Nurul Irfan Perzinaan Dalam Perspektif Fikih Jinayah Dan Hukum Positif

92 perbuatan keji yang dilakukan oleh seseorang pada vagina atau anus. 6 Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa kontak seksual itu bisa disebut sebagai perzinaan, apabila telah memenuhi dua rukun yaitu hubungan seksual itu diharamkan dan dilakukan secara sengaja serta dalam keadaan sadar.

B. Larangan Perzinaan

Dasar hukum keharaman zina di dalam Alquran antara lain terdapat dalam surat an-Nur ayat 2 yang artinya Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman. QS. an-Nur : 2. Dalam sabda Rasulullah SAW. disebutkan bahwa zina termasuk salah satu perbuatan dosa besar sebagaimana hadis yang artinya Dari Abdullah Ibn Mas ud berkata ada seorang bertanya kepada Rasulullah SAW. Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar di sisi Allah ? beliau menjawab, kamu menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Dialah yang menciptakan kamu, lalu dia bertanya lagi, kemudian apa lagi ? kamu membunuh anakmu karena takut tidak bisa memberinya makan, dia pun bertanya lagi, kemudian apalagi? Beliau menjawab, kamu berzina dengan istri tetanggamu, kemudian Allah menurunkan ayat sebagai penegasan jawaban Rasulullah di atas, dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan lain beserta Allah, dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya kecuali dengan alasan yang benar dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu niscaya dia mendapatkan pembalasan dosanya sanksi hukumnya dilipatgandakan. HR. Bukhari 7 . Karena zina merupakan perbuatan yang dilarang dalam Islam maka bagi siapapun muslim yang melanggar harus dikenai sanksi hukuman had. 6 Abdul Qādir, Awdah, al-Tasyrī al-Jinā`ī al-Islāmī Muqāranan bi al-Qānūn al-Waḍī, Beirut : Muassasah al- Risālah, , jilid 2, cet. ke-9, jilid 2, h. 349. 7 Al- Bukhārī , Abū Abdullāh Muḥammad bin Ismā īl. Ṣa ī al-Bukhārī, Indonesia : tt : Dahlan, tth, jilid , h. , lihat juga Alā`uddīn Alī Ibn Balbān al-Farazī, Ibnu ḥibbān, Ṣa iī ibn ibbān, Beirut Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1989, cet. Ke-1, jilid 5, h. 297-298. 93 Bisa berupa hukuman rajam dan bisa berupa hukuman dera, cambuk atau jilid seratus kali, tergantung apakah pelaku masuk dalam kategori zina muhsan atau zina ghairu muhsan. C. Sanksi Perzinaan Jika perzinaan dilakukan oleh mereka yang belum pernah menikah secara sah, artinya status mereka masih perjaka atau gadis, maka tindak pidana ini disebut dengan zina gairu muhsan. Sedangkan bila perzinaan dilakukan oleh mereka yang sudah pernah menikah atau pernah melakukan hubungan badan secara halal, baik status mereka masih punya pasangan secara halal maupun sudah menduda atau menjanda, maka tindak pidana yang mereka lakukan disebut dengan zina muhsan. a. Hukuman Dera dan Pengasingan Pelaku tindak pidana zina gairu muhsan, sanksi hukuman hadnya berupa dera dan pengasingan. 8 Dasarnya adalah firman Allah di atas da hadis yang artiya Dari Zaid Ibn Khalid al-Juhani, berkata, aku mendengar Rasulullah SAW. Memerintahkan terhadap orang yang berbuat zina gairu muhsan supaya didera 100 kali dan dihukum pengasingan satu tahun. HR. Bukhari 9 . Dari ayat Alquran dan hadis di atas bisa diketahui bahwa sanksi pelaku hukuman bagi pelaku zina ghairu muhsan adalah berupa dera 100 kali dan pengasingan. Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa berdasarkan konsensus pendapat jumhur ulama pelaku tindak pidana zina ghairu muhsan, harus dikenai hukuman dera 100 kali dan hukuman pengasingan selama satu tahun. Menurut imam Abu Hanifah, hukuman pengasingan sebagai tambahan dari ketentuan ayat 2 surat an-Nur bukan sebagai hukuman had, melainkan hukuman takzir yang didasarkan atas kebijakan hakim sebagai penguasa setempat. 10

b. Hukuman Rajam.

Mengenai hukuman rajam tidak terdapat ketentuan satu ayatpun dalam Alquran, melainkan terdapat dalam beberapa hadis Nabi SAW. yang kesahihannya tidak diragukan, antara lain hadis yang artinya Dari Abu Hurairah dan Zaid Ibn Khalid keduanya berkata : kami bersama Nabi SAW. tiba-tiba 8 Abdul Qādir Awdah, jilid , h. . 9 Muslim, Ṣa iī Semarang : Toha Putera Tth, Jilid 2 h. 48. 10 Abdul Qādir Awdah, jilid h. -381, lihat juga An- Nawāīî, Syara Ṣa ī Muslim, Beirut Dār al-Fikr, 1984, cet.ke-4, jilid 11, h. 189.