal yang ekosistemnya sangat kompleks. Kompleksitas sumber daya
perikanan di Indonesia menyebabkan perlunya pengkajian pengelolaan sumber
daya perikanan dengan menggunakan pendekatan multispesies. Analisis
bioekonomi multispesies adalah suatu analisis bioekonomi yang berorientasi pada
banyak spesies (Zulbainarni et al. 2011).
Pendekatan bioekonomi multispesies adalah pendekatan yang memadukan
kekuatan ekonomi yang mempengaruhi industri penangkapan dan faktor biologi
yang menentukan produksi suplai ikan dengan berorientasi pada banyak spesies.
Hingga pada akhirnya informasi yang didapatkan dari analisis tersebut dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan alternatif pengelolaan
penangkapan ikan demersal di wilayah Kabupaten Pandeglang sehingga terciptanya
pemanfaatan yang optimal dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan serta
memberikan keuntungan yang optimum bagi masyarakat dan nelayan.

Perumusan Masalah
Berdasarkan KEPMEN No. 45 tahun 2011 tingkat pemanfaatan ikan
demersal di Selat Sunda sudah Fully-Exploited. Hal ini disebabkan peningkatan
penangkapan dari tahun ke tahun karena peningkatan permintaan terhadap jenis
tersebut. Menurut Sumirat (2011) produksi perikanan di Provinsi Banten terus
meningkat untuk setiap tahunnya, yang dikhawatirkan akan mengalami tangkap
lebih apabila dibiarkan terus terjadi (Sumirat 2011). Ikan demersal di Kabupaten
Pandeglang ditangkap dengan menggunakan banyak alat tangkap (multigear).
Berdasarkan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 2/PERMEN/KP/2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap pukat hela dan pukat Tarik pada
pasal 4 menyebutkan bebrapa alat tangkap seperti payang, pukat pantai, dogol,
cantrang, dan lampara dasar sebagai salah satu alat tangkap yang dilarang. Dengan
adanya peraturan tersebut akan berdampak pada penurunan hasil tangkapan ikan
demersal oleh alat tangkap dogol, sehingga kemungkinan nelayan akan mengganti
alat tangkap menjadi alat tangkap yang diperbolehkan seperti jaring dan dapat
meningkatkan armada penangkapan alat tangkap tersebut sehingga tekanan
penangkapan diduga akan meningkat.
Selama ini pemanfaatan sumberdaya ikan berorientasi pada pemanfaatan
jangka pendek yaitu ikan ditangkap sebanyak-banyaknya agar mendapatkan
keuntungan yang besar tanpa memikirkan dampaknya dalam jangka panjang.
Perolehan izin yang mudah menyebabkan nelayan-nelayan skala kecil meningkat.
Akibatnya adanya peningkatan jumlah nelayan dan upaya tangkap menyebabkan
tekanan yang semakin tinggi terhadap sumberdaya ikan tersebut.
Permasalah dalam perikanan diantaranya tekanan yang masif terhadap
sumber daya ikan yang disebabkan oleh adanya dua hal yaitu overfishing (secara
ekonomi maupun biologi) dan terjadinya overcapacity (ekses kapasitas) (Fauzy
2010). Selain itu, masalah lain yang cukup penting dalam perikanan adalah
degradasi dan pencemaran perairan yang berakibat pada penurunan produktivitas
perikanan. Untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut diperlukan suatu

3
pengelolaan (management) dalam perikanan. Menurut Beddington et al. (2007) in
Fauzy (2010) kegagalan dalam pengelolaan dapat menyebabkan terjadinya krisis
dalam perikanan dan mengancam kelestarian sumber daya ikan.
Berdasarkan dengan hal tersebut, maka permasalahan yang akan dikaji pada
penelitian ini meliputi komposisi hasil tangkapan ikan demersal, status
pemanfaatan sumber daya ikan demersal melalui laju eksploitasi sumber daya,
tingkat produksi, upaya dan rente ekonomi optimal sumberdaya ikan, laju degradasi
dan depresiasi, serta kontribusi perikanan tersebut terhadap pendapatan nelayan di
Kabupaten Pandeglang. Berdasarkan analisis data tersebut dapat dirancang
alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan demersal di Kabupaten
Pandeglang yang tertangkap oleh alat tangkap jaring arad.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Menginventarisasi dan mengkaji komposisi hasil tangkapan ikan demersal
yang tertangkap oleh jaring arad.
2. Mengkaji tingkat eksploitasi optimal dan aktual multispesies ikan demersal
yang tertangkap jaring arad berdasarkan data hasil tangkapan di PPP
Labuan, Banten.
3. Mengkaji tingkat pemanfaatan multispesies sumber daya ikan demersal
yang tertangkap oleh jaring arad secara biologi dan ekonomi berdasarkan
data hasil tangkapan PPP Labuan, Banten dengan model bioekonomi
multispesies.
4. Mengusulkan kebijakan yang dapat berlaku dalam pengelolaan sumberdaya
ikan demersal oleh jaring arad di Kabupaten Pandeglang.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah dalam rangka
mengontrol kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan yang tertangkap dengan alat
tangkap jaring arad dengan memadukan dua sektor disiplin ilmu yaitu biologi dan
ekonomi. Informasi ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan.
Sehingga kegiatan pemanfaatan tidak memberikan ancaman terhadap kelestarian
ikan dan mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan dengan mengoptimalkan
keuntungan yang mungkin diperoleh.

Ruang Lingkup Penelitian
Perikanan demersal di Indonesia merupakan tipe perikanan yang multispesies
akan tetapi jumlah individu dari masing-masing jenis tersebut relatif rendah. Ikan
ini biasanya dieksploitasi dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap
(multigears). Jaring arad adalah salah satu alat tangkap yang dominan dalam
menangkap ikan demersal. Peningkatan pemanfaatan sumber daya ikan demersal

4
setiap tahunnya dikhawatirkan akan mengancam kelestariannya dan mengalami
overfishing. Selain masalah tersebut, kegiatan usaha penangkapan juga
menimbulkan masalah lain yang terkait dengan ekonomi dan kesejahteraan
nelayan. Kegiatan penangkapan yang tinggi tidak mampu memberi keuntungan
yang maksimal kepada nelayan sehingga pertumbuhan ekonomi tidak mengalami
perkembangan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pengelolaan yang menggunakan
pendekatan ekonomi bukan hanya aspek biologi dari sumberdaya ikan tersebut.
Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan aspek biologi dan ekonomi. Alur
lengkap kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar1 Kerangka pemikiran penelitian pengelolaan multispesies sumber daya
ikan demersal di Selat Sunda

2 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu pengambilan data primer dan
data sekunder. Pengambilan data primer dilaksanakan pada bulan Mei hingga
Oktober 2014 dan pengambilan data sekunder dilaksanakan pada bulan Maret 2015.
Lokasi peneilitian adalah Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten (Gambar 2). Data ikan yang diambil berasal dari
pendaratan ikan di PPP Labuan . Berdasarkan wawancara dengan nelayan ikan-ikan

5
tersebut tertangkap dari fishing ground di wilayah Selat Sunda yang ditunjukkan
oleh titik-titik penangkapan pada Gambar 2. Wawancara dilaksanakan di TPI I yang
berada di muara Cipunteun sebagai tempat pendaratan ikan-ikan demersal. Analisis
contoh dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan untuk identifikasi biologi
perikanannnya. Laboratorium tersebut merupakan bagian dari Departemen
Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.

Gambar2 Lokasi penelitian di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data yaitu data
primer dan data sekunder. Data merupakan data yang diperoleh langsung di
lapangan yang meliputi data biologi dan hasil wawancara dengan pihak-pihak
terkait. Pengumpulan data biologi dilakukan melalui pengukuran panjang total,
bobot basah, jenis kelamin, dan TKG ikan demersal di PPP Labuan Banten.
Pengumpulan data primer lainnya seperti informasi mengenai alat tangkap, ukuran
mata jaring, ukuran kapal, hasil tangkapan, biaya operasi, pendapatan, dan musim
penangkapan didapatkan melalui responden yang dipilih dengan metode purposive
sampling. Pemilihan responden melalui purposive sampling yaitu penetapan
responden secara sengaja oleh peneliti dengan kriteria atau pertimbangan (Faisal 2010).
Responden yang dipilih sebanyak 17 nelayan yang menangkap ikan demersal dengan
menggunakan jaring arad.
Ikan yang digunakan dalam penelitian adalah ikan-ikan yang dominan
ditangkap oleh jaring arad (small bottom trawl). Spesies ikan ini dikelompokkan

6
kedalam 6 kelompok, yaitu spesies biji nangka (Upeneus moluccensis), peperek
(Eubleekeria splendens), kurisi (Nemipterus nematophorus), tiga waja (Otolithes
ruber), layur (Lepturacanthus savala), dan kelompok spesies lainnya. Ikan contoh
diidentifikasi menggunakan FAO species identification guide for fishery purposes
(1999). Ikan-ikan yang dianalisis secara biologi adalah ikan biji nangka (Upeneus
moluccensis), peperek (Eubleekeria splendens), kurisi (Nemipterus nematophorus),
dan layur (Lepturacanthus savala). Sedangkan ikan yang dianalisis secara ekonomi
adalah ikan spesies biji nangka (Upeneus moluccensis), peperek (Eubleekeria
splendens), kurisi (Nemipterus nematophorus), tiga waja (Otolithes ruber), dan
layur (Lepturacanthus savala).
Ikan contoh masing-masing dipilih secara acak dari tumpukan ikan yang
didaratkan. Jumlah ikan contoh yang diambil pada setiap pengambilan contoh
berkisar 50-200 setiap ekor. Data sekunder merupakan data statistik perikanan
tangkap yang diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti DKP Kabupaten
Pandeglang dan kantor UPT Labuan. Rangkuman kebutuhan data dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Rangkuman kebutuhan data dan analisis data penelitian pengelolaan
multispesies sumber daya ikan demersal di Selat Sunda
No
1.

Tujuan
Mengkaji parameter pertumbuhan
ikan demersal

2.

Menganalisis ukuran rata-rata
matang gonad

3.

Menganalisis ukuran pertama kali
tertangkap

4.

Mengkaji laju mortalitas dan
eksploitasi ikan demersal

5.

6.

7.

Data
1. Panjang ikan (P)
2. Sebaran frekuensi
panjang (P)
1. Sebaran frekuensi
panjang (P)
2. Frekuensi ikan TKG IV
(P)
1. Sebaran frekuensi
panjang (P)

Analisis Data
Model von Bertalanffy
dan Ford Walford,
metode Pauly
Proporsi gonad yang
matang (Spearman
Karber)

1. Panjang ikan (P)
2. Frekuensi panjang (P)
3. Nilai parameter
pertumbuhan

Metode kurva
tangkapan yang
dilinierkan
berdasarkan data
komposisi panjang
Analisis time series

Mengetahui pola produksi ikan
demersal yang didaratkan di PPP
Labuan
Mengidentifikasi model
pengelolaan yang tepat bagi ikan
demersal di PPP Labuan

1. Produksi ikan (S)
2. Harga ikan (S)

Menganalisis pengaruh dan tingkat
kepentingan antar stakeholder

Peran dan fungsi
stakeholder (P)

Keterangan

1. Produksi ikan demersal
(S)
2. Biaya operasi
penangkapan (P)
3. Harga ikan (P)
4. Discount rate (S)

covered conden
method

1. Model Produksi
Surplus
2. Model bioekonomi
multispesies
3. Model bioekonomi
kompetisi
Analisis Stakeholder

: P: Data Primer
S: Data Sekunder

Ikan contoh yang diperoleh kemudian diukur panjang dan ditimbang
bobotnya. Setelah itu ikan dibedah untuk mengetahui jenis kelamin dan tingkat
kematangan gonad dari ikan tersebut. TKG ditentukan secara morfologi

7
berdasarkan bentuk, warna, ukuran, dan perkembangan isi gonad. Penentuan TKG
ikan tembang mengacu pada penentuan TKG ikan Effendie (2002) pada Tabel 2.
Tabel 2 Penentuan Tingkat Kematangan Gonad secara morfologi
TKG
I

II

III

IV

V

Betina
Ovari seperti benang, panjangnya sampai
ke depan rongga tubuh, serta
permukaannya licin
Ukuran ovari lebih besar. Warna ovari
kekuning-kuningan, dan telur belum
terlihat jelas
Ovari berwarna kuning dan secara
morfologi telur mulai terlihat
Ovari makin besar, telur berwarna
kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak
tidak tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga
perut
Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur
sisa terdapat didekat pelepasan

Jantan
Testis seperti benang,warna jernih, dan
ujungnya terlihat di rongga tubuh
Ukuran testis lebih besar pewarnaan
seperti susu
Permukaan testis tampak bergerigi,
warna makin putih dan ukuran makin
besar
Dalam keadaan diawet mudah putus,
testis semakin pejal

Testis bagian belakang kempis dan
dibagian dekat pelepasan masih berisi

Prosedur Analisis Data
Identifikasi kelompok ukuran ikan
Sebaran frekuensi panjang digunakan untuk menentukan kelompok ukuran
yang dapat menduga kelompok umur ikan. Data panjang total ikan dikelompokkan
ke dalam beberapa kelas panjang sedemikian, sehingga kelas panjang ke-i memiliki
frekuensi (fi). Pendugaan kelompok umur dilakukan dengan analisis frekuensi
panjang ikan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) (FISAT II,
FAO-ICLARM Stock Assesment Tool) untuk menentukan sebaran normalnya.
Menurut Boer (1996), jika fi adalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i (i = 1,
2, …, N), µj adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σj adalah simpangan baku
panjang kelompok umur ke-j, dan pj adalah proporsi ikan dalam kelompok umur
ke-j (j = 1, 2, …, G), maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga {μ̂ j ,
σ̂ j , ̂pj } adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood function):
∑=
=∑=
qij dihitung dengan persamaan:
=

� √ �

� − (

� −�


)

(1)

(2)

qij adalah fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah µ j dan simpangan
baku σj, dan xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L ditentukan
dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µ j, σj, pj sehingga
diperoleh dugaan μ̂ j , σ̂ j , dan p̂ j yang akan digunakan untuk menduga parameter
pertumbuhan.

8
Pendugaan parameter pertumbuhan sumber daya ikan
Koefisien pertumbuhan yang digunakan mengikuti model von Bertalanffy
(Sparre dan Venema 1999) yang dirumuskan sebagai:
� =

[ −



(−



)

]

(3)

Lt adalah ukuran ikan pada umur t (cm), L∞ adalah panjang asimptotik (cm), K
adalah koefisien pertumbuhan (tahun-1), dan t0 adalah umur hipotesis ikan pada
panjang nol (tahun).
Koefisien pertumbuhan K dan L∞ pada (2) diduga dengan menggunakan
metode Ford Walford yang diturunkan berdasarkan pertumbuhan von Bertalanffy
untu Lt pada saat t + ∆t dan t sedemikian sehingga:
+∆

=





− ∆

+

− ∆



(4)

Persamaan diatas diduga melalui persamaan regresi linear y=b0 +b1 x, dengan Lt
sebagai absis (x), Lt+∆t sebagai ordinat (y), b0= L∞ (1-b), dan b1= exp -K∆t . Nilai
K dan L∞ diduga dengan rumus:

dan

=−
L∞ =

(5)



(6)



Pendugaan umur teoritis dihitung melalui persamaan empiris Pauly (1984), yaitu:
Log -t0 = -0.3922-0.2752 Log L∞ -1.0380 Log K

(7)

� =

(8)

Panjang rata-rata pertama kali ikan tertangkap
Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) dilakukan dengan metode
kantung berlapis (covered conden method). Hasil dari perhitungan tersebut
membentuk kurva ogif selektifitas alat berbentuk sigmoid yang menyerupai kurva
distribusi normal komulatif yang mengacu pada Beverton dan Holt (1957) in Sparre
dan Venema (1999) dengan formula:
+ �

� −� ∗

Sl adalah jumlah esstimasi, L adalah interval titik tengah panjang kel, S1 dan S2
adalah konstanta.
Ukuran rata-rata pertama kali ikan matang gonad
Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata ikan mencapai
matang gonad (M) adalah Metode Spearman-Karber yang menyatakan bahwa
logaritma ukuran rata-rata mencapai matang gonad adalah (Udupa 1986):

= [� +
(9)
]− � ∑
dengan

9
M = antilog m

(10)

dan selang kepercayaan 95% bagi log m dibatasi sebagai:
��

(

± .9 √� ∑

×



)

(11)

m adalah log panjang ikan pada kematangan gonad pertama, xk adalah log nilai
tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad, x adalah log
pertambahan panjang pada nilai tengah, pi adalah proporsi ikan matang gonad pada
kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-i, ni adalah jumlah
ikan pada kelas panjang ke-i, qi adalah 1 – pi, dan M adalah panjang ikan pertama
kali matang gonad.
Laju mortalitas dan laju eksploitasi sumber daya ikan
Menurut Sparre dan Venema 1999 parameter mortalitas meliputi mortalitas
alami (M), mortalitas penangkapan (F), dan mortalitas total (Z). Laju mortalitas
total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data panjang
sedemikian sehingga diperoleh hubungan:
ln



+



,

= h – Z t(

+

(11)

Persamaan (11) diduga melalui persamaan regresi linear sederhana y=b0 +b1 x ,
L1+L2)
C (LI+L2)
sebagai ordinat, x = (
) sebagai absis, dan Z =-b1
dengan y= ln
2
∆t L1,L2

(Lampiran 1).
Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly
(1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut:
M = exp (-0.0152 – 0.279 ln L∞ + 0.6543 ln K + 0.463 ln T)

(12)

M adalah mortalitas alami (per tahun), dan T adalah suhu rata-rata perairan (0C).
Setelah laju mortalitas total (Z) dan laju mortalitas alami (M) diketahui
maka laju mortalitas penangkapan dapat ditentukan melalui hubungan:
F=Z–M

(13)

Selanjutnya Pauly (1984) menyatakan laju eksploitasi dapat ditentukan
dengan membandingkan F dengan Z sebagai berikut:
E=

F
Z

(14)

F adalah laju mortalitas penangkapan (per tahun), Z adalah laju mortalitas total
(per tahun), dan E adalah tingkat eksploitasi.
Catch per unit effort (CPUE) sumber daya ikan
Pendekatan pengukuran jumlah stok ikan dapat dilakukan dengan
mempergunakan teknik monitoring hasil tangkapan per upaya tangkap (catch per
unit effort = CPUE) dari alat tangkap yang digunakan atau beroperasi untuk
melakukan pengambilan contoh pada daerah yang bersangkutan. Menurut Gulland

10
(1983), penghitungan CPUE bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan tingkat
pemanfaatan sumberdaya perikanan pada suatu daerah perairan tertentu. Menurut
Gulland (1983), penghitungan CPUE bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan
tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan pada suatu daerah perairan tertentu.
Untuk mendapatkan nilai CPUE maka terlebih dahulu kita menentukan proporsi
upaya tangkap untuk masing-masing spesies. Kemudian nilai CPUE untuk konsep
multispesies diperoleh melalui:



= ∑ℎ ∑

di mana :

=∑

(15)



(16)

Ent adalah proporsi effort atau upaya tangkap (trip) spesies ke-n tahun t, hnt adalah
hasil tangkapan spesies ke-n tahun t, n adalah spesies 1, 2,……n dan E adalah total
upaya dengan alat tangkap contohnya jaring arad.
Estimasi parameter biologi sumber daya ikan
Nilai parameter biologi terdiri dari intrinsic growth (r), catchability coefficient
(q) dan carrying capacity (k). Estimasi parameter biologi multispesies sumberdaya
ikan demersal dapat dilakukan dengan beberapa model produksi surplus. Pemilihan
model yang tepat dilakukan melalui evaluasi model secara statistik meliputi nilai
R2 dan t statistik. Model yang digunakan mengikuti model Schaefer (1954). Model
Schaefer menurut Fauzi (2010) pada saat tidak ada kegiatan penangkapan, tingkat
perubahan stok ditulis:


= �





(17)

Produksi penangkapan ikan bisa diasumsikan sebagai fungsi dari usaha perikanan
dan stok ikan. Secara matematis ditulis:
ℎ =ℎ �,

(18)

ℎ = �

(19)

ht adalah produksi perikanan periode t, Et adalah usaha perikanan (effort) periode t.
diatas menghubungkan faktor produksi yakni x dan E (usaha
Fungsi ℎ � ,
perikanan) dengan produksi. Secara eksplisit, fungsi produksi yang sering
digunakan dalam manajemen perikanan adalah:

Jika proses produksi dinamis dimasukkan dalam model stok dinamis, dapat
dinyatakan secara matematis pada persamaan berikut:


= �





−ℎ

(20)

Dengan mengasumsikan persamaan diatas pada kondisi keseimbangan jangka
panjang, hasil tangkapan dan usaha perikanan lestari dari fungsi dinamis secara
matematis adalah:

11
ℎ = �

= �





(21)

Berdasarkan persamaan tersebut, nilai biomassa (xt) diperoleh:
� =





(22)

fungsi tangkap lestari sebagai berikut:
ℎ =





(23)

fungsi kuadratik pada persamaan diatas secara matematis ditulis:


=





(24)

Persamaan diatas menyatakan bahwa asusmsi model Schaefer dalam keseimbangan
antara hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) dan upaya tangkap adalah linear,
dengan persamaan regresi:
= +
+
(25)
di mana:

(26)
=
=



(27)

=

(28)

= dan =
_�
. � adalah biomassa ikan tahun ke-t (ton), K adalah
daya dukung lingkungan (ton/tahun), r adalah laju pertumbuhan alami (ton/tahun),
q adalah koefisien daya tangkap (ton/tahun), adalah upaya penangkapan tahun
ke-t (trip), ℎ adalah hasil tangkapan tahun ke-t (ton), dan adalah konstanta.
Menurut Fauzi (2010) nilai dan dapat diduga nilainya, namun akan
terjadi masalah “curse of dimensionality” yang artinya ada tiga parameter (K, r, dan
q) yang akan diduga dengan dua konstanta ( dan ), sehingga tidak mungkin K, r,
dan q dapat diduga. Menurut Fauzi (1999) in Fauzi (2010) untuk menghindari
“curse of dimensionality”, salah satu nilai harus diduga terlebih dahulu. Parameter
yang diduga adalah nilai q melalui Algoritma Fox sebagai berikut:

dimana

̂ =



[|


=� = �

� =−


=

/

� +� +



+

/


+

+

|] / �

−�

(29)

(30)
(31)
(32)

12
̂ adalah rata-rata geometric dari nilai q. Nilai dan adalah koefisien regresi
CPUE dengan effort (E) dan nilai = 2 untuk fungsi logistik. Setelah nilai q diduga
maka nilai K dan r dapat diduga dengan rumus:
(33)
=
=

(34)

Estimasi parameter ekonomi sumber daya ikan
Estimasi biaya input sumber daya ikan
Pada penelitian ini data biaya penangkapan diperoleh dari hasil wawancara
terhadap responden yang menangkap ikan demersal di Kabupaten Pandeglang.
Biaya penangkapan per upaya tangkap terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.
Dalam kajian bioekonomi model Gordon Schaefer biaya penangkapan didasarkan
pada asumsi bahwa hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan dan dianggap
konstan, sehingga dalam penelitian ini biaya penangkapan didefinisikan sebagai
biaya variabel per trip.
Selain upaya tangkap, biaya penangkapan juga dihitung secara proporsional
dengan rumus (Zulbainarni 2012):


di mana :

= ∑ ℎ� ∑

(35)



=∑

(36)

cn adalah proporsi biaya penangkapan spesies ke-n, dan c adalah total biaya
penangkapan.
Biaya penangkapan yang diperoleh dari data primer dibuatkan data series biaya
penangkapan riil tahunnya dengan cara:
=[



]

(37)

Cnt adalah biaya rill pada tahun ke-t, Cstd adalah biaya nominal pada tahun standar
(tahun 2013), IHKt adalah Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun t,
dan IHKstd adalah Indek Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun standar
(tahun 2013)
Estimasi harga output sumber daya ikan
Estimasi harga output ditentukan berdasarkan data wawancara dengan
nelayan ikan demersal sebagai respondennya. Data harga output yang diperoleh
kemudian dikonversi ke pengukuran riil dengan cara menyesuaikan dengan IHK
yang berlaku di Pandeglang, Banten. Secara matematis dinotasikan sebagai berikut
(Fauzi dan Anna 2005):
� =[



]�

(38)

13
Pnt adalah biaya rill pada tahun ke-t, Pstd adalah biaya nominal pada tahun standar
(tahun 2015), IHKt adalah Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun t,
IHKstd adalah Indek Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun standar (tahun
2015)
Pengelolaan dengan model bioekonomi multispesies sumber daya ikan
Pengelolaan sumber daya ikan pada kondisi Maximum Sustainable Yield
(MSY)
Fungsi produksi lestari sumber daya ikan merupakan persamaan kuadratik.
Tingkat upaya tangkap yang dilakukan untuk mencapai hasil tangkapan optimum
(MSY) dapat diketahui dengan menyamakan turunan pertama persamaan regresi
linear di atas terhadap tingkat upaya tangkap sama dengan nol. Secara matematis
ditulis (Fauzi 2010):
(39)
� =



=



=



(40)

ℎ���

����


4

=

� adalah upaya lestari, ℎ
biomass pada level MSY.

=

(41)

adalah hasil tangkapan lestari, �





tinggkat

Pengelolaan sumber daya ikan pada kondisi Maximum Economic Yield
(MEY)
Kegiatan penangkapan ikan demersal di Selat Sunda dengan menggunakan
alat tangkap jaring arad menangkap ikan biji nangka, peperek, kurisi, tiga waja,
layur, dan ikan lainnya. Menurut Zulbainarni (2012) secara matematis dituliskan
sebagai:
��

=





=



��







(42)

n adalah spesies ke-1, 2, …., 6, xn adalah biomassa spesies ke-n, rn adalah intrinsic
growth rate spesies ke-n, Kn adalah carrying capacity spesies ke-n, qn adalah
koefisien kemampuan tangkap spesies ke-n, En adalah upaya penangkapan (effort)
ke-n. Dimana spesies ke-1 ikan biji nangka, spesies ke-2 ikan peperek, spesies ke3 ikan kurisi, spesies ke-4 ikan tiga waja, spesies ke-5 ikan layur, dan spesies ke-6
ikan lainnya.
Tingkat upaya penangkapan pada kondisi maximum economic yield (MEY)
yang diperoleh dari turunan pertama rente ekonomi terhadap upaya tangkap sama
dengan 0 sebagai berikut:





=

=









+





� � �


� � �



(43)
(44)
(45)

14
dengan keuntungan kondisi MEY sebagai berikut:
� � ,
=∑
� −

(46)

Analisis kebijakan penangkapan optimal sumber daya ikan
Optimalisasi bermaksud menemukan jalan keluar terbaik dalam melakukan
kegiatan. Menurut Hatwick (1990) pengetahuan mengenai perbedaan antara tingkat
tangkapan, upaya aktual, dan optimal, diperlukan dalam penentuan kebijakan.
Eksploitasi optimal dapat diketahui dengan menggunakan teori capital ekonomi
sumber daya yang dikembangkan oleh Clark dan Munro (1975) in Zulbainarni
(2012) sebagai beriuk:

� = ∫ −� [∑
� − ] � �
(47)
PV adalah present value rente ekonomi sumber daya perikanan, p adalah harga
output per satuan unit, c adalah biaya per satuan input, δ adalah social discount rate
(konstan).
Berdasarkan persamaan diatas diturunkan sedemikian rupa sehingga
didapatkan biomassa optimal (x*) yang dapat digunakan untuk menghitung tingkat
upaya penangkapan dan hasil tangkapan yang optimal, secara matematis dapat
ditulis:


∗=



∗=



[

� � �

+







Hasil tangkapan optimal dapat ditulis:
�� ∗

� � �� ∗−

[�− �

+√

� � �

− �� ∗/ � ]

+







+

8 �

� � � �

] (48)
(49)

Upaya tangkapan optimal dapat ditulis:
∗=

ℎ ∗

(50)

� ∗

Dengan demikian rente ekonomi sumber daya perikanan dapat diperoleh dengan
persamaan:


∗= ∑



∗−



(51)

Pengelolaan dengan model bioekonomi multispesies kompetisi sumber daya
ikan
Hubungan ketergantungan antarspesies ikan
Berdasakan hasil parameter biologi dari masing-masing spesies, dalam penelitian
ini juga melihat hubungan timbal balik antarspesies atau ketergantungan
antarspesies. Terdapat beberapa hubungan timbal balik antar spesies menurut
Anderson dan Seijo (2010) disajikan pada tabel 3. Spesies-spesies yang saling
berkompetisi dalam kegiatan penangkapan dengan jaring arad, secara matematis
ditulis sebagai berikut:

15


=

� ,� ,� � ,�

= �





+

∏= �

(52)

Apabila nilai koefisien
lebih kecil dari nol, hubungan ketergantungan
antarspesiesnya adalah kompetisi (Tabel 3).
Tabel 3 Hubungan timbal balik antarspesies ikan
Hubungan timbal balik
Kompetisi
Predator prey (X1: predator, X2: prey)
Mutualisme
Komensalisme (X1: commensal)
Amensalisme (X1: amensal)

Spesies 1
�X1/ �X2 < 0
�X1/ �X2 > 0
�X1/ �X2 > 0
�X1/ �X2 > 0
�X1/ �X2 < 0

Spesies 2
�X1/ �X2 < 0
�X1/ �X2 < 0
�X1/ �X2 > 0
�X1/ �X2 = 0
�X1/ �X2 = 0

Spesies-spesies yang saling berkompetisi dalam kegiatan penangkapan dengan
jaring arad, secara matematis ditulis sebagai berikut:


=

� ,� ,� � ,�

= �





+

∏= �

(52)

Apabila nilai koefisien
lebih kecil dari nol, hubungan ketergantungan
antarspesiesnya adalah kompetisi (Tabel 1).
Analisis model bioekonomi kompetisi sumber daya ikan
Berdasarkan hasil analisis ketergantungan antarspesies yang tertangkap oleh
jaring arad saling berkompetisi. Dalam pengelolaan sumber daya perikanan
dinamis, persamaan yang dapat menjelaskan perubahan setiap stok yang saling
berkompetisi dapat diperoleh dengan memodifikasi model logistik menggunakan
model Lotka-Volterra (Anderson dan Seijo 2010):
=
=



.



(53)



.



(54)

adalah kelimpahan spesies ke-1 yang berkompetisi waktu ke waktu, . adalah
spesies ke-2 yang berkompetisi waktu ke waktu,
adalah koefisien
ketergantungan kompetisi untuk spesies ke-1 yang menunjukkan efek dari spesies
2 terhadap spesies 1,
adalah koefisien ketergantungan kompetisi untuk spesies
ke-2 yang menunjukkan efek dari spesies 1 terhadap spesies 2.
Apabila
1, efek spesies 2 pada spesies 1
lebih besar daripada pengaruh spesies 1 pada anggotanya sendiri. Dengan model
Lotke-Volterra terdapat 4 kasus yang dapat terjadi tergantung daya dukung dan
koefisien ketergantungan sehingga dengan diturunkan sedemikian rupa dapat
dihitung biomassa spesies ke-1 dan spesies ke-2 pada kondisi kompetisi:
.

� =

−�





+�

(55)

16
−�

� =





+�

(56)

Tingkat upaya penangkapan yang optimal dengan mempertimbangkan
ketergantungan ekologi perikanan (kompetisi) dapat diperoleh dari turunan pasrsial
rente ekonomi masing-masing spesies terhadap proporsi upaya penangkapan
masing-masing spesies sama dengan nol, maka diperoleh upaya pada kondisi MEY
sebagai berikut (Zulbainarni 2012):


M�Y =



M�Y =

α α c r r -c r r +K p q r r -K α p q r r +� K α p q q r
+�

(57)

α α c r r -c r r +K p q r r -K α
+�

(58)

p q r r +� K α p q q r

Analisis laju degradasi sumber daya ikan
Degradasi dapat diartikan sebagai tingkat atau laju penurunan kualitas dan
kuantitas sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources).
Kondisi ini dapat terjadi karena pengaruh kondisi alam maupun karena pengaruh
aktivitas manusia. Degradasi sumberdaya alam dapat dihitung berdasarkan Anna
(2003):
1
∅DG=
(59)

1+EXP

ho


adalah laju degradasi, ℎ adalah produksi lestari pada periode t, dan ℎ
adalah produksi aktual pada periode t.

Analisis laju depresiasi sumber daya ikan
Analisis depresiasi sumberdaya ditujukan untuk mengukur perubahan nilai
moneter dari pemanfaatan sumberdaya alam, atau dengan kata lain depresiasi
merupakan pengukuran degradasi yang dirupiahkan. Menurut Anna (2003) formula
pengukuran depresiasi dinotasikan sebagai berikut:
∅DP=

1
1+EXP

π∂
π0

(60)

∅ � adalah laju depresiasi, �� adalah rente lestari pada periode t, dan � adalah
rente aktual pada periode t.
Analisis stakeholder pada pengelolaan sumber daya ikan
Brown et al. (2001) menyatakan analisis stakeholder adalah sistem
pengumpulan informasi dari individu atau sekelompok orang yang berpengaruh di
dalam memutuskan, mengelompokkan informasi dan menilai kemungkinan konflik
yang terjadi antara kelompok-kelompok berkepentingan. Analisis stakeholder
merupakan analisis yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan memetakan aktor
(tingkat kepentingan dan pengaruhnya) dalam pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya di wilayah pesisir serta potensi kerjasama dan konflik antar aktor.

17
Menurut Pomeroy dan Douvere (2008) analisis stakeholder atau kelembagaan
adalah pendekatan dan prosedur untuk memperoleh pemahaman tentang system
dengan cara mengidentifikasi pelaku utama dan pemegang kepentingan dalam
system dengan menilai kepentingan masing-masing. Aktor ini dapat dikategorikan
sesuai dengan banyak atau s