HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANGTUA DENGAN TINGKAT KEKOOPERATIFAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DALAM KUNJUNGAN PERAWATAN GIGI DAN MULUT DI RSGM UMY

(1)

KUNJUNGAN PERAWATAN GIGI DAN MULUT DI RSGM UMY

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

RICHA FITRIASTUTI SARI 20120340062

P R O G A M S T U D I P E N D I D I K A N D O K T E R G I G I FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANGTUA DENGAN TINGKAT KEKOOPERATIFAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DALAM

KUNJUNGAN PERAWATAN GIGI DAN MULUT DI RSGM UMY

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

RICHA FITRIASTUTI SARI 20120340062

P R O G A M S T U D I P E N D I D I K A N D O K T E R G I G I FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

iii Nama : Richa Fitriastuti Sari

NIM : 20120340062

Program Studi : Kedokteran Gigi

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 10 Juni 2016 Yang membuat pernyataan,

Tanda tangan


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, karunia, dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelasaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Hubungan Pola Asuh Orangtua Dengan Tingkat Kekooperatifan Anak Usia 6-12 Tahun Dalam Kunjungan Perawatan Gigi dan Mulut di RSGM UMY”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan pola asuh orangtua terhadap tingkat kekooperatifan anak pada saat melakukan perawatan gigi dan mulut.

Karya Tulis Ilmiah ini merupakan salah satu tugas untuk memenuhi kurikulum di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan memenuhi syarat kelulusan untuk mencapai derajat Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. dr. H. Ardi pramono, Sp.An, M.Kes selaku dekan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah

mengizinkan pelaksanaan penelitian ini dalam rangka penyusunan Karya Tulis llmiah.

2. drg. Likky Tiara Alphianti, MDSc, Sp.KGA selaku pembimbing dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan banyak waktu, pengarahan, bimbingan, saran dan motivasi kepada penulis.

3. drg. Atiek Driana, MDSc., Sp. KGA dan drg. Wustha Farani selaku penguji dalam seminar Karya Tulis Ilmiah.

4. Kedua orangtua tercinta, Ibunda Hj. Siti Adawiah Mukrie dan Ayahanda H. Sirajudin yang tak henti memberikan doa, dukungan, kesabaran, dan pengorbanan serta bantuan moril dan materil kepada penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.


(5)

v

senantiasa memberi semangat dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.

7. Teman-teman penulis Rhama Hidariana Putra S. T, Lionika Desilva S. Farm, Deris Bagus Pig S. T dan Wahyu Mahardhika S.T yang selalu membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah.

8. Teman sebimbingan, Annisa Ananda Puteri yang telah berjuang bersama-sama dalam mengerjakan Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penulisan dan penelitian Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna maka dengan segenap hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan dari Karya Tulis Ilmiah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Yogyakarta, 10 Juni 2016 Penulis


(6)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Keaslian Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka ... 8

1. Pola Asuh Orangtua ... 8

2. Kekooperatifan Anak dalam Perawatan Gigi dan Mulut ... 12

3. Anak usia 6-12 tahun ... 18

B. Landasan Teori ... 19

C. Kerangka Konsep ... 22

D. Hipotesis ... 22

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 23

B. Populasi dan Sampel ... 23

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 25

E. Alat dan Bahan ... 28

F. Alur Penelitian ... 28

G. Cara Pengumpulan Data ... 29

H. Analisis Data ... 29

I. Kesulitan Penelitian ... 29

J. Etika Penelitian ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 30

1. Karakteristik Subyek ... 30

2. Karakteristik Pola Asuh Orangtua ... 32


(7)

(8)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi frekuensi subyek menurut jenis kelamin anak

di RSGM UMY ... 30 Tabel 2. Distribusi frekuensi subyek menurut usia anak ... 31 Tabel 3. Distribusi frekuensi subyek menurut diagnosis tingkat

kekooperatifan anak usia 6-12 tahun di RSGM UMY ... 31 Tabel 4. Distribusi frekuensi subyek menurut pola asuh demokratif

pada orangtua subyek usia 6-12 tahun di RSGM UMY ... 32 Tabel 5. Distribusi frekuensi subyek menurut pola asuh permisif pada

orangtua subyek usia 6-12 tahun di RSGM UMY ... 34 Tabel 6. Distribusi frekuensi subyek menurut pola asuh otoriter pada

orangtua subyek usia 6-12 tahun di RSGM UMY ... 35 Tabel 7. Hubungan pola asuh orangtua dengan tingkat kekooperatifan

anak usia 6 – 12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY ... 36


(9)

ix

Gambar 3. Grafik distribusi pola asuh orangtua demokratif terhadap tingkat kekooperatifan subyek anak usia 6-12 tahun

di RSGM UMY ... 33 Gambar 4.Grafik distribusi pola asuh orangtua permisif terhadap

tingkat kekooperatifan subyek anak usia 6-12 tahun

di RSGM UMY ... 34 Gambar 5. Grafik distribusi pola asuh orangtua otoriter terhadap

tingkat kekooperatifan subyek anak usia 6-12 tahun


(10)

(11)

x

adalah dalam merawat kesehatan gigi dan mulut anak. Masalah yang sering dijumpai dalam hal ini adalah kurang kooperatifnya anak dalam melakukan perawatan gigi dan mulut.

Desain penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan cross-sectional. Penelitian dilakukan dengan memberikan kuisioner kepada orangtua anak selanjutnya menganalisis hubungan yang timbul antara pola asuh orangtua terhadap tingkat kekooperatifan anak usia 6-12 tahun.

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pola asuh orangtua subjek yaitu pola asuh demokratif, otoriter, dan permisif dengan tingkat kecemasan subjek yang telah dibagi menjadi dua kelompok usia yaitu kelompok usia 6-8 tahun dan kelompok usia 9-12 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan pola asuh orangtua dengan tingkat kekooperatifan anak usia 6-12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY. Pola asuh orangtua demokratif menunjukkan tingkat kekooperatifan yang tinggi, pola asuh orangtua otoriter menunjukkan tingkat kekooperatifan yang sedang dan pola asuh permisif menunjukkan tingkat kekooperatifan yang rendah pada anak usia 6-12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY. Dengan nilai p= 0.000 (p<0.05).


(12)

xi ABSTRACT

Parenting is one of important factors affecting the development of children’s autonomy, especially in maintaining their personal hygiene (Hardiani dkk, 2012). One of parents’ way to take care of their children is by taking care their children’s teeth and oral health. Less cooperative children in doing dental treatment is one of problem that often be found.

This study was an analytic observational study withcross-sectionaldesign. This study was done by giving questionnaire to parents and the analysis was done to assess the relation between parenting towards level of cooperativeness of 6-12 years old children.

The results of this study showed that there wasa relation between parenting of subject’s parents which were democratic, authoritarian, and permissive parentingand subject’s level of anxiety. The subject were divided into two groups, they are 6-8 years old children group and 9-12 years old children group.

According to the result of this study, it could be concluded that there was relation between parenting and level of cooperativeness of children aged 6-12 years old in doing dental treatment in RSGM UMY. Democratic parenting showed high level of cooperativeness, authoritarian parenting showed moderate level of cooperativeness, and permissive parenting showed low level of cooperativeness on children aged 6-12 years old in doing dental treatment visit in RSGM UMY.With the value of p= 0.000 (p<0.05).

Keyword : Parenting, The States of Cooperative in Children, Children Aged 6-12 years old


(13)

1

A. Latar Belakang Masalah

Anak adalah anugerah terindah sekaligus amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap orangtua. Setiap orangtua akan merasa bahagia jika mendapatkan anak yang sehat, lucu dan menggemaskan. Anak adalah harta dan juga dapat menentukan tahta orangtuanya di akhirat kelak, namun harta yang satu ini tidak bisa diuangkan atau diperjualbelikan, karena anak adalah belahan jiwa setiap orangtua (Soeparmin, 2014).

Anak bukanlah miniatur dari orang dewasa. Anak adalah individu yang sangat unik karena pertumbuhan dan perkembangannya yang sangat terlihat jelas. Menurut Khairani (2011) tahap perkembangan sering kali anak mengalami banyak masalah atau hambatan, terutama pada usia sekolah (6-12 tahun). Masa itu adalah masa dimana anak beradaptasi dari masa prasekolah (0-6 tahun) yang terbiasa bertemu atau bermain dengan orang rumah terutama orangtua, menuju masa dimana ia akan bertemu atau bermain dengan teman barunya. Tidak menutup kemungkinan pada masa itu adalah masa dimana anak mudah dipengaruhi oleh lingkungan.

Masa inilah peran orangtua sangat ditekankan. Hal ini juga dibenarkan oleh Pramawaty& Hartati (2012) yang mengatakan bahwa ketidakadekuatan peran orangtua dapat berakibat jangka panjang pada perkembangan anak.


(14)

2

Cara orangtua dalam mendidik anak disebut pola asuh orangtua. Pola asuh orangtua adalah salah satu faktor terpenting dalam terbentuknya perkembangan kemandirian anak, terutama dalam menjaga kebersihan dirinya (Hardiani dkk, 2012). Mengasuh, membesarkan, mendidik dan merawat anak merupakan suatu tugas mulia yang tidak pernah luput dari berbagai rintangan. Seberat apapun rintangan itu, orangtua tetap harus melaksanakannya, karena tugas mulia ini bersifat wajib.

Seperti yang tercantum didalam Al-Qur’an Surah Al-Anfal/8 ayat 27, yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati

(amanat) Allah dan amanat Rasul, dan janganlah kalian mengkhianati amanat-amanat yang diamanatkan kepada kalian, sedangkan kalian mengetahuinya”.

Salah satu contoh usaha orangtua dalam merawat anak adalah dalam merawat kesehatan gigi dan mulut anak. Masalah yang sering dijumpai dalam hal ini adalah kurang kooperatifnya anak dalam melakukan perawatan gigi dan mulut. Kurang kooperatifnya anak dalam melakukan masalah perawatan gigi dan mulut dapat dikarenakan beberapa faktor diantaranya adalah rasa takut, pengalaman masa lalu dalam melakukan perawatan medis umum maupun perawatan gigi, pengaruh orangtua atau teman, dan faktor lingkungan seperti ruang praktek dokter gigi, penampilan dan cara berkomunikasi dokter gigi atau perawat gigi (Yusuf, 2013).

Soeparmin (2014) mengutip dari Wright (1973) bahwa perilaku anak diklasifikasikan menjadi dua yaitu kooperatif dan tidak kooperatif. Anak yang dikategorikan kooperatif adalah anak yang memiliki sifat antusias dalam


(15)

melakukan perawatan gigi dan mulut, sedangkan anak yang dikategorikan tidak kooperatif adalah anak yang tidak atau susah untuk diajak bekerja sama dalam melakukan perawatan gigi dan mulut. Tipe tidak kooperatif dibagi menjadi tiga kategori yaitu tidak mampu menjadi kooperatif, belum mampu menjadi kooperatif dan berpotensi untuk menjadi kooperatif.

Menurut Yusuf (2013) tingkat kooperatif anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu usia, jenis kelamin, perkembangan mental, riwayat dental, kondisi psikologis anak, lingkungan praktek dan pola asuh orangtua. Penelitian Handayani & Puspitasari (2008) menyatakan bahwa anak yang mendapat dukungan baik dari orangtua, bersifat kooperatif saat dilakukan perawatan di rumah sakit. Terdapat tiga macam pola asuh orangtua yaitu otoriter, demokrasi, dan permisif.

Pola asuh otoriter adalah pola asuh orangtua yang menetapkan berbagai macam aturan-aturan ketat yang harus ditaati oleh anak dengan berbagai ancaman-ancaman, bersifat memaksa, memerintah dan menghukum anak. Aisyah (2010) mengatakan bahwa pola asuh otoriter akan berakibat pada psikis anak, dan membentuk karakter anak menjadi anak yang keras hati atau suka menentang, tidak suka bersosialisasi (tertutup) dan pendiam. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Suyami & Suryani (2009) yang mengatakan bahwa perkembangan anak dengan pola asuh otoriter diperoleh hasil terbesar yaitu 38,4% anak mengalami keterlambatan dalam bersosial dan 30,8% anak yang memilih-milih teman dalam bersosial dari 26 orang responden.


(16)

4

Pola asuh demokrasi adalah pola asuh yang terjadi secara dua arah. Pola asuh ini lebih bersifat terbuka dan saling menghargai hak satu sama lain. Suyami & Suryani (2009) mengutip dari Desmita (2005) bahwa hidup anak yang dididik secara demokratis akan terlihat lebih ceria dan kreatif.

Pola asuh permisif adalah pola asuh yang akan berakibat fatal pada masa depan anak jika dibiarkan berangsur-angsur. Pola asuh permitif bersifat terlalu dan selalu memanjakan keinginan anak tanpa ada batasan dan aturan (Aisyah, 2010). Penelitian yang dilakukan Suyami & Suryani (2009) membenarkan pernyataan diatas bahwa pola asuh permisif memiliki pengaruh perkembangan sosial cukup tinggi karena anak tidak diberi batasan dan aturan sehingga membuat anak tidak memiliki rasa tanggung jawab, terutama pada dirinya sendiri. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil 37,5% anak mengalami keterlambatan dalam bersosial.

Pola asuh yang baik akan membentuk perilaku anak yang positif. Begitu juga sebaliknya, pola asuh yang keras akan membentuk perilaku anak menjadi mudah marah, agresif dan mudah cemas (Yanuarita, 2014). Salah satu manifestasi dari cemas dalam perawatan adalah tidak kooperatifnya anak, sehingga anak menolak dalam melakukan perawatan (Suprabhra, 2011). Penelitian yang telah dilakukan oleh Handayani & Puspitasari (2008) menyatakan bahwa pasien anak menunjukkan perilaku sangat tidak kooperatif jika akan dilakukan tindakan perawatan, sehingga dibutuhkan kerja sama dengan orangtua agar dapat mengendalikan perilaku anak.


(17)

Kebanyakan pasien anak akan ketakutan dan menolak untuk melakukan perawatan, hal ini membuat team dental terutama dokter gigi muda di RSGM UMY kesusahan dalam melakukan perawatan, terutama pada pasien anak. RSGM adalah sarana pelayanan kesehatan yang digunakan sebagai tempat pembelajaran, pendidikan dan penelitian bagi profesi tenaga kesehatan kedokteran gigi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut perorangan melalui perawatan rawat jalan, gawat darurat dan pelayanan tindakan medik (Peraturan Menteri Kesehatan 2004). RSGM UMY telah digunakan sejak tahun 2008 oleh koass kedokteran gigi UMY sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat (Kemdikbud, 2013). Penelitian ini akan dilaksanakan di RSGM UMY karena sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian serupa tentang hubungan pola asuh orangtua dengan tingkat kooperatif anak usia 6-12 tahun.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara pola asuh orangtua dengan tingkat kekooperatifan anak usia 6-12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh orangtua dengan tingkat kooperatif anak dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut.


(18)

6

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh otoriter, permisif dan demokratif dengan tingkat kooperatif anak usia 6-12 tahun di RSGM UMY.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Orangtua / Masyarakat

Orangtua dapat mengetahui pola asuh yang baik, agar dapat membantu keberhasilan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut anak. 2. Bagi Mahasiswa Kedokteran Gigi

Dapat menjadi literatur atau acuan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. 3. Bagi Dokter Gigi

Sebagai masukan dan evaluasi untuk dokter gigi dalam melakukan perawatan gigi anak, dan dapat mengenali tingkah laku anak terlebih dahulu untuk dilakukannya manajemen tingkah laku sehingga akan didapatkan hasil perawatan yang maksimal.

E. Keaslian Penelitian

Pembahasan tentang hubungan pola asuh orangtua terhadap tingkat kekooperatifan anak usia 6-12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY belum pernah diteliti sebelumya, tetapi pembahasan mengenai pola asuh orangtua dan tingkat kekooperatifan anak sudah pernah dilakukan penelitian, diantaranya:

1. Suyami, Lis Suryani (2009) dengan judul “Pola asuh orangtua dengan tingkat perkembangan sosial anak usia 1-3 tahun di Desa Buntalan


(19)

Iclearn”. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional. Perbedaan dengan penelitian ini terdapat pada objek dan variabel yang diteliti. Pada penelitian sebelumnya variabel yang diteliti adalah tingkat perkembangan sosial anak sedangkan pada penelitian ini adalah tingkat kooperatif anak. Pada penelitian sebelumnya objek yang diteliti adalah anak usia 1-3 tahun sedangkan pada penelitian ini adalah anak usia 6-12 tahun.

2. Nisha Pramawaty, Elis Hartati (2012) dengan judul “Hubungan pola asuh orangtua dengan konsep diri anak usia sekolah 10-12 tahun”. Penelitian ini menggunakan metode study correlation. Perbedaan dengan penelitian ini terdapat pada variabel dan objeknya, yaitu pada penelitian sebelumnya variabel yang diteliti adalah konsep diri anak sedangkan pada penelitian ini variabelnya adalah tingkat kooperatif. Pada penelitian sebelumnya objek yang diteliti adalah anaka usia 10-12 tahun.

3. Karina Anggi Hardiani (2012) dengan judul “Hubungan pola asuh orangtua dengan kebersihan rongga mulut anak retardasi mental di SLB-C Yayasan Taman Pendidikan dan Asuhan Jember”. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional. Perbedaan dengan penelitian ini terdapat pada variabel dan objeknya, yaitu pada penelitian sebelumnya variabel yang diteliti adalah kebersihan rongga mulut sedangkan pada penelitian ini adalah melakukan perawatan gigi dan mulut. Pada penelitian sebelumnya objek yang diteliti adalah anak retardasi mental sedangkan pada penelitian ini adalah anak yang tanpa cacat perkembangan.


(20)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian

Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan mendidik anak, sedangkan orangtua memiliki arti ayah dan ibu, jadi dapat disimpulkan pola asuh orangtua memiliki arti cara atau sistem ayah dan ibu dalam merawat atau mendidik anak. Pola asuh orangtua adalah kegiatan atau cara mengasuh orangtua dalam berinteraksi dengan anak (Handayani dkk, 2012). Pola asuh orangtua adalah berbagai macam usaha aktif yang dilakukan orangtua dalam bertindak sebagai orangtua terhadap anaknya (Garliah & Nasution, 2005).

Pola asuh orangtua adalah interaksi antara orangtua dan anak selama masa pengasuhan agar terbentuk pribadi-pribadi yang memiliki norma-norma yang sesuai dalam bermasyarakat (Aisyah, 2010).

b. Jenis pola asuh orangtua

Perkembangan pola asuh orangtua dibagi menjadi pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh demokratis (Baumrind, 1971) :


(21)

9

1) Pola asuh otoriter (parent centered)

Pola asuh ini memiliki ciri orangtua sebagai pusat dalam interaksi ini. Orangtua bertindak keras, memaksa, dan semena-mena terhadap anak. Anak harus menuruti semua perkataan orangtua tanpa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapat. Pola asuh otoriter ini juga bersifat kekerasan. Suyami & Suryani (2009) mengutip dari Desmita (2005) menyatakan bahwa dalam pola asuh ini orangtua tidak segan-segan memukul anak bila anak melanggar aturan-aturan yang sangat ketat yang telah dibuat oleh orangtuanya. Hal ini menyebabkan anak menjadi tidak percaya diri, penakut, kurang inisiatif, nakal, memberontak bahkan melarikan diri. Anak dapat mengembangkan tingkah laku sosial yang baik jika mendapatkan kasih sayang yang melandasi dalam sebuah keluarga (Aisyah, 2010).

2) Pola asuh permisif (children centered)

Pola asuh ini memiliki ciri anak sebagai pusat dalam interaksi ini, yakni pola asuh yang cenderung memberikan kebebasan ditangan anak tanpa kontrol sama sekali. Pola asuh ini membentuk pribadi yang manja, anak menggunakan kebebasannya tanpa rasa tanggung jawab dan kurang disiplin dalam aturan-aturan sosial yang ada. Ketidakadekuatan peran orangtua dapat berakibat jangka panjang dalam perkembangan anak, yang mengakibatkan anak tidak paham paham bahkan tidak mengetahui aturan yang ada (Pramawaty & Hartati, 2012).


(22)

10

3) Pola asuh demokratis (authoritative)

Pola asuh demokratis ini adalah pola asuh dimana kedudukan orangtua dan anak adalah sama. Orangtua dan anak mempunyai kebebasan yang sama dalam mengutarakan pendapat masing-masing. Setiap keputusan yang diambil akan berdasarkan kesepakatan bersama, dan tidak ada yang merasa dihakimi pada pola asuh ini. Pola asuh ini akan membentuk keharmonisan antara orangtua dan anak, karena anak merasa dirinya memiliki hak dalam mempertahankan dan memperjuangkan apa yang menurutnya benar.

Pola asuh ini akan mendorong anak untuk belajar bertanggungjawab dengan apa yang dikatakannya namun, kebebasan yang diberikan pada anak tetap dalam pengawasan orangtua, sehingga orangtua masih dengan mudah mengontrol apa yang dilakukan anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangan usia anak. Menurut Aisyah (2010) kebutuhan pokok anak dapat diakomodasikan dengan wajar pada penerapan pola asuh demokrasi ini, sehingga jika kebutuhan pokok manusia dapat terpenuhi maka akan tercipta suasana psikologis maupun sosial yang menggembirakan.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orangtua

Hurlock (1978) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi orangtua dalam menerapkan pola asuh kepada anak, yaitu:


(23)

1) Jenis pola asuh yang diterima oleh orangtua sebelumnya

Tidak sedikit orangtua yang menerapkan pola asuh yang sama pada anaknya seperti yang mereka terima dari orangtua mereka sebelumnya tanpa melihat perkembangan zaman yang juga memiliki peran dalam pembentukan perilaku anak. Sangat disayangkan jika pola asuh yang mereka terima sebelumnya termasuk kedalam pola asuh yang kurang benar, maka mereka akan menerapkannya pada anak-anak mereka dan jika kita melihat perkembangan zaman sekarang yang begitu pesat, jika pola asuh tersebut tidak dikendalikan dengan tepat, maka akan menghasilkan perilaku anak yang tidak diinginkan.

2) Usia orangtua

Usia dapat menentukan tingkat kedewasaan orangtua berdasarkan pengalaman hidup yang telah dilaluinya. Akibat usia yang masih terlalu muda, anak cenderung mendapatkan pengawasan yang lebih longgar karena sifat toleransi orangtua (Permatasari, 2015).

3) Status sosial ekonomi orangtua

Terpenuhinya kebutuhan pokok sebuah keluarga dapat menentukan perilaku keluarga tersebut. Terdapat keterkaitan antara pola asuh orangtua dengan status sosial ekonomi keluarga. Suyami & Suryani (2009) mengatakan bahwa semakin rendah status sosial ekonomi keluarga, maka orangtua akan semakin depresi karena tertekan dalam tuntutan kebutuhan keluarga sehingga membuat


(24)

12

orangtua menerapkan pola asuh yang keras dan memaksa (otoriter).

4) Dominasi orangtua

Ibu adalah seseorang yang mengandung dan melahirkan anak, tidak heran jika ibu memiliki ikatan yang sangat kuat dengan anaknya. Ikatan batin yang dimiliki ibu ini akan membentuk pola asuh yang lebih lembut dibandingkan pola asuh ayah (Khairani, 2011). Hal serupa juga dinyatakan dalam penelitian Teviana & Yusiana (2012) bahwa orangtua perempuan cenderung menerapkan pola asuh autoratif, sedangkan orangtua laki-laki cenderung menerapkan pola asuh otoriter.

5) Jenis kelamin dan kondisi anak

Anak perempuan berbeda dengan anak laki-laki. Anak perempuan cenderung memiliki perasaan yang lebih lembut, karena memilih bermain boneka, sedangkan anak laki-laki lebih memilih bermain dengan berlarian. Terutama dalam hal bergaul. Anak perempuan lebih rentan untuk terjerumus kedalam pergaulan yang membahayakan masa depannya (Khairani, 2011).

2. Kekooperatifan Anak dalam Perawatan Gigi dan Mulut

Perilaku anak adalah cara anak merespon keadaan pada saat perawatan. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku anak dalam melakukan perawatan gigi, seperti faktor orangtua, tim dokter gigi, dan lingkungan klinik gigi (Permatasari, 2015).


(25)

Wright (1973) berpendapat bahwa perilaku anak pada umumnya dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Kooperatif

Anak-anak dengan tipe kooperatif ini tidak membutuhkan pendekatan tingkah laku yang khusus dari dokter gigi, karena mereka sangat antusias dalam menerima setiap perawatan.

b. Tidak kooperatif

Anak-anak yang dapat dikategorikan tidak kooperatif adalah anak-anak yang tidak bisa diajak bekerja sama dalam melakukan perawatan gigi dan mulut. Tipe tidak kooperatif ini dibagi lagi menjadi 3 kategori, yaitu:

1) Tidak mampu menjadi kooperatif

Anak yang tidak mampu menjadi kooperatif adalah anak yang memiliki keterbatasan mental / keterbatasan kemampuan dan keterampilan, sehingga membuat anak tidak mampu dalam bekerja sama dalam melakukan perawatan gigi dan mulut.

2) Belum mampu menjadi kooperatif

Anak yang termasuk kedalam kategori belum mampu menjadi kooperatif ini adalah anak yang usiarnya masih terlalu muda. Kurang cukupnya usia membuat anak sulit dalam memahami secara maksimal apa yang diinstruksikan oleh dokter. Keadaan ini hanya bersifat sementara, karena seiring


(26)

14

bertambahnya usia, diharapkan anak mulai belajar dan memahami instruksi dokter sehingga anak bisa menjadi kooperatif.

3) Mempunyai potensi untuk kooperatif

Anak dengan tipe potensi untuk kooperatif ini tidak begitu menyusahkan dokter dalam menanganinya. Cukup dengan sedikit pendekatan yang baik, maka sifat anak yang awalnya tidak kooperatif bisa diubah menjadi kooperatif.

Frankl (1973) juga berpendapat bahwa perilaku anak dapat dibagi menjadi:

1) Sangat negatif

Sangat menolak perawatan, menangis bahkan memberontak dan menunjukkan penolakan secara terang terangan.

2) Negatif

Enggan untuk menerima perawatan, tidak kooperatif namun tidak diucapkan. Wajahnya hanya diam, muram dan tidak ramah (tidak bersahabat).

3) Positif

Mampu mengikuti perintah dokter gigi dengan kooperatif walau terkadang timbul keraguan.

4) Sangat positif

Sangat menikmati perawatan yang dilakukan dokter gigi tanpa menolak dan sering kali tertawa karena merasa nyaman (tidak takut/cemas).


(27)

Tingkat keberhasilan perawatan gigi pada pasien anak sangat ditentukan oleh tingkat kooperatif anak. Penting bagi dokter gigi untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi tingkat kooperatif anak agar dokter gigi dapat memanajemen perilaku anak selama melakukan perawatan gigi.

Berikut adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kooperatif anak dalam perawatan gigi, yaitu:

1) Usia

Hurlock (1978) mengatakan bahwa pada anak usia 2,5 – 3,5 tahun dan 5,5 – 6,5 tahun perkembangan emosi sangat mencolok, dikarenakan pada fase ini adalah fase dimana ketidakseimbangan anak mudah terbawa oleh ledakan emosional sehingga anak harus selalu didampingi dan mendapatkan perlindungan orangtua karena sangat sulit untuk membimbing dan mengarahkannya.

Reaksi anak prasekolah tidak kooperatif kepada petugas kesehatan, bahkan menunjukkan perilaku menolak makan dan menangis perlahan (Handayani & Puspitasari, 2008).

2) Jenis kelamin

Khairani (2011) mengungkapkan bahwa anak perempuan cenderung lebih mudah akrab dan dekat dengan orang dewasa dibanding anak laki-laki. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Handayani & Puspitasari (2008) bahwa peningkatan tingkat kooperatif anak perempuan lebih tinggi dibandingkan peningkatan tingkat kooperatif anak laki-laki.


(28)

16

3) Perkembangan mental

Ketegangan emosi anak dapat menghambat aktivitas motorik dan mental anak. Kemampuan anak dalam menyesuaikan reaksi emosi terhadap lingkungan sekitarnya adalah salah satu perkembangan mental anak. Emosi yang ditunjukkan oleh anak dapat mempengaruhi perilaku anak dalam melakukan perawatan gigi. Hurlock (1978) mengemukakan bahwa terdapat beberapa bentuk emosi yang terjadi pada awal masa anak-anak, diantaranya adalah marah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, senang, sedih dan kasih sayang.

4) Gangguan perkembangan fisik

Anak yang semasa perkembangan dan pertumbuhannya mengalami gangguan membutuhkan perlakuan yang khusus. Terutama dalam hal perawatan kesehatan, anak yang memiliki gangguan perkembangan tidak dapat merawat dirinya secara mandiri. Menurut Saputri (2015), terkadang dokter gigi membutuhkan tekhnik manajemen perilaku khusus untuk mendapatkan hasil perawatan yang maksimal pada anak yang mengalami gangguan perkembangan seperti autis, cerebral palsy, dan down syndrom.

5) Riwayat medis

Anak-anak yang memiliki pengalaman perawatan yang baik sebelumnya cenderung memiliki sifat menerima dan mau untuk


(29)

bekerja sama (kooperatif) dengan dokter gigi. Sebaliknya, anak yang memiliki pengalaman perawatan yang kurang baik sebelumnya akan menunjukkan sifat yang kurang kooperatif atau menolak untuk dilakukan perawatan. Pertimbangan lain dalam riwayat medis anak adalah rasa sakit yang dialami selama kunjungan sebelumnya (Saputri, 2015).

6) Pengaruh keluarga

Faktor keluarga membentuk perilaku anak secara langsung dan tidak langsung. Faktor-faktor kelaurga yang memiliki pengaruh terhadap perilaku anak diantaranya adalah faktor sosial, ekonomi dan emosional. Tingkat sosial ekonomi orangtua yang rendah membentuk perilaku anak yang cenderung takut dan kurang kooperatif (Soeparmin, 2014).

7) Faktor orangtua

Kecemasan orangtua, terutama ibu, saat menemani anak melakukan perawatan sering kali kita saksikan. Tingkat kecemasan orangtua cenderung mempengaruhi perilaku anak dalam melakukan perawatan. Terdapat korelasi yang signifikan antara perilaku kooperatif anak pada kunjungan pertama perawatan gigi dengan tingkat kecemasan ibu (Saputri, 2015).

8) Lingkungan praktek

Lingkungan praktek dokter gigi meliputi penampilan dokter gigi dan perawat, cara berkomunikasi dokter gigi dan perawat dan


(30)

18

desain tata ruang praktek dokter gigi. Team dental yang terdiri dari dokter gigi, perawat gigi dan staf klinik dapat memberikan pengaruh positif pada anak saat pertama kali berkunjung (Soeparmin, 2014). Pasien anak tidak dapat disamakan dengan pasien dewasa. Sikap ramah, menyenangkan dan bersahabat dari team dental akan menghasilkan perawatan dental yang efektif (Andi, 2011).

3. Anak usia 6-12 tahun

Para guru sepakat untuk menyebut anak yang berusia 6-12 tahun sebagai periode anak sekolah dasar, sebab pada usia inilah anak-anak mulai menuntut ilmunya diluar rumah untuk pertama kalinya yang berguna bagi kehidupan kelak (Khairani, 2011).

Pada periode anak sekolah dasar ini, anak-anak mulai banyak berkenalan dengan berbagai hal baru di lingkungan sekolah. Terutama dalam hal pergaulan. Anak akan mulai berkenalan dengan teman-temannya, guru disekolah, sampai berkenalan dengan orang-orang yang biasa berjualan diluar sekolah, sehingga anak akan banyak sekali mengenal berbagai macam karakteristik perilaku manusia. Pada masa ini juga, anak sering mencoba meniru perilaku-perilaku siapapun yang anak lihat. Selain pola asuh orangtua, apa yang dilihat oleh anak akan berpengaruh dalam pembentukan perilaku anak. Zuraidah dkk (2014) mengatakan bahwa penerapan pola asuh orang yang baik dapat membentuk perilaku anak dalam melakukan toilet training pada anak.


(31)

Begitu juga sebaliknya, apabila pada periode ini anak sering dilakukan kurang baik, maka akan mempengaruhi perilaku anak. Pramawaty & Hartati (2012) mengatakan bahwa pola asuh yang keras dapat berpengaruh pada perilaku anak, seperti pemalu, penakut, kurang kreatif dan akan berpengaruh pada keaktifan anak dalam pergaulan.

Anak akan merasa takut, rendah diri hingga membuat hubungan sosial emosionalnya menjadi terganggu. Menurut Khairani (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial emosional anak adalah: a. Pengaruh keadaan individu sendiri

Keadaan individu ini seperti keadaan fisik dan usia. Hurlock (1978) juga menambahkan bahwa peran seks juga dapat mempengaruhi keadaan sosial emosi anak.

b. Konflik-konflik dalam proses perkembangan

Konflik yang dimaksud disini adalah konflik yang didapat pada saat perkembangan sedang berlangsung (tahap-tahap perkembangan). c. Sebab-sebab lingkungan

Ada beberapa macam lingkungan yang dimaksud disini, diantaranya adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan sekitarnya.

B. Landasan Teori

Cara orangtua dalam mendidik, mengasuh dan merawat anak disebut pola asuh orangtua. Terdapat berbagai macam tipe pola asuh orangtua yaitu pola asuh otoriter, permisif dan demokratis. Pola asuh otoriter adalah tipe pola


(32)

20

asuh yang dimana orangtua yang paling berperan penting. Tipe pola asuh ini anak harus mengikuti aturan-aturan ketat yang dibuat oleh orangtua, jika anak menolak orangtua tidak segan-segan memberikan hukuman yang akan berakibat pada karakter perilaku anak. Anak yang dididik dengan pola asuh ini memiliki sifat keras kepala, memberontak dan cenderung tidak suka bersosialisasi (tertutup).

Pola asuh permisif adalah pola asuh yang memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada anak tanpa ada batasan-batasan dari orangtua. Anak yang diasuh dengan tipe ini biasanya memiliki sifat yang manja dan cenderung tidak memiliki tanggung jawab terutama pada dirinya sendiri. Pola asuh yang terakhir adalah pola asuh yang paling baik yaitu pola asuh demokratis. Tipe pola asuh ini memiliki sifat dua arah. Dimana orangtua dan anak memiliki peran yang sama dalam berdiskusi dan berpendapat. Anak diberikan kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya, sehingga anak dengan tipe ini memiliki sifat percaya diri yang cukup baik, dan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan, namun orangtua tidak lepas tanggung jawab begitu saja. Orangtua tetap mengarahkan keputusan anak sesuai dengan usia anak.

Anak usia 6-12 tahun disebut juga anak usia sekolah. Anak banyak mengenal hal baru dalam hidupnya yang dapat mempengaruhi perilakunya. Pada umumnya anak memiliki dua perilaku yaitu kooperatif dan tidak kooperatif.


(33)

Kooperatif adalah tipe anak yang mampu diajak bekerja sama dalam melakukan perawatan. Tidak kooperatif dibagi menjadi tiga kategori yaitu tidak bisa kooperatif, belum mampu kooperatif dan berpotensi kooperatif. Pengukuran tingkat kooperatif anak dapat diukur dengan berbagai macam cara. Salah satunya menggunakan Frankl Behavior Rating Scale. Skala ini membagi perilaku anak terhadap perawatan gigi dan mulut yang diamati ke dalam empat kategori, mulai dari sangat positif sampai sangat negatif. Tingkat kooperatif anak sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan perawatan gigi dan mulut.

Pembentukan perilaku anak dipengaruhi oleh banyak faktor. Diantaranya adalah pola asuh orangtua dan usia. Ketidakkooperatifan adalah salah satu perilaku anak dalam merespon lingkungan sekitar selama melakukan perawatan gigi dan mulut. Hal ini membuat dokter gigi muda di RSGM susah dalam memberikan perawatan pada pasien anak, sehingga didapatkan hasil yang tidak maksimal.


(34)

22

C. Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Terdapat hubungan antara pola asuh orangtua dengan tingkat kekooperatifan anak usia 6-12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY.

1. Jenis pola asuh sebelumnya 2. Usia 3. Status sosial 4. Dominasi 5. Jenis kelamin

dan kondisi anak

1.Usia

2.Jenis kelamin

3.Perkembangan mental 4.Gangguan

perkembangan fisik 5.Riwayat medis 6.Pengaruh keluarga 7.Faktor orangtua 8.Lingkungan praktek Pola Asuh Orangtua Tingkat Kooperatif 1. Otoriter 2. Demokrasi 3. Permisif

Kooperatif Tidak kooperatif Perawatan gigi dan mulut Belum mampu kooperatif Berpotensi kooperatif Tidak mampu kooperatif


(35)

23 A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional analitik, penelitian pola asuh orangtua dengan menggunakan rancangan cross-sectional (Notoadmojo, 2012).

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

a. Populasi target

Seluruh orangtua dan anak usia 6-12 tahun yang melakukan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY.

b. Populasi terjangkau

Sampel yang diperoleh dari kriteria inklusi dan eksklusi. 2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi terjangkau yang termasuk ke dalam populasi target (Notoadmojo, 2012). Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling yang menggunakan kriteria tertentu, yaitu:

a. Kriteria inklusi

1) Orangtua dari pasien anak usia 6-12 tahun di RSGM UMY. 2) Pasien anak dan orangtua yang bersedia menjadi responden. 3) Pasien anak yang sehat fisik dan bersekolah di sekolah dasar.


(36)

24

4) Pasien anak yang diasuh dan tinggal bersama orangtua baik kandung maupun orangtua angkat sejak lahir.

5) Pasien anak yang diantar oleh orangtuanya ke RSGM UMY. 6) Pasien anak yang pertama kali datang untuk melakukan perawatan

penumpatan gigi decidui maupun permanen. b. Kriteria eksklusi

1) Orangtua pasien yang mengisi kuesioner dengan tidak lengkap dan jelas.

2) Orangtua pasien yang tidak mengisi kuesioner di RSGM UMY. 3) Pasien anak yang berkebutuhan khusus.

Dengan jumlah sampel berdasarkan rumus:

n = 23 Keterangan:

n = jumlah sampel minimal yang diperlukan = derajat kepercayaan

p = proporsi anak yang kooperatif (1 – p) = proporsi anak yang tidak kooperatif d = limit dari eror atau persisi absolut N = Populasi


(37)

C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di RSGM UMY. 2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2015 – Februari 2016.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Variabel Independent : pola asuh orangtua b. Variabel Dependent : tingkat kooperatif anak

c. Variabel Terkontrol : usia anak, vital sign normal, jenis perawatan (penumpatan gigi decidui maupun permanen) dan pasien anak yang pertama kali melakukan perawatan.

d. Variabel Tidak Terkontrol : hormon dan jenis kelamin anak. 2. Definisi Operasional

a. Pola asuh orangtua

Pada penelitian ini pola asuh diukur dengan menggunakan kuesioner yang diadopsi dari penelitian Rachmawati (2006) yang terdiri dari 27 pertanyaan. Setiap pertanyaan akan menunjukkan pola asuh orangtua yang diterapkan, yang nantinya akan dilihat jumlah nilai terbanyak.

1) Pola asuh otoriter ditunjukkan pada pertanyaan nomor 2, 3, 5, 7, 9, 11, 15, 20, 25.


(38)

26

2) Pola asuh permisif ditunjukkan pada pertanyaan nomor 4, 6, 13, 16, 19, 22, 24, 26, 27.

3) Pola asuh demokratis ditunjukkan pada pertanyaan nomor 1, 8, 10, 12, 14, 17, 18, 21, 23.

4) Semua pertanyaan bersifat positif. 5) Dengan setiap item diberi skor:

a) Skor 0 untuk jawaban STS (Sangat Tidak Setuju) b) Skor 1 untuk jawaban TS (Tidak Setuju)

c) Skor 2 untuk jawaban S (Setuju)

d) Skor 3 untuk jawaban SS (Sangat Setuju)

6) Pola asuh akan dikelompokkan dengan cara perhitungan perolehan skor tertinggi yang didapat dengan skor ≥ 20.

7) Jika terdapat skor yang sama maka pola asuh akan ditentukan dari pertanyaan key point dari setiap tipe pola asuh, yaitu:

a) Pertanyaan key point untuk pola asuh otoriter pada nomor 9 , 11, 15, 20.

b) Pertanyaan key point untuk pola asuh permisif pada nomor 16, 19, 22, 27.

c) Pertanyaan key point untuk pola asuh demokratis pada nomor 12, 14, 17, 18.

b. Tingkat kooperatif anak

Tingkat kooperatif anak akan diukur dengan menggunakan Frankl Behavior Rating Scale yang akan diisi oleh operator (dokter


(39)

gigi muda atau coass). Dalam skala ini perilaku anak dibagi menjadi empat kategori:

1) Rating 1 = Jelas Negatif 2) Rating 2 =Negatif 3) Rating 3 =Positif 4) Rating 4 = Jelas Positif Dengan hasil:

1) Kooperatif : Jika menunjukkan rating tiga dan empat

2) Tidak Kooperatif : Jika menunjukkan rating satu dan dua Pengukuran pengaruh pola asuh terhadap tingkat kekooperatifan anak akan diketahui jika pada pola asuh permisif menunjukkan rating 1, pola asuh otoriter menunjukkan rating 2 dan 3 dan pola asuh demokratif menunjukkan rating 4.

c. Anak usia 6-12 tahun

Anak dibagi menjadi dua kelompok usia kelompok usia 6,0-8,9 tahun dan 9,0-12,0 tahun (Koch dan Poulsen, 2006). Anak yang sehat akan diukur melalui vital sign yang akan menunjukkan rentang nilai yang normal. Rentang nilai normal:

1) Denyut jantung = 60-95 rata-rata/menit 2) Respirasi = 14-22 / menit

3) Tekanan darah = Sistolik 120-100 dan Diastolik 75-60 mmHg (Nelson, 2011).


(40)

28

E. Alat dan Bahan 1. Alat

a. Pena b. Penghapus 2. Bahan

a. Kertas kuesioner pola asuh orangtua. (terlampir)

b. Kertas berisi skala Frankl Behavior Rating Scale. (terlampir) F. Alur Penelitian

Gambar 2. Alur Penelitian Subyek Penelitian Anak

Usia 6-12 tahun

Orangtua dari Subyek Penelitian

Pengisian Kuesioner pola asuh oleh orangtua

Pengisian Lembar Penilaian tingkat kooperatif oleh operator / dokter gigi muda

Pola asuh orangtua otoriter, permisif atau

demokratis

Tingkat kooperatif anak kooperatif atau tidak

kooperatif

Analisis Data Pembagian Kelompok

Usia (6-8 tahun dan 9-12 tahun)


(41)

G. Cara Pengumpulan Data

Data primer yaitu data yang diambil secara langsung dari orangtua yang membawa anak usia 6-12 tahun di RSGM UMY dengan menggunakan kuesioner untuk melihat penerapan pola asuh. Data tingkat kooperatif yang juga merupakan data primer karena diambil secara langsung dari operator yang menangani anak usia 6-12 tahun di RSGM UMY.

H. Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah uji Chi-Square untuk mengetahui hubungan antara variabel dependent dan variabel independent.

I. Kesulitan Penelitian

Kesulitan dari penelitian ini adalah membutuhkan waktu yang lama untuk mengumpulkan data dikarenakan sebagian besar pasien anak di RSGM UMY merupakan anak-anak yang sengaja dicari oleh operator dan dibawa sendiri oleh operator tanpa didampingi oleh orang tua anak.

J. Etika Penelitian

Pertama-tama peneliti harus menjelaskan maksud dan tujuan dari dilakukannya penelitian ini kepada subyek. Subyek diminta untuk mengisi lembar persetujuan (informed consent). Peneliti menjelaskan pada subyek bahwa data yang didapat akan dirahasiakan identitasnya dan tidak disebarluaskan.


(42)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Muhammadiyah Yogyakarta selama 4 bulan sejak bulan November 2015 – Februari 2016 dengan cara pengumpulan data dengan menggunakan lembaran penilaian Frankl Behavior Rating Scale pada responden yang berjumlah 44 anak yang terdiri dari 24 anak perempuan dan 20 anak laki-laki. Data pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji statistik chi-square.

1. Karakteristik Subyek

Karakteristik subyek yang diteliti meliputi jenis kelamin, usia dan jenis perawatan.

a. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian, karakteristik jenis kelamin subyek didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Distribusi frekuensi subyek menurut jenis kelamin anak di RSGM UMY

No Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

1 Laki – Laki 20 45,5

2 Perempuan 24 54,5

Total 44 100

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 44 subyek anak usia 6-12 tahun, 20 subyek berjenis kelamin laki-laki dengan presentase 45,5%, dan 24 subyek berjenis kelamin perempuan dengan presentase 54,5%.


(43)

b. Usia

Berdasarkan hasil penelitian, karakteristik jenis kelamin subyek didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 2. Distribusi frekuensi subyek menurut usia anak di RSGM UMY.

No Usia Frekuensi (n) Persentase (%)

1 6 – 8 21 47,7

2 9 – 12 23 52,3

Total 44 100

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 44 subyek anak usia 6-12 tahun, 21 subyek berusia 6-8 tahun dengan presentase 47,7% dan 23 subyek berusia 9-12 dengan presentase 52,3%.

c. Diagnosis Tingkat Kekooperatifan

Berdasarkan hasil penelitian, diagnosis tingkat kekooperatifan subyek didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 3. Distribusi frekuensi subyek menurut diagnosis tingkat kekooperatifan anak usia 6-12 tahun di RSGM UMY No Tingkat

Kekooperatifan

Tingkat Rating

Frekuensi (n)

Persentase (%)

1 Rendah 1 5 11,4

2 Sedang 2,3 19 43,2

3 Tinggi 4 20 45,5

Total 44 100

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 44 subyek anak usia 6-12 tahun, 20 subyek memiliki tingkat kekooperatifan kategori tinggi dengan persentase 45,5% dilihat dari tingkat rating 4,19 subyek memiliki tingkat kekooperatifan kategori sedang dengan presentase 43,2% dilihat dari tingkat rating 2 dan 3, dan 5 subyek memiliki


(44)

32

tingkat kekooperatifan kategori rendah dengan presentase 11,4% dilihat dari tingkat rating 1.

2. Karakteristik Pola Asuh Orangtua

Pada penelitian ini karakteristik pola asuh orangtua yang diteliti adalah pola asuh demokratif, pola asuh permisif dan pola asuh otoriter. a. Pola Asuh Demokratif

Berdasarkan hasil penelitian, orangtua yang menunjukkan pola asuh demokratif didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4. Distribusi frekuensi subyek menurut pola asuh demokratif pada orangtua subyek usia 6-12 tahun di RSGM UMY

No Pola Asuh Frekuensi (n) Persentase (%)

1 demokratif 19 43,2

2 Tidak demokratif 25 56,8

Total 44 100

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 44 orangtua dari subyek anak usia 6-12 tahun, 19subyek memiliki pola asuh demokratif dengan presentase 43,2%, dan 25 subyek memiliki pola asuh tidak demokratif dengan presentase 56,8%.


(45)

Gambar 3. Grafik distribusi pola asuh orangtua demokratif terhadap tingkat kekooperatifan subyek anak usia 6-12 tahun di RSGM UMY

Gambar 3 menunjukkan bahwa distribusi pola asuh 44 orangtua dari subyek terdiri dari pola asuh demokratif dan tidak demokratif. Pola asuh demokratif dengan tingkat kekooperatifan rendah berjumlah 0 subyek dengan presentase 0%, pola asuh demokratif dengan tingkat kekooperatifan sedang berjumlah 1 subyek dengan presentase 5,3%, dan pola asuh demokratif dengan tingkat kekooperatifan tinggi berjumlah 18subyek dengan presentase 94,7%.

b. Pola Asuh Permisif

Berdasarkan hasil penelitian, orangtua yang menunjukkan pola asuh permisif didapatkan hasil sebagai berikut:


(46)

34

Tabel 5. Distribusi frekuensi subyek menurut pola asuh permisif pada orangtua subyek usia 6-12 tahun di RSGM UMY

No Pola Asuh Frekuensi (n) Persentase (%)

1 Permisif 5 11,4

2 Tidak Permisif 39 88,6

Total 44 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 44 orangtua dari subyek anak usia 6-12 tahun, 5 subyek memiliki pola asuh permisif dengan presentase 11,4%, dan 39 subyek memiliki pola asuh tidak permisif dengan presentase 88,6%.

Gambar 4.Grafik distribusi pola asuh orangtua permisif terhadap tingkat kekooperatifan subyek anak usia 6-12 tahun di RSGM UMY

Gambar 4 menunjukkan bahwa distribusi pola asuh 44 orangtua dari subyek terdiri dari pola asuh permisif dan tidak permisif. Pola asuh permisif dengan tingkat kekooperatifan rendah berjumlah 4 subyek dengan presentase 80%, pola asuh permisif dengan tingkat kekooperatifan sedang berjumlah 0subyek dengan presentase 0%, dan


(47)

pola asuh permisif dengan tingkat kekooperatifan tinggi berjumlah 1 subyek dengan presentase 20%.

c. Pola Asuh Otoriter

Berdasarkan hasil penelitian, orangtua yang menunjukkan pola asuh otoriter didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 6. Distribusi frekuensi subyek menurut pola asuh otoriter pada orangtua subyek usia 6-12 tahun di RSGM UMY

No Pola Asuh Frekuensi (n) Persentase (%)

1 Otoriter 20 45,5

2 Tidak Otoriter 24 54,5

Total 44 100

Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 44 orangtua dari subyek anak usia 6-12 tahun, 20 subyek memiliki pola asuh otoriter dengan presentase 45,5%, dan 24 subyek memiliki pola asuh tidak otoriter dengan presentase 54,5%.

Gambar 5. Grafik distribusi pola asuh orangtua otoriter terhadap tingkat kekooperatifan subyek anak usia 6-12 tahun di RSGM UMY.


(48)

36

Gambar 5 menunjukkan bahwa distribusi pola asuh 44 orangtua dari subyek terdiri dari pola asuh otoriter dan tidak otoriter. Pola asuh otoriter dengan tingkat kekooperatifan rendah berjumlah 1 subyek dengan presentase 5%, pola asuh otoriter dengan tingkat kekooperatifan sedang berjumlah 18 subyek dengan presentase 90%, dan pola asuh otoriter dengan tingkat kekooperatifan tinggi berjumlah 1 subyek dengan presentase 5%.

3. Hasil Uji Hipotesis

Peneliti menggunakan tiga variabel independen dan satu variabel dependen. Tiga variabel independen yaitu pola asuh demokratif, pola permisif dan pola asuh otoriter, dan satu variabel dependen yaitu tingkat kekooperatifan subyek. Dari ketiga variabel independen akan diketahui hubungan antara pola asuh orangtua dengan tingkat kekooperatifan anak usia 6 – 12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY. Peneliti menggunakan software komputer dengan metode Chi-square test untuk mendapatkan hasil sesuai pada tabel 11.

Tabel 7. Hubungan pola asuh orangtua dengan tingkat kekooperatifan anak usia 6 – 12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut

di RSGM UMY

No Asymp. Sig.

1 Pearson Chi-square .000

2 Likelihood Ratio .000

3 Linear-by-Linear .000


(49)

Tabel 7 menunjukkan hasil uji Chi-square dengan nilai p=0.000 (p<0.05) yang berarti terdapat hubungan antara pola asuh orangtua dengan tingkat kecemasan anak usia 6 – 12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY.

B. Pembahasan

Penelitian ini membahas tentang hubungan antara pola asuh orangtua dengan tingkat kekooperatifan anak usia 6-12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY. Tolak ukur pola asuh orangtua pada penelitian ini menggunakan kuesioner yang diadopsi dari penelitian oleh Rachmawati (2006) yang diterapkan pada orangtua subyek dan tolak ukur tingkat kekooperatifan anak menggunakan Frankl Behavior Rating Scale yang akan diisi oleh operator (dokter gigi muda atau coass). Data pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis multivariate dengan menggunakan Chi-square.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini terlihat adanya hubungan antara pola asuh orangtua yaitu pola asuh demokratif, permisif dan otoriter dengan tingkat kekooperatifan anak usia 6-12 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangtua yang menerapkan pola asuh demokratif menunjukkan tingkat kekooperatifan anak dengan frekuensi yang tinggi. Hasil penelitian ini didukung oleh Teviana dan Yusiana (2012) yang mengatakan bahwa kepribadian anak dalam menjadi manusia yang dewasa dan bersikap positif sangat dipengaruhi oleh pemilihan pola asuh yang tepat.


(50)

38

Krisdayanto dkk (2013) anak-anak yang mampu mandiri, mengontrol diri dan mempunyai hubungan baik dengan teman adalah karakteristik dari anak-anak yang diasuh dengan pola asuh demokratis. Penelitian oleh Suharsono dkk (2009) juga menambahkan bahwa mayoritas anak yang diasuh dengan pola asuh demokratif mempunyai kemampuan sosial yang baik, berperilaku positif dan kooperatif terhadap orang lain dan lingkungannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangtua yang menerapkan pola asuh permisif menunjukkan tingkat kekooperatifan anak dengan frekuensi yang rendah. Hasil penelitian ini didukung oleh Pebrianti dkk (2009) yang mengatakan bahwa anak yang diasuh dengan pola asuh permisif akan memiliki kepribadian yang cenderung liar dan melanggar norma-norma masyarakat yang menyebabkan anak ditolak oleh lingkungan yang pada akhirnya kepercayaan dirinya menjadi goyah. Yuniartiningtyas (2013) juga menambahkan bahwa pola asuh permisif akan membentuk perilaku anak yang tidak pernah mau belajar untuk mengendalikan perilakunya sendiri dan selalu berharap agar keinginannya dituruti sehingga membuat kompetensi sosialnya menjadi rendah.

Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa orangtua yang menerapkan pola asuh otoriter menunjukkan tingkat kekooperatifan anak dengan frekuensi yang sedang. Hasil penelitian ini didukung oleh Suharsono dkk (2009) yang mengatakan bahwa sikap orangtua yang keras akan menghasilkan anak dengan tingkah laku pasif, cenderung menarik diri dan dapat menghambat inisiatif anak. Aisyah (2010) mengatakan bahwa anak


(51)

yang sering diperlakukan kasar dan ditekan oleh orangtuanya akan menyebabkan anak mempunyai sifat pemarah dan berpeluang untuk memunculkan perilaku agresi. Suyami (2009) juga menambahkan bahwa anak yang diasuh dengan pola asuh otoriter akan membuat anak sulit berkembang, cenderung minder dan tidak berani bermain dengan teman-temannya karena apapun yang dilakukan oleh anak selalu dihantui rasa takut. Berdasarkan penjalasan diatas menunjukkan bahwa dari ketiga pola asuh orangtua mempunyai hubungan terhadap tingkat kekooperatifan subyek anak usia 6-12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY.

Kesulitan dari penelitian ini adalah peneliti membutuhkan waktu yang lama untuk mengumpulkan data dikarenakan kriteria inklusi yang cukup ketat yaitu pasien anak di RSGM UMY yang dibawa oleh orangtua atau wali, sedangkan pasien anak yang berada di RSGM UMY hampir semua dijemput oleh dokter gigi muda atau operator atau coass tanpa didampingi oleh orangtua atau wali.


(52)

40 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini antara lain:

1. Terdapat hubungan antara pola asuh orangtu dengan tingkat kekooperatifan anak usia 6-12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY.

2. Pola asuh orangtua demokratif menunjukkan tingkat kekooperatifan yang tinggi pada anak usia 6-12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY.

3. Pola asuh orangtua permisif menunjukkan tingkat kekooperatifan yang rendah pada anak usia 6-12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY.

4. Pola asuh orangtua otoriter menunjukkan tingkat kekooperatifan yang sedang pada anak usia 6-12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY.

B. Saran

Dalam penelitian ini, pola asuh orangtua dinilai berdasarkan pembagian dari Soetjiningsih dengan menggunakan kuesioner yang diadopsi dari Rachmawati. Tingkat kooperatif anak dinilai berdasarkan pembagian menurut Frankl Behavior Rating Scale. Untuk pengembangan lebih lanjut, disarankan dilakukan penelitian dengan menggunakan penilaian tingkat kooperatif anak yang berbeda. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut


(53)

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan sampel anak usia 6-12 tahun, oleh karena itu penelitian ini masih perlu diteliti lebih luas tentang hubungan antara pola asuh orangtua dengan tingkat kekooperatifan anak dengan usia yang lebih bervariasi.


(54)

42

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah St, 2010. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Tingkat Agresivitas Anak. Jurnal MEDTEK. Volume 2 Nomer 1. Hal 4, 6.

Garliah L dan Nasution FKS. 2005. Peran Pola Asuh Orang Tua Dalam Motivasi Berprestasi. Psikologia. Volume 1 Nomor 1. Hal 3,4.

Handayani Dewi Rachmawati dan Puspitasari Ni Putu Dewi. 2008. Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Tingkat Kooperatif Selama Menjalani Perawatan pada Anak Usia Pra Sekolah (3-5 Tahun) Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta. Hal 7, 10, 11.

Hardiani Karina Anggi, drg. Kiswaluyo, M.Kes, drg. Hadnyanawati Hestieyonini. 2012. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kebersihan Rongga Mulut Anak Retardasi Mental di SLB-C Yayasan Taman Pendidikan dan Asuhan Jember. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa2012. Hal 1.

Khairani Makmun. 2011. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Aswaja Pressindo. Hal 63, 120, 121, 129, 130, 132, 133.

Koch G dan Poulsen S. 2006. Pediatric Dentistry A Clinical Approach. Blackwell Munksgaard. Oxford. Hal 47

Krisdayanto Endra, Arwani dan Purnomo. 2013. Hubungan Pola Asuh Orangtua terhadap Perkebangan Motorik Anak Usia 3-5 Tahun. Hal 6, 7.

Notoadmojo S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta Hal. 37, 115, 124.

Pebrianti Sandra, Rahayu Wijayanti dan Munjiya. 2009. Hubungan Tipe Pola Asuh Keluarga Dengan Kejadian Skizofrenia Di Ruang Sakura RSUD Banyumas. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman journal of Nursing). Hal 5, 6.

Permatasari Andi Sri. 2015. Pola Perilaku Anak Terhadap Perawatan Gigi Dan Mulut (Puskesmas Sudiang Raya dan RSUD Kota Makassar). BMKGI. Volume 3 Nomor 1. Hal 3.

Pramawaty Nisha, Hartati Elis. 2012. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Konsep Diri Anak Usia Sekolah (10-12 Tahun). Jurnal Nursing Studies. Volume 1 Nomor 1. Hal 90, 91.


(55)

Saputri Nasra. 2015. Hubungan Cerebral Palsy Dengan Tingkat Kooperatif Anak Dalam Perawatan Gigi dan Mulut. Hal. 29, 31, 39.

Sidiknas. 30 Januari 2013. Mendikbud Meninjau RS Gigi dan Mulut Pendidikan UMY, (Online), (http://www.kemdikbud.go.id/kemdikbud/node/1007, diakses 2 september 2015)

Soeparmin Soesilo drg. 2014. Pengendalian Tingkah Laku Anak Dalam Praktek Kedokteran Gigi. Hal 3, 5.

Suprabha BS, Rao A, Choudhary S, Ramya Shenoy. 2011. Child Dental Fear and Behabior: The Role of Enviromental Factors in a Hospital Cohort. Jurnal of Indian Society of Pedodontics and Preventive Dentistry. Volume 29 Number 2.Hal 96.

Suyami dan Suryani Lis. 2009. Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat Perkembangan Sosial Anak Usia 1-3 Tahun Di Desa Buntalan Iclaern. Hal 10, 12, 13.

Teviana Fenia, Yusiana Maria Anita. 2012. Pola Asuh Orang Tua Terhadap Tingkat Kreativitas Anak. Jurnal STIKES Volume 5, No. 1. Hal 10.

Yuniarita Francisca Andri. 2014. Rahasia Ottak & Kecerdasan Anak. Jawa Tengah: Teranova Books. Hal 93.

Yusuf Hajrah. 2013. Pengendalian Tingkah Laku Anak dalam Praktek Kedokteran Gigi. Hal 51, 52, 53, 54, 55.

Zuraidah, Erman Imelda, ElvianiYeni. 2014. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dan Kesiapan Psikologis Anak Dengan Keberhasilan Toilet Training Pada Anak Usia Prasekolah Di Paud Ar-risalah Kota Lubuklinggau Tahun 2014. Hal 5.


(56)

(57)

KUESIONER POLA ASUH ORANGTUA

Berilah Tanda Silang ( X ) Pada Kolom Jawaban Sesuai Dengan Pendapat Anda!

Keterangan:

1. (STS) : sangat tidak setuju 2. (TS) : tidak setuju 3. (S) : setuju 4. (SS) : sangat setuju

No Pernyataan Jawaban

STS TS S SS 1 Jika selama ini terjadi perbedaan pendapat antara

saya dengan anak saya, maka untuk menyelesaikannya, kami saling berbicara dengan baik

2 Saya merasa memiliki tanggung jawab penuh terhadap anak saya

3 Anak adalah amanah dari Allah, maka sudah menjadi kewajban bagi saya untuk membimbing dan mengarahkannya menjadi anak-anak sholeh

4 Menurut saya, anak saya tergolong anak yang cerdas berdasarkan prestasinya disekolah

5 Sejauh ini anak saya selalu menuruti nasehat saya 6 Saya selalu membiarkan anak saya melakukan

apapun yang diinginkan

7 Anak saya selalu membantu pekerjaan saya

8 Menurut saya anak saya sebaiknya diberi ruang berpendapat sebelum menjalankan perintah

9 Saya sudah merencanakan sekolah yang dimasuki oleh anak saya, karena saya tahu yang terbaik untuk anak saya

10 Setiap kali saya dan anak saya berbeda pendapat, saya bisa menerimanya

11 Bagi saya, anak yang baik adalah yang tahu tentang dirinya dan menghormati orangtuanya

12 Menurut saya orangtua yang bertanggungjawab adalah yang waspada kepada anaknya tanpa terlalu mengekang

13 Saya selalu berusaha menuruti apa yang diinginkan anak saya

14 Saya selalu memberi jalan keluar apabila anak saya tidak menyelesaikan pekerjaan dengan baik


(58)

15 Kita sebagai orangtua harus menumbuhkan kesadaran pada anak akan arti pentingnya disiplin bagi perkembangannya

16 Setiap kali anak bermain dan tidur, saya hanya membiarkannya bertindak sesukanya

17 Kadangkala saya marah tetapi kadang kala saya bergurau dengan anak saya

18 Ketika saya mengetahui anak saya bergaul dengan anak nakal, maka saya akan menasehatinya

19 Saya selalu memberikan kebebasan kepada anak untuk mencari teman bermain di sekolah

20 Saya selalu menasehati anak saya untuk memilih-milih teman yang baik dalam bergaul

21 Dalam menanamkan budi pekerti pada anak, saya melakukan dengan cara memberikan pelajaran dan contoh

22 Saya selalu menganjurkan anak saya untuk menjalankan perintah agama

23 Saya selalu memberikan pujian kepada anak saya apabila anak melakukan kebaikan

24 Saya tidak pernah membatasi anak saya dalam bermain bersama teman-temannya

25 Saya pernah memarahi anak saya ketika anak saya melakukan kesalahan

26 Selama ini saya tidak begitu peduli jika saya mendapat laporan prestasi anak saya jelek

27 Jika anak saya mengungkapkan kesulitannya, saya akan mendengarkan dan tidak menanggapinya dengan serius.


(59)

PENILAIAN PERILAKU ANAK

Berilah Tanda Check List (√) Pada Kolom Jawaban Sesuai Dengan Pendapat Anda!

Keterangan:

a. Rating 1 = Menolak perawatan, menangis, berperilaku sangat negatif yang terkait dengan rasa takut.

b. Rating 2 = Enggan untuk menerima perawatan dan menampilkan sedikit sifat negatif.

c. Rating 3 = Menerima perawatan, namun jika anak mengalami pengalaman yang buruk selama perawatan, bisa menjadi tidak kooperatif. d. Rating 4 = Perilaku unik, berharap untuk memahami pentingnya perawatan

yang baik.

No Identitas Pasien Rating by Frankl Behaviour Rating Scale


(60)

Crosstabs

PolaAsuh * PerilakuAnak

Chi-Square Tests

84.098a 6 .000

80.371 6 .000

2.464 1 .116

60 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by -Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asy mp. Sig. (2-sided)

8 cells (66.7%) hav e expected count less t han 5. The minimum expected count is .93.

a.

Symmetric Measures

.764 .000

60 Contingency Coef f icient

Nominal by Nominal N of Valid Cases

Value Approx. Sig.

Not assuming the null hy pothesis. a.

Using the asy mptotic standard error assuming the null hy pothesis. b.

Crosstab

1 8 10 1 20

4.5% 36.4% 54.5% 4.5% 100.0%

14.3% 100.0% 85.7% 3.2% 36.7%

1.7% 13.3% 20.0% 1.7% 36.7%

0 0 1 18 19

.0% .0% 3.3% 96.7% 100.0%

.0% .0% 7.1% 93.5% 50.0%

.0% .0% 1.7% 48.3% 50.0%

4 0 0 1 5

75.0% .0% 12.5% 12.5% 100.0%

85.7% .0% 7.1% 3.2% 13.3%

10.0% .0% 1.7% 1.7% 13.3%

7 8 14 31 44

11.7% 13.3% 23.3% 51.7% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

11.7% 13.3% 23.3% 51.7% 100.0%

Count

% within Pola Asuh % within Perilaku Anak % of Total

Count

% within Pola Asuh % within Perilaku Anak % of Total

Count

% within Pola Asuh % within Perilaku Anak % of Total

Count

% within Pola Asuh % within Perilaku Anak % of Total

Otoriter Demokratif Permisif Pola Asuh Total

1 2 3 4

Perilaku Anak


(61)

Frequency Table

Jenis Kelamin

20 45.5 45.5 45.5 24 54.5 54.5 100.0 44 100.0 100.0

Laki-laki Perempuan Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Kelompok Usia

21 47.7 47.7 47.7 23 52.3 52.3 100.0 44 100.0 100.0

6 - 8 th 9 - 12 th Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Jenis Perawatan

44 100.0 100.0 100.0 44 100.0 100.0

Pencabutan Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(62)

(63)

(64)

1

The Relationship between The Parenting and The States of Cooperative in Children Aged 6-12 years old in Dental Care Visit at RSGM UMY

ABSTRAK

Parenting is an important factor in the development of child’s independence, especially in mantaining self-cleanliness. One example of them is how parents take care of their children oral and mouth health. Lack of cooperativenes of the children at taking care of their oral and mouth health often be found as a problem.

This research is an analytic observational with cross-sectional study. Questionaire were given to the parents to analyze the relation of parenting and the states of coperativeness in children aged 6-12 years old.

Result showed a relation between parenting of subjects which are democrative, authoritarian, and permissive parenting with subjects qualm level that had been divided into two age groups; 6-8 of age, and 9-12 of age groups.

Based on the result, it could be concluded that there was a relation of parenting and the states of coperativeness in children aged 6-12 years old from dental visit in RSGM UMY. Democrative parenting showed high, authoritarian parenting showed moderate, and permissive showed low in terms of the states of coperativeness level in Children aged 6-12 years old in dental care visit at RSGM UMY by value p= 0.000 (p<0.05).

Keyword: Parenting, The States of Cooperative in Children, Children Aged 6-12 years old

ABSTRAK

Pola asuh orangtua adalah salah satu faktor terpenting dalam terbentuknya perkembangan kemandirian anak, terutama dalam menjaga kebersihan dirinya (Hardiani dkk, 2012). Salah satu contoh usaha orangtua dalam merawat anak adalah dalam merawat kesehatan gigi dan mulut anak. Masalah yang sering dijumpai dalam hal ini adalah kurang kooperatifnya anak dalam melakukan perawatan gigi dan mulut.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan cross-sectional. Penelitian dilakukan dengan memberikan kuisioner kepada orang tua anak selanjutnya menganalisis hubungan yang timbul antara pola asuh orangtua terhadap tingkat kekooperatifan anak usia 6-12 tahun.

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pola asuh orangtua subyek yaitu pola asuh demokratif, otoriter, dan permisif dengan tingkat kecemasan subyek yang telah dibagi menjadi dua kelompok usia yaitu kelompok usia 6-8 tahun dan kelompok usia 9-12 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan pola asuh orangtua dengan tingkat kekooperatifan anak usia 6-12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY. Pola asuh orangtua demokratif menunjukkan tingkat kekooperatifan


(65)

2

Kata kunci : Pola Asuh, Tingkat Kekooperatifan Anak, Anak Usia 6-12 Tahun.

Pendahuluan

Cara orangtua dalam mendidik anak disebut pola asuh orangtua. Pola asuh orangtua adalah salah satu faktor terpenting dalam terbentuknya perkembangan kemandirian anak, terutama dalam menjaga kebersihan dirinya (Hardiani dkk, 2012). Mengasuh, membesarkan, mendidik dan merawat anak merupakan suatu tugas mulia yang tidak pernah luput dari berbagai rintangan. Seberat apapun rintangan itu, orangtua tetap harus melaksanakannya, karena tugas mulia ini bersifat wajib.

Salah satu contoh usaha orangtua dalam merawat anak adalah dalam merawat kesehatan gigi dan mulut anak. Masalah yang sering dijumpai dalam hal ini adalah kurang kooperatifnya anak dalam melakukan perawatan gigi dan mulut. Kurang kooperatifnya anak dalam melakukan masalah perawatan gigi dan mulut dapat dikarenakan beberapa faktor diantaranya adalah rasa takut, pengalaman masa lalu dalam melakukan perawatan medis umum maupun perawatan gigi, pengaruh orangtua atau teman, dan faktor lingkungan seperti ruang praktek dokter gigi, penampilan dan cara berkomunikasi dokter gigi atau perawat gigi (Yusuf, 2013).

Menurut Yusuf (2013) tingkat kooperatif anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu usia, jenis kelamin, perkembangan mental, riwayat dental, kondisi psikologis anak, lingkungan praktek dan pola asuh orangtua. Penelitian Handayani & Puspitasari (2008) menyatakan bahwa anak yang


(66)

3

mendapat dukungan baik dari orangtua, bersifat kooperatif saat dilakukan perawatan di rumah sakit. Permatasari (2015) juga menambahkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku anak dalam melakukan perawatan gigi, seperti faktor orangtua, tim dokter gigi, dan lingkungan klinik gigi. Terdapat tiga macam pola asuh orangtua yaitu otoriter, demokrasi, dan permisif.

Pola asuh yang baik akan membentuk perilaku anak yang positif. Begitu juga sebaliknya, pola asuh yang keras akan membentuk perilaku anak menjadi mudah marah, agresif dan mudah cemas (Yanuarita, 2014). Pramawaty & Hartati (2012) mengatakan bahwa pola asuh yang keras dapat berpengaruh pada perilaku anak, seperti pemalu, penakut, kurang kreatif dan akan berpengaruh pada keaktifan anak dalam pergaulan. Salah satu manifestasi dari cemas dalam perawatan adalah tidak kooperatifnya anak, sehingga anak menolak dalam melakukan perawatan (Suprabhra, 2011). Menurut Saputri (2015), terkadang dokter gigi membutuhkan tekhnik manajemen perilaku khusus untuk mendapatkan hasil perawatan yang maksimal pada anak

Metode Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik, dengan melakukan penelitian pola asuh orangtua dengan rancangan cross-sectional terhadap subyek penelitian dan selanjutnya mempelajari dengan menganalisis hubungan yang timbul antara pola asuh orangtua terhadap tingkat kekooperatifan anak usia 6-12tahun. Sebanyak 44 anak dibagi menjadi 2 kelompok usia. Pemberian kuisioner terhadap orangtua dilakukan pada saat orangtua mengantar subyek saat penelitian dan mahasiswa


(67)

4 Hasil

Gambar 1. Grafik distribusi pola asuh orangtua demokratif terhadap tingkat kekooperatifan subyek anak usia 6-12 tahun di RSGM UMY Gambar 1 menunjukkan bahwa distribusi pola asuh 44 orangtua dari subyek terdiri dari pola asuh demokratif dan tidak demokratif. Pola asuh demokratif dengan tingkat kekooperatifan rendah berjumlah 0 subyek dengan presentase 0%, pola asuh demokratif dengan tingkat kekooperatifan sedang berjumlah 1 subyek dengan presentase 5,3%, dan pola asuh demokratif dengan tingkat kekooperatifan tinggi berjumlah 18 subyek dengan presentase 94,7%.

0 1 0 0 7 0 7 0

21

70

22

0 29

0 2 0

31 0 30 100 30 100 60 100 0 20 40 60 80 100 120

n % n % n %

Demokratif Tidak Demokratif Total

Diagnosis Tingkat Kekooperatifan Diagnosis Tingkat Kekooperatifan Diagnosis Tingkat Kekooperatifan Total


(68)

5

Gambar 2. Grafik distribusi pola asuh orangtua permisif terhadap tingkat

kekooperatifan subyek anak usia 6-12 tahun di RSGM UMY Gambar 2 menunjukkan bahwa distribusi pola asuh 44 orangtua dari subyek terdiri dari pola asuh permisif dan tidak permisif. Pola asuh permisif dengan tingkat kekooperatifan rendah berjumlah 4 subyek dengan presentase 80%, pola asuh permisif dengan tingkat kekooperatifan sedang berjumlah 0 subyek dengan presentase 0%, dan pola asuh permisif dengan tingkat kekooperatifan tinggi berjumlah 1 subyek dengan presentase 20%.

Gambar 3. Grafik distribusi pola asuh orangtua otoriter terhadap tingkat kekooperatifan subyek anak usia 6-12 tahun di RSGM UMY

6

75

1 0 7 0

1 0

21

0

22

0

1 0

30 0 31 0 8 100 52 100 60 100 0 20 40 60 80 100 120

n % n % n %

Permisif Tidak Permisif Total

Diagnosis Tingkat Kekooperatifan Diagnosis Tingkat Kekooperatifan Diagnosis Tingkat Kekooperatifan Total

1 0 6 0 7 0

20

91

2 0

22

0

1 0

30 0 31 0 22 100 38 100 60 100 0 20 40 60 80 100 120

n % n % n %

Otoriter Tidak Otoriter Total

Diagnosis Tingkat Kekooperatifan Diagnosis Tingkat Kekooperatifan Diagnosis Tingkat Kekooperatifan Total


(1)

4

koas mengisi skala untuk menilai tingkat kekooperatifan anak pasca perawatan

gigi dan mulut.

Hasil

Gambar 1. Grafik distribusi pola asuh orangtua demokratif terhadap tingkat kekooperatifan subyek anak usia 6-12 tahun di RSGM UMY

Gambar 1 menunjukkan bahwa distribusi pola asuh 44 orangtua dari subyek

terdiri dari pola asuh demokratif dan tidak demokratif. Pola asuh demokratif

dengan tingkat kekooperatifan rendah berjumlah 0 subyek dengan presentase

0%, pola asuh demokratif dengan tingkat kekooperatifan sedang berjumlah 1

subyek dengan presentase 5,3%, dan pola asuh demokratif dengan tingkat

kekooperatifan tinggi berjumlah 18 subyek dengan presentase 94,7%.

0 1 0 0 7 0 7 0

21

70

22

0 29

0 2 0

31

0 30

100

30

100

60

100

0 20 40 60 80 100 120

n % n % n %

Demokratif Tidak Demokratif Total Diagnosis Tingkat Kekooperatifan Diagnosis Tingkat Kekooperatifan Diagnosis Tingkat Kekooperatifan Total


(2)

5

Gambar 2. Grafik distribusi pola asuh orangtua permisif terhadap tingkat kekooperatifan subyek anak usia 6-12 tahun di RSGM UMY

Gambar 2 menunjukkan bahwa distribusi pola asuh 44 orangtua dari subyek

terdiri dari pola asuh permisif dan tidak permisif. Pola asuh permisif dengan

tingkat kekooperatifan rendah berjumlah 4 subyek dengan presentase 80%,

pola asuh permisif dengan tingkat kekooperatifan sedang berjumlah 0 subyek

dengan presentase 0%, dan pola asuh permisif dengan tingkat kekooperatifan

tinggi berjumlah 1 subyek dengan presentase 20%.

Gambar 3. Grafik distribusi pola asuh orangtua otoriter terhadap tingkat kekooperatifan subyek anak usia 6-12 tahun di RSGM UMY 6

75

1 0 7 0

1 0

21

0

22

0

1 0

30 0 31 0 8 100 52 100 60 100 0 20 40 60 80 100 120

n % n % n %

Permisif Tidak Permisif Total Diagnosis Tingkat Kekooperatifan Diagnosis Tingkat Kekooperatifan Diagnosis Tingkat Kekooperatifan Total

1 0 6 0 7 0

20

91

2 0

22

0

1 0

30 0 31 0 22 100 38 100 60 100 0 20 40 60 80 100 120

n % n % n %

Otoriter Tidak Otoriter Total Diagnosis Tingkat Kekooperatifan Diagnosis Tingkat Kekooperatifan Diagnosis Tingkat Kekooperatifan Total


(3)

6

Gambar 3 menunjukkan bahwa distribusi pola asuh 44 orangtua dari subyek

terdiri dari pola asuh otoriter dan tidak otoriter. Pola asuh otoriter dengan

tingkat kekooperatifan rendah berjumlah 1 subyek dengan presentase 5%, pola

asuh otoriter dengan tingkat kekooperatifan sedang berjumlah 18 subyek

dengan presentase 90%, dan pola asuh otoriter dengan tingkat kekooperatifan

tinggi berjumlah 1 subyek dengan presentase 5%.

Tabel 1. Hubungan pola asuh orangtua dengan tingkat kekooperatifan anak usia 6 – 12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY

Tabel 1 menunjukkan hasil uji Chi-square dengan nilai p=0.000

(p<0.05) yang berarti terdapat hubungan antara pola asuh orangtua dengan

tingkat kekooperatifan anak usia 6 – 12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY.

Pembahasan

Orangtua yang menerapkan pola asuh demokratif pada penelitian ini

menunjukkan tingkat kekooperatifan anak dengan frekuensi yang tinggi. Hasil

penelitian ini didukung oleh Teviana dan Yusiana (2012) yang mengatakan

bahwa kepribadian anak dalam menjadi manusia yang dewasa dan bersikap

positif sangat dipengaruhi oleh pemilihan pola asuh yang tepat.

No Asymp. Sig.

1 2 3

Pearson Chi-square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association

Association

.000 .000 .000


(4)

7

Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa orangtua yang menerapkan

pola asuh otoriter menunjukkan tingkat kekooperatifan anak dengan frekuensi

yang sedang. Aisyah (2010) mengatakan bahwa anak yang sering diperlakukan

kasar dan ditekan oleh orangtuanya akan menyebabkan anak mempunyai sifat

pemarah dan berpeluang untuk memunculkan perilaku agresi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangtua yang menerapkan pola asuh

permisif menunjukkan tingkat kekooperatifan anak dengan frekuensi yang

rendah. Hasil penelitian ini didukung oleh Pebrianti dkk (2009) yang mengatakan

bahwa anak yang diasuh dengan pola asuh permisif akan memiliki kepribadian

yang cenderung liar dan melanggar norma-norma masyarakat yang menyebabkan

anak ditolak oleh lingkungan yang pada akhirnya kepercayaan dirinya menjadi

goyah. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pola asuh orangtua

subyek yaitu pola asuh demokratif, otoriter, dan permisif dengan tingkat

kekooperatifan subyek yang telah dibagi menjadi dua kelompok usia yaitu

kelompok usia 6-8 tahun dan kelompok usia 9-12 tahun.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Terdapat hubungan pola asuh orangtua dengan tingkat kekooperatifan anak

usia 6-12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY.

2. Pola asuh orangtua demokratif menunjukkan tingkat kekooperatifan yang

tinggi pada anak usia 6-12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut


(5)

8

3. Pola asuh orangtua otoriter menunjukkan tingkat kekooperatifan yang sedang

pada anak usia 6-12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di

RSGM UMY.

4. Pola asuh permisif menunjukkan tingkat kekooperatifan yang rendah pada

anak usia 6-12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM

UMY.

Saran

Dalam penelitian ini, pola asuh orangtua dinilai berdasarkan pembagian dari

Soetjiningsih dengan menggunakan kuesioner yang diadopsi dari Rachmawati.

Tingkat kooperatif anak dinilai berdasarkan pembagian menurut Frankl Behavior

Rating Scale. Untuk pengembangan lebih lanjut, disarankan dilakukan penelitian

dengan menggunakan penilaian tingkat kooperatif anak yang berbeda.

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta dengan sampel anak usia 6-12 tahun, oleh karena itu

penelitian ini masih perlu diteliti lebih luas tentang hubungan antara pola asuh


(6)

9 DAFTAR PUSTAKA

Aisyah St, 2010. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Tingkat Agresivitas Anak.

Jurnal MEDTEK. Volume 2 Nomer 1. Hal 4, 6.

Handayani Dewi Rachmawati dan Puspitasari Ni Putu Dewi. 2008. Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Tingkat Kooperatif Selama Menjalani Perawatan pada Anak Usia Pra Sekolah (3-5 Tahun) Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta. Hal 7, 10, 11.

Hardiani Karina Anggi, drg. Kiswaluyo, M.Kes, drg. Hadnyanawati Hestieyonini. 2012. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kebersihan Rongga Mulut Anak Retardasi Mental di SLB-C Yayasan Taman Pendidikan dan Asuhan Jember.

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa2012. Hal 1.

Pebrianti Sandra, Rahayu Wijayanti dan Munjiya. 2009. Hubungan Tipe Pola Asuh Keluarga Dengan Kejadian Skizofrenia Di Ruang Sakura RSUD Banyumas. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman journal of Nursing). Hal 5, 6. Permatasari Andi Sri. 2015. Pola Perilaku Anak Terhadap Perawatan Gigi Dan Mulut

(Puskesmas Sudiang Raya dan RSUD Kota Makassar). BMKGI. Volume 3 Nomor 1. Hal 3.

Pramawaty Nisha, Hartati Elis. 2012. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Konsep Diri Anak Usia Sekolah (10-12 Tahun). Jurnal Nursing Studies. Volume 1 Nomor 1. Hal 90, 91.

Saputri Nasra. 2015. Hubungan Cerebral Palsy Dengan Tingkat Kooperatif Anak Dalam Perawatan Gigi dan Mulut. Hal. 29, 31, 39.

Suprabha BS, Rao A, Choudhary S, Ramya Shenoy. 2011. Child Dental Fear and Behabior: The Role of Enviromental Factors in a Hospital Cohort. Jurnal of Indian Society of Pedodontics and Preventive Dentistry. Volume 29 Number 2. Hal 96.

Teviana Fenia, Yusiana Maria Anita. 2012. Pola Asuh Orang Tua Terhadap Tingkat Kreativitas Anak. Jurnal STIKES Volume 5, No. 1. Hal 10.

Yuniarita Francisca Andri. 2014. Rahasia Ottak & Kecerdasan Anak. Jawa Tengah: Teranova Books. Hal 93.