Gambar 4.1 Skema Hasil Uji Hipotesis
D. PEMBAHASAN
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui  apakah sikap remaja  terhadap  seks  merupakan  variabel  yang  dapat  memediasi  hubungan
antara  komunikasi  seksual  dalam  keluarga  dan  perilaku  seksual  pranikah
Jalur τ’ β = -0,203 ; p = 0,00
Y = 171,603 – 1,307X
R
2
= 4,1
Jalur α β = -0,178 ; p = 0,001
Y = 80,099 – 0,366X
R
2
= 3,2 Jalur β
β = 0,603 ; p = 0,000 Y = -10,292 +
1,880X
2
Jalur τ
Y = 25,442 – 0,638X1 + 1,825X2
R jalur τ’ = 1,307 ; p = 0,000 R jalur τ = 0,0638 ; p = 0,024
R
2
= 37,3 Perilaku Seksual
Pranikah Komunikasi Seksual
dalam Keluarga
Sikap Remaja terhadap Seks
remaja.  Untuk  menjawab  tujuan  tersebut,  berikut  disajikan  hasil  pembahasan dari uji hipotesis yang telah dilakukan.
Uji  hipotesis  yang  pertama  menguji  pengaruh  antara  komunikasi seksual dalam keluarga terhadap perilaku seksual pranikah jalur
τ’. Hasil uji hipotesis  ini  membuktikan  bahwa  hipotesis  pertama  yang  menyatakan
komunikasi seksual dalam keluarga memiliki hubungan  yang negatif dengan perilaku  seksual  pranikah,  diterima.  Hasil  penelitian  tersebut  sejalan  dengan
hasil  penelitian  sebelumnya  yang  menemukan  bahwa  komunikasi  yang terbuka  antara  orangtua  dan  anak  berkorelasi  secara  kuat  dengan  penurunan
perilaku seksual  berisiko  Leeds, Gallagher, Wass,  Leytem,   Shlay, 2014. Orangtua yang membahas aspek-aspek seksualitas dengan anaknya membuat
anak  menunda  untuk  menjadi  aktif  secara  seksual,  dibandingkan  dengan orangtua  yang  tidak  membahasnya  Guha,  2013.  Beberapa  studi  yang
dilakukan  di  negara  barat  juga  menemukan  bahwa  peningkatan  komunikasi orangtua  dan  anak  mengenai  seks  berhubungan  dengan  penundaan  untuk
melakukan  hubungan  seksual  Seloilwe,  Magowe,  Dithole,    Lawrence, 2015.
Penelitian  lain  juga  menemukan  bahwa  komunikasi  yang  lebih  sering dilakukan oleh orangtua dengan anaknya berhubungan dengan risiko perilaku
seksual  yang  lebih  rendah  Kotchic,  Dorsey,  Miller,    Forehand,  1999; Dilorio, Kelley,  Hockenberry-Eaton 1999, dalam Lehr, DiIorio, Dudley,
Lipana,  2000;  Hutchinson,  Jemmott,  Sweet-Jemmott,  Braverman,    Fong, 2003,  terutama  bila  komunikasi  yang  dilakukan  bersifat  positif  Seloilwe  et
al., 2015. Komunikasi yang positif antara orangtua dan anak dapat membantu anak  untuk  menentukan  nilai  pribadinya  dan  membuat  keputusan  yang  sehat
terkait seksual Gumban, Martos, Rico, Bernarte,  Tuason, 2016. Selain itu, orangtua juga diharapkan dapat memberikan informasi yang akurat mengenai
hal-hal  seksual  sehingga  dapat  membantu  perkembangan  nilai  seksual  yang positif pada anaknya Seloilwe et al, 2015 dan  mempengaruhi perilaku anak
ke arah yang positif pula Ramadhani, 2013. Berdasarkan  hasil  analisis  deskriptif  yang  dilakukan,  diketahui  bahwa
remaja  yang  menjadi  subjek  dalam  penelitian  ini  menunjukkan  komunikasi seksual dalam keluarga yang rendah.  Dalam penelitian  yang dilakukan Wang
2016  juga  ditemukan  bahwa  banyak  dari  partisipan  yang  cenderung menghindari  komunikasi  mengenai  seksual  dengan  orangtuanya  karena
merasa  kurang  nyaman  dengan  gaya  komunikasi  yang  ditunjukkan  oleh orangtuanya.  Menurut  DiIorio,  Pluhar,  dan  Belcher  2003,  dalam  Wang,
2016,  remaja  memang  cenderung  jarang  untuk  berkomunikasi  dengan orangtua  mengenai  seksualitas,  dibandingkan  dengan  teman  sebaya.
Orangtuapun  seringkali  merasa  tabu  untuk  membicarakan  hal  terkait  seks dengan anak Sarwono, 2010 dan terkadang merasa takut untuk membagikan
informasi  dikarenakan  mereka  tidak  nyaman  berbicara  mengenai  bagian- bagian  reproduksi  beserta  fungsi-fungsinya  Guha,  2013.  Padahal  orangtua
memainkan peran penting dalam membentuk perilaku seksual anaknya karena dari orangtuanya,  anak  mulai  mempelajari berbagai  hal  dalam kehidupannya,
termasuk seksualitas.
Adanya  komunikasi  yang  kurang  terbuka  dan  dibatasi  ini  dapat menimbulkan  berbagai  dampak  negatif,  seperti  konflik  dalam  hubungan
orangtua  dan  anak  Brody  et  al.,  1999,  dalam  Davidson    Cardemil,  2009, serta dapat memperkuat munculnya perilaku seksual dan remaja menjadi lebih
rentan  terhadap  kenakalan  serius  Clark    Shields,  1997,  dalam  Moitra Mukherjee,  2012;  Munawaroh,  2012;  Chandra,  Rahmawati,    Hardiani,
2014.  Penelitian  dari  Gumban  et  al.,  2016  juga  menemukan  bahwa responden  yang  terlibat  dalam  seks  beresiko  memiliki  komunikasi  yang
kurang  atau  rendah  dengan  orangtuanya.  Komunikasi  yang  kurang menyebabkan  anak  memiliki  pengetahuan  yang  kurang  pula  mengenai
seksual. Selain itu, komunikasi yang kurang ini juga menyebabkan hubungan antara  orangtua-anak  menjadi  jauh  sehingga  menyebabkan  anak  menjadi
berpaling  ke  sumber  informasi  lain  yang  mungkin  kurang  akurat,  seperti teman Sarwono, 2010.
Namun,  nilai  korelasi  dari  kedua  variabel  sebesar  -0,203  menunjukkan bahwa  hubungan  antara  kedua  variabel  ini  termasuk  lemah.  Hubungan  yang
lemah  ini  juga  didukung  dari  nilai  koefisien  determinan  yang  hanya  sebesar 0,041.  Skor  tersebut  menujukkan  bahwa  komunikasi  seksual  dalam  keluarga
hanya  mempengaruhi  perilaku  seksual  pranikah  remaja  sebesar  4,1  dan 95,9 lainnya dipengaruhi oleh variabel lain. Korelasi yang cenderung lemah
memiliki kemungkinan hubungan antar variabel ini menjadi berubah-ubah dan tidak  konsisten.  Hal  ini  juga  yang  mungkin  menyebabkan  korelasi  yang
ditemukan dalam beberapa penelitian sebelumnya menjadi tidak konsisten.
Uji  hipotesis  selanjutnya  menguji  pengaruh  antara  komunikasi  seksual dalam  keluarga
terhadap  sikap  remaja  terhadap  seks  jalur  α.  Hasil  uji hipotesis  ini  membuktikan  bahwa  hipotesis  kedua  yang  menyatakan
komunikasi  seksual  dalam  keluarga  memiliki  hubungan  yang  negatif  dengan sikap remaja terhadap seks, diterima. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian
sebelumnya yang menemukan bahwa sikap yang dimiliki remaja berhubungan dengan komunikasi seksual yang dilakukan oleh orangtua dan anak Kotchick,
Shaffer,  Forehand    Miller,  2001,  dalam  Topkaya,  2012;  Wang,  2016. Remaja dapat memperoleh pengetahuan seksual, nilai-nilai, sikap, dan norma-
norma  mengenai  aspek  sosial  budaya  dari  seks,  seperti  standar  perilaku seksual  dan  perilaku  dalam  hubungan  intim  melalui  komunikasi  dengan
orangtua mereka Wang, 2016.  Memang tidak dapat  dimungkiri bahwa nilai dan sikap mengenai seksualitas akan ditularkan dari orangtua ke anak. Anak-
anak  akan  menginternalisasikan  nilai-nilai  seksual  dengan  mengamati interaksi antara orangtua Sayang  Hicks, 1982, dalam Wang, 2016 dan hal
tersebut  akan  membentuk  sikap  dan  keyakinan  yang  berbeda  tentang seksualitas Topkaya, 2012.
Orangtua  juga  dapat  mengajar  anak-anak  mereka  tentang  nilai  dan perilaku yang mereka harapkan melalui komunikasi dan perilaku mereka, baik
secara langsung maupun tidak langsung Shtarkshall, Santelli  Hirsch, 2007, dalam  Topkaya,  2012.  Melalui  komunikasi  ini  pula,  anak  dapat
mengembangkan  pola  kognisi,  pengetahuan,  dan  sikap  terhadap  dunia  luar Moitra    Mukherje,  2012.  Apabila  komunikasi  mengenai  seksual  dapat
berlangsung secara efekif, maka remaja akan cenderung memiliki suatu sikap yang negatif terhadap perilaku seksual pranikah Banun  Setyorogo, 2013.
Komunikasi  mengenai  seksual  ini  dapat  dilakukan  secara  implisit  dan eksplisit.  Penelitian  Kim  2009,  dalam  Wang,  2016  menunjukkan  bahwa
orangtua  Asia  jarang  berbicara  tentang  seks  secara  eksplisit,  tetapi  mereka memiliki  dampak  yang  besar  pada  sikap  dan  perilaku  seksual  anak-anak
mereka,  seperti  peraturan  orangtua  mengenai  cara  berpakaian  anak perempuannya,  penggunaan  media,  dan  hubungan  berpacaran  juga  secara
implisit mengkomunikasikan dampak negatif dari seksualitas. Uji  hipotesis  ketiga  akan  menguji  pengaruh  dari  sikap  remaja  terhadap
seks terhadap perilaku seksual pranikah remaja jalur β. Hasil uji hipotesis ini
membuktikan bahwa hipotesis ketiga yang menyatakan sikap remaja terhadap seks  memiliki  hubungan  yang  positif  dengan  perilaku  seksual  pranikah,
diterima.  Hasil  penelitian  sejalan  dengan  hasil  penelitian  dari  Weeden  dan Sabini  2007,  dalam  Luquis,  Breisford,    Rojas-Guyler,  2012.  Penelitian
tersebut  menunjukkan  adanya  korelasi  antara  perilaku  seksual  dengan  sikap pada  remaja  dan  dewasa  awal.  Penelitian  yang  dilakukan  Askun  dan  Ataca
2007  juga  menemukan  bahwa  terdapat  korelasi  antara  sikap  yang mendukung  terhadap  seks  dan  perilaku  yang  ditunjukkan.  Luquis,  Breisford,
dan  Rojas-Guyler  2012  menemukan  bahwa  perilaku  seksual  dari  anak perempuan dipengaruhi oleh sikap seksual yang dimilikinya. Selain itu, sikap
seksual  juga  ditemukan  memainkan  peran  yang  penting  dalam  perilaku seksual mahasiswa.
Dari hasil analisis deskriptif diketahui bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki  sikap  remaja  terhadap  seks  yang  rendah  atau  negatif  dan  perilaku
seksual  pranikah  yang  rendah  pula.  Hal  ini  sesuai  dengan  hasil  dari  uji hipotesis  yang  dilakukan,  di  mana  remaja  yang  memiliki  sikap  yang  rendah
atau  negatif  akan  memiliki  perilaku  seksual  pranikah  yang  rendah  pula. Menurut Prihartini, Nuryoto, dan Aviatin 2002, sikap yang semakin permisif
terhadap  pergaulan  bebas  antar  lawan  jenis  dapat  memprediksi  perilaku seksual  remaja  awal  di  masa  perkembangan  yang  lebih  lanjut.  Sikap  seksual
yang kurang permisif yang dimiliki remaja akan mengarahkan mereka kepada pengalaman  seksual  yang  lebih  sedikit  Beckwith    Morrow,  2005,  dalam
Luquis,  Breisford,    Rojas-Guyler,  2012.  Sebaliknya,  sikap  yang  lebih permisif akan mengarahkan remaja pada seks pertama yang lebih awal Wang,
Li, Stanton, Kamali, Naar-King, Shah,  Thomas, 2007. Sikap dan nilai-nilai yang  dimiliki  orangtua  tentang  seks  pada  remaja  juga  dapat  mempengaruhi
kemungkinan  remaja  untuk  melakukan  hubungan  seksual,  jumlah  pasangan seksual  yang dimiliki, penggunaan kontrasepsi,  kehamilan remaja, dan kapan
mereka mulai untuk berhubungan seksual Miller, 2002. Uji  hipotesis  yang  terakhir  menguji  hipotesis  mayor  dalam  penelitian
ini, yaitu melihat pengaruh mediasi dari sikap remaja terhadap seks terhadap hubungan  antara  komunikasi  seksual  dalam  keluarga  dan  perilaku  seksual
pranikah  remaja  jalur  τ.  Hasil  uji  multiple  regression  dan  causal  steps analysis
membuktikan  bahwa  hipotesis  keempat  atau  hipotesis  mayor  yang menyatakan  bahwa  sikap  remaja  terhadap  seks  dapat  memediasi  hubungan
antara  komunikasi  seksual  dalam  keluarga  dan  perilaku  seksual  pranikah, diterima.
Pada  penelitian-penelitian  sebelumnya,  para  peneliti  lebih  banyak berfokus  pada  hubungan  langsung  antara  komunikasi  seksual  keluarga
dengan perilaku seksual remaja DiClemente, et al., 2001; Leeds, et al., 2014; Seloilwe  et  al.,  2015;  Gumban  et  al.,  2016,  dan  belum  ada  yang  melihat
skema  hubungannya  melalui  atau  menggunakan  variabel  mediator  maupun moderator. Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa terdapat variabel lain,
yaitu  sikap  remaja  terhadap  seks  yang  dapat  memediasi  hubungan  antara kedua variabel tersebut. Dengan kata lain, komunikasi seksual dalam keluarga
dapat  mempengaruhi  perilaku  seksual  remaja  dengan  terlebih  dahulu mempengaruhi  terbentuknya  sikap  terhadap  seks  dari  remaja.  Sikap  inilah
yang  nanti  akan  mempengaruhi  bentuk  perilaku  seksual  atau  sejauh  mana perilaku  seksual  yang  akan  dilakukan  remaja.  Seperti  hasil  penelitian  dari
Sprecher  dan  McKinney  1993  yang  menunjukkan  bahwa  sikap  memiliki pengaruh  yang  besar  pada  kemungkinan  perilaku  seksual  untuk  dilakukan
atau tidak oleh seseorang. Sikap ibu terhadap perilaku seksual pranikah juga dikatakan  dapat  mempengaruhi  sikap  yang  dimiliki  anak  terhadap  perilaku
seksual  pranikah.  Selanjutnya,  sikap  seksual  tersebut  yang  akan mempengaruhi  kemungkinan  anak  untuk  terlibat  dalam  perilaku  seksual
pranikah Gravel, et al., 2016.
96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN