PENDEKATAN KONVENSIONAL UNTUK KETAHANAN TOMAT TERHADAP BEGOMOVIRUS YANG DIKOMBINASIKAN

109

VIII. PENDEKATAN KONVENSIONAL UNTUK KETAHANAN TOMAT TERHADAP BEGOMOVIRUS YANG DIKOMBINASIKAN

DENGAN KETAHANAN TERHADAP CMV Abstrak Penggunaan tanaman tomat tahan merupakan cara yang terbaik untuk mengendalikan Begomovirus. Berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh ketahanan genetik terhadap Begomovirus, terutama diarahkan untuk ketahanan terhadap Tomato yellow leaf curl virus TYLCV. Beberapa aksesi dari kerabat liar tomat menunjukkan tingkat ketahanan dan toleransi yang tinggi terhadap TYLCV, di antaranya spesies Lycopersicon chilense. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan galur-galur tanaman tomat yang tahan terhadap Begomovirus TYLCV dikombinasikan dengan ketahanan terhadap CMV. Materi tanaman yang digunakan dalam percobaan adalah galur FLA456 sebagai tetua tahan TYLCV, Intan dan CL6046 sebagai tetua rentan, tanaman generasi F1-TYLCV hasil persilangan galur tahan dan rentan TYLCV dan tanaman generasi F1-CMV hasil persilangan galur rentan dan galur transgenik tahan CMV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman-tanaman F1-TYCLV dan F1-silang ganda hasil persilangan antara F1-TYLCV dan F1-CMV memperlihatkan fenotipe yang tahan terhadap TYLCV. Pada galur tanaman F1-silang ganda juga memperlihatkan adanya integrasi dua gen ketahanan terhadap TYLCV dan CMV pada satu tanaman. Bioasai tanaman F1-silang ganda F 1 DC-IntanR8-110- 11FLA456Intan dan F 1 DC-CL6046R8-110-11FLA456CL6046 dengan TYLCV diperoleh masing-masing 10 dan 9 tanaman yang menunjukkan fenotipe tahan. Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman-tanaman F1-silang ganda tersebut telah membawa gen ketahanan terhadap TYLCV. Untuk mengidentifikasi tanaman F1-silang ganda juga membawa gen ketahanan terhadap CMV maka dilakukan identifikasi dengan analisis PCR. Hasil identifikasi dengan PCR mengindikasikan bahwa gen ketahanan terhadap CMV juga telah terbawa pada tanaman F1-silang ganda. Dengan demikian, pada penelitian ini telah diperoleh tanaman F1-silang ganda yang membawa gen tahan TYCLV dan CMV. Tanaman- tanaman F1-silang ganda yang tahan TYLCV dan CMV ini akan dijadikan sebagai materi untuk pengembangan varietas tomat tahan TYLCV dan CMV selanjutnya. Kata kunci: tomat Lycopersicon esculentum Mill., gen-gen ketahanan, persilangan ganda, Begomovirus, TYLCV, CMV 110 Abstract The use of resistant tomato plants s the best way to control Begomovirus. A great effort has been made to obtain genetic resistance to Begomovirus, manly directed against Tomato yellow leaf curl virus TYCLV. Some accessions of tomato wild relatives exhibited good levels of resistance and tolerance to TYLCV, such as Lycopersicon chilense species. The objective of this research was to obtain tomato lines resistant to TYLCV combined with resistance to CMV. Plant materials that used in this experiment were FLA456 line as a TYLCV resistant parent AVRDC, Intan adn CL6046 as susceptible parents, F1-TYLCV plants TYCLV resistant F1 plants and F1-CMV plants CMV resistant F1 plants. Result of the experiments showed that F1-doublecross plants crossing between F1-TYLCV and F1-CMV plants give a resistant phenotype indicating integration of both two resistance genes in one plant has been occured following effication and PCR analysis. Effication of F 1 DC-IntanR8-110-11FLA456Intan lines 21 lines dan F 1 DC-CL6046R8-110-11FLA456CL6046 lines 21 lines with Begomovirus has been obtained 10 and 9 plants respectively showing high level resistant phenotype which no symptom could be observed. It indicated that those F1-doublecross plants had carried the Begomovirus-resistance genes. To confirmed that the Begomovirus resistant F1-doublecross plants also carried the CMV-resistance gene, those lines were subjected to PCR analysis. Result of PCR analysis also indicated that the CMV-resistance gene has been incorporoted in the F1-DC lines. Keywords: tomato Lycopersicon esculentum Mill., resistance genes, double cross, Begomovirus, TYLCV, CMV 111 Pendahuluan Serangan penyakit tanaman merupakan salah satu kendala biotik yang banyak ditemukan di areal pertanaman tomat. Saat ini, telah teridentifikasi adanya serangan penyakit keriting daun yang disebabkan oleh infeksi Tomato yellow leaf curl virus TYLCVToLCV di area-area sentra produksi tomat di Indonesia Aidawati et al. 2005; Sukamto et al. 2006. Spesies TYLCVToLCV dimasukkan ke dalam genus Begomovirus dari famili Geminiviridae yang ditularkan oleh serangga vektor kutukebulwhitefly Bemisia tabaci Genn dari ordo Hemiptera, famili Aleyrodidae dan menginfeksi tanaman dikotil. Penyakit keriting ini dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai 100 pada tanaman tomat budidaya di daerah tropis dan sub-tropis Moriones et al. 2000. Di Indonesia, TYLCVToLCV dilaporkan menginfeksi tanaman tomat hampir 90-100 dan telah menyebabkan kehilangan hasil sekitar 50-100 AVRDC Centerpoint newsletter – spring 2003 issue. Menurut hasil penelitian Sudiono et al. 2001, serangan virus tersebut pada tanaman tomat di daerah Bogor dan sekitarnya dapat mencapai 50-70. Penelitian lain melaporkan adanya serangan penyakit keriting ini di beberapa daerah di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Jogjakarta dengan frekuensi kejadian penyakit berkisar antara 33-100 Santoso 2008, belum dipublikasi. Beberapa teknik telah dilakukan untuk mengendalikan Begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat, tetapi hanya sedikit yang terbukti efektif. Usaha untuk mengendalikan kutukebul secara biologi juga telah dilakukan, akan tetapi hasilnya tidak memuaskan Mason et al. 2000 Sampai saat ini belum ada bahan kimia yang dapat diaplikasikan secara langsung untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut. Penggunaan varietas tahan merupakan cara yang tepat untuk mengendalikan virus karena metode ini relatif lebih aman dan murah apabila dibandingkan dengan metode pengendalian yang lain Polston Anderson 1997; Hanson et al. 2000; Mason et al. 2000. Ada dua pendekatan di dalam pengembangan varietas tanaman tahan virus berdasarkan pada sumber gen yang digunakan Sanford Johnson 1985; Dasgupta et al. 2003 dimana gen dapat berasal dari virus itu sendiri atau berasal dari sumber yang lain. Pendekatan pertama didasarkan pada konsep ketahanan 112 yang berasal dari patogen pathogen-derived resistance, PDR yang memanfaatkan elemen genetik virus dan diintroduksikan ke tanaman, sehingga akan mempengaruhi siklus hidup virus. Pemanfaatan gen selubung protein coat protein gene merupakan salah satu contoh dari pendekatan PDR ini Bendahmane et al. 1997; Sinisterra et al. 1999; Vidya et al. 2000; Raj et al. 2005. Pendekatan yang kedua adalah ketahanan yang berasal bukan dari patogen non pathogen-derived resistance, non PDR, yang memanfaatkan gen-gen ketahanan dari tanaman inang dan gen-gen lain yang bertanggungjawab untuk adaptasi dan respon tanaman inang terhadap serangan patogen. Penggunaan pendekatan non-PDR telah dilakukan diantaranya oleh Hanson et al. 2000. Usaha untuk memperoleh ketahanan genetik terhadap Begomovirus TYLCV melalui pendekatan non PDR telah banyak dilakukan. Beberapa peneliti telah mencari gen-gen ketahanan terhadap TYLCV di antara spesies Lycopersicon liar dan telah menemukan beberapa gen yang menjanjikan, diantaranya pada spesies L. chilense Dun, L. pimpinellifolium Jusl. Mill, L. hirsutum Dun dan L. peruvianum L. Mill Zakay et al. 1991; Kasrawi et al. 1998; Pico et al. 1998; Vidavsky Czosnek 1998. Galur-galur tomat hasil pemuliaan secara konvensional yang mempunyai ketahanan terhadap TYLCV telah dikembangkan oleh The Asian Vegetables Research and Development Center AVRDC, Taiwan dan telah diuji serta terbukti efektif terhadap beberapa strain TYLCV Asia termasuk diantaranya Taiwan, India Selatan dan Thailand AVRDC Centerpoint newsletter – spring 2003 issue. AVRDC juga telah mengembangkan galur-galur tomat yang tahan CMV melalui pendekatan rekayasa genetik menggunakan gen protein selubung coat protein gene. Sampai sekarang ini, galur transgenik tahan CMV tersebut telah dievaluasi di lapang dan menunjukkan tingkat ketahanan yang memadai untuk mengendalikan infeksi CMV. Di Indonesia, infeksi CMV merupakan kendala produksi yang paling serius pada tanaman cabai dan juga ditemukan pada pertanaman tomat. Serangan CMV dapat menyebabkan kerusakan yang paling parah dan berdampak pada penurunan hasil sebesar 75, bahkan hingga 100 Duriat 1996, DEPTAN 1999. Melalui proyek kerjasama ABSP II yang di danai oleh USAID, 113 persilangan antara tomat varietas Indonesia Intan dan CL6046 dengan varietas tomat yang tahan TYLCV FLA 456 dan FLA 478 atau varietas tomat transgenik tahan CMV R7-110-11 telah dilakukan di AVRDC dan menghasilkan tanaman tomat generasi F1 dari masing-masing persilangan tanaman F1-TYLCV dan F1- CMV. Tanaman tomat generasi F1-TYLCV dan F1-CMV tersebut kemudian didonasikan ke Indonesia BB BIOGEN sebagai materi untuk pengembangan tomat tahan TYLCV dan CMV. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan galur-galur tanaman tomat yang tahan terhadap Begomovirus TYLCV dikombinasikan dengan ketahanan terhadap CMV. Bahan dan Metode Materi tanaman tomat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tetua tahan TYLCV, tetua tahan CMV, tetua rentan Intan dan CL6046 dan 4 tanaman F1 hasil persilangan tunggal serta tanaman cek rentan Tabel 11. Tabel 11 Materi tanaman yang digunakan dalam penelitian Materi GalurVarietas Sifat ketahanan Keterangan Intan Varietas Toleran terhadap panas heat tolerance Introduksi dari AVRDC dan dirilis oleh Balitsa tahun 1980 Lampiran 3 CL6046 Calon varietas Tahan layu bakteri Introduksi dari AVRDC dan telah diseleksi oleh Balitsa FLA456 FLA456-4- 21-1 Galur inbred generasi F4 dari AVRDC Tetua tahan TYLCV Ketahanan berasal dari Tyking dan L. chilense LA2779. Diidentifikasi membawa gen ketahanan pada 3 kromosom yang berbeda 3, 6 dan 11 FLA478 FLA478-6- 3-1-11 Galur inbred generasi F5 dari AVRDC Tetua tahan TYLCV Ketahanan berasal dari Tyking dan L. chilense LA1938 CL5915-93D4-1-0-3 Galur inbred Rentan TYLCV Tanaman pembanding cek peka untuk TYLCV R8-110-11 Galur inbred generasi ke-8 dari AVRDC Tahan CMV Galur transgenik yang membawa gen CP-CMV F1 FLA456Intan - - F1-TYLCV F1 FLA456CL6046 - - F1-TYLCV F1 IntanR7-110-11 - - F1-CMV F1 CL6046R7-110-11 - - F1-CMV 114 Skrining ketahanan terhadap virus. Skrining tanaman terhadap Begomovirus TYLCV Sebelum dilakukan skrining, terlebih dahulu dilakukan konfirmasi ketahanan dari tetua-tetua yang digunakan untuk persilangan, yaitu tetua tahan TYCLV FLA456 dan FLA478 dan tetua rentan Intan dan CL6046, dengan diinokulasi TYLCV. Selanjutnya, skrining ketahanan tanaman terhadap Begomovirus dilakukan pada tanaman F1 hasil silangan tetua tahan dan rentan TYLCV F1 TYLCV. Isolat TYLCV yang digunakan dalam skrining ini aadalah isolat Kaliurang Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelaksanaan skrining adalah sebagai berikut: bibit tomat dari masing- masing individu tanaman yang berumur 12-14 hari setelah tanam pada bak semai dipindahkan ke kurungan inokulasi yang kedap serangga. Kurungan inokulasi berisi tanaman tomat terinfeksi TYLCV sebagai sumber inokulum virus, dan kutu kebul. Bibit tomat dibiarkan berada di dalam kurungan inokulasi selama 7 hari. Setelah periode inokulasi tersebut bibit tomat dikeluarkan dan diberi perlakuan insektisida untuk memusnahkan kutu kebul. Bibit tomat selanjutnya dipindahkan ke dalam pot dan dipelihara di dalam rumah kasa. Pengamatan terhadap gejala dilakukan 2 minggu setelah inokulasi menggunakan panduan skoring Muniyappa et al. 1991 Tabel 12. Tabel 12. Skoring keparahan gejala pada tanaman yang terinfeksi Begomovirus Indeks Gejala Tidak ada gejala 1 Ringan tepi daun sedikit menggulung dan menguning 2 Sedang tanaman sedikit kerdil, daun menguning dan menggulung 3 Parah tanaman sangat kerdil, terjadi pengurangan ukuran daun, daun menggulung dan menguning Tanaman generasi F1-TYLCV yang menunjukkan tingkat ketahanan yang tinggi setelah skrining tanaman F1 terpilih dengan Begomovirus digunakan 115 sebagai materi tanaman dalam persilangan ganda double crossintercross untuk mengkombinasikan gen ketahanan terhadap TYLCV dan CMV. Skrining tanaman terhadap CMV Skrining dilakukan terhadap tanaman F1-CMV yang merupakan hasil pesilangan antara tetua tahan CMV R7-110-11 dengan tetua rentan Intan atau CL6046. Isolat yang digunakan untuk skrining adalah isolat CMV-2 dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang. Penularan virus ini dilakukan secara mekanis pada bibit tanaman tomat yang berumur sekitar 2 minggu atau pada saat daun pertama telah membuka sempurna. Daun yang terinfeksi digunakan sebagai sumber inokulum digerus dalam mortar dengan diberi bufer fosfat dengan perbandingan berat basah daun : bufer fosfat adalah 1:10 bv. Dari hasil penggerusan ini didapat sap sebagai inokulum virus yang siap untuk dioleskan ke bibit tanaman tomat. Daun bibit tanaman tomat yang akan diinokulasi ditaburi serbuk karborundum. Kapas yang telah dililitkan pada tusuk gigi dicelupkan ke dalam sap sumber inokulum kemudian dioleskan pada permukaan atas daun satu sampai tiga kali dengan arah dari pangkal daun ke ujung daun. Pengamatan gejala yang muncul dilakukan pada 2 minggu setelah inokulasi 14 hsi. Pengamatan gejala penyakit dari CMV dilakukan sesuai prosedur skoring yang dilakukan oleh Sulyo Duriat 1997 Tabel 13. Tabel 13 Skoring keparahan gejala pada tanaman yang terserang CMV Indeks Gejala Tidak ada gejala 1 Gejala mosaik atau belang ringan, atau atau tidak ada penyebaran sistemik. Kadang-kadang permukaan daun agak kasar 2 Gejala mosaik atau belang sedang 3 Gejala mosaik atau belang berat tanpa penciutan atau malformasi daun 4 Gejala mosaik atau belang berat dengan penciutan atau malformasi daun 5 Gejala mosaik atau belang berat dengan penciutan atau malformasi daun yang parah, kerdil atau mati 116 Tanaman F1-CMV yang menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap inokulasi CMV digunakan sebagai materi untuk persilangan ganda. Deteksi galur F1-CMV dan F1-DC menggunakan PCR Deteksi dengan teknik PCR menggunakan primer spesifik dilakukan dengan tujuan untuk menyeleksi tanaman-tanaman F1-CMV dan F1-DC hasil persilangan yang membawa gen CP-CMV. Analisis PCR ini dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut: Isolasi DNA genom total tanaman. Isolasi DNA genom total tanaman tomat menggunakan metode yang dikembangkan oleh Doyle Doyle 1990 yang telah dimodifikasi dengan penambahan 2 polyvinil pyrolidone PVP. Sebanyak 3 g daun tanaman dilembutkan dan ditambahkan dengan 700 µl bufer ekstraksi 20 mM EDTA, 100 mM Tris-HCl pH 8.0, 1.4 M NaCl, 2 CTAB, 2 PVP, dan 0.2 Mercaptoetanol dan diinkubasi selama 15 menit pada penangas air 65 C. Selanjutnya ditambahkan larutan fenol-kloroform-isoamilalkohol 25:24:1 vvv sebanyak 700 µl. Tabung dibolak-balik secara hati-hati selama 5 menit. Suspensi disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 12000 rpm. Supernatan diambil dan ditambahkan dengan 110x volume 3M Natrium asetat dan 0.7x volume isopropanol dingin dan dibolak-balik perlahan-lahan. Untuk mengendapkan DNA dilakukan sentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 12000 rpm. Endapan DNA dicuci dengan ethanol 70 dan disentrifugasi kembali selama 5 menit pada 12000 rpm. Setelah itu pelet DNA dikeringkan dan dilarutkan kembali dengan bufer TE 1x. Suspensi DNA yang sudah larut siap digunakan untuk cetakan dalam proses PCR. Amplifikasi dengan Teknik PCR. Amplifikasi dengan teknik PCR dilakukan pada volume total reaksi 25 µl yang mengandung 2-5 ul DNA genomik cetakan, dNTPs dengan konsentrasi 25 µM, sepasang primer spesifik gen CP-CMV masing-masing dengan konsentrasi 0.2 uM, MgCl 2 dengan konsentrasi 1,5 mM, enzim Taq DNA polymerase 0.15 unit dalam larutan bufer 1X 20mM Tris-HCl pH 8.0, 100mM KCl, 0.1mM EDTA, 117 1mM DTT, 50 glycerol, 0.5, Tween 20, dan 0.5 nonidet P40. Urutan basa dari pasangan primer CP-CMV adalah CP5-forward: 5’- CTCTAGAGTTTCGTCTACTTATCT-3’ dan CP3-reverse: 5’- CGAGCTCTGGTCTCCTTTTGAGAGAGACCCCATT-3. Setiap reaksi dilakukan pada tabung mikro 0,2 ml. Reaksi amplifikasi dilakukan dengan mesin PCR MJ Research dengan program sebagai berikut: denaturasi awal pada suhu 94 C selama 1 menit sebanyak 1 siklus, denaturasi pada suhu 94 C selama 1 menit, penempelan primer pada suhu 50 C selama 1 menit, dan pemanjangansintesis DNA pada suhu 72 C selama 2 menit. Tahap denaturasi- penempelan primer-sintesis DNA diulang sebanyak 35 kali. Pada tahap terakhir proses PCR dilakukan pemanjangan akhir pada suhu 72 C selama 10 menit sebanyak 1 siklus. Hasil PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1, diwarnai dengan etidium bromida dan divisualisasi dengan Chemidoc gel system. Sampel tanaman F1-CMV yang membawa gen CP-CMV akan menunjukkan pita DNA yang berukuran 1050 bp sedangkan yang tidak membawa gen CP-CMV tidak akan terbentuk pita DNA hasil PCR negatif. Tanaman F1-CMV yang positif PCR membawa gen CP-CMV digunakan sebagai materi terpilih untuk persilangan ganda. Persilangan ganda antara F1-TYLCV dan F1-CMV Tanaman F1-TYLCV dan F1-CMV terpilih dari hasil skrining digunakan sebagai materi persilangan ganda. Pada proses persilangan ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu ekstraksi serbuk sari, emaskulasi dan penyerbukan. Ekstraksi serbuk sari. Bunga-bunga tomat yang sudah mekar dikumpulkan dari tanaman tetua jantan. Koleksi bunga dilakukan pada pagi hari untuk menghindari gugurnya serbuk sari. Kelopak bunga dihilangkan dan tabung serbuk sari dimasukkan pada kantong kertas, diletakkan sekitar 30 cm di bawah lampu 40 atau 60 watt untuk mengeringkan serbuk sari dengan suhu diatur pada 30 C selama 24 jam. Tabung serbuk sari yang telah kering kemudian diekstraksi untuk memisahkan serbuk sari dengan tabungnya. Ujung tabung serbuk sari dipotong kemudian dengan menggunakan pinset, tabung tersebut diketuk-ketukkan ke tabung kaca khusus 118 untuk menampung serbuk sari container glass sehingga serbuk sari akan rontok. Serbuk sari yang diperoleh kemudian ditutup rapat dengan parafilm dan disimpan pada refrigerator untuk menghindari turunnya viabilitas serbuk sari sampai siap digunakan untuk penyerbukan. Emaskulasi. Proses emaskulasi dimulai setelah tanaman berumur sekitar 55 – 65 setelah tanam. Bunga-bunga dari tandan kedua yang akan mekar kira-kira 2-3 hari lagi dipilih untuk emaskulasi. Petala sudah sedikit keluar tapi belum membuka dan mahkota bunga berwarna sedikit kekuningan atau lebih pucat. Pinset, gunting dan sarung tangan disterilkan dengan disemprot alkohol 95 sebelum emaskulasi dilakukan untuk mencegah kontaminasi. Stamen dari bunga yang akan diemaskulasi dihilangkan dengan pinset yang berujung tajam sehingga dapat dihindari terjadinya silang sendiri. Penyerbukan Bunga-bunga yang sudah diemaskulasi kemudian diserbuki dua hari sesudahnya atau ketika mahkotanya sudah berubah warnanya menjadi kuning terang, yang mengindikasikan bahwa putik sudah siap untuk diserbuki. Penyerbukan dilakukan dengan mencelupkan kepala putik ke dalam kumpulan serbuk sari pada tabung container. Setelah proses penyerbukan selesai, bunga- bunga lain yang tidak disilangkan dihilangkan dari tanaman tetua betina untuk mengurangi adanya kontaminasi sebelum panen. Kelopak bunga dari bunga yang tealh diserbuki dipotong untuk memudahkan mendeteksi bauh-buah hasil persilangan buatan. Pemanenan buah tomat hasil silang ganda Buah-buah tomat yang berasal dari bunga yang disilangkan setelah masak dipanen. Buah-buah tersebut kemudian diekstraksi untuk memisahkan biji-biji dari daging buah dan lendirnya. Cara ekstraksinya adalah buah dibelah dengan pisau kemudian biji-biji dipisahkan dari daging buah dan dimasukkan ke dalam botol yang berisi air. Biji-biji yang direndam air tersebut dibiarkan selama semalam. Setelah itu, biji-biji diremas-remas untuk memisahkan lendir yang menempel pada biji dan kemudian disaring serta dicuci pada air yang mengalir. 119 Biji-biji yang sudah bersih kemudian dikeringkan pada kertas saring selama semalam dan setelah kering biji-biji disimpan di suhu 4 o C. Biji-biji yang dipanen merupakan biji generasi F1-doublecross F1-DC yang siap digunakan untuk penelitian selanjutnya. Hasil Konfirmasi ketahanan dua tetua tomat tahan terhadap TYLCV dari AVRDC yaitu FLA456 dan FLA478 dengan menggunakan isolat Kaliurang DIY menunjukkan bahwa kedua tetua tahan tersebut memberikan respon ketahanan yang berbeda Tabel 14. Tanaman FLA456 memberikan respon sangat tahan dibandingkan dengan FLA478. Hal ini diindikasikan dengan tingkat keparahan gejala dari tanaman-tanaman yang diinokulasi dengan TYLCV dimana dari 19 tanaman yang diinokolasi, semuanya tidak menunjukkan adanya gejala Tabel 13. Sementara itu, semua tanaman FLA478 8 tanaman memperlihatkan gejala yang parah Tabel 14. Berdasarkan hasil konfirmasi ini, maka untuk skrining tanaman-tanaman generasi F1-TYCLV persilangan antara tetua tahan TYLCV dan rentan, materi yang digunakan adalah tanaman-tanaman F1 hasil persilangan antara tetua tomat Indonesia Intan dan CL6046 dengan tetua tahan FLA456 dan bukan FLA478. Tabel 14 Konfirmasi ketahanan tetua terhadap TYLCV melalui penularan dengan serangga vektor kutukebul di rumah kaca Keparahan gejala Materi Jumlah tanaman tidak ada ringan sedang parah FLA456 tetua tahan 19 19 - - - FLA478 tetua tahan 8 - - - 8 Intan tetua rentan 9 - - 3 6 CL6046 tetua rentan 4 - - - 4 CL5915-93D4-1-0-3 10 - - 2 8 Tanaman pembanding 120 Galur-galur tanaman tomat F1 hasil persilangan yang diskrining dengan TYLCV melalui penularan oleh serangga kutu kebul di rumah kaca memberikan respon gejala yang bervariasi Tabel 15. Tanaman yang tahan diindikasikan dengan tidak ada gejala sedangkan tanaman rentan terinfeksi TYLCV akan memunculkan gejala-gejala pada daun seperti terjadinya penggulungan daun atau daun menjadi berukuran kecil dengan sedikit keriting Gambar 28. Hasil skrining menunjukkan bahwa tanaman-tanaman tomat F1-TYLCV F1 FLA456Intan dan FLA456CL6046 sebagian besar tanaman memberikan respon tahan seperti pada tetua tahan FLA456 yang diindikasikan dengan tidak ada gejala yang dapat diamati pada tanaman-tanaman tersebut. Sebanyak 30 dari 44 tanaman F1- FLA456Intan atau sekitar 68 yang menunjukkan fenotipe tahan Tabel 15. Sementara itu sebanyak 21 tanaman F1-FLA456CL6046 atau sekitar 66 menunjukkan respon tahan. Namun demikian, pada percobaan ini masih terlihat adanya hasil skrining yang tidak konsisten. Beberapa tanaman yang diuji menunjukkan kategori ‘terhindar’ escape seperti adanya 3 tanaman pembanding yang tidak menunjukkan gejala terinfeksi Tabel 15. Tanaman-tanaman F1- TYLCV F1 FLA456Intan dan F1 FLA456CL6046 yang menunjukkan fenotipe tahan digunakan sebagai materi tanaman untuk disilangkan dengan tanaman F1- CMV yang tahan untuk mengkombinasikan gen-gen ketahanan terhadap virus, TYLCV dan CMV. Tabel 15 Skrining beberapa galur tomat terhadap TYLCV melalui penularan dengan serangga vektor kutukebul di rumah kaca Jumlah tanaman dengan gejala Tanaman Jumlah tanaman Tidak ada ringan sedang parah FLA 456 tetua tahan 30 29 1 Intan tetua rentan 19 4 2 3 10 CL6046 tetua rentan 24 7 1 2 14 CL5915-93D4-1-0-3 16 3 4 2 7 F1 FLA456Intan 44 30 4 4 6 F1 FLA456CL6046 32 21 8 2 1 Tanaman pembanding 121 Gambar 28 Skrining tanaman-tanaman tomat F1-TYLCV F1 FLA456Intan dan FLA456CL6046 dengan TYLCV menggunakan vektor kutukebul di rumah kaca: a. Tanaman tomat siap diinokulasi dengan Begomovirus, b. Kurungan kedap serangga untuk tempat inokulasi virus, c. Tanaman tomat setelah diinokulasi virus dipindah ke pot, d-h. Gejala-gejala yang muncul setelah inokulasi virus pada tanaman F1- TYLCV rentan, i. Respon tahan dari salah satu tanaman F1 FLA456Intan yang tidak menunjukkan gejala Respon tanaman yang diinokulasi dengan CMV secara mekanis juga menunjukkan reaksi yang bervariasi Tabel 16, Gambar 29. Hasil skrining menunjukkan bahwa F1-CMV F1-IntanR8-110-11 dan F1-CL6046R8-110-11 mempunyai respon yang cenderung sama seperti pada tetua tahan dimana tanaman yang bereaksi negatif lebih banyak dibandingkan dengan yang bereaksi positif. Untuk F1-IntanR8-110-11, ada sebanyak 14 dari 19 tanaman 74 memperlihatkan reaksi negatif terhadap infeksi CMV, sementara untuk F1- CL6046R8-110-11 diperoleh 14 dari 20 tanaman yang diuji 70 memperlihatkan reaksi negatif Tabel 16. Hasil tersebut merupakan indikasi bahwa gen ketahanan terhadap CMV mungkin telah terbawa ke dalam tanaman a b c d e f g h i Tahan 122 generasi F1 tersebut. Namun demikian, dari hasil skrining tersebut juga menunjukkan teknik skrining yang belum konsisten. Tabel 16 Skrining beberapa tanaman tomat terhadap CMV menggunakan penularan secara mekanis di rumah kaca Indeks gejala Tanaman Jumlah tanaman 1 2 3 4 5 R8-110-11 tetua tahan 19 14 5 - - - - Intan tetua rentan 18 4 12 2 - - - CLN 6046 tetua rentan 16 3 12 1 - - - F1 IntanR8-110-11 19 14 5 - - - - F1 CL6046R8-110-11 20 14 5 1 - - - Gambar 29 Beberapa gejala tanaman F1-CMV setelah inokulasi dengan CMV: a Bibit tomat pada bak semai siap untuk diinokulasi, b tanaman tahan tanpa gejala, c tanaman dengan gejala belang ringan d-f tanaman dengan gejala mosaik sedang dalam tanda lingkaran a b c d e f Tahan 123 Di samping menggunakan bioasai, skrining tanaman F1-CMV juga dikonfirmasi dengan teknik PCR menggunakan primer spesifik untuk gen CP- CMV. Hal tersebut bertujuan untuk menentukan tanaman-tanaman F1-CMV yang membawa gen CP-CMV sehingga akan mempermudah di dalam pemilihan materi untuk persilangan ganda. Dari 12 tanaman F1-Intan R8-110-11 yang dianalisis, diperoleh 8 tanaman yang membawa gen CP-CMV Gambar 30. Hal tersebut ditunjukkan dengan terbentuknya pita DNA hasil PCR yang berukuran sekitar 1050 bp. Sementara itu, untuk tanaman F1-CL6046R8-110-11 diperoleh 10 dari 12 tanaman yang membawa gen CP-CMV Gambar 31. Tanaman-tanaman yang negatif PCR tidak membawa gen CP-CMV diduga merupakan tanaman hasil dari silang sendiri selfing bukan hasil persilangan dari tanaman tetua rentan dengan tetua tahan. Gambar 30 Amplifikasi gen CP pada tanaman generasi F1 IntanR8-110-11 kolom 1-12; Varietas Intan kolom 13; Air kolom 14; Galur transgenik R8-110-11 kolom 15 menggunakan teknik PCR Gambar 31 Amplifikasi gen CP-CMV pada tanaman generasi F1 CL6046R8- 110-11 kolom 1-12; Varietas CL6046 kolom 13; Air kolom 14; Galur transgenik R8-110-11 kolom 15 menggunakan teknik PCR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 C L 604 6 A ir R 8 -110 -11 1050 bp 1 K b p lus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A ir R 8 -110 -1 1 Int an 1050 bp 1 K b 124 Berdasarkan hasil skrining tanaman-tanaman F1-TYLCV dengan TYLCV dan tanaman-tanaman F1-CMV dengan CMV serta analisis keberadaan gen dengan teknik PCR untuk tanaman F1-CMV maka dapat dipilih individu tanaman dari masing-masing tanaman generasi F1 tersebut untuk digunakan dalam persilangan ganda dalam rangka menggabungkanmengkombinasikan dua gen ketahanan terhadap virus yang berbeda TYCLV dan CMV. Untuk tanaman F1-TYLCV dipilih tanaman yang menunjukkan fenotipe tahan tidak ada gejala dan penampilan tanaman yang baik sedangkan F1-CMV dipilih tanaman yang menunjukkan fenotipe tahan tidak ada gejala, membawa gen ketahanan CP- CMV dan penampilan tanaman di rumah kaca yang baik. Tanaman F1-TYLCV dan F1-CMV terpilih tersebut kemudian disilang-gandakan untuk mendapatkan benih F1-silang ganda F1-DC Tabel 17. Untuk identifikasi tanaman-tanaman F1-DC yang telah membawa dua gen ketahanan terhadap virus yang berbeda maka satu tanaman F1-silang ganda F1- DC dari masing-masing genotipe Intan dan CL6046 ditanam dan digunakan untuk skrining ketahanan galur F1-DC terhadap TYLCV dan CMV. Skrining ketahanan terhadap TYLCV dilakukan dengan menginokulasikan virus tersebut melalui vektor serangga kutu kebul di rumah kaca. Sementara itu, skrining tanaman F1-DC yang telah membawa gen ketahanan terhadap CMV hanya dilakukan dengan mengidentifikasi keberadaan gen CP-CMV pada individu- individu F1- DC tersebut menggunakan teknik PCR. Hal ini dilakukan karena metoda untuk melakukan inokulasi ganda dengan dua virus yang berbeda belum dioptimasi. Tabel 17 Berat benih yang dihasilkan dari masing-masing F1-silang ganda No. F1-silang ganda F1-DC Berat benih g 1. F 1 DC-IntanR8-110-11FLA456Intan 14 0,37 2. F 1 DC-IntanR8-110-11FLA456Intan 39 0,44 3. F 1 DC-IntanR8-110-11FLA456Intan 50 0,23 4. F 1 DC-CL6046R8-110-11FLA456CL6046 32 0,37 5. F 1 DC-CL6046R8-110-11FLA456CL6046 34 0,20 6. F 1 DC-CL6046R8-110-11FLA456CL6046 38 0,92 7. F 1 DC-CL6046R8-110-11FLA456CL6046 43 0,11 125 Tabel 18 Skrining tanaman tomat F1-DC-IntanR8-110-11FLA456Intan 39 terhadap TYLCV melalui penularan dengan serangga vektor kutu kebul di rumah kaca Jumlah tanaman dengan gejala Tanaman Jumlah individu Tidak ada ringan sedang parah FLA 456 tahan 12 12 Intan rentan 10 3 1 2 4 CL5915-93D4-1-0-3 14 1 2 4 8 F 1 DC-IntanR8-110- 11FLA456Intan 39 17 10 3 4 Tanaman pembanding Tabel 19 Skrining galur tomat F 1 DC-CL6046R8-110-11FLA456CL6046 38 terhadap TYLCV melalui penularan dengan serangga vektor kutukebul di rumah kaca tanaman Jumlah tanaman dengan gejala Tanaman Jumlah individu Tidak ada ringan sedang parah FLA 456 tahan 12 12 CL6046 rentan 9 2 3 4 CL5915-93D4-1-0-3 14 2 4 8 F 1 DC-CL6046R8-110- 11FLA456CL6046 38 12 9 1 2 Tanaman pembanding Skrining galur F 1 DC-IntanR8-110-11FLA456Intan 39 terhadap TYLCV menunjukkan bahwa dari 17 tanaman F 1 DC-IntanR8-110- 11FLA456Intan 39 diperoleh 10 tanaman yang memperlihatkan fenotipe tahan tidak ada gejala Tabel 18. Sementara itu, skrining galur F 1 DC-CL6046R8- 110-11FLA456CL6046 38 dengan TYLCV menunjukkan bahwa dari 12 tanaman diperoleh 9 tanaman yang memperlihatkan fenotipe tahan Tabel 19. Tanaman pembanding yang disertakan dalam skrining semuanya memperlihatkan gejala terinfeksi oleh TYLCV kecuali satu tanaman yang tidak menunjukkan gejala Tabel 18. 126 Gambar 32 Amplifikasi gen CP-CMV pada tanaman generasi F 1 DC-IntanR8- 110-11FLA456Intan 39 kolom 1-21; Varietas Intan kolom 22; Air kolom 23; Galur transgenik R8-110-11+ kolom 24 menggunakan teknik PCR. M=1 Kb ladder Gambar 33 Amplifikasi gen CP-CMV pada tanaman generasi F 1 DC-CL6046R8- 110-11FLA456CL6046 38 kolom 1-21; Varietas CL6046 kolom 22; Air kolom 23; Galur transgenik R8-110-11+ kolom 24 menggunakan teknik PCR. M=1 Kb ladder Analisis PCR untuk mendeteksi keberadaan gen CP-CMV menggunakan primer spesifik menunjukkan bahwa dari 21 tanaman F 1 DC-IntanR8-110- 11FLA456Intan 39 diperoleh 12 tanaman yang positif mengandung gen CP- CMV yang diindikasikan dengan munculnya pita DNA produk PCR yang berukuran 1050 bp Gambar 32. Sementara, analisis PCR pada tanaman F 1 DC- CL6046R8-110-11FLA456CL6046 38, diperoleh 8 tanaman dari sebanyak 21 tanaman membawa gen CP-CMV Gambar 33. Pembahasan Penggunaan varietas tomat yang tahan virus merupakan teknik yang terbaik untuk mengendalikan Begomovirus. Penelitian untuk mengembangkan tanaman tomat yang tahan Begomovirus TYLCV melalui pendekatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 I A + M 1050 bp 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 + 1050 bp M C A 127 konvensional atau non PDR telah dilaporkan Zakay et al. 1991 ; Hanson et al. 2000. Pada penelitian ini, pengembangan galur tomat Indonesia yang tahan terhadap TYLCV dilakukan dengan memanfaatkan gen-gen ketahanan yang berasal dari tanaman kerabat liar. Galur tomat FLA456 yang telah dikembangkan oleh AVRDC diidentifikasi membawa gen-gen ketahanan terhadap TYLCV yang berasal dari spesies L. chilense LA2779. Sifat ketahanan terhadap TYLCV pada galur FLA456 tersebut dikendalikan oleh tiga gen yang terintrogresi ke dalam tiga kromosom yang berbeda yaitu kromosom 3, 6 dan 11 yang bersifat homosigot atau heterosigot dominan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan di AVRDC menunjukkan bahwa tanaman-tanaman generasi F3 hasil persilangan dengan tetua tahan FLA456 yang membawa ketiga gen tersebut akan memberikan tingkat ketahanan yang tinggi Elaine Hanson 2006. Sementara, tanaman-tanaman generasi F3 yang hanya membawa satu atau dua dari ketiga gen ketahanan tersebut atau tanaman membawa ketiga gen namun tidak dalam keadaan homosigot dominan atau heterosigot tidak menunjukkan respon tahan. Hasil konfirmasi ketahanan tetua tahan FLA456 dan FLA478 dengan isolat TYLCV Indonesia isolat Kaliurang mengindikasikan bahwa FLA456 mempunyai tingkat ketahanan yang tinggi Tabel 14 dibandingkan dengan FLA478 yang diindikasikan dengan tidak adanya gejala yang muncul pada hampir semua tanaman yang diuji dan diduga FLA456 yang dikirimkan ke Indonesia tersebut membawa ketiga gen ketahanan dalam genomnya. Sementara, FLA478 yang membawa gen ketahanan dari latarbelakang genetik yang berbeda dengan FLA456 tidak menunjukkan respon ketahanan dengan isolat TYLCV tersebut semua tanaman muncul gejala. Skrining tanaman generasi F1-TYCLV F1 FLA456Intan dan FLA456CL6046 dengan TYLCV isolat Kaliurang menunjukkan adanya tingkat ketahanan yang bervariasi keparahan gejala bervariasi dari tidak ada gejala sampai parah Tabel 15. Berdasarkan hasil ini, diduga gen-gen ketahanan yang dibawa oleh galur FLA456 bersifat heterosigot sehingga tanaman-tanaman F1-nya masih mengalami segregasi. Sementara, apabila gen-gen tersebut bersifat homosigot dominan maka pada tanaman F1 konstitusi genetiknya akan seragam sehingga tanaman hanya menunjukkan respon tahan. 128 Pada penelitian ini juga diamati adanya inkonsistensi teknik bioasaiskrining yang diindikasikan oleh adanya tanaman pembanding yang masih menunjukkan fenotipe tahan tidak ada gejala. Teknik penularan TYLCV Begomovirus yang digunakan sangat bergantung atau mendasarkan pada aktivitas serangga vektor kutu kebul yang diinfestasikan. Metode penularan virus yang digunakan adalah metode penularan secara kelompok dimana tanaman- tanaman sampel ditempatkan secara kelompok pada kurungan kedap serangga dan sejumlah vektor kutu kebul diinfestasikan pada kurungan tersebut. Dengan metode ini masih dimungkinkan adanya tanaman-tanaman sampel yang tidak diinokulasi oleh kutu kebul lolos atau escpae. Hal tersebut diduga yang menyebabkan tanaman-tanaman pembanding cek rentan atau tetua rentan masih ada yang tidak menunjukkan gejala. Berbeda dengan kasus tetua tahan TYLCV, tetua tahan CMV hanya membawa satu gen ketahanan gen CP-CMV. Hal ini diketahui dari hasil analisis Southern blot yang menunjukkan integrasi satu kopi dari gen tersebut pada genom tanaman Liu et al. 2006. Dengan demikian, konstitusi genetik pada tanaman F1 hasil persilangan tetua tahan dan rentan seharusnya seragam karena tetua tahan yang digunakan sudah pada generasi ke-8 sehingga sifat ketahanannya sudah stabil homosigot. Hasil skrining menunjukkan bahwa tanaman F1-CMV menunjukkan fenotipe lebih tahan dari tetua rentan setelah bioasai dengan CMV dan mempunyai tingkat ketahanan seperti pada tetua tahan Tabel 16. Namun demikian, masih dijumpai tanaman tetua rentan yang tidak memperlihatkan gejala terinfeksi. Hal ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi, di antaranya karena tidak sesuainya iklim mikro dari sekitar rumah kaca pengujian untuk perkembangan dari CMV. Selain itu juga mungkin karena karaterisitik dari CMV itu sendiri yang bersifat sangat tidak stabil sehingga tidak dapat berkembang di dalam jaringan tanaman. Oleh karena itu masih diperlukan perbaikan metode skrining untuk CMV atau kombinasi dengan teknik lain. Skrining tanaman F1-CMV yang tahan dapat dikombinasikan dengan teknik PCR. Tanaman F1-CMV dan F1-DC merupakan tanaman hasil persilangan antara tanaman yang rentan CMV Intan dan CL6046 dan galur transgenik tahan CMV R8-110-11. Sifat ketahanan yang ada pada galur transgenik berasal dari 129 terintegrasinya gen CP-CMV pada galur tomat tersebut. Deteksi gen tersebut pada tanaman hasil persilangan dapat dilakukan karena tersedia primer spesifik untuk gen CP-CMV. Deteksi gen CP-CMV pada tanaman-tanaman F1-CMV dan F1-DC dapat digunakan untuk menyeleksi tanaman-tanaman yang membawa gen CP- CMV. Tanaman yang membawa gen CP-CMV diindikasikan dengan terbentuknya pita DNA berukuran 1050 bp dan tanaman tersebut merupakan tanaman hasil persilangan. Teknik PCR ini juga dapat digunakan untuk memonitor keberadaan gen CP-CMV dari setiap generasi persilangan yang dilakukan sehingga akan mempermudah di dalam melakukan seleksi. Tanaman-tanaman F1-TYLCV yang menunjukkan respon tahan terhadap TYLCV setelah skrining kemudian dikombinasikan dengan tanaman yang membawa gen ketahanan terhadap CMV. Penggabungan gen tahan TYLCV dan gen tahan CMV dilakukan dengan persilangan ganda doublecrossIntercross antara tanaman F1-TYLCV tahan dan F1-CMV tahan dan membawa gen CP- CMV. Pada penelitian ini telah diperoleh galur-galur tanaman F1 hasil persilangan ganda F1-DC yang membawa dua gen ketahanan setelah dilakukan bioasai dan analisis PCR. Bioasai dengan TYLCV pada galur tanaman F1-DC IntanR8-110- 11FLA456Intan dan CL6046R8-110-11FLA456CL6046 diperoleh masing- masing 10 dan 9 galur tanaman yang menunjukkan fenotipe tahan. Galur-galur tanaman F1-DC tersebut telah membawa gen ketahanan terhadap Begomovirus. Identifikasi dengan teknik PCR mengindikasikan bahwa gen CP-CMV juga telah terbawa pada tanaman F1-DC tersebut. Galur-galur tanaman F1-DC yang tahan TYLCV dan CMV ini selanjutnya dijadikan sebagai materi untuk pengembangan varietas tomat tahan Begomovirus dan CMV melalui persilangan silang balikbackcross dan seleksi sifat-sifat hortikultura serta analisis molekuler untuk mendeteksi kestabilan gen ketahanan. Pemanfaatan gen ketahanan dari tanaman kerabat liar gen R untuk merakit tanaman tomat tahan TYLCV telah dilaporkan oleh beberapa peneliti Kasrawi et al. 1988; Michelson et al. 1994; Vidavsky Czosnek 1998; Hanson et al . 2000. Namun demikian, galur atau varietas tomat tahan yang dihasilkan dari program pemuliaan konvensional tersebut tidak banyak di lapangan Lapidot et al , 1997; Mason et al. 2000. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor 130 inkompatibilitas dan sterilitas sebagai kendala pada persilangan antara tomat budidaya dan kerabat liarnya, sehingga sulit untuk mendapatkan tanaman yang fertil. Selain itu, galur-galur tahan yang telah ditanam dilapang atau dievaluasi masih menunjukkan respon rentan dengan strain-strain Begomovirus yang lain. Atau dengan kata lain, sifat ketahanan yang diperoleh menjadi tidak efektif karena adanya spesifisitas dari strain TYCLV keragaman genetik yang tinggi dari virus dan juga lokasi penanaman. Oleh karena itu, masih diperlukan alternatif pendekatan lain di dalam merakit tanaman tomat yang tahan virus dan ramah lingkungan serta dapat mengatasi adanya spesifisitas strain dari virus melalui strategi proteksi silang. Pendekatan ini biasanya mendasarkan pada pemanfaatan elemen genetik dari virus PDR untuk pengembagan tanaman transgenik tahan melalui bioteknologi. Simpulan 1. Skrining dengan TYCLV telah diperoleh tanaman-tanaman F1-TYLCV yang memperlihatkan respon tahan terhadap TYLCV. 2. Telah diperoleh tanaman-tanaman F1-CMV yang menunjukkan respon tahan dan membawa gen CP-CMV setelah bioasai dengan CMV dan amplifikasi dengan PCR. 3. Telah diperoleh tanaman-tanaman F1 hasil persilangan ganda F1-DC yang membawa dua gen ketahanan setelah dilakukan bioasai dan analisis PCR. Bioasai galur tanaman F1-DC IntanR8-110-11FLA456Intan dan F1-DC CL6046R8-110-11FLA456CL6046 dengan TYLCV diperoleh masing-masing 10 dan 9 tanaman yang tahan. Daftar Pustaka Aidawati N, Hidayat SH, Suseno R, Hidayat P, Sujiprihati S. 2005. Identifikasi geminivirus yang menginfeksi tomat berdasarkan pada teknik Polymerase Chain Raction-Restriction Fragment Length Polymorphism . J Mikrobiol Indones 10:29-32 131 AVRDC Centerpoint newsletter-spring 2003 issue Bendahmane M, Fitchen JH, Zhang G, Beachy RN. 1997. Studies of coat protein- Mediated Resistance to tobacco mosaic Tobamovirus: Correlation between assembly of mutant coat proteins and resistance. J Virol 7110: 7942- 7950 Dasgupta I, Malathi VG, Mukherjee. 2003. Genetic engineering for virus resistance. Current Scim 83: 341-354 Doyle JJ, Doyle JL. 1999. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12: 13- 15 Elaine G, Hanson P. 2006. ABSP II: Multiple virus resistant tomato for the Philippine and Indonesia. In: 2nd ABSPII MVR Tomato Coordination and Planning Meeting. Institute of Plant Breeding, University of the Philippines, Laguna Philippines. January 10-11, 2006. Hanson P, Bernacchi, DM, Green S, Tanksley SD, Muniyappa V, Padmaja AS, Chen HM, Kuo G, Fang D, Chen JT. 2000. Mapping a Wild Tomato Introgression Associated with Tomato Yellow Leaf Curl Virus Resistance in Cultivated Tomato Line. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 1251:15-20 Kasrawi MA, Suwwan MA, Mansour. 1988. Sources of resistance to tomato yellow leaf curl virus in Lycopersicon species. Euphytica 37:61-64 Lapidot M, Friedmann M, Pilowsky M, Ben-Joseph, Cohen S. 2001. Effect of host plant resistance to Tomato yellow leaf curl virus TYLCV on virus acquisition and transmission by its whitefly vector. Phytopathol 91:1209- 1213 Lazarowitz DC, Lazdins IB. 1991. Infectivity and complete nucleotide sequence of the cloned genomic components of a bipartite squash leaf curl geminivirus with a broad host range phenotype. Virol 180 1:58–69 Liu C-A, Green S, Hanson P. 2006. Development of tomato lines combining conventionally-bred virus resistance with transgenic virus resistance. In: 2nd ABSPII MVR Tomato Coordination and Planning Meeting. Institute of Plant Breeding, University of the Philippines, Laguna Philippines. January 10-11, 2006. Mason G, Rancati M, Bosco D. 2000. The effect of thiamethoxam, a second generatuon neonicotinoid insecticide, in preventing transmission of tomato yellow leaf curl geminivirus TYLCV by the whitefly Bemisia tabaci Gennadius. Crop protection 19:473-479 Michelson I, Zamir D, Czosnek H. 1994.Accumulation and translocation of tomato yellow leaf curl virus TYLCV in a Lycopersicon esculentum breeding line containing the L. chilense TYLCV tolerance gene Ty-1. Phytopathol 84:928-933 Moriones E, NavasCatillo J. 2000. Tomato yellow leaf curl virus, an emerging virus complex causing epidemics worldwide. Virus Research 71: 123-134 Muniyappa V et al. 1991. Reaction of Lycopersicon cultivars and wild accessions to tomato leaf curl virus. Euphytica 56: 37-41 132 Pico B, Diez MJ, Nuez F. 1998. Evaluation of whitefly-mediated inoculation techniques to screen Lycopersicon esculentum and wild relatives for resistance to Tomato yellow leaf curl virus. Euphytica 101:259-271 Polston JE, Anderson PK. 1997. The emergence of whitefly-transmitted geminiviruses in tomato in the Western hemisphere. Plant Dis 81:1358- 1369 Raj SK, Singh R, Pandey SK and Singh BP. 2005. Agrobacterium-mediated tomato transformation and regeneration of transgenic lines expressing Tomato leaf curl virus coat protein gene for resistance against TLCV infection. Current Sci 88 10: 1674-1679 Roossinck M. 2001. Pathogen profile: Cucumber Mosaic virus, a model for RNA virus evolution. Mol Plant Pathol 22: 59-63 Sanford JC, Johnson SA. 1985. The concept of parasite-derived resistance: deriving resistance genes from the parasites own genome. J Theor Biol 115:395-405 Sinisterra XH, Polston JE, Abourized AM, Hiebert E. 1999. Tobacco plants transformed with a modified coat protein of tomato mottle Begomovirus show resistance to virus infection. Phytopathol 89:701-706 Sudiono, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2001. Molecular detection and host range study of tomato-infecting begomovirus. In : Proceeding of Indonesian Phytopathology Soc. Seminar . Bogor. Aug 22-24, 2001. p. 208-217. Sukamto, Kon T, Hidayat SH, Ito K, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2005. Begomovirus associated with leaf curl disease of tomato in Java, Indonesia. J Phytopathol 153: 562-566 Sulyo Y, Duriat AS. 1997. Field evaluation of pepper accessions for resistance to viruses. Di dalam AVNET-II Final Workshop Proceeding. AVRDC, Tainan, Taiwan: hlm. 132-137 Vidavsky F, Czosnek H. 1998. Tomato breeding lines resistant and tolerant to tomato yellow leaf curl virus issued from Lycopersicon hirsitum. Phytopathol. 88:910-914 Vidya CSS, Manoharan M, Kumar CTR, Savithri HS, Sita GL. 2000. Agrobacterium-mediated transformation of tomato Lycopersicon esculentum var. Pusa Ruby with coat protein gene of Physalis mottle tymovirus . J Plant Physiol 156: 106-110 Zakay Y, Navot N, Zeidan M, Kedar N, Rabinowitch H, Czosnek H, Zamir D. Screening Lycopersicon accessions for resistance to tomato yellow leaf curl virus: presence of viral DNA and symptom development. Plant Dis 75:279-281 133

IX. PEMBAHASAN UMUM