Luas Lahan Instalasi Pengolahan Air Sampah IPAS Peraturan Perundangan

123 Analisis tingkat kepentingan antar faktor sebagaimana disajikan pada gambar 28 menunjukkan bahwa terdapat empat faktor yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap kinerja sistem dan ketergantungan antar faktor yang tinggi pula, yaitu: 1 luas lahan; 2 IPAS; 3 Peraturan Perundangan; dan 4 Pendanaan; serta tiga faktor yang mempunyai pengaruh yang tinggi walaupun ketergantungan antar faktor yang rendah, yaitu: 1 teknologi; 2 keterlibatan swasta; dan 3 donor agency. Dengan demikian ketujuh faktor tersebut perlu dikelola dengan baik dan dibuat dengan berbagai keadaan state yang mungkin terjadi di masa depan agar terwujud sistem TPA Terpadu di TPA Bantar Gebang pascaoperasi berbasis masyarakat. Deskripsi masing- masing faktor kunci hasil analisis pengaruh langsung antar faktor sebagaimana Gambar 28 adalah sebagai berikut:

a. Luas Lahan

Pemanfaatan lahan TPA Bantar Gebang pada zone I, II, III, IV dan zone V, perlu dilengkapi dengan rencana tindak sebagai arah dan acuan Propinsi DKI Jakarta, Pemda Kota Bekasi, swasta dan masyarakat. TPA Bantar Gebang mempunyai luas 108 ha, yang efektif digunakan 69 ha, dibagi 5 zone, luas zone I sebesar 168.000 m², zone II sebesar 113.000 m², zone III sebesar 202.800 m², zone IV sebesar, 106.600 m² dan zo ne V luas 95.000 m². Setiap zone dikelilingi dengan jalan yang kondisinya cukup baik beraspal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Pasal 21 Ayat 2, TPA wajib dilengkapi dengan zone penyangga yang berfungsi untuk mengurangi akibat dari gangguan bau, kebisingan dan estetika.

b. Instalasi Pengolahan Air Sampah IPAS

IPAS bebannya perlu dijaga dengan menambahkan bangunan interciptor agar air hujan tidak masuk, pengelolaannya perlu ditingkatkan dengan pengurangan BOD, COD sampai batas yang dipersyaratkan baku mutu lingkungan. Perbaikan sarana dan prasarana TPA harus dilakukan seperti 4 buah IPAS yang ada, sepanjang deposit sampah belum di exploitasi. Mensyaratkan perbaikan IPAS ke kapasitas beban penutupan permukaan sampah dengan soil cover dan meratakan compaction sesuai standar dan melengkapi dengan aerator, dan aerator ditingkatkan kapasitasnya sampai 130 persennya, dengan menghilangkan unsur toxic melalui pengolahan kimia-fisik sebelum memasuki proses biologi. 124

c. Peraturan Perundangan

Kemauan politik dari pengelola persampahan dan kesadaran masyarakat akan bahaya yang ditimbulkan dari pengelolaan sampah yang kurang tepat sangat diharapkan ketimbang harus terus menerus berkonflik dengan pihak-pihak pengelola sampah. Upaya untuk memebrikan landasan hukum yang kuat dalam pengelolaan sampah yang komprehensif, terpadu, lintas sektor, konsisten, efektif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat perlu adanya Undang-undang pengelolaan sampah sebagai kepastian hukum, perlindungan hukum bagi stakeholders serta sebagai landasan untuk kebijakan, perencanaan, program dan kegiatan pada pengelolaan sampah. Kebijakan jangka panjang harus ditegakan, meliputi aspek hukum, pendidikan sosial, pengelolaan sumberdaya manusia dan pengembangan riset dan teknologi. Aspek hukum harus dikembangkan untuk: Pembagian tanggung jawab dalam pengelolaan sampah; Pengawasan terhadap pengumpulan sampah yang dilaksanakan pihak swasta; Pengawasan lokasi- lokasi TPA kecil; dan Peraturan hukuman terhadap pembuangan sampah ilegal. Penegakan hukum tentang kebersihan termasuk sampah masih lemah, untuk mendukung sistem pengelolaan sampah yang baru, diperlukan penataan kembali peraturan yang telah ada, serta penerbitan peraturan yang baru baik berupa Perda, SK Gubernur dan Instruksi Gubernur sesuai kebutuhan, baik menyangkut aspek institusi maupun teknis operasional. Dengan perubahan paradigma pengelolaan kebersihan mengikuti hasil kajian ini, maka perlu diuraikan lebih lanjut aspek kelembagaan dan dasar hukumnya. Hal-hal mendasar yang menyebabkan perubahan paradigma adalah: Struktur pengelolaan kebersihan lebih terarahkan pada bentuk korporasi dan bukan lagi sepenuhnya di Pemerintah Daerah; Perubahan fungsi pelaku pelayanan antar regulator Dinas Kebersihan dan operator Dinas Kebersihan dengan swasta atau swasta penuh; dan Perubahan cakupan daerah pelayanan. Selain itu perumusan dasar hukum mencakup ketentuan fungsi operator yakni: menerima limpahan wewenang dan tanggung jawab pengelolaan sampah dari Pemerintah Daerah, Dinas Kebersihan yang akan melaksanakan tugas operasional antara lain meliputi: penyapuan jalan-jalan utama, pengangkutan sampah dari TPS ke SPATPA atau dari SPA ke TPA; dan berbagai paket pekerjaan yang terbuka peluanganya dalam kebijakan pengelolaan kebersihan sampah padat misalnya 125 menerima konsesi pelayanan suatu daerah atau kawasan tertentu, menyelenggarakan investasi pemusnahan sampah. Dengan perubahan dasar hukum ini selanjutnya diatur pelaksanaan perubahan tata laksananya secara bertahap seperti halnya keadaan yang selama ini sudah berlangsung sesudah terjadinya kebijakan swastanisasi persampahan sejak tahun 1990an; , atau dengan kata lain Dinas Kebersihan secara berangsur melepas perannya sebagai operator terutama bagi pelayanan terhadap daerah cukup mampu.

d. Pendanaan