Pengertian Zina Perzinaan Dalam Perspektif Fikih Jinayah Dan Hukum Positif

93 Bisa berupa hukuman rajam dan bisa berupa hukuman dera, cambuk atau jilid seratus kali, tergantung apakah pelaku masuk dalam kategori zina muhsan atau zina ghairu muhsan. C. Sanksi Perzinaan Jika perzinaan dilakukan oleh mereka yang belum pernah menikah secara sah, artinya status mereka masih perjaka atau gadis, maka tindak pidana ini disebut dengan zina gairu muhsan. Sedangkan bila perzinaan dilakukan oleh mereka yang sudah pernah menikah atau pernah melakukan hubungan badan secara halal, baik status mereka masih punya pasangan secara halal maupun sudah menduda atau menjanda, maka tindak pidana yang mereka lakukan disebut dengan zina muhsan. a. Hukuman Dera dan Pengasingan Pelaku tindak pidana zina gairu muhsan, sanksi hukuman hadnya berupa dera dan pengasingan. 8 Dasarnya adalah firman Allah di atas da hadis yang artiya Dari Zaid Ibn Khalid al-Juhani, berkata, aku mendengar Rasulullah SAW. Memerintahkan terhadap orang yang berbuat zina gairu muhsan supaya didera 100 kali dan dihukum pengasingan satu tahun. HR. Bukhari 9 . Dari ayat Alquran dan hadis di atas bisa diketahui bahwa sanksi pelaku hukuman bagi pelaku zina ghairu muhsan adalah berupa dera 100 kali dan pengasingan. Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa berdasarkan konsensus pendapat jumhur ulama pelaku tindak pidana zina ghairu muhsan, harus dikenai hukuman dera 100 kali dan hukuman pengasingan selama satu tahun. Menurut imam Abu Hanifah, hukuman pengasingan sebagai tambahan dari ketentuan ayat 2 surat an-Nur bukan sebagai hukuman had, melainkan hukuman takzir yang didasarkan atas kebijakan hakim sebagai penguasa setempat. 10

b. Hukuman Rajam.

Mengenai hukuman rajam tidak terdapat ketentuan satu ayatpun dalam Alquran, melainkan terdapat dalam beberapa hadis Nabi SAW. yang kesahihannya tidak diragukan, antara lain hadis yang artinya Dari Abu Hurairah dan Zaid Ibn Khalid keduanya berkata : kami bersama Nabi SAW. tiba-tiba 8 Abdul Qādir Awdah, jilid , h. . 9 Muslim, Ṣa iī Semarang : Toha Putera Tth, Jilid 2 h. 48. 10 Abdul Qādir Awdah, jilid h. -381, lihat juga An- Nawāīî, Syara Ṣa ī Muslim, Beirut Dār al-Fikr, 1984, cet.ke-4, jilid 11, h. 189. 94 ada seseorang yang berdiri dan berkata ; aku akan bersumpah kepada Allah di hadapan engkau kecuali engkau beri putusan kepada kami dengan dasar kitab Allah. Kemudian ada orang yang lebih pandai membantah berkata; berikan keputusan kepada kami dengan dasar kitab Allah dan izinkanlah aku, kemudian menyuruh orang tersebut untuk melapor, maka dia berkata ; anak laki-lakiku adalah seorang buruh pada seseorang, dia berzina dengan majikan wanitanya, aku akan menebus perbuatan itu dengan seratus ekor kambing dan seorang budak, kemudian aku tanyakan kepada orang-orang pandai, maka menurut mereka bahwa anak laki-laki saya itu harus didera seratus kali, dan diasingkan selama satu tahun, serta istri majikan itu harus dihukum rajam, maka Nabi SAW. Bersabda ; demi Zat yang jiwaku berada ditangan-Nya, sungguh aku akan putuskan permasalahan kalian, dan anak laki-lakimu harus dihukum dera seratus kali dan diasingkan selama satu tahun, dan kamu wahai Unais, telitilah wanita itu, jika ia mengaku, maka rajamlah dan kemudian Unais menelitinya dan ternyata wanita tersebut mengaku, maka wanita itu dirajam. HR. Bukhari 11 . Atas dasar hadis di atas jumhur ulama telah sepakat bahwa sekalipun di dalam Alquran tidak disebutkan tentang hukuman rajam, namun hukuman ini tetap diakui eksisitensinya. Dalam hal ini Ibnu Rusyd mengatakan ada sekelompok kecil orang yang menolak konsep hukuman rajam ini, dia menyebutkan kelompok ini sebagai firqatan min ahl al ahwa di mana menurut mereka hukuman bagi pelaku tindak pidana zina apapun jenisnya adalah dera. 12

D. Akibat Perbuatan Zina

Selain akibat yuridis berupa hukuman yang dikenakan kepada pelaku tindak pidana perzinaan, para ulama juga mengemukakan beberapa persoalan yang timbul akibat perzinaan tersebut yaitu : 13

1. Dalam masalah perkawinan

Imam Ahmad Ibnu Hanbal mengatakan bahwa orang mukmin tidak boleh mengawini orang yang telah melakukan perzinaan. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT. dalam suara An-Nur ayat 3 yang artinya Laki-laki 11 Al- Bukhārī, jilid 4, , h. 2727-2728. 12 Muhammad Alî as-Sâyis, Tafsīr āyāt al-A kām, Beirut Dār al-Fikr, tth, jilid 3,h. 106- 107. 13 Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Van Hoeve, jilid 6, h. 2031-2032 95 yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oerang- orang yang mukmin . QS. An-Nur24 : 3 Atas dasar ayat di atas, Ibnu Mas ud berpendapat bahwa seorang laki-laki yang berzina dengan seorang wanita kemudian menikahinya, maka keduanya selamanya dianggap berzina. Sebab ayat di atas sebagai penegasan diharamkan menikahi wanita pezina. 14 Tetapi jumhur ulama berpendapat bahwa kandungan ayat ini tidak sampai mengharamkan perkawinan antara orang mukmin dan orang yang telah melakukan perzinaan. Alasan mereka adalah bahwa ayat di atas telah dinasakh dengan ayat 32 surat yang sama. 15 Dalam hal ini imam Abu Hanifah berpendapat bahwa seseorang yang berzina dengan seorang wanita, dia boleh menikahinya dan orang lain juga boleh menikahinya. Bahkan ulama yang lain berpendapat bahwa nikah dengan wanita pezina tetap sah dan kalau ada seorang istri berzina, maka akad nikahnya tidak batal demikian juga jika suaminya berzina. 16 Tetapi Hasan Basri berpendapat bahwa perzinaan bisa membatalkan akad nikah. Selain ayat di atas jumhur ulama juga beralasan dengan sebuah hadis riwayat An- Nasa i yang artinya Dari Ubaidillah Ibnu Ubaid Ibnu Umair, dari Ibnu Abbas, keduanya berkata : ada seseorang yang datang kepada Rasulullah SAW. Seraya berkata, aku mempunyai istri yang sangat aku cintai, tetapi dia tidak bisa menolak setiap tangan penjamah, maka Rasulullah bersabda ceraikan dia , orang tersebut menjawab aku tidak bisa sabar tanpa dia, sehingga Rasulullah bersabda bersenang-senanglah dengannya . HR. An-Nasa i . 17 Lebih lanjut ulama kalangan mazhab Hanafi berpendapat apabila dalam keadaan hamil, maka yang diperbolehkan hanya akad nikahnya bukan hubungan badan, ketika menikah dengan selain lelaki pasangan yang 14 asy-Syaukânî, Fath Qadîr al- jâmi Baina Fanni ar-Riwâyah wa ad_dirâyyah Min ilm at- Tafsîr, Beirut : Dâr al-Fikr, tth, jilid 4, h. 5 15 Al- Qur ṭubī, al-Jami li ahkam al-Qur an, Beirut Dar al-Fikr: 2009, Jilid 2, h. 169 16 Al-Zu ḥailī, at-Tafsīr al-Munīr fi al- Aqīdah wa as Syarī ah wa al-Manhaj, Beirut Dār al- fikr, 1991 ce. Ke-1, jilid 18, h 139 17 an- Nasā ī, Sunan an-Nasā ī, Beirut Dār al-Ma;rifah, 1991, cet. ke-1, jilid 5, h. 375, lihat juga Abī al-Faraj Abdirraḥmān Ibn Alī Ibn al-Jauzī al-Quraisyī, al-Musū āt, Beirut Dār al- Fikr,1983, cet. ke-1, jilid 2, h. 272.