PENAPISAN DAN KARAKTERISASI SENYAWA ANTIOKSIDAN ACTINOMYCETES YANG BERASOSIASI DENGAN SPONGA

(1)

ABSTRACT

SCREENING AND CHARACTERIZATION OF ANTIOXIDANT COMPOUNDS FROM ACTINOMYCETES ASSOCIATED WITH SPONGES

By

Yulistia Anggraini

The screening and characterization of antioxidant compounds from

actinomycetes associated with sponges has been carried out. The result of the screening gave an information that strain AT05 had the highest antioxidant activity compared to strain ANCb-6, ANT2, ANT3, and ANTd3. The test of thin layer chromatography with ninhydrin and Dragendorff reagents showed that the antioxidant component is belong to alkaloid group. The extract of AT05 was purified by several steps of chromatography to get compounds YA1 0,7 mg and YA2 4,8 mg. The FTIR spectrum of YA1 showed that YA1 compound had O-H stretching vibration at 3427 cm-1, C=C stretching vibration at 1680 cm-1, C-N stretching vibration at 1259 cm-1, and a single band of N-H bending vibration at 803 cm-1. The FTIR spectrum of YA2 showed that YA2 compound had O-H stretching vibration at 3415 cm-1, C=C stretching vibration at 1681 cm-1, C-N stretching vibration at 1145 cm-1and N-H bending vibration at 1644 cm-1. These data indicate that YA1 and YA2 belong to alkaloid group which have the

hydroxyl group, double bond, secondary and tertiary amine groups. The scavenging ability of YA1 was 13 % and YA2 was 29% in 1 mg/mL. It concluded that isolate AT05 produce the secondary metabolite compounds of alkaloid group with an antioxidant activity.


(2)

ABSTRAK

PENAPISAN DAN KARAKTERISASI SENYAWA ANTIOKSIDAN ACTINOMYCETESYANG BERASOSIASI DENGAN SPONGA

Oleh

Yulistia Anggraini

Telah dilakukan penapisan dan karakterisasi senyawa antioksidanactinomycetes yang berasosiasi dengan sponga. Hasil penapisan awal memberikan informasi bahwa strain AT05 memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi dibandingkan strain ANCb-6, ANT2, ANT3, dan ANTd3. Uji kromatografi lapis tipis (KLT) dengan pereaksi ninhidrin dan Dragendroff menunjukkan komponen antioksidan tersebut merupakan golongan alkaloid. Ekstrak AT05 kemudian dimurnikan melalui beberapa tahapan kromatografi sehingga diperoleh senyawa YA1 0,7 mg dan YA2 4,8 mg. Spektrum FTIR YA1 menunjukkan bahwa senyawa YA1 memiliki vibrasi tarik O-H pada daerah sekitar 3427 cm-1, vibrasi tarik C=C pada daerah 1680 cm-1, vibrasi tarik C-N pada daerah 1259 cm-1, dan puncak tunggal dari vibrasi tekuk N-H pada daerah 803 cm-1. Spektrum FTIR YA2 menunjukkan bahwa senyawa YA2 memiliki vibrasi tarik O-H pada daerah sekitar 3415 cm-1, vibrasi tarik C=C pada daerah 1681 cm-1, vibrasi tarik C-N pada daerah

1145 cm-1, dan vibrasi tekuk N-H pada daerah 1644 cm-1. Informasi tesebut mengindikasikan bahwa senyawa YA1 dan YA2 memiliki gugus hidroksi, ikatan rangkap, amina sekunder, dan N-tersier. Senyawa YA1 dan YA2, dalam kadar 1 mg/mL, secara berurutan memiliki kemampuan meredam reaksi radikal bebas DPPH sebesar 13% dan 29%. Berdasarkan informasi tersebut disimpulkan bahwa isolat AT05 mampu memproduksi senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid yang bersifat sebagai antioksidan.


(3)

PENAPISAN DAN KARAKTERISASI SENYAWA ANTIOKSIDAN

ACTINOMYCETESYANG BERASOSIASI DENGAN SPONGA

Oleh

YULISTIA ANGGRAINI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(4)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Andi Setiawan, Ph.D ………

Sekretaris : Dra. Nurul Utami, M.Sc. ………

Penguji

Bukan Pembimbing : Heri Satria, M.Si. ………

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Prof. Suharso, Ph.D. NIP 196905301995121001


(5)

Judul Skripsi : PENAPISAN DAN KARAKTERISASI

SENYAWA ANTIOKSIDANACTINOMYCETES YANG BERASOSIASI DENGAN SPONGA Nama Mahasiswa : Yulistia Anggraini

Nomor Pokok Mahasiswa : 0617011017

Program Studi : S1 Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Andi Setiawan, Ph.D. Dra. Nurul Utami, M.Sc.

NIP.195809221988111001 NIP.196204121989032002

2. Ketua Jurusan

Andi Setiawan, Ph.D. NIP.195809221988111001


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Bakti Negara, Kecamatan Pakuan Ratu, Kabupaten Way Kanan pada tanggal 20 Juli 1988 sebagai anak pertama dari lima bersaudara, pasangan Legino S.Pd. dan Siti Musyarofah.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Sukoharjo pada tahun 2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Sukoharjo pada tahun 2003, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kotabumi pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi S1 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswi, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar I Fakultas Pertanian, praktikum Kimia Dasar II, Kimia Organik, dan Agroindustri di Fakultas MIPA. Pada tahun 2007-2008 penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Kimia (Himaki) FMIPA Unila dan menjabat sebagai kepala Biro Kesekretariatan pada periode 2008-2009. Beasiswa yang pernah diraih penulis antara lain Bantuan Khusus Mahasiswa (BKM) pada tahun 2008 dan 2009, serta beasiswa PPA pada tahun 2010. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa kategori Penelitian pada tahun 2008 dengan judul “Pembuatan Asam Asetat dari Rebung” sebagai anggota peneliti.


(7)

Hidup ini singkat, maka jangan membuatnya lebih singkat lagi

dengan sesuatu yang sia-sia

Buat hidupmu sempurna dengan membuat orang di sekitarmu

bahagia. Dan percayalah akan banyak cinta yang datang

menghampiri

Masalah tak seharusnya membuatmu menyerah karena masalah akan

menguatkanmu, jika kamu mau belajar dan mengambil hikmah

Dan ketahuilah bahwa di dalam kesabaran terhadap hal yang engkau

benci terdapat banyak kebaikan. Bahwa pertolongan itu (datang)

setelah kesabaran, dan kelapangan itu (datang) setelah kesempitan

serta bahwa kemudahan itu (datang) setelah kesulitan. (Al Hadist)

Allah akan mengangkat orang yang beriman di antara kamu dan

orang-orang yang memiliki ilmu beberapa derajat (Al-Mujadalah: 11)


(8)

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini penulis persembahkan teruntuk:

Ayahanda dan Ibunda Tercinta,

tanpa pamrih selalu memberikan kasih sayangnya dan selalu

mendoakanku dalam sujudnya

Adik-adikku Tersayang

yang selalu menjadi inspirasi dan motivasiku


(9)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, berkatrahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul“Penapisan dan Karakterisasi Senyawa Antioksidan Actinomycetes yang Berasosiasi dengan Sponga”.

Atas terselesaikannya skripsi ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada: 1. Prof. Suharso, Ph.D., selaku Dekan FMIPA Unila.

2. Bapak Andi Setiawan, Ph.D., selaku pembimbing 1 sekaligus Ketua Jurusan Kimia yang telah dengan sabar dan penuh perhatian memberikan arahan, bimbingan, ilmu, dan dukungan dalam menyelasaikan skripsi ini. 3. Ibu Nurul Utami, M.Sc. selaku pembimbing II sekaligus Pembimbing

Akademik atas bimbingan, nasihat, kritik, dan saran kepada penulis selama menyelesaikan studi.

4. Bapak Heri Satria, M.Si. selaku penguji utama pada ujian skripsi atas kritik dan saran yang telah diberikan.

5. Staf administrasi FMIPA Unila.

6. Staf dosen dan karyawan Jurusan Kimia FMIPA Unila 7. Keluarga besar Laboratorium Biomasa Unila.


(10)

8. Kedua orang tua saya, sahabat, dan rekan-rekan di Jurusan Kimia FMIPA Unila yang selalu memberikan semangat dan dukungan moral selama menyelesaikan studi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Olehkarena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga sekelumit ilmu yang tertuang dalam skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amiiin.

Bandar Lampung, Februari 2012 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA... 5

A. Sponga ... 5

B. Actinomycetes... 8

C. Senyawa Metabolit Sekunder... 10

D. Antioksidan... 12

E. Metode Isolasi Senyawa Bahan Alam... 17

1. Ekstraksi... 17

2. Kromatografi ... 18

a. Kromatografi Lapis Tipis... 18

b. Kromatografi Kolom ... 19


(12)

F. Spektroskopi ... 22

1. Fourier Transform Infra Red(FTIR) ... 22

2. Dereplikasi Menggunakan Spektroskopi FTIR... 23

III. METODE PENELITIAN... 25

A. Waktu dan Tempat Penelitian... 25

B. Alat dan Bahan... 25

C. Prosedur Penelitian ... 26

1. Identifikasi IsolatActinomycetes... 26

2. Kultivasi dan Ekstraksi ... 26

3. Uji Dereplikasi IsolatActinomycetes... 27

4. Penapisan Antioksidan... 27

5. Pengkayaan IsolatActinomycetesdan Eksraksi ... 28

6. Pemurnian Senyawa Antioksidan ... 29

7. Karakterisasi Senyawa Antioksidan ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 30

A. Identifikasi IsolatActinomycetes... 30

B. Kultivasi dan Ekstraksi ... 31

C. Uji Dereplikasi IsolatActinomycetes... 33

D. Penapisan Senyawa Antioksidan ... 35

E. Pengkayaan IsolatActinomycetesAT05 ... 37

F. Pemurnian Senyawa Antioksidan... 38


(13)

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 47

DAFTAR PUSTAKA... 49


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Metabolit sekunder bioaktif yang telah diisolasi dari

actinomycetes(Jensenet.al.,2006) ... 10 2. Karakteristik morfologi isolatactinomycetes... 31


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Salah satu struktur sel sponga paling sederhana ... 5

2. Struktur dari Staurosporine (1), Rebeccamycin (2), K252c (3), dan Arcryaflavin A (4) ... 12

3. Beberapa contoh senyawa antioksidan dari tanaman ... 14

4. Struktur mycothiol ... 15

5. Struktur DPPH ... 16

6. Skema interaksi peptida dengan ligan hidrofobik... 20

7. Contoh tipe spektra FTIR isolatactinomycetes... 24

8. Hasil pengamatan hifa menggunakan mikroskop... 31

9. Spektra FTIR ekstrak kasaractinomycetesdan blanko ... 33

10. Data KLT ekstrakactinomycetes... 34

11. Data KLT penapisan senyawa antioksidanactinomycetes... 35

12. Data KLT identifikasi golongan senyawa antioksidan dengan pereaksi spesifik ... 36

13. Kromatogram KCKT a) AM4-AK, b) AM16 ... 40

14. Kromatogram KCKT AM18-21d ... 41

15. Kromatogram KCKT proses pemurnian fraksi AM4-AK ... 42

16. Spektrum IR senyawa YA1 ... 44


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Actinomycetesmerupakan salah satu sumber penting dalam penemuan senyawa metabolit sekunder bioaktif. Sejak ditemukannyaactinomycin (senyawa antibiotik dariActinomyces antibioticus) oleh Waksman pada tahun 1941, banyak penemuan antibiotik dan senyawa bahan aktif obat (therapeutic agent) ditemukan dariactinomycetes. Menurut Berdy (2005),actinomycetes merupakan kelompok penghasil senyawa metabolit bioaktif mikrobial terbesar. Lebih dari sepuluh ribu senyawa metabolit bioaktif telah berhasil diisolasi dariactinomycetesterestrial dengan berbagai aktivitas biologis, seperti antibiotik, antivirus, antiradang, antitumor, antikanker, dan antioksidan (WuandChen, 1995; RawatandAv-Gay, 2007).

Selama beberapa dekade terakhir, berbagai senyawa bioaktif baru dari actinomycetesterestrial telah berhasil diisolasi dan diuji secara klinis (Chinet al., 2006). Sebagai contoh,daptomycin, miglustat, danamrubycin merupakan beberapa turunan atau analog dari senyawa-senyawa yang diisolasi dariactinomycetesdan telah digunakan sebagai obat. Akan tetapi, saat ini perkembangan penemuan senyawa bioaktif baru dariactinomycetesterestrial cenderung menurun, sementara laju reisolasi senyawa bioaktif yang telah


(17)

2

diketahui meningkat. Mempertimbangkan hal tersebut maka perlu dicari sumberactinomycetesbaru untuk mendapatkan senyawa metabolit sekunder dengan bioaktivitas spesifik. Menurut Jensenet al. (2003), populasi

actinomyceteslaut yang unik dan belum tereksplorasi merupakan sumber potensial yang menjanjikan bagi penemuan senyawa bioaktif baru.

Keberadaanactinomyceteslaut tersebar luas di lingkungan dan habitat laut yang berbeda. Actinomycetesdapat hidup di daerah pantai, bakau, hingga kedalaman laut tertentu (Jensenet al., 1991; Daset al., 2006). Actinomycetes juga dapat berasosiasi dengan organisme laut lain seperti sponga (Leeet al., 2001). Asosiasi antara sponga denganactinomycetesmembuktikan bahwa actinomycetesmempunyai sistem pertahanan yang unik sehingga

memungkinkanactinomyceteslaut memiliki kerangka struktur senyawa metabolit sekunder yang unik pula. Actinomyceteslaut diperkirakan memiliki karakteristik yang berbeda denganactinomycetesterestrial karena lingkungan hidupnya berbeda.

Ditinjau dari aspek farmakologi, senyawa metabolit bioaktif pada actinomyceteslaut memiliki berbagai sifat bioaktif antara lain sebagai antibiotik, antifungi, antikanker, antimalaria, antiradang, antiinfeksi, antitumor, dan antivirus (Kumaret al., 2006; Lam, 2006; Liuet al., 2007; Parungaoet al., 2007). Sampai saat ini, diperkirakanactinomycetes

merupakan sumber antibiotik bahan alam laut yang paling melimpah. Namun kajian tentang antioksidan dariactinomyceteslaut masih terbatas.


(18)

3

Senyawa antioksidan banyak digunakan dalam sistem perlindungan tubuh manusia dan bahan makanan dari kerusakan akibat adanya proses oksidasi yang tidak diinginkan (Antholovichet al., 2001). Berbagai bukti ilmiah membuktikan bahwa senyawa antioksidan dapat mengurangi resiko terhadap penyakit kronis, seperti penyakit atherosklerosis (HennekensandGaziano, 1993) dan kanker (Donaldson, 2004). Mempertimbangkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penapisan dan karakterisasi senyawa antioksidan actinomycetesyang berasosiasi dengan sponga mengingat masih terbatasnya informasi tentang keragaman struktur dengan aktivitas sebagai antioksidan dariactinomyceteslaut.

Penapisan merupakan langkah awal yang perlu dilakukan untuk mengetahui keberadaan senyawa antioksidan. Metode yang umum digunakan untuk penapisan senyawa antioksidan adalah menggunakan radikal bebas DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) (Mohamadet al., 2004; Marxenet al., 2007). Namun demikian, penapisan senyawa bioaktif sering kali mengarah pada isolasi senyawa yang sudah diketahui atau senyawa metabolit yang tidak diharapkan (atau lebih dikenal dengan istilah dereplikasi). Oleh karena itu dalam tahap penapisan juga perlu dilakukan suatu tahapan untuk mencegah terjadinya dereplikasi. Pada penelitian ini, uji dereplikasi dilakukan dengan spektroskopiFourier Transform-Infra Red(FTIR).


(19)

4

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk

1) Mengkarakterisasi isolat murniactinomycetes yang berasosiasi dengan sponga Pantai Ringgung, Perairan Teluk Lampung dengan aktivitas sebagai antioksidan.

2) Menentukan golongan senyawa metabolit antioksidan dariactinomycetes. 3) Mengkarakterisasi isolat senyawa murni yang bersifat sebagai antioksidan

dariactinomycetes.

C. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini tentunya akan bermanfaat sebagai informasi awal mengenai potensi senyawa bioaktifactinomyceteslaut sebagai antioksidan yang nantinya dapat digunakan untuk pengembangan dalam kajian bidang ilmu kimia dan farmasi.


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sponga

Sponga merupakan invertebrata multiseluler paling sederhana yang tidak mempunyai organ maupun jaringan, hidup di air laut, dan beberapa di air tawar. Sponga bertubuh lunak, berpori, berlendir dan hidupnya menetap pada suatu tempat (Ericksonet al., 1997). Sebagai hewansessile, sponga hidup menempel pada karang atau batuan dan berperan sebagaifilter feederuntuk mempertahankan hidupnya.

Gambar 1. Salah satu struktur sel sponga yang paling sederhana.

Sponga terdiri dari sistem pori,ostia, kanal, dan ruangan yang digunakan untuk mengalirkan air yang dipompa ke seluruh bagian (Gambar 1). Air mengalir melewati sponga dengan suatu alat sel khusus, suatu cambuk yang


(21)

6

melingkar seperti filamen (Peraud, 2006). Air dipompa melaluiostia, kemudian disaring melalui suatu jaringan yang berbentuk kanal-kanal dan ruangan, lalu dikeluarkan melalui lubang pada bagian atas sponga (oskula). Sistem pori dan kanal ini memungkinkan bagi air untuk masuk dan

bersirkulasi di mana mikroorganisme dan partikel organik disaring dan dimakan (Leeet al., 2001).

Sponga tergolong ke dalam filum Porifera. Menurut Van Soestet al. (2010), filum Porifera dibagi menjadi empat kelas besar, yaituCalcarea,

Demospongiae,Hexactinellida, danSclerospongia. KelasCalcarea(terdiri dari 5 ordo dan 24 famili) adalah kelas sponga yang semuanya hidup di laut. Sponga ini mempunyai struktur paling sederhana dengan spikula yang terdiri dari kalsium karbonat dalam bentuk kalsit. KelasDemospongiae(terdiri dari 15 ordo dan 92 famili) adalah kelompok sponga yang terdominan di antara Porifera masa kini, tersebar luas di alam, serta jumlah dan jenis organismenya sangat bervariasi. KelompokDemospongia berbentuk masif dan berwarna cerah dengan sistem saluran yang rumit, memiliki spikula yang terdiri dari silikat, namun ada beberapa (Dictyoceratida,Dendroceratida, dan

Verongida) yang hanya terdiri dari serat spongin dan serat kolagen. Kelas Hexactinellida(terdiri dari 6 ordo dan 20 famili) merupakan sponga gelas yang kebanyakan hidup di laut dalam, memiliki spikula terdiri dari silikat, dan tidak mengandung spongin. KelasSclerospongiamerupakan sponga yang kebanyakan hidup pada perairan dalam di terumbu karang, celah-celah batuan bawah laut, gua, atau terowongan di terumbu karang. Sponga kelas


(22)

7

ini memiliki spikula silikat dan serat spongin (Amir dan Budiyanto, 1996; Peraud, 2006; AckersandMoss, 2007).

Telah dilaporkan bahwa sponga merupakan inang bagi banyak

mikroorganisme (Leeet al., 2001; Sjogren, 2006). Sponga berasosiasi dengan banyak mikroorganisme termasukarchaea, bakteri heterotropik, sianobakteria, alga hijau, alga merah, kriptopita, dinoflagellata, dan

actinomycetes(Leeet al., 2001; Mahyudin, 2008). Diperkirakan hubungan simbiotik antara sponga dan mikroorganisme ini saling memberikan

keuntungan satu sama lain. Permukaan internal sponga kaya akan bahan makanan yang dibutuhkan oleh mikroorganisme (Leeet al.,2001). Di sisi lain, mikroorganisme membantu sponga dalam proses nutrisinya, seperti dalam digesti intraseluler dan translokasi metabolit termasuk fiksasi nitrogen, nitrifikasi, dan fotosintesis (WilkinsonandGarrone, 1980). Selain itu

mikroorganisme juga membantu menstabilkan kerangka sponga serta berpartisipasi dalam sistem pertahanan sponga terhadap predator dengan menghasilkan senyawa tertentu (Proksch, 1994).

Berbagai senyawa bioaktif telah berhasil diisolasi dari sponga. Namun, beberapa hasil penelitian lain menunjukkan bahwa mikroorganisme yang berasosiasi dengan sponga juga menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang sama. Sebagai contoh, senyawa manzamine yang mempunyai aktivitas sebagai antitumor, antimikroba, dan antiparasit yang telah diisolasi dari spongaAcanthostrongylophorasp., terdapat pula pada mikroorgnisme


(23)

8

Micromonosporasp. yang berasosiasi dengan spongaAcanthostrongylophora sp. (Peraud, 2006).

B. Actinomycetes

Actinomycetesmerupakan mikroorganisme peralihan antara bakteri dan fungi karena memiliki sifat-sifat seperti bakteri dan fungi (Alexander, 1997). Meskipun demikian,actinomycetesadalah bakteri sejati yang memiliki sel prokariotik dan peka terhadap antibiotik (Gupte, 1990). Actinomycetes merupakan kelompok bakteri gram positif, berbentuk batang, dan memiliki miselium yang sangat halus dan bercabang-cabang. Miselium pada

actinomycetesdapat berupa miselium udara dan miselium substrat yang mempunyai konidia berisi spora (Atlas, 1995). Actinomycetesdapat berkembang biak dengan spora, khlamidospora, tunas, secara fragmentasi, dan segmentasi. Actinomycetesumumnya mempunyai habitat pada rentang suhu 28-37oC dan rentang pH 6,5-8. Cara hidupnya ada yang bersifat saprofit, simbiosis, dan beberapa sebagai parasit. Pada media agar, koloni actinomycetesdapat dibedakan dari koloni bakteri yang biasanya tumbuh cepat dan berlendir. Koloniactinomycetestumbuh lambat, berbubuk (melekat pada permukaan agar), dan penampakannya berbeda dari jamur yang berserabut seperti kapas. Pengamatan di bawah mikroskop

menunjukkan adanya miselium panjang yang bercabang dengan diameter hifa kurang dari 1µm (Subbarao, 1994).

Berdasarkan morfologinya,actinomycetesdibagi menjadi beberapa kelas, yaituNocardioform, Multilocular, Actinoplanes,Streptomycetes,


(24)

9

Maduromycetes,Thermomonospora,danThermoactinomycetes. Nocardioformterdiri dari 11 genus dengan ciri-ciri filamen mengalami fragmentasi, diameter filamen 0,5–1,2 µm, rantai konidia terdapat pada miselium substrat dan udara, dan bersifat mesofilik. Multilocularterdiri dari 3 genus dengan ciri-ciri diameter hifa 0,5–2,0 µm, tidak memiliki miselium udara, sporangiospora nonmotil, membentuk bintil akar pada tanaman yang bukan kacang-kacangan. Actinoplanesterdiri dari 5 genus dengan ciri-ciri diameter miselium 0,5 µm, tanpa miselium udara, dan spora dibentuk pada miselium substrat. Streptomycetesterdiri dari 4 genus dengan ciri-ciri diameter hifa 0,5–2,0 µm, rantai terdiri dari tiga hingga beberapa spora, memiliki miselium udara, dan dapat memproduksi antibiotik.

Maduromycetesterdiri dari 7 genus dengan ciri-ciri memiliki hifa udara, bentuk sporangiospora gelondong, hifa tidak bercabang dan hidrolisat berisi madurose (metil galaktosa). Thermomonosporaterdiri dari 4 genus dengan ciri-ciri bercabang tanpa fragmentasi, filamen berbentuk koloni tipis, spora dibentuk pada sekelompok cabang sporangiospora. Thermoactinomycetes (hanya 1 genus) memiliki ciri-ciri miselium substrat bercabang, bersepta, memiliki diameter hifa 0,4–0,8 µm, dan membentuk endospora. Beberapa jenisactinomycetes yang telah berhasil diisolasi dari sponga adalah

Streptomyces, Micromonospora, Saccharopolyspora, Gordonia, Micrococcus, Bradybacterium, dan Salinispora(Peraud, 2006).

Actinomycetesmerupakan sumber penting penghasil senyawa metabolit sekunder yang bersifat bioaktif (Gorajana, 2005). Beberapa senyawa bioaktif yang telah berhasil diisolasi dariactinomyceteslaut disajikan dalam Tabel 1.


(25)

10

Tabel 1. Senyawa metabolit sekunder bioaktif yang telah diisolasi dari actinomycetes(Jensenet.al.,2006).

No Senyawa Sumber Aktivitas

biologi

Molekul target 1. Salinosporamid A S. tropica Antikanker Proteasome

2. Sporolid A S. tropica -

-3. Rifamycin S. arenicola Antibiotik RNA

polimerase 4. Staurosporine S. arenicola Antikanker Protein kinase

5. Arenicolide A S. arenicola -

-6. Cyclomarin A S. arenicola Antiinflamasi Antivirus

-7. Cyanosporaside A S. pacifica -

-8. Salinispyrone A S. pacifica -

-C. Senyawa Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang terdapat dalam suatu organisme yang tidak terlibat langsung dalam proses pertumbuhan,

perkembangan, atau reproduksi organisme (Faulkner, 2000) dan dihasilkan sebagai bentuk adaptasi organisme terhadap lingkungannya. Fungsi senyawa ini pada suatu organisme diantaranya untuk bertahan hidup terhadap predator, kompetitor, dan untuk mendukung proses reproduksi. Tanpa senyawa ini organisme akan menderita kerusakan atau menurunnya kemampuan bertahan hidup. Beberapa metabolit yang dihasilkan oleh organisme tampaknya merupakan ciri khas dari tempat organisme itu berada. Pencarian senyawa metabolit sekunder baru seringkali difokuskan pada organisme-organisme yang hidup di tempat yang sifatnya unik (Putri dan Atmosukarto, 2006).


(26)

11

Senyawa metabolit sekunder umumnya memiliki keragaman struktur yang tinggi serta arsitektur atau susunan struktur yang relatif lebih kompleks dari molekul sintetik. Mayoritas senyawa ini tergolong dalam satu kelompok kelas, di mana masing-masing memiliki karakteristik struktur khusus

tergantung dari cara terbentukya di alam (proses biosentesis). Kelas senyawa metabolit sekunder meliputi poliketida dan asam lemak, terpenoid dan

steroid, fenilpropanoid, alkaloid, asam amino dan peptida khusus, serta karbohidrat tertentu.

Metabolit sekunderactinomycetesmempunyai keragaman struktur dan bioaktivitas (Berdy, 2005). Golongan senyawa metabolit sekunder dari actinomycetesantara lain adalah alkaloid, steroid, polifenol, dan terpenoid (Jensenet al., 1991, Gorajanaet al., 2005; Onaka, 2006) dengan aktivitas antara lain sebagai antimikroba (antibakteri, antijamur, antiprotozoa),

antitumor dan antivirus. Sebagai contoh, senyawa bioaktifstaurosporine(1) danrebeccamycin(2) yang diisolasi dariStreptomycessp. danLechevalieria aerocolonigenesmerupakan senyawa turunan indolkarbazol yang memiliki aktivitas sebagai antitumor (Onaka, 2006). Liuet al.(2007) juga berhasil mengisolasi dua senyawa alkaloid turunan indolkarbazol yaitu K252c (3) dan arcyriaflavinA (4) dariactinomycetesZ2039-2 yang memiliki aktivitas sebagai antikanker. Struktur dari senyawa1,2,3, dan4disajikan dalam Gambar 2.


(27)

12

(1) (2)

(3) (4)

Gambar 2. Struktur daristaurosporine(1),rebeccamycin(2), K252c (3) dan arcyriaflavinA (4)

D. Antioksidan

Proses oksidasi adalah peristiwa alami yang terjadi di alam dan dapat terjadi di mana saja tak terkecuali di dalam tubuh kita. Metabolisme oksidatif penting untuk pertahanan sel. Efek samping dari metabolisme ini adalah dihasilkannya radikal bebas dan spesies oksigen reaktif lainnya yang dapat menyebabkan perubahan oksidatif. Jumlah radikal bebas yang berlebih menyebabkan kerusakan sel oleh oksidasi membran lipid, sel protein, DNA, dan enzim, sehingga terjadi mutasi atau bahkan kematian sel. Peristiwa tersebut menjadi salah satu penyebab berbagai penyakit degeneratif, seperti kanker dan penuaan dini (Percival, 1998).


(28)

13

Secara umum, antioksidan dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat menghambat atau memperlambat proses oksidasi. Karakteristik utama antioksidan adalah kemampuannya menangkap dan meredam radikal bebas. Radikal bebas adalah suatu molekul, ion, atau spesies yang tidak stabil, liar, dan radikal karena memiliki elektron tidak berpasangan. Akibatnya, radikal bebas selalu berusaha mencari pasangan elektron dengan cara merebut elektron dari molekul lain yang selanjutnya akan menghasilkan senyawa radikal baru. Akan tetapi antioksidan bereaksi dengan radikal bebas membentuk radikal tak reaktif yang relatif stabil, sehingga dapat menghentikan reaksi berantai tersebut (Antholovich, 2002).

Berdasarkan fungsinya, antioksidan dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu antioksidan primer, sekunder, dan tersier. Antioksidan primer ini bekerja untuk mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru. Contoh antioksidan ini adalah enzim superoksida dismutase (SOD) yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses peradangan karena radikal bebas. Antioksidan sekunder berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder adalah vitamin E, vitamin C, danβ-karoten.

Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh antioksidan ini adalah metionin sulfoksidan reduktase, enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel. Adanya enzim yang dapat memperbaiki DNA ini berguna untuk mencegah penyakit kanker (Antholovich, 2002).


(29)

14

Sebenarnya, sistem antioksidan secara alami telah ada dalam tubuh manusia untuk mekanisme pertahanan tubuh dari radikal bebas. Antioksidan yang diproduksi dari dalam tubuh (endogen) berupa tiga enzim, yaitu superoksida dismutase, glutation peroksidase, katalase, serta non enzim, yaitu senyawa protein kecil glutation. Meskipun sistem antioksidan secara alami telah ada dalam tubuh, namun tidak bisa dipungkiri bahwa jumlah radikal bebas dalam tubuh akan meningkat karena pengaruh dari lingkungan, seperti polusi kendaraan, asap rokok, radiasi, stres, pengaruh zat kimia, dan obat (Percival, 1998). Akibatnya, kemampuan antioksidan untuk meredam radikal bebas menjadi berkurang. Oleh karena itu diperlukan antioksidan dari luar tubuh (eksogen) yang berasal dari alam ataupun sintetik.

Berbagai senyawa yang berpotensi memiliki aktivitas antioksidan telah berhasil diisolasi dari bahan alam. Beberapa golongan senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan antara lain golongan fenolat, flavonoid, terpenoid, dan alkaloid yang merupakan senyawa-senyawa polar (Rahman andchoudhary, 2001; Haraguchi, 2001). Beberapa contoh senyawa antioksidan yang berhasil diisolasi dari tanaman adalah 2’,3’,4’,6’-tetrahidroksi calkon (5) (Mohamadet al., 2004),globuxanthone(6), dan asam karnosat (7) (Haraguchi, 2001) disajikan pada Gambar 3.

(5) (6) (7)


(30)

15

Informasi mengenai senyawa antioksidan dariactinomycetesmasih terbatas. Salah satu contoh senyawa antioksidan dariactinomycetesadalah senyawa mycothiol. Mycothiolmerupakan senyawa thiol yang dominan pada kebanyakanactinomycetes(Rawat and Av-Gay, 2007). Strukturmycothiol disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur mycothiol

Penapisan Senyawa Antioksidan

Saat pencarian senyawa metabolit aktif atau senyawa target baru, prosedur yang umum dilakukan melibatkan tahapan penapisan senyawa bioaktif yang dijadikan petunjuk tahapan isolasi (bioassay-guided isolation) (Ghisalberti, 2008). Penapisan merupakan suatu uji ataubiological assayyang digunakan untuk menentukan keberadaan dan level aktivitas senyawa target dalam sampel tertentu. Metode uji bioaktivitas dalam penapisan juga haruslah cepat, sederhana, relefan, biaya efektif, dan dapat dilakukan secara otomatis (Spainhour, 2005). Teknologi yang tepat juga harus digunakan untuk mendapatkan batas deteksi terendah karena konsentrasi senyawa yang diinginkan dalam tiap sampel belum diketahui.


(31)

16

Ada beberapa metode untuk penapisan senyawa antioksidan. Metode seperti TBARS (Thiobarbituric Acid - reactive–substances), ABTS

[2,2’-azinobis(3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid)]radical cation, dan ORAC (Oxygen Radical Absorbance Capacity)assaytelah banyak digunakan (Antolovichet al., 2001). Tetapi metode-metode tersebut memerlukan

peralatan khusus dan kemampuan teknik yang tinggi. Secara umum, metode pendahuluan yang sering digunakan untuk penapisan senyawa antioksidan adalah menggunakan radikal DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil)

(Mohamadet al., 2004., Marxenet al., 2007). Metode ini sangat sederhana, mudah, cepat, dan tidak spesifik terhadap antioksidan tertentu (Prakashet al., 2001). DPPH merupakan radikal bebas yang cukup stabil dalam larutan metanol. DPPH memiliki absorbansi maksimum pada panjang gelombang 515-520 nm (Molyneux, 2004). Struktur DPPH dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur DPPH

Salah satu alat yang efisien untuk digunakan dalam penapisan adalah microplate reader. Dengan menggunakanplate-96well, sampel yang diperlukan relatif sedikit. Selain efisien, metode penapisan menggunakan alat ini juga ekonomis dan dapat dilakukan secara simultan dalam jumlah banyak secara bersaman, sehingga cukup menghemat waktu (Amouretti, 2006). Selain itu, ruang sampel analisis tertutup, sehingga mengurangi


(32)

17

kontaminasi dengan udara. Kelemahan dari alat ini adalah pengukuran sampel terbatas hanya pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan filter yang dimiliki oleh alat (Ahmadi, 2010).

E. Metode Isolasi Senyawa Bahan Alam

1. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen atau zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Prinsip ekstraksi didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur (Khopkar, 2002). Ekstraksi digolongkan ke dalam dua bagian besar berdasarkan bentuk fasa yang diekstraksi, yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi cair-padat (Harborne, 1984).

Salah satu langkah penting yang menentukan keberhasilan ekstraksi adalah pemilihan pelarut. Parameter yang menentukan dalam pemilihan pelarut adalah koefisien distribusi dan selektivitas. Koefisien distribusi atau koefisien partisi merupakan konstanta kesetimbangan yang dihubungkan dengan kelarutan relatif suatu zat terlarut dalam dua pelarut. Selektivitas diartikan sebagai kemampuan suatu pelarut untuk mengekstrak suatu zat terlarut. Sifat yang diharapkan untuk suatu pelarut adalah koefisian distribusi tinggi dan selektivitas yang baik. Selain itu, pelarut yang digunakan

hendaknya mudah dipisahkan. Faktor lain yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah titik didih, densitas, viskositas, titik nyala, dan toksisitas (Svehla, 1985).


(33)

18

2. Kromatografi

Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan dua atau lebih senyawa yang terdistribusi antara dua fasa yang saling tidak melarut, yaitu fasa diam dan fasa gerak. Kromatografi dapat dibedakan berdasarkan kedua fasa tersebut, yaitu kromatografi padat-cair, kromatografi cair-cair, dan kromatografi gas-cair (Hostettman dkk., 1995).

a. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu kromatografi padat-cair dengan fasa diam dilekatkan pada lempeng tipis alumunium atau kaca. Teknik ini bermanfaat untuk identifikasi komponen serta pemilihan fasa gerak untuk kromatografi kolom dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Sampel yang akan dipisah (berupa larutan) ditotolkan pada plat KLT, kemudian plat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang (fasa gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (Hostettman dkk., 1995). Pada kromatografi lapis tipis, fasa diam (adsorben) yang sering digunakan adalah serbuk silika gel, alumina, dan selulosa yang mempunyai ukuran butir 0,063-0,125 mm. Fasa diam silika gel digunakan untuk memisahkan campuran senyawa lipofilik, sebaliknya fasa diam C18untuk memisahkan campuran senyawa hidrofilik (Hostettman dkk., 1995).

Komponen-komponen senyawa yang dianalisis dapat dipisahkan dan dibedakan berdasar harga Faktor retensi/Retention Factor(Rf). Faktor retensi didefinisikan sebagai perbandingan jarak perjalanan suatu senyawa


(34)

19

dengan jarak perjalanan suatu pelarut (eluen). Harga Rf ini bergantung pada beberapa parameter yaitu sistem pelarut, adsorben (ukuran butir, kandungan air, ketebalan), dan sebagainya (Khopkar, 2002).

Jarak perjalanan suatu senyawa Rf =

Jarak perjalanan suatu eluen

Keuntungan KLT adalah dapat memisahkan komponen dari sampel dalam waktu singkat dengan peralatan yang relatif tidak terlalu mahal. Metode ini memiliki kepekaan cukup tinggi dengan jumlah cuplikan beberapa

mikrogram. Namun, KLT tidak dapat digunakan untuk pemisahan sampel dalam jumlah besar (Hostettman dkk., 1995).

b. Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom merupakan salah satu teknik kromatografi untuk pemisahan komponen dari suatu campuran senyawa. Proses pemisahan komponen-komponen suatu zat terjadi karena adanya perbedaan daya adsorpsi terhadap fasa diam dari masing-masing komponen tersebut. Fasa diam diisikan ke dalam kolom gelas, sedangkan fasa gerak disesuaikan dengan sampel yang akan dipisahkan. Metode elusi dapat dilakukan dengan elusi isokratik atau elusi landaian. Metode elusi isokratik menggunakan komposisi eluen yang tidak berubah selama proses pemisahan berlangsung. Elusi landaian adalah kebalikan dari elusi isokratik, di mana terjadi

perubahan komposisi eluen saat proses pemisahan berlangsung (Johnson dan Stevenson, 1991).


(35)

20

c. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan hasil pengembangan teknik kromatografi konvensional. Saat ini KCKT telah umum digunakan dalam isolasi senyawa bahan alam dan uji kemurnian senyawa hasil isolasi (Hostettmannet al.,1998). Secara khusus, KCKT juga memainkan peran penting dalam kajian tingkat lanjut bidang biologi dan biomedik. Metode analisis sampel yang paling umum digunakan adalah KCKT fasa terbalik (fasa gerak lebih polar dari fasa diam), meskipun mekanisme pemisahan KCKT fasa normal (fasa diam lebih polar dari fasa gerak) juga bisa digunakan (Aguilar, 2008). KCKT fasa terbalik melibatkan pemisahan molekul berdasarkan hidrofobisitas seperti terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Skema interaksi peptida dengan ligan hidrofobik amobil

Hasil pemisahan pada KCKT fasa terbalik bergantung pada sifat ikatan hidrofobik molekul terlarut dalam fasa gerak terhadap ligan hidrofobik amobil yang terikat pada fasa diam. Secara teknis, campuran zat terlarut mula-muladiaplikasikan pada kolom menggunakan alat suntik (injector) dan dielusi dengan pelarut organik sebagai fasa gerak. Seperti pada kromatografi kolom, proses elusi dapat berupa isokratik atau dengan elusi landaian.


(36)

21

hidrofobisitas. Komponen yang bersifat hidrofil akan cenderung lebih mudah terelusi dibandingkan komponen hidrofobik(Aguilar, 2008).

KCKT merupakan suatu teknik yang sangat berperan untuk analisis senyawa bahan alam karena beberapa faktor (AguilarandHearn, 1996; Mantand

Hodges, 1996). Pertama, KCKT memiliki daya resolusi terbaik untuk molekul-molekul yang memiliki kemiripan struktur. Kedua, kemudahan pengerjaan untuk mendapatkan selektivitas kromatografi yang tinggi karena dapat dimanipulasi melalui perubahan sifat fasa gerak. Ketiga, umumnya sampel dapat diperoleh kembali (high recovery). Keempat, reproduksibilitas tinggidari pemisahan berulang yangdilakukan dalam jangka waktu lama karena bahan fasa diam memiliki stabilitas terhadap rentang kondisi yang luas, misalnya pH, tekanan, dan temperatur.

Berbagai sistem deteksi pada KCKT telah banyak dikembangkan, seperti UV (ultra-violet), fluoresen, MS (mass spectroscopy), dan ELS (evaporative light

scattered) (McCalley, 2002). Akan tetapi, analisis KCKT dengan deteksi UV

merupakan analisis yang banyak digunakan dalam analisis senyawa alkaloid, peptida, dan protein. Sistem deteksi UV dapat dikembangkan menggunakan instrumenphotodiode array(PDA), yang dapat menghasilkan spektra analit lengkap sebaik puncak spektra KCKT konvensional. Detektor ini memiliki sensitivitas rendah dibandingkan dengan detektor panjang gelombang

konvensional, namun permasalahan tersebut sebagian besar telah diatasi oleh produsen alat. Permasalahan umum pada spektra UV adalah pelebaran pita serapan yang dapat menyebabkan masalah dalam identifikasi kualitatif.


(37)

22

Kesulitan lainnya adalah perubahan dalam spektra yang dapat terjadi untuk senyawa ionik dengan perubahan pH.

F. Spektroskopi

Spektroskopi merupakan ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara energi cahaya dan materi. Beberapa keuntungan dari penggunaan metode spektroskopi adalah jumlah zat yang diperlukan untuk analisis relatif kecil dan waktu pengerjaannya relatif cepat (Silversteinet al., 2005). Pada penelitian ini alat spektroskopi yang digunakan adalahFourier Transform Infra Red(FTIR).

1. Fourier Transform Infra Red(FTIR)

Spektroskopi FTIR merupakan metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat dalam suatu senyawa. Gugus fungsi ini dapat ditentukan berdasarkan energi vibrasi ikatan antar atom dalam molekul. Senyawa organik memiliki energi ikatan kovalen yang berbeda-beda, sehingga menghasilkan jenis vibrasi dan serapan yang

berbeda-beda pada suatu spektrum infra merah. Spektrum infra merah/infra red(IR) merupakan grafik antara panjang gelombang (µm) atau bilangan gelombang (cm-1) dan persen transmisi (%T) atau absorbansi (A)

(Silversteinet al., 2005).

Radiasi infra merah antara 10.000–100 cm-1diserap dan dirubah oleh molekul organik menjadi energi molekular vibrasi. Penyerapan ini juga terkuantisasi, tetapi spektrum vibrasi menunjukan ikatan-ikatan sebagai


(38)

garis-23

garis dikarenakan perubahan suatu energi vibrasi tunggal diikuti dengan perubahan energi rotasi. Sebagian besar hal ini terjadi antara 4000 sampai 400 cm-1, di sinilah yang perlu menjadi pusat perhatian. Frekuensi atau panjang gelombang absorpsi tergantung pada masa relatif atom-atom, tetapan gaya dari ikatan-ikatan, dan geometri atom-atom. Daerah antara 1400-4000 cm-1merupakan daerah yang khusus berguna untuk identifikasi gugus fungsional penting seperti gugus C=O, O-H, dan N-H. Daerah ini

menunjukkan absorpsi yang disebabkan oleh vibrasi uluran. Daerah antara 1400-900 cm-1(daerah sidik jari) sering sangat rumit karena menunjukkan absorpsi yang disebabkan oleh vibrasi uluran dan tekukan. Tiap molekul memberikan serapan yang unik pada daerah sidik jari. Daerah antara 900-650 cm-1menunjukkan klasifikasi umum dari molekul. Adanya absorbansi pada daerah bilangan gelombang rendah dapat memberikan data yang baik akan adanya senyawa aromatik, dimer karboksilat, amina, atau amida (Silversteinet al., 2005).

2. Dereplikasi Menggunakan Spektroskopi FTIR

Saat ini aplikasi FTIR telah dikembangkan untuk analisis derepikasi. Metode analisis dereplikasi dengan FTIR relatif lebih cepat dan menghemat biaya. Zhao et al. (2004) telah membuktikan bahwa isolatactinomycetesN0072 dan N0073 dapat dibedakan dengan metode FTIR seperti terlihat pada Gambar 7. Gambar tersebut memberikan informasi mengenai gugus-gugus asam lemak (daerah 3500-2800 cm-1), protein dan peptida (daerah 1700-1500 cm-1), dan polisakarida (1200-900 cm-1). Serapan yang perlu diperhatikan adalah daerah


(39)

24

sidik jari (900-700 cm-1) yang memberikan karakteristik serapan pada tingkat spesies isolat N0072 dan N0073, walaupun hanya beberapa puncak yang dapat menandakan vibrasi spesifik.

Gambar 7. Pola spektra FTIR isolatactinomycetesN0072 dan N0073.

Berdasasarkan uraian di atas metode analisis ini dapat digunakan untuk mencegah adanya dereplikasi isolatactinomycetes. Hasil kajian lebih lanjut juga membuktikan bahwa identifikasi daerah sidik jari spektrum FTIR pada actinomycetesjuga memberikan hasil yang identik dengan hasil identifikasi menggunakan analisis sekuensing 16S rRNA pada tingkat spesies


(40)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Biomasa Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah inkubator CO2Memmert-Germany/INC-02, orbital shaker Wiggen Hauser/OS150,autoclave kleinfield-Germany/HV-L25, centrifuge Hitachi/CF-16RX II,laminar air flow ESCO/AVC4A1, mikroskop Illuminating System Zeiss Axio A10, jarum ose, pinset, kaca preparat, cover-slip, lampu spritus, mikropipet, oven, timbangan, penguap putar vakum Buchii/R205,multivapor Buchii P-12, lampu UVkohler/SN402006,

seperangkat alat KLT dan kromatografi kolom, KCKTVarian 940-LCdengan kolom C18, Spektroskopi FT-IRVarian-2000/Scimitar Series, dan alat-alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium meliputi gelas piala, labu Erlenmeyer, gelas ukur, labu takar, dan corong pisah.

Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel isolatactinomyceteskoleksi Laboratorium Biomasa Universitas Lampung, air laut, akuades, DPPH, bismut nitrat, kalium iodida, asam tartarat, serium sulfat, asam sulfat, ninhidrin,


(41)

26

etanol, pepton, dekstrosa,Tryptic Soy Broth(TSB), ekstrak malt, ekstrak ragi, agar, pati, sikloheksimida, asam nalidiksat, diklorometana, metanol,trifluoro acetic acid(TFA), asetonitril, kloroform, resin Amberlit XAD-4, C18granul, plat KLT silika gel 60 F254, dan plat KLT C18.

C. Prosedur penelitian

1. Identifikasi IsolatActinomycetes

Isolatactinomycetesdiamati secara makroskopik dan mikroskopik. Secara makroskopik, pengamatan dilakukan terhadap keberadaan miselium substrat dan udara, warna isolat, dan bentuk permukaan isolat di media agar. Untuk pengamatan secara mikroskopik, preparasi dilakukan dengan cara

menanamkancover-slippada media(International Streptomyces Project-2) (ISP-2), dengan kemiringan 45˚, yang sudah ditumbuhi isolatactinomycetes (Williamset al.,1989). setelah ditanam selama 3 hari, cover-slipdiambil dan diamati menggunakan mikroskop.

2. Kultivasi dan Ekstraksi

Metode kultivasi yang digunakan mengacu pada metode kultivasi Magarvey et al. (2004). Isolatactinomycetesdibiakkan dalam 5 mL media TSB. Biakan tersebut diinkubasi sambil diguncang menggunakanorbital shakerpada suhu ruang dengan kecepatan 120 rpm selama 14 hari. Bibit kultur tersebut

kemudian dibiakkan dalam 100 mL media M1 dan diinkubasi sambil

diguncang kembali padaorbital shakerselama 21 hari. Biakan hasil inkubasi tersebut diekstraksi dengan 200 mL campuran pelarut diklorometana-metanol


(42)

27

(DCM-MeOH) (1:2) sebanyak dua kali. Hasil ekstraksi kemudian dipekatkan menggunakan penguap putar vakum. Ekstrak kasar tersebut digunakan untuk analisis dereplikasi isolatactinomycetesdan penapisan antioksidan.

3. Uji Dereplikasi IsolatActinomycetes

Analisis dereplikasi isolatactinomycetesdilakukan dengan menggunakan spektroskopi FTIR dengan membandingkan karakteristik serapan tiap isolat di daerah sidik jari (Zhaoet al., 2004).

4. Penapisan Antioksidan

Penapisan antioksidan dilakukan berdasarkan modifikasi metode yang

digunakan Mohammadet al. (2004). Penapisan antioksidan dilakukan secara kualitatif menggunakan Uji KLT. Sampel dielusi dengan menggunakan fasa diam silika dan fasa gerak campuran pelarut diklorometana-metanol. Hasil elusi divisualisasi dengan pereaksi DPPH. Identifikasi golongan senyawa antioksidan dilakukan dengan menggunakan pereaksi Dragendorff, ninhidrin, dan serium sulfat. Pereaksi Dragendorff dan ninhidrin digunakan untuk mengidentifikasi alkaloid, sedangkan serium sulfat untuk mengidentifikasi senyawa organik secara umum.

Uji aktivitas antioksidan juga dilakukan secara kuantitatif menggunakan microplate reader. Ekstrak kasar isolatactinomyceteskering (± 2 mg) dilarutkan dalam metanol sehingga diperoleh kadar 2000 ppm. Sampel dimasukkan ke dalamplate 96-wellsebanyak 100l dan ditambah dengan


(43)

28

metanol. Sampel dan blanko yang sudah ditambahkan larutan DPPH

diinkubasi di ruang gelap pada suhu kamar selama 30 menit lalu diukur pada panjang gelombang 492 nm menggunakanmicroplate reader. Reaksi positif akan memberikan perubahan warna DPPH dari ungu menjadi kuning.

Persentasi peredaman radikal DPPH oleh senyawa antioksidan dihitung berdasarkan persamaan

Ablank – Atest

% Peredaman = x 100

Ablank

Di mana Ablankmerupakan absorbansi balnko dan Atestmerupakan absorbansi ekstrak sampel (Prakash,et. al., 2001).

5. Pengkayaan IsolatActinomycetesdan Ekstraksi

Isolat yang memiliki aktivitas antioksidan paling besar dikultivasi dalam skala yang lebih besar menggunakan 12 L media M1. Endapan hasil kultivasi kemudian diekstraksi dengan pelarut methanol, sedangkan filtrat dilewatkan pada kolom menggunakan resin XAD-4 kemudian dielusi dengan metanol. Masing-masing ekstrak dari endapan dan filtrat dipekatkan menggunakan penguap putar vakum. Kedua ekstrak kasar tersebut diuji menggunakan DPPH untuk membandingkan aktivitas antioksidan kedua ekstrak. Ekstrak dengan aktivitas antioksidan lebih besar digunakan dalam tahap pemurnian senyawa antioksidan selanjutnya.


(44)

29

6. Pemurnian Senyawa Antioksidan

Proses pemurnian senyawa antioksidan target meliputi beberapa teknik kromatografi, yaitu kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom, dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Komposisi fasa gerak yang memberikan hasil pemisahan terbaik dari hasil KLT digunakan untuk

pemisahan menggunakan kromatografi kolom. Fraksi-fraksi hasil pemisahan ini dimurnikan lebih lanjut menggunakan KCKT dengan detektorphotodiode array(PDA).

7. Karakterisasi Senyawa Antioksidan

Senyawa antioksidan yang telah dimurnikan selanjutnya dikarakterisasi dengan metode spektroskopi FTIR untuk mengetahui gugus-gugus fungsi yang terkandung dalam senyawa.


(45)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Senyawa alkaloid yang diperoleh dari hasil isolasi dengan metoda

kromatografi kolom memiliki rendemen kira-kira 3,7 % 2. Analisis FTIR menunjukkan bahwa senyawa alkaloid tersebut

mengandung gugus fungsi amina tersier, primer atau sekunder, gugus karboksil, dan gugus hidroksil.

3. Senyawa alkaloid yang diperoleh dari isolat actinomycetes lumpur hutan bakau memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteriEschericia coli, dan Staphylococcus aureus.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitaian yang diperoleh pada penelitian ini, untuk penelitian selanjutnya disarankan:

1. Melakukan teknik pemurnian menggunakan metoda lain yang lebih efektif dan cepat agar diperoleh rendemen pemurnian yang tinggi 2. Melakukan analisis struktur senyawa alkaloid hasil isolasi dengan menggunakan metode spektroskopi C RMI dan H RMI untuk mengetahui


(46)

44

informasi struktural mengenai atom hidrogen dan karbon dalam sebuah molekul senyawa alkaloid, spektroskopi UV untuk mengetahui λmax, spektoskopi massa untuk mengetahui bobot molekul senyawa alkaloid, dan dua dimensi


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Ackers, R.G. and D. Moss. 2007. Sponges of The British Isles (“Sponge V”). S.M.K. Stone and C.C. Morrow (eds). Marine Conservation Society. Pp 165. Diakses dari http://www.mcsuk.org/ pada tanggal 19 November 2009.

Aguilar, M.I. and M.T.W. Hearn. 1996. High Resolution Reversed Phase High Performance Liquid Chromatography of Peptides and Protein. Meth. Enzymol. 270: 3-26.

Aguilar, M.I.. 2008. Reversed-Phase High-Performance Liquid Chromatography. Pp 9-22 In:HPLC of Peptides and Proteins:Methods and Protocols. M.I. Aguilar (ed). Springer-Verlag. New York. Pp 395.

Ahmadi, P.. 2010. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Antioksidan Alkaloid dari Sponga Perairan Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 64 hlm.

Alexander, M.. 1977. Introduction of Soil Microbiology. John Willey and Sons Inc. New York. Pp 50-55.

Amir, I. dan A. Budiyanto. 1996. Mengenal Spons Laut (Demospongiae) Secara Umum. Oseana. 21: 15-31.

Amouretti, X.. 2006. Impact of HTS on Multidetection Microplate Readers and Benefits For Life Science Research Laboratories. American

Biotechnology Laboratory. Diakses dari

http://www.biotek.com/resources/docs/ABL-Amouretti-Reprint.pdf. pada 19 Desember 2010.

Antolovich, M., P.D. Prenzler, E. Patsalides, S. McDonald, and K. Robards. 2002. Methods for Testing Antioxidant Activity. Analyst.


(48)

50

Atlas, R.M.. 1995. Microorganisme In Our World. Mosby-Year Book Inc. St. Loius, USA. Pp 501-529.

Berdy, J.E.. 2005. Bioactive Microbial Metabolites. J. Antibiot. 58: 1-26.

Chin,Y.W., M.J. Balunas, H.B. Chai, and A.D. Kinghorn. 2006. Drug Discovery From Natural Sources. The AAPS Journal. 8: 239-253.

Das, S., P.S. Lyla, and S.A. Khan. 2006. Marine Microbial Diversity and Ecology: Importance and Future Perspectives. Current Science. 90: 1325-1335.

Donaldson, S.. 2004. Nutrition and Cancer: A Review of the Evidence of an Anti-Cancer Diet. Nutrition Journal. 3: 19.

Erickson, K.L., J.A. Beutler, J.H. Cardellina, and M.R. Boyd. 1997. Salycylihalamides A and B, Novel Cytotoxic Macrolides from the Marine Sponge Haliclona sp.. J. Organic chemistry. 62: 8188-8192.

Faulkner, D.J.. 2000. Marine Natural Product. Natural Product Reports. 18: 1-49.

Ghisalberti, E.L.. 2008. Detection and Isolation of Bioactive Natural Products In: Bioactive Natural Products,2ndEdition. S.M. Colegate and R.J.

Molyneux (eds). CRC Press. USA. Pp 622.

Gorajana, A., B.V.V.S.N. Kurada, S. Peela, P. Jangam, S. Vinjamuri, E. Poluri, and A. Zeeck. 2005. 1-Hydroxy-1norresistomycin, A New Cytotoxic Compound from a Marine Actinomycete, Streptomyces Chibaensis AUBN1/7. J. Antibiot. 58: 526–529.

Gupte, S.. 1990. Mikrobiologi Dasar. Alih bahasa oleh J.E. Suryawidjaja. Binarupa Aksara. Jakarta. Hlm 5-20.

Haraguchi, H.. 2008. Antioxidative Plant Constituents. Pp 337-378 In:Bioactive Compounds From Natural Sources. C. Tringali (Ed). Taylor & Francis Inc. New York. Pp 704.


(49)

51

Harborne, J.B.. 1984. Metode Fitokimia: Penentuan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Alih bahasa oleh K. Padmawinata dan I. Soediro. Penerbit ITB. Bandung. 354 hlm.

Hennekens, C.H. and J.M. Gaziano. 1993. Antioxidant and Heart Disease: Epidemiology and Clinical Evidence. Clin. Cardiol. 16: 1-12.

Holt, J.G., N.R. Krieg, P.H.A. Sneath, J.T. Staley, S.T. Williams. 2000.Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, 9thEdition. Lippincott Williams & Wilikns. Philadelphia. Pp 787

Hostettman, K., M. Hostettman, dan A. Marston. 1995. Cara Kromatografi Preparatif. Alih bahasa oleh K. Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Hlm 1-38.

Jensen, P.R., R. Dwight, and W. Fenical. 1991. Distribution of Actinomycetes in Near-Shore Tropical Marine Sediments. Appl. Environ. Microbiol. 57: 1102-1108.

Jensen, P.R., Tracy J.M., and W. Fenical. 2003. The True Potential of the Marine Microorganisms. Diakses dari http://www.currentdrugdiscovery.com/ pada 10 Oktober 2010.

Jensen, P.R., P.G. Williams, D.C. Oh, L. Zeigler, and W. Fenical. 2006. Species-Specific Secondary Metabolite Production in Marine

Actinomycetes of The Genus Salinispora. Appl. Environ. Microbiol. 73: 1146-1152.

Johnson, E.L. dan R. Stevenson. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Diterjemahkan oleh K. Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Hlm 50-55.

Khopkar, S.M.. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Alih bahasa oleh

A. Saptorahardjo. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Hlm 84-311.

Kumar, S.S., R. Philip, and C.T. Achuthankutty. 2006. Antiviral Property of Marine Actinomycetes Against White Spot Syndrome Virus in Penaeid Shrimps. Current Science. 91: 807-811.

Lam, K.S.. 2006. Discovery of novel metabolites from marine actinomycetes. Current Opinion in Microbiology. 9: 245–251


(50)

52

Lee, Y.K., J.H. Lee, and H.K. Lee. 2001. Microbial Symbiosis in Marine Sponges. J. Microbiol. 39: 254-264.

Liu, R., T. Zhu, D. Li, J. Gu, W. Xia, Y. Fang, H. Liu, W. Zhu, and Q. Gu. 2007. Two Indolocarbazole Alkaloids with Apoptosis Activity from a Marine-Derived Actinomycete Z2039-2. Arch. Pharm. Res. 30: 270-274.

Magarvey, N.A., J.M. Keller, V. Bernan, M. Dworkin, and D.H. Sherman. 2004. Isolation and Characterization of Novel Marine-Derived Actinomycete Taxa Rich in Bioactive Metabolites. Appl. Environ. Microbiol.

70: 7520-7529.

Mahyudin, N.A.. 2008. Actinomycetes and Fungi Associated With Marine Invertebrates: A Potential Source of Bioactive Compounds. (Thesis). University of Canterbury. New Zealand. Pp 215.

Mant, C.T. and R.S. Hodges. 1996. Analysis of Peptides by High Performance Liquid Chromatography. Meth. Enzymol. 271: 3–50.

Marxen, K., K.H. Vanselow, S. Lippemeier, R. Hintze, A. Ruser and U. Hansen. 2007. Determination of DPPH Radical Oxidation Caused by Methanolic Extracts of Some Microalgal Species by Linear Regression Analysis of Spectrophotometric Measurements. Sensors. 7: 2080-2095.

McCalley, D.V.. 2002. Review: Analysis of theCinchonaAlkaloids by High Performance Liquid Chromatography and Other Separation Techniques. J. of Chromatography A. 967: 1–19.

Mirfan, R.. 2010. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Alkaloid dari Aktinomisetes yang Berasosiasi dengan Sponga. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 69 hlm.

Mohamad, H., F. Abas, D. Permana, N.H. Lajis, A.M. Ali, M.A. Sukari, Y. Taufiq, Y. Hin, H. Kikuzaki, and N. Nakatani. 2004. DPPH Free Radical Scavenger Components from the Fruits ofAlpinia rafflesiana Wall. ex. Bak. (Zingiberaceae). Z. Naturforsch. 59: 811-815.

Molyneux, P.. 2004. The Use Of The Stable Free Radical

Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) For Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin J. Sci. Technol. 26: 211-219.


(51)

53

Onaka, H.. 2006. Biosynthesis of Heterocyclic Antibiotics in Actinomycetes and an Approach To Synthesize The Natural Compounds.

Actinomycetologica. 20: 62–71.

Parungao, M.M., E.B.G. Maceda, and M.A.F.Villano. 2007. Screening of Antibiotic-Producing Actinomycetes from Marine, Brackish and

Terrestrial Sediments of Samal Island, Philippines. Journal of Research in Science, Computing, and Engineering. 4: 29-38.

Peraud, O.. 2006. Isolation and Characterization of a Sponge-Associated

Actinomycete That Produces Manzamines. (Dissertation). University of Maryland. Utah. Pp 1-38.

Percival, M.. 1998. Antioxidants. Clinical Nutrition Insights. Diakses dari http://www.acudoc.com/ pada 1 Desember 2009.

Prakash, A., F.Rigelhof, and E.Miller. 2001. Antioxidant Activity. J. DeVries (ed). Medallion Labs. Diakses dari www.medalionlab.com pada 1 Desember 2009.

Proksch, P.. 1994. Defensive Roles for Secondary Metabolites from Marine Sponges and Sponge-Feeding Nudibranchs. Toxicon. 32: 639-655.

Putri, A.P. dan I. Atmosukarto. 2006. Mikroba Endofit: Sumber Molekul Acuan Baru yang Berpotensi. Majalah Biotrends. 1(2): 13-15.

Rahman, A. and M.I. Choudhary. 2001. Bioactive Natural Products a Potential of Pharmacophores. A Theory of Memory. Pure Appl. Chem. 73: 555-560.

Rawat, M. and Y. Av-Gay. 2007. Mycothiol-Dependent Proteins in Actinomycetes. Pp 278-292. Diakses dari

http://www.blackwellpublishing.com/ pada 1 Desember 2010.

Silverstein, R.M., F.X, Webster, and D.J. Kiemle. 2005. Spectrometric

Identification of Organic Compound,7thEdition. John Willey and Sons Inc.. New York. Pp 71-160.

Sjogren, M.. 2006. Bioactive Compounds from the Marine Sponge Geodia barretti. (Dissertations). Universitatis Upsaliensis. Uppsala. Pp 56.


(52)

54

Spainhour, C.B.. 2005. Natural Products. In:Drug Discovery Handbook. John & Sons Inc.. New York. Pp 11-72.

Subbarao, N.S.. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman, Edisi ke-2. UI Pres. Jakarta. Hlm 38-40.

Svehla, G.. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan SemimikroJilid 1, Edisi kelima. Alih bahasa oleh A.H Pudjaatmaka. Penerbit Kalman Media Pustaka. Jakarta. Hlm 139-140.

Van Soest, R.W.M., N. Boury-Esnault, J.N.A. Hooper, K. Rützler, N.J. de Voogd, B. A. de Glasby, E. Hajdu, A.B. Pisera, R. Manconi, C. Schoenberg, D. Janussen, K.R. Tabachnick, M. Klautau, B. Picton, M. Kelly. 2010. World Porifera Database. Diakses dari

http://www.marinespecies.org/porifera/ pada 12 Desember 2010.

Volk, W.A., and M.F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi DasarJilid 1, Edisi kelima. Penerjemah Markham. Penerbit Erlangga. Jakarta. 396 hal.

Waksman, S.A., and M. Tishler. 1941. The Chemical Nature of Actinomycin, an Anti-microbial Substance Produced by Actinomyces antibioticus. J.of Biological Chemistry Diakses dari http://www.jbc.org/ pada 23

November 2010.

Wilkinson, C.R. and R. Garrone. 1980. Nutrition in Marine Sponges.

Involvement of Symbiotic Bacteria in The Uptake of Dissolved Carbon. Nutrition in The Lower Metazoa. Pergamon Press. Oxford. Pp 157-161.

Williams, S.T., M.E. Sharpe, and J.G. Holt. 1989. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology. Williams and Wilkins Co.. Baltimore.

Wu, R.Y., and M.H. Chen. 1995. Identification of the Streptomyces strain KS3-5. Bot. Bull. Acad. Sin. 36: 201-205.

Zhao, H., Y. Kassama, M. Young, D.B. Kell, and R. Goodacre. 2004.

Differentiation ofMicromonosporaIsolates from a Coastal Sediment in Wales on the Basis of Fourier Transform Infrared Spectroscopy, 16S rRNA Sequence Analysis, and the Amplified Fragment Length


(1)

Ackers, R.G. and D. Moss. 2007. Sponges of The British Isles (“Sponge V”). S.M.K. Stone and C.C. Morrow (eds). Marine Conservation Society. Pp 165. Diakses dari http://www.mcsuk.org/ pada tanggal 19 November 2009.

Aguilar, M.I. and M.T.W. Hearn. 1996. High Resolution Reversed Phase High Performance Liquid Chromatography of Peptides and Protein. Meth. Enzymol. 270: 3-26.

Aguilar, M.I.. 2008. Reversed-Phase High-Performance Liquid Chromatography. Pp 9-22 In:HPLC of Peptides and Proteins:Methods and Protocols. M.I. Aguilar (ed). Springer-Verlag. New York. Pp 395.

Ahmadi, P.. 2010. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Antioksidan Alkaloid dari Sponga Perairan Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 64 hlm.

Alexander, M.. 1977. Introduction of Soil Microbiology. John Willey and Sons Inc. New York. Pp 50-55.

Amir, I. dan A. Budiyanto. 1996. Mengenal Spons Laut (Demospongiae) Secara Umum. Oseana. 21: 15-31.

Amouretti, X.. 2006. Impact of HTS on Multidetection Microplate Readers and Benefits For Life Science Research Laboratories. American

Biotechnology Laboratory. Diakses dari

http://www.biotek.com/resources/docs/ABL-Amouretti-Reprint.pdf. pada 19 Desember 2010.

Antolovich, M., P.D. Prenzler, E. Patsalides, S. McDonald, and K. Robards. 2002. Methods for Testing Antioxidant Activity. Analyst.


(2)

Atlas, R.M.. 1995. Microorganisme In Our World. Mosby-Year Book Inc. St. Loius, USA. Pp 501-529.

Berdy, J.E.. 2005. Bioactive Microbial Metabolites. J. Antibiot. 58: 1-26.

Chin,Y.W., M.J. Balunas, H.B. Chai, and A.D. Kinghorn. 2006. Drug Discovery From Natural Sources. The AAPS Journal. 8: 239-253.

Das, S., P.S. Lyla, and S.A. Khan. 2006. Marine Microbial Diversity and Ecology: Importance and Future Perspectives. Current Science. 90: 1325-1335.

Donaldson, S.. 2004. Nutrition and Cancer: A Review of the Evidence of an Anti-Cancer Diet. Nutrition Journal. 3: 19.

Erickson, K.L., J.A. Beutler, J.H. Cardellina, and M.R. Boyd. 1997. Salycylihalamides A and B, Novel Cytotoxic Macrolides from the Marine Sponge Haliclona sp.. J. Organic chemistry. 62: 8188-8192.

Faulkner, D.J.. 2000. Marine Natural Product. Natural Product Reports. 18: 1-49.

Ghisalberti, E.L.. 2008. Detection and Isolation of Bioactive Natural Products In: Bioactive Natural Products,2ndEdition. S.M. Colegate and R.J.

Molyneux (eds). CRC Press. USA. Pp 622.

Gorajana, A., B.V.V.S.N. Kurada, S. Peela, P. Jangam, S. Vinjamuri, E. Poluri, and A. Zeeck. 2005. 1-Hydroxy-1norresistomycin, A New Cytotoxic Compound from a Marine Actinomycete, Streptomyces Chibaensis AUBN1/7. J. Antibiot. 58: 526–529.

Gupte, S.. 1990. Mikrobiologi Dasar. Alih bahasa oleh J.E. Suryawidjaja. Binarupa Aksara. Jakarta. Hlm 5-20.

Haraguchi, H.. 2008. Antioxidative Plant Constituents. Pp 337-378 In:Bioactive Compounds From Natural Sources. C. Tringali (Ed). Taylor & Francis Inc. New York. Pp 704.


(3)

Harborne, J.B.. 1984. Metode Fitokimia: Penentuan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Alih bahasa oleh K. Padmawinata dan I. Soediro. Penerbit ITB. Bandung. 354 hlm.

Hennekens, C.H. and J.M. Gaziano. 1993. Antioxidant and Heart Disease: Epidemiology and Clinical Evidence. Clin. Cardiol. 16: 1-12.

Holt, J.G., N.R. Krieg, P.H.A. Sneath, J.T. Staley, S.T. Williams. 2000.Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, 9thEdition. Lippincott Williams & Wilikns. Philadelphia. Pp 787

Hostettman, K., M. Hostettman, dan A. Marston. 1995. Cara Kromatografi Preparatif. Alih bahasa oleh K. Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Hlm 1-38.

Jensen, P.R., R. Dwight, and W. Fenical. 1991. Distribution of Actinomycetes in Near-Shore Tropical Marine Sediments. Appl. Environ. Microbiol. 57: 1102-1108.

Jensen, P.R., Tracy J.M., and W. Fenical. 2003. The True Potential of the Marine Microorganisms. Diakses dari http://www.currentdrugdiscovery.com/ pada 10 Oktober 2010.

Jensen, P.R., P.G. Williams, D.C. Oh, L. Zeigler, and W. Fenical. 2006. Species-Specific Secondary Metabolite Production in Marine

Actinomycetes of The Genus Salinispora. Appl. Environ. Microbiol. 73: 1146-1152.

Johnson, E.L. dan R. Stevenson. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Diterjemahkan oleh K. Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Hlm 50-55.

Khopkar, S.M.. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Alih bahasa oleh

A. Saptorahardjo. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Hlm 84-311.

Kumar, S.S., R. Philip, and C.T. Achuthankutty. 2006. Antiviral Property of Marine Actinomycetes Against White Spot Syndrome Virus in Penaeid Shrimps. Current Science. 91: 807-811.

Lam, K.S.. 2006. Discovery of novel metabolites from marine actinomycetes. Current Opinion in Microbiology. 9: 245–251


(4)

Lee, Y.K., J.H. Lee, and H.K. Lee. 2001. Microbial Symbiosis in Marine Sponges. J. Microbiol. 39: 254-264.

Liu, R., T. Zhu, D. Li, J. Gu, W. Xia, Y. Fang, H. Liu, W. Zhu, and Q. Gu. 2007. Two Indolocarbazole Alkaloids with Apoptosis Activity from a Marine-Derived Actinomycete Z2039-2. Arch. Pharm. Res. 30: 270-274.

Magarvey, N.A., J.M. Keller, V. Bernan, M. Dworkin, and D.H. Sherman. 2004. Isolation and Characterization of Novel Marine-Derived Actinomycete Taxa Rich in Bioactive Metabolites. Appl. Environ. Microbiol.

70: 7520-7529.

Mahyudin, N.A.. 2008. Actinomycetes and Fungi Associated With Marine Invertebrates: A Potential Source of Bioactive Compounds. (Thesis). University of Canterbury. New Zealand. Pp 215.

Mant, C.T. and R.S. Hodges. 1996. Analysis of Peptides by High Performance Liquid Chromatography. Meth. Enzymol. 271: 3–50.

Marxen, K., K.H. Vanselow, S. Lippemeier, R. Hintze, A. Ruser and U. Hansen. 2007. Determination of DPPH Radical Oxidation Caused by Methanolic Extracts of Some Microalgal Species by Linear Regression Analysis of Spectrophotometric Measurements. Sensors. 7: 2080-2095.

McCalley, D.V.. 2002. Review: Analysis of theCinchonaAlkaloids by High Performance Liquid Chromatography and Other Separation Techniques. J. of Chromatography A. 967: 1–19.

Mirfan, R.. 2010. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Alkaloid dari Aktinomisetes yang Berasosiasi dengan Sponga. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 69 hlm.

Mohamad, H., F. Abas, D. Permana, N.H. Lajis, A.M. Ali, M.A. Sukari, Y. Taufiq, Y. Hin, H. Kikuzaki, and N. Nakatani. 2004. DPPH Free Radical Scavenger Components from the Fruits ofAlpinia rafflesiana Wall. ex. Bak. (Zingiberaceae). Z. Naturforsch. 59: 811-815.

Molyneux, P.. 2004. The Use Of The Stable Free Radical

Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) For Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin J. Sci. Technol. 26: 211-219.


(5)

Onaka, H.. 2006. Biosynthesis of Heterocyclic Antibiotics in Actinomycetes and an Approach To Synthesize The Natural Compounds.

Actinomycetologica. 20: 62–71.

Parungao, M.M., E.B.G. Maceda, and M.A.F.Villano. 2007. Screening of Antibiotic-Producing Actinomycetes from Marine, Brackish and

Terrestrial Sediments of Samal Island, Philippines. Journal of Research in Science, Computing, and Engineering. 4: 29-38.

Peraud, O.. 2006. Isolation and Characterization of a Sponge-Associated

Actinomycete That Produces Manzamines. (Dissertation). University of Maryland. Utah. Pp 1-38.

Percival, M.. 1998. Antioxidants. Clinical Nutrition Insights. Diakses dari http://www.acudoc.com/ pada 1 Desember 2009.

Prakash, A., F.Rigelhof, and E.Miller. 2001. Antioxidant Activity. J. DeVries (ed). Medallion Labs. Diakses dari www.medalionlab.com pada 1 Desember 2009.

Proksch, P.. 1994. Defensive Roles for Secondary Metabolites from Marine Sponges and Sponge-Feeding Nudibranchs. Toxicon. 32: 639-655.

Putri, A.P. dan I. Atmosukarto. 2006. Mikroba Endofit: Sumber Molekul Acuan Baru yang Berpotensi. Majalah Biotrends. 1(2): 13-15.

Rahman, A. and M.I. Choudhary. 2001. Bioactive Natural Products a Potential of Pharmacophores. A Theory of Memory. Pure Appl. Chem. 73: 555-560.

Rawat, M. and Y. Av-Gay. 2007. Mycothiol-Dependent Proteins in Actinomycetes. Pp 278-292. Diakses dari

http://www.blackwellpublishing.com/ pada 1 Desember 2010.

Silverstein, R.M., F.X, Webster, and D.J. Kiemle. 2005. Spectrometric

Identification of Organic Compound,7thEdition. John Willey and Sons Inc.. New York. Pp 71-160.

Sjogren, M.. 2006. Bioactive Compounds from the Marine Sponge Geodia barretti. (Dissertations). Universitatis Upsaliensis. Uppsala. Pp 56.


(6)

Spainhour, C.B.. 2005. Natural Products. In:Drug Discovery Handbook. John & Sons Inc.. New York. Pp 11-72.

Subbarao, N.S.. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman, Edisi ke-2. UI Pres. Jakarta. Hlm 38-40.

Svehla, G.. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan SemimikroJilid 1, Edisi kelima. Alih bahasa oleh A.H Pudjaatmaka. Penerbit Kalman Media Pustaka. Jakarta. Hlm 139-140.

Van Soest, R.W.M., N. Boury-Esnault, J.N.A. Hooper, K. Rützler, N.J. de Voogd, B. A. de Glasby, E. Hajdu, A.B. Pisera, R. Manconi, C. Schoenberg, D. Janussen, K.R. Tabachnick, M. Klautau, B. Picton, M. Kelly. 2010. World Porifera Database. Diakses dari

http://www.marinespecies.org/porifera/ pada 12 Desember 2010.

Volk, W.A., and M.F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi DasarJilid 1, Edisi kelima. Penerjemah Markham. Penerbit Erlangga. Jakarta. 396 hal.

Waksman, S.A., and M. Tishler. 1941. The Chemical Nature of Actinomycin, an Anti-microbial Substance Produced by Actinomyces antibioticus. J.of Biological Chemistry Diakses dari http://www.jbc.org/ pada 23

November 2010.

Wilkinson, C.R. and R. Garrone. 1980. Nutrition in Marine Sponges.

Involvement of Symbiotic Bacteria in The Uptake of Dissolved Carbon. Nutrition in The Lower Metazoa. Pergamon Press. Oxford. Pp 157-161.

Williams, S.T., M.E. Sharpe, and J.G. Holt. 1989. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology. Williams and Wilkins Co.. Baltimore.

Wu, R.Y., and M.H. Chen. 1995. Identification of the Streptomyces strain KS3-5. Bot. Bull. Acad. Sin. 36: 201-205.

Zhao, H., Y. Kassama, M. Young, D.B. Kell, and R. Goodacre. 2004.

Differentiation ofMicromonosporaIsolates from a Coastal Sediment in Wales on the Basis of Fourier Transform Infrared Spectroscopy, 16S rRNA Sequence Analysis, and the Amplified Fragment Length