Pemikiran Prof. DR. Mahfud MD tentang hubungan sipil-militer di era transisi demokrasi

PEMIKIRAN PROF. DR. MAHFUD MD TENT ANG HUBUNGAN
SIPIL-MILITER DI ERA TRANSISI DE:MOKRASI

Oleh:

Ngasiman
(103045228197)


Mセᆳ

peセustakn@

KONSENTRASI SIYASAH SYAR'IYAH
PROGRAM STUDI JINA YAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SY ARIF HIDA YATULLAH
JAKARTA
1428 H/2008 M


lI

UTAMA
UIN SYAHID JAKARTAJ
__

_______

,

PEMIKIRAN PROF. DR. MAHFUD MD TENTANG HUBUNGAN
SIPIL-MILITER DI ERA TRANSISI DEMOKRASI

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syari'ah dm1 Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Sym·at Mencapai
Gelar Smjmia Huktun Islmn (SHI)

Oleh:
Ngasiman


(103045228197)

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing II

Iding Rasyidin, S Ag, MSi
NIP. 150 371 091

Drs. Tabirani Syabirin, M Ag
NIP. 150 312 427

KONSENTRASI SIYASAH SYAR'IYAH
PROGRAM STUD I JINA YAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SY ARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1428 H/2008 M


LEMBARPENGESAHAN

Skripsi berjudul: "PEMIKIRAN PROF. DR. MAHFUD MD TENTANG
HUBUNGAN SIPIL MILITER DI ERA TRANSISI" telah diujikan dalam Sidang
Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
J-Jidayatullah Jakarta pada 27 Maret 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Srnjana Hukum Islam (SHI) pada Progran1 Studi Jinayah
Siyasah Konsentrasi Siyasah Syar'iyyah.
Jakarta, 27 Maret 2008
Mengesahkan,
ultas Syariah drn1 Hukum

-1'.,)

Prof. DR. H. Mu ammad Amin Suma, SH, MA, MM
NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN
1. Ketua


: Asmawi, M. Ag.
NIP. 150 282 394

2. Sekretaris

: Sri Hidayati, M. Ag.
:()!JP. 150 282 403

3. Pembimbing I : !ding Rasyidin, S Ag, M Si.

( ..

cL. . Mセ@ . . . . . . . )
jエ[ᄉセ⦅@

NIP. 150 312 427
5. Penguji I

6. Penguji II


: Dr. J-lj. Isnawati Rais, MA.
NIP. 150 222 235
Sri Hidavati. M. Ag.
NIP. 150 282 403

,.,.,_,__,•.................... )

( ..........

NIP. 150 371 091

4. Pembimbing II : Drs. Tabrani Syabirin, M.Ag.

.

........ ··························)

!/'7


v t/:-17 セ@'----

(.................'.CC:

/セ@

......................... )

KATA PENGANTAR

Alhamdulil/ah, teriring puji dan syukur sebagai proses munajad kehadirat

Allah SWT., sumber aspirasi kekuatan politik sipil-militer dalam membangun
kehidupan berbangsa dan bemegara demi tegaknya NKRI t1;rcinta. Shalawat serta
salam semoga Allah SWT limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat dan pengikutnya.
Selanjutnya, menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini, penulis banyak berhutang budi kepada berbagai pihak
yang begitu tulus dan ikhlas membantu, baik berupa motivasi, saran, kritik, gagasan,
finansial, dan tenaga kepada penulis pada masa kuliah dan penyelesaian skripsi ini.

Kepada mereka, penulis menghaturkan rasa terima kasih yang mendalam. Oleh
karena itu, tiada kata seindah doa dan ucapan terima kasih penulis sampaikan
teruntuk:
1. Kepada Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Dekan Fakultas

Syari'ah dan I-Iukum.
2. Asmawi, M Ag dan Ibu Sri I-Iidayati, M. Ag., selaku Ketua dan Sekretaris
Jurusan Jinayah Siyasah.
3. Ors. Tabrani Syabirin, M Ag dar! !ding Rasyidin, S Ag, M. Si selaku
pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan saran clan kritik ..

4. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Syari'ah dan Hukum, UIN SyarifHidayatullah
Jakarta yang telah membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis.
5. Kepada Prof. Dr. Mahfud MD yang telah bersedia memberikan masukan
lewat sms dan telepon genggamnya serta pemikiran-pemikirannya.
6. Kepada kedua orang tua tercinta (Ibu Siti Sawiyah dan Warno Dj. S. Pd.I)
yang senantiasi memberikan doa dan motivasi untuk segera menyelesaikan
tugas akhir ini.
7. Kepada Keluarga Besar IKKP Jakarta di bawah pimpinan Bapak Drs. Hardi,
Ak, M. Sc yang telah banyak penulis repotkan, Pak Suhardi orang tua penulis

di Jakarta yang sudah membimbing penulis dalarn menghadapi letih dan
getimya !bu Kota Jakarta, Mas Wawan H. Purwanto seorang Muda enerjik
teman diskusi yang selalu memotivasi penulis untuk go intemasional, Mas
Fakhrurrozi, M. Si dan istri terimakasih yang tak terhingga atas semua
kebaikan selama ini so pasti doaku selalu kutunggu keponakanuku, Sahabat
Lukmanul Hakim, Obud, Cak Habib, Cak Opik, Kaibe so pasti tak lupa Fitri
Amalia kalian semua adalah sahabat yang baik, walaupun kadang juga
menjengkelkan.
8.

Kepada teman-teman ciputat di lingkar studi Piramida Circle, RR Fans Clab,
Formaci, LS-ADI, KOMPAK, CS, Hybrid, FORK.OT, PMII, HM!, HM!
MPO, IMM, SIMPATI Jakarta, FORMASI, BEMF clan BEMJ Fak. Syariah
dan Hukum UIN Jakarta dan Sahabat-sahabat di Jurusan Siyasah Syar'iyyah.

Mengakhiri kata pengantar ini, penulis berdoa semoga partisipasi aktif semua
pihak yang tersebut di atas dan yang tidak sempat disebutkan, benar-benar menjadi
bagian dari rangkaian amal saleh mereka. Dan penulis berharap semoga keberadaan
skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pribadi dan pembaca pada umumnya.


Jakarta, 15 Februari 2008

Penulis

DAFTARISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................

i

DAFT AR ISi .......................................................................................................

iv

BABI

BAB II

BAB III


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........... ... ... .. ....................... .................

I

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ......................................

IO

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...............................................

10

D. Met ode Penelitian .... ....... ............ .. ... ...... ..... .......... .. ............. .. ..

11

E. Sistematika Penulisan .............................................................

12


SEKILAS SOSOK MAHFUD MD

-

A. Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan ................................

13

B. Karir dan Jabatan ..... ... ... ... ....... ... ................. ....... .. ............. .....

16

I. Sebagai Guru Besar .............................................................

16

2. Sebagai Menteri Pertahanan ................................................

18

C. Karya Tulis ..............................................................................

43

I. Bnku-buku ..........................................................................

44

2. Tulisan-tulisan di Jurnal Jlmiah dan lain-lain .....................

45

3. Kolom-kolom ilmiah popular .............................................

46

4. Makalah-makalah ...............................................................

46

KERANGKA KONSEPTUAL HUBUNGAN SIPlL-MILITER
A. Pengertian Hubungan Sipil-Militer. ............................................ 49
B. Pola Hubangan Sipil-Militer ...................................................... 55
C. Sipil-Militer Dalam Wacana Transisi Demokrasi ....................... 60

BAB IV

PEMIKIRAN MAHFUD MD TENTANG HUBUNGAN SIPILMILITER DALAM TRANSISI DEMOKRASI

A. Sejarah Hubungan Sipil-Militer di Indonesia .........................

70

B. Pemikiran Mahfud MD tentang hubungan Sipil-Militer dalam

BabV

transisi demokrasi di Indonesia................................................

80

C. Masa Depan Hubungan Sipil-Militer Di Indonesia.................

91

PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................

102

B. Saran-Saran ......................................................... ....................

I OS

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................

107

BABI
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hubungan sipil-militer dalam sebuah negara merupakan faktor yang
sangat menentukan arah perjalanan kehidupan berba11gsa dan bernegara,
khususnya dalam membangun proses demokrasi dan ketahanan nasional suatu
negara. Oleh karenanya hubungan sipil-militer selalu menjadi perhatian,
penelitian dan kajian para peneliti, akademisi, pengamat politik dan militer secara
terus menerus, baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Pola hubungan sipil-militer di berbagai negara juga berbeda-beda.
Perbedaan itu terkait dengan sistem pemerintahan yang dianut oleh suatu negara.
Secara umum dalam sistem pemerintahan demokratik hberal, hubungan sipilmiliter menganut pola supremasi sipil. Sebaliknya dalarn sistem pemerintahan
otoritarian, pola hubungan sipil-militer cendernng menganut pola supremasi
mi liter.
Pada dekade 1950-an, selepas perang dunia II, banyak negara yang baru
lahir memilih menganut sistem pemerintahan yang demokratis daripada yang
otoriter. Dengan menempatkan militer berada dibawah kontrol sipil yang
demokratis.Tetapi kejayaan demokrasi di negara-negara barn ini tidak berumur
panjang. Sejak akhir 1950-an mengalami keguguran satu persatu dan digantikan
oleh meluasnya otoritarianisme. Pada dekade 1960-an hingga 1970-an sejarah

2

telah menunjukkan bahwa runtubnya rez1m demokratis dan digantikan
pemerintahan

otoritarian yang menganut supremasi militer. Bai1gkitnya

pemerintahan otoritai·ian diawali dengan intervensi dfil1 kudeta militer yang
membuahkan dominasi militer atas birokrasi sipil, parlemen, partai politik dan
masyarakat sipil. 1
Sejarah telah mencatat kebfil1gkitfil1 otoritarianisme meluas sejak akhir
l 950-fil1 terjadi di sebagian besar negara-negara dunia ketiga, kawasan Amerika
Latin, Asia dan Afrika. Akan tetapi memasuki akhir dekade 1970-an dan semakin
mantap pada dekade 1990-an, dunia menyatakfil1 perfil1g terhadap otoritarianisme
dai1 pemerintahan militer. Masyarakat internasional menyaksikan "angin
perubahan" yang meruntuhkan rezim otoriter di belahan dunia, dari Eropa
Selatan, Amerika Latin, Eropa Timur, sampai pada beberapa negara Asia dfil1
Afrika. Sainuel Huntington merekain peristiwa ini dengai1 menyebutnya sebagai
gelombfil1g demokratisasi ketiga, yfil1g menyebabkan demokrasi menjadi sebuah
alternatifyfil1g mungkin dan absah atas berbagai bentuk otoritai·ianisme 2•
Sedangkfil1 dalam sejarah politik Indonesia, sebagai sebuah negara
berkembang, dominasi militer atas sipil kerap kali terjadi dalam praktik hubungan
sipil-militer. Keterlibatan militer dalam dunia politik, baik pada masa Orde Laina
maupun Orde Barn, tidak hanya menghambat demokratisasi tetapi juga merusak

1


Sutoro Eko,"Demiliterisasi san Demokratiwst', dalam Ari Suiito dan Sutoro Eko (editor),
Demiliterisasi, Demokratisasi dan Desentralisasi (Yogyakarta; JRE Press, 2002). Hal. 2,
'.Samuel P. Hungtinton, Ge/ombang Demokratisasi Ketiga (Jakarta: Grafiti Pers, 1997). Hal
58.

3

profesionalisme militer sebagai alat pertahanan negara. Dominasi militer atas sipil
mencapai puncaknya pada masa Orde Baru. tahun 1948.
Selama Orde Baru, TNI merupakan alat intimidasi dan !control terhadap
masyarakat sipil dan kekuatan-kekuatan politik yang berseberangan dengan
penguasa, baik itu di lakukan oleh Markas Besar TNI (Mabes TNI), Panglima
Daerah militer (Pangdam), Komando Distrik Militer (Kodim), Komando Rayon
Militer (Koramil) dan Bintara Pembina Desa (Babinsa). Dalam konteks ini,
kebebasan berbicara, berekspresi, dan berorganisasi merrjadi sesuatu yang mahal
harganya, banyak aktifis parpol, Pers, LSM, intelektual, Mahasiswa, 01mas, Tani,
Buruh, Nelayan dan Kaum Miskin Kota yang kritis dan dianggap mengancam
kedudukan penguasa di cekal, di culik dan di masukkan bui. karena bersuara di
luar garis berarti siap di cap subversif mengganggu stabilitas, mengancam
persatuan, membahayakan kekuasaan penguasa dan lain-lain. Represitas yang di
terapkan pemerintah model inilah yang kemudian membuat sebagian besar
rnasyarakat sipil Indonesia menjadi masyarakat yang bisu, terutama jika dikaitkan
dengan politik. Kesadaran sebagian besar masyarakat sipil benar-benar terendam
dalam aliansi kepentingan negara.
Dengan Dwi Fungsi ABRI, TN! lebih dominan dalam menjalankan peran
sosial - politiknya daripada peran TNI yang sebenarnya yaitu sehagai alat
pertahanan. Salah satu perwujudannya adalah banyaknya anggota TN! yang
duduk pada jabatan-jabatan politik seperti Menteri, Gubernur, Bupati, camat,
anggota DPR RI, DPRD I, DPRD II, Komisaris dan Dirut BUMN atau

4

Perusahaan serta pada dunia usahalbisnis lainnya. Di sarnping itu TN! bersama
Birokrasi menjadi kekuatan utama mesin politik Golongan Karya. Dengan begitu
TNI menjadi kekuatan politik yang cukup strategis dan cukup dominan untuk
menopang pemerintahan Orde Baru.
Kondisi ini relatif berubah, ketika pada tahun ii 997 negara-negara di
kawasan Asia seperti Thailand, Malasyia, Korea Selatan dan Indonesia di terpa
krisis moneter. Dari sekian negara-negara itu, Indonesia merupakan negara yang
paling parah mengalami krisis tersebut, yaitu anjloknya :nilai mata uang rupiah
terhadap dolar Amerika yang sangat tajam. 3
Pondasi sistem ekonomi Indonesia yang rapuh menyebabkan hancurnya
perekonomian Indonesia. Presiden Soeharto yang selama berkuasa bertumpu pada
pe1iumbuhan ekonomi dan stabilitas keamanan, kehilangan legitimasinya di mata
rakyat. Hal ini sesuai dengan pendapat R. William Liddle yang menyatakan
bahwa krisisi ekonomi (moneter) di Indonesia telah berpengaruh buruk terhadap
semua aspek kehidupan masyarakat dan hilangnya legitimasi pemerintahan Orde
Baru. 4 Kondisi ini memicu kekuatan Pro-demokrasi melakukan aksi demonstrasi
yang dipelopori gerakan mahasiswa dan didukung berbagai elemen masyarakat
seperti tokoh masyarakat, intelektual, buruh, petani, LSM dan lain-lain di
3

• Krisis ekonomi Asia berawal pada bulan oktober 1997 dengan rnulai terguncangnya nilai
rnata uang Asia Tenggara. Goncangan ini memaksa Indonesia merninta bantuan IMF. Pada bulan itu
juga, Bursa Saham Asia kembali goncang, bunga bank naik sebesar 300%. Bulan januari rupiah
semakin merosot tajam sampai I 0.000 per dollar AS. Akhir bu Ian itu juga rupiah semakin merosot
sampai 16.000 per dollar AS. Mengenai data selengkapnya tentang fluktuasi rupiah dapat di lihat
dalam maja\ah D&R, No.20/XXIX/3 Januari 199& dan D&R No. 35/XXIX/ 28 April 1998.
4
• Lihat A. Malik Haramain dan M.F. Nurhuda, Mengawa! 71-ansisi: Rejleksi alas
Pemantauan Pemilu '99, (Jakarta: JAMPPJ-PB PMll dan UNDP, 2000), h. 3-4.

5

berbagai daerah, yang akhirnya berhasil menumbangkan Presiden soeharto dari
tampuk kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 ..
Dengan kejatuhan Soeharto, Indonesia memasuki Jase baru yang dalam
literatur politik, di sebut sebagai Jase transisi demokrasi. Mengenai transisi,
Guillermo O'Donnell dan kawan-kawannya yang pernah melakukan serangkaian
studi tentang fenomena transisi demokrasi yang terjadi di negara Amerika Latin
dan Eropa Selatan-yang menghasilkan karya Transitions from Authoritarian Rule
(1986) 5-secara sederhana menjelaskan "transisi" sebagai "interval waktu antara
satu rezim politik dan rezim politik yang lain" 6 • Secara lebih rinci Juan J. Linz
dan Alfred Stepan menjelaskan bahwa transisi demokrasi adalah antara rezim non
demokratis (otoriter) menuju rezim politik yang demokratis, yaitu suatu
pemerintah yang terpilih melalui pemilu yang bebas di mana pemerintah secara de

facto

memiliki kewenangan menghasilkan kebijakart-kebijakan baru dan

kekuasaan eksekutit: legislatif, dan yudikatif secara de jure dihasilkan melalui
sistem demokrasi yang baru7
Proses transisi demokrasi ini, tentu saja memberikan sejumlah harapan
tcrbentuknya sistem politik demokratis. Namun demikian, negara-negara yang
pernah mengalami transisi dari rezim otoriter menuju demokrasi, tidak semuanya
'. Karya Guillermo O'Donnel,et,al., Transitition from Authoritarian Rule Rule (Baltimore:
The John Hopkins University Press, 1986), di terjemahkan menjadi transisi Menuju Demokrasi, empat
jilid (Jakarta: LP3ES, 1993)
6
O'Donncl dan Philippe C. Schi1nitter, Transisi MenHju Den1okrasi: Rangkaian
Kemu11gki11a11 dan Ketidakpaslian {Jakai1a: LP3ES, 1993), hal. 113
7
• Lihat Syamsudi Haris," Konjlik Elit Sipi/ dan Di/ema Konsolidasi Demokrasi Pasco Orde
Baru", dalam Maruto MD & Anwari WMK, Reformasi Politik clan Kekua/an Masyarakat, (Jakarta:
LP3 ES,2002), ha lam an 6.

6

berjalan linier dan diakhiri secara happy ending dengan munculnya suatu sistem
politik yang benar-benar demokratis dan terkonsolidasi. Pendulum transisi di
beberapa negara yang mengalami transisi demokrasi bisa saja bergerak daii
demokrasi menuju suatu otoritarianisme baru. Dengan kata lain, suatu negara
yang mengalami transisi bisa saja terjebak ke dalam apa yang di sebut Huntington
sebagai pola siklus, dimana negara tersebut secara berselang- seling menganut
sistem otoriter, demokrasi, dan kembali lagi ke rezim otoriter.

8

Salah satu persoalan pokok yang dihadapi negara yang baru keluar dari
rezim otoriter dalam mewujudkan sistem politik yang demokratis adalah penataan
hubungan sipil-militer. Format hubungan sipil-militer di masa transisi sangat
menentukan

keberhasilan

suatu

negara

dalam

membangun

demokrasi.

Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Samuel P .Hungtinton bahwa salah satu
problem serius yang dihadapi oleh negara-negara demokrasi baru adalah
membatasi kekuasaan politik pihak militer, membuat militer tunduk pada
pemerintahan sipil demokratis dan menjadikan angkatan bersenjata suatu badan
profesional yang mempunyai komitmen untuk melindungi keaamanan negeri. 9
Penarikan militer dari politik dan penegakan pemerintahan sipil menandai proses
konsolidasi di sejumlah negara demokrasi barn seperti proses demiliterisasi di
Portugal, Spanyol, Yunani, Turki, Argentina, Guatemala, Peru, Chili dan
sebagainya

8
9



Samuel P. Hungtinton Op. Cit. Halaman. 51-52



Ibid., hal..331.

7

Hal senada juga diungkapkan oleh Rahadi T. Wiratarna, dalarn kasus di
Indonesia, militer adalah kekuatan politik yang cukup " pe:nting," institusi militer
masih merupakan bagian yang tak terpisahkan dari seluruh interplay dan prosesproses politik pelik di masa transisi ini, baik pada era Habibie, Abdun-ahman
Wahid maupun megawati Soekarno Putri. Lebih dari itu, keberhasilan transisi
menuju demokrasi mengandaikan sebuah upaya sistematis yang ditujukan bagi
reposisi subtansial posisi sentral militer dalarn format negara. Ini berarti bahwa
persoalan militer perlu di tempatkan secara khusus dalam hubungannya dengan
tantangan demokrasi 10 • Apalagi belum adanya platform bersarna mengenai format
hubungan sipil-militer di kalangan anggota TNI dan masyarakat sipil, maupun
antar masyarakat sipil, juga menjadi kendala serius bagi upaya demokratisasi.
Untuk itulah timbul pertanyaan di benak kita, bagaimana seharusnya pola
hubungan sipil-militer dalam transisi demokrasi di Indonesia?. Menurut Prof. DR.
Mahfudz MD, MA Militer seharusnya menjaga tiga pilar pendukung negara,
yakni teritorial, rakyat dan pemerintah. Peranan militer yang hanya mengabdi
pada pemerintah akan melahirkan pemerintahan yang otoriter. Dengan kata lain,
peranan militer hanya untuk menjaga pertahanan dan keamanan, dan bukan pada
peran politik. 11 Untuk itu reposisi peran militer dan supremasi sipil harus di
terapkan. Namun perlu di mengerti, bahwa yang di maksud Prof. DR. Mahfudz
w. Rahadi T. Wiratama, "Reformasi Politik Indonesia : Transisi Berkepanjangan'', dalam E.
Shobirin Nadj, (Editor), Suprerr.asi Sipil, Pelembagaan Politik dan Integrasi Nasional : Studi Transisi
Politik Pasca Orde Baru (Jakarta,: LP3ES, 2003). Hal. 355.
11
Lihat A. Malik Haramain, Gus dur, Militer, dan Politik (Yogyakarta: LkiS, 2004), Hal. 8788).

8

MD, bukanlah dominasi sipil atas militer, melainkan suatu pembagian peran yang
seimbang antara militer dan sipil. Menurutnya Indonesia ticlak mengenal dominasi
sipil atas militer. Oleh karena itu hubungan sipil-militer di Indonesia, tidak bisa di
samakan dengan hubungan sipil-militer di negara-negara barat yang sistem
demokrasinya telah terkonsolidasi dengan baik. Ia mengatakan" meskipun saya
sepakat dan tidak ada masalah dengan prinsip supremasi sipil, namun prinsip ini
tidak bisa di terapkan di negara kita secara persis dan mutlak seperti di negaranegara barat yang sistem demokrasinya telah kuat dan tumbuh dengan baik". 12
Lebih lanjut Prof. DR. Mahfudz MD, mengatakan bahwa jika pada masa
lalu posisi militer lebih banyak menjadi alat penguasa untuk mengintimidasi
masyarakat sipil dan menghambat demokratisasi karena kolaborasinya dengan
pemerintah otoriter, maka ha! itu perlu direposisi. Reposisi peran militer harus di
lakukan dengan bertahap, kebiasaan militer merebut peluang sipil untuk berkarya
harus di hilangkan. Militer tidak lagi harus bermain politik, melainkan sebagai
alat untuk mempertahankan bangsa dalam menghadapi serangan musuh dari luar,
clan menjaga stabilitas di dalam. Reposisi militer bisa di lakukan manakala di
militer

terdapat

prinsip-prinsip

profesionalisme

yang

baik. 13

Prinsip

profesionalisme adalah tidak membiarkan TN! selalu berada dalam jeratan politik,
atau proses politisasi atas TN! itu sendiri. 14 Hal ini di sebabkan karena TN!
selama ini hanya menjadi pengabdi kekuasaan, clan bukan pengabdi negara dan
12

.A. Malik Haramain, Ibid Hal. 190.
". Lihat Suara Pembaruan (5 Oktober 2000) ' Presiden: Pegang Teguh Profesionalisme".
,.,, Lihat Kompas (6 Oktober 2000)" Presidrn: Polilisasi TN/ .Jangan Diteruskan".

9

masyarakat. 15 Profesionalisme itulah menurut Prof. DR. Mahfudz MD sebagai
jalan untuk menciptakan keseimbangan peran yang proporsional sebagaimana
konsepsinya tentang supremasi sipil dalam konteks hubungan sipil-militer.
Untuk itulah dalam skripsi ini, kami akan mengkaji pemikiran Prof. DR.
Mahfudz MD tentang hubungan sipil-militer, meskipun studi hubungan sipilmiliter di Indonesia sudah banyak di lakukan, Seperti oleh. Jahja A. Muhaimin, 16
Ulf Sundhausen 17 , Herbert Feit 18 , Harorld Crouch, 19 Britton,20 Salim Said21 , Arif
Yulianto22 , A. Malik Haramain, 23 dan lain-lain. Studi ini di lakukan selain karena
·ketertarikan penulis terhadap pemikirannya, juga atas pertimbangan posisi dan
sosok Mahfudz MD sebagai intelektual, politisi dan pakar Hukum Tata Negara,
serta penulis belum menemukan karya dan literatur yang secara utuh memuat
gagasan-gagasan beliau tentang hubungan sipil-militer di Indonesia. Melainkan
kebanyakan mengenai praktik hubungan sipi-militer pada masa pemerintahannya.
Ten tu penulis berharap bahwa hasil skripsi ini dapat di gunakan untuk melihat
peluang dan kemungkinan mengupayakan penyelerasan sudut pandang ataupun
terbangunnya alternatif pemikiran dalam upaya membangun format hubungan
15

.Lihat Republika (6 Oktober 2000)" Presiden: TN! Bl'kan Abdi Kekuasaan).
Jahja A. Muhaimin, Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia 1945-1966, (Gajah
Mada University Press, Yogyakarta, 1971).
17
.Ulf Sundhausen, Politik Militer Indonesia 1945-1967 Menuju Dwi Fungsi ABRI,(Jakm1a
LP3ES, 1988).
18
.Herbert Feith, Soekarno dan Militer dalam Demokrasi Te1pimpin, (Jakarta; Pustaka Sinar
Harapan,200 I).
'" .Harorld Crouch, Mil it er don !'olitik Indonesia, (Jakarla, Pustaka Sinar l-larapan, 1992).
20
.Peter Britton, Profesionalisme dan Jdeologi Militer Indonesia, (Jakarta, LP3ES, 1996).
21
• Said Salim, Militer Indonesia dan Politik.,( Jakarta: sinar l-larapan, 2001).
22
ArifYulianto, Hubungaa Sipil-Militer Pasca Orba, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002).
23
A. Malik Haramain, Gus Dur, Militer dan Politik, (Yogyakarta, LKiS, 2004).
16



10

sipil-militer dalam rangka membangun pemerintahan yang demokratis di negeri
In!.

B. Perumusan dan Pembatasan masalah.

Studi dalam skripsi ini dilakukan bertitik tolak dari anggapan bahwa
penentuan pola hubungan sipil militer dalam negara yang mengalami transisi
demokrasi sangat menentukan sebuah negara dalam membangun proses
demokrasi dan ketahanan nasional suatu negara. Da:lam studi ini penulis
membatasi pada pemikiran Prof. DR. Mahfudz MD tentang hubungan sipil-militer
dalam transisi demokrasi Pasca Jatuhnya Presiden Soeharto. Sedangkan konsep
hubungan sipil-militer dan transisi demokrasi secara umum serta lainnya akan
dibahas sesuai dengan kebutuhan studi.
Dari pembatasan masalah tersebut, agar fokus studi ini bisa terjaga. Maka
penulis mernmuskan permasalahan pokok yang akan di jawab dalam skripsi ini
adal>!h sebagai berikut:
I. Bagaimana pemikiran Mahfudz MD tentang hubungan sipil -militer dalam
transisi demokrasi?.
2. Bagaimana masa depan hubungan sipil-militer di Indonesia?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan ini, berlujuan untuk mengungkap dan
menemukan sejumla!1 pemikiran penting Mahfudz MD tentang hubungan sipil-

11

militer dalam transisi demokrasi di Indonesia pasca jatuhnya Presiden Soeharto.
Harapannya, penelitian ini dapat memberi wacana altematif dan rangsangan baru
bagi lahirnya pemikiran baru hubungan sipil-militer di Indonesia. Selain itu
penelitian ini juga bertujuan untuk memenuhi syarat akhir, guna memperoleh
gelar Strata Satu (S 1) pada Program Studi Siyasah Syar'iyah pada Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan demikian penelitian ini sesungguhnya memiliki kegunaan
akademis dan praktis. Kegunaan akademis yaitu memperkaya pergulatan wacana
tentang hubungan sipil-militer yang sampai saat ini belum ada titik temu
dikalangan para akademisi. Sedangkan kegunaan praktis dari penelitian ini di
harapkan dapat di jadikan format baru hubungan sipil-militer dalam sistem politik
pemerintah Indonesia.

D. Metodologi Penelitian
Metodologi dalan1 penelitian pada sebuah karya ilmiah merupakan ha!
yang harus dip