UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMA

MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika Oleh:

ELFRIDA MEGAWATI NIM : 081188830010

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

M E D A N

2014


(2)

(3)

(4)

(5)

i

ABSTRAK

Elfrida. Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2013.

Penelitian ini berfokus pada rendahnya hasil pembelajaran matematika dalam aspek pemecahan masalah, komunikasi matematik dan aktivitas siswa dalam belajar matematika yang rendah, respon terhadap kegiatan pembelajaran matematika masih rendah serta pembelajaran yang diterapkan selama ini belum tepat. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan pemecahan masalah dan komunikasi matematis. Salah satu upaya adalah menerapkan pembelajaran berbasis masalah.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui: (1) Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa setelah pembelajaran berbasis masalah (2) Bagaimana peningkatan komunikasi matematik siswa setelah pembelajaran berbasis masalah, (3) Aktivitas aktif siswa pada pembelajaran berbasis masalah (4) Respon siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Sibolangit yang berjumlah 33 orang. Objek penelitian adalah peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematik melalui pembelajaran berbasis masalah. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan awal, tes kemampuan pemecahan masalah matematik, tes kemampuan komunikasi matematik, lembar aktivitas siswa, lembar observasi siswa, dan respon siswa. Reliabilitas hasil uji coba, reabilitas tes kemampuan pemecahan masalah siklus 1 dan 2 adalah 0,82 dan reliabilitas kemampuan komunikasi matematik adalah 0.80. Hasil analisis data rata-rata skor penguasaan materi prasyarat untuk pemecahan masalah matematik adalah 44,64 dan rata-rata kemampuan komunikasi matematik 50,30. Hasil analisis data pada siklus satu adalah: (1) rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematik siswa adalah 66,18 (2) rata-rata skor kemampuan komunikasi matematik siswa adalah 70, (3) siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah matematik sebanyak 18 orang (54,54 %) dan yang memiliki kemampuan komunikasi matematik sebanyak 20 orang (60,60 %). Hasil analisis data pada siklus kedua adalah: (1) rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematik siswa adalah 72,63 dan rata-rata skor kemampuan komunikasi matematik adalah 72,65, (2) siswa yang telah memiliki kemampuan pemecahan masalah matematik sebanyak 27 siswa (81,82 %) dan siswa yang telah mampu berkomunikasi matematik sebanyak 27 siswa (81,82 %), (3) Aktivitas aktif siswa telah memenuhi waktu persentase ideal yang ditetapkan dalam bab III (4) respon siswa terhadap pembelajaran adalah baik, Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematik siswa, dan proses pembelajaran yang dilakukan berlangsung baik dengan meninjau pada hasil observasi kegiatan siswa . Berdasarkan kesimpulan ini maka diharapkan temuan penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematik siswa.


(6)

ii

ABSTRACT

ELFRIDA, Efforts to improve the ability of problem solving and mathematical communication high school students through problem-based learning. Thesis. Medan: Postgraduate Program State University of Medan, 2013.

This study focused on the low achievement of mathematical learning in problem solving, mathematical communication and student activity was low and mathematical learning which was applied less efficient. Therefore, it needs an effort to improve learning process, problem solving and mathematical communication. One of effort was the implementation of problem-based learning.

This study is conducted to know: (1) how to improvement of students ability of mathematical problem solving after studying problem base learning, (2) how to improvement of students ability of mathematical communication, (3) active students activities based on problem solving (4) students responds to problem base learning. This research is a classroom action research. The subject of this research is 33 students of grade X SMA N 1 Sibolangit. The research object is the improvement of students ability in problem solving and mathematical communication through problem base learning. The instrument are pretest, problem solving mathematical test, communications mathematical test, student note, observation sheets, and student respon. The reliable of pretest, problem solving test cycle 1 and 2 is 0,82 and the reliable of communication mathematical test is 0,80. Result of data analysis at pretest problem solving score is 44,64 with score mean of mathematical communication of students is 53,73. The result of data analysis at cycle one is: (1) score mean ability of problem solving of student is 66,18, (2) score mean ability of mathematical communications of student is 70, (3) students who have problem solving is 18 students (54,54%) who have communication mathematical is 20 students (60,60%), The result of data analysis at second cycle is: (1) score mean ability problem solving of student is 72,63 and score mean ability of mathematical communications of student is 72,65, (2) students who have problem solving is 27 students (81,82%) and who have communication mathematical is 27 students (81,82 %), (3) The activity levels of active student has met the ideal percentage of time set out in chapter III, (4) students respond of problem base learning is good. From the result of research, It is concluded that the application of problem base learning can improve the ability of problem solving and mathematical communications of student, and the study process which is conducted is good. Based on this conclusion it is expected that this study finding can be used as reference to improve the ability of mathematical problem solving and ability of mathematical communications of students.


(7)

iii

KATA PENGANTAR

Segala pujian, hormat dan syukur penulis naikkan ke hadirat Sang Pencipta Alam Semesta, pemilik kekuatan, hikmat dan wahyu yang menyertai dari awal sampai akhir penulisan tesis ini. Penulisan tesis ini juga dapat diselesaikan berkat bantuan moral maupun material dari berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. DR. Bornok Sinaga, M.Pd, selaku pembimbing I dan Ibu Dra.Ida Karnasih, M.Sc.,Ed.,Ph.D, selaku dosen pembimbing II yang telah banyak mengorbankan pikiran dan waktu dalam memotivasi pada penyusunan tesis ini.

2. Bapak DR. Edi Syahputra, M.Pd, sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED sekaligus sebagai narasumber I, Bapak DR. Hasratuddin, M.Pd, selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED sekaligus sebagai narasumber II, Bapak Prof. DR. Pargaulan Siagian, M.Pd, sebagai narasumber III, yang telah banyak memberikan masukkan dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.

3. Bapak Prof. DR. Ibnu Hajar, selaku Rektor UNIMED, Bapak Prof. DR. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd, selaku Direktur Pascasarjana UNIMED dan Bapak DR. Arif Rahman, M.Pd, selaku Asisten Direktur I Pascasarjana UNIMED, yang telah memberikan kesempatan serta bantuan administrasi selama pendidikan di Pascasarjana UNIMED.


(8)

iv

4. Bapak/Ibu dosen yang telah banyak memberikan ilmu yang sangat berharga selama mengikuti studi dan penulisan tesis di Pascasarjana UNIMED.

5. Bapak Dapot Tua Manullang, SE, M.Si sebagai staf Prodi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED yang telah banyak membantu penulis khususnya dalam administrasi perkuliahan di UNIMED.

6. Bapak Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Sibolangit Drs. Joni Siregar, M.Si dan rekan-rekan guru SMA Negeri 1 Sibolangit yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian.

7. Ayahanda tercinta Alm. Hotman Siahaan dan ibunda tercinta Alm. Tiodor Silitonga, serta saudara terkasih Ir. Tanjung Siahaan, Rosana Susi Yanti Siahaan, S.H, Hendra Jaya S.P, Wisnu S.Sos yang selalu memberi motivasi kepada penulis.

Kiranya Tuhan memberikan balasan kelimpahan berkat yang baik atas setiap pertolongan dan bimbingan yang diberikan, dan semoga tesis ini bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukannya.

Medan, 31 Agustus 2013

Penulis,


(9)

v

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I... 1

A.Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah... 11

C. Pembatasan Masalah... 12

D.Perumusan Masalah... 12

E. Tujuan Penelitian... 13

F. Manfaat Penelitian... 13

G.Defenisi Operasional... 14

BAB II... 16

A.Belajar dan Pembelajaran Matematika... 16

B.Aktivitas Belajar Siswa dalam Pembelajaran Matematika... 21

C.Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika... 24

D.Kemampuan Komunikasi Matematik... 30

E.Pembelajaran Berbasis Masalah... 41

F.Respon Siswa... 60

G.Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah... 61

H.Hasil Penelitian Yang Relevan... 62

I. Kerangka Berpikir... 63

1. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dapat Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah... 63

2. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dapat Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik... 65

3. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dapat Meningkatkan Aktivitas Aktif Siswa... 67

4. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Dapat Meningkatkan Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika, Terhadap Model Pembelajaran Matematika... 68

J. Hipotesa Tindakan... 69

BAB III... 70

A.Jenis Penelitian... 70


(10)

vi

C. Subjek Penelitian... 71

D.Mekanisme dan Rancangan Penelitian... 71

E. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data... 80

F. Teknik Analisis Data... 110

BAB IV... 115

A. Hasil Pelaksanaan Siklus I... 115

1. Analisa Lembar Aktivitas Siswa (LAS)... 116

2. Hasil Observasi Aktivitas Aktif Siswa Siklus I... 124

3. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I... 127

4. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik... 129

5. Hasil Analisa Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran... 131

6. Refleksi... 134

a. Refleksi Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah... 134

b. Refleksi Terhadap Aktivitas Aktif Siswa Terhadap Pembelajaran... 152

c. Refleksi Terhadap Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran.... 152

7. Hasil Analisa Pembelajaran Siklus I... 153

8. Revisi Instrumen Tes dan Perangkat Pembelajaran... 154

B. Hasil Pelaksanaan Siklus II... 155

1. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II... 155

2. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 158

3. Hasil Observasi Aktivitas Aktif Siswa ... 162

4. Hasil Respon Siswa Terhadap Pembelajaran... 166

5. Refleksi... 169

a. Refleksi Terhadap Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah... 169

b. Refleksi Terhadap Aktivitas Siswa... 179

c. Refleksi Terhadap Respon Siswa... 180

6. Analisa Hasil Pembelajaran Siklus II... 181

C. Pembahasan Penelitian... 181

1. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah... 181

2. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik... 183

3. Peningkatan Aktivitas Aktif Siswa... 185

4. Peningkatan Respon Siswa... 186

BAB V... 188

A. Simpulan... 188

B. Saran... 190


(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah... 57

Tabel 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas... 78

Tabel 3.2 Daftar Nama Validator... 80

Tabel 3.3 Kisi-kisi Tes Pengetahuan Materi Prasyarat Pemecahan Masalah... 81

Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes Pengetahuan Materi Prasyarat Komunikasi Matematik... 83

Tabel 3.5 Kisi-kisi Tes Pengetahuan Materi Pemecahan Masalah Siklus I... 85

Tabel 3.6 Kisi-kisi Tes Pengetahuan Materi Pemecahan Masalah Siklus II... 86

Tabel 3.7 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah... 89

Tabel 3.8 Hasil Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Prasyarat... 90

Tabel 3.9....Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Materi Prasyarat... 90

Tabel 3.10 Hasil Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I... 91

Tabel 3.11 Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus I... 91

Tabel 3.12 Hasil Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II... 91

Tabel 3.13 Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus II... 92

Tabel 3.14 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran... 92

Tabel 3.15 Hasil Validasi Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Prasyarat... 94

Tabel 3.16 Matematik Hasil Validasi Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Materi Prasyarat... 95

Tabel 3.17 Hasil Validasi Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I... 95

Tabel 3.18 Matematik Hasil Validasi Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Siklus I... 96

Tabel 3.19 Hasil Validasi Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II... 96

Tabel 3.20 Matematik Hasil Validasi Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Siklus II... 96

Tabel 3.21 Hasil Realibilitas Uji Coba... 98

Tabel 3.22 Hasil Daya Beda Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Prasyarat... 100

Tabel 3.23 Hasil Daya Beda Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Materi Prasyarat... 101

Tabel 3.24 Hasil Daya Beda Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I... 101

Tabel 3.25 Hasil Daya Beda Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus I... 101

Tabel 3.26 Hasil Daya Beda Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II... 102

Tabel 3.27 Hasil Daya Beda Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus II... 102

Tabel 3.28 Klasifikasi Tingkat Kesukaran... 103

Tabel 3.29 Hasil tingkat Kesukaran Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Prasyarat... 104

Tabel 3.30 Hasil tingkat Kesukaran Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Materi Prasyarat... 104

Tabel 3.31 Hasil tingkat Kesukaran Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I... 104


(12)

viii

Tabel 3.32 Hasil tingkat Kesukaran Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi

Matematik Siklus I... 104

Tabel 3.33 Hasil tingkat Kesukaran Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II... 105

Tabel 3.34 Hasil tingkat Kesukaran Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus II... 105

Tabel 3.35 Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis siklus-1... 105

Tabel 3.36 Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis siklus-2... 106

Tabel 3.37 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematik... 107

Tabel 3.38 Kategori Aktivitas Aktif Siswa pada Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah... 108

Tabel 4.1 Aktivitas Aktif Siswa Siklus I... 124

Tabel 4.2 Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I... 127

Tabel 4.3 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I... 127

Tabel 4.4 Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematika Siklus-I... 130

Tabel 4.5 Tingkat Kemampuan Komunikasi Matematika Siklus I... 130

Tabel 4.6 Hasil Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran Pada Siklus I... 132

Tabel 4.7 Hasil Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran Pada Siklus I... 133

Tabel 4.8 Hasil Pembelajaran Siklus I... 153

Tabel 4.9 Revisi Instrumen dan Perangkat Pembelajaran Berdasarkan Hasil Refleksi Siklus I... 154

Tabel 4.10 Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II... 155

Tabel 4.11 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II... 156

Tabel 4.12 Tingkat Pemecahan Masalah Siklus I... 157

Tabel 4.13 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah... 157

Tabel 4.14 Nilai Tes Komunikasi Matematik Siklus II... 158

Tabel 4.15 Tingkat Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus II... 159

Tabel 4.16 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik... 161

Tabel 4.17 Hasil Aktivitas Aktif Siswa Terhadap Pembelajaran Pada Siklus II... 162

Tabel 4.18 Peningkatan Aktivitas Siswa Terhadap Pembelajaran... 165

Tabel 4.19 Hasil Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran Pada Siklus II... 166

Tabel 4.20 Hasil Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran... 167


(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Alur dalam Penelitian Tindakan Kelas... 71

Gambar 4.1 Hasil Pemecahan Masalah 1 oleh Kelompok-2... 118

Gambar 4.2 Hasil Pemecahan Masalah 2 oleh Kelompok-4... 121

Gambar 4.3 Hasil Pemecahan Masalah 3 oleh Kelompok-3... 123

Gambar 4.4 Persentase Aktivitas Aktif Siswa dalam Setiap Kategori Siklus I... 126

Gambar 4.5 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Siklus I... 128

Gambar 4.6 Kemampuan Komunikasi Matematika Siklus-I... 131

Gambar 4.7 Diagram Batang Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran Siklus I... 133

Gambar 4.8 Pola Jawaban Butir Soal No.1 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 135

Gambar 4.9 Pola Jawaban Butir Soal No.1 Jawaban Benar Tetapi Tidak Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 135

Gambar 4.10 Pola Jawaban Butir Soal No.1 Jawaban Benar dan Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 136

Gambar 4.11 Pola Jawaban Butir Soal No.2 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 137

Gambar 4.12 Pola Jawaban Butir Soal No.2 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 138

Gambar 4.13 Pola Jawaban Butir Soal No.2 Jawaban Benar Tetapi Tidak Mengikuti Langkah-langkah PenyelesaiaMasalah... 139

Gambar 4.14 Pola Jawaban Butir Soal No.2 Jawaban Benar Tetapi Tidak Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 140

Gambar 4.15 Pola Jawaban Butir Soal No.2 Jawaban Benar dan Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 141

Gambar 4.16 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 142

Gambar 4.17 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 142

Gambar 4.18 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 143

Gambar 4.19 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 144

Gambar 4.20 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Benar Tetapi Tidak Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 145

Gambar 4.21 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Benar dan Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 146

Gambar 4.22 Pola Jawaban Butir Soal No.4 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 147

Gambar 4.23 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 148

Gambar 4.24 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Benar Tetapi Tidak Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 149


(14)

x

Gambar 4.25 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Benar Tetapi Tidak

Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 150

Gambar 4.26 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Benar dan Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 151

Gambar 4.27 Diagram Batang Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II... 156

Gambar 4.28 Diagram Garis Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah... 158

Gambar 4.29 Diagram Batang Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus II... 160

Gambar 4.30 Diagram Garis Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik... 161

Gambar 4.31 Persentase Aktivitas Aktif Siswa dalam Setiap Kategori Siklus II... 163

Gambar 4.32 Peningkatan Aktivitas Siswa Terhadap Pembelajaran... 166

Gambar 4.33 Diagram Respon Siswa Pada Siklus II... 168

Gambar 4.34 Pola Jawaban Butir Soal No.1 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 170

Gambar 4.35 Pola Jawaban Butir Soal No.1 Jawaban Benar Tetapi Tidak Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 170

Gambar 4.36 Pola Jawaban Butir Soal No.1 Jawaban Benar dan Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 171

Gambar 4.37 Pola Jawaban Butir Soal No.2 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 172

Gambar 4.38 Pola Jawaban Butir Soal No.2 Jawaban Benar Tetapi Tidak Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 173

Gambar 4.39 Pola Jawaban Butir Soal No.2 Jawaban Benar dan Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 174

Gambar 4.40 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 175

Gambar 4.41 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Benar Tetapi Tidak Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 175

Gambar 4.42 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Benar dan Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 176

Gambar 4.43 Pola Jawaban Butir Soal No.4 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 177

Gambar 4.44 Pola Jawaban Butir Soal No.4 Jawaban Benar Tetapi Tidak Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 178

Gambar 4.45 Pola Jawaban Butir Soal No.4 Jawaban Benar dan Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 179

Gambar 4.46 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Siklus I Dan Siklus II... 182

Gambar 4.47 Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Pada Siklus I Dan Siklus II... 184

Gambar 4.48 Peningkatan Aktivitas Siswa Pada Siklus I Dan Siklus II... 185

Gambar 4.49 Peningkatan Respon Siswa Pada Siklus I Dan Siklus II... 186


(15)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

 BUKU GURU

 BUKU SISWA

 LEMBAR AKTIVITAS SISWA LAMPIRAN B

 KISI-KISI SOAL

 PEDOMAN PENSKORAN

 INSTRUMEN

 KUNCI JAWABAN LAMPIRAN C

 DAFTAR NAMA VALIDATOR

 HASIL VALIDASI INSTRUMEN LAMPIRAN D

 HASIL UJI COBA LAMPIRAN E

 HASIL PENELITIAN

 PENENTUAN KELOMPOK LAMPIRAN F

 JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat terutama di bidang telekomunikasi, informasi dalam hitungan detik dapat kita terima, sehingga apapun yang terjadi di belahan dunia ini dapat segera diketahui. Perkembangan IPTEK yang begitu pesat mengakibatkan adanya suatu masa yang disebut Era Globalisasi. Suatu era yang menuntut sumber daya manusia harus cakap dan handal sehingga mampu berkompetisi secara global.

Rosabeth Moss Kanter seorang motivator kenamaan mengatakan bahwa pada era globalisasi dibutuhkan seseorang yang memiliki ketrampilan menemukan konsep-konsep baru, membuka jaringan dan memiliki kompetensi untuk memenuhi standar pekerjaan yang paling tinggi atau yang dikenal dengan 3-C (concept, competence, connection) yang akan menjadikan dirinya seorang World

Class (bahrul hayat, 2009:5). Apabila sumber daya manusia pada suatu negara

tidak memenuhi standard world class maka negara tersebut akan menjadi negara yang terbelakang dibandingkan dengan negara yang maju disegala aspek kehidupan. Journal of Organizational Change Management (1995) menyebutkan bahwa wacana globalisasi itu biasanya merujuk pada penerapan nilai-nilai Barat yang kapitalis sehingga ada peluang bagi Barat untuk kembali melakukan

„kolonialisasi‟ dalam pengertian modern, yaitu penjajahan secara ekonomi (Walck & Bilimoria 1994:4).


(17)

2

Pendidikan merupakan hal yang sangat mendasar dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menjamin perkembangan sosial, teknologi, maupun ekonomi. Pendidikan satu-satunya wadah kegiatan yang dapat dipandang dan seyogianya berfungsi untuk menciptakan sumber daya manusia yang bermutu tinggi (Soejadi: 1999). Untuk menjawab tuntutan globalisasi maka dunia pendidikan harus berupaya melakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan.

Matematika sebagai ratunya ilmu pengetahuan (queen of sciences) sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, karena melalui matematika ilmu pengetahuan yang lain menjadi sempurna dalam menjawab berbagai masalah kehidupan sehari-hari. Melihat pentingnya peranan matematika dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta dalam kehidupan sehari-hari maka matematika perlu dipahami oleh peserta didik mulai dari tingkat pendidikan prasekolah hingga tingkat perguruan tinggi.

Matematika sebagai mata pelajaran di sekolah dinilai cukup penting, baik membentuk pola pikir siswa sehingga berkualitas maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari untuk memecahkan berbagai masalah kehidupan, karena matematika merupakan sarana berpikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan sistematis.

Pembelajaran matematika menjadi pusat perhatian para pendidik dalam memampukan siswa untuk menerapkan konsep dan prinsip matematika dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Sinaga (1999:1) mengatakan bahwa: Matematika merupakan pengetahuan yang esensial sebagai dasar untuk bekerja


(18)

3

seumur hidup dalam abad globalisasi. Karena itu penguasaan tingkat tertentu terhadap matematika diperlukan bagi semua peserta didik agar kelak dalam hidupnya memungkinkan untuk dapat pekerjaan yang layak karena abad globalisasi, tiada pekerjaan tanpa matematika. Cockroft (dalam Mulyono, 2003:253) mengatakan bahwa: matematika perlu diajarkan kepada siswa karena: (1) Selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; (4) Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) Meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; (6) Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Hal ini senada dengan tujuan

pembelajaran matematika yang tercantum dalam kurikulum 2004, yaitu: “agar

siswa memahami atau menguasai penerapan konsep-konsep matematika dan saling keterkaitannya serta mampu menerapkan berbagai konsep matematika untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi secara

ilmiah”. (Depdiknas, 2004)

Pada kenyataannya Wahyudin (dalam Marzuki, 2006) menyatakan bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit dipahami siswa. Ruseffendi (dalam Setiawan, 2008:2) menyatakan bahwa matematika bagi anak-anak pada umumnya merupakan pelajaran yang tidak disenangi, kalau bukan mata pelajaran yang paling dibenci. Sumarno (1987) menyatakan bahwa penguasaan siswa terhadap pemahaman dan penalaran matematika secara keseluruhan masih rendah.


(19)

4

Selanjutnya Sumarno (1993) menyatakan bahwa kemampuan siswa SMA kelas X dalam menyelesaikan masalah matematika pada umumnya belum memuaskan. Banyak siswa yang beranggapan bahwa matematika merupakan pelajaran yang menakutkan bahkan merupakan mata pelajaran yang paling sulit dipelajari.

Turmudi (2008:1) mengatakan ”bertahun-tahun telah diupayakan agar matematika dapat dikuasai siswa dengan baik oleh ahli pendidikan dan ahli pendidikan matematika. Namun hasilnya masih menunjukkan bahwa tidak banyak siswa yang

menyukai matematika.” Bahkan tidak sedikit anak yang takut pada pelajaran

matematika. Keadaan ini menggambarkan bahwa siswa kurang berhasil dalam pelajaran matematika.

Hal ini juga tercermin dari rata-rata kelas untuk pelajaran matematika, daya serap dan ketuntasan belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Sibolangit untuk tahun pelajaran 2007/2008 masih rendah yaitu 60 untuk rata-rata kelas, 60 % untuk daya serap dan 65% untuk ketuntasan belajar. Data tersebut memperlihatkan bahwa hasil belajar siswa masih belum mencapai yang diharapkan kurikulum, yaitu 65 untuk rata-rata kelas, 65% untuk daya serap dan 80% untuk ketuntasan belajar, (sumber: nilai raport siswa tahun pelajaran 2007/2008).

Rendahnya nilai matematika siswa diakibatkan karena dalam pembelajaran tidak terlaksana tujuan pembelajaran umum matematika yang dirumuskan oleh

National Council of Teacher of Mathematic (NCTM:2000):

Menggariskan bahwa peserta didik harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Untuk mewujudkan hal itu, pembelajaran matematika dirumuskan tujuan umum yaitu: pertama, belajar untuk berkomunikasi; kedua,belajar


(20)

5

bernalar; ketiga, belajar untuk memecahkan masalah; keempat,belajar untuk mengaitkan ide; dan kelima, pembentukan sikap positif terhadap matematika.

Hasil survei Trend in Mathematics and Sciences Study (TIMMS) tahun 1999 Indonesia pada posisi ke 34 dari 48 negara dalam bidang matematika. Lima negara terbaik saat itu adalah Singapura, Korea Selatan, Taiwan, Jepang dan Belgia. Dalam TIMMS tahun 2003 Indonesia pada posisi 34 dari 45 negara, dan separuh pelajar kelas II dan III SLTP Indonesia dikategorikan berada di bawah standar rata-rata skor Internasional. Urutan siswa Indonesia masih berada di bawah Singapura dan Malaysia dalam penguasaan Matematika. Marpaung ( 2006 : 7 ) menyatakan bahwa prestasi yang dicapai oleh wakil-wakil Indonesia dalam Olimpiade Matematika Internasional dari tahun 1995 sampai tahun 2002 selalu di bawah median, misalnya tahun 2003 prestasi Indonesia mencapai urutan 37 dari 82 peserta.

Beberapa hal yang menjadi ciri praktek pendidikan di Indonesia belum relevan dengan tujuan pembelajaran matematika didukung oleh Marpaung (2006 :7) mengatakan bahwa:

Pembelajaran matematika (lama), yang sampai sekarang pada umumnya masih berlangsung di sekolah (kecuali sekolah mitra PMRI), didomisili paradigma lama yaitu paradigma mengajar dengan ciri-ciri: (a) guru aktif mentransfer pengetahuan ke pikiran siswa; (b) siswa menerima pengetahuan secara pasif (murid berusaha menghafal pengetahuan yang diterima); (c) pembelajaran bersifat mekanistik; (d) pembelajaran dimulai dari guru dengan menjelaskan konsep atau prosedur menyelesaikan soal, memberi soal-soal latihan pada siswa; (e) guru memeriksa dan memberi skor pada pekerjaan siswa, dan (f) jika siswa melakukan kesalahan guru memberi hukuman dalam berbagai bentuk (pengaruh behavorisme).

Pendapat di atas menekan bahwa pengajaran yang terjadi selama ini berpusat pada aktivitas guru dan tidak berorientasi pada siswa. Guru


(21)

6

mengajarkan, bukan membelajarkan siswa. Guru belum berupaya secara maksimal memampukan siswa memahami konsep/prinsip matematika, mengungkapkan ide-ide, mampu berabstraksi, serta menunjukkan kegunaan konsep dan prinsip matematika dalam memecahkan masalah dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.

Pembelajaran konvensional beranggapan bahwa guru berhasil apabila dapat mengelola kelas sedemikian rupa dengan siswa-siswa terlatih dan tenang mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. Pengajaran dianggap sebagai proses penyampaian fakta-fakta kepada para siswa, sementara para siswa mencatatnya pada buku catatan. Guru yang baik adalah guru yang menguasai bahan, dan selama proses belajar mengajar mampu menyampaikan materi tanpa melihat buku pelajaran. Guru yang baik adalah guru yang selama 2 kali 45 menit dapat menguasai kelas dan berceramah dengan suara lantang. Materi pelajaran yang disampaikan sesuai dengan GBPP atau apa yang telah tertulis di dalam buku paket. Ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar.

Menurut Haryati (2006 : 6) menyatakan bahwa Paradigma lama, dimana

guru dianggap sebagai “orang yang serbatau segalanya” harus di hilangkan. Guru

sebagai fasilitator berfungsi membantu siswa untuk mengembangkan potensinya, dengan cara memberikan pelayanan pembelajaran. Agar upaya guru mengembangkan potensi anak berhasil maka harus dipilih metode belajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa serta lingkungan belajar yang nyaman agar siswa dapat aktif, interaktif dan kreatif dalam proses pembelajaran.


(22)

7

Dalam pembelajaran matematika guru diharapkan dapat memampukan siswa menguasai konsep dan memecahkan masalah dengan kebiasaan berpikir kritis, logis, sistematis, dan berstuktur. National Council of Teacher Mathematics (NCTM) menganjurkan, problem solving must be the focus of school mathematics (Sobel and Maletsky, 1988:53). Demikian juga Polya (dalam Sinaga, 2007 : 6) menyatakan, “In my opinion, the first duty of a teacher of mathematics is to use this opportunity. He should to everything in his power to develop his student ability to solve problem”.

Tuntutan kedua kutipan ini adalah pentingnya guru merancang dan menerapkan model pembelajaran matematika berdasarkan masalah. Guru matematika memiliki tugas utama, berusaha sekuat tenaga memampukan siswa memecahkan masalah sebab salah satu fokus pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah, sehingga kompetensi dasar yang harus dimiliki setiap siswa adalah standar minimal tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang terefleksi pada pembelajaran matematika dengan kebiasaan berpikir dan bertindak memecahkan masalah.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil pembelajaran matematika dalam aspek pemecahan masalah dan komunikasi matematik masih rendah. Atun (2006: 66) menyatakan dalam penelitiannya: perolehan skor pretes untuk kemampuan pemecahan masalah matematik pada kelas eksperimen mencapai rata-rata 25,84 atau 33,56 %. Demikian juga menurut pengamatan penulis selaku guru matematika di SMA Negeri 1 Sibolangit bahwa respon siswa terhadap soal-soal pemecahan masalah dan komunikasi matematik umumnya kurang. Siswa mendapatkan kesulitan dalam menyelesaikan soal dalam bentuk


(23)

8

pemecahan masalah yang berhubungan dengan masalah kehidupan sehari-hari. Salah satu materi yang dirasa sulit oleh sebahagian siswa yaitu program linear. Biasanya siswa kesulitan dalam membuat model matematika dari masalah yang diberikan berupa soal cerita. Begitu juga setelah memodelkan, sebahagian mereka kesulitan membuat grafik dari sistem persamaan linearnya untuk menentukan jawab optimal.

Kemampuan pemecahan masalah pada dasarnya merupakan salah satu diantara hasil belajar yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika di tingkat sekolah manapun ( Sumarmo, 1994). Oleh karena itu pembelajaran matematika hendaknya selalu ditujukan agar dapat terwujudnya kemampuan pemecahan masalah, sehingga selain dapat menguasai matematika dengan baik siswa juga berprestasi secara optimal. Dengan demikian pembelajaran matematika tidak hanya dilakukan dengan mentransfer pengetahuan kepada siswa, tetapi juga membantu siswa untuk membentuk pengetahuan mereka sendiri serta memberdayakan siswa untuk mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

Dalam proses pembelajaran dibutuhkan komunikasi yang baik antara siswa dengan guru demikian juga sebaliknya. Kemampuan komunikasi setiap individu akan mempengaruhi proses dan hasil belajar yang bersangkutan dan membentuk kepribadiannya, ada individu yang memiliki pribadi positif dan ada pula yang berkepribadian negative.

Sejalan dengan itu, Koehler and Prior (1993: 281-282) menegaskan bahwa interaksi guru dan pelajar adalah penting dengan mengatakan:


(24)

9

Most would agree that teaching and learning could occur without texts, blackboards, or manipulatives, but we maintain that the learning process would exist for only a very few students if classroom interaction with teachers and peers were eliminated. Teacher-student interactions are indeed the heartbeat of the teaching-learning process”.

Kutipan di atas menyatakan bahwa pengajaran dan pembelajaran boleh berlaku tanpa buku teks, papan tulis, atau bahan manipulatif, tetapi proses pembelajaran hanya akan terwujud bagi beberapa siswa saja apabila interaksi siswa dengan guru dan rekannya dihapuskan. Interaksi siswa dengan guru dan

rekan sebayanya merupakan “denyutan nadi” proses pengajaran dan

pembelajaran.

Dengan demikian, interaksi sosial antara guru dan siswa, siswa dan siswa, secara individu atau kelompok kecil merupakan salah satu proses komunikasi yang harus diwujudkan dalam belajar dan pembelajaran matematik.

Dalam pembelajaran matematika, indikator komunikasi matematis menurut NCTM (1989: 214) dapat dilihat dari : (1) kemampuan menginterpresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; (2) kemampuan memahami, menginterprestasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya; (3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.


(25)

10

Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan diatas kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis penting dikuasai siswa. Oleh karena itu, perlu dipikirkan upaya untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik.

Salah satu strategi untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis adalah dengan memberikan penuntun-penuntun yang dapat mengarahkan siswa ke arah pemecahan masalah dan komunikasi matematis, yang hal ini yang ditemukan dalam Pembelajaran Berbasis Masalah.

Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa aktif secara optimal, memungkinkan siswa melakukan eksplorasi, observasi, eksperimen, investigasi, pemecahan masalah yang mengintegrasikan ketrampilan dan konsep-konsep dasar dari berbagai konten area. Pembelajaran ini meliputi menyimpulkan informasi sekitar masalah, melakukan sintesa dan mempresentasikan apa yang telah diperoleh siswa untuk disampaikan kepada siswa lainnya. Belajar berbasis masalah berarti siswa memberi makna terhadap situasi yang dihadapi serta berusaha membangun dan memahami konsep dari suatu materi dengan cara terlibat aktif dalam memecahkan masalah. Pada pembelajaran berbasis masalah guru diharapkan dapat mampu menciptakan pembelajaran yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan dan proses matematika serta menginvestigasi, menyusun konjektur, mengeksplorasi, merencanakan langkah-langkah penyelesaian dan kemudian menyelesaikan masalah. Dalam hal ini guru bertindak sebagai pembimbing, fasilitator, dan motivator.


(26)

11

Berdasarkan paparan diatas, penulis merasa perlu untuk merealisasikan upaya tersebut dalam suatu penelitian dengan judul: Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka yang menjadi identifikasi penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa adalah sebagai berikut:

1. Kualitas pendidikan masih rendah.

2. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran matematika belum sesuai dengan harapan.

3. Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan komunikasi matematika siswa masih rendah.

4. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran rendah dan belum menerapkan strategi pembelajaran yang inovatif.

5. Interaksi antar siswa dalam pembelajaran matematika belum optimal. 6. Motivasi siswa dalam pembelajaran matematika masih rendah. 7. Aktivitas aktif siswa dalam belajar matematika masih rendah.

8. Respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika masih rendah. 9. Siswa sulit menyelesaikan soal yang berbentuk pemecahan masalah dan


(27)

12

C.Pembatasan Masalah

Mengingat permasalahan diatas terlalu luas, maka peneliti membatasi masalah hanya pada:

1. Upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan penerapan pembelajaran berbasis masalah.

2. Upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa dengan penerapan pembelajaran berbasis masalah.

3. Aktifitas aktif siswa selama pembelajaran berbasis masalah.

4. Respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka yang menjadi rumusan masalah yang akan diteliti adalah:

1. Bagaimanakah ketuntasan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah?

2. Bagaimanakah ketuntasan kemampuan komunikasi matematika siswa selama proses pembelajaran berbasis masalah?

3. Bagaimanakah aktifitas aktif siswa dalam penerapan pembelajaran berbasis masalah?

4. Bagaimana respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah dalam kaitannya dengan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik.


(28)

13

E.Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah.

2. Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa selama proses pembelajaran berbasis masalah.

3. Mengetahui aktifitas aktif siswa dalam penerapan pembelajaran berbasis masalah.

4. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah dalam kaitannya dengan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sekaligus memberi manfaat sebagai berikut:

1. Bagi siswa: siswa memperoleh variasi pembelajaran matematika yang dapat mengoptimalkan pemecahan masalah dan komunikasi matematika siswa dan mendapat pengalaman belajar yang menarik dan menyenangkan sehingga siswa lebih aktif dalam pembelajaran yang memungkinkan meningkatnya prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika.

2. Bagi guru matematika dan peneliti: sebagai masukan dalam menentukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang bervariasi untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran di kelas, sehingga tujuan


(29)

14

pembelajaran dapat tercapai dan mengembangkannya untuk dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika siswa dan membuat siswa semakin tertarik dan berminat dalam belajar matematika.

3. Bagi sekolah: dapat dijadikan masukan bagi sekolah sebagai alternatif pembelajaran matematika bagi usaha perbaikan proses pembelajaran dimasa yang akan datang.

G.Defenisi Operasional

Berikut merupakan beberapa istilah yang perlu didefenisikan secara operasional dengan maksud agar tidak terjadi kesalahan penafsiran:

1. Model pembelajaran berbasis masalah adalah: Suatu model

pembelajaran yang mengacu pada 5 (lima) langkah-langkah pokok pembelajaran yaitu: (1) orentasi siswa pada masalah, (2) mengorganisir siswa untuk belajar (3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

2. Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan siswa dalam

menyelesaikan masalah matematika dengan memperhatikan proses menemukan jawaban berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah yaitu:

(1) memahami masalah, (2) merencanakan penyelesaian, (3) melaksanakan penyelesaian, (4) memeriksa kembali kebenaran jawaban.


(30)

15

3. Kemampuan komunikasi matematika adalah kemampuan komunikasi

secara tertulis yang diukur berdasarkan kemampuan siswa dalam menjawab soal tes kemampuan komunikasi matematik berbentuk uraian yang terdiri dari (1) menyatakan masalah kehidupan sehari-hari ke dalam simbol-simbol atau bahasa matematis, (2) menginterpretasikan gambar ke dalam model matematika, (3) menuliskan informasi dari pernyataan ke dalam bahasa matematika.

4. Aktifitas siswa adalah kegiatan yang dilakukan selama proses

pembelajaran berlangsung. Dalam penelitian ini aktifitas yang dimaksud adalah membaca, menulis, mendengar, bertanya, berdiskusi, merangkum dan aktifitas yang tidak relevan dalam KBM.

5. Respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran adalah pendapat setuju,

sangat setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju terhadap komponen model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Respon siswa diukur dengan menggunakan instrumen respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran.


(31)

188

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitan yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut:

1. Ketuntasan kemampuan pemecahan masalah dapat meningkat melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah. Hal ini diketahui dari rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah pada tes pengetahuan materi prasyarat adalah 44,64, kemudian rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah pada siklus I adalah 66,18, kemudian meningkat menjadi 72,73 pada tes kemampuan pemecahan masalah siklus kedua. Persentase siswa yang telah memiliki kemampuan pemahaman matematik pada siklus pertama adalah 54,55% meningkat menjadi 81,82% pada siklus kedua. 2. Ketuntasan kemampuan komunikasi matematik dapat meningkat melalui penerapan

pembelajaran berbasis masalah. Hal ini diketahui dari rata-rata skor kemampuan komunikasi matematik siswa pada tes pengetahuan materi prasyarat adalah 50,30, pada siklus pertama adalah 70 meningkat menjadi 73 pada siklus kedua. Persentase siswa yang telah mampu berkomunikasi secara matematik pada siklus pertama adalah 60,6 % meningkat menjadi 81,82% pada siklus kedua.

3. Penerapan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas aktif siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan aktif siswa. Pada katagori pengamatan “mendiskusikan LAS secara berkelompok dengan menggunakan buku siswa dan buku-buku yang relevan dengan masalah yang diberikan” berada pada batas


(32)

189

Pada katagori “diskusi antar siswa” telah berada pada batas yang ditetapkan 15% ≤ PWI ≤ 25% dengan persentase waktu ideal 17,22. Pada katagori “diskusi antar siswa dan guru” telah berada pada batas yang ditetapkan 5% ≤ PWI ≤ 5% dengan persentase waktu ideal 12,5. Pada katagori “mengajukan pertanyaan” telah berada pada batas yang ditetapkan 0% ≤ PWI ≤ 10% dengan persentase waktu ideal 8,05. Pada katagori “menyelesaikan masalah pada LAS” telah berada pada batas yang

ditetapkan 10% ≤ PWI ≤ 20% dengan persentase waktu ideal 14,14. Pada katagori

“memperagakan hasil/menyampaikan pendapat/ide tentang masalah yang ada pada LAS” telah berada pada batas yang ditetapkan 5% ≤ PWI ≤ 15% dengan persentase

waktu ideal 8,59. Pada katagori “mencatat hal-hal yang relevan dengan Kegiatan

Belajar Mengajar (KBM)” telah berada pada batas yang ditetapkan 0% ≤ PWI ≤ 10% dengan persentase waktu ideal 14,14. Pada katagori “membuat kesimpulan dari penyelesaian masalah dalam LAS” telah berada pada batas yang ditetapkan 5% ≤ PWI ≤ 15% dengan persentase waktu ideal 10,28. Pada katagori “portofilio (menyelesaikan PR dan hasil karya yang terdapat LAS” telah berada pada batas yang ditetapkan 5% ≤ PWI ≤ 15% dengan persentase waktu ideal 5,56. Aktivitas Aktif siswa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah telah memenuhi kriteria yang ditentukan dimana model pembelajaran dikatakan efektif jika delapan kategori dari kriteria toleransi pencapaian keefektifan waktu yang digunakan pada sembilan butir dipenuhi.

4. Respon siswa terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran berbasis masalah adalah positif. Pembelajaran ini membuat siswa senang, lebih berani tertarik untuk mengikuti pembelajaran berikutnya dengan pembelajaran berbasis masalah, dan menambahkan rasa kebersamaan dalam belajar melalui diskusi kelompok.


(33)

190

B. SARAN

Berdasarkan simpulan penelitian yang diuraikan di atas, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Ketuntasan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika siswa dapat meningkat melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah. Hasil analisis data, perangkat pembelajaran, maupun instrumen yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam upaya peningkatan ketuntasan kemampuan pemecahan masalah maupun kemampuan komunikasi matematik siswa pada jenjang yang berbeda ataupun mata pelajaran yang berbeda dengan penelitian ini.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi sekolah untuk mengambil kebijakan peningkatan mutu dan inovasi pembelajaran di sekolah, karena dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa. 3. Penerapan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas aktif siswa .

Informasi mengenai aktivitas siswa memperlihatkan pentingnya siswa dibekali kemampuan berdiskusi dan bernegosiasi sehingga orientasi siswa tidak hanya pada penyelesaian soal saja tetapi terhadap penguasaan materi.

4. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil kebijaksanaan karena dapat memberikan respon positif terhadap kegiatan pembelajaran berbasis masalah.


(34)

191

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Amir, M. T. (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Ansari, B. I. (2009). Komunikasi Matematik : Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh : PeNa

Arikunto, Suharsimi ( 1991). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Bandung : Bumi Aksara

. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara

Arends, Richard I. (2008). Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar) Buku

Satu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

. (2008). Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar) Buku Dua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Atun, I. (2006). Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Kooperatif Tipe

Student Achievment Divisions Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan masalah dan Komunikasi Siswa. Tesis tidak diterbitkan.

Bandung: Program Pasca Sarjana UPI Bandung.

Ben-Zeev, T, & Sternberg, R.J. (1996). The Nature 0f Mathematical Thinking.

Mahwah. NJ: Lawrence Erlbaum Assosiates, Inc.

Cangara, H. (1998). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dhitya. (2008). Komunikasi Matematik, (Online), (http://dhityaprivate.blogspot. com.html diakses 28 September 2012)

Hamalik. (2003). Strategi Baru Berdasarkan CBSA. Bandung : Sinar Baru

Haryati, M. (2006). Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi: Teori dan Praktek. Jakarta : Gaung Persada Press.

Hayat, B. & Yusuf, S. (2009). Benchmark Internasional, Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.


(35)

192

Hergenhahn, B.R. & Olson, M.H. (2008). Theories of Learning (Teori Belajar). Edisi Ketujuh, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Hudojo. H. (1990). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya

di Depan Kelas. Surabaya : Usaha Nasional.

. (2001). Common Textbook: Pengembangan Kurikulum dan

Pembelajaran Matematika. Edisi Revisi. Malang: JICA-Universitas

Negeri Malang.

Hutajulu, P.CH. (2012). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan

Bantuan Assesment Authentic Sebagai Upaya Meningkatkan Aktifitas Aktif Siswa dan Kemampuan Memecahkan Masalah. Tesis tidak

diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana UNIMED Medan.

Ibrahim, M. Dan Nur, M. (2000). Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA University Press.

Isjoni, H. (2009). Pembelajaran Kooperatif. Meningkatkan Kecerdasan

Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Joyce, B. & Weil, M. (2009). Models of Teaching (Model-model Pengajaran). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kadir. (2008). Pendekatan Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran

Matematika di SMP. (Online). (http://kadirrea.blogspot.com/2008/06/

pendekatan-pemecahan-masalah.html diakses 28 September 2012). Karnasih, I. (2001). Prospek Pendidikan Matematika di Sumatera Utara, Dalam

Seminar Sehari 5 Nopember 2001.

Koehler, M.S. & Prior, M. (1993). Classroom Interaction: The Hertbeat Of The

Teacing / Learning Process. In D.T. Owens (ed) Research Ideas For The Classroom : Middle Grades Mathematics (m.s 280-298). New York

: Macmillan Publishing Company For NCTM.

Krulik, S. and Jesse, A. R. (1996). The New Sourcebook For Teaching Reasoning

and Problem Solving in Junior and Senior High School, Allyn and

Bacon. Needham Heights, Massachusetts.

Kurikulum 2004 (2004), Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika

Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta :

Depdiknas.

Marzuki, A. (2006). Implementasi Pembelajaran Kooperatif (Cooperative


(36)

193

Pemecahan Masalah Matematik Siswa. Tesis tidak diterbitkan.

Bandung : PPS UPI.

Marpaung, Y. (2006) Karakteristik PMRI (Pendidikan Matematika Realistik

Indonesia) Jurnal Pendidikan Matematika MATHEDU, Volume I Nomor I. Edisi Januari 2006. Surabaya : PPS UNESA.

Mulyana, D. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards For School Mathematics. Reston, VA: Authur.

. (2000a). Principles and Standards For School Mathematics. Reston, VA: NCTM

. (2000b). Principles and Standards For A New Century 2000 Year

Book. Reston, VA: NCTM

PGSM, Tim Pelatih Proyek. (1999). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom

Action Research). Jakarta: Depdikbud.

Polya, G. (1985). On Solving Mathematichal Problem In High School, dalam

Kulik Stephan & Ray’s, Robert E (eds) Problem Solving In School Mathematics. Reston – Virginia. NCTM

Russefendi. (1988). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya Dalam Mengajar Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

. (1991) Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua, Murid,

Guru, dan SPG Seri Kelima. Bandung: Tarsito.

. (1998) Statistika Dasar Untuk Penelitian. Bandung: IKIP Bandung Press.

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komukasi

Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak diterbitkan, Bandung: PPS UPI

Bandung.

Sinaga, B. (1999). Efektivitas Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

(Problem –Based Instruction) Pada Kelas I SMU Dengan Bahan Kajian Fungsi Kuadrat. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: PPS IKIP


(37)

194

. (2007). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Bedasarkan

Masalah Berbasis Budaya Batak. Disertasi tidak diterbitkan, Surabaya:

PPS Universitas Surabaya.

Setiawan, A. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan

Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: PPS

UPI

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sulastri, Y. L. (2009). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Melalui

Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistic Siswa Sekolah Menengah. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program

Pascasarjana UPI Bandung.

Sumarmo, U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP Bandung: Tidak Dipublikasikan. . (2004). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Makalah pada Seminar

Tingkat Nasional FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Tarwiyah. (2011). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Yang

Menekankan Pada Representasi Matematik Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Sekolah Menengah Pertama. Tesis tidak

diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana UNIMED Medan.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika

(Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita

Pustaka.

Widjaja, HA. W. (2001). Pengantar Studi Ilmu Komunikasi. Edisi revisi, Jakarta: Rineka Cipta.

Winkel, W.S (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta: P.T. Grasindo.

Wragg, Ec. (1997). Keterampilan Mengajar di Sekolah Dasar. Jakarta: P.T. Grasindo.


(1)

Pada katagori “diskusi antar siswa” telah berada pada batas yang ditetapkan 15% ≤ PWI ≤ 25% dengan persentase waktu ideal 17,22. Pada katagori “diskusi antar siswa dan guru” telah berada pada batas yang ditetapkan 5% ≤ PWI ≤ 5% dengan persentase waktu ideal 12,5. Pada katagori “mengajukan pertanyaan” telah berada pada batas yang ditetapkan 0% ≤ PWI ≤ 10% dengan persentase waktu ideal 8,05. Pada katagori “menyelesaikan masalah pada LAS” telah berada pada batas yang ditetapkan 10% ≤ PWI ≤ 20% dengan persentase waktu ideal 14,14. Pada katagori “memperagakan hasil/menyampaikan pendapat/ide tentang masalah yang ada pada LAS” telah berada pada batas yang ditetapkan 5% ≤ PWI ≤ 15% dengan persentase waktu ideal 8,59. Pada katagori “mencatat hal-hal yang relevan dengan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)” telah berada pada batas yang ditetapkan 0% ≤ PWI ≤ 10% dengan persentase waktu ideal 14,14. Pada katagori “membuat kesimpulan dari penyelesaian masalah dalam LAS” telah berada pada batas yang ditetapkan 5% ≤ PWI ≤ 15% dengan persentase waktu ideal 10,28. Pada katagori “portofilio (menyelesaikan PR dan hasil karya yang terdapat LAS” telah berada pada batas yang ditetapkan 5% ≤ PWI ≤ 15% dengan persentase waktu ideal 5,56. Aktivitas Aktif siswa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah telah memenuhi kriteria yang ditentukan dimana model pembelajaran dikatakan efektif jika delapan kategori dari kriteria toleransi pencapaian keefektifan waktu yang digunakan pada sembilan butir dipenuhi.

4. Respon siswa terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran berbasis masalah adalah positif. Pembelajaran ini membuat siswa senang, lebih berani tertarik untuk mengikuti pembelajaran berikutnya dengan pembelajaran berbasis masalah, dan menambahkan rasa kebersamaan dalam belajar melalui diskusi kelompok.


(2)

B. SARAN

Berdasarkan simpulan penelitian yang diuraikan di atas, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Ketuntasan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika siswa dapat meningkat melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah. Hasil analisis data, perangkat pembelajaran, maupun instrumen yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam upaya peningkatan ketuntasan kemampuan pemecahan masalah maupun kemampuan komunikasi matematik siswa pada jenjang yang berbeda ataupun mata pelajaran yang berbeda dengan penelitian ini.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi sekolah untuk mengambil kebijakan peningkatan mutu dan inovasi pembelajaran di sekolah, karena dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa. 3. Penerapan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas aktif siswa .

Informasi mengenai aktivitas siswa memperlihatkan pentingnya siswa dibekali kemampuan berdiskusi dan bernegosiasi sehingga orientasi siswa tidak hanya pada penyelesaian soal saja tetapi terhadap penguasaan materi.

4. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil kebijaksanaan karena dapat memberikan respon positif terhadap kegiatan pembelajaran berbasis masalah.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Amir, M. T. (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Ansari, B. I. (2009). Komunikasi Matematik : Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh : PeNa

Arikunto, Suharsimi ( 1991). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Bandung : Bumi Aksara

. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara

Arends, Richard I. (2008). Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar) Buku Satu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

. (2008). Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar) Buku Dua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Atun, I. (2006). Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Kooperatif Tipe Student Achievment Divisions Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan masalah dan Komunikasi Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program Pasca Sarjana UPI Bandung.

Ben-Zeev, T, & Sternberg, R.J. (1996). The Nature 0f Mathematical Thinking. Mahwah. NJ: Lawrence Erlbaum Assosiates, Inc.

Cangara, H. (1998). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dhitya. (2008). Komunikasi Matematik, (Online), (http://dhityaprivate.blogspot. com.html diakses 28 September 2012)

Hamalik. (2003). Strategi Baru Berdasarkan CBSA. Bandung : Sinar Baru

Haryati, M. (2006). Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi: Teori dan Praktek. Jakarta : Gaung Persada Press.

Hayat, B. & Yusuf, S. (2009). Benchmark Internasional, Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.


(4)

Hergenhahn, B.R. & Olson, M.H. (2008). Theories of Learning (Teori Belajar). Edisi Ketujuh, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Hudojo. H. (1990). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya : Usaha Nasional.

. (2001). Common Textbook: Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Edisi Revisi. Malang: JICA-Universitas Negeri Malang.

Hutajulu, P.CH. (2012). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Bantuan Assesment Authentic Sebagai Upaya Meningkatkan Aktifitas Aktif Siswa dan Kemampuan Memecahkan Masalah. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana UNIMED Medan.

Ibrahim, M. Dan Nur, M. (2000). Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA University Press.

Isjoni, H. (2009). Pembelajaran Kooperatif. Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Joyce, B. & Weil, M. (2009). Models of Teaching (Model-model Pengajaran). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kadir. (2008). Pendekatan Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran Matematika di SMP. (Online). (http://kadirrea.blogspot.com/2008/06/ pendekatan-pemecahan-masalah.html diakses 28 September 2012). Karnasih, I. (2001). Prospek Pendidikan Matematika di Sumatera Utara, Dalam

Seminar Sehari 5 Nopember 2001.

Koehler, M.S. & Prior, M. (1993). Classroom Interaction: The Hertbeat Of The Teacing / Learning Process. In D.T. Owens (ed) Research Ideas For The Classroom : Middle Grades Mathematics (m.s 280-298). New York : Macmillan Publishing Company For NCTM.

Krulik, S. and Jesse, A. R. (1996). The New Sourcebook For Teaching Reasoning and Problem Solving in Junior and Senior High School, Allyn and Bacon. Needham Heights, Massachusetts.

Kurikulum 2004 (2004), Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta : Depdiknas.

Marzuki, A. (2006). Implementasi Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan


(5)

Pemecahan Masalah Matematik Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Bandung : PPS UPI.

Marpaung, Y. (2006) Karakteristik PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) Jurnal Pendidikan Matematika MATHEDU, Volume I Nomor I. Edisi Januari 2006. Surabaya : PPS UNESA.

Mulyana, D. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards For School Mathematics. Reston, VA: Authur.

. (2000a). Principles and Standards For School Mathematics. Reston, VA: NCTM

. (2000b). Principles and Standards For A New Century 2000 Year Book. Reston, VA: NCTM

PGSM, Tim Pelatih Proyek. (1999). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Jakarta: Depdikbud.

Polya, G. (1985). On Solving Mathematichal Problem In High School, dalam Kulik Stephan & Ray’s, Robert E (eds) Problem Solving In School Mathematics. Reston – Virginia. NCTM

Russefendi. (1988). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Mengajar Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

. (1991) Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua, Murid, Guru, dan SPG Seri Kelima. Bandung: Tarsito.

. (1998) Statistika Dasar Untuk Penelitian. Bandung: IKIP Bandung Press.

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komukasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak diterbitkan, Bandung: PPS UPI Bandung.

Sinaga, B. (1999). Efektivitas Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

(Problem –Based Instruction) Pada Kelas I SMU Dengan Bahan

Kajian Fungsi Kuadrat. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: PPS IKIP Surabaya.


(6)

. (2007). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Bedasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak. Disertasi tidak diterbitkan, Surabaya: PPS Universitas Surabaya.

Setiawan, A. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: PPS UPI

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sulastri, Y. L. (2009). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistic Siswa Sekolah Menengah. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.

Sumarmo, U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP Bandung: Tidak Dipublikasikan. . (2004). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Makalah pada Seminar Tingkat Nasional FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Tarwiyah. (2011). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Yang Menekankan Pada Representasi Matematik Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Sekolah Menengah Pertama. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana UNIMED Medan.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.

Widjaja, HA. W. (2001). Pengantar Studi Ilmu Komunikasi. Edisi revisi, Jakarta: Rineka Cipta.

Winkel, W.S (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta: P.T. Grasindo.

Wragg, Ec. (1997). Keterampilan Mengajar di Sekolah Dasar. Jakarta: P.T. Grasindo.