Keanekaragaman Jamur Makroskopis di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Desa Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara

(1)

KEANEKARAGAMAN JAMUR MAKROSKOPIS DI HUTAN

PENDIDIKAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DESA TONGKOH KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA

SANTA DEWI BORNOK MARIANA TAMPUBOLON 081202050/BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

KEANEKARAGAMAN JAMUR MAKROSKOPIS DI HUTAN

PENDIDIKAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DESA TONGKOH KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH:

SANTA DEWI BORNOK MARIANA TAMPUBOLON 081202050/BUDIDAYA HUTAN

Skripsi sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Keanekaragaman Jamur Makroskopis di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Desa Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara

Nama : Santa Dewi Bornok Mariana Tampubolon

NIM : 081202050

Program Studi : Kehutanan Jurusan : Budidaya Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Budi Utomo, SP, MP. Dr. Ir. Yunasfi, M.Si.

Ketua Anggota

Mengetahui,

Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D. Ketua Program Studi Kehutanan


(4)

ABSTRACT

SANTA DEWI BORNOK MARIANA TAMPUBOLON: The Diversity of Ma croscopic Fungi in Educa tion Forest of University of North Sumatra a t Tongkoh District of Ka ro North Suma tra , under a ca demic supervision by BUDI UTOMO a nd YUNASFI.

The resea rch of the diversity of ma croscopic fungi in Educa tion Forest of University of North Suma tra ha s never been reported. The resea rch has been conducted on Ma y until July 2012 a t a ltitude: < 1000 m a bove sea level; 1000 1500 m a bove sea level; and ≥ 1500 m a bove sea level, on five different tra il on ea ch a ltitude ca tegory. The length of observa tion tra il is 100 m. The first tra il on ea ch a ltitude ca tegory is determined with purpossive sa mpling method , then the next tra il wa s determined with systema tic sa mpling method. The observa tion a nd the collection of species has done explora tively in the plot sa mpling, size 20 m x 20 m. The results showed tha t wa s found 46 species of ma croscopic fungi which consist of 2 divisions, 4 cla sses, 10 orders, a nd 21 fa milies, where numbers of species of ma croscopic fungi wa s found on ea ch of a ltitude ca tegory consecutively 30 species, 43 species, and 32 species. The most domina nt species a t a ltitude < 1000 m a bove sea level is Stereum ostrea ; a t a ltitude 1000 1500 m a bove sea level is Coltricia perennis; a nd a t a ltitude ≥ 1500 m a bove sea level is Polyporus sp. The diversity index (H') on ea ch of a ltitude ca tegory consecutively 2,905; 3,099; and 2,818. The evenness index (E) on ea ch of a ltitude ca tegory consecutively 0,854; 0,824; a nd 0,813. The simila rity index (S) between the a ltitude ca tegory ranged 64,52% 82,67%. The ma croscopic fungi wa s found commonly living on the deca yed wood and litter , a nd then a pa rt of living on the living wood.

Keywords: The diversity of ma croscopic fungi, a na lysis of ma croscopic fungi, ma croscopic fungi, Ba sidiomycota , Educa tion Forest of University of North Suma tra .


(5)

ABSTRAK

SANTA DEWI BORNOK MARIANA TAMPUBOLON: Keanekaragaman Jamur Makroskopis di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Desa Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara, di bawah bimbingan akademik BUDI UTOMO dan YUNASFI.

Penelitian mengenai keanekaragaman jamur makroskopis di kawasan Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara belum pernah dilaporkan. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2012 pada ketinggian tempat: < 1000 m dpl; 1000 − 1500 m dpl; dan ≥ 1500 m dpl, pada lima jalur yang berbeda di setiap kategori ketinggian tempat. Panjang jalur pengamatan adalah 100 m. Jalur pertama di setiap kategori ketinggian tempat ditentukan secara purpossive sa mpling, jalur selanjutnya ditentukan secara systematic sampling. Pengamatan dan pengkoleksian spesies dilakukan secara eksploratif dalam sampling plot berukuran 20 m x 20 m. Dari hasil penelitian ditemukan 46 spesies jamur makroskopis, yang terdiri atas 2 divisi, 4 kelas, 10 ordo, dan 21 fa mili, dimana jumlah spesies jamur makroskopis yang ditemukan pada setiap kategori ketinggian tempat berturut-turut 30 spesies, 43 spesies, dan 32 spesies. Spesies yang paling dominan pada ketinggian tempat < 1000 m dpl adalah Stereum ostrea ; pada ketinggian tempat 1000 − 1500 m dpl adalah Coltricia perennis; dan pada ketinggian tempat ≥ 1500 m dpl adalah Polyporus sp. Indeks keanekaragaman (H') pada setiap kategori ketinggian tempat berturut-turut adalah 2,905; 3,099; dan 2,818. Indeks kemerataan (E) pada setiap kategori ketinggian tempat berturut-turut adalah 0,854; 0,824; dan 0,813. Indeks kesamaan (IS) antar kategori ketinggian tempat berkisar 64,52% − 82,67%. Jamur makroskopis yang ditemukan umumnya hidup pada kayu lapuk dan serasah, serta sebagian kecil hidup pada pohon hidup.

Kata kunci: Keanekaragaman jamur makroskopis, analisis jamur makroskopis, jamur makroskopis, Basidiomycota, Hutan Pendidikan USU.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 10 Oktober 1990 dari ayah M. Tampubolon dan Ibu R. Sihombing. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan dasar dari SDN No. 206/IX, Kabupaten Muaro Jambi. Tahun 2005 penulis lulus dari SMP Negeri 12 Muaro Jambi, Kabupaten Muaro Jambi. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Swasta Xaverius 2 Jambi, Kota Jambi, dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Budidaya Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PEH) di Taman Wisata Alam (TWA) Deleng Lancuk dan Gunung Sinabung, yang tergabung dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Desa Kuta Gugung, Kecamatan Namanteran, Kabupaten Karo, pada bulan Juni 2010. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Kabupaten Jember, Jawa Timur, pada bulan Februari − Maret 2012.

Penulis melaksanakan penelitian pada bulan Mei − Juli 2012. Penulis melaksanakan penelitian di kawasan Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara, Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Desa Tongkoh, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Keanekaragaman Jamur Makroskopis di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Desa Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara”.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “Keanekaragaman Jamur Makroskopis di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Desa Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara” ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman spesies jamur makroskopis yang terdapat di kawasan Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara, Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Desa Tongkoh, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua dan kedua adik atas dukungan doa, semangat, dan materi, sehingga penulis dapat melalui perkuliahan dan akhirnya menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Budi Utomo, SP, MP. dan Dr. Ir. Yunasfi, M.Si. selaku Komisi Pembimbing Skripsi, atas bimbingan, saran, dan motivasi yang diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pegawai Balai UPT Taman Hutan Raya Bukit Barisan yang telah membimbing selama pengambilan data di lapangan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang turut serta membantu selama pengambilan data di lapangan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada saudara sepupu dan semua teman yang telah memberikan dukungan doa dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini kemungkinan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, demi kesempurnaan penelitian terkait di masa mendatang. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... ABSTRAK ... RIWAYAT HIDUP ... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... PENDAHULUAN ... Latar Belakang Penelitian... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... TINJAUAN PUSTAKA... Deskripsi Jamur... Klasifikasi Jamur... Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur ... Sifat Jamur Berdasarkan Perolehan Makanan... Keanekaragaman Spesies Jamur Makroskopis ... Kondisi Umum Hutan Pendidikan USU sebagai Tempat Penelitian... BAHAN DAN METODE ... Waktu dan Tempat Penelitian ... Bahan dan Alat Penelitian ... Metode Penelitian ... Analisis Data ... HASIL DAN PEMBAHASAN ... Keanekaragaman Spesies Jamur Makroskopis di Hutan Pendidikan USU ... Habitat dan Peranan Spesies Jamur Makroskopis yang Ditemukan di Hutan Pendidikan USU ... Indeks Nilai Penting (INP) Spesies Jamur Makroskopis yang Ditemukan di Hutan Pendidikan USU ... Indeks Keanekaragaman (H') dan Indeks Kemerataan (E) Spesies Jamur Makroskopis yang Ditemukan di Hutan Pendidikan USU ... Indeks Kesamaan (IS) Spesies Jamur Makroskopis yang Ditemukan di Hutan Pendidikan USU ...

i ii iii iv vii viii ix 1 1 4 4 5 5 7 11 13 14 19 21 21 21 22 24 27 27 33 36 43 46


(9)

Keadaan Suhu dan Kelembaban Udara di Hutan Pendidikan USU ... KESIMPULAN DAN SARAN ... Kesimpulan ... Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

49 51 51 52 53 56


(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Klasifikasi spesies jamur makroskopis yang ditemukan di Hutan Pendidikan USU pada setiap kategori ketinggian tempat pengamatan... 2. Habitat spesies jamur makroskopis yang ditemukan di Hutan

Pendidikan USU ... 3. INP spesies jamur makroskopis yang ditemukan di Hutan

Pendidikan USU pada setiap kategori ketinggian tempat pengamatan ... 4. Indeks keanekaragaman (H') dan indeks kemerataan (E) spesies

jamur makroskopis yang ditemukan di Hutan Pendidikan USU pada setiap kategori ketinggian tempat pengamatan ... 5. Indeks kesamaan (IS) spesies jamur makroskopis antar setiap

kategori ketinggian tempat pengamatan di Hutan Pendidikan USU .... 6. Suhu dan kelembaban udara di Hutan Pendidikan USU selama

periode pengamatan jamur makroskopis ...

28

33

36

43

46


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Struktur tubuh buah Basidiomycota ... 2. Peta Hutan Pendidikan USU sebagai tempat penelitian ... 3. Desain jalur dan plot pengamatan jamur makroskopis ...

9 21 23


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Deskripsi Spesies Jamur Makroskopis di Hutan Pendidikan USU ... 2. Tabel Pengamatan Individu Spesies Jamur Makroskopis di Hutan

Pendidikan USU pada Ketinggian Tempat < 1000 m dpl ... 3. Tabel Pengamatan Individu Spesies Jamur Makroskopis di Hutan

Pendidikan USU pada Ketinggian Tempat 1000 − 1500 m dpl... 4. Tabel Pengamatan Individu Spesies Jamur Makroskopis di Hutan

Pendidikan USU pada Ketinggian Tempat ≥ 1500 m dpl ... 5. Tabel Analisis Keanekaragaman Spesies Jamur Makroskopis di

Hutan Pendidikan USU pada Ketinggian Tempat < 1000 m dpl ... 6. Tabel Analisis Keanekaragaman Spesies Jamur Makroskopis di

Hutan Pendidikan USU pada Ketinggian Tempat 1000 − 1500 m dpl ... 7. Tabel Analisis Keanekaragaman Spesies Jamur Makroskopis di

Hutan Pendidikan USU pada Ketinggian Tempat ≥ 1500 m dpl ... 8. Tabel Keanekaragaman Spesies Jamur Makroskopis yang

Ditemukan Berdasarkan Jalur Pengamatan pada Ketinggian Tempat < 1000 m dpl ... 9. Tabel Keanekaragaman Spesies Jamur Makroskopis yang

Ditemukan di Hutan Pendidikan USU Berdasarkan Jalur Pengamatan pada Ketinggian Tempat 1000 − 1500 m dpl ... 10. Tabel Keanekaragaman Spesies Jamur Makroskopis yang

Ditemukan di Hutan Pendidikan USU Berdasarkan Jalur Pengamatan pada Ketinggian Tempat ≥ 1500 m dpl ... 11. Dokumentasi Pengamatan Jamur Makroskopis di Hutan Pendidikan

USU ...

56

72

73

75

76

77

78

79

83

88


(13)

ABSTRACT

SANTA DEWI BORNOK MARIANA TAMPUBOLON: The Diversity of Ma croscopic Fungi in Educa tion Forest of University of North Sumatra a t Tongkoh District of Ka ro North Suma tra , under a ca demic supervision by BUDI UTOMO a nd YUNASFI.

The resea rch of the diversity of ma croscopic fungi in Educa tion Forest of University of North Suma tra ha s never been reported. The resea rch has been conducted on Ma y until July 2012 a t a ltitude: < 1000 m a bove sea level; 1000 1500 m a bove sea level; and ≥ 1500 m a bove sea level, on five different tra il on ea ch a ltitude ca tegory. The length of observa tion tra il is 100 m. The first tra il on ea ch a ltitude ca tegory is determined with purpossive sa mpling method , then the next tra il wa s determined with systema tic sa mpling method. The observa tion a nd the collection of species has done explora tively in the plot sa mpling, size 20 m x 20 m. The results showed tha t wa s found 46 species of ma croscopic fungi which consist of 2 divisions, 4 cla sses, 10 orders, a nd 21 fa milies, where numbers of species of ma croscopic fungi wa s found on ea ch of a ltitude ca tegory consecutively 30 species, 43 species, and 32 species. The most domina nt species a t a ltitude < 1000 m a bove sea level is Stereum ostrea ; a t a ltitude 1000 1500 m a bove sea level is Coltricia perennis; a nd a t a ltitude ≥ 1500 m a bove sea level is Polyporus sp. The diversity index (H') on ea ch of a ltitude ca tegory consecutively 2,905; 3,099; and 2,818. The evenness index (E) on ea ch of a ltitude ca tegory consecutively 0,854; 0,824; a nd 0,813. The simila rity index (S) between the a ltitude ca tegory ranged 64,52% 82,67%. The ma croscopic fungi wa s found commonly living on the deca yed wood and litter , a nd then a pa rt of living on the living wood.

Keywords: The diversity of ma croscopic fungi, a na lysis of ma croscopic fungi, ma croscopic fungi, Ba sidiomycota , Educa tion Forest of University of North Suma tra .


(14)

ABSTRAK

SANTA DEWI BORNOK MARIANA TAMPUBOLON: Keanekaragaman Jamur Makroskopis di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Desa Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara, di bawah bimbingan akademik BUDI UTOMO dan YUNASFI.

Penelitian mengenai keanekaragaman jamur makroskopis di kawasan Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara belum pernah dilaporkan. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2012 pada ketinggian tempat: < 1000 m dpl; 1000 − 1500 m dpl; dan ≥ 1500 m dpl, pada lima jalur yang berbeda di setiap kategori ketinggian tempat. Panjang jalur pengamatan adalah 100 m. Jalur pertama di setiap kategori ketinggian tempat ditentukan secara purpossive sa mpling, jalur selanjutnya ditentukan secara systematic sampling. Pengamatan dan pengkoleksian spesies dilakukan secara eksploratif dalam sampling plot berukuran 20 m x 20 m. Dari hasil penelitian ditemukan 46 spesies jamur makroskopis, yang terdiri atas 2 divisi, 4 kelas, 10 ordo, dan 21 fa mili, dimana jumlah spesies jamur makroskopis yang ditemukan pada setiap kategori ketinggian tempat berturut-turut 30 spesies, 43 spesies, dan 32 spesies. Spesies yang paling dominan pada ketinggian tempat < 1000 m dpl adalah Stereum ostrea ; pada ketinggian tempat 1000 − 1500 m dpl adalah Coltricia perennis; dan pada ketinggian tempat ≥ 1500 m dpl adalah Polyporus sp. Indeks keanekaragaman (H') pada setiap kategori ketinggian tempat berturut-turut adalah 2,905; 3,099; dan 2,818. Indeks kemerataan (E) pada setiap kategori ketinggian tempat berturut-turut adalah 0,854; 0,824; dan 0,813. Indeks kesamaan (IS) antar kategori ketinggian tempat berkisar 64,52% − 82,67%. Jamur makroskopis yang ditemukan umumnya hidup pada kayu lapuk dan serasah, serta sebagian kecil hidup pada pohon hidup.

Kata kunci: Keanekaragaman jamur makroskopis, analisis jamur makroskopis, jamur makroskopis, Basidiomycota, Hutan Pendidikan USU.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Jamur merupakan satu diantara berbagai jenis organisme yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian alam. Jamur berperan sebagai dekomposer bersama dengan bakteri dan beberapa spesies protozoa, sehingga banyak membantu proses dekomposisi bahan organik untuk mempercepat siklus materi dalam ekosistem hutan. Dengan demikian, jamur ikut membantu menyuburkan tanah melalui penyediaan nutrisi bagi tumbuhan, sehingga hutan tumbuh dengan subur (Suharna, 1993).

Jamur, khususnya kelompok jamur makroskopis atau makrofungi (Basidiomycota), merupakan kelompok utama organisme pendegradasi lignoselulosa karena mampu menghasilkan enzim-enzim pendegradasi lignoselulosa seperti selulase, ligninase, dan hemiselulase (Munir, 2006), sehingga siklus materi di alam dapat terus berlangsung. Selain itu, kelompok jamur makroskopis secara nyata mempengaruhi jaring-jaring makanan di hutan, kelangsungan hidup atau perkecambahan anakan-anakan pohon, pertumbuhan pohon, dan keseluruhan kesehatan hutan. Jadi, keberadaan jamur makroskopis adalah indikator penting komunitas hutan yang dinamis (Moore et al. (ed.), 2001).

Beberapa spesies jamur bersifat parasit bagi tumbuhan ataupun hewan, sementara spesies jamur yang lain berasosiasi saling menguntungkan (mutualistik) dengan tumbuhan ataupun hewan. Selain itu, berbagai spesies jamur bermanfaat langsung bagi manusia seperti sebagai sumber makanan dan bahan obat.

Penggunaan jamur dalam pengobatan tradisional sudah dikenal sejak ribuan tahun lalu di negara-negara Asia Timur. Spesies jamur yang banyak


(16)

digunakan sebagai bahan obat umumnya merupakan spesies jamur makroskopis seperti Ganoderma lucidium dan Lentinus edodus. Ganoderma lucidium sudah lebih dari 2000 tahun dipakai di China sebagai obat non toksik, bahkan masyarakat China percaya jamur ini dapat menyembuhkan segala jenis penyakit. Lentinus edodus juga telah digunakan dalam pengobatan tradisional China sejak 2000 tahun sebelum masehi (Gandjar et al., 2006).

Di Indonesia sendiri masih banyak spesies jamur makroskopis yang belum teridentifikasi dan belum diketahui manfaatnya hingga saat ini, sehingga pemanfaatan langsung sebagai sumber makanan ataupun bahan obat belum maksimal dilakukan. Spesies jamur makroskopis yang telah banyak dibudidayakan di Indonesia, yakni Pleurotus ostreatus dan Auricularia auricula , belum berkembang pesat dalam hal teknik budidaya dan pemasaran, karena belum terlalu dikenal sebagai bahan makanan yang kaya akan kandungan protein.

Sebagai negara yang memiliki hutan hujan tropis yang luas dengan keanekaragaman spesies jamur makroskopis yang tinggi, di hutan Indonesia penelitian mengenai keanekaragaman jamur makroskopis belum banyak dilakukan. Sampai saat ini data dan literatur mengenai keanekaragaman jamur makroskopis di Indonesia masih sangat terbatas. Data dan literatur tentang jamur makroskopis umumnya adalah tentang jamur makroskopis di daerah beriklim subtropis yang memiliki warna, bentuk, ukuran, dan spesies yang berbeda dengan jamur makroskopis di daerah beriklim tropis. Di lain pihak, kita dihadapkan pada cepatnya laju penurunan keanekaragaman hayati baik oleh proses alamiah maupun oleh ulah manusia. Jika hal ini terus berlanjut, maka banyak spesies jamur makroskopis yang belum teridentifikasi mungkin akan segera punah.


(17)

Inventarisasi spesies jamur makroskopis iklim subtropis yang memiliki empat musim menunjukkan hasil yang berbeda dengan spesies jamur makroskopis iklim tropis. Untuk itu, inventarisasi spesies jamur makroskopis iklim tropis sangat perlu dilakukan (Nurtjahja dan Widhiastuti, 2009).

Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara (USU), Desa Tongkoh, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, merupakan satu contoh kawasan hutan hujan tropis Indonesia yang memiliki keanekaragaman jamur makroskopis yang tinggi. Hutan Pendidikan USU merupakan bagian dari kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan, dan mewakili ekosistem hutan hujan tropis Indonesia.

Penelitian mengenai keanekaragaman jamur makroskopis lokal hutan hujan tropis, khususnya di kawasan Hutan Pendidikan USU, sejauh ini belum pernah dilakukan. Mengingat pentingnya peranan jamur makroskopis dalam suatu ekosistem hutan hujan tropis, seperti Hutan Pendidikan USU, maka penting dilakukan suatu penelitian untuk menganalisis keanekaragaman spesies jamur makroskopis di kawasan Hutan Pendidikan USU.

Hutan Pendidikan USU sendiri baru diresmikan pada tanggal 25 Mei 2011, sehingga wajar jika sampai saat ini belum banyak diketahui kekayaan sumberdaya alam hayati yang dimiliki hutan pendidikan ini, demikian pula keanekaragaman spesies jamur makroskopisnya. Setiawan (2012) menyatakan, perlu diadakan berbagai penelitian untuk menggali kekayaan sumberdaya alam hayati di kawasan hutan pendidikan ini, guna meningkatkan manajemen pengelolaan, terutama jika kawasan ini akan dikembangkan menjadi daerah tujuan ekowisata, pendidikan, dan penelitian.


(18)

Tujuan Penelitian

Mengetahui keanekaragaman spesies jamur makroskopis yang terdapat di kawasan Hutan Pendidikan USU, Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Desa Tongkoh, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi tentang keanekaragaman spesies jamur makroskopis yang terdapat di kawasan Hutan Pendidikan USU.

2. Pelengkap dari penelitian-penelitian ekologi hutan sebelumnya, maupun sebagai data pendukung atau bahan rujukan yang diharapkan bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.

3. Sumber informasi bagi pihak pengelola Hutan Pendidikan USU, BBKSDAH Sumatera Utara, pemerintah dan masyarakat setempat, serta semua pihak yang membutuhkan.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Jamur

Istilah jamur atau fungi berasal dari bahasa Yunani, yaitu fungus/hifa (mushroom) yang berarti tumbuh dengan subur. Istilah ini selanjutnya ditujukan kepada jamur yang memiliki tubuh buah serta tumbuh atau muncul di atas tanah atau pepohonan (Tjitrosoepomo, 1991).

Jamur atau fungi merupakan organisme eukariotik. Jamur tidak memiliki klorofil, tumbuh sebagai hifa, memiliki dinding sel yang mengandung kitin, bersifat heterotrof, menyerap nutrisi melalui dinding selnya, mengekskresikan enzim-enzim ekstraseluler ke lingkungan melalui spora, dan melakukan reproduksi seksual dan aseksual (Gandjar et al., 2006).

Jamur mempunyai dua karakter yang sangat mirip dengan tumbuhan, yaitu dinding sel yang sedikit keras dan organ reproduksi yang disebut spora. Dinding sel jamur terdiri atas selulosa dan kitin sebagai komponen yang dominan. Kitin adalah polimer dari gugus amino yang lebih memiliki karakteristik seperti tubuh serangga daripada tubuh tumbuhan. Spora jamur, terutama spora yang diproduksi secara seksual berbeda dari spora tumbuhan tingkat tinggi dari segi bentuk dan metode produksinya (Alexopoulos dan Mims, 1979).

Jamur tidak seperti organisme heterotrof lainnya yang menelan makanannya kemudian mencernanya sebelum diserap. Jamur mendapatkan makanan dengan mengambil bahan organik di sekitar tempat tumbuh. Bahan organik tersebut kemudian diubah menjadi molekul-molekul sederhana dan diserap langsung oleh hifa (Gunawan, 2000).


(20)

Bagian penting tubuh jamur yaitu struktur hifa berbentuk tabung menyerupai seuntai benang panjang, ada yang tidak bersekat dan ada yang bersekat. Hifa dapat tumbuh bercabang-cabang sehingga membentuk jaring-jaring yang dinamakan miselium. Pada satu koloni jamur ada hifa yang menegak dan ada hifa yang menjalar. Biasanya hifa yang menegak ini menghasilkan alat-alat pembiak yang disebut spora, sedangkan hifa yang menjalar berfungsi untuk menyerap nutrisi dari substrat dan menyangga alat-alat reproduksi. Hifa yang menegak disebut hifa fertil dan hifa yang menjalar disebut hifa vegetatif. Pertumbuhan hifa berlangsung terus-menerus di bagian apikal, sehingga panjangnya tidak dapat ditentukan secara pasti. Diameter hifa umumnya berkisar 3 − 30 µm. Spesies yang berbeda memiliki diameter yang berbeda pula, yang mana ukuran diameter tersebut biasanya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan (Carlile dan Watkinson, 1994).

Menurut Santoso (2004), jamur umumnya berukuran lebih besar dibandingkan bakteri. Diameter sel jamur dapat berukuran 1 − 30 µm, sementara diameter sel bakteri rata-rata hanya berukuran 0,5 µ m. Berdasarkan bentuk sel dan struktur yang menyusun tubuhnya, jamur terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu sebagai berikut:

1. Khamir (yeast atau gist), merupakan jamur bersel tunggal (uniseluler). Contoh khamir adalah Saccharomyces cerevisiae yang berperan dalam pembuatan minuman beralkohol.

2. Kapang (mold), merupakan jamur yang selnya berbentuk filamen. Filamen yang merupakan sel vegetatif tersebut dinamakan hifa. Hifa dari koloni kapang akan tumbuh bercabang-cabang membentuk jalinan massa hifa yang


(21)

disebut miselium. Contoh kapang adalah Rhizopus oryzae yang berperan dalam fermentasi tempe.

3. Cendawan (mushroom) atau jamur makroskopis (makrofungi), merupakan jamur berfilamen dan membentuk tubuh buah yang besar sehingga dapat dilihat dengan mata, tanpa bantuan alat. Contohnya adalah jamur merang (Volvariella volvaceae).

Jamur makroskopis mencakup banyak jamur yang berukuran besar dengan tubuh buah yang kompleks. Sebagian besar spesiesnya hidup pada habitat daratan (teresterial). Jamur makroskopis yang dikenal sebagian besar termasuk ke dalam divisi Basidiomycota dan sebagian kecil termasuk ke dalam divisi Ascomycota (Gandjar et al., 2006). Tubuh buah jamur makroskopis yang berukuran besar merupakan struktur reproduksi yang terbentuk untuk menghasilkan dan menyebarkan spora. Jamur makroskopis dapat dijumpai di hutan, tanah lapang, padang rumput, bahkan di halaman rumah (Kibby, 1992).

Klasifikasi Jamur

Tubuh buah suatu spesies jamur dapat berbeda dengan spesies jamur lainnya, yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan tudung (pileus), tangkai (stipe), lamella (gills) serta cawan (volva ). Adanya perbedaan ukuran, warna, serta bentuk dari tudung dan tangkai merupakan ciri penting dalam melakukan identifikasi suatu spesies jamur (Smith dan Weber, 1980).

McKane dan Kandel (1996) menyatakan bahwa setiap jamur tercakup dalam suatu kategori taksonomi, dan dibedakan atas dasar tipe spora, morfologi hifa serta siklus seksualnya. Menurut Santoso (2004), klasifikasi jamur daratan


(22)

(terrestrial fungi) dilakukan dengan mempertimbangkan pola reproduksi seksualnya. Ada empat divisi pada jamur daratan, yaitu:

1. Zygomycota yang membentuk zygospora, 2. Ascomycota yang membentuk askospora,

3. Basidiomycota yang membentuk basidiospora, dan

4. Deuteromycota (fungi imperfecti) yang merupakan taksa sementara. 1. Zygomycota

Istilah Zygomycota mengacu pada zygospora yang diproduksi dalam kantung spora yang dinamakan zygosporangium (Alexopoulos dan Mims, 1979). Zygomycota memiliki hifa yang tidak bersekat dan memiliki banyak inti yang disebut hifa koenositik (dari bahasa latin coenocytic). Kebanyakan divisi ini bersifat saprofit. Zygomycota berkembang biak secara aseksual dengan spora yang menghasilkan sporangiospora dan secara seksual dengan zygospora (Moore-Landecker, 1982).

2. Ascomycota

Kelompok jamur ini memiliki ciri berupa spora yang terdapat di dalam kantung yang disebut askus. Askus adalah sel yang membesar yang di dalamnya terdapat spora yang disebut askospora. Setiap askus biasanya memiliki 2 − 8 askospora. Kebanyakan Ascomycota bersifat mikroskopis, hanya sebagian kecil yang bersifat makroskopis dan memiliki tubuh buah (Dwidjoseputro, 1978). 3. Basidiomycota

Basidiomycota dicirikan dengan produksi spora seksual yang disebut basidiospora. Kebanyakan anggota Basidiomycota adalah jamur payung dan cendawan berbentuk bola yang disebut jamur berdaging, yang spora seksualnya


(23)

menyebar di udara dengan cara yang berbeda dari jamur berdaging lainnya (McKane dan Kandel, 1996).

Santoso (2004) menyatakan bahwa Basidiomycota sering dipresentasikan sebagai jamur makroskopis yang biasa disebut cendawan atau mushroom. Contoh divisi ini adalah jamur merang (Volvariella volvaceae), jamur kuping (Auricularia auricula ), dan jamur tiram (Pleurotus ostreatus). Struktur tubuh buah Basidiomycota secara umum dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur tubuh buah Basidiomycota (Tampubolon, 2010)

Dwidjoseputro (1978) menerangkan bahwa, karakteristik dari Basidiomycota antara lain kebanyakan makroskopis, sedikit yang mikroskopis. Basidium berisi 2 − 4 basiodiospora, yang masing-masing pada umumnya mempunyai satu inti. Beberapa spesies Basidiomycota bermanfaat karena dapat dimakan, tetapi banyak juga yang merugikan karena merusak tumbuhan, kayu dan perabot rumah tangga.


(24)

Tubuh buah Basidiomycota terdiri dari hifa yang bersekat dan berkelompok padat menjadi semacam jaringan, dan tubuh buahnya lebih menonjol dibandingkan Ascomycota. Miseliumnya terdiri dari hifa dan sel-sel yang berinti satu, hanya pada tahap tertentu saja terdapat hifa yang berinti dua. Pembiakan vegetatif dengan konidia (Tjitrosoepomo, 1991).

Reproduksi seksual dimulai dengan bertemunya dua hifa homokariot yang bersesuaian dan melebur (terjadi peristiwa plasmogami) membentuk satu kompartemen sel berinti dua (dikariot) yang berbeda muatannya (heterokariot). Sel dikariot tersebut akan berkembang membentuk miselium sekunder yang memiliki inti heterokariot yang bersesuaian. Miselium sekunder dengan inti dikariot berkembang membentuk tubuh buah (basidiokarp). Sel berinti dikariot membelah secara mitosis sehingga membentuk struktur reproduksi (basidium). Pada saatnya nanti inti dikariot akan melebur (kariogami) membentuk zigot berinti diploid. Selanjutnya, inti diploid akan mengalami proses meiosis menjadi haploid yang dikemas dalam basidiospora (Santoso, 2004).

4. Deuteromycota

Banyak jamur yang tidak memperlihatkan fase reproduksi seksualnya sehingga tidak dikelompokkan ke dalam suatu divisi, baik Zygomycota, Ascomycota ataupun Basidiomycota. Sebagai alternatif, jamur tersebut dimasukkan ke dalam kelompok jamur tidak sempurna (fungi imperfecti). Divisi ini merupakan taksa artifisial (taksa buatan), bukan berdasarkan karakter sebenarnya dan dibuat hanya untuk menampung jamur-jamur yang belum diketahui fase reproduksi seksualnya (Santoso, 2004). Anggota kelompok ini


(25)

berkembang biak dengan klamidospora, arthrospora, konidiospora, dan juga pertunasan (McKane dan Kandel, 1996).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur

Pertumbuhan jamur dipengaruhi oleh berbagai fakor. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan jamur antara lain adalah faktor ketersediaan air, suhu, derajat keasaman (pH), cahaya, aerasi, CO2 dan senyawa-senyawa kimia di

lingkungannya (Garraway dan Evans, 1984). 1. Ketersediaan air

Sama seperti organisme lainnya, jamur memerlukan air untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Jamur umumnya menyerap air dari lingkungan sekitarnya melalui hifa. Air digunakan oleh jamur dalam proses difusi nutrisi dan enzim. Air juga merupakan produk sampingan dalam reaksi metabolisme. Namun demikian, terlalu banyak air juga dapat merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan jamur, terutama pada proses sporulasi (Garraway dan Evans, 1984).

2. Suhu

Menurut Carlile dan Watkinson (1994), suhu maksimum kebanyakan jamur untuk tumbuh berkisar 300C − 400C dan optimalnya pada suhu 200C − 300C. Beberapa spesies jamur dapat tumbuh pada keadaan suhu yang ekstrim hingga 50C. Namun meskipun jamur dapat hidup di lingkungan yang

sangat dingin, pertumbuhan jamur pada suhu yang rendah kurang optimal. Jamur tertentu dapat tumbuh dengan subur pada suhu di atas 500C. Jamur tersebut dapat

dijumpai di tumpukan kompos, pupuk kandang, gudang pertanian, dan berbagai produk kehutanan (Garraway dan Evans, 1984).


(26)

3. Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman sangat penting untuk pertumbuhan jamur, karena enzim-enzim tertentu hanya akan menguraikan suatu substrat yang sesuai dengan aktivitasnya pada pH tertentu. Jamur umumnya menyukai pH di bawah 7,0. Spesies khamir tertentu bahkan tumbuh pada pH cukup rendah yaitu pH 4,5 − 5,5 (Gandjar et al., 2006). Kebanyakan jamur tumbuh dengan baik pada pH yang asam sampai netral (Carlile dan Watkinson, 1994). Dengan demikian, pH optimum bagi pertumbuhan jamur bervariasi, tergantung spesies dan ketersediaan nutrisi di lingkungannya (Garraway dan Evans, 1984).

4. Cahaya

Spektrum cahaya dengan panjang gelombang 380 − 720 nm relatif berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur, juga berpengaruh terhadap sporulasi. Pengaruh cahaya terhadap reproduksi jamur cukup kompleks. Tingkat perkembangan yang berbeda membutuhkan cahaya yang berbeda. Intensitas, durasi, dan kualitas cahaya menentukan besarnya pengaruh cahaya terhadap jamur. Umumnya cahaya menstimulasi atau menjadi faktor penghambat terhadap pembentukan struktur alat-alat reproduksi dan spora pada jamur. Walaupun proses reproduksi memerlukan cahaya, hanya fase tertentu saja dalam proses reproduksi tersebut yang memerlukan cahaya, atau secara bergantian struktur yang berbeda di dalam sporokarp dapat memberi respon berbeda terhadap cahaya (Purdy, 1956). 5. Aerasi

Pertumbuhan jamur umumnya meningkat seiring dengan peningkatan aerasi. Level oksigen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal mungkin sangat rendah. Pengaruh aerasi terhadap pertumbuhan berhubungan dengan


(27)

perubahan kuantitatif dan kualitatif pada fisiologi jamur, yang mempengaruhi hifa (Garraway dan Evans, 1984).

6. CO2

Pengaruh spesifik CO2 bervariasi pada setiap spesies jamur. CO2

merupakan hasil sampingan dari proses metabolisme jamur dan organisme lain di habitat jamur tersebut. Akumulasi CO2 dalam media biakan akan menghalangi

pertumbuhan jamur. Hal ini biasanya diatasi dengan meningkatkan aerasi atau dengan memberi variasi pH pada media (Garraway dan Evans, 1984).

Sifat Jamur Berdasarkan Perolehan Makanan 1. Mutualistik

Banyak jamur yang berinteraksi positif dengan serangga dan tumbuhan, mereka bersimbiosis saling menguntungkan atau mutualistik. Sekitar 10% dari seluruh spesies jamur yang telah diketahui adalah anggota dari asosiasi mutualistik yang disebut lichens. Lichens tersusun dari jamur, alga dan cyanobakteri. Jamur juga membentuk asosiasi mutualistik yang bermanfaat dengan akar tumbuhan, membentuk mikoriza. Jamur ini mengkoloni buluh akar dan berfungsi memperluas permukaan sentuh antara akar tumbuhan dengan permukaan tanah, sehingga mempengaruhi kemampuan tumbuhan untuk menyerap air dan nutrisi dari tanah, meningkatkan aktivitas metabolisme tumbuhan, serta meningkatkan angka pertumbuhan dan produksi tumbuhan (McKane dan Kandel, 1996).

2. Saprofit

Jamur saprofit menghasilkan bermacam-macam enzim ekstraseluler yang bisa mendegradasi kebanyakan makromolekul alam. Kebanyakan jamur saprofit


(28)

berperan sebagai dekomposer yang penting dalam siklus biogeokimia. Jamur berperan sebagai organisme awal yang mendegradasi kayu (McKane dan Kandel, 1996). Hal ini dikarenakan hanya jamur, terutama dari divisi Basidiomycota, yang mampu memecahkan lignin. Walaupun beberapa bakteri diketahui dapat mendegradasi lignin, tetapi bakteri yang dapat mendegradasi lignin secara kompleks belum pernah dilaporkan (Munir, 2006). Lignin mengisi sekitar 25% dari material yang terdapat di hutan. Selain itu jamur juga mencerna material hewan mati (McKane dan Kandel, 1996).

3. Parasit

Banyak sekali penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh jamur. Penyakit tersebut mempengaruhi proses perkembangan tumbuhan, menyebabkan tumbuhan menjadi sakit, bahkan mati. Jamur-jamur parasit ini juga menyerang tanaman pertanian dan menyebabkan tanaman tersebut rusak, bahkan menyebabkan gagal panen. Jamur parasit umumnya menyerang inang secara spesifik. Selain itu jamur parasit adalah faktor utama yang memperpendek usia penyimpanan bahan pangan dan makanan di dunia, terkecuali jika diawetkan (Pacioni dan Lincoff, 1981).

Keanekaragaman Spesies Jamur Makroskopis

Hasil eksplorasi yang dilakukan oleh Suharna (1993), di Cagar Alam Bantimurung, Cagar Alam Karaenta dan sekitarnya menemukan 24 genus jamur makroskopis yang umumnya ditemukan berada pada bagian-bagian tumbuhan yang telah mati, seperti dedaunan, ranting-ranting, dan batang pohon yang tumbang. Dari 24 genus yang berhasil diidentifikasi, Polyporus spp., Mycroporus sp., dan Marasmius spp. adalah genus jamur makroskopis yang sering ditemukan.


(29)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Asnah (2010) di Kawasan Ekowisata Tangkahan, Taman Nasional Gunung Leuser, ditemukan 87 spesies jamur makroskopis. Spesies-spesies tersebut termasuk ke dalam 25 famili dan 7 ordo dari 2 divisi, yakni Ascomycota dan Basidiomycota. Dari 25 famili yang ditemukan, Tricholomataceae merupakan famili terbesar yang terdiri dari 24 spesies, diikuti oleh Polyporaceae dengan 18 spesies.

Hasil penelitian lain yang telah dilakukan oleh Tampubolon (2010) di Kawasan Ekowisata Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser, menemukan 83 spesies jamur makroskopis. Spesies-spesies tersebut termasuk ke dalam 19 famili dan 8 ordo dari 2 divisi, yakni Ascomycota dan Basidiomycota. Dari 19 famili yang ditemukan, Polyporaceae merupakan famili terbesar yang terdiri dari 25 spesies, diikuti oleh Tricholomataceae dengan 21 spesies.

Penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh Nugroho (2004) di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Sibolangit menemukan 97 spesies jamur makroskopis. Spesies-spesies tersebut termasuk ke dalam 18 famili dan 8 ordo dari 2 divisi, yakni Ascomycota dan Basidiomycota. Dari 18 famili yang ditemukan, Tricholomataceae merupakan famili terbesar yang terdiri dari 29 spesies jamur makroskopis.

Penelitian lain tentang keanekaragaman spesies jamur makroskopis juga telah dilakukan oleh Nurtjahja dan Widhiastuti (2009) di kawasan TWA Sibolangit dan TWA Sicikeh-cikeh. Hasil identifikasi dan koleksi spesies jamur makroskopis di TWA Sibolangit dan TWA Sicikeh-cikeh menemukan 89 spesies jamur makroskopis, dimana di TWA Sibolangit ditemukan 47 spesies jamur


(30)

makroskopis dan di TWA Sicikeh-cikeh ditemukan 56 spesies jamur makroskopis.

Berikut adalah deskripsi beberapa spesies jamur makroskopis berdasarkan beberapa hasil penelitian-penelitian tersebut:

1. Auricula ria a uricula

Tubuh buah berukuran 6 − 10 cm, berbentuk seperti telinga, tidak bertangkai atau bertangkai pendek, elastis, transparan, dalam keadaan segar bertekstur seperti gelatin, berwarna cokelat. Spora berwarna putih, silindris, licin, berukuran 12 − 17 x 4 − 7 µm. Jamur ini dapat dikonsumsi. Habitatnya pada kayu lapuk, biasanya hidup dalam koloni terutama pada musim penghujan (Tampubolon, 2010).

2. Ca locera cornea

Tubuh buah berukuran ± 1 cm, berbentuk silindris pada waktu muda, menjadi pipih pada bagian ujungnya saat dewasa. Tubuh buah berwarna kuning dan elastis. Spora berwarna kuning kecokelatan, berbentuk elip, licin dengan ukuran 7 − 9 x 4 − 4,5 µ m. Jamur ini kurang bermanfaat karena ukurannya yang kecil. Habitatnya pada kayu lapuk (Nurtjahja dan Widhiastuti, 2009).

3. Coprinellus dissemina tus

Tudungnya berwarna putih berukuran 1 − 2 cm, bagian bawah tubuh buah (himenium) berwarna putih kemudian menjadi hitam saat jamur berukuran dewasa. Tinggi tangkai 2,5 − 6 cm, berwarna putih, mudah patah. Spora berwarna hitam, berbentuk elip, dinding spora licin, ukuran spora 9 − 10 x 5 − 6 µ m. Jamur ini tidak menarik untuk dikonsumsi karena ukurannya yang kecil dan lunak.


(31)

Habitatnya pada kayu lapuk dan humus, biasanya hidup berkoloni dengan berbagai ukuran (Nurtjahja dan Widhiastuti, 2009).

4. Coriolopsis occidenta lis

Tubuh buah tidak bertangkai (sessil), seperti gabus, bentuk semisirkuler (dimediate), panjang tudung 2 − 18 cm, lebar 1 − 10 cm. Permukaan memiliki garis-garis konsentris berwarna putih, kuning, dan kuning kecokelatan. Spora berukuran 6 − 7 x 2,5 − 3 µm, permukaan himenium berwarna putih ketika muda dan berubah menjadi krem saat dewasa. Jamur ini kurang bermanfaat. Habitatnya pada kayu lapuk dari jenis kayu keras (Tampubolon, 2010).

5. Fomes lignosus

Tubuh buah keras dan kaku, berukuran 4 − 24 cm, berbentuk keranjang, permukaan himenium berwarna oranye terang ketika tubuh buah masih segar, dan berwarna cokelat kemerahan bila kering. Spora berukuran 5 − 10 x 3,5 − 4,6 µm, berwarna cokelat, elip. Jamur ini tidak dapat dikonsumsi. Hidup soliter atau berkelompok pada batang mati dan parasit pada akar dan batang tumbuhan (Tampubolon, 2010).

6. Ga noderma a ppla na tum

Tubuh buah berukuran 10 − 40 cm, sessil. Tubuh buah bertekstur seperti kayu, berwarna cokelat karat dan berwarna putih pada bagian tepinya. Himenium berwarna putih atau abu-abu dan berubah menjadi cokelat jika disentuh. Spora berwarna cokelat karat, berbentuk elip, permukaan spora berbintil-bintil, ukuran spora 9 – 13 x 6 − 9 µm. Jamur ini tidak dapat dikonsumsi karena teksturnya yang keras berkayu. Hidup sebagai parasit pada batang pohon atau saprofit pada kayu lapuk, kadang hidup dalam koloni (Nurtjahja dan Widhiastuti, 2009).


(32)

7. Hygrocybe conica

Tudung berdiameter 2 − 9 cm, berbentuk corong atau bel dengan sedikit cembung pada bagian tengahnya, lengket pada bagian atasnya, berwarna merah atau kecokelatan. Permukaan himenium berwarna kekuningan. Panjang tangkai 3 − 10 cm, berdiameter sama dari ujung hingga ke pangkal, licin, dan mudah patah. Spora berwarna putih, berukuran 8 − 14 x 5 – 7 µm, elip, licin, dan hialin. Jamur ini beracun. Hidup soliter atau berkelompok pada kayu lapuk dan humus di hutan berdaun jarum (Nurtjahja dan Widhiastuti, 2009).

8. Microstroma floccosa

Disebut juga dengan shaggy scarlet cup. Tubuh buah berukuran tinggi 1 − 4,5 cm dengan diameter cawan 3 − 10 mm. Cawan berwarna merah, memiliki rambut-rambut berwarna putih dengan tangkai berwarna putih. Spora hialin, berukuran 20 − 35 µm, berbentuk elip, licin. Edibilitasnya tidak diketahui. Hidup soliter atau tersebar pada kayu lapuk (Nurtjahja dan Widhiastuti, 2009).

9. Pleurotus ostrea tus

Terkenal dengan nama pasar jamur tiram putih. Tubuh buah bentuknya tergantung tempat tumbuh, akan berbentuk setengah lingkaran atau mirip kerang ketika tumbuh lateral/tumbuh menyamping, kadang batangnya tidak tampak. Tudungnya akan berbentuk lingkaran sempurna dengan batang terlihat jelas jika tumbuh vertikal. Bagian tudung memiliki warna yang bervariasi dari hitam, abu-abu, cokelat, hingga putih, dengan permukaan yang hampir licin berdiameter 5 − 12 cm. Jamur ini dapat dikonsumsi dan merupakan spesies komersial. Tumbuh dalam cluster padat di kayu lapuk dan bisa ditemukan sepanjang musim basah (Rianto, 2011).


(33)

10. Tra metes versicolor

Disebut juga dengan Polyporus versicolor atau Coriolus versicolor. Diameter tubuh buah 3 − 8 cm, datar atau agak melengkung, tipis, kadang berkoloni seperti bunga mawar, sessil, permukaan atas tubuh buahnya licin dengan zona variasi warna, tekstur tubuh buah seperti kulit. Spora berwarna putih, licin, berukuran 4 − 5 x 1,5 − 3 µ m. Jamur ini tidak dapat dikonsumsi karena teksturnya yang liat. Habitatnya pada kayu lapuk atau parasit pada pohon yang masih hidup. Hidup sepanjang tahun (Nurtjahja dan Widhiastuti, 2009).

Kondisi Umum Hutan Pendidikan USU sebagai Tempat Penelitian

Berdasarkan Nota Kesepakatan Kerjasama Nomor 2764/H.1.R/KPM/2012 tenta ng pela ksana an pendidikan di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, antara Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara dengan Universitas Sumatera Utara, telah ditetapkan hutan seluas 1000 ha dalam kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan sebagai kawasan hutan pendidikan yang dinamakan Hutan Pendidikan USU. Hutan pendidikan ini merupakan laboratorium alam yang akan digunakan sebagai tempat praktik dan penelitian mahasiswa dan dosen, khususnya Progra m Studi Kehutanan USU, serta pengembangan ekowisata yang tidak memerlukan sarana dan prasarana bangunan fisik (Progran Studi Kehutanan USU, 2012).

Berdasarkan penelitian Setiawan (2012), Hutan Pendidikan USU secara geografis terletak pada 3013' LU − 3011' LU dan 98034' BT − 98032' BT, di jajaran Pegunungan Bukit Barisan, yang meliputi dua kabupaten yaitu Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Karo. Batas-batas Hutan Pendidikan USU antara lain, di sebelah utara berbatasan dengan Desa Doulu dan Desa Bukum, di sebelah timur berbatasan dengan Desa Bukum dan Desa Tanjung Barus, di sebelah Selatan


(34)

berbatasan dengan Desa Tanjung Barus dan Desa Barus Julu, serta di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Doulu dan Desa Barus Julu.

Hutan Pendidikan USU belum genap dua tahun diresmikan, sehingga sampai saat ini belum banyak diketahui kekayaan sumberdaya alam hayati yang dimiliki Hutan Pendidikan USU. Perlu diadakan berbagai penelitian untuk menggali kekayaan sumberdaya alam hayati di kawasan hutan pendidikan ini, untuk meningkatkan manajemen pengelolaan, terutama jika kawasan ini akan dikembangkan menjadi daerah tujuan ekowisata, pendidikan, dan penelitian (Setiawan, 2012).


(35)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei hingga Juli 2012. Pengambilan data keanekaragaman jamur makroskopis dilakukan di kawasan Hutan Pendidikan USU, Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Desa Tongkoh, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Analisis data keanekaragaman jamur makroskopis dilakukan di Kampus Program Studi Kehutanan USU, Medan. Peta tempat penelitian disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Peta Hutan Pendidikan USU sebagai tempat penelitian (Setiawan, 2012)

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa buku identifikasi jamur makroskopis (Alexopoulos (1952); Asnah (2010); Alexopoulos dan Mims (1979); Mueller et al. (2004); Tampubolon (2010); serta Nurtjahja dan Widhiastuti (2009)), tally sheet, stoples/kotak penyimpanan,


(36)

kantung plastik besar dan label identifikasi. Alat yang digunakan di lapangan adalah peta wilayah, kompas, Global Positioning System (GPS), kamera digital, peralatan pencahayaan yang mendukung, pisau, tali rafia, parang, sarung tangan, skala pengukuran, termometer dan alat tulis. Alat yang digunakan untuk pengkoleksian dan pengawetan spesies yang tidak dikenali guna identifikasi lebih lanjut adalah dot grid, gunting, kertas koran, label identifikasi dan oven.

Metode Penelitian Penelitian di Lapangan

Pengamatan dilakukan pada beberapa kategori ketinggian tempat di Hutan Pendidikan USU, yakni pada ketinggian tempat < 1000 m dpl, 1000 − 1500 m dpl, dan ≥ 1500 m dpl. Pengamatan dilakukan pada lima jalur yang berbeda pada setiap kategori ketinggian tempat, untuk mencapai keterwakilan areal pengamatan. Panjang jalur pengamatan adalah 100 m. Penentuan jalur pertama dilakukan dengan metode purpossive sampling, berdasarkan keberadaan jamur makroskopis yang dianggap mewakili kawasan tersebut, jalur selanjutnya ditentukan dengan metode systematic sampling.

Pengamatan dan pengkoleksian jamur makroskopis dilakukan dengan menggunakan metode sampling plot, yaitu dengan membuat sampling plot berukuran 20 m x 20 m di dalam jalur pengamatan. Sampling plot dibuat berukuran 20 m x 20 m karena populasi yang diamati bersifat homogen yaitu hanya mengamati jamur makroskopis. Pengamatan jamur makroskopis dilakukan secara eksploratif di dalam plot sepanjang jalur pengamatan. Desain jalur dan plot pengamatan jamur makroskopis dapat dilihat pada Gambar 3.


(37)

20 m 100 m

arah jalur

20 m 200 − 500 m

20 m 100 m

arah jalur

20 m

Gambar 3. Desain jalur dan plot pengamatan jamur makroskopis

Pertama-tama diukur ketinggian tempat, koordinat, dan azimuth jalur pengamatan, selanjutnya dilakukan analisis keanekaragaman jamur makroskopis. Pada jamur makroskopis yang ditemukan di areal pengamatan, pertama-tama diambil gambar jamur makroskopis disertai skala pengukuran, selanjutnya dicatat jumlah individu spesies pada setiap sampling plot, data penampakan fisik dan habitat tempat ditemukannya jamur makroskopis, misalnya di serasah, kayu lapuk, pohon hidup, kotoran hewan atau jamur yang telah membusuk.

Jika memungkinkan, objek langsung diidentifikasi di lapangan, dan jika tidak maka objek harus dikoleksi. Pengkoleksian juga dilakukan terhadap spesies jamur makroskopis yang telah teridentifikasi di lapangan, guna pengamatan lebih lanjut. Untuk pengkoleksian, sampel jamur makroskopis diambil dengan hati-hati, terutama yang mempunyai tubuh buah lunak, agar diperoleh tubuh buah yang utuh, kemudian dibungkus dengan kertas koran atau dimasukkan ke dalam


(38)

stoples/kotak penyimpanan, diberi label, dan diletakkan di dalam kantung plastik besar dengan susunan jamur makroskopis yang lebih keras dan berat pada posisi paling bawah. Selanjutnya sampel dibawa ke Kampus Program Studi Kehutanan USU untuk diidentifikasi. Selama pengamatan di lapangan, suhu dan kelembaban udara di areal pengamatan harus diukur. Suhu dan kelembaban udara diukur pada tiga waktu, yakni pada pagi, siang dan sore hari, untuk mengetahui suhu dan kelembaban udara harian di areal pengamatan, dalam kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan populasi jamur makroskopis di kawasan tersebut. Pengamatan di Kampus Program Studi Kehutanan USU

Untuk menjaga keawetan jamur makroskopis selama proses identifikasi, dilakukan proses pengeringan. Untuk memperoleh hasil pengeringan yang baik, jamur makroskopis dikeringkan dengan menggunakan oven. Selanjutnya diamati karakteristik makroskopisnya. Karakteristik makroskopis yang diamati adalah dimensi dan bentuk tubuh buah. Identifikasi jamur makroskopis dilakukan setelah karakteristik makroskopis dicatat lengkap.

Analisis Data

Data yang diperoleh di lapangan dianalisis dengan menggunakan formulasi metode sebagai berikut:

a. Kerapatan suatu spesies (K) menurut Smith (1992)

(ha) contoh plot Luas

spesies suatu individu K 

b. Kerapatan relatif suatu spesies (KR) menurut Smith (1992)

100% x spesies seluruh

K

spesies suatu

K KR

 


(39)

c. Frekuensi suatu spesies (F) menurut Smith (1992) pengamatan plot Seluruh spesies suatu ditemukan Plot F   

d. Frekuensi relatif suatu spesies (FR) menurut Smith (1992)

% 100 x spesies Seluruh F spesies Suatu F FR  

e. Indeks Nilai Penting (INP) menurut Smith (1992) INP = KR + FR

f. Indeks keanekaragaman Shannon menurut Odum (1971)

   

  S 1 i ni/Ν ln ni/Ν Η' Keterangan:

H' = Indeks keanekaragaman Shannon

S = Jumlah spesies yang ditemukan dalam areal pengamatan ni = Jumlah individu spesies ke-i

N = Total seluruh individu spesies yang ditemukan dalam areal pengamatan Kriteria yang digunakan menurut Mason (1980):

- H' < 1, keanekaragaman tergolong rendah; - H' 1 − 3, keanekaragaman tergolong sedang; dan - H' > 3, keanekaragaman tergolong tinggi

g. Indeks kemerataan Shannon menurut Odum (1971) E = H'/ln (S)

Keterangan:

E = Indeks kemerataan Shannon H' = Indeks keanekaragaman Shannon


(40)

S = Jumlah spesies yang ditemukan dalam areal pengamatan Kriteria yang digunakan menurut Krebs (1985):

- Kemerataan dikatakan rendah jika 0 < E < 0,5 - Kemerataan dikatakan tinggi jika 0,5 < E < 1 h. Indeks kesamaan menurut Odum (1971)

x100% B

A 2C IS

 

Keterangan:

IS = Indeks kesamaan

A = Jumlah spesies yang ditemukan pada areal A B = Jumlah spesies yang ditemukan pada areal B

C = Jumlah spesies yang sama pada kedua areal yang dibandingkan Kriteria yang digunakan menurut Suin (2002):

- IS ≤ 25% berarti sangat tidak mirip - IS 25 – 50% berarti tidak mirip - IS 50 − 75% berarti mirip - IS ≥ 75% berarti sangat mirip i. Habitat Jamur Makroskopis


(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Spesies Jamur Makroskopis di Hutan Pendidikan USU Jumlah spesies jamur makroskopis yang ditemukan pada setiap kategori ketinggian tempat berbeda-beda. Pada ketinggian tempat < 1000 m dpl ditemukan 30 spesies jamur makroskopis, pada ketinggian tempat 1000 − 1500 m dpl ditemukan 43 spesies jamur makroskopis, dan pada ketinggian tempat ≥ 1500 m dpl ditemukan 32 spesies jamur makroskopis. Jumlah keseluruhan spesies jamur makroskopis yang ditemukan pada seluruh kategori ketinggian tempat adalah 46 spesies.

Spesies jamur makroskopis yang ditemukan pada penelitian ini terbagi ke dalam 2 divisi, 4 kelas, 10 ordo, dan 20 famili. Jamur makroskopis yang ditemukan terdiri atas divisi Ascomycota dan Basidiomycota. Hanya satu spesies jamur makroskopis yang termasuk ke dalam divisi Ascomycota, selebihnya sebanyak 45 spesies jamur makroskopis yang ditemukan termasuk ke dalam divisi Basidiomycota. Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies jamur makroskopis yang ditemukan umumnya didominasi oleh divisi Basidiomycota. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santoso (2004) bahwa, divisi Basidiomycota sering dipresentasikan sebagai jamur makroskopis. Pernyataan ini didukung oleh Dwidjoseputro (1978) yang menerangkan bahwa, karakteristik Basidiomycota antara lain kebanyakan makroskopis. Dwidjoseputro (1978) juga mengemukakan bahwa kebanyakan Ascomycota bersifat mikroskopis, hanya sebagian kecil yang bersifat makroskopis dan memiliki tubuh buah. Pada Tabel 1. ditampilkan rincian spesies jamur makroskopis yang ditemukan, beserta klasifikasinya ke dalam kelas, ordo, dan famili.


(42)

Tabel 1. Klasifikasi spesies jamur makroskopis yang ditemukan di Hutan Pendidikan USU pada setiap kategori ketinggian tempat pengamatan

Divisi Kelas Ordo Famili Spesies

Ketinggian tempat <

1000 1000 –

1500

1500 Ascomycota Sordariomycetes Xylariales Xylariaceae Daldinia gr andis - + + Basidiomycota Agaricomycetes Agaricales Agaricaceae Agar icus sp. - + + Amanitaceae Amanita sp. - + + Hygrophoraceae Hygr ocybe canthar ellus + + + Hygr ocybe miniata + + + Marasmiaceae Collybia butyr acea - + - Collybia sp. - + + Mar asmiellus candidus + + - Mar asmius candidus + + - Mar asmius copelandii + + + Mar asmius elegans - + + Mar asmius r amealis + + + Mar asmius sp1 + - - Mar asmius sp2 + + - Mar asmius sp3 + + + Mycenaceae Mycena r osea + + - Mycena r osella + + + Pleurotaceae Pleur otus ostr eatus + + - Psathyrellaceae Copr inellus disseminatus + + + Copr inellus mica ceus + + - Auriculariales Auriculariaceae Aur icular ia aur icula + + + Aur icular ia polytr icha + + - Boletales Paxillaceae Paxillus filamentosus - + - Cantharellales Cantharellaceae Canthar ellus cibar ius - + + Hymenochaetales Hymenochaetaceae Coltricia cinnamomea + + + Coltr icia per ennis + + + Polyporales Fomitopsidaceae Fomitopsis cajander i + + + Fomitopsis pinicola + + + Piptopor us betulinus - + + Ganodermataceae Ganoder ma applanatum + + + Polyporaceae Lignosus r hinocer us - + + Polypor us ar cular ius + + - Polypor us der mopor us + + + Polypor us elegans + + + Polypor us sanguineus - + + Polypor us sp. - + + Polypor us var ius + + + Tr ametes hir suta - + + Tr ametes versicolor + + + Tyr omyces amar us - - + Russulales Hericiaceae Her icium cor alloides - + - Russulaceae Russula xer ampelina - + - Stereaceae Ster eum ostr ea + + + Ster eum sp. + + + Dacrymycetes Dacrymycetales Dacrymycetaceae Calocer a cor nea + + + Tremellomycetes Tremellales Tremellaceae Tr emella foliacea + - - Total individu ditemukan 7999 5245 3268

Keterangan : (+) = ditemukan (-) = tidak ditemukan


(43)

Tabel 1. menunjukkan bahwa jamur makroskopis yang ditemukan di areal pengamatan didominasi oleh divisi Basidiomycota. Spesies jamur makroskopis yang termasuk ke dalam divisi Ascomycota hanya Daldinia grandis, yang merupakan jamur makroskopis dari kelas Sordariomycetes, ordo Xylariales, famili Xylariaceae. Jamur makroskopis dari divisi basidiomycota terbagi dalam 3 kelas, 9 ordo, dan 19 famili.

Jamur makroskopis yang termasuk ke dalam divisi Basidiomycota yakni kelas Agaricomycetes, kelas Dacrymycetes, dan kelas Tremellomycetes. Kelas Agaricomycetes merupakan kelompok yang mendominasi dalam penelitian ini. Kelas Agaricomycetes merupakan kelas terbesar dalam divisi Basidiomycota yang ditemukan dan merupakan kelas terbesar dari keseluruhan hasil penelitian, karena merupakan kelas dengan jumlah ordo, famili dan spesies terbanyak.

Kelas Agaricomycetes yang ditemukan terdiri atas 7 ordo, yakni Agaricales, Auriculariales, Boletales, Cantharellales, Hymenochaetales, Polyporales dan Russulales. Ordo Agaricales dan Polyporales merupakan ordo yang mendominasi di kelas ini.

Ordo Polyporales terdiri atas 3 famili dan 14 spesies. Famili Polyporaceae, merupakan famili terbesar dalam ordo ini dengan 10 spesies jamur makroskopis. Menurut Arora (1986), Polyporaceae merupakan satu diantara beberapa famili terbesar yang memiliki banyak warna, bentuk dan ukuran. Famili Polyporaceae memiliki ciri umum berbentuk braket atau kipas dengan permukaan himenium berupa lubang-lubang kecil yang disebut pores atau modifikasinya.

Agaricales merupakan ordo terbesar yang ditemukan dalam penelitian ini yang terdiri atas 7 famili, yakni Agaricaceae, Amanitaceae, Hygrophoraceae,


(44)

Marasmiaceae, Mycenaceae, Pleurotaceae dan Psathyrellaceae. Total spesies dalam ordo ini adalah 19 spesies, dimana famili dengan jumlah spesies terbanyak adalah famili Marasmiaceae, yakni 10 spesies. Dengan demikian, seperti halnya famili Polyporaceae dari ordo Polyporales, famili ini juga merupakan famili terbesar dalam penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa kedua famili ini memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik terhadap lingkungan pegunungan yang ekstrim seperti kawasan Hutan Pendidikan USU, sehingga spesiesnya lebih beraneka ragam dibandingkan famili lain yang ditemukan dalam penelitian ini.

Ordo Agaricales sendiri adalah kelompok jamur makroskopis yang paling familiar dengan bentuk seperti payung (Arora, 1986). Bagian bawah payung terdiri atas bilah-bilah atau lamella yang tersusun radial. Anggota ordo Agaricales sangat banyak dan kompleks (Alexopoulos dan Mims, 1979). Deskripsi morfologis jamur makroskopis yang ditemukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Spesies jamur makroskopis yang ditemukan dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurtjahja dan Widhiastuti (2009) di kawasan TWA Sibolangit dan TWA Sicikeh-cikeh. Melalui hasil identifikasi dan koleksi spesies jamur makroskopis di TWA Sibolangit dan TWA Sicikeh-cikeh ditemukan 89 spesies jamur makroskopis, dimana di TWA Sibolangit ditemukan 47 spesies jamur makroskopis dan di TWA Sicikeh-cikeh ditemukan 56 spesies jamur makroskopis. Namun, spesies jamur makroskopis yang ditemukan dalam penelitian ini jauh lebih sedikit dibandingkan hasil penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh Nugroho (2004) di kawasan TWA Sibolangit, yang menemukan


(45)

97 spesies jamur makroskopis. Spesies-spesies tersebut termasuk dalam 18 famili dan 8 ordo dari 2 divisi, yakni Ascomycota dan Basidiomycota.

Jumlah spesies jamur makroskopis yang ditemukan pada ketinggian tempat 1000 − 1500 m dpl dan ketinggian tempat ≥ 1500 m dpl lebih banyak dibanding jumlah spesies jamur makroskopis yang ditemukan pada ketinggian tempat < 1000 m dpl, namun jumlah individu terbanyak justru ditemukan pada ketinggian tempat < 1000 m dpl, yakni 7999 individu. Jumlah individu yang paling sedikit ditemukan pada ketinggian tempat ≥ 1500 m dpl, yakni 3268 individu. Jumlah individu jamur makroskopis yang ditemukan pada ketinggian tempat 1000 − 1500 m dpl dan ketinggian tempat ≥ 1500 m dpl menjadi lebih sedikit, karena populasi jamur makroskopis pada kedua kategori ketinggian tempat tersebut berkurang akibat musim kemarau panjang. Tumpukan serasah yang kering dan belum terurai di lantai hutan di areal penelitian, pada saat dilakukan penelitian, menandakan kurang tersedianya dekomposer, dalam hal ini populasi jamur makroskopis, untuk menguraikan tumpukan serasah tersebut.

Jumlah individu pada setiap kategori ketinggian tempat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa, semakin tinggi suatu tempat maka populasi jamur makroskopis di areal tersebut cenderung semakin berkurang. Hal ini dikarenakan semakin tinggi suatu tempat, suhu udara dan intensitas penyinaran matahari semakin tinggi. Menurut Carlile dan Watkinson (1994), jamur umumnya tumbuh optimal di tempat yang lembab pada kisaran suhu 200C − 300C. Selain itu, Purdy (1956) menyatakan bahwa intensitas penyinaran yang tinggi akan menghambat pertumbuhan populasi jamur, karena akan menghambat pembentukan struktur alat-alat reproduksi dan spora jamur.


(46)

Berdasarkan penjelasan tersebut, seharusnya keanekaragam spesies jamur makroskopis juga akan mengalami penurunan seiring dengan semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut. Namun, dalam penelitian ini jumlah spesies jamur makroskopis justru ditemukan paling sedikit pada ketinggian tempat < 1000 m dpl, dan lebih banyak ditemukan pada ketinggian tempat 1000 – 1500 m dpl dan ketinggian tempat ≥ 1500 m dpl. Melihat kondisi di lapangan pada saat dilakukannya penelitian, hal ini kemungkinan dikarenakan pengamatan pada ketinggian tempat 1000 − 1500 m dpl dan ketinggian tempat ≥ 1500 m dpl dilakukan di akhir musim kemarau, dimana spesies jamur makroskopis yang ditemukan merupakan sisa populasi yang masih mampu bertahan hingga akhir musim kemarau. Spesies-spesies yang bertahan, umumnya hidup berkoloni dalam kelompok kecil, bahkan kebanyakan hidup soliter untuk memperkecil kompetisi antar individu, dan merupakan jamur tua yang hampir membusuk ataupun jamur muda yang mengalami kekeringan. Jamur dewasa dalam fase reproduktif jarang ditemukan karena kemungkinan sudah rusak atau mati akibat kekeringan. Hal inilah yang menyebabkan penumpukan serasah di lantai hutan, dimana kemungkinan jamur makroskopis yang bertahan tersebut tidak mampu menjalankan aktivitas dekomposisi serasah secara optimal lagi, di tengah kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan.

Pengamatan jamur makroskopis pada ketinggian tempat < 1000 m dpl dilakukan di awal musim penghujan, dimana tanah mulai lembab kembali dan jamur-jamur muda mulai tumbuh segar dalam koloni. Pada kategori ketinggian tempat ini banyak ditemukan jamur muda yang tumbuh berkoloni, sehingga walaupun masih sedikit spesies jamur makroskopis yang berhasil tumbuh kembali


(47)

setelah musim kemarau, namun jumlah individu spesies yang ditemukan, jauh lebih banyak dibandingkan jumlah individu jamur makroskopis pada ketinggian tempat 1000 − 1500 m dpl dan ketinggian tempat ≥ 1500 m dpl. Dengan demikian, faktor lingkungan yang terlihat secara nyata mempengaruhi pertumbuhan populasi jamur makroskopis di areal penelitian ini adalah ketinggian tempat dan musim (berkaitan dengan suhu udara, intensitas cahaya dan ketersediaan air).

Habitat dan Peranan Spesies Jamur Makroskopis yang Ditemukan di Hutan Pendidikan USU

Sebagian besar dari 46 spesies jamur makroskopis yang ditemukan, hidup pada kayu lapuk. Habitat lain adalah serasah/tanah dan kayu/pohon hidup. Habitat seluruh spesies jamur makroskopis yang ditemukan disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Habitat spesies jamur makroskopis yang ditemukan di Hutan Pendidikan USU

No. Nama spesies Habitat

Kayu lapuk Serasah/tanah Kayu/pohon hidup

1 Agaricus sp. - + -

2 Amanita sp. - + -

3 Auricularia auricula + - -

4 Auricularia polytricha + - -

5 Calocera cornea + - -

6 Cantharellus cibarius + + -

7 Collybia butyracea + - -

8 Collybia sp. + + -

9 Coltricia cinnamomea + + -

10 Coltricia perennis + + -

11 Coprinellus disseminatus + + -

12 Coprinellus micaceus + - -

13 Daldinia grandis + - -

14 Fomitopsis cajanderi + - -

15 Fomitopsis pinicola + - +

16 Ganoderma applanatum + - +

17 Hericium coralloides + - -

18 Hygrocybe cantharellus - + -

19 Hygrocybe miniata - + -


(48)

Tabel 2. Lanjutan

No. Nama spesies Habitat

Kayu lapuk Serasah/tanah Kayu/pohon hidup

21 Marasmiellus candidus + - -

22 Marasmius candidus + - -

23 Marasmius copelandii + + -

24 Marasmius elegans + + -

25 Marasmius ramealis + + -

26 Marasmius sp1 + - -

27 Marasmius sp2 + + -

28 Marasmius sp3 + - -

29 Mycena rosea + + -

30 Mycena rosella + + -

31 Paxillus filamentosus + - -

32 Piptoporus betulinus + - -

33 Pleurotus ostreatus + - -

34 Polyporus arcularius + - -

35 Polyporus dermoporus + - -

36 Polyporus elegans + - -

37 Polyporus sanguineus + - -

38 Polyporus sp. + - -

39 Polyporus varius + - -

40 Russula xerampelina + - -

41 Stereum ostrea + - -

42 Stereum sp. + - -

43 Trametes hirsuta + - -

44 Trametes versicolor + - -

45 Tremella foliacea + - -

46 Tyromyces amarus + - -

Keterangan : (+) = ditemukan (-) = tidak ditemukan

Berdasarkan Tabel 2. dapat diketahui bahwa kayu lapuk menjadi habitat yang dominan bagi kebanyakan spesies jamur makroskopis di areal penelitian. Pada penelitian ini ditemukan 29 spesies jamur makroskopis (63,04%) yang hidup hanya pada kayu lapuk dan 4 spesies jamur makroskopis (8,70%) yang hidup hanya pada tumpukan serasah/tanah. Beberapa spesies jamur makroskopis dapat hidup pada lebih dari satu habitat, antara lain hidup pada kayu lapuk dan serasah/tanah ada 11 spesies (23,91%) serta hidup pada kayu lapuk dan kayu/pohon hidup ada 2 spesies (4,35%). Hal ini sesuai dengan pernyataan


(49)

Asnah (2010) bahwa jamur makroskopis dapat tumbuh di banyak habitat dari Artik hingga tropis, dan beberapa jamur makroskopis menunjukkan habitat spesifik. Umumnya jamur makroskopis tumbuh di atas kayu lapuk, serasah/tanah, daun, dan kotoran hewan, serta ada juga yang tumbuh pada jamur yang telah membusuk.

Dengan mengamati habitat jamur makroskopis tersebut, maka dapat diketahui peranannya bagi suatu ekosistem hutan. Jamur makroskopis yang ditemukan di Hutan Pendidikan USU pada umumnya merupakan spesies jamur pelapuk kayu dan serasah. Hal ini dikarenakan sebagian besar jamur makroskopis yang ditemukan dalam penelitian ini hidup pada kayu lapuk dan serasah. Dengan demikian dapat diketahui bahwa sebagian besar spesies jamur makroskopis yang ditemukan berperan sebagai dekomposer dalam jaring-jaring makanan di ekosistem Hutan Pendidikan USU. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suharna (1993) bahwa jamur berperan sebagai dekomposer bersama dengan bakteri dan beberapa spesies protozoa, sehingga banyak membantu proses dekomposisi bahan organik untuk mempercepat siklus materi dalam ekosistem hutan. Munir (2006) juga menyatakan bahwa kelompok jamur makroskopis merupakan kelompok utama organisme pendegradasi lignoselulosa, karena mampu menghasilkan enzim-enzim pendegradasi lignoselulosa seperti selulase, ligninase, dan hemiselulase.

Beberapa spesies jamur makroskopis yang ditemukan di areal penelitian juga bersifat parasit bagi kayu/pohon yang masih hidup. Hal ini sesuai dengan pernyataan McKane dan Kandel (1996) bahwa beberapa spesies jamur makroskopis bersifat parasit bagi tumbuhan atau hewan. Ditemukan dua spesies


(50)

jamur makroskopis pada kayu/pohon yang masih hidup. Spesies tersebut adalah Fomitopsis pinicola dan Ganoderma applanatum. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Asnah (2010) yang menemukan Fomitopsis pinicola sebagai parasit pada kayu/pohon yang hidup. Penelitian yang dilakukan Tampubolon (2010) juga menemukan bahwa Ganoderma applanatum hidup sebagai parasit pada batang pohon yang masih hidup.

Indeks Nilai Penting (INP) Spesies Jamur Makroskopis yang Ditemukan di Hutan Pendidikan USU

Menurut Astuti (2009), INP menyatakan kepentingan suatu spesies serta memperlihatkan peranannya dalam komunitas. Kusmana dan Istomo (1995) menyatakan, persentase INP didapat dari hasil penjumlahan kerapatan relatif (KR) dengan frekuensi relatif (FR).

INP setiap spesies pada ketiga kategori ketinggian tempat yang diamati berbeda-beda. INP setiap spesies pada masing-masing kategori ketinggian tempat disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. INP spesies jamur makroskopis yang ditemukan di Hutan Pendidikan USU pada setiap kategori ketinggian tempat pengamatan

No. Nama spesies INP (%)

< 1000 1000 – 1500 ≥ 1500

1 Agaricus sp. - 1,61 3,47

2 Amanita sp. - 2,10 1,84

3 Auricularia auricula 5,49 2,77 1,96

4 Auricularia polytricha 3,74 1,28 -

5 Calocera cornea 10,40 3,09 3,49

6 Cantharellus cibarius - 0,83 1,84

7 Collybia butyracea - 2,17 -

8 Collybia sp. - 1,72 8,55

9 Coltricia cinnamomea 2,86 4,39 6,53

10 Coltricia perennis 13,86 14,62 18,98

11 Coprinellus disseminatus 6,36 7,42 0,70

12 Coprinellus micaceus 4,71 3,88 -


(1)

Russula xera mpelina

1

kayu lapuk

iv

Ga noderma a ppla natum

11

kayu lapuk

Coltricia perennis

24

kayu lapuk

Tra metes versicolor

26

kayu lapuk

Hygrocybe miniata

2

serasah

Stereum ostrea

81

kayu lapuk

Ma rasmius copela ndii

6

serasah

Polyporus arcula rius

48

kayu lapuk

Mycena rosella

4

kayu lapuk

Ma rasmius ca ndidus

48

kayu lapuk

v

Ga noderma a ppla natum

1

kayu lapuk

Polyporus dermoporus

26

kayu lapuk

Coprinellus disseminatus

11

kayu lapuk

Stereum

sp.

73

kayu lapuk

Coltricia cinna momea

3

kayu lapuk

Stereum ostrea

86

kayu lapuk

Polyporus arcula rius

73

kayu lapuk

Ma rasmius ca ndidus

91

kayu lapuk

Ma rasmius ra mea lis

3

kayu lapuk

Tra metes hirsuta

3

kayu lapuk

Da ldinia grandis

2

kayu lapuk

V

i

Ga noderma a ppla natum

3

kayu lapuk

Polyporus dermoporus

14

kayu lapuk

Coltricia perennis

52

kayu lapuk

Hygrocybe miniata

1

serasah

Coltricia cinna momea

14

kayu lapuk

Ma rasmius copela ndii

18

kayu lapuk

Hygrocybe ca ntha rellus

4

serasah

Mycena rosella

6

kayu lapuk

Ma rasmiellus ca ndidus

101

kayu lapuk

Auricula ria polytricha

47

kayu lapuk

Aga ricus

sp.

1

serasah

Ma rasmius elega ns

3

serasah

Collybia butyra cea

1

kayu lapuk

ii

Ga noderma a ppla natum

4

kayu lapuk

Coltricia perennis

37

kayu lapuk

Coprinellus disseminatus

2

serasah

Hygrocybe miniata

2

serasah

Stereum ostrea

61

kayu lapuk

Fomitopsis ca ja nderi

14

kayu lapuk

Mycena rosea

7

kayu lapuk

Polyporus arcula rius

102

kayu lapuk

Ma rasmius ra mea lis

3

serasah

Ma rasmius

sp3

86

kayu lapuk

Collybia

sp.

2

kayu lapuk

iii

Ga noderma a ppla natum

4

kayu lapuk

Pleurotus ostreatus

44

kayu lapuk

Coprinellus disseminatus

11

serasah

Tra metes versicolor

17

kayu lapuk

Polyporus varius

4

kayu lapuk

Ca locera cornea

22

kayu lapuk

Coltricia cinna momea

7

kayu lapuk

Ma rasmius copela ndii

3

kayu lapuk

Fomitopsis ca ja nderi

13

kayu lapuk

Ma rasmiellus ca ndidus

69

kayu lapuk

Pa xillus fila mentosus

6

kayu lapuk

Ma rasmius elega ns

5

kayu lapuk

Collybia butyra cea

2

kayu lapuk

iv

Polyporus dermoporus

21

kayu lapuk

Coltricia perennis

46

kayu lapuk

Mycena rosea

6

kayu lapuk

Mycena rosella

2

kayu lapuk

Ma rasmius ca ndidus

55

kayu lapuk


(2)

Tra metes hirsuta

6

kayu lapuk

Aga ricus

sp.

2

serasah

Russula xera mpelina

1

kayu lapuk

v

Ma rasmius

sp2

3

serasah

Hygrocybe miniata

4

serasah

Fomitopsis pinicola

4

kayu lapuk

Stereum

sp.

78

kayu lapuk

Polyporus elega ns

4

kayu lapuk

Polyporus arcula rius

51

kayu lapuk

Ma rasmius ra mea lis

3

serasah

Coprinellus mica ceus

86

kayu lapuk

Hericium cora lloides

6

kayu lapuk

Da ldinia grandis

1

kayu lapuk

Lignosus rhinocerus

4

kayu lapuk


(3)

10.

Tabel Keanekaragaman Spesies Jamur Makroskopis yang Ditemukan

Berdasarkan Jalur Pengamatan pada Ketinggian Tempat

≥ 1500 m dpl

Jalur Plot Nama spesies Jumlah spesies Habitat

I i Ganoder ma applanatum 1 kayu lapuk

Coltr icia per ennis 11 kayu lapuk, serasah

Fomitopsis cajander i 17 kayu lapuk

Mar asmius r amealis 3 serasah

Daldinia gr andis 2 kayu lapuk

Polypor us sp. 166 kayu lapuk

Piptopor us betulinus 7 kayu lapuk

ii Ganoder ma applanatum 4 kayu lapuk

Polypor us der mopor us 33 kayu lapuk

Hygr ocybe miniata 3 serasah

Ster eum ostr ea 32 kayu lapuk

Mycena r osella 23 kayu lapuk

Polypor us sp. 77 kayu lapuk

Tyr omyces amar us 3 kayu lapuk

iii Coltr icia per ennis 10 kayu lapuk

Fomitopsis pinicola 3 kayu lapuk

Ster eum ostr ea 36 kayu lapuk

Fomitopsis cajander i 11 kayu lapuk

Mycena r osella 6 kayu lapuk

Mar asmius r amealis 3 serasah

Lignosus r hinocer us 2 kayu lapuk

iv Ganoder ma applanatum 2 kayu lapuk

Coltr icia per ennis 17 kayu lapuk

Hygr ocybe miniata 2 serasah

Coltr icia cinnamomea 14 kayu lapuk

Mar asmius sp3 117 kayu lapuk

Amanita sp. 3 serasah

Mar asmius elegans 5 kayu lapuk

Canthar ellus cibar ius 3 kayu lapuk

v Ganoder ma applanatum 1 kayu lapuk

Polypor us var ius 4 kayu lapuk

Mar asmius copelandii 3 serasah

Fomitopsis cajander i 9 kayu lapuk

Mycena r osella 2 kayu lapuk

Polypor us sp. 46 kayu lapuk

Piptopor us betulinus 5 kayu lapuk

II i Coltr icia per ennis 20 kayu lapuk

Polypor us elegans 7 kayu lapuk

Ster eum ostr ea 43 kayu lapuk

Tr ametes hir suta 12 kayu lapuk

Polypor us sp. 54 kayu lapuk

Tyr omyces amar us 7 kayu lapuk

ii Ganoder ma applanatum 17 kayu lapuk

Polypor us der mopor us 18 kayu lapuk

Fomitopsis pinicola 15 kayu lapuk

Polypor us sp. 93 kayu lapuk

Lignosus r hinocer us 2 kayu lapuk

Piptopor us betulinus 3 kayu lapuk

iii Tr ametes versicolor 29 kayu lapuk

Ster eum sp. 66 kayu lapuk

Coltr icia cinnamomea 7 kayu lapuk

Mar asmius copelandii 4 serasah

Mycena r osella 22 kayu lapuk

Daldinia gr andis 2 kayu lapuk

Polypor us sanguineus 6 kayu lapuk

Lignosus r hinocer us 1 kayu lapuk

iv Coltr icia per ennis 29 kayu lapuk

Tr ametes versicolor 43 kayu lapuk

Polypor us var ius 3 kayu lapuk

Fomitopsis pinicola 7 kayu lapuk

Mar asmius copelandii 5 serasah

Hygr ocybe canthar ellus 2 serasah

Tr ametes hir suta 14 kayu lapuk

Collybia sp. 46 kayu lapuk

Agar icus sp. 2 serasah

Piptopor us betulinus 2 kayu lapuk


(4)

v Ganoder ma applanatum 4 kayu lapuk

Coltr icia per ennis 15 kayu lapuk

Tr ametes versicolor 26 kayu lapuk

Ster eum sp. 56 kayu lapuk

Coltr icia cinnamomea 2 kayu lapuk

Fomitopsis cajander i 16 kayu lapuk

Aur icular ia aur icula 6 kayu lapuk

Polypor us sp. 33 kayu lapuk

Agar icus sp. 1 serasah

III i Ganoder ma applanatum 2 pohon hidup

Coltr icia per ennis 68 kayu lapuk

Tr ametes versicolor 92 kayu lapuk

Polypor us var ius 2 kayu lapuk

Fomitopsis pinicola 4 pohon hidup

Ster eum sp. 77 kayu lapuk

Calocer a cor nea 41 kayu lapuk

Mar asmius copelandii 2 serasah

ii Ganoder ma applanatum 2 kayu lapuk

Tr ametes versicolor 41 kayu lapuk

Hygr ocybe miniata 5 serasah

Coltr icia cinnamomea 17 kayu lapuk

Fomitopsis cajander i 27 kayu lapuk

Mycena r osella 14 kayu lapuk

Mar asmius r amealis 5 serasah

Amanita sp. 2 serasah

Daldinia gr andis 2 kayu lapuk

Lignosus r hinocer us 4 kayu lapuk

Tyr omyces amar us 4 kayu lapuk

iii Coltr icia per ennis 17 kayu lapuk

Fomitopsis pinicola 18 kayu lapuk

Mar asmius copelandii 4 serasah

Polypor us sanguineus 10 kayu lapuk

Polypor us sp. 53 kayu lapuk

Collybia sp. 24 kayu lapuk

Agar icus sp. 4 kayu lapuk

Mar asmius elegans 4 kayu lapuk

Piptopor us betulinus 7 kayu lapuk

iv Ganoder ma applanatum 3 kayu lapuk

Polypor us der mopor us 34 kayu lapuk

Coltr icia per ennis 18 kayu lapuk

Hygr ocybe miniata 4 serasah

Polypor us var ius 4 kayu lapuk

Calocer a cor nea 39 kayu lapuk

Ster eum ostr ea 81 kayu lapuk

Mar asmius sp3 93 kayu lapuk

Mar asmius elegans 3 kayu lapuk

Canthar ellus cibar ius 5 serasah

v Polypor us der mopor us 23 kayu lapuk

Tr ametes versicolor 33 kayu lapuk

Fomitopsis pinicola 36 kayu lapuk

Coltr icia cinnamomea 15 kayu lapuk

Fomitopsis cajander i 19 kayu lapuk

Mycena r osella 12 kayu lapuk

Mar asmius r amealis 7 kayu lapuk

Daldinia gr andis 3 kayu lapuk

Lignosus r hinocer us 6 kayu lapuk

Piptopor us betulinus 11 kayu lapuk

Tyr omyces amar us 6 kayu lapuk

IV i Coltr icia per ennis 71 kayu lapuk

Fomitopsis pinicola 2 kayu lapuk

Ster eum sp. 43 kayu lapuk

Hygr ocybe canthar ellus 2 serasah

Mar asmius r amealis 5 kayu lapuk

Collybia sp. 22 serasah

Agar icus sp. 1 serasah

ii Ganoder ma applanatum 3 kayu lapuk

Copr inellus disseminatus 6 kayu lapuk

Tr ametes versicolor 43 kayu lapuk

Polypor us elegans 7 kayu lapuk

Fomitopsis cajander i 12 kayu lapuk

Aur icular ia aur icula 4 kayu lapuk


(5)

Canthar ellus cibar ius 1 serasah

iii Ganoder ma applanatum 1 kayu lapuk

Hygr ocybe miniata 2 serasah

Ster eum sp. 46 kayu lapuk

Polypor us elegans 5 kayu lapuk

Coltr icia cinnamomea 2 kayu lapuk

Amanita sp. 4 serasah

Tr ametes hir suta 14 kayu lapuk

iv Ganoder ma applanatum 2 kayu lapuk

Coltr icia per ennis 32 kayu lapuk

Tr ametes versicolor 18 kayu lapuk

Polypor us elegans 6 kayu lapuk

Mar asmius copelandii 7 kayu lapuk

Fomitopsis cajander i 13 kayu lapuk

Collybia sp. 28 serasah

Agar icus sp. 2 serasah

v Ganoder ma applanatum 2 kayu lapuk

Coltr icia per ennis 31 kayu lapuk

Fomitopsis pinicola 13 kayu lapuk

Coltr icia cinnamomea 17 kayu lapuk

Hygr ocybe canthar ellus 6 serasah

Mycena r osella 23 kayu lapuk

Mar asmius sp3 81 kayu lapuk

Daldinia gr andis 2 kayu lapuk

V i Ganoder ma applanatum 2 kayu lapuk

Coltr icia per ennis 5 kayu lapuk

Polypor us var ius 1 kayu lapuk

Fomitopsis pinicola 3 kayu lapuk

Mycena r osella 56 serasah

Collybia sp. 31 kayu lapuk

ii Ganoder ma applanatum 1 kayu lapuk

Tr ametes versicolor 7 kayu lapuk

Fomitopsis cajander i 2 kayu lapuk

Daldinia gr andis 2 kayu lapuk

Lignosus r hinocer us 2 kayu lapuk

Agar icus sp. 1 serasah

iii Ganoder ma applanatum 1 kayu lapuk

Polypor us der mopor us 4 kayu lapuk

Polypor us var ius 3 kayu lapuk

Mycena r osella 41 serasah

Tyr omyces amar us 4 kayu lapuk

iv Ganoder ma applanatum 3 kayu lapuk

Coltr icia per ennis 16 kayu lapuk

Tr ametes versicolor 11 kayu lapuk

Polypor us sanguineus 3 kayu lapuk

Collybia sp. 26 kayu lapuk

v Ganoder ma applanatum 3 kayu lapuk

Coltr icia per ennis 5 kayu lapuk

Polypor us var ius 8 kayu lapuk

Coltr icia cinnamomea 3 serasah

Fomitopsis cajander i 2 kayu lapuk

Aur icular ia aur icula 3 kayu lapuk


(6)

11.

Dokumentasi Pengamatan Jamur Makroskopis di Hutan Pendidikan

USU

Gambar. Pembuatan jalur pengamatan jamur makroskopis di Hutan Pendidikan USU

Gambar. Pengamatan keberadaan spesies jamur makroskopis diantara serasah dan kayu lapuk

Gambar. Analisis deskripsi morfologis da n identifikasi spesies jamur makroskopis yang ditemukan di areal pengamatan

Gambar. Pengambilan sampel spesies jamur makroskopis yang ditemukan denga n tubuh buah yang utuh disertai media tempat hidupnya

Gambar. Wadah penyimpanan sampel spesies jamur makroskopis yang ditemukan di areal pengamatan

Gambar. Kondisi umum areal pengamatan keanekaragaman jamur makroskopis

Gambar. Pengukuran dimensi spesies jamur makroskopis yang ditemukan di areal pengamatan untuk identifikasi ciri morfologis