dimana semakin menigkatnya permintaan akan kayu dengan efisiensi pengusahaan hutan yang aman lingkungan. Dari uraian diatas maka perlu
dilakukan penelitian tentang penggunaan kompos TKS sebagai media tumbuh dengan
penambahan mikoriza
terhadap pertumbuhan
bibit mindi
Melia azedarach L..
Tujuan
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian kompos TKS sebagai campuran media tumbuh dan pemberian mikoriza terhadap
pertumbuhan bibit mindi M. azedarach L..
Hipotesis
Hipotesis penelitian antara lain :
1. Pemberian Kompos TKS dapat meningkatkan pertumbuhan bibit mindi 2. Pemberian mikoriza dapat meningkatakan pertumbuhan bibit mindi
3. Interaksi antara pemberian kompos TKS dan mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan bibit mindi
Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai pengaruh kompos TKS sebagai campuran media tumbuh dan
pemberian mikoriza untuk pertumbuhan bibit mindi M. azedarach L. bagi dunia pendidikan, masyarakat umum dan lembaga yang terkait.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Mindi Melia azedarach L.
Pohon mindi atau geringging Melia azedarach L. merupakan jenis pohon cepat tumbuh yang selalu hijau di daerah tropis, menggugurkan daun selama
musim dingin, menyukai cahaya, subur dibawah titik beku, agak tahan kekeringan dan toleran terhadap tanah salin. Pohon mindi termasuk jenis yang cepat tumbuh,
dengan batang lurus, bertajuk ringan menyerupai payung, berakar tunggang dalam, berakar cabang banyak dan memiliki percabangan melebar. Tinggi pohon
mindi bisa mencapai 45 m, dengan tinggi bebas cabang 8 - 20 m dan diameter sampai 60 cm. Kayu mindi tergolong kelas kuat III-II yang dapat mengering tanpa
cacat, setara dengan mahoni, sungkai, meranti merah dan merupakan kelas awet IVV. Tanaman mindi merupakan tanaman serbaguna karena dapat digunakan
seluruh bagian tanaman mulai dari akar, batang yang berkayu, kulit batang, daun, buah dan bijinya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Beberapa contoh
pemanfaatan kayu mindi yaitu sebagai mebel, kayu lapis, vinir dan lain-lain Irwanto, 2007.
Kandungan bahan aktif mindi sama dengan mamba Azadirachta indica yaitu azadirachtin, selanin dan meliantriol. Ekstrak daun mindi dapat digunakan
pula sebagai bahan untuk mengendalikan hama termasuk belalang. Kulit mindi dipakai sebagai penghasil obat untuk mengeluarkan cacing usus. Kulit daun dan
akar mindi telah digunakan sebagai obat rematik, demam, bengkak dan radang. Suatu glycopeptide yang disebut meliacin diisolasi dari daun dan akar mindi
berperan dalam menghambat perkembangan beberapa DNA dan RNA dari
Universitas Sumatera Utara
beberapa virus misalnya virus polio. Mindi M. azedarach L. termasuk kedalam famili Meliaceae dengan nama dagang mindi. Mindi juga memiliki nama daerah
antara lain geringging, mementin, mindi jawa, rencik batak, mindi kecil melayu, jempinis NTB, belile, bere, embora, kemel, lemoa, menga, mera
NTT Irwanto, 2007.
Penyebaran dan Tempat tumbuh
Mindi menyebar alami mulai dari india dan burma, dan banyak ditanam didaerah tropis dan subtropis. Di Indonesia mindi banyak ditanam di Sumatera,
Jawa, Nusa Tenggara dan Irian Jaya. Tanaman mindi tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi, dengan ketinggian 0-1200 meter diatas permukaan
laut mdpl, dengan curah hujan rata-rata pertahun 600-200 mm. Mindi tumbuh subur pada daerah yang berdrainase baik, tanah yang dalam, tanah liat berpasir,
toleran terhadap tanah dangkal, salin dan bersifat basa Irwanto, 2007. Tanaman mindi di lapangan biasanya juga dilakukan pemeliharaan berupa
pemupukan. Seperti penyiangan gulma yang dilakukan beberapa kali pada tahun pertama dan kedua. Penjarangan dilakukan setelah tanaman berumur 3 tahun
dengan meninggalkan 400 batang per hektar, kemudian pada umur 6 tahun penjarangan tanaman dilakukan lagi sampai jumlah pohon tiap hektar menjadi 200
batang. Hama yang biasanya menyerang pohon mindi adalah penggerek pucuk Hypsipyla robusta M. dan batangnya kadang-kadang diserang kumbang
ambrosia Xleborus ferrugineus yang mengakibatkan kualitas kayunya menurun. Pengendalian hama penggerek pucuk dapat dilakukan dengan tindakan silvikultur,
Universitas Sumatera Utara
antara lain menggunakan bibit tanaman yang tahan serangan hama, dapat pula dengan membuat hutan tanaman campuran Irwanto, 2007.
Peranan Media Tumbuh
Tanah sebagai media pertumbuhan dan perkembangan tanaman, tidak seutuhnya menunjang keberhasilan usaha penanaman itu sendiri, hal ini
disebabkan karena tanah juga memberikan pengaruh yang variatif bagi kelangsungan pertumbuhan tanaman. Pengaruh tersebut antara lain berhubungan
dengan faktor temperatur, kelembaban tanah, permeabilitas, tersedianya unsur hara, keberlangsungan hidup jasad renik dan banyak sifat tanah lainnya.
Ketersediaan unsur hara tanah dapat dilihat dari kandungan bahan mineral dan bahan organik yang dikandungnya. Sumber utama bahan organik tanah adalah
jaringan tanaman, baik yang berupa serasah ataupun sisa-sisa tanaman. Tanah yang baik kandungan bahan organiknya, maka baik pula untuk perakaran tanaman
menyerap air, udara dan hara Sutedjo dan Kartasapoetra, 1994. Perkembangan suatu tanaman berhubungan erat dengan kesuburan tanah.
Semakin subur tanah, maka perkembangan akar juga semakin baik. Dengan pemberian bahan organik maka cenderung akan mendorong perkembangan
perakaran yang dangkal dan sering disertai dengan berkurangnya kedalaman akar Daniel dkk., 1994.
Pembibitan atau persemaian merupakan suatu tempat yang digunakan untuk menyemaikan benih dari suatu jenis tanaman dengan perlakuan tertentu dan
sistem periode waktu yang ditetapkan. Beberapa media yang dapat digunakan sebagai media pembibitan antara lain topsoil, gambut atau topsoil dengan kompos.
Universitas Sumatera Utara
Tanah yang digunakan sebagai media pembibitan haruslah yang memiliki kesuburan yang memadai. Salah satu hal yang penting untuk menyeleksi madia
bibit yaitu sifat fisik medianya. Media yang baik umumnya memiliki struktur yang remah, daya serap dan daya simpan air dan kapasitas udara yang baik
Khaerudin, 1999.
Tandan Kosong Sawit TKS Sebagai Limbah yang Bermanfaat
Limbah kelapa sawit adalah sisa hasil tanaman kelapa sawit yang tidak termasuk produk utama atau merupakan hasil ikutan dari proses pengolahan
kelapa sawit. Berdasarkan tempat pembentukanya, limbah kelapa sawit dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu limbah perkebunan kelapa sawit dan limbah
industri kelapa sawit. Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat pengelolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga
jenis yaitu limbah padat, limbah cair dan limbah gas. Limbah padat merupakan salah satu hasil industri kelapa sawit dari tandan kosong kelapa sawit. Limbah
padat memiliki ciri khas pada komposisinya. Komponen terbesar dalam limbah padat tersebut adalah selulosa, disamping komponen lain meskipun lebih kecil
seperti abu, hemiselulosa dan lignin Fauzi, et al., 2004. Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk
organik yang memilki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23 dari jumlah pemanfaatan
limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan memeberikan dampak lain bagi sisi ekonomi. Bagi perkebuanan kelapa sawit
Universitas Sumatera Utara
dapat menghemat penggunaan pupuk sintesis sampai dengan 50 Darmoko dan Sutarta, 2006.
Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Pada
prinsipnya pengomposan tandan kosong kelapa sawit untuk menurunkan nisbah CN yang terkandung dalam tandan agar, mendekati nisbah CN tanah. Nisbah
CN yang mendekati nisbah CN tanah akan mudah diserap oleh tanaman. Tandan kelapa sawit yang diubah menjadi kompos, tidak hanya mengandung nutrien,
tetapi juga mengandung bahan organik lain yang berguna bagi perbaikan struktur organik pada lapisan tanah, terutama pada kondisi tanah tropis. Kompos
merupakan sumber posfor, kalsium, magnesium dan karbon Fauzi, et al., 2004. Proses pengomposan tandan kosong kelapa sawit tidak menggunakan
bahan cairan asam dan bahan kimia lain. Sehingga tidak terdapat pencemaran atau polusi. Proses pengomposannya pun tidak menghasilkan limbah. Untuk membuat
kompos, tandan kosong sawit di cacah terlebih dahulu dengan mesin pencacah kemudian bahan yang telah di cacah ditumpuk memanjang dengan ukuran lebar
2,5 m dan tinggi 1 m. Selama proses pengomposan tumpukan tersebut disiram dengan limbah cair yang berasal dari pabrik kelapa sawit. Tumpukan dibiarkan
diatas semen dan dibiarkan di lantai terbuka selama 6 minggu. Kompos dibolak- balik dengan mesin pembalik. Setelah itu kompos siap untuk dimanfaatkan.
Kompos TKS dapat diaplikasikan untuk berbagai tanaman sebagai pupuk organik, baik secara tunggal maupun dikombinasikan dengan pupuk kimia. Penelitian
penggunaan kompos TKS pada tanaman cabe telah dilakukan di Kabupaten Tanah Karo pada tahun 2002. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan kompos TKS
Universitas Sumatera Utara
dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi cabe, yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk organik kontrol maupun aplikasi
pupuk kandang. Penggunaan 0,25 dan 0,50 kg kompos TKS dapat meningkatkan hasil cabe berturut-turut hingga 24 dan 45 terhadap perlakuan kontrol,
sedangkan penggunaan pupuk kandang hanya dapat meningkatkan hasil sebesar 7 terhadap kontrol PPKS, 2008.
Selain tanaman cabe, juga dilakukan penelitian menggunakan tanaman jeruk. Hasil pengamatan terhadap penggunaan kompos TKS pada produksi
tanaman jeruk selama dua kali panen menunjukkan bahwa penggunaan kompos berpengaruh terhadap peningkatan produksi jeruk. Penggunaan kompos TKS
hingga 30 kg dapat meningkatkan produk jeruk sebesar 49-74 dibanding kontrol tanpa kompos. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa jeruk dengan
penggunaan kompos mempunyai kulit buah yang lebih mengkilap dibandingkan jeruk yang tidak diberi kompos. Hal ini diduga erat kaitannya dengan cukupnya
hara kalium yang diserap tanaman, yang berasal dari kompos TKS PPKS, 2008 Kompos TKS juga dapat dimanfaat baik tanaman hortikultura. Sebagai
contoh, penelitian mengenai pemanfaatan kompos TKS sebagai media tanpa tanah
dan pemupukan pada tanaman pot Spathiphyllum. Dimana kombinasi kompos
TKS dan pupuk kandang digunakan sebagai petak utama dan frekuensi pemupukan sebagai anak petak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi
media berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati kecuali untuk pori terisi udara dan kadar N daun, sedang frekuensi pemupukan tidak
berpengaruh nyata terhadap semua paramater yang diamati kecuali terhadap tinggi tanaman mulai umur dua bulan dan kadar K pada tanaman umur enam bulan.
Universitas Sumatera Utara
Kombinasi 50 kompos TKS dan 50 pupuk kandang adalah media yang baik
untuk tanaman Spathiphyllum PPKS, 2008.
Cendawan Mikoriza Arbuskula CMA
Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jamur dan akar tanaman. Hampir pada semua jenis tanaman terdapat bentuk simbiosis ini.
Umumya mikoriza dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu endomikoriza pada jenis tanaman pertanian, ektomikoriza pada jenis tanaman kehutanan, dan
ektendomikoriza. Penelitian mengenai mikoriza telah mulai banyak dilakukan, bahkan usaha untuk memproduksinya telah mulai banyak dirintis. Hal ini
disebabkan oleh peranannya yang cukup membantu dalam meningkatkan kualitas tanaman. Dalam bidang kehutanan sendiri aplikasi pemanfaatan mikoriza masih
belum mendapat perhatian utama, kecuali terbatas pada kegiatan-kegiatan penelitian saja Anonim, 2008.
Mikoriza pertama kali dikenal dan dinamai sebagai kombinasi simbiose jamur dengan akar pohon menurut salah satu ahli botani. Jamur ini mampu
menyerap nitrogen organik dari tanah dan mampu meneruskannya ke tumbuhan inangnya, dengan anggapan bahwa hifa jamur menjadi rambut akar yang dapat
menyerap seluruh hara tanah. Asosiasi jamur ini dengan tumbuhan inangnya mampu meningkatkan pertumbuhan dan kualitas vigor tanaman sendiri. Karena
hifa jamur yang meluas dalam tanah menyerap ion-ion yang terbebas oleh mineral tanah atau oleh organisme lain dan mentranslokasinya melalui miselia jamur ke
perakaran tanaman. Karena itu kenaikan penyerapan hara pohon dengan asosiasi mikoriza sebagian disebabkan oleh perluasan besar sistem penyerapan hara yang
Universitas Sumatera Utara
diberikan miselia jamur. Asosiasi mikoriza dengan akar tumbuhan tumbhan adalah sangat umum terjadi keberadaannya bisa menjadi prasyarat untuk
pertumbuhan normal banyak pohon-pohon hutan Daniel dkk., 1994. CMA merupakan salah satu tipe cendawan yang mampu membentuk
mikoriza. Pemanfaatan CMA ini menurut beberapa penelitian mampu meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara tanaman, serta mampu
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan serangan patogen sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman. CMA sangat membantu
pertumbuhan, meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman khususnya di lahan marginal yang kurang subur atau lahan bekas tambangindustri
Delvian, 2006. Menurut beberapa penelitian kelebihan yang didapatkan dalam
pemanfaatan CMA adalah meningkatkan penyerapan unsur hara makro fosfat dan beberapa unsur hara mikro Cu, Zn dan Bo, dapat memanen air karena
menjangkau pori-pori mikro tanah yang tidak terjangkau oleh rambut-rambut akar, menigkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan patogen akar,
dapat digunakan pada lahan tercemar dan salin dan mampu mengeluarkan zat pengatur tumbuh hormon yang mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman.
Cendawan ini mampu berkembang pada berbagai jenis tanah. Eksplorasi cendawan ini biasa dilakukan pada ekosistem yang alami ataupun yang telah
terganggu. Cendawan ini mampu membentuk simbiosis dengan sebagian besar 97 famili tanaman darat. Menurut beberapa penelitian, pemanfaatan cendawan
mikoriza arbuskula pada beberapa tanaman komersil seperti jati terbukti mampu meningktakan pertumbuhan dan produktivitas tanaman 6 kali lipat bila dibanding
Universitas Sumatera Utara
kontrol yang dilihat dari parameter tinggi, diameter dan bobot kering total Husna dkk., 2007.
Untuk jenis sengon yang diinokulasi CMA, berdasarkan hasil penelitiannya mampu meningkatkan kadar N jaringan dan kadar P jaringan
sebesar 1,25 dan 0,3. Inokulasi CMA menigkatkan kadar P dan N karena hifa eksternal mikoriza yang membantu melarutkan bentuk-bentuk N dan P yang tidak
tersedia di tanah dan melindungi tudung akar dari logam pencemar Nusantara, 2002.
Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula pada beberapa tanaman komersial telah menunjukkan hasil yang cukup baik. Inokulasi CMA pada apel
meningkatkan kandungan P pada daun dari 0,04 menjadi 0,19. Penggunaan cendawan mikroza pada tanaman kopi, meningkatkan bobot kering tanaman serta
jumlah daun. Selain itu, pada tanah dengan ketersediaan hara rendah, inokulasi CMA meningkatkan pertumbuhan tanaman kakao. Pada tanaman pisang,
inokulasi CMA juga mampu meningkatkan pertambahan tinggi tanaman serta kandungan hara N, P, K, dan Ca pada daun. Kemampuan satu jenis CMA dapat
berasosiasi dengan beberapa tanaman komersial cukup luas, akan tetapi kesesuaiannya dalam bersimbiose dengan tanaman sangat dipengaruhi oleh
berbagai kondisi
tanah, jenis
mikroza dan
jenis tanaman
Anwarudin dkk., 2007.
Universitas Sumatera Utara
Kombinasi Pupuk Organik Dan Cendawan Mikoriza Arbuskula CMA
Media tanam merupakan komponen utama dalam bercocok tanam. Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang ingin
ditanam. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembapan daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara dan dapat menahan ketersediaan unsur
hara. Media tanam yang termasuk dalam kategori bahan organik umumnya berasal dari komponen organisme hidup. Penggunaan bahan organik sebagai media tanam
memiliki beberapa keunggulan, dikarenakan bahan organik sudah mampu menyediakan unsur hara bagi tanaman dan dapat merangsang aktivitas enzim
tanah dan mikroba serta bahan organik juga memiliki pori-pori makro dan mikro yang hampir seimbang sehingga sirkulasi udara yang dihasilkan cukup baik serta
memiliki daya serap air yang tinggi. Kompos merupakan media tanam organik yang bahan dasarnya berasal dari proses fermentasi tanaman atau limbah organik.
Kelebihan dari penggunaan kompos sebagai media tanam adalah sifatnya yang mampu mengembalikan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat-sifat tanah, baik
fisik, kimiawi, maupun biologis. Selain itu, kompos juga menjadi fasilitator dalam penyerapan unsur nitrogen N yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Kandungan
bahan organik yang tinggi dalam kompos sangat penting untuk memperbaiki kondisi tanah. Pupuk organik biasanya mengandung cukup lengkap unsur hara
yang dibutuhkan tanaman, baik hara makro maupun mikro. Hanya saja pupuk ini lambat diserap oleh tanaman Hidayat Dan Darwin, 2008.
Cendawan mikoriza arbuskula CMA. merupakan suatu bentuk asosiasi cendawan dengan akar tanaman tingkat tinggi. Kemampuan asosiasi tanaman
dengan CMA memungkinkan tanaman memperoleh hara dan air yang cukup pada
Universitas Sumatera Utara
kondisi lingkungan yang miskin unsur hara dan kering, perlindungan terhadap patogen tanah maupun unsur beracun dan secara tidak langsung melalui perbaikan
struktur tanah. Hal ini dimungkinkan karena CMA mempunyai kemampuan menyerap hara dan air lebih tinggi dibanding akar tanaman. Keunggulan
kemampuan CMA dalam pengambilan hara, terutama hara yang bersifat tidak mobil seperti P, Zn, dan Cu. Ini disebabkan CMA memiliki struktur hifa yang
mampu menjelajah daerah di antara partikel tanah, melampaui jarak yang dapat dicapai akar rambut akar, kecepatan translokasi hara enam kali kecepatan
rambut akar dan nilai ambang batas konsentrasi hara yang dapat diserap CMA lebih rendah setengah ambang batas konsentrasi hara yang dapat diserap akar.
CMA secara tidak langsung juga dapat meningkatkan ketersediaan P tanah melalui produksi enzim fosfatase oleh akar tanaman. CMA juga berperan dalam
membantu pemenuhan kebutuhan air pada saat kekeringan karena bertambahnya
luas permukaan penyerapan air oleh hifa eksternal Novriani dan Madjid, 2009. Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang
penting disamping bahan anorganik, air dan udara. Jumlah spora CMA tampaknya berhubungan erat dengan kandungan bahan organik di dalam tanah. Jumlah
maksimum spora ditemukan pada tanah yang mengandung bahan organik 1-2 persen sedangkan pada tanah dengan bahan orgaanik kurang dari 0,5 persen
kandungan sporanya sangat rendah. Residu akar mempengaruhi ekologi cendawan CMA, karena serasah akar yang terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting
untuk mempertahankan generasi CMA dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah tersebut mngandung hifa, vesikel daan spora yang dapat menginfeksi
Universitas Sumatera Utara
CMA. Disamping itu juga berfungsi sebagai inokulan untuk generasi tanaman berikutnya Anas, 1997.
Bahan organik dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan CMA. Tanaman inang dapat tumbuh dengan baik jika keberadaan unsur hara pada
media tumbuhnya juga baik, sedangkan CMA bergantung pada hasil fotosintat tanaman inang, dimana fotosintat merupakan faktor eksternal yang
memepengaruhi penyebaran hifa dan infeksi akar. Tanaman inang akan memberikan karbon dari hasil fotosintat untuk pertumbuhan dan perkembangan
CMA, sedangkan CMA memberikan jasa pada tanaman dengan pengambilan, asimilasi dan translokasi nutrisi diluar zona rhizosfir ke perakaran tanaman.
Dari hasil penelitian tentang pemakaian pupuk organik dan mikoriza terhadap pertumbuhan sawit menunjukkan pertumbuhan tanaman tinggi,
diameter dan biomasa yang meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman. Menurut hasil penelitian, pertumbuhan tanaman bisa optimal karena
CMA membantu perakaran tanaman dalam memperluas area penyerapan unsur hara dan air sehingga terjadi peningkatan proses fotosintesis pada tanaman, karena
unsur hara yang diperlukan cukup tersedia sehingga memberikan pengaruh nyata pada parameter pertumbuhan tanaman. Selain itu CMA dapat meningkatkan daya
tahan akar terhadap serangan patogen, dan kekeringan Chalimah dkk., 2007.
Universitas Sumatera Utara
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di lahan bedengan Departemen Kehutanan dan Laboratorium Biologi Tanah Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan dari bulan Maret 2009 sampai Juni 2009.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian
adalah bibit
mindi M. azedarach L. yang berasal dari Pembibitan Tanjung Morawa, Kabupaten
Deli Serdang, kompos TKS tandan kosong sawit berasal dari Pusat Penelitian kelapa Sawit PPKS Medan, mikoriza diperoleh dari Institut Pertanian Bogor,
topsoil diambil dari daerah Simalingkar, polibag ukuran 2 kg sebanyak 72 kantung, kertas label, patok sampel dan air sebagai pelarut dan penyiram tanaman.
Bahan yang digunakan untuk pengamatan kolonisasi CMA adalah akar tanaman inang, larutan KOH 10, larutan HCL 2, Trypan Blue 0,05 dan Lacto
grycerol.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah penggaris dan jangka sorong untuk mengukur respon tumbuh, sekop untuk mengaduk bahan baku, gembor
untuk penyiraman, timbangan untuk mengukur kebutuhan bahan baku, sarung tangan untuk alat pelindung diri, kamera digital untuk mendokumentasikan
Universitas Sumatera Utara
kegiatan penelitian dan alat tulis. Alat yang digunakan untuk pengamatan kolonisasi CMA adalah gunting, mikroskop binokuler, tabung sampel, pinset,
kaca preparat beserta penutup preparat dan alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial yang terdiri dari 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor Pertama adalah faktor pemberian mikoriza
dengan 2 taraf perlakuan yaitu: M
= Tanpa Mikoriza M
1
= Pemberian Mikoriza 5 gtanaman Faktor Kedua adalah faktor komposisi media tanam topsoil dengan kompos TKS
dengan 4 taraf perlakuan sebagai berikut: A = Tanpa pemberian kompos TKS kontrol
B = 75 Kompos TKS + 25 Topsoil C = 50 Kompos TKS + 50 Topsoil
D = 25 Kompos TKS + 75 Topsoil
Sehingga diperoleh 8 kombinasi perlakuan sebagai berikut: M
A Tanpa mikoriza : kontrol M
B Tanpa mikoriza : 75 Kompos TKS + 25 Topsoil M
C Tanpa mikoriza : 50 Kompos TKS + 50 Topsoil M
D Tanpa mikoriza : 25 Kompos TKS + 75 Topsoil M
1
A mikoriza 5 gtanaman : kontrol M
1
B mikoriza 5 gtanaman : 75 Kompos TKS + 25Topsoil
Universitas Sumatera Utara
M
1
C mikoriza 5 gtanaman : 50 Kompos TKKS + 50 Topsoil M
1
D mikoriza 5 gtanaman : 25 Kompos TKKS + 75 Topsoil
Jumlah kombinasi perlakuan tersebut adalah 4 x 2 = 8 perlakuan
Jumlah tanaman per satu perlakuan = 3 tanaman
Jumlah ulangan = 3 unit
Jumlah tanaman keseluruhan = 72 tanaman
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam, berdasarkan model linier Rancangan Acak Lengkap Faktorial sebagai berikut:
Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + єijk
Keterangan :
i = 1, 2, 3, ... a jumlah taraf A = a j = 1, 2, 3, ... b jumlah taraf B = b
k = 1, 2, 3, ...n jumlah ulangan = n Y
ijk
= Variabel responhasil pengamatan karena pengaruh bersama faktor A taraf ke-I, faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k
μ
= Pengaruh rata-rata sebenarnyarata-rata umum
A
i
= Pengaruh dari faktor A taraf ke-i
B
j
= Pengaruh dari faktor A taraf ke-j
AB
ij
= Pengaruh interaksi antar faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j
ξ
ijk
= Pengaruh galaterror dari faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k
Universitas Sumatera Utara
Jika hasil pengamatan parameter berbeda nyata maka dilanjutkan analisis sidik ragam dengan menggunakan uji Duncan DMRT pada taraf 5
Gomez dan Gomez, 1995.
Pelaksanaan Penelitian Persiapan Lahan
Lahan bedengan di Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian yang akan digunakan untuk penelitian dibersihkan dari gulma dan sisa-sisa tanaman
atau kotoran yang mengganggu. Setelah itu dibuat plot-plot percobaan.
Penyediaan kompos TKS
Kompos TKS yang digunakan merupakan produk Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS Medan yang berasal dari pengolahan limbah industri sawit yaitu
tandan kosong kelapa sawit melalui proses pengomposan. Kompos terlebih dahulu dianalisis di Laboratorium Biologi Tanah Depatemen Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian. Analisis kompos di laboratorium meliputi CN, C-organik, pH, N-total, P-tersedia dan Kapasitas Tukar kation KTK.
Penyediaan Tanah topsoil
Tanah yang digunakan pada penelitian merupakan tanah bagian atas topsoil yang diambil dengan kedalaman 0-20 cm. Jenis tanah yang digunakan
adalah jenis tanah ultisol yang diambil dari daerah Simalingkar secara komposit. Tanah terlebih dahulu dikeringanginkan selama 1-3 hari, lalu diayak dengan
ayakan 10 mesh, kemudian dianalisis. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Depatemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Analisis tanah
dilaboratorium meliputi analisis pH, C-organik, dan P-tersedia.
Universitas Sumatera Utara
Penyediaan Bibit
Bibit mindi yang digunakan berasal dari pembibitan di Tanjung Morawa dengan kriteria bibit yang digunakan yaitu cabutan anakan mindi yang berumur
2-3 bulan, dengan tinggi sekitar ± 25-30 cm dan dengan jumlah daun 3-5 helai.
Pencampuran Media Tumbuh
Media tanam yang digunakan adalah kompos TKS dan topsoil dengan perbandingan yang telah ditetapkan lalu dilakukan pencampuran sesuai dengan
perbandingan tersebut. Pencampuran kedua media tumbuh dan pemberian mikoriza dilakukan sesuai dengan komposisi perlakuan sebelumnya. Mikoriza
diletakkan 5 cm dari permukaan media tumbuh, sebelum dilakukan penanaman. Komposisi media dimasukkan dalam polibag sesuai dengan 8 kombinasi
perlakuan.
Pemindahan Bibit
Bibit mindi yang telah disediakan kemudian dipindahkan ke dalam polibag yang telah berisi media tumbuh yang telah disesuaikan dengan
perlakuannya msing-masing. Lalu bibit dipindahkan ke tempat bernaung yaitu di bedengan.
Pemeliharaan Tanaman
a. Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari dengan menggunakan gembor, tetapi disesuaikan dengan kondisi dilapangan. Jika media masih lembab, maka
tidak perlu disiram karena akan menyebabkan busuk akar.
Universitas Sumatera Utara
b. Penyiangan
Untuk menghindari persaingan antara gulma dan tanaman, maka dilakukan penyiangan. Penyiangan dilakukan secara menual dengan mencabut gulma
yang berada pada polibag.
Pengamatan Parameter
Sebelum dilakukan pengamatan parameter, dilakukan terlebih dahulu pengambilan data awal tiap parameter kecuali bobot kering akar. Jadi data yang
diperoleh pada saat pengukuran parameter dikurangi terhadap data awal. Pengamatan dilakukan 1 minggu setelah tanam 1 MST, dan parameter
yang diamati antara lain : 1.
Pertambahan Tinggi Tinggi tanaman diukur dari batang tanaman ±2 cm dari pangkal leher
akar sampai titik tumbuh terakhir dengan menggunakan mistar atau penggaris. Agar tidak terjadi perubahan dasar pengukuran, maka perlu diberi tanda pada
tempat awal. 2.
Pertambahan Diameter Batang Pengukuran diameter batang dilakukan pada tempat yang sama dengan
pengukuran tinggi tanaman dan pengukuran dilakukan menggunakan jangka sorong dengan dua arah yang berlawanan dan saling tegak lurus terhadap batang
kemudian diambil rata-ratanya. 3.
Pertumbuhan Jumlah Daun Pertumbuhan jumlah daun yang tumbuh dihitung pada setiap minggunya.
Universitas Sumatera Utara
4. Bobot Kering Tanaman
Pada saat tanaman berumur ± 12 minggu setelah tanam 12 MST maka dilakukan pemotongan bagian atas tanaman batang dan daun dan bagian bawah
tanaman akar. Untuk mendapat berat kering tanaman, bagian atas tanaman batang dan daun dicuci dengan air dan dibiarkan kering. Kemudian dimasukkan
kedalam amplop yang telah diberi lobang dan label sesuai dengan perlakuan. Kemudian diovenkan selama kurang lebih 48 jam dengan suhu 60
C – 80 C. Hal
diatas juga dilakukan pada bagian bawah tanaman akar dimana bagian akar dipisahkan, dicuci dengan air dan dibiarkan kering. Kemudian dimasukkan
kedalam amplop yang telah diberi lobang dan label sesuai dengan perlakuan. Kemudian diovenkan selama kurang lebih 48 jam dengan suhu 60
C – 80 C.
Lalu ditimbang berat kering dari bagian atas tanaman batang dan daun dan bagian bawah tanaman akar tersebut.
5. Persen Hidup Bibit
Persen hidup bibit dihitung pada akhir pengamatan. Perhitungan persen hidup bibit dilakukan tiap perlakuan dengan rumus:
Jumlah bibit yang hidup x 100 Jumlah bibit seluruhnya
6. Persen Kolonisasi Mikoriza
Perhitungan persentase kolonisasi akar menggunakan metode panjang slide dari Giovanetti. Kolonisasi akar ditandai dengan adanya hifa, veskula dan
arbuskula atau salah satu dari ketiganya. Setiap bidang pandang Field of view mikroskop yang menunjukkan tanda kolonisasi akar diberi tanda + dan yang
tidak menunjukkan diberi tanda -. Pengamatan kolonisasi CMA pada akar
Universitas Sumatera Utara
tanaman sampel dapat dilakukan melalui teknik pewarnaan Staining root, karena karakteristik anatomi yang menyatakan ada tidaknya infeksi CMA tidak dapat
dilihat secara langsung. Metode yang digunakan dalam pewarnaan akar sampel adalah metode pewarnaan Kormanik dan Mc. Graw 1982 dalam Delvian 2003,
yang secara lengkap sebagai berikut: -
Dipilih akar segar dan dicuci dengan air mangalir sampai bersih, sampel direndam dalam larutan KOH 10 selama 12 jam.
- Dibuang larutan KOH dan akar dicuci pada air mengalir selama 5-10 menit.
- Direndam sampel akar dalam larutan HCL 2 selama 30 menit dan pada
proses ini akar akan berubah berwarna menjadi pucat atau putih. Larutan HCL 2 kemudian dibuang dengan mengalirkannya secara perlahan-lahan.
- Direndam akar sampel dengan larutan staining Trypan Blue selama 24 jam.
- Diganti larutan staining dengan larutan destaining lacto glycerol untuk
proses pengurangan warna. Selanjutnya pengamatan untuk mengetahui persentase kolonisasi CMA pada akar siap dilakukan.
- Dihitung persentase kolonisasi akar menggunakan metode panjang slide
Giovanetti dan Mosse 1980 dalam Delvian 2003, secara acak diambil potongan-potongan akar yang telah diwarnai dengan panjang 1 cm sebanyak
10 potong akar dan disusun pada kaca preparat kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop binokuler.
Persentase kolonisasi akar dihitung dengan rumus:
Kolonisasi =
∑ field of view + x 100 ∑ field of view + dan -
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dalam mengetahui respon pemberian komposisi media tumbuh dan mikoriza terhadap pertumbuhan bibit mindi terdapat enam parameter yang diamati
dalam penelitian ini yaitu pertambahan tinggi, pertambahan diameter batang, pertumbuhan jumlah daun, berat kering tanaman dan persen kolonisasi mikoriza.
Pengamatan parameter pertambahan tinggi, pertambahan diameter batang dan pertumbuhan jumlah daun dilakukan selama tiga bulan mulai bulan April sampai
bulan Juli 2009 dan dilakukan pada setiap minggu dimulai pada satu minggu setelah penanaman 1 MST. Untuk parameter berat kering tanaman dan persen
kolonisasi mikoriza dilakukan pada akhir pengukuran.
1. Pertambahan Tinggi Bibit