96
menghamilinya, tetapi apabila kedua pasangan zina itu menikah, maka boleh melakukan hubungan badan karena telah menjadi suami istri.
18
Jadi wanita pezina yang menikah dengan laki-laki lain, bukan pasangannya, baru diperbolehkan hubungan badan setelah anak yang
dikandungnya lahir, alasannya adalah sebuah .hadis yang artinya barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya jangan
menumpahkan air maninya pada anak orang lain. HR. Tirmizi
19
. Sementara ulama dari kalangan mazhab Maliki berpendapat bahwa
diperbolehkannya menikahi wanita pezina harus dengan syarat telah dilakukan
istibrâ yakni upaya untuk bertobat dan memperbaiki serta membersihkan diri dari profesi kejinya dan ia telah benar-benar berhenti dari
pekerjaannya yang tidak patut itu dengan tetap menunggu selama tiga kali menstruasi.
2. Dalam masalah iddah
Ula ma mazhab Hanafi, Syafi i dan Hanbali berpendapat bahwa
wanita yang melakukan perzinaaan tidak berhak dan tidak layak melakukan iddah, karena iddah merupakan syariat yang ditetapkan bagi wanita yang
dikawini secara sah, bukan karena hamil di luar nikah yang masuk dalam ranah kemungkaran. Akan tetapi mazhab Maliki tetap memberikan cacatan
bahwa jika iddah tetap dilakukan oleh wanita yang melakukan perzinaan, hal itu hanya agar bibit anak tidak bercampur dengan sperma orang lain,
khususnya jika yang mengawini itu bukan lelaki yang menzinainya.
20
3. Dalam penentuan mahram.
Ulama mazhab Maliki, Syafi i, dan Hanbali berpendapat bahwa hubungan seksual di luar nikah tidak pernah akan mengakibatkan hubungan
mahram di antara kedua belah pihak. Wanita yang berzina itu boleh kawin dengan keluarga laki-laki yang menzinainya.
21
Akan tetapi, ulama mazhab Hanafi, Abdurrahman al-
Auza i, dan Sufyan al-Tsauri berpendapat bahwa apa yang diharamkan dalam perkawinan yang sah, haram pula dalam
18
Al-Zu ḥaylī, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuh, jilid 7, h. 149.
19
At- Timiżī, Sunan at- Timiżī, Ttp: Dahlan: Tth jilid 3, h. 428.
20
Al-Zu ḥaylī, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuh, jilid 7, h.634.
21
Al-Zu ḥaylī, at-Tafsīr al-Munīr fi al- Aqīdah wa as Syarī ah wa al-Manhaj, h. 135, lihat
juga Al- Syāfiī, Abū Abdillāh Muḥammad Ibn Idrīs al-Umm, Beirut Dār al-Fikr, 1983, cet. ke-2,
jilid 5, h. 166.
97
hubungan seksual di luar nikah. Oleh karena itu hubungan mahram berlaku bagi pasangan tersebut sebagimana berlaku dalam perkawinan yang sah.
4. Dalam masalah pemanfaatan uang hasil perzinaan
Menurut ulama fikih, profesi zina merupakan pekerjaan yang paling keji dan terkutuk. Dalam hadis disebutkan bahwa sesungguhnya Rasulullah
SAW. melarang memanfaatkan harga anjing, upah pelacur, dan upah tukang tenung. HR. muslim
22
. Atas dasar hadis ini para ulama fikih sepakat, hasil dari
menjual diri, hukumnya haram dimanfaatkan oleh wanita penghibur tersebut, dan tidak boleh pula dikembalikan kepada lelaki yang dihiburnya,
namun dalam hal ini Ibn Qayyim al-Jauziah mengambil sikap bahwa uang hasil menjual diri itu boleh disedekahkan untuk kepentingan umum dengan
syarat bukan untuk dikonsumsi.
Dari uraian di atas, bisa penulis simpulkan bahwa perzinaan mempunyai akibat-akibat yang bukan hanya berkaitan dengan persoalan-
persoalan fikih, tetapi juga erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, baik kesehatan mental maupun fisik, bahkan kesehatan reproduksi sehingga
inilah di antara hikmah ajaran Islam melarang perbuatan keji perzinaan dan sangat menganjurkan agar melaksanakan pernikahan dalam rangka menjaga
kemurnian nasab. E. Faktor Penyebab Maraknya Perzinaan di Indonesia
Terakait faktor penyebab maraknya perzinaan di Indonesia, bisa dilihat dari dua faktor, baik faktor intern maupun faktor ekstern. Maksud
dari faktor intern adalah terkait keimanan dan keberagamaan seseorang sedangkan faktor ekstern meliputi dua hal yaitu pertama terkait informasi
dan teknologi yang sangat cepat dan sangat terbuka serta mudah di akses oleh siapapun di era interknet saat ini. Kedua terkait aturan perundang-
undangan di Negara Republik Indonesia. a. Faktor ntern terkait keimanan dan ekonomi seseorang
Harus ditegaskan bahwa jika seseorang benar-benar beriman dan memilki semangat dan pemahaman yang baik dalam bidang agama maka
sangat kecil kemungkinan ia akan melakukanperzinaan. Sebab dalam sebuah hadis disebutkan bahwa seseorang yang berzina tidak mungkin akan
berzina jika memang ia benar-benar beriman, ia juga tidak mungkin akan mencuri jika memang beriman dengan sungguh-sungguh, ia juga tidak akan
22
At- Timiżī, jilid 2, h. 300, lihat juga Muslim, jilid 1, h. 784.