Dengan  demikian,  dapat  disimpulkan  bahwa  perilaku  seksual pranikah remaja dapat dilakukan atau terjadi dalam konteks relasi romantis
dan disertai komitmen, seperti relasi berpacaran dan kohabitasi. Selain itu, perilaku  seksual  juga  dapat  terjadi  dalam  konteks  casual  sex  atau  tanpa
adanya  komitmen  dalam  relasi,  seperti  hookup  dan  friends  with  benefit FWB.
B. KOMUNIKASI SEKSUAL DALAM KELUARGA
1.  Definisi Komunikasi Interpersonal Zolten  dan  Long  2006  mendefinisikan  komunikasi  sebagai  proses
mengirimkan  suatu  informasi  dari  satu  orang  kepada  orang  lain.  Runcan, Constantineau,  Ielics,  dan  Popa  2012  mendefinisikan  komunikasi
sebagai  proses  alami  dari  penyampaian  ide,  informasi,  emosi,  perasaan dari  seseorang  kepada  orang  lain  dalam  waktu  tertentu.  Popescu  2012
mendefinisikan  komunikasi  sebagai  interaksi  psikososial  yang  mendasar dari  orang  dengan  tujuan  menyampaikan  informasi  untuk  mencapai
stabilitas atau perubahan perilaku individu dan kelompok. Komunikasi ini dapat  berbentuk  verbal  maupun  non-verbal,  dapat  bersifat  positif  atau
negatif, serta efektif ataupun tidak efektif Zolten  Long, 2006. Dengan demikian,  komunikasi  dapat  disimpulkan  sebagai  proses  mengirimkan
suatu  ide,  informasi,  emosi,  perasaan  dari  satu  orang  kepada  orang  lain untuk  menyampaikan  informasi,  dan  mencapai  stabilitas  atau  perubahan
perilaku individu dan kelompok.
Komunikasi  dapat  dibedakan  menjadi  komunikasi  intrapersonal, komunikasi  interpersonal,  dan  komunikasi  massa.  Komunikasi  dalam
keluarga termasuk dalam komunikasi interpersonal. Hal ini didukung dari pendapat  Ramadhani  2013  yang  menyatakan  bahwa  komunikasi
interpersonal  yang  paling  sederhana  dapat  diamati  di  dalam  keluarga. Komunikasi  interpersonal  merupakan  proses  komunikasi  yang  terjadi
antara satu individu dengan individu lain sehingga memerlukan tanggapan feedback dari orang lain Khairani, 2015. Devito dalam Eliyani, 2013
mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai pengiriman pesan-pesan dari  seseorang  dan  diterima  oleh  orang  lain,  atau  sekelompok  orang
dengan  pemberian  tanggapan  secara  langsung.  Sementara  Suranto  2011, dalam  Rasika,  2015  mendefinisikan  komunikasi  interpersonal  sebagai
komunikasi  yang  dilakukan  dengan  orang  lain  dan  dapat  terjadi  secara langsung  maupun  tidak  langsung.  Dengan  demikian,  dapat  disimpulkan
bahwa  komunikasi  interpersonal  adalah  proses  komunikasi  atau pengiriman  pesan-pesan  yang  terjadi  secara  langsung  maupun  tidak
langsung  antara  satu  individu  dengan  individu  atau  kelompok  lain  dan memerlukan tanggapan feedback.
2.  Komunikasi Seksual dalam Keluarga Keluarga  merupakan  unit  terkecil  dalam  masyarakat  dan  menjadi
awal  dari  setiap  interaksi  yang  dilakukan  manusia  Susanto-Sunario, 1993. Fungsi keluarga ini tidak dapat dilakukan dengan baik tanpa adanya
komunikasi  Runcan  et  al.,  2012.  Melalui  komunikasi,  orangtua  dapat mengidentifikasi,  mengetahui,  dan  kemudian  memuaskan  kebutuhan  dari
anaknya  Selain  itu,  interaksi  komunikasi  yang  dimiliki  juga  dapat menujukkan seperti apa hubungan antara orangtua dan anaknya Runcan et
al.,  2012.  Komunikasi  yang  dilakukan  secara  efektif  oleh  orangtua  dan anak dapat membantu meningkatkan hubungan antara orangtua dan anak,
serta dapat menghasilkan keharmonisan Zolten  Long, 2006; Runcan et al., 2012. Melalui feedback yang diterima ketika berkomunikasi, interaksi
antara  orangtua  dan  anak  menjadi  lebih  kuat  dan  efektif  Runcan  et  al., 2012.
Komunikasi  dapat  membangun  dan  menjaga  hubungan  antara orangtua dan anak
Runcan et al., 2012. Menurut Zolten dan Long 2006, penting  bagi  orangtua  untuk  berkomunikasi  secara  terbuka  dan  efektif
dengan  anaknya.  Komunikasi  yang  terbuka  dan  efektif  tidak  hanya bermanfaat  terhadap  anak,  tetapi  juga  bermanfaat  bagi  setiap  anggota
keluarga lainnya. Jika orangtua berkomunikasi secara terbuka dan efektif, kemungkinan  anak-anak  mereka  juga  akan  melakukannya  Zolten  dan
Long, 2006. Anak  akan belajar bagaimana caranya untuk  berkomunikasi dengan melihat orangtuanya. Melalui cara berkomuniksi yang ditunjukkan
orangtua ini, anak akan  mulai membentuk ide dan kepercayaan mengenai dirinya. Sosok kedewasaan anak akan dibentuk oleh keterbukaan orangtua
dalam  bertindak  atau  dalam  membuat  perubahan  yang  mengutamakan kepentingan  anak  Rasika,  2015.  Dengan  demikian,  anak  akan  merasa
didengar  dan  dipahami  oleh  orangtuanya.  Hal  tersebut  dapat  mendorong peningkatan  harga  diri  anak.  Selain  itu,  komunikasi  yang  efektif  yang
dilakukan  oleh  orangtua  memungkinkan  anak  untuk  lebih  mengikuti  apa yang dikatakan oleh orangtuanya Zolten  Long, 2006.
Jika  ditinjau  lebih  jauh,  keluarga  merupakan  wadah  di  mana  anak pertama  kali  belajar  dan  mengetahui  segala  macam  informasi  dalam
kehidupannya  termasuk  mengenai  hal-hal  yang  bersifat  pribadi,  seperti seksualitas.  Komunikasi  merupakan  salah  satu  media  penyampaian
informasi  dari  orangtua  ke  anak  karena  tidak  ada  aspek  dari  hubungan antara  orangtua  dan  anak  yang  tidak  melibatkan  komunikasi  Runcan  et
al.,  2012. Melalui komunikasi, orangtua dapat  menularkan nilainya  yang berhubungan  dengan  seksualitas,  serta  dapat  meningkatkan  kesempatan
anaknya  mengadopsi  kebiasaan  maupun  perilaku  seksual  yang  aman  dan sehat Seloilwe, Magowe, Dithole,  Lawrence, 2015. Menurut  Likewise
dan Weinman 2008, remaja yang memiliki komunikasi yang baik dengan orangtuanya akan mendapatkan informasi yang baik mengenai bahaya dari
penyakit seksual sehingga mereka lebih mungkin untuk terlibat dalam seks yang  tidak  berisiko  dibandingkan  mereka  yang  tidak  berkomunikasi
dengan  keluarganya  dalam  Gumban,  Martos,  Rico,  Bernarte,    Tuason, 2016.  Apabila  orangtua  mampu  menerapkan  komunikasi  efektif  tentang
seksualitas  dalam  keluarga,  maka  remaja  akan  memiliki  sikap  negatif terhadap  pergaulan  bebas  antar  lawan  jenis.  Komunikasi  efektif  tersebut
juga  dapat  membuat  remaja  memiliki  pemahaman  dan  pengertian  nilai-
nilai  mengenai  seksualitas  yang  lebih  tepat  dari  orangtuanya  Prihartini, Nuryoto,  Aviatin, 2000.
Orangtua  memiliki  peran  yang  sangat  penting  dalam  memberikan pendidikan seks kepada anaknya. Beberapa studi yang dilakukan di negara
barat  menemukan  bahwa  peningkatan  komunikasi  orangtua  dan  anak mengenai  seks  berhubungan  dengan  penundaan  untuk  melakukan
hubungan  seksual  Seloilwe,  Magowe,  Dithole,    Lawrence,  2015. Kemunikasi  yang  terbuka  mengenai  seks  antara  orangtua  dan  remaja
menghasilkan  perilaku  seksual  yang  aman  Richards,  2013,  dalam Gumban, et al., 2016. Komunikasi yang positif antara orangtua dan anak
dapat  membantu  anak  untuk  menentukan  nilai  pribadinya  dan  membuat keputusan yang sehat terkait seksual Gumban, Martos, Rico, Bernarte,
Tuason,  2016.  Di  samping  itu,  orangtua  diharapkan  dapat  memberikan informasi yang akurat mengenai hal-hal seksual sehingga dapat membantu
perkembangan  nilai  seksual  yang  positif  pada  anaknya  Seloilwe  et  al, 2015  dan  mempengaruhi  perilaku  anak  ke  arah  yang  positif  pula
Ramadhani, 2013. Akan  tetapi,  anak  cenderung  menghindari  komunikasi  mengenai
seksualitas  dengan  orangtuanya  karena  merasa  kurang  nyaman  dengan gaya komunikasi yang ditunjukkan oleh orangtuanya Wang, 2016. Selain
itu,  orangtua  juga  cenderung  menutupi  masalah-masalah  yang berhubungan  dengan  seksualitas,  kurang  peka  terhadap  perkembangan
fisik dan psikis remaja, dan kurang memberi ruang untuk berdialog kepada
remaja  mengenai  masalah  seksualitas.  Penelitian  dari  Gumban  et  al., 2016  juga  menemukan  bahwa  responden  yang  terlibat  dalam  seks
beresiko  memiliki  komunikasi  yang  kurang  atau  rendah  dengan orangtuanya.  Komunikasi  yang  kurang  menyebabkan  anak  memiliki
pengetahuan  yang  kurang  pula  mengenai  seksual  dan  menyebabkan hubungan  antara  orangtua-anak  menjadi  jauh  sehingga  anak  berpaling  ke
sumber  informasi  lain  yang  mungkin  kurang  akurat,  seperti  teman Sarwono, 2010.
3.  Dampak-Dampak Komunikasi Komunikasi  diasumsikan  sebagai  sesuatu  yang  sangat  penting  pada
saat  ini  Littlejohn    Foss,  2011.  Komunikasi  dapat  membentuk  rasa saling pengertian, menumbuhkan persahabatan, memelihara kasih sayang,
menyebarkan  ilmu  pengetahuan,  dan  melestarikan  peradaban  seseorang. Akan  tetapi,  komunikasi  juga  dapat  menimbulkan  perpecahan,
menghidupkan  permusuhan,  menanamkan  kebencian,  menghalangi kemajuan, dan menghambat pemikiran Khairani, 2015. Menurut Runcan
et  al.  2012,  nada  tenang  yang  digunakan  dalam  komunikasi  orangtua- anak  mengarahkan  untuk  membentuk  dan  menginduksi  kenyamanan
secara  psikologis,  serta  pesan  menjadi  lebih  cepat  dan  dapat  dipahami dengan  lebih  baik  dibandingkan  orangtua  menggunakan  nada  marah.
Sedangkan perasaan marah yang disertai dalam komunikasi mengarahkan
pada  perasaan  panik,  takut,  kesalahpahaman  dari  pesan,  dan  penolakan terhadap proses komunikasi.
Keterbukaan  dalam  berkomunikasi  mampu  menumbuhkan  sikap saling  percaya,  sikap  objektif,  berusaha  untuk  selalu  mencari  informasi
akurat  dan  terpercaya  daripada  hanya  sekedar  isu-isu  belaka  Brooks Emmert,  1977.  Kualitas  hidup  manusia  dan  hubungan  manusia  dengan
sesama  manusia  dapat  ditingkatkan  dengan  meningkatkan  komunikasi yang  dimiliki  Khairani,  2015.  Komunikasi  yang  timbal  balik  dan  tidak
sepihak  dapat  berkontribusi  secara  signifikan  terhadap  keterbukaan  dan pembentukan hubungan dalam interaksi orangtua dan anak Runcan et al.,
2012.  Leeds,  Gallagher,  Wass,  Leytem,  dan  Shlay  2014  menemukan bahwa  komunikasi  yang  terbuka  antara  orangtua  dan  anak  berkorelasi
secara  kuat  dengan  penurunan  tingkat  kehamilan  remaja,  maupun  dalam penurunan  perilaku  merokok,  alkohol,  penggunaan  obat-obat  lainnya,
penurunan  perilaku  seksual  berisiko,  dan  penurunan  perilaku  kenalakan remaja yang lainnya.
Seloilwe,  et  al.  2015  berpendapat  bahwa  remaja  ingin  untuk berbicara  dengan  orangtuanya  mengenai  seksualitas,  tetapi  orangtua
merasa tidak nyaman untuk membicarakan hal tersebut. Komunikasi yang dibatasi  tersebut  dapat  menimbulkan  konflik  dalam  hubungan  orangtua-
anak dan
dapat menyebabkan
remaja melakukan
kenakalan, penyalahgunaan  obat-obatan  dan  alkohol,  hubungan  seksual,  kinerja
sekolah  yang  rendah,  dan  mengalami  tingkat  depresi  yang  lebih  tinggi,
Brody  et  al.,  1999,  dalam  Davidson    Cardemil,  2009.  Menurut Sarwono  2010,  komunikasi  yang  kurang  dari  orangtua  menyebabkan
anak  memiliki  pengetahuan  yang  kurang  tentang  seksual.  Hal  ini dikarenakan orangtua yang merasa tabu untuk membicarakan seks dengan
anak, serta hubungan  antara  orangtua dan anak  yang sudah terlanjur jauh sehingga anak menjadi berpaling ke sumber informasi lain yang mungkin
tidak akurat, seperti teman. Berdasarkan  pemaparan  di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwa
komunikasi  seksual  memiliki  dampak  yang  positif  dan  negatif  terhadap perkembangan  seseorang.  Komunikasi  efekitf  yang  dilakukan  dapat
menghasilkan  dampak  yang  positif,  seperti  membentuk  rasa  saling pengertian, menumbuhkan, sikap saling percaya, sikap objektif, serta dapat
berpengaruh pada penurunan perilaku seksual berisiko, penurunan tingkat kehamilan remaja, dan penurunan perilaku kenalakan remaja yang lainnya.
Selain  itu,  komunikasi  yang  efektif  juga  dapat  membentuk  dan menumbuhkan  kenyamanan  secara  psikologis  sehingga  pesan  menjadi
lebih  cepat  dan  dapat  dipahami  dengan  baik.  Sementara  itu,  komunikasi yang  kurang  atau  dibatasi  dapat  menghasilkan  berbagai  dampak  negatif,
seperti  menimbulkan  kesalahpahaman  terhadap  pesan,  kebencian, menghalangi kemajuan, menghambat pemikiran atau pengetahuan menjadi
kurang,  serta  dapat  menjadi  pemicu  timbulnya  tindakan  kenakalan  dari anak, seperti penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol, hubungan seksual,
mengalami tingkat depresi yang lebih tinggi.
4.  Dimensi Komunikasi Komunikasi  seksual  dalam  keluarga  diukur  menggunakan  dua
dimensi  dari  Warren  dan  Neer  1986,  yaitu  dimensi  kenyamanan comfort dan dimensi informasi information.
a.  Dimensi Kenyamanan Dimensi  kenyamanan  mengukur  tingkat  keterbukaan  yang  dirasakan
mengenai diskusi seks dalam keluarga. b.  Dimensi Informasi
Dimensi  informasi  mengukur  persepsi  dari  jumlah  informasi  yang dipelajari  dan  dibagikan  selama  diskusi.  Dimensi  informasi  termasuk
karena rumah dapat berfungsi sebagai sumber utama dari pembelajaran seksual hanya melalui berbagi informasi yang efisien.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua dimensi komunikasi seksual  sebagai  dasar  pembuatan  skala  yang  digunakan  untuk  mengukur
komunikasi seksual yang dimiliki atau dilakukan anak di dalam keluarga.
C. SIKAP REMAJA TERHADAP SEKS