KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID HASIL METABOLIT SEKUNDER DARI SPONGA XESTOSPONGIA SP.

(1)

PENDIDIKAN FORMAL (SD s.d S1)

PENGALAMAN ORGANISASI

ASISTEN PRAKTIKUM YANG PERNAH DIJABAT PENELITIAN DAN TUGAS AKHIR

PENGALAMAN KERJA

Tahun 1992–1998 : SD Xaverius Dipasena Tahun 1998–2001 : SLTP Negeri 7 Menggala Tahun 2002–2005 : SMA Negeri 1 Banjar Agung

Tahun 2005–2012 : Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Lampung

 Anggota Biro Penerbitan HIMAKI FMIPA UNILA periode 2006/2007

 Operator alat ICP-OES, MP-AES, bomb calorimeter, cetane number, flash point, viscosimeter dan furnace di laboratorium Biomasa Terpadu Universitas Lampung.

 Karakterisasi senyawa alkaloid hasil metabolit sekunder dari spongaXestospongiasp.

 Kimia Dasar Jurusan Teknik Pertanian

 Kimia Organik Jurusan Kimia

 Kimia Agroindustri D3 Analisis Kimia

 Kimia Dasar Jurusan Kimia

 Kimia Medik Persiapan Fakultas Kedokteran

NAMA

: Eko Setyono

Tempat, Tanggal Lahir : Kahuripan Jaya, 22 Agustus 1985 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Status Penikahan : Belum menikah Tinggi / Berat Badan : 167 cm/ 54 Kg Kewarganegaraan : Indonesia Alamat Rumah

Telp.

: Alamat Saat Ini

Telp.

: Jl. Bumimanti IV RT 003, kel. Kampung Baru Kec. Kedaton, Bandar Lampung, 35191

No. HP : 081957234144


(2)

PELATIHAN YANG PERNAH DIIKUTI

 Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar (Himaki FMIPA Unila, 2006)

 Pesantren Cendikiawan Muslim (ROIS FMIPA Unila, 2006)

 Karya Wisata Ilmiah (BEM FMIPA UNILA, 2006)

 Pelatihan selam scuba diver (2009)

 Pelatihan Kewirausahaan PHKI Unila (2010)

 PelatihanBrukerN8Neos Atomic Force Microscope(2011)


(3)

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. SpongaXestospongiasp. mengandung senyawa alkaloid yang mempunyai

aktivitas sebagai antibakteriStaphylococcus aureusdengan diameter zona hambat 19 mm pada konsentrasi 1,8 mg/mL.

2. Analisis FTIR menunjukkan bahwa struktur senyawa alkaloid

mengandung gugus amina tersier, gugus hidroksil, dan mempunyai rantai alkil yang relatif panjang.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitaian yang diperoleh pada penelitian ini, untuk penelitian selanjutnya disarankan:

1. Mempelajari lebih lanjut mengenai teknik pemurnian senyawa nonUV menggunakanMedium Pressure Liquid Chromatography.

2. Perlu adanya pengkajian lebih lanjut mengenai mekanisme aktivitas senyawa alkaloid dalam menghambat pertumbuhan bakteri


(4)

3. Melakukan uji aktivitas spesifik terhadap jenis bakteri lain untuk mendapatkan aktivitas spesifik dari senyawa yang berhasil diisolasi. 4. Melakukan analisis struktur lebih lanjut terhadap senyawa alkaloid hasil

isolasi untuk mempelajari struktur senyawa dalam sistem sintesis pembuatan obat yang bersifat aman dan efektif.


(5)

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di Laboratorium Biomasa Terpadu Universitas Lampung.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: peralatan laboratorium yang sering digunakan, satu set perlengkapan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan plat alumunium silica gel 60F254(Merck) dan plat kaca C18, inkubator CO2Memmert-Germany/INC-02,autoclave Kleinfield-Germany/HV-L25, jarum ose, lampu spritus, mikropipet, penguap putar vakumBuchii/R205,multivapor Buchii P-12, lampu UVKohler/SN402006, desikator, neraca analitikWeigen Hauser, satu perangkat alatMedium Pressure Liquid Chromatography Buchii dengan kolomsepacoresilika 25 gram,High Performance Liquid

Chromatography Varian940-LC dengan kolom C18dan Spektroskopi FT-IR Varian-2000/Scimitar Series.

Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : sponga Xestospongiasp. dengan kode sampel E41 dari koleksi deposit Laboratorium


(6)

Biomassa Unila, metanol, diklorometan, akuades, pereaksi Dragendorf, pereaksi CeSO4, H2SO4, NH3, n-heksana dan etanol.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Persiapan sampel sponga

Sampel kering spongaXestospongiasp. diperoleh dari koleksi deposit Laboratorium Biomassa Unila yang diambil dengan teknikscuba divedi perairan Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

3.3.2. Ekstraksi sampel sponga

3.3.2.1. Maserasi

Sebanyak 100 gram sponga kering yang telah dipotong kecil–kecil di maserasi 3 kali selama 24 jam dengan 1 liter pelarut metanol teknis (Aokiet al., 2006), lalu disaring untuk memisahkan filtrat dengan residu sponga. Filtrat dipekatkan dengan mesin pemutar vakum rotavapor BUCHI R-210 pada temperatur 40oC sehingga diperoleh ekstrak kasar sponga lalu ditentukan berat kuantitatif dari ekstrak sponga. Ekstrak ditempatkan dalam wadah tertutup lalu disimpan di tempat yang bersih dan kering hingga mendapat perlakuan lebih lanjut.

3.3.2.2. Ekstraksi caircair (partisi)

Ekstrak metanol sponga dilarutkan dalam metanol-air yang kemudian ditambahkan n-heksan dan proses dilakukan didalam corong pisah. Larutan dikocok beberapa kali lalu didiamkan hingga terbentuk dua fase. Masing–masing fase dipisahkan dan dilakukan pengulangan partisi


(7)

metanol-air oleh pelarut n-heksan sebanyak 3 kali. Fase metanol-air dipartisi kembali sebanyak 3 kali pengulangan dengan diklorometan. Ketiga fase hasil pemisahan yang diperoleh dipekatkan dengan mesin pemutar vakum rotavapor BUCHI R-210 hingga didapatkan ekstrak kering lalu ditentukan berat kuantitatif dari masing–masing ekstrak.

3.3.3. Uji pendahuluan ekstrak sponga menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Analisis KLT dilakukan dengan menotolkan sedikit ekstrak metanol sponga pada plat KLT-silika yang kemudian dielusi dengan campuran pelarut metanol dan diklorometan sebagai eluen. Elusi dilakukan didalam wadah tertutup, lalu kromatogram yang dihasilkan diamati dengan lampu UV untuk melihat ada tidaknya gugus ikatan rangkap terkonjugasi dalam sampel. Untuk menganalisis kandungan komponen senyawa alkaloid dalam sampel ekstrak sponga digunakan pereaksi uji spesifik visualisasi KLT. Pereaksi uji

visualisasi KLT yang digunakan adalah pereaksi Dragendorf. Pereaksi ini digunakan untuk mengetahui kandungan alkaloid (gugus N tersier) dalam campuran yang ditandai dengan timbulnya noda merah jingga (orange) pada kromatogram KLT. Sedangkan untuk mengetahui kandungan senyawa organik dalam sampel digunakan pereaksi visualisasi spesifik serium sulfat yang ditandai dengan noda berwarna coklat kehitaman.

3.3.4. Fraksinasi senyawa alkaloid menggunakan Kromatografi Kolom

Ekstrak kasar sponga yang didapat difraksinasi menggunakan metode kromatografi kolom. Kolom yang digunakan dalam kromatografi dibuat


(8)

dengan silika gel sebagai fasa diam dan elusi dilakukan secara tepat dengan perbandingan sistem pelarut yang sesuai. Keberadaan komponen senyawa alkaloid dari fraksi yang diperoleh dimonitor kembali dengan metode KLT menggunakan pereaksi visualisasi spesifik Dragendrof. Fraksi yang

menunjukkan uji positif alkaloid selanjutnya dilakukan pemurnian dengan teknik MPLC.

3.3.5. Pemurnian senyawa alkaloid menggunakanMedium Pressure Liquid Chromatography(MPLC)

Fraksi positif alkaloid hasil pemisahan kolom kromatografi yang diperoleh selanjutnya dimurnikan menggunakan MPLC dengan kolomSepacoresilika 25 gram sebagai fasa diam dan diklorometan-metanol sebagai fasa gerak atau eluen. Injeksi sampel dilakukan dengan pengaturan laju alir sebesar 5

mL/menit. Detektor yang digunakan adalah detektor PDA (Photo Diode Aray). Detektor PDA digunakan untuk mendeteksi senyawa–senyawa yang bersifat UV aktif pada bilangan panjang gelombang 210 nm (sistem

nonkonjugasi) dan 280 nm (sistem konjugasi) serta senyawa fluorosens pada bilangan panjang gelombang 360 nm. Untuk mempermudah proses

penampungan fraksi dari setiap pemisahan kolom MPLC maka digunakan pengumpul fraksi (Fraction collector). Proses pemisahan fraksi dari kolom MPLC adalah berdasarkan bentuk dari kromatogram yang dihasilkan detektor PDA dan pengaturan waktu secara manual dengan pengumpul fraksi pada penampungan setiap tabung.


(9)

Fraksi–fraksi yang didapat kemudian diuji keberadaan komponen senyawa alkaloid dengan metode KLT menggunakan pereaksi visualisasi spesifik Dragendrof. Untuk mendapatkan fraksi senyawa yang murni dapat dilakukan refraksinasi dengan cara reinjeksi kembali sampel ke dalam alat MPLC.

3.3.6. Uji aktivitas senyawa bioaktif alkaloid terhadap pertumbuhan bakteriStaphylococcus aureus

Uji antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan ring. Caranya media Nutrien Agar (NA) yang telah steril dituang ke dalam cawan. Kemudian media NA cair yang telah diinokulasi bakteri uji dituang di atas media NA yang telah padat, lalu diratakan dan dibiarkan memadat. Cincin yang telah steril diletakkan di dalam media NA uji. Ekstrak senyawa uji, kloramfenikol dan metanol dimasukkan ke dalam cincin yang berbeda, masing-masing cincin diberi sebanyak 50 µL. Kemudian media NA uji diinkubasi selama ± 24 jam dan diamati diameter zona hambat yang

dihasilkan dari senyawa ekstrak, kloramfenikol dan metanol. Kloramfenikol digunakan sebagai kontrol positif antibakteri dan metanol sebagai kontrol negatifnya. Bakteri uji yang digunakan yaituStaphylococcus aureus.

3.4. Analisis senyawa menggunakanHigh Perform Liquid Chromatography

(HPLC)

Kemurnian dari senyawa alkaloid yang didapat kemudian dianalisis menggunakan HPLC dengan detektor ELSD (Evaporative Light Scatter Detector). Kondisi pengaturan HPLC adalah menggunakan fasa gerak metanol-air, fasa diam C18, volume injeksi sebanyak 2 µL dan laju alir 1 mL/menit.


(10)

3.5. Karakterisasi senyawa menggunakanFourier Transfrom Infrared(FTIR)

Fraksi senyawa alkaloid yang didapat kemudian diidentifikasi menggunakan spektrofotometri FTIR. Pada spektrofotometri FTIR, senyawa digerus bersama KBr hingga homogen, kemudian dikempa/dipadatkan hingga menjadi pelet KBr. Pelet tersebut diidentifikasi menggunakan spektrofotometer FTIR

(Varian/Scimitar 2000). Spektrum hasil analisis FTIR diinterpretasikan dengan memperhatikan karakteristik serapan dari senyawa alkaloid, yaitu ditandai adanya serapan pada panjang gelombang 3400–3200 cm-1untuk suatu gugus amina primer dengan terbentuknya dua puncak serapan, gugus amina sekunder dengan satu puncak serapan dan amina tersier dengan bentuk serapan melebar. Selain itu, dapat juga diamati bentuk serapan pada daerah sidik jari (finger print) pada daerah panjang gelombang 1650–1580 cm-1benduntuk amina primer dan 910–665 cm-1waguntuk amina primer dan sekunder.


(11)

2.1. Potensi sponga di perairan laut Indonesia

Indonesia dikenal sebagai pusat keberagaman (center of biodiversity) mempunyai perairan yang sangat kaya akan keanekaragaman biota laut (Wallace, 2000) diantaranya adalah sponga. Jumlah dan penyebaran sponga sangat beragam. Sekitar 7000 jenis sponga telah dipublikasi, tetapi berdasarkan perkiraan sekitar 15.000 spesies hidup di perairan laut dan danau (Hooper, 2000). Menurut Collin andArneson (1995) terdapat lebih dari 1000 spesies sponga hidup tersebar di wilayah perairan Indonesia. Kekayaan tersebut merupakan salah satu aset penting yang perlu dilindungi dan dilestarikan. Namun akibat kurang sadarnya sebagian besar masyarakat dan pihak tertentu terhadap lingkungan laut seperti

pengeboman, penggunaan jaring pukat harimau, penyetruman, penggunaan bahan kimia, dan aktifitas perindustrian yang cenderung merusak lingkungan, tidak sebanding dengan hasil yang didapat terhadap kerusakan lingkungan yang telah ditimbulkan dalam jangka waktu yang lama.

Tingkat kerusakan yang parah akan menyebabkan terganggunya habitat kehidupan sponga di dasar perairan. Hal inilah yang menjadi salah satu tujuan para peneliti dalam dan luar negeri untuk dapat melakukan inventarisasi


(12)

jenis sponga yang ada sebelum terjadi kepunahan. Hasil dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat digunakan untuk membantu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memanfaatkannya untuk kepentingan dunia kedokteran dalam menangani kasus suatu penyakit.

2.1.1. Sponga

Sponga merupakan biota laut multiseluler primitif sederhana yang bersifat filter feeder, menghisap air dan bahan-bahan lain disekelilingnya melalui pori-pori(ostia/ostium)kemudian dialirkan ke seluruh bagian tubuhnya melalui saluran(canal)dan dikeluarkan melalui pori-pori yang terbuka (ostula/osculum). Sponga termasuk hewan laut dalam filum porifera yang berarti memiliki pori-pori dan saluran (Romimohtarto dan Juwana, 2001; Cetkovic dan Lada, 2003). Struktur tubuh sponga secara umum terdiri dari 3 lapisan yaitupinacocytes,choanocytes, danmesohyl. Pinacocytemerupakan lapisan sel di bagian luar tubuh sponga,choanocyte(dalam bahasa Yunani = choane: cerobong,kytos= berongga) adalah lapisan sel bagian dalam yang merupakan sel berflagellum (memiliki ekor).Choanocyteinilah yang

mengatur masuknya air ke dalam tubuh sponga.Choanocytememilikicollar (semacam rambut/serabut) yang letaknya di sekitar flagellum, fungsinya adalah untuk menangkap sumber makanan yang diambil dari air yang dilewatkan.

Jaringan antarapinacocytedancoanocytemerupakan lapisan gelatin yang disebutmesohyl. Di dalammesohylini terdapatamoebid cellyaitu sel yang dapat bergerak bebas dalam lapisanmesohylkarena tidak terikat pada tempat


(13)

tertentu. Selain itu juga terdapatspicule/spikula, yaitu suatu struktur berupa kristal yang terbentuk secara spesifik oleh spesies tertentu sehingga biasa dijadikan dasar untuk proses identifikasi (taksonomi). Spikula terbentuk dari garam-garam karbonat maupun silikat. Strukturnya ada yang berupa

aragonite,calcite, atauspongin.

Gambar 1. Bentuk dan struktur dinding tubuh sponga (MillerandHarley, 2001)

Berdasarkan bahan penyusun rangkanya (Müller, 2003), sponga

diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaituHexactinellidaatauHyalospongiae, Demospongiae, danCalcarea (Calcisspongiae).

a.Hexactinellida (Hyalospongiae)

Hexactinellida(dalam bahasa yunani,hexa= enam) atauHyalospongiae (dalam bahasa yunani,hyalo= kaca/transparan,spongia= sponga) memiliki spikula yang tersusun dari silikat dan biasanya memiliki 6 cabang hingga struktur yang kompleks dan tersusun secara simetris (biasanya ortogonal). Hexactinellidabiasa disebut sebagai “glass sponge”. Spikulanya terkadang bersatu dengan struktur jaringan sehingga membentuk jalinan yang rumit


(14)

seperti ring basket, selain itu ada juga yang berbentuk mangkuk atau vas bunga. Kelompok ini memiliki tipe saluran air sikonoid dan dapat ditemukan di kedalaman 450-900m di perairan tropis (Samudra India Barat atau daerah timur Pasifik). Tapi ada juga yang bisa hidup pada kedalaman 5000 m. Contoh kelas ini adalahEuplectellasp. (Venus flower-basket) danOopsacas minuta.

b.Demospongiae

Demospongiae, terkadang ada yang menyebutnya denganDemospongia, atau Demospongea(dalam bahasa yunani,demo= tebal,spongia= sponga) memiliki rangka yang tersusun dari serabut spongin atau silikat atau keduanya. Tubuhnya berwarna cerah karena mengandung pigmen yang terdapat pada amoebosit dengan spikula berbentuk jarum atau bercabang 4. Bentuk tubuhnya tidak beraturan dan bercabang. Tinggi dan diameternya ada yang mencapai lebih dari 1 meter. SeluruhDemospongiaememiliki saluran air tipe leukonoid. HabitatDemospongiaeumumnya di laut dalam maupun dangkal, meskipun ada yang di air tawar.Demospongiaeadalah satu-satunya

a b

Gambar 2. (a) SpongaEuplectellasp. dan (b) spongaOopsacas minuta (http://www.bumblebee.org).


(15)

kelompok porifera yang anggotanya ada yang hidup di air tawar.

Demospongiaemerupakan kelas terbesar yang mencakup 90% dari seluruh jenis porifera. ContohDemospongiaeadalahspongiasp. danXestospongia testudinaria.

c.Calcarea (Calcisspongiae)

Calcarea(dalam latin, calcare= kapur) atauCalcispongiae(dalam latin, calci= kapur,spongia= sponga) memiliki rangka yang tersusun dari kalsium karbonat (CaCO3) dan spikulanya berbentuk jarum tajam dan bercabang 3 atau 4. Tubuhnya kebanyakan berwarna pucat dengan bentuk seperti vas bunga, dompet, kendi, atau silinder. Tinggi tubuh kurang dari 10 cm. Struktur tubuh ada yang memiliki saluran air askonoid, sikonoid, atau leukonoid. Contoh dari kelompok ini adalahLeucosolenia eleanordanClathrina.

b a

Gambar 3. (a) SpongaSpongiasp. dan (b) spongaXestospongia testudinaria(http://www.bumblebee.org).


(16)

Beberapa tipe saluran air dalam tubuh sponga :

1) Tipe Askon : sistem saluran air yang paling sederhana, secara berurutan terdiri atas ostia, spongiosel dan oskulum. Contohnya: Leucosolenia dan Clatharina blanca.

2) Tipe Sikon : saluran airnya meliputi ostia, saluran radial yang tidak bercabang, spongiosel dan oskulum. Lubang-lubang ostiumnya

dihubungkan dengan saluran yang bercabang-cabang ke rongga-rongga yang berhubungan langsung dengan spongosol. Contohnya : Pheronema sp., Schypa, dan Sycon gelatinosum.

3) Tipe Leukon (ragon) : tipe ini adalah tipe yang paling kompleks/tipe terumit. Salurannya terdiri atas ostia, saluran radial yang bercabang-cabang, spongiosel, dan oskulum. Contohnya: Euspongia officinalis dan Euspongia mollissima (Amir, 1996).

a b

Gambar 4. (a) Sponga Leucosolenia eleanor dan (b) sponga Clathrina athrustestudinaria(http://www.bumblebee.org).


(17)

Pada umumnya sponga hidup menempel pada karang atau batuan, hidup di laut hingga ke dalaman sekitar 8000 meter. Sebagian besar sponga (50% )

bersifat toksik terhadap ikan, sehingga ikan bukan merupakan predator utama bagi sponga.

Karakteristik dari ekologi suatu jenis sponga dapat memungkinkan ditemukannya senyawa yang unik dan menarik dari sponga. Menurut Ahmadi (2010), salah satu karakteristik tersebut dapat dilihat berdasarkan pada habitatnya, yang dikategorikan menjadi :

a. Habitat terbuka pada air tenang, dimana sponga tumbuh diantara alga, koral dan organisme lunak halus lainnya, yang tidak terlindung dari cahaya matahari, ikan dan predator lain. Sponga pada habitat ini memiliki

perlindungan (senyawa beracun, pigmen dan spikula) terhadap serangan sinar UV seperti yang ditemukan pada cyanobakteria yang dapat menyerap sinar UV (pigmen) yang jarang dimiliki oleh organisme lain dan radiasi di sekitar air laut . Untuk melindungi dari serangan kompetitor dan predator, Gambar 5. Tipe saluran air dalam tubuh sponga;(a) askon, (b) sikon,


(18)

sponga dapat menggunakan spikula atau senyawa beracun yang dimiliki oleh sponga tersebut. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk

melindungi dari radiasi disekitar air laut serta predator.

b. Habitat perairan dalam. Di habitat ini, sponga tumbuh diantara koral dan organisme sessile keras lainnya, tetapi tidak mendapatkan sinar matahari dan terhindar dari jangkauan predator. Untuk pertahanan diri dari

serangan kompetitor seperti koral dan sponga lain, sponga mengeluarkan senyawa beracun atau senyawa antipredator untuk melindungi diri dari kompetitor. Literatur belum menyebutkan secara jelas baik kualitatif ataupun kuatitatif apakah senyawa yang terkandung dalam sponga untuk spesies yang sama dan yang hidup di perairan dalam.

c. Habitat yang tersembunyi, dalam gua, di bawah bebatuan, terhindar dari jangkauan sinar matahari dan terlindung dari kompetitor dan predator lain. Sponga yang hidup di habitat ini hanya memiliki sedikit senyawa racun.

Hampir semua jenis biota laut tidak terkecuali sponga, menghasilkan

metabolit primer dan metabolit sekunder yang merupakan hasil metabolisme dalam tubuh organisme. Senyawa metabolit sekunder yang berhasil diisolasi dari tubuh sponga umumnya bersifat bioaktif dan memiliki aktivitas

farmakologik yang cukup besar. Hal ini terbukti dari 6000 substansi senyawa bioaktif(lead compound)yang berhasil diisolasi dari biota laut dalam tiga dekade terakhir, 40% diantaranya berasal dari sponga (Irelandet al., 1993 ; Kobayashi dan Rachmaniar, 1999).

Berdasarkan dari sifat ekologi hidup sponga, potensi ditemukannya senyawa metabolit sekunder sponga lebih banyak pada lingkungan perairan dangkal


(19)

atau terbuka dikarenakan interaksi sponga terhadap lingkungan dan

predatornya sangat sering terjadi. Interaksi ini mengakibatkan sponga lebih banyak dan beragam dalam menghasilkan senyawa metabolit sekunder untuk pertahanan hidupnya.

2.1.2. Keragaman senyawa metabolit sekunder sponga

Sponga merupakan salah satu biota laut yang berpotensi memiliki banyak kandungan senyawa metabolit sekunder. Senyawa ini dihasilkan oleh tubuh sponga yang digunakan dalam sistem pertahanan diri, yaitu untuk

mempertahankan hidup dan menghindari gangguan dari organisme lain di sekitar lingkungan hidupnya. Pada setiap kondisi lingkungan berbeda beberapa jenis sponga menghasilkan senyawa metabolit yang berbeda pula. Semula senyawa metabolit sekunder dianggap hanyalah produk buangan dari setiap biota yang merupakan sisa proses metabolisme, namun dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi peranan senyawa metabolit sekunder(natural product)mulai terungkap dan ternyata mempunyai manfaat yang sangat penting dan luas baik untuk dirinya sendiri maupun untuk

lingkungannya (Rachmaniar, 2007). Manfaat untuk biotanya sendiri misalnya sebagaichemical defense untuk melindungi dirinya terhadap serangan

predator, sebagai mediator dalam berkompetisi, antifouling, sebagai fasilisator reproduksi, melindungi dari radiasi ultra violet, melindungi diri dari keadaan lingkungan yang buruk seperti ombak, angin dan kondisi buruk lainnya. Manfaat senyawa metabolit bagi manusia adalah sebagai sumber potensial substansi senyawa bioaktif yang berguna untuk bahan pembuatan obat–obatan, bahan makanan, kesehatan dan kosmetik (Rachmaniar, 2007).


(20)

Beberapa senyawa metabolit sekunder yang berhasil diisolasi dari sponga asal Indonesia dan telah diuji sifat bioaktifitasnya antara lain senyawa

halicyclamine A (Gamabar 9 [24]) yang diisolasi dari spongahaliclonasp. dengan struktur macrocyclic alkaloid unik yang diketahui mempunyai aktifitas sebagai anti-dormanMycobacterium smegmatis(Araiet al., 2011), senyawa lembehsterols A dan B (Gambar 6 [5-6]) yang diisolasi dari sponga Petrosia strongylatadengan struktur kerangka dasar steroid dan diketahui mempunyai aktifitas untuk menghambat pembentukan enzim thymidine phosphorylase (TP) di dalam sel yang merupakan salah satu penyebab

penyakit kanker (Aoki, 2002), senyawa bitungolides A-G (Gambar 8 [14-19]) dan pironetin (Gambar 8 [20]) diisolasi dari spongaTheonella cf. Swinhoei. Senyawa ini merupakan golongan poliketida siklik yang diketahui secarain vitromenunjukkan aktifitas menghambat pembentukan protein phosphatase tipe 2A (PP2A) dari sel darah merah manusia (Sirirathet al., 2002).

2.2. Senyawa metabolit sekunder sponga

Pada umumnya senyawa–senyawa metabolit sekunder yang berhasil diisolasi dari sponga memiliki aktivitas biologis terhadap suatu sel dan mikroorganisme. Sifat biologis ini dapat menghambat bahkan membunuh sel atau mikroorganisme dengan merusak sistem metabolisme di dalam tubuh. Senyawa metabolit sekunder yang berhasil diisolasi dari sponga antara lain berasal dari golongan steroid, terpenoid, poliketida dan alkaloid (BhakuniandRawat, 2005).


(21)

2.2.1. Steroid

Steroid merupakan suatu senyawa organik lemak sterol yang tidak

terhidrolisis sempurna dan dapat dihasilkan dari reaksi penurunan terpena atau skualena. Pada umunya steroid berfungsi sebagai hormon. Steroid mempunyai struktur dasar yang terdiri dari 17 atom karbon yang membentuk tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana. Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain terletak pada gugus fungsional yang diikat oleh ke-empat cincin dan tahap oksidasi tiap-tiap cincin (Achmad, 2001).

Sponga merupakan salah satu sumber dari senyawa sterol. Beberapa

diantaranya mempunyai sifat poligenetik/penurunan sifat beberapa gen. Sterol juga sangat penting untuk mempelajari fungsi dari suatu membran biologis. Sterol yang mengandung gugus sulfat dan alkaloid juga memperlihatkan aktifitas sebagai antimikroba. Halistanol (Gambar 6 [1]) yang didapatkan dari spongaHalichondria moorieidan sterol (Gambar 6 [2-4]) dari sponga

Toxadocia zumidiketahui menghambat pertumbuhan bakteriStaphylococcus aureusdanBacillus subtitispada konsentrasi 100 μ g/disk dan 50 μ g/disk


(22)

NaO3SO

H OSO3Na NaO3SO

H

H

H

HO2C

NaO3SO

Gambar 6. Beberapa senyawa steroid yang berasal dari sponga.

2.2.2. Terpenoid

Terpena merupakan senyawa metabolit sekunder dari golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan sebagian hewan, terutama serangga dan beberapa hewan laut. Di samping sebagai produk senyawa metabolit sekunder, terpena merupakan kerangka penyusun sejumlah senyawa penting bagi makhluk hidup. Terpenoid terbentuk dari turunan

1

4 3

2


(23)

beberapa unit isoprena (C5) yang bergandengan dalam model kepala ke ekor (head-to-tail), sedangkan unit isoprena diturunkan dari metabolisme asam asetat oleh jalur asam mevalonat (Achmad, 2001).

Sponga yang mengandung senyawa terpenoid mempunyai penyebaran yang cukup luas. Senyawa terpenoid unik sering sekali ditemukan dari hewan ini seperti senyawa dengan struktur linear furanoterpene, isoprenil quinol, sesqui, sesterpense dan diterpene. Banyak dari senyawa ini menunjukkan aktivitas biologis. Seperti furanoid sesquiterpenoid berhasil diisolasi dari tiga jenis sponga yang berbeda yaitu spongaDysidea,EuryspongiadanSiphonodictyon sp. Nakafuran-8 dan nakafuran-9 yang berasal dari spongaD. Fragilis

menunjukkan aktifitas sebagai antifedan pada ikanD. amblia, sponga ini juga dilaporkan memiliki kandungan senyawa metabolit yang berbeda tergantung dimana lokasi tempat pengambilannya (BhakuniandRawat, 2005).

Sesquiterpen dengan gugus fenolik dan quinoid juga banyak ditemukan dalam sponga. Sullivanet al.,1956 berhasil mengisolasi senyawa

siphonodictyal-A (Gambar 7 [9]), siphonodictyal-B dan (Gambar 7 [7-8]) yang diketahui mempunyai aktifitas sebagai antimikroba. Senyawa bioaktif sesquiterpen avarol (Gambar 7 [10]) yang diisolasi dari spongaDisidea avara selain menunjukkan aktivitas sebagai antimikroba juga aktif terhadap virus AIDS. Senyawa ini diperoleh dari dua tempat yang berbeda yaitu

Mediterrania dan Australia. Senyawa tetracyclic furanoditerpenes yang diisolasi dari spongaS. Officinalisjuga dilaporkan mempunyai aktifitas sebagai antijamur dan antimikroba (BhakuniandRawat, 2005).


(24)

Gambar 7. Beberapa senyawa terpenoid yang berasal dari sponga.

2.2.3. Poliketida

Poliketida merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan secara alami oleh bakteri, fungi, tumbuhan, hewan, sumber daya laut dan organisme yang memiliki keanekaragaman struktural yang tinggi (Walsh, 2004). Poliketida terbentuk akibat proses kondensasi oleh dua atau lebih gugus karbonil yang masing–masing berikatan dengan satu gugus metilen. Banyak poliketida berupa molekul siklik yang kerangkanya seringkali dimodifikasi lebih jauh melalui glikosilasi, metilasi, hidroksilasi, oksidasi dan proses lainnya untuk mencari manfaat dari sifat antibiotik yang dimiliki.

7

8


(25)

Beberapa senyawa peptida alkaloid dan protein juga banyak diisolasi dari sponga laut. Purealin (Gambar 8 [11]) yang diisolasi dari sponga laut perairan Okinawa diketahui mempunyai aktivitas sebagai aktivator suatu enzim yaitu modulator reaksi enzimatik dari ATP-ase. Hasil isolasi senyawa (Gambar 8 [12]) dari spongaDysidea herbaceajuga diketahui menunjukkan sifat toksik. SpongaD. Herbaceayang berasal dari tempat berbeda memiliki turunan senyawa metabolit asam polikloroamino yang berbeda pula. Matsunagaet al. berhasil mengisolasi senyawa bioaktif polipeptida dari spongaDiscodeNMRa kiiensis.

Sponga juga merupakan salah satu sumber senyawa nukleosida. Senyawa 1-Methylisoguanosine (Gambar 8 [13]) adalah senyawa nukleosida pertama yang berhasil diisolasi darinudibranchdan kemudian disintesis melalui dua jalur sintesis dari spongaTedania digitata. Dari beberapa penelitian

menunjukkan bahwa senyawa nukleosida juga mempunyai aktivitas pharmakologik (BhakuniandRawat, 2005).


(26)

N H O

O

Br Br Br

MeO

Br OH

N H NOH

O

NH N

NH2

Gambar 8. Beberapa senyawa poliketida yang berasal dari sponga.

12 13

11

Bitungolide A (14): 12Z, 14Z Bitungolide B (15): 12E, 14E Bitungolide C (16): 12Z, 14E Bitungolide D (17): 12E, 14Z

18

19


(27)

2.2.4. Alkaloid

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Semua senyawa alkaloida mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Hampir semua alkaloida yang ditemukan dialam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan (Lenny, 2006).

Beberapa senyawa alkaloid dan nitrogen heterosiklik juga banyak ditemukan pada sponga laut. Senyawa Ptilocaulin (Gambar 9 [21]) dan isoptilocaulin (Gambar 9 [22]) yang diisolasi dari spongaPtilocaulistaffdanP. Spiculifer menunjukkan aktivitas kuat sebagai antimikroba terhadap bakteri gram-positif dan gram-negatif serta mampu menghambat pertumbuhan sel leukimia L 1210. Senyawa Aaptamine (Gambar 9 [23]) yang berasal dari sponga Aaptos aaptosdenganikatan α-adrenoceptor juga diketahui mampu

menghalangi aktivitas kerja dari pembuluh aorta seekor kelinci (Bhakuniand Rawat, 2005). Selain itu, ditemukan juga senyawa macrocyclic alkaloid baru oleh tim Araiet al., 2011 yang diisolasi dari spongaHaliclonasp. dari perairan laut Indonesia dengan nama Halicyclamine A (Gambar 9 [24]).


(28)

Gambar 9. Beberapa senyawa alkaloid yang berasal dari sponga.

Namun dari golongan–golongan senyawa tersebut, alkaloid merupakan golongan senyawa yang memiliki kemampuan farmakologik lebih besar jika dibandingkan dengan golongan lain (Grubeet al., 2007). Hal ini juga tidak menutup kemungkinan untuk menemukan jenis golongan senyawa–

senyawa lain dengan tingkat aktifitas sama atau lebih besar yang berasal dari sponga.

21 22

23 24

25: R=H

26: R=OH

27: R=H


(29)

2.3. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen/zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Prinsip ekstraksi didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur (Khopkar, 2002). Ekstraksi digolongkan ke dalam dua bagian besar berdasarkan bentuk fasa yang diekstraksi yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi cair-padat. Untuk ekstraksi cair-cair dapat menggunakan corong pisah, sedangkan ekstraksi cair-padat terdiri dari beberapa cara yaitu maserasi, perkolasi dan

sokletasi (Harborne, 1984). Metode ekstraksi yang umum digunakan antara lain maserasi, sokletasi, penggodokan (refluks), ekstraksi cair-cair (partisi), dan ekstraksi ultrasonik. Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi dan ekstraksi cair-cair.

2.3.1 Maserasi

Maserasi merupakan proses ekstraksi dengan cara perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada suhu ruang. Proses ini sangat

menguntungkan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dengan perendaman sampel akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan di dalam dan di luar sel sehingga metabolit

sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik serta struktur senyawa tidak akan mudah rusak (Harborne, 1984).


(30)

2.3.2. Partisi (ekstraksi caircair)

Ekstraksi cair-cair merupakan metode ekstraksi yang didasarkan pada sifat kelarutan komponen target dan distribusinya dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur. Senyawa polar akan terbawa dalam pelarut polar, senyawa semipolar akan terbawa dalam pelarut yang semipolar, dan senyawa nonpolar akan terbawa dalam pelarut nonpolar (Khopkar, 2002).

Ekstraksi cair-cair ditentukan oleh distribusi Nerst atau hukum partisi yang

menyatakan bahwa ”pada konsentrasi dan tekanan yang konstan, analit akan

terdistribusi dalam proporsi yang selalu sama diantara dua pelarut yang saling

tidak campur”. Perbandingan konsentrasi pada keadaan setimbang di dalam 2 fasa disebut dengan koefisien distribusi atau koefisien partisi (KD) dan dirumuskan dengan:

Keterangan :

KD : Koefisien distribusi

[S]org : Konsentrasi analit dalam fasa organik [S]aq : Konsentrasi analit dalam fasa air

Ekstraksi cair-cair bertahap merupakan teknik ekstraksi cair-cair yang paling sederhana, cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak saling bercampur kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi distribusi zat terlarut di antara kedua pelarut (Khopkar 2002). Dalam hal ini, pemisahan zat yang polar dan nonpolar dapat dilakukan dengan ekstraksi cair-cair


(31)

(partisi) dalam corong pisah. Pengocokan bertujuan memperluas area permukaan kontak di antara kedua pelarut sehingga pendistribusian zat terlarut di antara keduanya dapat berlangsung dengan baik. Syarat pelarut untuk ekstraksi cair-cair adalah memiliki kepolaran yang sesuai dengan bahan yang diekstraksi dan harus terpisah setelah pengocokan (Harvey, 2000).

2.4. Kromatografi

Berdasarkan IUPAC (1993) kromatografi merupakan suatu metode yang digunakan untuk memisahkan suatu komponen dari campuran berdasarkan perbedaan distribusi suatu komponen di dalam dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Secara umum ada tiga jenis kromatografi berdasarkan dari perbedaan kedua fasa tersebut, yaitu kromatografi padat-cair (kromatografi lapis tipis, kromatografi kertas, kromatografi kolom), kromatografi cair-cair dan kromatografi gas-cair (Hostettmanet al., 1995).

2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode konvensional yang masih digunakan dalam analisis modern. Kromatografi ini bertujuan untuk

menentukan jumlah komponen campuran, mengidentifikasi komponen dan mendapatkan kondisi yang tepat pada saat pemisahan dengan kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) seperti pemilihan fasa gerak yang akan digunakan (Johnson dan Stevenson, 1991).

Pada kromatografi lapis tipis, fasa diam yang sering digunakan adalah serbuk silika gel (SiO2x H2O), alumina, tanah diatom, selulosa dan lain-lain yang mempunyai ukuran butir sangat kecil berkisar 0,063-0,125 mm. Sedangkan


(32)

fasa gerak digunakan pelarut–pelarut organik yang sesuai bahkan beberapa campuran pelarut untuk mendapatkan pemisahan yang paling baik

(Hostettmanet al., 1995).

Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu komponen dalam campuran senyawa yang diketahui maupun yang tidak diketahui dan salah satu langkah awal dalam teknik pemurnian suatu senyawa daricrudeekstrak kasar (Hajnos et al., 2008).

Pada pelaksanaan kromatografi lapis tipis, larutan cuplikan atau sampel ditotolkan pada plat dengan pipet mikro atau injektor pada jarak 1–2 cm dari batas plat. Setelah kering, plat siap untuk dikembangkan dengan fasa gerak sampai pada batas tertentu. Proses pengembangan dikerjakan dalam wadah tertutup yang diisi dengan fasa gerak yang tepat dan telah dijenuhi uap pelarut agar dihasilkan pemisahan yang baik. Untuk mengidentifikasi senyawa dalam plat KLT dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: pengamatan langsung (untuk noda/bercak yang tampak), dengan lampu ultraviolet, atau dengan pereaksi semprot penimbul warna (Anwar, 1994).


(33)

Hasil yang didapat kemudian diamati dengan menghitung harga perbandingan jarak pergerakan komponen-komponen yang dipisahkan dengan jarak

pergerakan pelarut yang dikenal dengan Rf (Retention Factor/Faktor Retensi).

Hubungan persamaan nilai Rf dapat dirumuskan sebagai berikut : Jarak perjalanan suatu senyawa

Rf =

Jarak perjalanan suatu fasa gerak

Harga Rf ini bergantung pada beberapa parameter yaitu sistem pelarut, adsorben (ukuran butir, kandungan air, ketebalan), jumlah bahan yang ditotolkan pada plat dan suhu (Khopkar, 2002).

KLT mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya: waktu yang dibutuhkan tidak lama (2–5 menit) dan sampel yang dipakai hanya sedikit sekali (2–20 µg). Kerugiannya dengan menggunakan KLT adalah tidak efektif untuk skala industri. Walaupun lembaran KLT yang digunakan lebih lebar dan tebal, pemisahannya sering dibatasi hanya sampai beberapa miligram sampel saja (Mayo, 2000). Metode ini kepekaannya cukup tinggi dengan jumlah cuplikan beberapa mikrogram (Hostettmanet al., 1995). Hasil dari metode KLT akan mengarahkan dilakukannya fraksinasi lebih lanjut untuk

pemisahan suatu komponen dari sampel.

2.4.2 Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom merupakan salah satu teknik pemisahan lebih lanjut setelah metoda KLT dimana pemisahan suatu komponen dari campuran senyawa dilakukan dengan mengalirkan fasa gerak yang sesuai terhadap


(34)

sampel dalam suatu kolom kaca vertikal yang berisi adsorben (fasa diam) hingga cairan pelarut mengalir melalui kolom akibat gaya grafitasi. Di dalam kolom akan terjadi kesetimbangan antara zat terlarut yang di adsorbsi

adsorben dan pelarut yang mengalir melewati kolom, sehingga terjadi pola pemisahan dari masing–masing komponen senyawa yang kemudian dapat ditampung menurut pola pemisahannya. Ukuran partikel fasa diam akan mempengaruhi aliran pelarut melewati kolom. Fasa diam dengan ukuran partikel lebih kecil digunakan dalam kromatografiflash, sedangkan yang berukuran partikel besar digunakan dalam kromatografi kolom grafitasi. Fasa diam yang sering digunakan adalah silika gel (SiO2x H2O ). Silika gel

berukuran partikel 70-230 mesh sering digunakan untuk kolomflashdan yang berukuran 230-430 untuk kolom grafitasi (Heftmann, 1983).

Kromatografi kolom biasanya digunakan untuk teknik pemurnian, yaitu mengisolasi suatu senyawa dari campurannya (Jhonson dan Stevenson, 1991).

Menurut Heftmann (1983), kepolaran relatif fasa diam dan fasa gerak kromatografi kolom dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu:

(1). Kromatografi kolom fasa normal

Pada kromatografi ini, fasa diam bersifat polar dan fasa gerak relatif bersifat nonpolar, sehingga komponen yang kepolarannya paling rendah terelusi lebih dulu. Selain itu ikatan hidrogen yang terbentuk antara komponen senyawa terhadap fasa diam silika akan mempengaruhi pergerakan komponen tersebut di dalam kolom.


(35)

(2). Kromatografi kolom fasa terbalik

Pada kromatografi ini, fasa diam bersifat nonpolar dan fasa gerak relatif bersifat polar sehingga komponen yang kepolarannya tinggi akan terelusi lebih dulu.

Gambar 11. Ilustrasi kromatografi cair fasa normal dan fasa terbalik (http://www.chem-is-try.org).

Menurut Sastrohamidjojo (2001) bila pelarut dibiarkan mengalir melalui kolom, maka pelarut tersebut akan mengangkut senyawa-senyawa yang merupakan komponen dari campuran. Kecepatan bergerak suatu komponen bergantung pada berapa besarnya ia terhambat atau tertahan oleh penjerap di dalam kolom. Hal ini dipengaruhi oleh adanya interaksi antara komponen dalam sampel terhadap fasa diamnya. Jika perbedaan dalam serapan cukup besar maka akan terjadi pemisahan yang sempurna.

2.4.3.Medium Pressure Liquid Chromatography(MPLC)

Medium pressure Liquid Chromatographyatau dikenal sebagai kromatografi preparatif telah dikembangkan sejak 20 tahun yang lalu untuk mempermudah dalam proses pemisahan komponen dari campuran senyawa organik bahan alam. Kromatografi preparatif banyak digunakan untuk pemisahan komponen


(36)

dari sampel dalam jumlah besar. Akan tetapi tingkat ketelitian alat ini masih kurang baik dibanding dengan kromatografi analitik (HPLC). Sistem elusi pada kromatografi preparatif menggunakan tekanan sedang berkisar 10–50 bar.

Gambar 12. Skema kromatografi preparatif (Budiarti dkk., 2010).

Pada dasarnya prinsip kerja kromatografi preparatif sama dengan kromatografi kolom gravitasi, dimana pemisahan suatu komponen dari campurannya

berdasarkan perbedaan distribusi suatu komponen dalam fasa diam dan fasa geraknya. Beberapa hal yang membedakan kromatografi preparatif dengan kromatografi kolom grafitasi :

Tekanan, pada kromatografi preparatif menggunakan tekanan

sedang/menengah sedangkan kromatografi kolom gravitasi masih menggunakan gaya gravitasi bumi dalam proses elusinya.

Sensitivitas, kromatografi preparatif telah menggunakan sistem perangkat

detektor yang dapat diatur pemilihan panjang gelombangnya sehingga dengan penggunaan detektor ini akan mempercepat proses pemisahan dan


(37)

mempunyai tingkat ketelitian yang tinggi dibanding kromatografi kolom gravitasi.

Kolom yang digunakan dalam kromatografi preparatif dapat dipakai

berulangkali. Kebersihan dan pemilihan sistem pelarut yang sesuai sangat penting untuk menjaga kualitas dan keawetan dari kolom yang digunakan.

2.5. Antibakteri

Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Antimikroba terdiri dari antibiotika, antiseptik dan desinfektan. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba penyebab infeksi manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada yang bersifat

membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid (Brookset al.,1996).

Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniseluler dan tidak mengandung struktur yang dibatasi membran di dalam sitoplasmanya, termasuk klas

Schizomycetes, berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel. Sel-sel secara khas, berbentuk bola seperti batang atau spiral. Bakteri yang khas

berdiameter sekitar 0,5 sampai 1,0 µm dan panjangnya 1,5 sampai 2,5 um. Beberapa bakteri dapat tumbuh pada suhu 00C dan ada yang tumbuh dengan baik pada sumber air panas yang suhunya 900C atau lebih (PelezarandChan, 1988). Biasanya untuk menguji sifat antibakteri suatu senyawa digunakan bakteri yang bersifat patogen. Dalam penelitian ini digunakan bakteriStaphylococcus aureus.


(38)

Staphylococcus aureusberasal dari famili Micrococcaceae dan merupakan bakteri gram positif, tidak berspora, dan bersifat katalase positif. Bakteri ini umumnya ditemukan dalam bentuk kelompok kecil bergerombol. Bakteri gram positif memiliki struktur dinding sel dengan lebih banyak peptidoglikan, sedikit lipid dan dinding sel mengandung polisakarida (asam teikoat). Asam teikoat merupakan polimer yang larut dalam air, yang berfungsi sebagai transport keluar-masuk ion positif dalam sel. Diameter bakteri ini antara 0,8-1,0 µm. Jenis-jenis

Staphylococcusdi laboratorium tumbuh dengan baik dalam kaldu biasa pada suhu 370C. Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya ialah 150C dan 400C, sedangkan suhu pertumbuhan optimum ialah 350C. Diantara semua bakteri yang tidak membentuk spora, makaStaphylococcus aureustermasuk jenis bakteri yang paling kuat daya tahannya. Pada agar miring dapat tetap hidup sampai berbulan-bulan, baik dalam lemari es maupun pada suhu kamar. Dalam keadaan kering pada benang, kertas, kain dan dalam nanah dapat tetap hidup selama 6-14 minggu (Volk dan Wheeler, 1993).

2.6. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atauHigh Performance Liquid Chromatography(HPLC)

HPLC merupakan alat yang berfungsi mendorong analit melalui sebuah kolom dari fase diam ( yaitu sebuah tube dengan partikel bulat kecil dengan permukaan kimia tertentu) dengan memompa cairan (fase bergerak) pada tekanan tinggi melalui kolom. HPLC secara mendasar merupakan perkembangan tingkat tinggi dari kromatografi kolom. Selain dari pelarut yang menetes melalui kolom dibawah grafitasi, didukung melalui tekanan tinggi sampai dengan 400 atm. Hal ini akan mempercepat dalam proses pemisahan.


(39)

Menurut Putra (2004), pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) efisiensi waktu dan tingkat kemurnian senyawa yang akan diisolasi dapat dilakukan dengan cepat dan maksimal. Hal ini terkait dari beberapa kelebihan dari teknik KCKT yang digunakan dibanding dengan kromatografi cair klasik, yaitu diantaranya :

Cepat: Waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam. Banyak analisis yang

dapat diselesaikan sekitar 15-30 menit. Untuk analisis yang tidak rumit (uncomplicated), waktu analisis kurang dari 5 menit bisa dicapai.

Resolusi : Berbeda dengan KG, Kromatografi Cair mempunyai dua fasa

dimana interaksi selektif dapat terjadi. Pada KG, gas yang mengalir sedikit berinteraksi dengan zat padat; pemisahan terutama dicapai hanya dengan fasa diam. Kemampuan zat padat berinteraksi secara selektif dengan fasa diam dan fasa gerak pada KCKT memberikan parameter tambahan untuk mencapai pemisahan yang diinginkan.

Sensitivitas detektor : Detektor absorbsi UV yang biasa digunakan dalam

KCKT dapat mendeteksi kadar dalam jumlah nanogram (10-9 gram) dari bermacam- macam zat. Detektor-detektor Fluoresensi dan Elektrokimia dapat mendeteksi jumlah sampai picogram (10-12 gram). Detektor-detektor seperti Spektrofotometer Massa, Indeks Refraksi, Radiometri, dll dapat juga digunakan dalam KCKT

Kolom yang dapat digunakan kembali : Berbeda dengan kolom

kromatografi klasik, kolom KCKT dapat digunakan kembali (reusable) . Banyak analisis yang bisa dilakukan dengan kolom yang sama sebelum dari jenis sampel yang diinjeksi, kebersihan dari solven dan jenis solven yang digunakan ideal untuk zat bermolekul besar dan berionik : zat –zat


(40)

yang tidak bisa dianalisis dengan KG karena volatilitas rendah , biasanya diderivatisasi untuk menganalisis spesies ionik. KCKT dengan tipe eksklusi dan penukar ion ideal sekali untuk menganalisis zat – zat tersebut.

Mudah rekoveri sampel : Umumnya detektor yang digunakan dalam

KCKT tidak menyebabkan destruktif (kerusakan) pada komponen sampel yang diperiksa, oleh karena itu komponen sampel tersebut dapat dengan mudah dikumpulkan setelah melewati detektor. Pelarutnya dapat dihilangkan dengan menguapkan kecuali untuk kromatografi penukar ion memerlukan prosedur khusus.

Secara umum metoda kromatografi cair kinerja tinggi mempunyai prinsip kerja yang sama seperti pada metode kromatografi kolom, dimana proses pemisahan senyawa terjadi akibat adanya keseimbangan distribusi antara zat terlarut (sampel) yang di adsorbsi adsorben dan pelarut yang mengalir melewati kolom. Akan tetapi yang membedakan dalam sistem kromatografi ini adalah proses pemisahan

komponen sampel di dalam kolom dilakukan pada sistem tekanan tinggi dengan tingkat ukuran partikel adsorben fasa diam yang diperkecil dan tingkat sensitifitas pemisahan dapat digunakan beberapa macam detektor yang dapat diganti.

Berdasarkan prinsip kerjanya, HPLC dibedakan menjadi: 1. HPLCIsocratic

HPLCisocraticdigunakan pada analisis senyawa kimia yang tidak memerlukan perubahan komposisi fasa gerak, suhu, tekanan (pressure) dan daya alir (flow rate) selama sampel diinjeksikan dan terelusi di dalam kolom.


(41)

2. HPLCGradient

HPLCgradientdigunakan pada analisis senyawa kimia yang biasanya memerlukan perubahan komposisi fasa gerak, suhu, tekanan dan daya alir selama sampel terelusi di dalam kolom agar senyawa kimia tersebut dapat dipisahkan dari campurannya secara sempurna.

Metode kromatografi kinerja tinggi sangat efisien untuk memisahkan berbagai senyawa walaupun tidak langsung memisahkan seluruh senyawa yang tercampur hingga saat ini.

2.7. SpektroskopiFourier Transfrom Infrared(FTIR)

Untuk menentukan karakteristik suatu senyawa dapat dilakukan analisis dengan teknik spektroskopi. Spektroskopi merupakan ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara energi cahaya dan materi (Silverstein dkk., 1986). Pada dasarnya prinsip dari Spektrofotometer FTIR adalah sama dengan Spektrofotometer Infra Red dispersi, perbedaannya adalah pengembangan pada sistem optiknya sebelum berkas sinar infra merah yang melewati contoh. Dasar pemikirannya berasal dari persamaan gelombang yang dirumuskan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier (1768-1830) seorang ahli matematika dari Perancis. Dari deret Fourier tersebut intensitas gelombang dapat digambarkan sebagai daerah waktu atau daerah frekuensi

dimana :

= c/ = frekuensi (Hz)

= Panjang gelombang (cm).


(42)

Sedangkan energi radiasi elektromagnetik (E) berkaitan dengan frekuensi : E = h

= Frekuensi (Hz),

h = KonstantaPlanck’s, ~6.626x10-34J/Hz

Perubahan gambaran intensitas gelombang energi radiasi elektromagnetik dari daerah waktu ke daerah frekuensi atau sebaliknya disebut Transformasi Fourier (Fourier Transform). Selanjutnya pada sistim optik peralatan instrumen Fourier Transform Infra Red dipakai dasar daerah waktu yang non dispersif (Silverstein andWebster, 1998).

Spektroskopi FTIR merupakan metode yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa organik, gugus fungsi ini dapat ditentukan berdasarkan energi ikatan dari tiap atom. Sampel menyerap radiasi elektromagnetik di daerah infra merah yang menyebabkan terjadinya vibrasi ikatan kovalen. Hampir semua senyawa organik memiliki ikatan kovalen yang berbeda-beda, sehingga menghasilkan jenis vibrasi dan serapan yang berbeda-beda pula pada suatu spektrum IR (Silverstein dkk., 1986).

Pada umumnya spektrum IR dibedakan menjadi tiga daerah. Daerah bilangan gelombang tinggi antara 4000-1300 cm-1(2-7,7 µm) yang disebut daerah gugus fungsi karakteristik frekuensi tarik untuk gugus fungsi penting seperti C=O, OH, dan NH termasuk dalam daerah ini. Daerah frekuensi menengah, yakni antara 1300-900 cm-1( 7-11 µm) yang diketahui sebagai daerah fingerprint, yang mengabsorpsi secara lengkap dan umumnya kombinasi dari interaksi vibrasi, setiap molekul memberikanfingerprintyang unik.


(43)

Spektrum pada daerah ini menunjukkan nilai khusus dan merupakan referensi untuk daerah lain. Daerah antara 900-650 cm-1(11-15 μ m) menunjukkan

klasifikasi umum dari molekul yang terbentuk dari absorbansi seperti cincin benzen tersubstitusi. Adanya absorbansi pada daerah bilangan gelombang rendah dapat memberikan data yang baik akan adanya senyawa aromatik. Selain itu adanya intensitas absorbansi di daerah frekuensi rendah juga menunjukkan adanya karakteristik senyawa dimer karboksilat, amina, atau amida (Coates, 2000).


(44)

1.1. Latar belakang

Indonesia terkenal sebagai negara kepulauan dengan dua per tiga wilayahnya merupakan daerah perairan yang cukup luas. Wilayah kedaulatan dan yuridiksi Indonesia yang terbentang dari 6°08' LU hingga 11°15' LS dan dari 94°45' BT hingga 141°05' BT mempunyai posisi geografis sangat strategis, karena menjadi penghubung dua samudera dan dua benua, Samudera Indonesia dengan Samudera Pasifik dan Benua Asia dengan Benua Australia. Dengan luas perairannya yang mencapai 5,8 juta km2dan di dukung oleh garis pantai sepanjang 81.000 km, Indonesia memiliki potensi kekayaan alam hayati dan nir-hayati yang cukup melimpah (Departemen Kelautan, 2005).

Kekayaan perairan Indonesia terdiri dari ekosistem pesisir hutan bakau, ekosistem terumbu karang dan padang lamun. Dari seluruh jumlah terumbu karang di Asia, 51% di antaranya dimiliki oleh Indonesia. Namun pemanfaatan potensi yang ada hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, transportasi dan pariwisata yang dalam pemanfaatannya cenderung merusak lingkungan. Oleh sebab itu sebelum terjadi kerusakan yang lebih parah, perlu upaya yang berkaitan dengan peningkatan potensi yang ada termasuk pengkajian terhadap biota laut yang salah satunya adalah sponga.


(45)

perairan laut dan danau (Sumaryono dkk., 2005). Menurut Munroet al. (1999), sponga dikenal sebagai organisme yang kaya dengan kandungan senyawa bioaktif dan paling banyak diteliti. Senyawa bioaktif dari sponga sangat beragam dan secara kimia memiliki struktur yang unik dan menarik untuk dijadikan sebagai senyawa awal (lead compound) dalam sintesis obat–obat baru. Hal ini

dikarenakan pada setiap lingkungan yang berbeda, sponga memiliki karakteristik yang berbeda pula dalam mempertahankan hidupnya sehingga menyebabkan sponga mempunyai banyak keanekaragaman struktur kimia dalam tubuhnya (Amir, 1996 dan Munroet al., 1999).

Penelitian mengenai sponga hingga saat ini masih sangat gencar dilakukan. Seperti yang dilakukan Aokiet al.pada tahun 2006 yang berhasil menemukan senyawa bioaktif steroidal alkaloid cortistatins A, B, C dan D (Gambar 9 [25-28]) dari spongaCorticium simplexyang memiliki kerangka struktur unik pada 9(10-19)-abeo-androstane dimana struktur ini terdiri dari 2 unit rantai yaitu unit oxabicyclo[3.2.1]octene dan unit isoquinoline. Dari informasi data–data yang diperoleh bahwa senyawa ini juga ditemukan pada jenis tanaman obatBuxusdan Cimicifugasp. Setahun kemudian Watanabeet al.dan Aokiet al.melaporkan penemuan senyawa cortistatins E, F, G, H dan J, K, L dari sponga yang sama. Hasil uji bioaktifitas menunjukkan bahwa senyawa–senyawa tersebut memiliki aktifitas lebih lemah dibandingkan dengan cortistatinsAdalam menginhibisi pembelahanHuman Umbilical Vein Endothelial Cells(HUVECs) dan beberapa sel tumor.


(46)

Berdasarkan dari data penelitian sponga yang pernah dilaporkan, masih banyak kemungkinan untuk menemukan senyawa baru dari beberapa jenis sponga yang sama karena sebagian peneliti hanya mengisolasi ekstrak sponga yang hanya memiliki aktivitas kuat terhadap uji spesifik suatu penyakit pada manusia. Umumnya senyawa yang berhasil diisolasi dari sponga merupakan senyawa metabolit sekunder yang dikeluarkan tubuh sponga akibat adaptasi sponga terhadap lingkungan, makanan dan predatornya. Senyawa metabolit ini memiliki sifat toksik dan aktif terhadap beberapa sel dan mikroorganisme yang bersifat patogenik sehingga dapat dijadikan sebagai bahan dasar dalam pencarian obat baru yang sangat berguna untuk perkembangan riset, dunia medis dan kedokteran (Achmad, 2001).

Senyawa metabolit yang telah berhasil diisolasi dari sponga antara lain berasal dari golongan steroid, terpenoid, poliketida dan alkaloid. Namun dari beberapa golongan senyawa tersebut, alkaloid merupakan golongan senyawa yang memiliki potensi besar sebagai sumber senyawa bioaktif karena hampir semua senyawa alkaloid bersifat toksik dan memiliki kemampuan farmakologik lebih besar dibandingkan dengan golongan lain (Grubeet al., 2007). Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk ekplorasi sumber daya laut khususnya sponga sebagai sumber penemuan senyawa bioaktif. Dalam penelitian ini akan dilakukan upaya untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi senyawa alkaloid hasil metabolit sekunder dari spongaXestospongiasp. deposit Laboratorium Biomass Unila.


(47)

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah melakukan isolasi dan mengkarakterisasi struktur senyawa alkaloid hasil metabolit sekunder dari spongaXestospongiasp. deposit Laboratorium Biomasa Terpadu Unila yang diperoleh dari perairan Teluk Kupang.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat penilitian ini adalah senyawa yang diperoleh dapat digunakan untuk membantu kemajuan riset mengenai penemuan baru senyawa aktif dari sponga dan dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam sintesis pembuatan obat yang bersifat aman dan efektif untuk kepentingan dunia medik dan kedokteran.


(48)

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, berkatrahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudulKarakterisasi Senyawa Alkaloid Hasil Metabolit Sekunder dari Sponga Xestospongia sp.”.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada suri teladan bagi seluruh manusia dan nabi akhir zaman Rasulullah Muhammad SAW beserta para

keluarganya, para sahabatnya dan kita selaku umatnya sampai akhir zaman. Pada kesempatan ini, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis sampaikan banyak terima kasih kepada :

1. Prof. Suharso, Ph.D., selaku Dekan FMIPA Unila.

2. Bapak Andi Setiawan, Ph.D., selaku pembimbing 1 sekaligus Ketua Jurusan Kimia yang telah dengan sabar dan penuh perhatian memberikan arahan, bimbingan, ilmu, dan dukungan dalam menyelasaikan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Tati Suhartati, M.Si. selaku Pembimbing Akademik atas

bimbingan, nasihat, kritik, dan saran kepada penulis selama menyelesaikan studi.

4. Ibu Nurul Utami, M.Sc. selaku penguji I yang telah banyak memberikan koreksi, kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.


(49)

6. Staf administrasi FMIPA Unila.

7. Seluruh staf dosen dan karyawan Jurusan Kimia FMIPA Unila 8. Keluargaku tercinta yang menjadi inspirasi dan motivator penulis. 9. Keluarga besar Laboratorium Biomasa Terpadu Unila.

10. Sahabat dan rekan-rekan di Jurusan Kimia FMIPA Unila yang selalu memberikan semangat dan dukungan moral selama menyelesaikan studi.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian dengan balasan yang sebaik-baiknya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Olehkarena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga sekelumit ilmu yang tertuang dalam skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amiiin.

Bandar Lampung, Agustus 2012 Penulis


(50)

Dengan rasa bahagia dan syukur pada Ilahi Robbi

Kupersembahkan Karya ini untuk:

Allah SWT, atas limpahan nikmat dan karunia yang tak terbatas

Nabi Muhammad sebagai Uswatun Hasanah bagi setiap manusia

Ayahanda dan Alm. Ibunda Tercinta,

tanpa pamrih selalu memberikan kasih sayangnya dan selalu

mendoakanku dalam sujudnya

Kakak dan Adikku Tersayang

yang selalu menjadi inspirasi dan motivasiku


(51)

Hidup adalah pilihan ,manfaatkan dengan baik dan

jangan pernah ada kata menyerah untuk menjalaninya

Ikhlas dan tauhid adalah pohon yang ditanam di taman hati,

Amal perbuatan adalah cabang-cabangnya, sedangkan

buah-buahnya adalah kehidupan yang baik di dunia dan

kenikmatan abadi di alam akhirat. (Ibnul-Qayyim)

Anda harus tahan terhadap ulat jika ingin dapat melihat

kupu-kupu. (Antoine De Saint)

Inna Sholaati Wanusuki Wamahyaaya Wamamati Lillahi

Robbil Alamin , Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup


(52)

Penulis dilahirkan di Kahuripan Jaya, Kecamatan Banjar Baru, Kabupaten Tulang Bawang pada tanggal 22 Agustus 1985 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Yasim dan (Alm.) Suliah.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Xaverius Dipasena pada tahun 1998, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 7 Menggala pada tahun 2001, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Banjar Agung pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi S1 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar Fakultas Pertanian, praktikum Kimia Medik Fakultas Kedokteran, praktikum Kimia Dasar, Kimia Organik, dan Agroindustri di Fakultas MIPA. Pada tahun 2006-2007 penulis aktif sebagai anggota bidang sosial dan

kemasyarakatan HIMAKI FMIPA Unila dan menjabat sebagai anggota Biro Penerbitan pada periode 2007-2008.


(53)

1. Tim Penguji

Pembimbing Utama : Andi Setiawan, Ph.D ………

Penguji I : Dra. Nurul Utami, M.Sc. ………

Penguji II : Dra. Aspita Laila, M.S. ………

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Prof. Suharso, Ph.D. NIP 196905301995121001


(54)

Nama Mahasiswa : Eko Setyono No. Pokok Mahasiswa : 0517011031

Jurusan : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama,

Andi Setiawan, Ph.D. NIP. 195809221988111001

2. a. n. Ketua Jurusan Kimia

Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M. T. NIP. 197407052000031001


(55)

Oleh

Eko Setyono

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(56)

KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID HASIL

METABOLIT SEKUNDER DARI SPONGAXESTOSPONGIASP.

Oleh

Eko Setyono

Telah dilakukan isolasi dan karakterisasi senyawa bioaktif spongaXestospongia sp. Sampel sponga diperoleh dari perairan teluk Kupang dan diambil dengan teknikscuba dive. Sampel diekstraksi menggunakan metanol kemudian dipekatkan dengan mesin pemutar vakum hingga didapatkan ekstrak pekat metanol 25 gram. Keberadaan senyawa alkaloid dari ekstrak sponga diuji secara KLT menggunakan pereaksi visualisasi spesifik Dragendrof dan serium sulfat. Isolasi senyawa aktif T5b (5,2 mg) dari ekstrak metanol sponga dilakukan melalui beberapa tahapan kromatografi dan dimonitor dengan uji daya hambat

pertumbuhan bakteriStaphylococcus aureus. Analisis secara KLT menunjukkan bahwa senyawa T5b memiliki nilai Rf 0,37 menggunakan fasa gerak

diklorometana-metanol (9:1). Hasil interpretasi data sektrum FTIR menunjukkan bahwa senyawa T5b memiliki gugus hidroksi dengan adanya vibrasi ulur O-H pada daerah sekitar 3425 cm-1dan vibrasi ulur C-O pada daerah sekitar 1144 cm -1

, keberadaan gugus alkil terindikasi dengan adanya vibrasi ulur C-H pada daerah sekitar 2930 cm-1, sedangkan vibrasi ulur C-H pada daerah sekitar 2856 cm-1dan vibrasi tekuk C-H pada daerah sekitar 1457 cm-1mengindikasikan adanya gugus gugus terminal metil. Indikasi adanya gugus amina siklik dari senyawa alkaloid terlihat dari vibrasi tarik N tersier pada daerah sekitar 1384 cm-1dan 1320 cm-1. Senyawa T5b memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri


(57)

THE CHARACTERIZATION OF ALKALOID COMPOUND FROM SECONDARY METOBOLITE SPONGEXESTOSPONGIASP.

By

Eko Setyono

The characterization of alkaloid compound from secondary metabolite sponge Xestospongiasp. has been carried out. Sponge was collected from Kupang bay waters by scuba dive. Sample was extracted by methanol and evaporated by vacuum rotary evaporator in order to get extract methanol. The presence alkaloid compound from extract sponge was tested by using thin layer chromatography with visualization reagents, Dragendroft and cerium sulfate. The active compound T5b (5,2 mg) from methanol extract sponge were isolated through several

chromatography steps and monitored by inhibition growth of bacterial

Staphylococcus aureus. Analysis by TLC showed that T5b has Rf value 0.37 using eluent dichloromethane-methanol (9: 1). Interpretation the FTIR spectrum of T5b compound suggested that compound has hydroxyl group with O-H

stretching vibration at 3425 cm-1and C-O stretching vibration at 1144 cm-1, alkyl group indicated with C-H stretching vibration at 2930 cm-1, terminal methyl group indicated with C-H stretching vibration at 2856 cm-1and C-H bend vibration at 1457 cm-1. Amine cyclic group from alkaloid compound indicated with C-N stretcing vibration at 1384 cm-1and 1320 cm-1. Moreover, T5b compound showed an activity as antibacterial againstStaphylococcus aureuswith consentration 1,8 mg/mL.


(1)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kahuripan Jaya, Kecamatan Banjar Baru, Kabupaten Tulang Bawang pada tanggal 22 Agustus 1985 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Yasim dan (Alm.) Suliah.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Xaverius Dipasena pada tahun 1998, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 7 Menggala pada tahun 2001, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Banjar Agung pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi S1 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar Fakultas Pertanian, praktikum Kimia Medik Fakultas Kedokteran, praktikum Kimia Dasar, Kimia Organik, dan Agroindustri di Fakultas MIPA. Pada tahun 2006-2007 penulis aktif sebagai anggota bidang sosial dan

kemasyarakatan HIMAKI FMIPA Unila dan menjabat sebagai anggota Biro Penerbitan pada periode 2007-2008.


(2)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Pembimbing Utama : Andi Setiawan, Ph.D ………

Penguji I : Dra. Nurul Utami, M.Sc. ………

Penguji II : Dra. Aspita Laila, M.S. ………

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Prof. Suharso, Ph.D. NIP 196905301995121001


(3)

Judul Skripsi : Karakterisasi Senyawa Alkaloid Hasil Metabolit Sekunder dari SpongaXestospongiasp.

Nama Mahasiswa : Eko Setyono No. Pokok Mahasiswa : 0517011031

Jurusan : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama,

Andi Setiawan, Ph.D. NIP. 195809221988111001

2. a. n. Ketua Jurusan Kimia

Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M. T. NIP. 197407052000031001


(4)

KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID HASIL

METABOLIT SEKUNDER DARI SPONGAXESTOSPONGIASP.

Oleh

Eko Setyono

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(5)

ABSTRAK

KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID HASIL

METABOLIT SEKUNDER DARI SPONGAXESTOSPONGIASP.

Oleh

Eko Setyono

Telah dilakukan isolasi dan karakterisasi senyawa bioaktif spongaXestospongia sp. Sampel sponga diperoleh dari perairan teluk Kupang dan diambil dengan teknikscuba dive. Sampel diekstraksi menggunakan metanol kemudian dipekatkan dengan mesin pemutar vakum hingga didapatkan ekstrak pekat metanol 25 gram. Keberadaan senyawa alkaloid dari ekstrak sponga diuji secara KLT menggunakan pereaksi visualisasi spesifik Dragendrof dan serium sulfat. Isolasi senyawa aktif T5b (5,2 mg) dari ekstrak metanol sponga dilakukan melalui beberapa tahapan kromatografi dan dimonitor dengan uji daya hambat

pertumbuhan bakteriStaphylococcus aureus. Analisis secara KLT menunjukkan bahwa senyawa T5b memiliki nilai Rf 0,37 menggunakan fasa gerak

diklorometana-metanol (9:1). Hasil interpretasi data sektrum FTIR menunjukkan bahwa senyawa T5b memiliki gugus hidroksi dengan adanya vibrasi ulur O-H pada daerah sekitar 3425 cm-1dan vibrasi ulur C-O pada daerah sekitar 1144 cm

-1

, keberadaan gugus alkil terindikasi dengan adanya vibrasi ulur C-H pada daerah sekitar 2930 cm-1, sedangkan vibrasi ulur C-H pada daerah sekitar 2856 cm-1dan vibrasi tekuk C-H pada daerah sekitar 1457 cm-1mengindikasikan adanya gugus gugus terminal metil. Indikasi adanya gugus amina siklik dari senyawa alkaloid terlihat dari vibrasi tarik N tersier pada daerah sekitar 1384 cm-1dan 1320 cm-1. Senyawa T5b memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri


(6)

ABSTRACT

THE CHARACTERIZATION OF ALKALOID COMPOUND FROM SECONDARY METOBOLITE SPONGEXESTOSPONGIASP.

By

Eko Setyono

The characterization of alkaloid compound from secondary metabolite sponge Xestospongiasp. has been carried out. Sponge was collected from Kupang bay waters by scuba dive. Sample was extracted by methanol and evaporated by vacuum rotary evaporator in order to get extract methanol. The presence alkaloid compound from extract sponge was tested by using thin layer chromatography with visualization reagents, Dragendroft and cerium sulfate. The active compound T5b (5,2 mg) from methanol extract sponge were isolated through several

chromatography steps and monitored by inhibition growth of bacterial

Staphylococcus aureus. Analysis by TLC showed that T5b has Rf value 0.37 using eluent dichloromethane-methanol (9: 1). Interpretation the FTIR spectrum of T5b compound suggested that compound has hydroxyl group with O-H

stretching vibration at 3425 cm-1and C-O stretching vibration at 1144 cm-1, alkyl group indicated with C-H stretching vibration at 2930 cm-1, terminal methyl group indicated with C-H stretching vibration at 2856 cm-1and C-H bend vibration at 1457 cm-1. Amine cyclic group from alkaloid compound indicated with C-N stretcing vibration at 1384 cm-1and 1320 cm-1. Moreover, T5b compound showed an activity as antibacterial againstStaphylococcus aureuswith consentration 1,8 mg/mL.