Masa Transisi Demokrasi di Indonesia

Skolastika L.K._071411231051_Jurnal Week 13
Masa Transisi Demokrasi di Indonesia
Demokrasi merupakan cara pemerintahan yang digunakan oleh beberapa negara di dunia.
Pemerintahan negara yang demokrasi lebih menekankan pada kekuatan yang berasal dari rakyat.
Indonesia menggunakan prinsip demokrasi pada sistem pemerintahannya. Demokrasi sendiri
maksudnya yaitu, pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dengan kata lain,
demokrasi di Indonesia berarti kekuasaan tertinggi pemerintahan ada di tangan rakyat. Sistem
pemerintahan demokrasi di Indonesia sendiri tidak hadir begitu saja. Sistem pemerintahan di
Indonesia juga beberapa kali mengalami perubahan sebelum akhirnya sistem demokrasi menjadi
pilihan tetap rakyat Indonesia untuk sistem pemerintahan di Indonesia. Sebelum menjadi
pemerintahan yang lebih demokratis, Indonesia juga pernah mengalami pemerintahan yang
bersifat otoriter (Ghoshal, 2004: 510). Setelah mengalami pemerintahan yang naik turun akibat
pengaplikasian demokrasi yang kurang berhasil, Indonesia kemudian bangkit dan berusaha
menjalankan demokrasi sesuai dengan bagaimana seharusnya demokrasi diaplikasikan.
Contohnya adalah kesempatan masyarakat akan kebebasan untuk memilih pemimpin mereka
sendiri pertama kalinya secara langsung dan mengurusi diri mereka sendiri (Ghoshal, 2004: 506).
Demokrasi yang sempat terhambat membuat peningkatan jumlah orang yang ingin menikmati
kebebasan. Hal ini dapat dikatakan sebagai cerminan atas era Soeharto yang terlalu membatasi.
Untuk menuju negara yang berdemokrasi, maka diperlukan demokratisasi dalam penerapannya.
Demokratisasi merupakan proses perubahan dari era yang tidak demokrasi menuju era yang lebih
demokrasi. Era ini pernah terjadi pada era Presiden Soeharto yang lebih kepada pemerintahan

otoriter, yang kemudian beralih kepada pemerintahan yang lebih bebas daripada sebelumnya.
Penerapan demokrasi telah memasuki level yang lebih tinggi. Demokrasi telah menjadi bagian
dari sebuah negara dan masyarakatnya. Demokrasi menjadi kunci yang membuka pintu
kebebasan bagi masyarakat di negara tersebut. Demokratisasipun demikian. Berbagai macam
aspek dalam kehidupan manusia berkaitan dengan demokrasi. Berakhirnya suatu rezim otoriter
atau rezim hegemon tertutup yang berganti menjadi rezim lain yang lebih bebas, terbuka, dan
liberal merupakan salah satu pertanda bahwa demokratisasi telah menjadi bagian dari kebutuhan
negara dan masyarakat. Penulis berpendapat bahwa perubahan ini kemudian yang akan
membawa kesempatan terjadinya partisipasi dan liberalisasi menuju sistem yang lebih terbuka

Skolastika L.K._071411231051_Jurnal Week 13
dalam pengaplikasiannya pada kehidupan. Karena demokratisasi yang telah berkembang,
demokrasi juga telah membuka pintu kebebasan masyarakat dalam berbagai aspek. Memilih
pemimpin secara bebas dan mandiri merupakan salah satu penerapan demokrasi dalam
bernegara. Sebelum demokrasi di Indonesia diterapkan dengan benar, Indonesia pernah
mengalami eksperimen-eksperimen dalam mencoba mengaplikasian demokrasi sebelumnya.
Berbagai tipe demokrasi pernah dijalankan sesuai dengan karakteristik dan pola pikir presiden
yang memerintah (Ghoshal, 2004: 506).
Perkembangan demokrasi di Indonesia dimulai pada sekitar tahun 1950an, diikuti dengan
kepemimpinan Presiden Soekarno, kemudian dilanjutkan pula oleh Presiden Soeharto (Liddle,

1999: 99). Demokrasi dibagi menjadi beberapa era menurut kepemimpinan masing-masing
presiden. Era pertama dimulai saat presiden Ir. Soekarno yang merupakan presiden pertama
Indonesia. Konsep ‘berdirikari’ diperkenalkan oleh presiden Ir. Soekarno. Berdiri di atas kaki
sendiri merupakan salah satu konsep yang digunakan karena pada dasarnya Soekarno
menganggap bahwa Indonesia dapat menyesuaikan diri walaupun Indonesia baru merdeka.
Demokrasi yang digunakan pada saat tersebut merupakan demokrasi parlementer. Demokrasi
parlementer merupakan demokrasi yang menitikberatkan pada sistem parlemen dan partai
politik. Namun, meninjau kembali pengalaman Indonesia dalam sistem demokrasi parlementer,
perlu dilakukan langkah-langkah perbaikan untuk memperluas pandangan alternatif akan
keyakinan bahwa demokrasi pada era tersebut gagal karena demokrasi tersebut tidak cocok untuk
Indonesia. Demokrasi parlementer diadopsi sebagai renungan dan sebagai tiruan dari sistem
politik metropolis yang ada di Belanda. Kemudian dilanjutkan pada masa Orde Baru yang
dipimpin oleh presiden Soeharto. Pada era ini, menurut penulis, demokrasi tidak dijalankan
dengan baik. Soeharto banyak menggunakan ABRI sebagai senjata perpolitikan dalam
pemerintahannya (Liddle, 1999: 105). Demokrasi yang berlangsung sangat lemah saat itu
membuat ABRI semakin banyak mendominasi perpolitikan yang ada di Indonesia. Demokrasi
yang berlangsung semu melahirkan sikap otoriter presiden pada masa itu. Demokrasi yang semu
juga memicu berkembangnya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dominasi yang berlangsung
kemudian melahirkan beberapa dampak pada masa itu seperti; dwifungsi ABRI, pembatasan
berpendapat, pengontrolan partai politik oleh pemerintah, pengendalian media massa oleh

pemerintah, serta pembuatan keputusan yang tersentralisasi pada pemerintahan (Liddle, 1999:

Skolastika L.K._071411231051_Jurnal Week 13
97). Hak masyarakat untuk bebas berbicara benar-benar dibatasi pada masa itu. Masyarakat
dibungkam dan pemerintah mendominasi hampir segala aspek kenegaraan, membuat masyarakat
hidup terkekang.
Pemerintahan era selanjunya, yaitu era Reformasi membuka jalan untuk bersuara masyarakat
Indonesia. Konsep demokrasi mulai dilakukan secara murni dan konsekuen pada era ini.
Keterbukaan sistem politik, kebebasan pers, mekanisme check and balances yang semakin kuat,
penghapusan korupsi, kolusi dan nepotisme, serta kepemimpinan politik yang berlandaskan
kerakyatan, dan menjunjung tinggi norma hukum, merupakan beberapa indikasi bahwa
demokrasi yang ada menjadi semakin kuat dan berjalan sesuai dengan yang seharusnya
(Ghoshal, 2004: 510). Namun ternyata tidak semua orang beranggapan bahwa demokrasi telah
dijalankan lebih baik daripada sebelumnya. Demokrasi, meskipun dianggap mampu
membebaskan dari masa-masa keterpurukan, pun masih banyak orang yang merasa kurang puas
atas demokratisasi yang telah dilakukan oleh pemerintah. Masyarakat menilai bahwa proses
demokrasi ini dipandang masih terlalu membatasi serta terlalu lambat sehingga membuat
masyarakat tidak sabar dan kurang mempercayai demokrasi tersebut (Ghoshal, 2004: 507). Hal
ini terlihat dengan masih banyaknya ‘penyakit’ korupsi dan masih belum ada peningkatan
mendasar atas kondisi ekonomi masyarakat. Namun, hal baik dapat dilihat pada tidak ada lagi

dominasi partai Golongan Rakyat (Golkar) di pemilu yang berlangsung (Ghoshal, 2004: 508).
Setelah penjabaran di atas, penulis berkesimpulan bahwa proses demokrasi di Indonesia telah
mengalami kondisi yang fluktuatif. Demokrasi di Indonesia telah dijalankan dengan pola pikir
dan karakteristik masing-masing presiden yang memimpin sesuai dengan eranya. Berdasarkan
pembagian era oleh penstudi-penstudi, terdapat empat pembagian era yaitu yang berawal dari
demokrasi parlementer di tahun 1945 sampai tahun 1959, demokrasi terpimpin di tahun 1959
sampai 1965, demokrasi Pancasila di tahun 1965 hingga 1998, dan transisi demokrasi di era
reformasi yang berawal dari 1998 hingga saat ini. Dapat disimpulkan bahwa pada awal Indonesia
berdiri, demokrasi masih belum terlalu kuat mengakar pada masyarakat. Demokrasi dinilai masih
belum dijalankan dengan baik karena kondisi Indonesia yang saat itu baru saja terlepas dari
kolonialisasi Belanda. memasuki era Orde Baru, demokrasi semakin mengakar kuat namun
menjadi semu. Demokrasi dituduh sebagai asal dari korupsi, kolusi, dan nepotisme yang terjadi.

Skolastika L.K._071411231051_Jurnal Week 13
Selanjutnya pada era Reformasi, demokrasi dapat dikatakan menuju ke arah yang lebih baik.
Keterbukaan sistem politik, kebebasan pers, mekanisme check and balances yang semakin kuat,
penghapusan korupsi, kolusi dan nepotisme, serta kepemimpinan politik yang berlandaskan
kerakyatan, dan menjunjung tinggi norma hukum, adalah beberapa ciri-ciri yang menunjukkan
berkembangnya demokrasi di Indonesia pada era selanjutnya.


Referensi :
Ghoshal, Baladas. 2004. “Democratic Transition and Political Development in Post-Soeharto
Indonesia”, dalam: Contemporary Southeast Asia. Vol. 26. No. 3, pp. 506-529.
Liddle, R. William. 1999. “Indonesia’s Democratic Opening”, dalam: Government and
Opposition, pp. 94-116.