Kelompok Mesir Kuno Kumpulan Administrasi Kelas VI Lengkap

bilangan-bilangan dengan simbol-simbol berupa angka. Hal ini penting diketahui mengingat teknik berhitung sangat dipengaruhi oleh sistem penulisan bilangan. Menurut lambang dan sistem penulisan bilangan yang ada pada masa ini, dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu :

1. Kelompok Mesopotamia dengan Sumeria dan Babilonia

Sistem penulisan bilangan Mesopotamia adalah berdasarkan letak angka, sama seperti sistem yang digunakan sampai saat ini. Sistem penulisan ini mengakibatkan angka yang sama dapat memiliki nilai yang berbeda jika peletakannya berbeda. Menurut O.Neugebaur, penemuan penulisan bilangan berdasarkan letak mungkin disebabkan oleh tulisan mereka yang terdiri atas abjad. Abjad dijajarkan untuk menjadi kata, demikian pula angka dijajarkan untuk menjadi bilangan. Sedangkan untuk bilangan dasar yang digunakan oleh orang-orang Mesopotamia adalah bilangan dasar seksagesimal. Misalnya, bilangan 11 pada bilangan dasar seksagesimal diartikan 1 jam 1 menit atau 61 dalam sistem bilangan desimal. Namun, pada dasarnya kepraktisan perhitungan bukan ditentukan oleh bilangan dasar, melainkan ditentukan oleh sistem penulisannya. Dan penulisan bilangan dengan sistem letak merupakan sistem yang sangat memudahkan dalam proses perhitungan, oleh sebab itulah sistem bilangan yang banyak dipakai sampai sekarang adalah sistem letak, tentunya setelah melalui proses penyempurnaan tahap demi tahap selama ribuan tahun. Kendala yang dihadapi oleh orang-orang Mesopotamia yang menggunakan sistem letak dalam penulisan bilangan ini bahwa mereka pada saat itu belum mengenal lambang bilangan 0. Tanpa adanya bilangan 0, maka sulit untuk membedakan bilangan 1 dengan 60. Atau contohnya dalam penulisan bilangan dasar desimal, akan sulit untuk membedakan antara bilangan 1, 10, 100, dan seterusnya tanpa adanya lambang bilangan 0. Namun tetap saja, sekalipun terdapat beberapa kendala seperti contohnya tadi belum dikenalnya bilangan 0, dengan sistem bilangan berdasarkan letak ini perkembangan berhitung di Mesopotamia khususnya perkembangan dalam teknik berhitung berkembang sangat pesat terutama pada zaman Babilonia. Mereka bahkan sudah bisa membuat persamaan dengan variabel-variabel serta menyelesaikan persamaan kuadrat dan kubik. Dalam bidang ilmu ukur, mereka juga telah mampu menghitung luas bangun datar dan volum bangun ruang. Untuk penulisan lambang bilangan, orang-orang Mesopotamia menuliskannya dalam bentuk baji. Diperkirakan tulisan ini berasal dari Sumeria yang pada awalnya diciptakan untuk memudahkan pencatatan harta kekayaan dan hasil bumi dalam pengorganisasian sistem ekonomi mereka.

2. Kelompok Mesir Kuno

Sistem penulisan bilangan Mesir Kuno dilakukan menurut beberapa ketentuan, yaitu berdasarkan sistem pengelompokan dimana penulisan lambang bilangan dalam satu kelompok dilakukan dengan pengulangan lambang bilangan dari anggota kelompok terkecil, dan berdasarkan sistem bilangan dasar desimal tanpa sistem letak bilangan. Setiap kelipatan sepuluh dinyatakan dengan lambang sendiri. Misalnya jika A adalah sebagai satuan, B sebagai puluhan dan C sebagai ratusan, maka bilangan 332 ditulis CCCBBBAA. Suatu penulisan yang cukup panjang untuk menyatakan bilangan ratusan, bisa dibayangkan kesulitan yang terjadi jika bilangan yang ditulisan adalah 7.568.889. Meskipun Mesir kuno juga belum mengenal bilangan 0 sama seperti Mesopotamia, namun hal ini tidak menimbulkan masalah karena sistem penulisan ini memang tidak membutuhkan bilangan 0. Lambang bilangan yang digunakan oleh Mesir Kuno pada awalnya adalah hiroglif, lalu dikembangkan menjadi hiratik, kemudian demotik yang dituliskan di atas batu atau pada papirus. Perubahan tulisan ini menyebabkan ikut berubahnya bentuk lambang bilangan. Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa adanya perubahan dalam penulisan lambang. Lambang yang tadinya berupa gambar yang kompleks sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menuliskannya, dalam perkembangannya dituliskan hanya berupa garis yang bentuknya mirip dengan lambang sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya penyederhanaan lambang penulisan, baik abjad maupun lambang bilangan. Dengan penulisan lambang yang lebih sederhana khususnya dalam penulisan lambang untk bilangan, maka perhitungan antar bilangan menjadi lebih mudah dari sebelumnya. Namun karena sistem bilangan yang digunakan adalah sistem pengelompokan, maka tetap saja dalam perngerjaan berhitungnya masih tergolong cukup rumit dibandingkan Mesopotamia yang menggunakan bilanagan dengan sistem letak. Seperti halnya di Mesopotamia, Mesir Kuno pada masa ini telah mengenal bilangan pecahan meskipun penulisannya memiliki ciri tersendiri. Selain itu, mereka juga telah mengenal deret hitung dan deret ukur, walaupun penggunaannya masih bersifat terhingga serta ilmu aljabar berupa persamaan linear sederhana. Ilmu yang berkembang cukup maju dibandingkan dengan Mesopotamia adalah ilmu ukur. Mereka telah mempelajari sifat dari bentuk-bentuk ilmu ukur bidang dan ruang, bahkan mereka telah dapat mengukur isi berbagai bangun ruang dan hubungan antara garis tengah dan keliling lingkaran. Melalui penjelasan diatas, terlihat jelas bahwa berhitung telah berkembang jauh dibandingkan dengan zaman sebelumnya. Pada masa ini, bilangan telah dituliskan dalam lambang-lambang, berhitung tidak lagi selalu berkaitan dengan objek atau benda, serta sudah dikenalnya bilangan- bilangan pecahan. Kemudian, pengetahuan berhitung sampailah kepada Orang-orang Yunani. Orang-orang Yunani kuno sendiri telah mengenal berhitung sejak zaman awal tarikh masehi. Mereka menamakan berhitung sebagai arithmetike, yang berasal dari kata arithmos bilangan dan techne ilmu pengetahuan. Namun, sebagian besar hasil pemikiran mereka tidak hanya menyangkut matematika. Para pemikir di Yunani Kuno pada masa itu sangat terkenal oleh pemikiran-pemikiran filsafatnya, terutama tentang alam. Mereka mulai berpikir mengenai unsur dasar yang membentuk alam, sifat-sifat unsur pembentuk alam, proses pembentukan alam, dan lain sebagainya. Namun dalam hal pembuktian kebenaran pemikiran mereka dipadankan dengan matematika. Contohnya saja jawaban-jawaban atas pertanyaan mereka tentang alam seperti : ketiadaan, ketunggalan, dan ketakhinggaan dipadankan dengan bilangan 0, 1, dan tak hingga. Pemaduan antara matematika dan filsafat inilah yang menjadi dugaan atas lahirnya matematika yang lebih maju dibandingkan dengan sebelumnya yang masih sederhana. Perbedaan yang mendasar antara berhitung pada zaman ini dengan berhitung pada zaman sebelumnya adalah bahwa matematika atau tepatnya berhitung sebelumnya hanya dikembangkan dan digunakan untuk digunakan dalam keperluan praktis. Sedangkan orang-orang Yunani lebih mengutamakan mengenai hakikat dan pengertian dari berhitung. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan lebih lengkap dipaparkan dua tokoh pemikir dari Zaman Yunani Kuno yang sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan berhitung dan pemikiran- pemikirannya mempengaruhi cara berpikir orang-orang setelahnya mengenai pengertian berhitung. 1. Pytagoras Samos, 582 SM Salah satu pemikir dari Yunani Kuno yang terkenal adalah Pythagoras. Pythagoras dikenal sebagai perintis pengetahuan berhitung terutama pengetahuan tentang bilangan. Ada dugaan bahwa pemikiran Pytagoras banyak dipengaruhi oleh benda-benda yang ditemukan di tempat kerja ayahnya yang seorang pandai perak dan batu permata. Pytagoras melihat sisi-sisi batu permata yang banyak dan beraturan itu sebagai bentuk keindahan, dan keindahan tersebut berhubungan dengan bilangan- bilangan yang menunjukkan jumlah sisi batu permata. Bagi Pytagoras dan perguruannya, segala sesuatu adalah tentang bilangan. Dalam hal benda, mereka lebih tertarik kepada bentuk benda daripada zat yang membentuk benda tersebut, kemudian dari bentuk tersebut dicarikan padanannya dengan bilangan. Salah satu penemuan tebesar Pytagoras adalah hubungan antara nada musik dengan perbandingan panjang dawai. Pytagoras menamakan hubungan ini sebagai Harmoni. Melalui harmoni, kenyataan dapat disederhanakan ke dalam bilangan atau perbandingan bilangan. Penemuan harmoni ini membuat perguruan Pytagoras mendewakan bilangan. Mereka sampai beranggapan bahwa hubungan antara kenyataan dengan bilangan akan diketahui apabila ditemukan aturan-aturan yang mengatur hubungan itu. Pytagoras juga menyatakan bilangan dengan titik-titik, yang apabila disusun di sebuah bidng datar atau bangun ruang akan ditemukan bentuk yang bermacam-macam. Pytagoras kemudian mencapai pengertian tentang atom-atom titik. Garis terdiri atas titik-titik yang tidak dapat dibagi lagi sehingga jumlah titik dalam suatu garis terhingga banyaknya. Melalui uraian mengenai pemikiran Pytagoras diatas, dapat di pahami bahwa pengertian berhitung terutama perluasan pengertian tentang bilangan telah mencapai tahap pemikiran yang begitu mendalam. Dan dengan munculnya pemikiran ini, telah membuka jalan kepada orang-orang setelahnya untuk berpikir bahwa berhitung dan bilangan bersifat universal.

2. Zeno Elea, 450 SM