I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tomat Lycopersicum esculentum Mill. adalah salah satu komoditas sayuran penting secara ekonomi yang dibudidayakan hampir di seluruh dunia
termasuk Indonesia. Komoditas ini mempunyai banyak fungsi di antaranya adalah bahwa buah tomat dapat berfungsi sebagai sayuran, buah meja, minuman, bahkan
sebagai bahan kosmetik dan obat-obatan Duriat 1996. Di bidang kesehatan, tomat merupakan salah satu komoditas yang mendapat perhatian besar karena
selain kandungan vitamin dan mineral, tomat juga mengandung senyawa antioksidan yang bermanfaat untuk pencegahan penyakit kronis termasuk di
antaranya adalah penyakit jantung koroner dan beberapa penyakit kanker Weisburger 1998. Buah tomat kaya akan senyawa-senyawa karotenoid termasuk
likopin lycopene . Tomat juga termasuk dalam lima besar tanaman sayuran
penting di Indonesia selain kubis, bawang putih, kacang kapri dan cabai. Produksi tomat pada tahun 2006 mencapai hampir 640.385 ton dengan produktifitas 11,74
tonha dan luas panen 54.527 ha Deptan 2007. Infeksi virus daun kuning menggulung yang menyebabkan penyakit
“keriting daun” pada tomat [Tomato Yellow Leaf Curl Virus, TYLCVToLCV] dari salah satu anggota genus Begomovirus Famili Geminiviridae, adalah salah
satu kendala biotik yang serius pada produksi tomat di seluruh dunia. Gejala- gejala tanaman yang terinfeksi virus ini diantaranya adalah penghambatan
pertumbuhan, daun menguning dan menggulung keriting serta tanaman menjadi kerdil. Virus ini dapat menginfeksi tanaman tomat baik pada tanaman muda atau
tua yang ditanam di lapang terbuka atau di rumah kaca, dan menyebabkan kehilangan produksi yang dapat mencapai 100 apabila menginfeksi tanaman
sewaktu masih muda. Virus ini telah ditemukan di beberapa negara tropik, subtropik dan mediterania seperti negara-negara di Timur Tengah, Eropa Barat
Daya, Afrika, Asia Tenggara dan kepulauan Karibia Green Kalloo 1994; Czosnek Laterrot 1997; Jones 2003, bahkan juga ditemukan di daerah dengan
iklim temperate Moriones NavasCastillo 2000 yang kejadian penyakitnya berkisar antara 20 - 100 dan dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai 100
Polston Anderson 1997; Dellate 2005. Di Indonesia, serangan yang berat dari
2 virus ini dapat menginfeksi hampir 90-100 tanaman tomat dan mengakibatkan
pengurangan hasil antara 50-100 AVRDC Centerpoint newsletter – spring 2003 issue. Sudiono et al. 2001 melaporkan bahwa serangan virus daun kuning
menggulung pada tanaman tomat di daerah Bogor dan sekitarnya mencapai 50- 70.
Usaha pengendalian penyakit keriting yang disebabkan infeksi TYLCV sampai saat ini masih sulit untuk dilakukan karena tidak ada pestisida yang dapat
diaplikasikan secara langsung untuk mengontrol virus tersebut. Pengendalian biasanya dilakukan secara tidak langsung antara lain dengan mengurangi sumber
inokulum dengan cara mencabut atau menghilangkan tanaman-tanaman yang telah menunjukkan gejala serangan virus, mengendalikan perkembangan serangga
vektor, melakukan pergiliran tanaman, dan pemberantasan gulma yang dapat menjadi inang pembawa virus. Akan tetapi cara-cara pengendalian ini terkadang
kurang efektif karena proses penularan virus ini dapat terjadi dengan cepat mengingat penularan virus ini dilakukan oleh serangga vektor. Penggunaan
varietas tahan merupakan pilihan yang tepat untuk mengendalikan virus karena metode ini relatif lebih aman dan murah bila dibandingkan dengan metode
pengendalian yang lain. Terdapat dua pendekatan utama untuk pengembangan ketahanan genetik
terhadap virus yang tergantung pada sumber gen yang digunakan Dasgupta et al. 2003. Gen ketahanan dapat berasal dari virus itu sendiri atau berasal dari sumber
yang lain. Pendekatan pertama didasarkan pada konsep ketahanan yang berasal dari patogen pathogen-derived resistance, PDR. Pendekatan PDR memanfaatan
elemen genetik yang berupa gen utuh atau bagian gen dari genom virus kemudian diklon dan diintroduksikan ke tanaman, yang selanjutnya akan mempengaruhi
satu atau beberapa tahap penting dalam siklus hidup virus. Pemanfaatan gen selubung protein coat protein gene Vidya et al. 2000 merupakan salah satu
contoh dari pendekatan PDR ini. Pendekatan yang kedua adalah ketahanan yang berasal bukan dari patogen non pathogen-derived resistance, yang didasarkan
pada pemanfaatan gen-gen ketahanan dari tanaman inang dan gen-gen lain yang bertanggungjawab untuk adaptasi dan respon tanaman inang terhadap serangan
patogen, dan untuk memperoleh tanaman transgenik yang tahan terhadap virus
3 tersebut. Penggunaan pendekatan non-PDR, diantaranya dilakukan oleh Hanson et
al . 2000. Meskipun tidak sepopuler pendekatan PDR, pendekatan non PDR
memberikan harapan dan peluang yang besar untuk mengembangkan ketahanan yang bersifat durabel dapat bertahan lama dan berkelanjutan ketika
dikombinasikan dengan pendekatan PDR. Galur-galur tomat hasil pemuliaan secara konvensional yang mempunyai
ketahanan terhadap TYLCV Begomovirus telah dikembangkan oleh The Asian Vegetables Research and Development Center
AVRDC, Taiwan dan telah diuji serta terbukti efektif terhadap beberapa strain TYLCV Asia termasuk diantaranya
Taiwan, India Selatan dan Thailand AVRDC Centerpoint newsletter – spring 2003 issue. Galur-galur tomat yang tahan CMV juga telah dikembangkan oleh
AVRDC melalui pendekatan rekayasa genetik menggunakan gen protein selubung coat protein gene. Sampai sekarang ini, galur transgenik tahan CMV tersebut
telah dievaluasi di lapang dan menunjukkan tingkat ketahanan yang memadai untuk mengendalikan infeksi virus. Melalui proyek kerjasama ABSP II yang
didanai oleh USAID, persilangan antara tomat varietas Indonesia Intan dan CL6046 dengan varietas tomat yang tahan TYLCV FLA 456 dan FLA 478 atau
varietas tomat transgenik tahan CMV R7-110-11 telah dilakukan di AVRDC dan menghasilkan tanaman tomat generasi F1 dari masing-masing persilangan
tanaman F1-TYLCV dan F1-CMV. Tanaman tomat generasi F1-TYLCV dan F1-CMV tersebut kemudian didonasikan ke Indonesia BB BIOGEN sebagai
materi untuk pengembangan tomat tahan multi-virus. Pendekatan konvensional untuk pengembangan varietas tahan virus
memiliki beberapa keterbatasan. Di antaranya adalah sumber gen ketahanan belum ditemukan pada koleksi plasmanutfah tomat di Indonesia. Selain itu,
kultivar tahan yang dihasilkan melalui pemuliaan konvensional dengan memanfaatkan gen-gen ketahanan dari kerabat liar akan cepat terpatahkan.
Kondisi tersebut disebabkan perubahan dari virus yang cepat akibat adanya rekombinasi dan adanya variasi genetik yang tinggi dari virus. Kultivar tahan
yang dihasilkan mungkin hanya spesifik untuk strain atau isolat tertentu. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan lain seperti pemanfaatan teknik rekayasa
genetik untuk mengembangkan kultivar tomat tahan virus dengan durabilitas
4 ketahanan yang tinggi.
Pemanfaatan teknik rekayasa genetik memberikan wahana baru bagi para pemulia tanaman untuk memperoleh gen baru yang lebih luas Greenberg Glick
1993. Di samping itu, munculnya teknik rekayasa genetik dapat mengatasi masalah inkompatibilitas dan linkage drag karena introgresi gen-gen penting
dilakukan dengan mengintroduksikan gen secara langsung ke dalam genom tanaman. Sifat ketahanan tanaman terhadap beberapa cekaman biotik seperti
misalnya gulma, virus, serangga dan mikroorganisme telah dapat diperbaiki dengan pendekatan ini. Demikian pula terhadap cekaman abiotik dan modifikasi
kualitas dan kuantitas produk tanaman Bennet 1993. Teknologi rekayasa genetik dapat digunakan sebagai mitra dan pelengkap teknik pemuliaan tanaman
konvensional yang telah digunakan dengan sukses selama bertahun-tahun Riazudin 1994. Suatu gen yang tidak terdapat pada suatu spesies tanaman
tertentu dimungkinkan untuk dapat diperoleh dari organisme lain, seperti bakteri, virus, binatang dan tanaman lain dan dipindahkan ke tanaman Herman 1996.
Sebagai contoh gen penyandi protein selubung virus virus coat protein gene, diisolasi dari virus untuk memperoleh resistensi non-konvensional terhadap virus.
Gen ini digabungkan dengan suatu sekuen pengendali promoter dan terminator dan ditransformasikan ke dalam tanaman. Bila gen tersebut terekspresi ke dalam
tanaman akan terjadi akumulasi protein pembungkus virus. Mekanisme resistensi ini berperan pada tingkat awal proses replikasi virus, dengan menghalangi proses
replikasi secara tidak terkendali dari partikel virus Aswidinnoor 1995. Mekanisme lain yang juga berperan di dalam ketahanan terhadap virus yang
dikembangkan melalui pendekatan rekayasa genetik adalah mekanisme pembungkaman gen paska transkripsi post transcriptional gene silencing
Dasgupta et al. 2003. Berdasarkan informasi ini, perlu dilakukan pemanfaatan gen-gen Begomovirus untuk pengembangan varietas tahan.
Di dalam pengembangan tanaman tomat tahan virus, adanya informasi tentang keragaman genetik virus akan dapat bermanfaat dalam hal pemilihan
lokasi untuk pengujian uji multi-lokasi. Selain itu, informasi mengenai suatu strain virus yang dominan menginfeksi tanaman tomat perlu diketahui sehingga
dapat diambil langkah-langkah pengendaliannya. Isolat-isolat Begomovirus di
5 negara India dan Taiwan, telah berhasil diidentifikasi secara molekuler. Urutan
DNA genom dari isolat-isolat tersebut telah dapat dibandingkan sehingga dapat diketahui tingkat kesamaannya Zeidan et al. 1998. Kemajuan di bidang biologi
molekuler telah menghadirkan beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi virus. Salah satu teknik molekuler yang banyak
diaplikasikan adalah Polymerase Chain Reaction PCR karena teknik ini sangat sensitif dan spesifik untuk mendeteksi dan mengidentifikasi patogen-patogen
tanaman. Selain itu, PCR dapat digunakan untuk mengetahui komposisi populasi patogen dan diversitas genetik virus Rojas et al. 1993. Spesifisitas PCR
didasarkan pada penggunaan primer-primer oligonukleotida yang komplementer dengan daerah yang mengapit sekuen DNA yang diamplifikasi. Deteksi virus
dengan metode serologi mempunyai beberapa kelemahan diantaranya adalah rendahnya titer dari antigen sehingga virus sulit untuk dideteksi, adanya reaksi
silang antibodi dengan antigen heterolog dan adanya pengaruh pengaturan produksi antibodi oleh lingkungan dan tahap perkembangan dari tanaman.
Sedangkan metode deteksi dengan PCR mempunyai keuntungan antara lain metode ini hanya membutuhkan sampel DNA yang sedikit yang dapat diperoleh
dari jaringan tanaman yang segar, disimpan di lemari es atau bahkan jaringan yang telah kering. Selain itu deteksinya tidak dipengaruhi oleh tahap
perkembangan tanaman dan faktor lingkungan. Teknik ini juga relatif lebih mudah untuk dilakukan dan memungkinkan untuk analisis sekuen sequencing
berdasarkan fragmen produk PCR yang terbentuk. Di Indonesia, keragaman genetik Begomovirus pada tingkat molekuler
urutan basa DNA belum banyak dilaporkan. Usaha identifikasi melalui teknik hibridisasi asam nukleat dan polymerase chain reaction PCR telah dirintis oleh
beberapa peneliti Hidayat et al. 1999; Aidawati et al. 2005. Namun demikian, informasi yang lebih mendetail mengenai urutan sekuen DNA dari Begomovirus
yang mungkin berkaitan dengan sekuen-sekuen fungsional atau yang dapat menunjukkan adanya keragaman genetik di antara Begomovirus belum pernah
dilakukan.
6
Tujuan Penelitian
1. Memperoleh informasi tentang adanya infeksi Begomovirus pada
pertanaman tomat di beberapa daerah sentra produksi melalui deteksi menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction PCR dan menentukan
identitas serta keragaman genetiknya berdasarkan teknik PCR-RFLP dan analisis sekuen nukleotida dan asam amino gen AV1.
2. Memperoleh klon gen AV1 Begomovirus pada vektor kloning dan
mendapatkan konstruksi gen tersebut pada vektor ekspresi untuk digunakan dalam kegiatan transformasi genetik tanaman.
3. Mendapatkan tanaman-tanaman tembakau transgenik sebagai tanaman
model yang membawa gen AV1 untuk mempelajari keefektifan gen tersebut dalam hubungannya dengan ketahanan terhadap Begomovirus.
4. Mendapatkan galur-galur tanaman tomat yang tahan terhadap
Begomovirus TYLCV yang dikombinasikan dengan ketahanan terhadap
CMV melalui pendekatan konvensional
Strategi dan Alur Penelitian
Untuk dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas maka strategi penelitian yang dilakukan meliputi beberapa pendekatan, yaitu diantaranya adalah
melakukan survei dan mengumpulkan tanaman tomat sakit atau bagiannya yang menunjukkan gejala-gejala spesifik terinfeksi oleh Begomovirus dari beberapa
sentra produksi di Indonesia. Asam nukleat total dari jaringan tanaman tomat sakit diisolasi dan digunakan sebagai cetakan untuk amplifikasi DNA genom
Begomovirus dengan teknik Polymerase Chain Reaction PCR dengan
menggunakan primer universal top primer untuk Begomovirus Percobaan 1.
Hal ini diharapkan akan diperoleh informasi tentang adanya kejadian penyakit akibat infeksi Begomovirus pada sentra-sentra produksi di beberapa daerah dan
juga didapatkan isolat-isolat Begomovirus yang dapat digunakan untuk materi percobaan selanjutnya.
Isolat-isolat Begomovirus yang menginfeksi tomat yang telah dikoleksi dari beberapa daerah sentra produksi tomat dianalisis diversitas atau keragaman
7 genetiknya untuk menentukan identitas dan hubungan kekerabatan antar isolat
Begomovirus tersebut. Studi diversitas genetik dilakukan dengan melihat adanya
perbedaan situs enzim restriksi dari masing-masing isolat Begomovirus
berdasarkan teknik PCR-RFLP Percobaan 2. Untuk mempelajari secara lebih
detail adanya diversitas genetik di antara isolat Begomovirus, dilakukan analisis sekuen nukleotida dan asam amino dari gen AV1 yang merupakan gen yang
mempunyai sekuen yang konservatif conserved sequences Percobaan 3. Di
samping informasi tentang keragaman genetik dari isolat-isolat Begomovirus yang menginfeksi tomat, dari penelitian 3 juga diharapkan dapat diperoleh identitas
genetik Begomovirus Indonesia dengan Begomovirus yang ada di database DNA GenBank.
Upaya untuk mengendalikan penyakit yang berasosiasi dengan Begomovirus
dapat ditempuh dengan menggunakan varietas-varietas tomat yang tahan, maka pada penelitian disertasi ini dilakukan dua pendekatan yang berbeda
untuk merakit tanaman tahan terhadap Begomovirus. Pertama, pendekatan non- konvensional melalui teknik rekayasa genetik dengan menggunakan gen yang
berasal dari Begomovirus itu sendiri, yang sering disebut dengan pathogen- derived resistance
PDR. Untuk pendekatan ini dilakukan konstruksi gen AV1 Begomovirus
menyandikan protein selubung pada vektor ekspresi dan konstruk gen AV1 diintroduksikan ke tanaman tembakau menggunakan vektor bakteri A.
tumefaciens Percobaan 4. Transformasi genetik tanaman tembakau tanaman
model dengan gen AV1 dimaksudkan untuk mempelajari fungsi dan efektifitas gen AV1 sebelum diintroduksikan ke tanaman target. Tanaman-tanaman tembakau
transgenik putatif yang dihasilkan pada penelitian 4 digunakan sebagai materi untuk analisis deteksi keberadaaan gen AV1 pada genom menggunakan teknik
PCR dan Southern Blot serta untuk evaluasi keefektifan gen AV1 terhadap Begomovirus
Percobaan 5. Kedua, pendekatan konvensional dilakukan dengan
memanfaatkan gen ketahanan terhadap TYCLV yang ada pada galur-galur dari AVRDC melalui persilangan dengan tomat-tomat Indonesia untuk mendapatkan
tanaman tomat Indonesia yang tahan terhadap TYLCV Begomovirus
Percobaan 6. Untuk memudahkan pemahaman terhadap strategi penelitian yang
digunakan maka dibuat diagram alur penelitian Gambar 1.
8 Gambar 1 Diagram alur strategi penelitian dan keterkaitan antar percobaan dari
seluruh kegiatan penelitian Analisis keragaman genetik
Begomovirus berdasarkan teknik
PCR-RFLP Percobaan 2
TOMAT TAHAN BEGOMOVIRUS
Koleksi tanaman tomat terinfeksi Begomovirus
Deteksi Begomovirus yang menginfeksi tomat Percobaan 1
Amplifikasi PCR DNA Begomovirus
dengan primer universal top primer
Analisis sekuen produk PCR berdasarkan primer gen AV1
Pemotongan produk PCR dengan enzim restriksi
Gen AV1 dari isolat Begomovirus terpilih
Konstruksi, introduksi gen AV1 pada tanaman model tembakau dan analisis molekuler serta bioasai Percobaan 4 5
Galur tomat rentan X CMV
®
Galur F1-TYLCV
®
Galur F1-CMV
®
Persilangan untuk mendapatkan galur TYLCV
®
dikombinasikan dg CMV
®
Percobaan 6
Galur F1-TYLCV
®
+ CMV
®
Analisis keragaman genetik Begomovirus
berdasarkan sekuen gen AV1 Percobaan 3
Amplifikasi PCR DNA Begomovirus
dengan primer spesifik gen AV1
TYLCV
®
X Galur tomat rentan
9
II. TINJAUAN PUSTAKA