Perbedaan Tingkat Pola Asuh Orangtua dari Anak Autisme Berdasarkan Usia, Pendidikan, dan Pekerjaan
PERBEDAAN TINGKAT POLA ASUH ORANGTUA DARI ANAK AUTISME BERDASARKAN USIA, PENDIDIKAN, DAN PEKERJAAN
Oleh:
MONIKA AYUNINGRUM
100100239
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PERBEDAAN TINGKAT POLA ASUH ORANGTUA DARI ANAK AUTISME BERDASARKAN USIA, PENDIDIKAN, DAN
PEKERJAAN
“Proposal penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”
Oleh :
MONIKA AYUNINGRUM 100100239
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Perbedaan Tingkat Pola Asuh Orangtua dari Anak Autisme Berdasarkan Usia, Pendidikan, dan Pekerjaan
Nama : Monika Ayuningrum NIM : 100100239
Pembimbing Penguji I
(dr.Elmeida Effendy, M.Ked(KJ), (dr. Hemma Yulfi, DAP&E, Sp.KJ) Med.Ed)
(NIP :197205011999032004) (NIP :197410192001122001)
Penguji II
(dr. Kristo A. Nababan, Sp. KK) (NIP : 196302081989031004)
Medan, Januari 2014 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
( Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp. PD-KGEH ) (NIP : 195402201980111001)
(4)
ABSTRAK
Autisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis gangguan perkembangan pervasif anak yang mengakibatkan gangguan keterlambatan pada bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial. Pola asuh orangtua pada anak autisme sangat penting, maka perlu dikaji seberapa besar pengaruhnya terhadap anak autisme.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat pola asuh orangtua dari anak autisme berdasarkan usia, pendidikan, dan pekerjaan.
Metode penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional yang dilakukan pada 25 orang tua dari anak autisme di Sekolah Luar Biasa Al-Azhar, Sekolah Luar Biasa E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Medan, dan Yayasan Pembina Anak Cacat Medan. Alat ukur yang digunakan adalah pedoman observasi dan wawancara Home Inventory. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji korelasi dengan p < 0,05.
Hasil tingkat pola asuh orangtua dari anak autisme terbanyak dengan kategori pola asuh cukup sebanyak 13 orang (52,0%). Terdapat perbedaan tingkat pola asuh dengan usia (p=0.047). Tidak terdapat perbedaan tingkat pola asuh dengan tingkat pendidikan (p=0.589). Terdapat perbedaan tingkat pola asuh dengan status pekerjaan (p=0.028).
(5)
ABSTRACT
Autism is a term used to describe a type of pervasive developmental disorder resulting in impaired children in the field of cognitive delays,language, behavior, communication, and social interaction. Parents on parenting a child with autism is very important, it is necessary to study how big influence on children with autism.
The purpose of this study was to determine differences in the level of parenting parents of children with autism by age, education, and employment. Methods this study is a cross sectional analytic design conducted in 25 parents of children with autism in Special Schools Al-Azhar, Extraordinary E State School Trustees Provincial Field, and Field Disabled Children Foundation Trustees. Measuring instruments used were observation and interviews Home Inventory. Data analysis was performed using correlation test with p <0.05. Results the level of parenting parents of children with autism highest category of parenting quite as many as 13 people (52.0%). There are differences in the level of parenting with age (p = 0.047). There was no difference in the level of parenting education level (p = 0589). There are differences in the level of parenting with employment status (p = 0.028).
(6)
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr.Wb.,
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah ini dengan judul “Perbedaan Tingkat Pola Asuh Orangtua dari Anak Autisme Berdasarkan Usia, Pendidikan, dan Pekerjaan”.
Penulis menyadari bahwa penyusunan karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan berkat dorongan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. dr. Elmeida Effendy, M.Ked (KJ), Sp.KJ, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk dan bimbingan dalam penyusunan karya tulis ilmiah.
3. Kepada dosen penguji dalam karya tulis ilmiah ini, dr. Hemma Yulfi, DAP&E, M.Med.Ed selaku penguji I dan dr. Kristo A.Nababan, Sp.KK selaku penguji II yang telah bersedia menjadi penguji dan terimakasih telah memberikan saran-saran dan meluangkan waktunya.
4. dr. Yuki Yunanda, selaku dosen penasehat akademik penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
(7)
5. Ayahanda Marsono dan Ibunda Rukini tercinta yang telah memberi semangat, dorongan, bantuan moral, spiritual yang tak pernah putus dan cinta kasih. 6. Kakak, dr. Evi Anggraini, MMR., dr. R. Muhammad Aviv Pasa., dan dr. Nio
Angelado, MMR atas semangat, dorongan, dan cinta kasih.
7. Sahabat yang telah memberikan banyak ide, Al Firman, Rahmat Kurniawan A.P, Dwi Meutia, Arnella Hutagalung, Arnelli Hutagalung, Nur Shareena Baharudin, Priskatin Dea, Derizkalia Syahputri, Gheavita Chandara Dewi, Jannatun Naimah, Nabila Al Fista, Citra Mega, dll yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna sehingga saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diperlukan untuk penulis. Harapan penulis semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin Ya Robbal Alamin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Medan , Desember 2013
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Rumusan Masalah ... 3
1.3.Tujuan Penelitian ... 4
1.4.Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1.Autisme ... 5
2.1.1.Definsi ... 5
2.1.2.Penyebab ... 6
2.1.3.Manifestasi Klinik ... 8
2.1.4.Penatalaksanaan Terapi ... 11
2.2.Pola Asuh Orang Tua ... 12
2.3.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh ... 14
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 15
3.1.Kerangka Konsep ... 15
3.2.Definisi Operasional ... 15
3.2.1. Pola Asuh Orang Tua ... 15
(9)
3.2.3. Usia ... 16
3.2.4. Tingkat Pendidikan ... 16
3.2.5. Status Pekerjaan... 17
3.3.Hipotesis ... 18
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 19
4.1.Jenis Penelitian ... 19
4.2.Waktu dan Tempat Penelitian ... 19
4.3.Populasi dan Sampel ... 19
4.3.1. Populasi ... 19
4.3.2. Sampel ... 20
4.4.Metode Pengumpulan Data ... 20
4.5.Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 21
BAB 5 HASIL PENELITIAN... 22
5.1. Hasil Penelitian ... 22
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 22
5.1.1.1. SLB-E Negeri Pembina Medan ... 22
5.1.1.2. Yayasan Perguruan Al-Azhar ... 22
5.1.1.3. Yayasan Pembina Anak Cacat Medan ... 23
5.2. Karakteristik Responden ... 23
5.2.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia ... 24
5.2.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 24
5.2.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Pekerjaan ... 24
5.2.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 25
5.2.5. Distribusi Aspek-Aspek Pola Asuh ... 25
5.2.6. Distribusi Berdasarkan Pola Asuh ... 26
5.2.7. Hubungan Usia dan Pola Asuh ... 26
5.2.8. Hubungan Tingkat Pendidikan, Pekerjaan, dan Pola Asuh ... 27
5.3. Pembahasan ... 27
(10)
5.3.2. Status Pekerjaan ... 28
5.3.3. Tingat Pendidikan ... 28
5.3.4. Pola Asuh ... 29
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
6.1. Kesimpulan ... 31
6.2. Saran ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 33 LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
5.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia 24
5.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Pekerjaan 24
5.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan 25
5.4. Distribusi Aspek-Aspek Pola Asuh 25
5.5. Distribusi Berdasarkan Pola Asuh 26
5.6. Hubungan Usia dan Pola Asuh 26
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup
LAMPIRAN 2 Ethical Clearance LAMPIRAN 3 Surat Izin Penelitian
LAMPIRAN 4 Lembar Penjelasan
LAMPIRAN 5 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)
LAMPIRAN 6 Kuesioner Penelitian
LAMPIRAN 7 Data Induk
(13)
ABSTRAK
Autisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis gangguan perkembangan pervasif anak yang mengakibatkan gangguan keterlambatan pada bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial. Pola asuh orangtua pada anak autisme sangat penting, maka perlu dikaji seberapa besar pengaruhnya terhadap anak autisme.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat pola asuh orangtua dari anak autisme berdasarkan usia, pendidikan, dan pekerjaan.
Metode penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional yang dilakukan pada 25 orang tua dari anak autisme di Sekolah Luar Biasa Al-Azhar, Sekolah Luar Biasa E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Medan, dan Yayasan Pembina Anak Cacat Medan. Alat ukur yang digunakan adalah pedoman observasi dan wawancara Home Inventory. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji korelasi dengan p < 0,05.
Hasil tingkat pola asuh orangtua dari anak autisme terbanyak dengan kategori pola asuh cukup sebanyak 13 orang (52,0%). Terdapat perbedaan tingkat pola asuh dengan usia (p=0.047). Tidak terdapat perbedaan tingkat pola asuh dengan tingkat pendidikan (p=0.589). Terdapat perbedaan tingkat pola asuh dengan status pekerjaan (p=0.028).
(14)
ABSTRACT
Autism is a term used to describe a type of pervasive developmental disorder resulting in impaired children in the field of cognitive delays,language, behavior, communication, and social interaction. Parents on parenting a child with autism is very important, it is necessary to study how big influence on children with autism.
The purpose of this study was to determine differences in the level of parenting parents of children with autism by age, education, and employment. Methods this study is a cross sectional analytic design conducted in 25 parents of children with autism in Special Schools Al-Azhar, Extraordinary E State School Trustees Provincial Field, and Field Disabled Children Foundation Trustees. Measuring instruments used were observation and interviews Home Inventory. Data analysis was performed using correlation test with p <0.05. Results the level of parenting parents of children with autism highest category of parenting quite as many as 13 people (52.0%). There are differences in the level of parenting with age (p = 0.047). There was no difference in the level of parenting education level (p = 0589). There are differences in the level of parenting with employment status (p = 0.028).
(15)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Autisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis gangguan perkembangan pervasif anak yang mengakibatkan gangguan keterlambatan pada bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial. Autisme mempengaruhi perkembangan anak, baik fisik maupun mental. Apabila tidak dilakukan intervensi secara dini dengan tatalaksana yang tepat, perkembangan yang optimal pada anak tersebut sulit diharapkan. Mereka akan semakin terisolir dari dunia luar dan hidup dalam dunianya sendiri dengan berbagai gangguan mental serta perilaku yang semakin mengganggu. Tentu semakin banyak pula dampak negatif yang akan terjadi (Veskariyanti, 2008).
Istilah autisme pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Leo Kanner tahun 1943, seorang psikiater dari John Hopkins University yang menangani sekelompok anak-anak yang mengalami kelainan sosial berat, hambatan komunikasi, dan masalah perilaku. Anak-anak ini menujukkan sifat menarik diri (withdrawal), membisu, dengan aktivitas repetitive, dan stereotipik serta memalingkan pandangannya dari orang lain (Davidson, 2008). Anak autisme dianggap mempunyai salah satu dari sekelompok kelainan perkembangan fungsi otak yang mengakibatkan berbagai macam kelainan perilaku. Dalam DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental), anak autisme secara kolektif digolongkan pada pervasive developmental disorder (Kasran, 2003).
` Autisme bisa mengenai siapa saja, tidak ada perbedaan status sosial-ekonomi, pendidikan, golongan etnis, atau bangsa. Biasanya autisme lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding perempuan, dengan angka perbandingan 5 : 1. Penyebab terjadinya autisme hingga saat ini belum diketahui secara pasti, tapi diperkirakan disebabkan oleh kelainan sistem saraf dalam berbagai derajat berat ringannya penyakit (Sarwono, 2009).
(16)
Saat ini jumlah anak autisme semakin meningkat. Berdasarkan data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat atau Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan bahwa pada tahun 2006, menunjukkan peningkatan anak autisme yang lebih besar yaitu sekitar 60 per 10.000 kelahiran, atau satu diantara 150 penduduk. Tahun 2008, rasio anak autisme 1 dari 100 anak, maka di tahun 2012, terjadi peningkatan yang cukup memprihatinkan dengan jumlah rasio 1 dari 88 orang anak saat ini mengalami autisme. Prevalensi terbaru ini dikemukakan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) America Serikat pada Maret 2013 prevalensi anak autisme meningkat menjadi satu berbanding 50 dalam kurun waktu setahun terakhir.
Di Inggris saat ini perbandingan antara anak normal dan autisme 1:100. Pada beberapa daerah di Amerika angka ini bisa mencapai satu diantara 100 penduduk. Angka sebesar ini dapat dikatakan sebagai “wabah”, sehingga di Amerika autisme telah dinyatakan sebagai national alarming. Berdasarkan data dari Departemen Pendidikan Amerika bahwa angka peningkatan anak autisme di Amerika cukup mengerikan, yaitu sebesar 10% sampai 17% pertahun. Jumlah anak autisme di Amerika saat ini sebanyak 1,5 juta orang anak. Pada dekade berikut diperkirakan akan terdapat sekitar empat juta anak autisme di Amerika (Sutadi, 2008).
Yayasan Autisme Indonesia menyatakan adanya peningkatan prevalensi autisme, dimana sepuluh tahun yang lalu jumlah anak autisme di Indonesia diperkirakan 1 : 5000 anak, sekarang meningkat menjadi 1 : 500 anak . Tahun 2.000 silam, staf bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memperkirakan terdapat kurang lebih 6.900 anak anak autisme di Indonesia (Moore, 2010).
Apabila anak autisme tidak mendapat penanganan secara dini, kondisi autis akan menjadi permanen. Oleh karena itu tatalaksana terapi harus dilakukan pada usia sedini mungkin, yaitu dibawah usia 3 tahun. Pada usia ini
(17)
perkembangan otak anak berada pada tahap cepat dan mempunyai keberhasilan yang cukup tinggi terutama bagi anak autisme murni tanpa penyulit lain.
Mengingat intensitas terapi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesembuhan anak autisme, untuk mencapai hasil terapi yang maksimal anak autisme harus ditangani selama anak bangun. Intensitas yang ideal adalah 40 jam dalam seminggu rata-rata 8 jam sehari. Pada anak yang masih berusia balita, terputusnya proses terapi selama satu minggu saja sudah menyebabkan kemunduran perilaku yang sangat banyak (Handojo, 2003).
Permasalahan yang sering muncul meskipun anak autisme telah mengikuti program terapi di tempat terapi autisme dan mendapat terapi obat-obatan, namun masih ditemukan anak autisme yang tidak memperoleh kesembuhan secara optimal. Oleh karena itu tanggung jawab program terapi anak autisme bukan hanya pada terapis atau dokter, tetapi yang terpenting adalah asuhan dari orang tua.
Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplin serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaanya sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat (Aisyah, 2010).
Yusuf (2009), menyatakan bahwa pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya. Menurut Harlock (2008), pola asuh orangtua anak autisme dipengaruhi oleh usia, tingkat pendidikan, kelas sosial dan pekerjaan, konsep tentang peran orangtua, kepribadian orangtua, kepribadian anak, dan usia anak.
Mengingat bahwa pola asuh orang tua pada anak autisme sangat penting, maka perlu dikaji seberapa besar pengaruhnya terhadap anak autisme.
(18)
Berdasarkan dari kondisi permasalahan tersebut, peneliti tertarik mengkajinya melalui penelitian tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap anak autisme.
1.2. Perumusan Masalah
Bagaimanakah perbedaan tingkat pola asuh orangtua dari anak autisme berdasarkan usia, pendidikan, dan pekerjaan?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat pola asuh orangtua dari anak autisme berdasarkan usia, pendidikan, dan pekerjaan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan informasi pola asuh orangtua yang memiliki anak autisme.
2. Mengetahui perbedaan tingkat pola asuh orang tua dari anak autisme berdasarkan usia.
3. Mengetahui perbedaan tingkat pola asuh orang tua dari anak autisme berdasarkan tingkat pendidikan.
4. Mengetahui perbedaan tingkat pola asuh orang tua dari anak autisme berdasarkan pekerjaan.
1.4. Manfaat Penelitian
Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya penanganan anak autisme. Adapun secara khusus penelitian ini diharapkan mendatangkan manfaat sebagai berikut:
1.4.1. Bagi ilmu pengetahuan, yaitu dapat menambah keragaman ilmu pengetahuan dan penelitian bagi dunia kedokteran umumnya, khususnya ilmu kedokteran jiwa.
(19)
1.4.2. Bagi pihak pengelola sekolah luar biasa autisme, yaitu memberikan masukan dalam rangka pemberian informasi yang berkaitan dengan pola asuh orang tua terhadap anak autisme.
1.4.3. Bagi peneliti selanjutnya, yaitu dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian yang berkaitan tentang autisme.
(20)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Autisme
2.1.1. Definisi
Autisme bukan suatu penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) terjadi penyimpangan perkembangan sosial, gangguan kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekelilingnya sehingga anak seperti hidup dalam dunianya sendiri. Dengan kata lain pada anak autisme terjadi kelainan emosi, perilaku, intelektual, dan kemauan (Yatim, 2007).
Istilah autisme berasal dari bahasa Yunani. kata autos yang berarti diri sendiri dan isme yang berarti paham. Ini berarti bahwa autisme memiliki makna keadaan yang menyebabkan anak-anak hanya memiliki perhatian terhadap dunianya sendiri. Autisme adalah kategori ketidakmampuan yang ditandai dengan adanya gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial, pola bermain, dan perilaku emosi. Gejala autisme mulai terlihat sebelum anak-anak berumur tiga tahun. Keadaan ini akan dialami di sepanjang hidup anak-anak tersebut (Muhammad, 2008).
Menurut Huzaemah (2010), autisme adalah gangguan perkembangan kompleks yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak, sehingga mengakibatkan gangguan pada perkembangan komunikasi, perilaku, kemampuan sosialis, sensoris, dan belajar. Biasanya gejala sudah mulai tampak sebelum usia anak 3 tahun.
Gulo (1982), menyebutkan autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran subjektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita autisme disebut orang yang hidup di “alamnya” sendiri (Muhammad, 2008).
(21)
Autisme menurut para ahli dari National Society for Childrenand Adult with Autism adalah gejala kelainan perilaku yang manifestasinya muncul sebelum usia 30 bulan dengan karakteristik gambaran: 1) gangguan pola dan kecepatan perkembangan; 2) gangguan respon terhadap berbagai stimuli sensori; 3) gangguan bicara, bahasa, kognisi dan komunikasi nonverbal; dan 4) gangguan dalam kemampuan mengenal orang, kejadian dan objek (Tsai et al, 2001).
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa autisme merupakan gejala kelainan perkembangan pada anak yang disebabkan karena kerusakan otak, sehingga menimbulkan gangguan dalam interaksi sosial, gangguan bicara dan berbahasa, komunikasi nonverbal, kognisi, dan gangguan perilaku yang cenderung stereotip. Gangguan ini sudah tampak pada anak di bawah usia 3 tahun.
Perilaku autistik menurut Handojo (2003), digolongkan menjadi 2 jenis yaitu:
1. Perilaku yang eksesif (berlebihan) adalah perilaku yang hiperaktif dan tantrum (mengamuk) berupa menjerit, menyepak, menggigit, mencakar dan memukul, dan juga sering menyakiti diri sendiri.
2. Perilaku yang defisit (berkekurangan) ditandai dengan gangguan bicara, perilaku sosial kurang sesuai (naik ke pangkuan ibu bukan untuk kasih sayang tapi untuk meraih kue), bermain tidak benar, dan emosi tanpa sebab (misalnya tertawa tanpa sebab, menangis tanpa sebab).
2.1.2. Penyebab
Penyebab terjadinya autisme adalah adanya kelainan pada otak (Handojo, 2003). Menurut Veskariyanti (2008), autisme disebabkan karena kondisi otak yang secara struktural tidak lengkap, atau sebagian sel otaknya tidak berkembang sempurna, ataupun sel-sel otak mengalami kerusakan pada masa perkembangannya. Penyebab sampai terjadinya kelainan atau kerusakan pada otak belum dapat dipastikan, namun ada beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab kelainan tersebut, antara lain faktor keturunan (genetika), infeksi virus
(22)
dan jamur, kekurangan nutrisi dan oksigenasi, obat-obatan serta akibat polusi udara, air, dan makanan;banyak mengandung Monosodium Glutamate (MSG), pengawet atau pewarna.
Gangguan atau kelainan otak tersebut terjadi sejak janin dalam kandungann, yaitu saat fase pembentukan organ-organ (organogenesis) pada usia kehamilan trimester pertama (0-4 bulan). Hal ini mengakibatkan neuro-anatomis pada bagian otak berikut ini: 1) lobus parietalis, menyebabkan anak autisme tidak peduli dengan lingkungan sekitar; 2) serebelum (otak kecil) terutama pada lobus VI dan VII menimbulkan gangguan proses sensoris, daya ingat, berpikir, berbahasa dan perhatian; 3) sistem limbik yang disebut hipokampus dan amigdala. Kelainan pada hipokampus mengakibatkan gangguan fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi serta fungsi belajar dan daya ingat, sehingga anak autisme kurang dapat mengendalikan emosi, terlalu agresif atau sangat pasif, timbulnya perilaku atau gerakan yang diulang-ulang, aneh, dan hiperaktif serta kesulitan menyimpan informasi baru. Kelainan pada amigdala mengakibatkan gangguan berbagai rangsang sensoris (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, dan rasa takut).
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa laki-laki 3-4 kali berisiko lebih tinggi dari wanita. Sementara risiko autisme jika memiliki saudara kandung yang juga autisme sekitar 3%. Studi lain menunjukkan, saudara kembar dengan jenis kelamin yang sama tapi merupakan monozigotik, mempunyai risiko 300 kali lebih besar dari pada dizigotik (Yoder, 2004).
Beberapa kasus terjadinya anak autisme berhubungan dengan infeksi virus (rubella kongenital atau cytomegalic inclusion disease), fenilketonuria (suatu kekurangan enzim yang sifatnya diturunkan), dan sindroma-x yang rapuh (kelainan kromosom). Abnormalitas yang paling sering terjadi yaitu duplikasi pada kromosom 15 dan kromosom seks. Bagian 15q dari kromosom yang didapat secara maternal ditemukan paling banyak berpengaruh pada individu yang menderita autisme. Bagian ini juga terlibat dalam basis genetik dari disleksia,
(23)
salah satu gambaran klinis spektrum autisme. Bahkan akhir-akhir ini, gen ini dilaporkan ikut berpartisipasi dalam pengkodean gen 3-gamma-aminobutyric acid (GABA)-A receptor subunits (Trottier, 1999).
Sedangkan menurut Budiman (2001), peningkatan kasus autisme selain karena faktor kondisi dalam rahim seperti terkena virus toksoplasmosis sitomegalovirus, rubella atau herpes dan faktor herediter, juga diduga karena pengaruh zat-zat beracun, misalnya timah hitam (Pb) dari knalpot kendaraan, cerobong pabrik, cat tembok, kadmium (Cd) dari batu baterai, serta air raksa (Hg) yang juga digunakan untuk menjinakkan kuman untuk imunisasi. Demikian pula antibiotik yang memusnahkan hampir semua kuman baik dan buruk di saluran pencernaan, sehingga jamur merajalela di usus. Logam-logam berat yang menumpuk di dalam tubuh wanita dewasa masuk ke janin lewat demineralisasi tulang lalu tersalur ke bayi melalui Air Susu Ibu (ASI).
Peresepan antibiotik yang berlebihan adalah masalah yang tidak dapat dipisahkan dari autisme dan sudah memicu timbulnya resistensi organisme terhadap antibiotik sehingga organisme semakin sulit untuk dieradikasi (Jepson, 2003). Selain itu, penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan mikroorganisme di tubuh (Herbert, 2002). Anak-anak autisme mempunyai masalah khusus pada keadaan ini karena pada penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa anak-anak autisme mempunyai aktivitas T-helper 1 Lymphocyte yang rendah (Jepson, 2003). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Warren (1995) dalam Trottier (1999), anak-anak autisme menunjukkan kelainan
cell-mediated immunity termasuk kelainan aktivasi sel T dan penurunan jumlah
helper-inducer lymphocytes. Keadaan ini menyebabkan rendahnya kemampuan untuk membersihkan organisme yang berbahaya dan mengembalikan keseimbangan flora normal intestinal. Ini dapat menghasilkan pertumbuhan jamur yang berlebihan dan bakteri yang persisten di saluran cerna mereka. Organisme tersebut dapat mengganggu proses pencernaan yang normal dan menghasilkan metabolit yang berbahaya yang berbahaya yang pada akhirnya berpengaruh pada kelakuan autisme (Jepson, 2003).
(24)
2.1.2. Manifestasi Klinik
Secara umum karakteristik klinik yang ditemukan pada anak autisme menurut Yatim (2007), meliputi:
1. Sangat lambat dalam perkembangan bahasa, kurang menggunakan bahasa, pola berbicara yang khas atau penggunaan kata-kata tidak disertai arti yang normal.
2. Sangat lambat dalam mengerti hubungan sosial, sering menghindari kontak mata, sering menyendiri, dan kurang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
3. Ditandai dengan pembatasan aktivitas dan minat, anak autisme sering memperlihatkan gerakan tubuh berulang, seperti bertepuk-tepuk tangan, berputar-putar, memelintir atau memandang suatu objek secara terus menerus.
4. Pola yang tidak seimbang pada fungsi mental dan intelektual, anak autisme sangat peka terhadap perubahan lingkungan, dan bereaksi secara emosional. Kemampuan intelektual sebagian besar mengalami kemunduran atau inteligensia yang rendah dan sekitar 20 persen mempunyai inteligensia di atas rata-rata.
5. Sebagian kecil anak autisme menunjukan masalah perilaku yang sangat menyimpang seperti melukai diri sendiri atau menyerang orang lain.
Ada 3 kelompok gejala yang harus diperhatikan untuk dapat mendiagnosis autisme, yaitu dalam interaksi sosial, dalam komunikasi verbal, dan nonverbal serta bermain dan dalam berbagai aktivitas serta minat. Namun demikian, anak-anak autisme kemungkinan sangat berbeda satu dengan yang lain, tergantung pada derajat kemampuan intelektual serta bahasanya. Baik anak yang mutisme (membisu) dan suka menyendiri maupun anak yang mampu bertanya dengan tata bahasa yang benar tapi tidak sesuai dengan situasi yang ada, keduanya mempunyai diagnosis yang sama, yaitu autisme. Dapat pula terjadi salah diagnosis pada keadaan fungsi intelektual yang ekstrem (sangat tinggi atau sangat rendah). Hilangnya tingkah laku yang khas autisme bersamaan dengan
(25)
meningkatnya usia, membuat diagnosis autisme yang dibuat setelah masa kanak-kanak lewat, menjadi kurang dapat dipercaya (Masra, 2002).
Sedangkan untuk diagnostik anak autisme yaitu berdasarkan kriteria diagnostik menurut ICD – 10 1993 (International Classification of Disease) dari
WHO maupun DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994, dari grup Psikiatri Amerika (dalam Kaplan dan Sadock, 2010), keduanya menetapkan kriteria yang sama untuk anak autisme.
Kriteria DSM-IV untuk Autisme:
A. Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2) dan (3), dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala (2) dan (3).
(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbul balik. Minimal harus ada 2 gejala dari gejala-gejala ini:
a. Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai: kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik yang kurang setuju.
b. Tidak bisa main dengan teman sebaya.
c. Tidak bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain. d. Kurangnya hubungan sosial dan emosional timbal balik.
(2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti, minimal 1 dari gejala-gejala di bawah ini:
a. Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tidak berkembang (dan tidak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara).
b. Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi. c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru.
(3) Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat dan kegiatan, sedikitnya harus ada satu gejala dibawah ini:
(26)
a. Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan berlebih-lebihan.
b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik dan rutinitas yang tidak ada gunanya.
c. Ada gerakan-gerakan yang aneh, khas dan diulang-ulang. d. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.
B. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang:
a. Interaksi sosial. b. Bicara dan berbahasa.
c. Cara bermain yang kurang variatif.
C. Bukan disebabkan oleh Sindrom Rett atau Gangguan Disintegratif masa kanak.
2.1.3. Penatalaksanaan Terapi
Tujuan terapi pada anak dengan gangguan autisme menurut Kaplan dan Sadock (2010), adalah mengurangi masalah perilaku serta meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama dalam keterampilan bahasa. Tujuan ini dapat tercapai dengan baik melalui suatu program terapi yang komprehensif dan bersifat individual, dimana pendidikan khusus dan terapi wicara merupakan komponen yang paling utama. Adapun program terapi meliputi: 1) pendekatan edukatif berupa pendidikan khusus dan latihan terstruktur; 2) Terapi perilaku dengan menggunakan prosedur modifikasi perilaku yang spesifik; 3) Psikoterapi secara individual, baik dengan atau tanpa obat; 4) Terapi dengan obat-obatan, khususnya bagi anak autisme dengan gejala-gejala seperti: tempertantrum, agresif, melukai diri sendiri, hiperaktifitas, dan stereotip.
Menurut Danuatmaja (2003), penatalaksanaan terapi anak autisme ada 5 jenis, diantaranya:
(27)
Terapi dengan obat-obatan yang bertujuan memperbaiki komunikasi, respon terhadap lingkungan, dan menghilangkan perilaku aneh serta diulang-ulang.
2.1.3.2. Terapi biomedis
Terapi ini bertujuan memperbaiki metabolisme tubuh melalui diet dan pemberian suplemen. Terapi ini didasarkan banyaknya gangguan fungsi tubuh, seperti gangguan pencernaan, alergi, daya tahan tubuh rentan, dan keracunan logam berat.
2.1.3.3. Terapi wicara
Terapi ini umumnya menjadi keharusan bagi anak autisme karena mereka mengalami gangguan bicara dan kesulitan berbahasa.
2.1.3.4. Terapi perilaku
Terapi ini bertujuan agar anak autisme dapat mengurangi perilaku tidak wajar dan menggantinya dengan perilaku yang diterima oleh masyarakat.
2.1.3.5. Terapi okupasi
Terapi ini diberikan pada anak yang memiliki gangguan perkembangan motorik kurang baik. Bertujuan untuk menguatkan, memperbaiki koordinasi, dan keterampilan motorik halus.
Suatu tim kerja terpadu yang terdiri dari tenaga pendidik, tenaga medis (psikiater, dokter anak), psikolog, ahli terapi wicara, pekerja sosial, dan perawat sangat diperlukan agar dapat mendeteksi dini serta memberi penanganan yang sesuai dan tepat waktu. Semakin dini terdeteksi dan mendapat penanganan yang tepat, akan dapat tercapai hasil yang optimal (Masra, 2002).
2.2 Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Saku Bahasa Indonesia (2010), pola adalah model, cara, sistem, kerja atau ragam sedangkan kata asuh adalah menjaga, merawat, dan mendidik anak. Pola asuh adalah interaksi sosial awal yang berguna untuk mengenalkan anak pada aturan
(28)
dan norma tata nilai yang berlaku pada masyarakat (Hurlock, 2008). Pengasuhan anak adalah bagian dari proses sosialisasi tata pergaulan keluarga yang mengarah pada terciptanya kondisi kedewasaan dan kemandirian anggota keluarga atau masyarakat (Godam, 2008).
Menurut Petranto (2006), pola asuh orang tua ini sangat mempengaruhi bagaimana kelak anak berperilaku, bentuk-bentuk kepribadian anak secara keseluruhan. Pola asuh anak akan mempengaruhi harga dirinya dikemudian hari. Harga diri seseorang bisa dikatakan baik bila ia merasa diterima oleh kelompok sosialnya, merasa mampu, dan merasa berharga. Hal-hal ini adalah yang diinginkan oleh setiap orang tua pada anaknya. Setiap orang tua yang merasa memiliki anak-anak dengan perasaan tersebut di atas tentu bangga dan merasa tidak sia-sia membesarkannya dan merasa apa yang telah diperbuatnya kepada anak memang adalah hal yang benar. Jadi pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negatif maupun positif.
Kreativitas anak tidak terlepas dari pengasuhan orang tua/pendidik dalam arti bahwa kreativitas anak erat hubungannya dengan pola asuh yang diberikan oleh orangtua/pendidik juga orang tua berperan membenahi mental hygiene anak, karena itu merupakan prasyarat utama bagi terbentuknya kepribadian yang mantap. Pada tahap selanjutnya kepribadian ini merupakan modal bagi penyesuaian diri anak dengan lingkungannya yang memberikan dampak bagi kesejahteraan keluarga secara keseluruhan. Melalui pendidikan yang diberikan oleh orang tua, anak akan memenuhi sifat kemanusiaannya dan berkembang dari insting-insting biogenetik yang primitif untuk belajar terhadap respon-respon yang diterimanya (Aisyah, 2010).
Aspek-aspek asuhan dikemukakan oleh Bradley et al (2003), dengan pengukuran HOME Inventory (Home Observation Measurement Environment).
(29)
secara fisik (mainan dan pembelajaran materi) dan sosial (dukungan emosi dan respon) yang diberikan kepada anak oleh pengasuhnya di lingkungan rumah dan orang yang memberi pengasuhan. Skala HOME meliputi 6 aspek, yaitu tanggap rasa dan kata, penerimaan terhadap perilaku anak, pengorganisasian lingkungan anak, penyediaan mainan untuk anak, keterlibatan orangtua terhadap anak, dan kesempatan variasi asuhan anak.
Instrumen HOME dapat digunakan untuk mengukur kualitas dan kuantitas dari perkembangan kognitif, emosional, dan sosial anak (Bradley et al, 2003).
HOME Inventory memberikan informasi yang objektif, gambaran aktifitas yang dilakukan oleh anak, dan menawarkan aspek lingkungan positif dan negatif yang sesuai dengan kebutuhan anak (Mayes et al, 2012).
2.3. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh
Hurlock (2008) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh, yaitu: a. Pendidikan orang tua
Orang tua yang mendapat pendidikan yang baik, cenderung menetapkan pola asuh yang lebih demokratis ataupun permisif dibandingkan dengan orang tua yang pendidikannya terbatas. Pendidikan membantu orang tua untuk lebih memahami kebutuhan anak.
b. Kelas sosial dan Pekerjaan
Orang tua dari kelas sosial menengah cenderung lebih permisif dibanding dengan orang tua dari kelas sosial bawah.
c. Konsep tentang peran orang tua
Tiap orang tua memiliki konsep yang berbeda-beda tentang bagaimana seharusnya orang tua berperan. Orang tua dengan konsep tradisional cenderung memilih pola asuh yang ketat dibanding orang tua dengan konsep nontradisional.
(30)
d. Kepribadian orang tua
Pemilihan pola asuh dipengaruhi oleh kepribadian orang tua. Orang tua yang berkepribadian tertutup dan konservatif cenderung akan memperlakukan anak dengan ketat dan otoriter.
e. Kepribadian Anak
Tidak hanya kepribadian orang tua saja yang mempengaruhi pemilihan pola asuh, tetapi juga kepribadian anak. Anak yang ekstrovert akan bersifat lebih terbuka terhadap rangsangan-rangsangan yang datang pada dirinya dibandingkan dengan anak yang introvert.
f. Usia anak
Tingkah laku dan sikap orang tua dipengaruhi oleh anak. Orang tua yang memberikan dukungan dan dapat menerima sikap anak usia pra sekolah.
(31)
BAB 3
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah diagram yang menampilkan keterkaitan antara variabel independen dan variabel dependen yang diteliti (Mukhtar, 2011).
Variabel bebas Variabel terikat
Keterangan:
: variabel yang diteliti
3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Pola Asuh Orang Tua
a. Definisi
Pola asuh orang tua adalah pola perilaku orangtua baik ayah atau ibu dalam merawat, membesarkan, mendidik, dan memperlakukan anak-anaknya, mulai sejak lahir sampai saat penelitian.
b. Alat ukur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah HOMEInventory.
1.Usia
2. Tingkat pendidikan
Pola asuh orangtua terhadap anak autisme
(32)
c. Cara ukur
Cara pengukurannya dengan melakukan pengamatan, wawancara secara langsung berdasarkan kuesioner.
d. Hasil pengukuran
Hasil pengukuran pada penelitian ini ada 3 yaitu, kurang (skor antara 0-25), cukup (skor antara 26-36), baik (skor antara 37-45).
e. Skala ukur
Skala ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala ordinal.
3.2.2. Autisme
a. Definisi
Autisme adalah gangguan perkembangan yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak, sehingga mengakibatkan gangguan pada perkembangan komunikasi, perilaku, kemampuan sosial, sensoris, dan belajar.
b. Alat ukur
Alat ukur berupa data administrasi lembaga. c. Cara ukur
Cara pengukurannya dengan melakukan observasi langsung berdasarkan data administrasi lembaga.
d.Hasil Pengukuran
Hasil pengukuran pada penelitian ini ada 2 yaitu anak autisme dan bukan anak autisme.
e.Skala Ukur
(33)
3.2.3. Usia
a. Definisi
Usia adalah lama waktu perjalanan hidup responden (orangtua) sejak dilahirkan sampai sekarang yang dinyatakan dalam satuan tahun.
b. Alat ukur
Alat pengukuran berupa wawancara. c. Cara ukur
Cara pengukurannya dengan melakukan wawancara secara langsung. d. Hasil pengukuran
Usia dibagi menjadi 3 kategori yaitu dewasa awal (20-40 tahun), dewasa madya/ tengah (41-65 tahun), dan dewasa akhir (>65 tahun).
e. Skala ukur
Skala ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kategorik (ordinal).
3.2.4. Tingkat Pendidikan
a. Definisi
Tingkat pendidikan adalah riwayat pendidikan formal terakhir yang telah ditempuh oleh responden (orangtua).
b. Alat ukur
Alat pengukuran berupa wawancara. c. Cara pengukuran
(34)
d. Hasil pengukuran
Hasil pengukuran pada penelitian ini dibagi berdasarkan tingkat pendidikan (dasar, menengah, dan tinggi).
e. Skala ukur
Skala ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah ordinal.
3.2.5. Status Pekerjaan
a. Definisi
Status Pekerjaan adalah kondisi apakah seseorang bekerja atau tidak bekerja b. Alat ukur
Alat pengukuran berupa wawancara. c. Cara ukur
Cara pengukurannya dengan melakukan wawancara secara langsung. d. Hasil pengukuran
Hasil pengukuran pada penelitian ini ada 2, yaitu bekerja dan tidak bekerja. e. Skala ukur
Skala ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala nominal.
3.3 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah adanya perbedaan tingkat pola asuh orangtua dari anak autisme berdasarkan usia, pendidikan, dan pekerjaan.
(35)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan penelitian menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian yang dilakukan dengan sekali pengamatan pada saat tertentu terhadap objek yang berubah, berkembang atau tumbuh menurut waktu (Aswin, 2001).
4.2. Waktu dan Tempat 4.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan dari bulan Juli-September 2013.
4.2.2 Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Al-Azhar Medan, Sekolah Luar Biasa (SLB) E Pembina Tingkat Provinsi Medan, dan Yayasan Pembina Anak Cacat (YPAC) Medan. Adapun pertimbangan memilih lokasi tersebut adalah karena menurut data sekolah luar biasa di kota Medan, Sekolah Luar Biasa (SLB) Al-Azhar, Sekolah Luar Biasa (SLB) E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Medan dan Yayasan Pembina Anak Cacat (YPAC) Medan memiliki siswa autisme, mempunyai tipe sekolah luar biasa terlengkap, sebagai tempat rehabilitasi sosial, dan lokasi penelitian terjangkau dengan peneliti.
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang tua dari anak autisme di Sekolah Luar
(36)
Biasa Al-Azhar, Sekolah Luar Biasa E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Medan, dan Yayasan Pembina Anak Cacat Medan.
4.3.2 Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
total sampling yaitu semua populasi penelitian dijadikan sebagai sampel pada penelitian ini (Notoatmodjo, 2010).
Sampel dalam penelitian yaitu orang tua dari anak autisme di Sekolah Luar Biasa (SLB) Al-Azhar Medan, di Sekolah Luar Biasa (SLB) E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Medan, dan di Yayasan Pembina Anak Cacat (YPAC) Medan.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan dan wawancara langsung berdasarkan kuesioner oleh peneliti untuk mengetahui pengaruh pola asuh orangtua pada anak autisme. Prosedur pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan mengajukan surat permohonan izin penelitian ke pihak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan mengajukan surat permohonan izin melaksanakan penelitian di Sekolah Luar Biasa Al-Azhar dan Yayasan Pembina Anak Cacat Medan. Untuk Sekolah Luar Biasa E Pembina Tingkat Provinsi Medan, surat permohonan izin melaksanakan penelitian mengajukan terlebih dahulu ke kantor Dinas Pendidikan Provinsi Medan lalu mengajukan surat permohonan izin melaksanakan penelitian di Sekolah Luar Biasa E Pembina Tingkat Provinsi Medan. Selanjutnya, menentukan responden penelitian. Setelah itu, melakukan koordinasi dengan pengelola sekolah tentang rencana kegiatan penelitian. Menjelaskan tujuan penelitian, mengumpulkan data dan meminta kesediaan responden untuk ikut serta dalam dengan mengisi surat pernyataan persetujuan yang telah disediakan. Melakukan wawancara mendalam serta pengamatan langsung terhadap perilaku partisipasi orang tua dalam menangani anak autisme. Pengamatan dan wawancara ini dilakukan oleh peneliti sendiri.
(37)
data terkumpul kemudian dilakukan entry data dan selanjutnya melakukan penyusunan laporan penelitian. Tahap selanjutnya dilakukan seminar hasil.
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1. Metode Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan metode statistik secara komputerisasi. Data yang dikumpulkan ditabulasi dalam bentuk distribusi frekuensi. Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara tertentu (Wahyuni, 2008) yaitu :
1. Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. 2. Coding
Data yang telah dikumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode secara manual sebelum diolah dengan komputer.
3. Entry
Data dibersihkan kemudian dimasukkan ke program komputer. menggunakan program statistik.
4. Cleaning data
Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam program komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.
5. Saving
(38)
4.5.2. Metode Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan terhadap tiap-tiap variabel penelitian. Pada umumnya hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan prosentasi dari tiap variabel (Sigarlaki, 2000).
2. Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau korelasi, yaitu satu variabel bebas (pola asuh orang tua) dan satu variabel terikat (anak autisme) dengan menggunakan rumus korelasi.
(39)
BAB 5
HASIL PENELITIAN 5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
5.1.1.1. SLB-E Negeri Pembina Medan
SLB-E Negeri Pembina Medan mulai berdiri dari tahun 1983 dan diresmikan pada tanggal 14 Maret 1986 oleh Bapak Dirjen Dikdasmen. Sekolah yang terletak di Jalan Karya Ujung, Helvetia Timur, Medan ini dibangun di atas areal seluas 2,5 Ha yang terdiri dari TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB. SLB-E Negeri Pembina merupakan bagian dari Pendidikan Khusus (PK) dan Pendidikan layanan Khusus (PLK) di wilayah Sumatera Utara yang dibentuk sebagai sumber pengembangan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dan anak yang memerlukan pendidikan layanan khusus. SLB-E Negeri Pembina Medan dalam proses pendidikannya diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus meliputi: tunanetra (gangguan penglihatan), tunarungu (gangguan pendengaran), tunagrahita (gangguan intelektual), tunadaksa (gangguan gerak anggota tubuh), tunawicara (gangguan berbicara), tunalaras (gangguan perilaku dan emosi) dan autis.
5.1.1.2. Yayasan Perguruan Al-Azhar
Sekolah Luar Biasa (SLB) Al-azhar didirikan pada tanggal 15 Juli 2007, sebagai wujud amanah Almarhumah Hj. Rachman Nasution dalam melengkapi satuan pendidikan mulai dari PG, TK, SLB sampai Universitas. SLB Al-azhar berada di Jalan Pintu Air IV No. 214 Kuala Berkala, Padang Bulan Medan. Sekolah Luar Biasa (SLB) Al-azhar Medan berupaya mendidik dan membimbing anak-anak berkebutuhan khusus dalam mengoptimalisasikan potensi-potensi yang mereka miliki, agar mandiri dalam hidupnya. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-undang No.20 tahun 2003.
(40)
5.1.1.3. Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan
YPAC Medan berlokasi di Jalan Adinegoro No. 2 Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur dengan luas tanah 4.574 m². Yayasan ini terletak di samping kantor KPU Sumatera Utara dan bersebelahan dengan kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) serta letaknya juga berdekatan dengan kantor Poltabes Medan. Letak yayasan yang strategis membuat yayasan ini menjadi salah satu tempat pilihan sekolah luar biasa untuk para penyandang cacat, khususnya penyandang tuna daksa dan tuna grahita.
YPAC Cabang Medan dikukuhkan pendiriannya pada tanggal 5 Februari 1972 melalui surat keputusan pengurus pusat yayasan No. 19/SK/PH/YPAC/85. Sesuai dengan UU No. 16 Tahun 2003 tentang yayasan maka YPAC Cabang Medan berubah status menjadi YPAC Medan berdasarkan Akta Notaris Henry Tjong, SH No. 31 tanggal 18 Februari 2004. YPAC Medan adalah sebuah Yayasan Nir-Laba yang membina anak-anak berkemampuan dan berkebutuhan khusus di kawasan Medan dan sekitarnya.
5.2 Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah orang tua dari anak autisme yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Medan, Al-Azhar, dan YPAC yaitu berjumlah 25 responden orang tua anak autisme. Pada penelitian ini, perbandingan tingkat pola asuh orangtua dari anak autisme berdasarkan usia, pendidikan, dan pekerjaan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
(41)
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia
Kategori Usia Frekuensi Persen
20-40 10 40,0
41-65 14 56,0
>65 1 4,0
Total 25 100,0
Dari tabel 5.1. dapat diketahui bahwa sampel usia 20-40 tahun dengan jumlah 10 orang (40,0%), sampel usia 41-65 tahun dengan jumlah 14 orang (56,0%), sampel usia >65 tahun dengan jumlah 1 orang (4,0).
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persen
Laki-laki Perempuan
Total
13 52,0
12 48,0
25 100,0
Dari tabel 5.2. didapati bahwa jumlah sampel jenis kelamin perempuan sebesar 12 orang (48,0%) yang lebih kecil dari sampel dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 13 orang (52,0%).
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Pekerjaan
Status Perkerjaaan Frekuensi Persen
Tidak Berkerja Berkerja
Total
1 4,0
24 96,0
(42)
Dari tabel 5.3. didapati bahwa status pekerjaan sampel yang paling banyak adalah bekerja sebanyak 24 orang (96,0%) dan yang paling sedikit adalah yang tidak bekerja sebanyak 1 orang (4,0%).
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan
Pendidikan Frekuensi Persen
Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas dan PT
Total
6 24,0
19 76,0
25 100,0
Dari tabel 5.4 didapati tingkat pendidikan orangtua Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan jumlah 6 orang (24,0%) dan yang paling banyak adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat dan Perguruan Tinggi dengan jumlah 19 orang (76,0%).
Tabel 5.5. Distribusi Aspek-Aspek Pola Asuh Orangtua Kategori
Aspek Pola Asuh Orang Tua
Kurang Cukup Baik Total F % F % F % F % Tanggap rasa & kata 2 8 10 40 13 52 25 100 Penerimaan terhadap perilaku anak 11 44 10 40 4 16 25 100 Pengorganisasian lingkungan 10 40 12 48 3 12 25 100 Penyediaan mainan 17 68 6 24 2 8 25 100 Keterlibatan orang tua terhadap anak 2 8 11 44 12 48 25 100 Kesempatan variasi asuhan anak 1 4 13 52 11 44 25 100
(43)
Berdasarkan tabel 5.5. dapat dilihat bahwa pola asuh orang tua pada aspek tanggap rasa dan kata seluruhnya sebanyak 13 orang tua (52%) termasuk pada kategori baik, penerimaan terhadap perilaku anak sebagian pada tingkat cukup 11 orang tua (44%), pengorganisasian lingkungan anak pada kriteria cukup sebanyak 12 orang tua (48%), penyediaan mainan anak kategori kurang sebanyak 17 orang tua (68 %), keterlibatan orang tua terhadap anak pada tingkat baik 12 orang tua (48%), dan kesempatan variasi asuhan anak kategori cukup sebanyak 13 orang tua (52%).
Tabel 5.6. Distribusi Berdasarkan Pola Asuh Orangtua
Pola Asuh Frekuensi Persen
Kurang Cukup Baik
Total
8 32,0
13 52,0
4 16,0
25 100,0
Berdasarkan tabel 5.6. dapat dilihat tingkat pola asuh orangtua dari anak autisme dengan kategori pola asuh kurang sebanyak 8 orang (32%), kategori cukup sebanyak 13 orang (52%), dan kategori baik sebanyak 4 orang (16%).
(44)
Tabel 5.7. Hubungan Usia dan Pola Asuh
Correlations
Usia Pola Asuh
Usia
Pearson Correlation
1 ,401*
Sig. (2-tailed) ,047
N 25 25
Pola Asuh
Pearson Correlation
,401* 1
Sig. (2-tailed) ,047
N 25 25
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Berdasarkan tabel 5.7. dapat dilihat bahwa penelitian ini menggunakan hipotesis dua arah (two-tailed) dengan tingkat kepercayaan 95%, yang berarti jika didapati nilai p < 0,05. Setelah dianalisis, didapati nilai p = 0,047. Karena nilai p
yang diperoleh lebih kecil dari 0,05, dapat disimpulkan terdapat hubungan antara pola asuh dengan usia (nilai p <0.05).
(45)
Tabel 5.8. Hubungan Tingkat Pendidikan, Pekerjaan, dan Pola Asuh
Correlations
Perkerjaan Pendidikan Pola Asuh
Perkerjaan
Pearson Correlation
1 ,363 -,440*
Sig. (2-tailed) ,074 ,028
N 25 25 25
Pendidikan
Pearson Correlation
,363 1 -,114
Sig. (2-tailed) ,074 ,589
N 25 25 25
Pola Asuh
Pearson Correlation
-,440* -,114 1
Sig. (2-tailed) ,028 ,589
N 25 25 25
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Berdasarkan tabel 5.8. dapat dilihat bahwa hubungan pekerjaan dan pola asuh tersebut signifikan (bermakna) karena P (alpha) sebesar 0.028 (p<0.05). Hubugan pendidikan dan pola asuh tidak signifikan karena P (alpha) sebesar 0,589, dengan (p>0.05).
5.3. Pembahasan 5.3.1. Usia
Dari 25 responden sebagian besar orang tua berada pada kategori usia dewasa middle age yaitu usia 41-65 tahun (56,0%). Hal ini berarti semakin besar peluang dan pengalaman untuk berpartisipasi dalam penanganan anak autis di rumah ataupun di sekolah semakin banyak karena berdasarkan pengalaman yang sudah lama mendidik anak autis. Orang tua menjadi lebih mengenal terhadap
(46)
pertumbuhan dan perkembangan anak. Karena perkembangan ini yang akan menunjukan bagaimana kemampuan anak berhubungan dengan dunia luar, mengekspresikan dirinya dan bersosialisasi.
Dijelaskan psikolog anak sekaligus pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Rose Mini Adi Prianto, M.Psi, "Sebenarnya tidak ada perbedaan, tinggal bagaimana cara orangtua men-treat anaknya dengan cara yang cocok atau bagus. Jadi misalkan anak perlu stimulasi, diberikan stimulasi yang sesuai."
Dalam kepustakaan Wong (2001), menyatakan bahwa usia tertentu adalah baik untuk menjalankan peran pengasuhan. Apabila terlalu muda atau terlalu tua, mungkin tidak dapat menjalankan peran tersebut secara optimal karena diperlukan kekuatan fisik dan psikososial.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang pernah diteliti oleh Lasiyati dan Ervin (2012) sebagian besar orang tua masih dapat melakukan pengasuhan yang baik karena umur yang mereka miliki masih dalam usia yang dapat dikatakan siap secara fisik maupun psikosialnya. Hal ini berhubungan dengan pola asuh karena merupakan salah satu hal yang berhubungan secara langsung (Kail, 2000).
5.3.2. Status Pekerjaan
Untuk status pekerjaan didapati status pekerjaan sampel yang paling banyak adalah bekerja sebanyak 24 orang (96,0%). Status pekerjaan dapat mempengaruhi partisipasi orang tua dalam menangani anak autis di rumah. Ibu yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga diharapkan penanganan anak autis dilakukan semaksimal mungkin.
Belum ada penelitian yang membahas tentang pekerjaan dan pola asuh orangtua dari anak autisme, namun dalam penelitian ini mayoritas pekerjaan orang tua yang anaknya mengikuti pendidikan sekolah luar biasa untuk anak autis ini erat kaitannya dengan pembiayaan pendidikan anak yang cukup tinggi. Pendidikan anak ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi tentunya hanya anak
(47)
dari keluarga dengan ekonomi yang mampu yang mengikuti terapi ini dan dari segi keterikatan waktu dengan pekerjaan responden yang bekerja memiliki waktu yang fleksibel untuk menjemput anak dan mengantarkan anak ke sekolah ataupun ke tempat terapi.
5.3.3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan orangtua mayoritas adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat dan Perguruan Tinggi dengan jumlah 19 orang (76,0%). Pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan responden dalam penelitian ini memberikan pola pikir yang baik dan pemahaman tentang autisme cukup tinggi sehingga dapat cepat tanggap untuk memberikan terapi untuk anak yang menderita autis. Pendidikan merupakan suatu bimbingan yang diberikan terhadap seseorang dalam membentuk pola pikir yang maju dan menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan sikap untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Semakin tinggi pendidikan formal seseorang maka semakin tinggi pola pikir seseorang mudah seseorang menerima informasi dan melakukan pemanfaatan terhadap pelayanan kesehatan yang ada untuk meningkatkan kualitas hidupnya (Notoatmodjo, 2003).
Latar belakang pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pola pikir orang tua kemudian juga berpengaruh pada aspirasi atau harapan orang tua kepada anaknya, semakin tinggi pendidikan orang tua maka dapat menerima segala informasi dari luar, terutama tentang cara pengasuhan yang baik (Wong, 2001).
Teori lain tentang faktor pendidikan juga dikemukakan oleh Hibana (2002) yaitu orang tua yang telah mendapatkan pendidikan yang tinggi, akan memiliki pengetahuan yang baik dalam mengasuh anak.
Disebutkan dalam penelitian Lasiyati dan Ervin (2012) bahwa semakin tinggi pendidikan orang tua semakin banyak informasi yang didapat terutama
(48)
tentang pengasuhan anak sehingga orang tua dapat menerapkan pola asuh yang tepat untuk anaknya.
Variabel ini memiliki hubungan dengan pola asuh (Jullie et all, 2010). Tetapi menjadi tidak berhubungan karena perbedaan jenis sampel.
5.3.4. Pola Asuh
Tingkat pola asuh orangtua dari anak autisme terbanyak dengan kategori pola asuh cukup sebanyak 13 orang (52,0%). Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi orang tua dalam penanganan anak autis dilakukan secara optimal dan maksimal. Penelitian lain di Sekolah Luar Biasa Bina Anggita Yogyakarta oleh Evi (2007) menyatakan bahwa pola asuh orang tua terhadap anak autisme dengan kategori baik sebanyak 7 orang (70%).
Dalam penelitian ini ternyata pola asuh berhubungan dengan usia, hubungan tersebut cukup kuat dengan p<0,05. Pola asuh berhubungan dengan pekerjaan dengan p<0,05 dan tidak berhubungan dengan pendidikan.
(49)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian, maka dapat diambil kesimpulan mengenai perbedaan tingkat pola asuh orang tua dari anak autisme berdasarkan usia, pendidikan, dan pekerjaan sebagai berikut:
1. Tingkat pola asuh orangtua dari anak autisme terbanyak dengan kategori pola asuh cukup sebanyak 13 orang (52,0%).
2. Terdapat perbedaan tingkat pola asuh dengan usia (p=0.047).
3. Tidak terdapat perbedaan tingkat pola asuh dengan tingkat pendidikan (p=0.589).
4. Terdapat perbedaan tingkat pola asuh dengan status pekerjaan (p=0.028).
6.2. Saran
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut, yaitu:
1. Bagi pihak pengelola sekolah hendaknya lebih meningkatkan pemberian informasi tentang autisme terutama mengenai cara penanganan anak autis di rumah dan tetap memberikan dorongan kepada keluarga untuk memberi dukungan kepada anak sehingga terdapat perubahan anak autisme yang meningkat melalui pertemuan orang tua, komunikasi terbuka antar orang tua dan pihak sekolah, memberi pelatihan bagi orang tua tentang cara melakukan terapi, sehingga keluarga dapat melanjutkan apa yang telah diajarkan di sekolah ketika anak di rumah.
2. Bagi keluarga hendaknya tetap memberikan dukungan kepada anak dengan penuh kesabaran dan melanjutkan terapi di rumah sesuai dengan
(50)
program yang telah disusun secara konsisten, berkelanjutan dan disiplin tinggi.
3. Lingkungan masyarakat sekitar anak autisme hendaknya terlibat dalam memberikan dukungan.
4. Bagi institusi pendidikan diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah studi kepustakaan dan diharapkan menjadi suatu masukan yang berarti dan bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
5. Saran bagi dinas terkait, termasuk dinas sosial, dinas pendidikan dan dinas kesehatan dapat memberikan perhatian lebih baik kepada daerah-daerah atau penduduk dengan kebutuhan khusus dengan pendekatan holistik terhadap orang tua dan sang anak. Terutama pendidikan tambahan seperti penyuluhan ke rumah-rumah atau menumbuhkan kesadaran para orang tua agar mau bersama-sama secara kelompok untuk meningkatkan pegetahuannya tentang pola asuh anak.
6. Perlu penelitian lanjutan yang lebih mendalam dengan menghubungkan aspek-aspek dalam pola asuh terhadap anak autisme.
(51)
Daftar Pustaka
Aisyah, S, 2010. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Tingkat Agresivitas
Anak. Available from:
American Psychiatric Association., 2000. Pervasive developmental disorders. In Diagnostic and statistical manual of mental disorders (Fourth edition---text revision (DSM-IV-TR). Washington, DC: American Psychiatric Association, 69-70.
Anggraini, E., 2007. Pengaruh Pola Asuh Orangtua terhadap Anak Autisme di Sekolah Luar Biasa Bina Anggita Yogyakarta.
Arikunto, S., 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Aswin, S., 2001. Metodologi Penelitian Kedokteran. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UGM.
Budiman, M., 2001. Penanganan Dini bagi Anak Autis. Intisari.
Bradley, et al., 2003. The child care HOME Inventories: Assessing the quality of family child care homes. Early Childhood Research Quarterly. 18; 294-309.
CDC. 2013. Prevalence of Autism Spectrum Disorders-Autism and Developmental Disabilities Monitoring Network, 14 Sites, United States.
MMWR;61 (No. SS-03). Available from:
23 April 2013].
(52)
Davidson, J., 2008. Autistic culture online: virtual communication and cultural expression on the spectrum. Available from:
Ginanjar, S.A., 2005. Penanganan Perilaku dan Kurikulum bagi Anak Autis. Jakarta: Yayasan Mandiga.
Godam., 2008. Jenis/Macam Tipe Pola Asuh Orang Tua pada Anak&Cara Mendidik Mengasuh Anak yang Baik. Available from:
Handojo, Y., 2003. Autisme : Petunjuk Praktis & Pedoman Materi Untuk Mengajar Anak Normal, Autis & Perilaku Lain. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.
Herbert, J.D., 2002. Separating Fact from Fiction in the Etiology and Treatment of
Autism. Available from:
[Accesed 25 April 2013].
Hurlock, E., 2008. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Huzaemah., 2010. Kenali Autisme Sejak Dini. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Jepson, B.M.D., 2003. Understanding Autism: The Physiological Basis and
Biomedical Intervention Options of Autism Spectrum Disorders, Children’s Biomedical Center of Utah. Available from:
Kail, R. V. dan cavanaugh, J. C. The growing child 2th edition. New York : Harper Collons Publisher.
Kaplan and Sadock., 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. 2nd Ed. Jakarta: EGC. Kasran, S., 2003. Autisme: Konsep yang sedang berkembang. Vol.22. Jakarta:
(53)
Masra, F., 2002. Autisme: Gangguan Perkembangan Anak. Jakarta: FKM-UI.
Mayes, Lewis., 2012. The Cambridge Handbook of Environment in Human Development. Cambridge: Cambridge University Press.
Moore, A., 2010. Jenis Kelainan Pada Anak. Jogyakarta : Kalamboti. Muhammad, J, K, A., 2008. Special education for special children.
Mukhtar, Z., et al, 2011. Desain penelitian klinis dan Statistika Kedokteran. 1st ed. Medan: USU Press, 1-26.
Notoatmodjo, S., 2010. Metodelogi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th ed.). Boston: McGraw-Hill.
Petranto, I., 2006. Rasa Percaya Diri Anak Adalah Pantulan Pola Asuh Orangtuanya. Jakarta:Kawan Pustaka.
Sarwono, S., 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Press.
Sutadi, R., 2008. Penatalaksanaan Holistik Autisme. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Trottier, G., Srivastara, L., Walker, C.D., 1999. Etiology of Infantile Autism: a Review of Recent Advance in Genetic and Neurobiological Research. Journal of Psychiatry and Neuroscience. Available from:
[Accesed 24 April 2013].
Tsai., Ghaziuddin., 2001. Autistic Disorder. American Academy of Child and Adolescent Psychiatry. 2nd Edition. American Psychiatric Press.
(54)
Wahyuni, A., 2008. Statistika Kedokteran. Jakarta Timur: Bamboedoea Communication.
Veskariyanti, A.G., 2008. 12 Terapi Autis Paling Efektif & Hemat : untuk Autisme, Hiperaktif, dan Retardasi Mental. Yogyakarta : Percetakan Galangpress.
Widada, R.H., et al., 2010. Kamus Saku Bahasa Indonesia. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka.
Wong, D.L, dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, edisi 6. Jakarta: EGC. Yasilati, dkk. 2012. Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Perkembangan
Personal
Sosial, Motorik dan Bahasa Anak Prasekolah di Paud Al-Hidayah.
Yatim, F., 2007. Autisme : Suatu Gangguan Jiwa pada Anak-anak. Jakarta : Pustaka Populer Obor.
Yessi, N., 2008. Peran Ayah pada Perkembangan Sosio-Emosional Anak Autis. Semarang.
Yoder, K.E., 2004. Exploring Autism: the Search for a Genetic Etiology, Penn State College of Medicine. Available from:
April 2013].
Yusuf, S., 2009. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Suryabrata.
(55)
Riwayat Hidup Peneliti
Nama : Monika Ayuningrum
Tempat/Tgl Lahir : Cirebon/ 06 November 1991 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Prof. Picauly No. 18 Medan Orangtua : Marsono (ayah)
Rukini (ibu) Status : Belum menikah
Riwayat Pendidikan
1999 – 2004 : SD YKPP Bajubang- Jambi 2004 – 2007 : SMP Negeri 5 Cirebon 2007 – 2010 : SMA Negeri 6 Cirebon
(56)
Riwayat Pelatihan
Masa Orientasi Pengenalan (MOP) HMI Komisariat FK USU 2010
Workshop Hewan Coba, Scientific Class, & Seminar Update Kedokteran 2010 Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Mahasiswa Lokal BEM PEMA FK USU – ISMKI 2011
National Symposium & Workshop PEMA FK USU 2011 Upgrading dan Konterpen Pengurus PEMA FK USU 2012
Seminar KTI dan Update Kedokteran SCORE PEMA FK USU 2012 Upgrading dan Konterpen Pengurus PEMA FK USU 2013
Riwayat Organisasi
Anggota Biro Administrasi dan Kesektariatan HMI Komisariat FK USU 2010-2011 Anggota Biro Kreativitas HMI Komisariat FK USU 2011-2012
Sekertaris Biro Kreativitas HMI Komisariat FK USU 2012-2013 Bendahara Umum KAM AR-RAHMAH 2011-2012
Anggota Divisi PO3 SCORE PEMA FK USU 2011-2010 Sekertaris Divisi Jurnal SCORE PEMA FK USU 2012-2013
Anggota Departemen Infokom dan Eksternal PEMA FK USU 2011-2012 Kepala Departemen Infokom dan Eksternal PEMA FK USU 2012-2013
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN PERBEDAAN TINGKAT POLA ASUH ORANGTUA DARI ANAK AUTISME
BERDASARKAN USIA, PENDIDIKAN, DAN PEKERJAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama :
Alamat :
Nomor Telepon:
Dengan ini saya menyatakan tidak berkeberatan dan bersedia menjadi responden untuk diwawancara dan pengamatan pada anak saya pada penelitian yang akan dilakukan oleh Monika Ayuningrum dari Program Studi Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
Medan, 2013
Peneliti Responden
(62)
KUESIONER PENELITIAN
Identitas Anak dan Keluarga
Data Diri Anak Nama : Umur : Jenis Kelamin :
Data Diri Orang Tua Nama : Umur : Jenis Kelamin :
Alamat : Pekerjaan :
Pendidikan Terakhir : Tanggal Pengamatan :
A. Petunjuk Pengisian :
1. Lakukan wawancara dan pengamatan kepada orangtua bersama dengan anaknya.
2. Lakukan PENGAMATAN untuk nomer-nomer bertanda P. 3. Lakukan WAWANCARA untuk nomer-nomer bertanda W.
4. Isilah tanda (V) pada baris Ya atau baris Tidak (salah satu saja) untuk tiap nomer.
5. Bila yang ditanyakan JUMLAH, ISILAH dengan jumlah tersebut dalam baris JUMLAH.
(63)
I. TANGGAP RASA DAN KATA
P/W No. PERTANYAAN Ya Tdk Jml
P/W 1 Apakah ibu/bapak berbicara pada anaknya selama kunjungan peneliti? Bila Ya, berapa kali? Sejak usia berapa ibu/bapak mulai berbicara dengan anak:
………
P/W 2 Apakah ibu/bapak menanggapi ocehan anaknya dengan kata-kata selama kunjungan peneliti?
P 3 Apakah ibu/bapak menyebutkan nama barang atau orang kepada anaknya selama kunjungan peneliti? P 4 Apakah omongan ibu/bapak jelas dan dapat
peneliti pahami dengan baik?
P 5 Apakah ibu/bapak aktif dalam omong-omong selama kunjungan peneliti, dan tidak hanya menjawab pertanyaan peneliti dengan singkat? P 6 Apakah ibu/bapak berbicara secara bebas dan
terbuka kepada peneliti, tanpa malu-malu atau menutup-nutupi sesuatu?
P/W 7 Apakah ibu/bapak memperbolehkan anaknya main-main ditempat yang kurang bersih, seperti: di tanah, tempat berair, dll?
P 8 Apakah ibu/bapak memuji anaknya selama spontan selam kunjungan peneliti? Bila Ya, berapa kali?
(64)
P 9 Apakah ibu/bapak menunjukkan rasa sayang kepada anaknya lewat kata-kata, seperti: “Cantik, Sayang, Cah Bagus”?
P 10 Apakah Ibu/bapak membelai atau mencium anaknya selama kunjungan peneliti? Bila Ya, berapa kali?
P 11 Pujilah anak.
Perhatikan, apakah kemudian ibu/bapak menanggapi secara positif pujian peneliti, dengan mengatakan: “…benar, atau memang, dll”?
II. PENERIMAAN TERHADAP PERILAKU ANAK
P/W No. PERTANYAAN Ya Tdk Jml
P 12 Apakah ibu/bapak pernah berteriak kepada anaknya selama kunjungan peneliti?
P 13 Apakah ibu/bapak pernah menunjukkan kekecewaan kepada anaknya, baik dengan kata-kata maupun tingkah laku selam kunjungan peneliti?
P 14 Apakah ibu/bapak pernah memukul atau mencubit anaknya selam kunjungan peneliti?
P/W 15 Apakah ibu/bapak pernah menghukum anaknya dalam satu minggu terakhir? Bila pernah, berapa kali?
(65)
dengan kata maupun dengan isyarat selama kunjungan peneliti?
P 17 Apakah ibu/bapak melarang anak bermain sesuka hatinya, baik dengan kata-kata maupun tindakan, selama kunjungan peneliti? Bila Ya, berapa kali? P 18 Apakah peneliti melihat adanya buku/majalah di
rumah keluarga yang peneliti kunjungi? Bila peneliti melihatnya, berapa buah?
P 19 Apakah keluarga yang anda kunjungi mempunyai binatang piaraan yang dapat diajak bermain-main oleh anak, seperti kucing, anjing, dll?
III. PENGORGANISASIAN LINGKUNGAN ANAK
P/W No. PERTANYAAN Ya Tdk Jml
P 20 Apabila ibu/bapak pergi meninggalkan anak, apakah anaknya diasuh oleh orang yang sama-sama terus? Bila ya, pengasuh pengganti tersebut adalah: ………. P 21 Dalam satu minggu terakhir apakah ibu/bapak
pernah mengajak anaknya ke pasar atau warung atau toko untuk berbelanja?
P 22 Apakah anak pernah diajak pergi meninggalkan rumah? Bila pernah, dalam satu minggu terakhir, berapa kali diajak pergi?
(66)
atau mantra untuk diperiksa atau diobatkan? Bila pernah, dalam 3 bulan terakhir, berapa kali? P 24 Apakah peneliti melihat adanya tempat khusus
untuk menyimpan alat-alat mainan anak atau barang milik anak yang lain? Bila pebneliti
melihat, tempat itu ialah: ……….
P 25 Apakah selama kunjungan peneliti melihat bahwa tempat bermain-main anaknya berbahaya? Bila berbahaya, sebutkan: ……….
IV. PENYEDIAAN MAINAN UNTUK ANAK
P/W No. PERTANYAAN Ya Tdk Jml
P 26 Apakah peneliti melihat adanya mainan atau alat untuk latihan gerakan anak, seperti: bola, kaleng, balok, dll?
P 27 Apakah peneliti melihat adanya mainan atau alat yang bisa didorong-dorong atau ditarik-tarik oleh anak, seperti: mobil-mobilan, kereta-keretaan, meja kursi didorong anak, dll?
P 28 Apakah peneliti melihat mainan atau alat untuk belajar berjalan bagi anak, seperti: geritan, kursi beroda, sepeda roda tiga, dll?
(67)
P 29 Apakah selama kunjungan peneliti, ibu/bapak menyediakan mainan untuk anaknya dan mempersilahkan anaknya bermain-main sendiri? P 30 Apakah ibu/bapak menyediakan mainan yang
tepat, seperti: boneka, pasar-pasaran, rumah-rumahan, dll?
P 31 Apakah ibu/bapak menyediakan alat belajar sesuai usia anak seperti: mobil-mobilan, meja kursi, pensil mainan, dll?
P 32 Apakah ibu/bapak menyediakan mainan koordinasi mata tangan sederhana (2 bagian mainan dapat disatukan), seperti: kotak dan tutupnya, dll?
P 33 Apakah ibu/bapak menyediakan mainan koordinasi mata tangan yang lebih komplek (3 bagian mainan yang dapat disatukan)?
P 34 Apakah ibu/bapak menyediakan alat mainan belajar menggambar atau menulis atau musik mainan?
(68)
V. KETERLIBATAN ORANG TUA TERHADAP ANAK P/
W No
. PERTANYAAN Ya Tdk Jml
W 35 Apakah ibu/bapak sering mengawasi si anak secara langsung atau sambil bekerja?
W 36 Apakah ibu/bapak sering berbicara kepada anaknya selama mengerjakan sesuatu pekerjaan? P/W 37 Apakah ibu/bapak selalu memperhatikan dan
merangsang perkembangan anak? Bila Ya, contoh:
……… P/W 38 Apakah ibu/bapak menyediakan waktu untuk
berinteraksi dengan anak, bila Ya, berapa jam dalam sehari, contoh interaksi:
……… W 39 Apakah ibu/bapak mengatur, kapan anak boleh
bermain, dan kapan tidak boleh bermain?
P/W 40 Apakah ibu/bapak menyediakan mainan baru untuk menantang keterampilan baru anak dibanding dengan mainan yang telah ada?
(69)
VI. KESEMPATAN VARIASI ASUHAN ANAK
P/W No. PERTANYAAN Ya Tdk Jml
W 41 Apakah anggota keluarga yang lain selalu ikut mengasuh anak setiap hari?
W 42 Pernahkah ibu/bapak mendongeng kepada anaknya? Bila pernah, dalam satu minggu berapa kali?
W 43 Pernahkah anak diajak untuk makan bersama-sama dengan anggota keluarga yang telah dewasa? Bila pernah, berapa kali sehari?
W 44 Dalam satu bulan terakhir, pernahkah keluarga ini dikunjungi (sampai menginap) orang lain? Atau, pernahkah keluarga ini mengunjungi saudaranya (dan menginap) dalam satu bulan terakhir?
W 45 Apakah anak mempunyai buku miliknya sendiri? Bila mempunyai, berapa buahkah?
(70)
1 2 3 4 5 6
KESIMPULAN
SKALA SKOR BAWAH TENGAH ATAS
I. Tanggap rasa dan kata 0 – 6 7 – 9 10 – 11 II. Penerimaan terhadap perilaku
anak
0 – 4 5 – 6 7 – 8
III.Pengorganisasian lingkungan 0 – 3 4 – 5 6 IV.Penyediaan mainan 0 – 4 5 – 7 8 – 9 V. Keterlibatan orang tua
terhadap anak
0 – 2 3 – 4 5 – 6
VI.Kesempatan variasi asuhan 0 – 1 2 – 3 4 – 5 VII. JUMLAH SKOR 0 – 25 26 – 36 37 - 45
(71)
NO NAMA UMUR JK
STATUS PEKERJAAN
STATUS
PEND. S1 S2 S3 S4 S5 S6 SKOR
1 MDN 01 57 2 1 2 11 8 6 9 6 5 45
2 MDN 02 48 2 1 3 11 6 5 6 6 4 38
3 MDN 03 51 1 1 3 9 6 2 4 6 4 31
4 MDN 04 40 1 1 3 11 4 5 4 4 2 30
5 MDN 05 42 1 1 3 10 4 4 5 4 2 29
6 MDN 06 33 2 1 3 10 4 3 4 3 2 26
7 MDN 07 45 1 1 3 10 5 4 4 1 3 27
8 MDN 08 35 1 1 2 4 2 2 4 3 3 18
9 MDN 09 43 1 1 3 10 4 6 4 4 2 30
10 MDN 10 68 1 2 2 11 8 6 9 6 5 45
11 MDN 11 40 2 1 2 7 3 4 3 3 4 24
12 MDN 12 40 1 1 3 6 3 4 2 2 3 20
13 MDN 13 47 1 1 3 10 5 3 4 6 5 33
14 MDN 14 35 2 1 3 11 7 4 4 5 4 35
15 MDN 15 53 1 1 3 7 3 2 2 4 2 20
16 MDN 16 47 1 1 3 9 4 3 4 3 1 24
17 MDN 17 42 1 1 3 8 5 4 5 4 3 29
18 MDN 18 41 2 1 3 10 6 4 5 6 4 35
19 MDN 19 44 2 1 2 9 6 3 2 3 3 26
20 MDN 20 38 2 1 3 9 4 3 6 5 3 30
21 MDN 21 47 1 1 3 11 5 5 4 5 3 33
22 MDN 22 36 2 1 3 9 5 3 2 6 4 29
23 MDN 23 31 2 1 3 11 7 5 7 6 4 40
24 MDN 24 42 2 1 3 8 3 2 2 4 2 21
25 MDN 25 38 2 1 2 8 5 4 4 5 4 30
(72)
FREQUENCIES VARIABLES=JK job P KPA KU3 /BARCHART FREQ
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
Statistics
JenisKelamin Perkerjaan Pendidikan
KategoriPolaA
suh Kategoriusia
N Valid 25 25 25 25 25
Missing 0 0 0 0 0
Frequency Table
JenisKelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Laki-laki 13 52.0 52.0 52.0
Perempuan 12 48.0 48.0 100.0
Total 25 100.0 100.0
Perkerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TidakBerkerja 1 4.0 4.0 4.0
Berkerja 24 96.0 96.0 100.0
(1)
NO
NAMA
UMUR
JK
STATUS
PEKERJAAN
STATUS
PEND.
S1
S2
S3
S4
S5
S6
SKOR
1
MDN 01
57
2
1
2
11
8
6
9
6
5
45
2
MDN 02
48
2
1
3
11
6
5
6
6
4
38
3
MDN 03
51
1
1
3
9
6
2
4
6
4
31
4
MDN 04
40
1
1
3
11
4
5
4
4
2
30
5
MDN 05
42
1
1
3
10
4
4
5
4
2
29
6
MDN 06
33
2
1
3
10
4
3
4
3
2
26
7
MDN 07
45
1
1
3
10
5
4
4
1
3
27
8
MDN 08
35
1
1
2
4
2
2
4
3
3
18
9
MDN 09
43
1
1
3
10
4
6
4
4
2
30
10
MDN 10
68
1
2
2
11
8
6
9
6
5
45
11
MDN 11
40
2
1
2
7
3
4
3
3
4
24
12
MDN 12
40
1
1
3
6
3
4
2
2
3
20
13
MDN 13
47
1
1
3
10
5
3
4
6
5
33
14
MDN 14
35
2
1
3
11
7
4
4
5
4
35
15
MDN 15
53
1
1
3
7
3
2
2
4
2
20
16
MDN 16
47
1
1
3
9
4
3
4
3
1
24
17
MDN 17
42
1
1
3
8
5
4
5
4
3
29
18
MDN 18
41
2
1
3
10
6
4
5
6
4
35
19
MDN 19
44
2
1
2
9
6
3
2
3
3
26
20
MDN 20
38
2
1
3
9
4
3
6
5
3
30
21
MDN 21
47
1
1
3
11
5
5
4
5
3
33
22
MDN 22
36
2
1
3
9
5
3
2
6
4
29
23
MDN 23
31
2
1
3
11
7
5
7
6
4
40
24
MDN 24
42
2
1
3
8
3
2
2
4
2
21
25
MDN 25
38
2
1
2
8
5
4
4
5
4
30
(2)
FREQUENCIES VARIABLES=JK job P KPA KU3 /BARCHART FREQ
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
Statistics
JenisKelamin Perkerjaan Pendidikan
KategoriPolaA
suh Kategoriusia
N Valid 25 25 25 25 25
Missing 0 0 0 0 0
Frequency Table
JenisKelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Laki-laki 13 52.0 52.0 52.0
Perempuan 12 48.0 48.0 100.0
Total 25 100.0 100.0
Perkerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TidakBerkerja 1 4.0 4.0 4.0
Berkerja 24 96.0 96.0 100.0
(3)
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid SekolahMenengahPertama 6 24.0 24.0 24.0
SekolahMenengahAtasdan PerguruanTinggi
19 76.0 76.0 100.0
Total 25 100.0 100.0
KategoriPolaAsuh
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 8 32.0 32.0 32.0
2 13 52.0 52.0 84.0
3 4 16.0 16.0 100.0
Total 25 100.0 100.0
Kategoriusia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 10 40.0 40.0 40.0
2 14 56.0 56.0 96.0
3 1 4.0 4.0 100.0
(4)
CROSSTABS
/TABLES=KPA BY JK job P KU3 /FORMAT=AVALUE TABLES
/CELLS=COUNT
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
Case Processing Summary Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
KategoriPolaAsuh * JenisKelamin
25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
KategoriPolaAsuh * Perkerjaan
25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
KategoriPolaAsuh * Pendidikan
25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
KategoriPolaAsuh * Kategoriusia
25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
KategoriPolaAsuh * JenisKelaminCrosstabulation Count
JenisKelamin
Total
Laki-laki Perempuan
KategoriPolaAsuh 1 4 4 8
2 8 5 13
(5)
KategoriPolaAsuh * PerkerjaanCrosstabulation Count
Perkerjaan
Total
TidakBerkerja Berkerja
KategoriPolaAsuh 1 0 8 8
2 0 13 13
3 1 3 4
Total 1 24 25
KategoriPolaAsuh * PendidikanCrosstabulation Count
Pendidikan
Total SekolahMenengah
Pertama
SekolahMenengahAtas danPerguruanTinggi
KategoriPolaAsuh 1 3 5 8
2 1 12 13
3 2 2 4
Total 6 19 25
KategoriPolaAsuh * KategoriusiaCrosstabulation Count
Kategoriusia
Total
1 2 3
KategoriPolaAsuh 1 4 4 0 8
2 5 8 0 13
3 1 2 1 4
(6)
CORRELATIONS
/VARIABLES=usia JK job P PA /PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE.
Correlations
Correlations
Usia JenisKelamin Perkerjaan Pendidikan PolaAsuh
Usia Pearson
Correlation
1 -.373 -.637** -.261 .401*
Sig. (2-tailed) .066 .001 .207 .047
N 25 25 25 25 25
JenisKelamin Pearson Correlation
-.373 1 .196 -.210 .228
Sig. (2-tailed) .066 .347 .314 .272
N 25 25 25 25 25
Perkerjaan Pearson Correlation
-.637** .196 1 .363 -.440*
Sig. (2-tailed) .001 .347 .074 .028
N 25 25 25 25 25
Pendidikan Pearson Correlation
-.261 -.210 .363 1 -.114
Sig. (2-tailed) .207 .314 .074 .589
N 25 25 25 25 25
PolaAsuh Pearson
Correlation
.401* .228 -.440* -.114 1
Sig. (2-tailed) .047 .272 .028 .589