Desain Penelitian Populasi dan sampel Instrumen penelitian

32 Encep Nurkholis, 2012 Meningkatkan Kemampuan Spesial Sense Dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan desain yang digunakan berbentuk pretest-posttestt control group design. Dalam penelitian ini akan dilakukan pada dua kelas yang diambil secara acak, satu kelas dijadikan kelas eksperimen dan kelas yang lain dijadikan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen dilakukan pembelajaran dengan menggunakan berbasis komputer dan pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Terhadap kedua kelas diberikan pretest sebelum perlakuan dan posttest setelah perlakuan. Berdasarkan uraian di atas, maka desain penelitian yang digunakan digambarkan sebagai berikut: O X O O O Keterangan: O = pretest dan posttest X = Pembelajaran matematika berbasis masalah berbantuan komputer

B. Populasi dan sampel

Penelitian ini dilakukan di SMA di Kabupaten Tasikmalaya pada kelas X semester 2. Sampel dalam penelitian ini diambil dua kelas dari kelas yang ada di sekolah tersebut. 33 Encep Nurkholis, 2012 Meningkatkan Kemampuan Spesial Sense Dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu SMA yang akan dijadikan tempat penelitian merupakan sekolah yang mempunyai fasilitas yang memenuhi berbantuan komputer. Selain mempunyai laboratorium yang memadai, sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian adalah sekolah yang sudah berstandar nasional karena sekolah itu sudah memenuhi standar minimum dari delapan standar nasional pendidikan.

C. Instrumen penelitian

Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji dalam penelitian ini, maka dibuatlah seperangkat instrumen berupa tes. Tes yang digunakan adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematik dan spatial sense yang terdiri dari tes awal pretest dan tes akhir posttest. Tes yang diberikan pada setiap kelas eksperimen dan kelas kontrol baik soal-soal untuk pretest maupun posttest ekuivalen atau relatif sama. Tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol dan digunakan sebagai tolok ukur peningkatan prestasi belajar sebelum mendapatkan pembelajaran yang akan diterapkan, sedangkan tes akhir dilakukan untuk mengetahui perolehan hasil belajar dan ada tidaknya pengaruh yang signifikan setelah mendapatkan pembelajaran dengan pembelajaran yang akan diterapkan. Jadi, pemberian tes pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik dan spatial sense antara siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah maupun metode pembelajaran konvensional. 34 Encep Nurkholis, 2012 Meningkatkan Kemampuan Spesial Sense Dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Instrumen penelitian perlu dilakukan uji coba terlebih dahulu. Uji coba dilakukan pada siswa yang telah mendapatkan materi yang akan disampaikan. Uji coba dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda instrumen tersebut. 1. Validitas Suatu instrumen dikatakan valid absah atau shahih apabila instrumen tersebut mampu untuk mengevaluasimengukur apa yang seharusnya dievaluasi. Oleh karena itu untuk menentukan validitas suatu alat evaluasi hendaknya dilihat dari berbagai aspek diantaranya validitas isi dan validitas muka. a. Validitas Isi Validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang dievaluasikan yaitu materi bahan ajar yang dipakai sebagai alat evaluasi tersebut yang merupakan sampel representatif dari penguasaan yang dikuasai. Arikunto 2007 menyatakan bahwa validitas isi content validity, artinya tes yang digunakan merupakan sampel yang mewakili kemampuan yang akan diukur. Suatu test matematika dikatakan memiliki validitas isi yang baik apabila dapat mengukur Kompetensi Dasar KD, Standar Kompetensi SK serta indikator yang telah ditentukan sesuai dengan kurikulum KTSP. Pertimbangan para pakar dosen pembimbing dan mahasiswa S3 yang sedang menempuh perkuliahan sangat berperan dalam menyusun validitas 35 Encep Nurkholis, 2012 Meningkatkan Kemampuan Spesial Sense Dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu isi suatu instrumen dalam hal yang berkaitan dengan konsep-konsep matematika. b. Validitas Muka Validitas muka atau sering disebut pula validitas tampilan suatu alat evaluasi yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan multi tafsir. Validitas muka adalah derajat kesesuaian tes dengan jenjang sekolah pendidikan siswa. Soal tes disesuaikan dengan tingkat pendidikan subyek penelitian. c. Validitas Butir Soal Validitas butir soal dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir soal yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai suatu totalitas, dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir soal tersebut. Sebuah butir soal dikatakan valid bila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Untuk menentukan perhitungan validitas butir soal digunakan rumus korelasi produk moment pearson Suherman dan Sukjaya, 1990: 154, yaitu : r xy =                      2 2 2 2 y y N x x N y x xy N keterangan: r xy = Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y x = Skor siswa pada tiap butir soal y = Skor total tiap responden siswa 36 Encep Nurkholis, 2012 Meningkatkan Kemampuan Spesial Sense Dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu n = Jumlah peserta tes Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat validitas digunakan kriteria menurut Guilford Suherman dan Sukjaya, 1990. Tabel 3.1 Klasifikasi Koefisien Korelasi Besarnya r xy Interprestasi 0,80 r xy ≤ 1,00 Sangat Tinggi 0,60 r xy ≤ 0,80 Tinggi 0,40 r xy ≤ 0,60 Cukup 0,20 r xy ≤ 0,40 Rendah 0,00 r xy ≤ 0,20 Sangat rendah 2. Reliabilitas Instrumen memiliki reliabilitas yang baik apabila alat ukur itu memiliki konsistensi yang handal pada tingkatan yang sama, walaupun dikerjakan oleh siapapun, di manapun dan kapanpun berada. Suatu alat ukur memiliki daya keajegan mengukur atau reliabilitas yang baik, bila alat ukur itu memiliki konsistensi yang handal. Untuk mengukur reliabilitas soal menggunakan Rumus Alpha-cronbach yaitu:                   2 2 1 1 t i n n r   Sugiyono, 2002 Dimana: n : Banyak soal 2 i  : Variansi item 2 t  : Variansi total 37 Encep Nurkholis, 2012 Meningkatkan Kemampuan Spesial Sense Dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Hasil perhitungan koefisien reliabilitas, kemudian ditafsirkan dan diinterpretasikan mengikuti interpretasi menurut J.P. Guilford Suherman dan Sukjaya, 1990, yaitu: Tabel 3.2 Klasifikasi Reliabilitas Besarnya r 11 Interprestasi 0,90 r 11 ≤ 1,00 Sangat Tinggi 0,70 r 11 ≤ 0,90 Tinggi 0,40 r 11 ≤ 0,70 Sedang 0,20 r 11 ≤ 0,40 Rendah r 11 ≤ 0,20 Sangat rendah 3. Tingkat kesukaran Arikunto 2007 mengungkapkan bahwa soal tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir-butir soal yang baik, apabila butir-butir soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk berusaha memecahkannya, dan soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa putus asa dan tidak bersemangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya. Taraf kesukaran bertujuan untuk mengetahui bobot soal yang sesuai dengan kriteria perangkat soal yang diharuskan. Penentuan siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah, dilakukan dengan cara mengurutkan terlebih dahulu skor siswa dari yang tertinggi hingga terendah. Arikunto 2007 menyatakan bahwa untuk kelompok kecil, ambil sebanyak 50 siswa yang skornya tertinggi dan 50 siswa yang skornya terendah. Selanjutnya masing-masing disebut kelompok atas dan kelompok bawah. 38 Encep Nurkholis, 2012 Meningkatkan Kemampuan Spesial Sense Dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Tingkat kesukaran pada masing-masing butir soal dihitung dengan menggunakan rumus: B A B A J J S S IK    keterangan: IK = indeks tingkat kesukaran A S = jumlah skor kelompok atas B S = jumlah skor kelompok bawah A J = jumlah skor ideal kelompok atas B J = jumlah skor ideal kelompok bawah Kriteria penafsiran harga Indeks Kesukaran suatu butir soal menurut Suherman dan Sukjaya 1990 adalah sebagai berikut : Tabel 3.3 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal Nilai TK Klasifikasi TK = 0,00 Terlalu sukar 0,00 TK ≤ 0,30 Sukar 0,30 TK ≤ 0,70 Sedang 0,70 TK 1,00 Mudah TK = 1,00 Sangat mudah 4. Daya Pembeda Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan kemampuan siswa. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi DP yang berkisar antara 0,00 – 1,00. Discriminatory power daya pembeda dihitung dengan membagi siswa kedalam dua kelompok, yaitu: kelompok atas the higher group – 39 Encep Nurkholis, 2012 Meningkatkan Kemampuan Spesial Sense Dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu kelompok siswa yang tergolong pandai dan kelompok bawah the lower group – kelompok siswa yang tergolong rendah. Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus: A B A J S S DP   keterangan: DP = indeks daya pembeda suatu butir soal A S = jumlah skor kelompok atas B S = jumlah skor kelompok bawah A J = jumlah skor ideal kelompok atas Kriteria penafsiran Daya Pembeda suatu butir soal menurut Suherman dan Sukjaya 1990 adalah sebagai berikut : Tabel 3.4 Klasifikasi Nilai Daya Pembeda Nilai DP Klasifikasi DP ≤ 0,00 Sangat jelek 0,00 DP ≤ 0,20 Jelek 0,20 DP ≤ 0,40 Cukup 0,40 DP ≤ 0,70 Baik 0,70 DP ≤ 1,00 Sangat baik Adapun pemberian skor kemampuan pemecahan masalah matematik diadaptasi dari Scheon dan Ochmke Sumarmo, 1994 seperti tertera pada tabel berikut : 40 Encep Nurkholis, 2012 Meningkatkan Kemampuan Spesial Sense Dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Tabel 3.5 Kriteria Skor Pemecahan Masalah Matematik Skor Memahami Masalah Membuat Rencana Pemecahan Masalah Melakukan Perhitungan Memeriksa Kembali Hasil Salah menginterpretasi kan salah sama sekali Tidak ada rencana, membuat rencana yang relevan Tidak melakukan perhitungan Tidak ada pemeriksaan atau tidak ada keterangan lain 1 Salah menginterpretasi kan sebagian soal, mengabaikan kondisi soal Membuat rencana yang tidak dilaksanakan sehingga tidak dapat dilaksanakan Melaksanakan prosedur yang benar dan mungkin menghasilkan jawaban benar tetapi salah perhitungan Ada pemeriksaan tetapi tidak tuntas 2 Memahami soal selengkapnya Membuat rencana yang benar tetapi salah dalam hasiltidak ada hasil Melakukan proses yang benar dan mendapatkan hasil yang benar Pemeriksaan dilaksanakan untuk melihat kebenaran proses 3 Membuat rencana yang benar, tetapi belum lengkap 4 Membuat rencana sesuai dengan prosedur dan mengarah pada solusi yang benar Skor maksimal 2 Skor maksimal 4 Skor maksimal 2 Skor maksimal 2 41 Encep Nurkholis, 2012 Meningkatkan Kemampuan Spesial Sense Dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Sedangkan untuk penskoran spatial sense, mengikuti kriteria penskoran yang dimodifikasi dari Facione 1994 seperti pada tabel berikut: Tabel 3.6 Kriteria Skor Spatial Sense No Indikator Spatial Sense Kriteria Penskoran Skor Maksimum 1. Dapat membayangkan posisi suatu obyek geometri sesudah obyek geometri itu mengalami rotasi, refleksi atau dilatasi. Tidak menjawab sama sekali, atau jawaban salah Jawaban benar, tanpa alasan, atau alasan salah 1 Jawaban benar dan alasan benar 2 2. Dapat membandingkan kaitan hubungan logis dari unsur- unsur suatu bangun ruang. Tidak menjawab sama sekali, atau jawaban salah Jawaban benar, tanpa alasan, atau alasan salah 1 Jawaban benar dan alasan benar 2 3. Dapat menduga secara akurat bentuk suatu obyek dipandang dari sudut pandang tertentu Tidak menggambar sama sekali atau gambar salah semua Menggambar satu lukisan dan benar 1 Menggambar dua lukisan dan benar 2 Menggambar tiga lukisan dan benar 3 Menggambar empat lukisan dan benar 4 4. Mampu menentukan obyek yang cocok pada posisi tertentu dari sederetan obyek bangun geometri ruang Tidak menjawab sama sekali, atau jawaban salah Jawaban benar, tanpa alasan, atau alasan salah 1 Jawaban benar dan alasan benar 2 5. Mampu mengkonstruksi model yang berkaitan dengan suatu obyek geometri ruang. Tidak menjawab sama sekali, atau jawaban salah 42 Encep Nurkholis, 2012 Meningkatkan Kemampuan Spesial Sense Dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Menuliskan hasil akhir langsung dan benar, tanpa proses 1 Menuliskan proses pencarian jawab dan jawaban benar 2 6 Mampu merepresentasikan model-model bangun geometri yang digambarkan pada bidang datar. Tidak meggambar sama sekali, atau gambarnya salah Menggambar satu lukisan dan benar 1 Menggambar dua lukisan dan benar 2 7 Mampu menemukan obyek sederhana yang dilekatkan dalam gambar yang lebih kompleks Tidak menjawab sama sekali atau jawaban salah semua Mengarsir Menebalkan hanya satu Gambar dan Benar 1 Mengarsir Menebalkan dua Gambar dan Benar 2 Mengarsir Menebalkan tiga Gambar dan benar 3

D. Hasil Uji Coba Instrumen