BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah merupakan suatu organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, yang merupakan salah satu faktor penentu mutu sumber daya
manusia SDM. Melalui lembaga ini peran peserta didik, baik secara mental maupun intelektual, digembleng agar dapat mencapai mutu sesuai target yang
ditetapkan oleh sekolah. Sementara itu, apabila diamati kondisi sumber daya manusia, kualitas manusia Indonesia adalah kualitas pendidikan yang rendah.
Kualitas sosial-ekonomi dan gizi-kesehatan yang tinggi tidak akan dapat bertahan tanpa adanya manusia yang memiliki pendidikan berkualitas.
Agar suatu organisasi memiliki daya saing yang tinggi dalam skala global, maka organisasi tersebut harus mampu melakukan pekerjaan secara
lebih baik, efektif, dan efisien dalam menghasilkan output yang berkualitas tinggi dan dengan harga yang bersaing. Untuk menghasilkan output yang
bersaing, maka masa mendatang bukan lagi mengandalkan keunggulan komparatif saja, melainkan juga harus meningkatkan keunggulan kompetitif.
Pengelolaan sumber daya akan memiliki keunggulan kompetitif jika sumber daya manusia memiliki potensi yang tinggi untuk mengelolanya.
Pada tatanan tersebut, tugas utama sekolah ialah untuk membantu peserta didik untuk menemukan, mengembangkan, dan membangun
1
kemampuan yang akan menjadikannya berkesanggupan secara efektif untuk menunaikan tugas-tugas individu dan sosialnya pada saat sekarang dan
mendatang. Untuk mencapai tugas tersebut, maka layanan pendidikan sekolah akan bersentuhan dengan pelbagai pengetahuan yang tergambar dalam
kurikulum. Dalam setiap proses pembelajaran, selalu akan ada tiga komponen
penting yang terkait satu sama lain. Tiga komponen penting itu adalah: 1 kurikulum, materi yang diajarkan; 2 proses, bagaimana materi diajarkan; 3
produk, hasil dari proses pembelajaran. Ketiga aspek ini sama pentingnya karena merupakan satu kesatuan membentuk lingkungan pembelajaran. Satu
kesenjangan yang selama ini dirasakan dan dialami adalah kurangnya pendekatan yang benar dan efektif dalam menjalankan proses pembelajaran.
Selama ini, realisasi pendidikan di lapangan hanya terpaku pada materi dan hasil belajar tanpa memikirkan dampak dari pembelajaran tersebut Gunawan,
2004: 1. Menurut Syah 2004: 144, prestasi belajar dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu 1 faktor internal faktor dalam diri siswa, yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa, dan 2 faktor eksternal faktor dari luar
siswa, yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa; faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang
digunakan siswa utuk melakukan kegiatan pembelajaran.
Keberhasilan proses belajar dapat dilihat dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Aspek kognitif berkaitan dengan kegiatan mental siswa
dalam memperoleh,
mengolah, mengorganisasi
dan menggunakan
pengetahuan. Aspek psikomotor berkaitan dengan pengalaman nyata siswa dalam pelajaran yang berkaitan dengan keterampilan skill atau kemampuan
bertindak siswa setelah menerima suatu pengalaman. Sedangkan aspek afektif terkait dengan bentuk sikap dan nilai siswa. Aspek ini mencakup watak
perilaku siswa, seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Hasil penelitian dalam pembelajaran pada dekade terakhir
mengungkapkan bahwa belajar akan efektif, jika peserta didik dalam keadaan gembira. Kegembiraan dalam belajar telah terbukti memberikan efek yang
luar biasa terhadap capaian hasil belajar peserta didik. Bahkan potensi kecerdasan intelektual yang selama ini menjadi “primadona” sebagai penentu
hasil belajar, ternyata tidak sepenuhnya benar. Kecerdasan emosional telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap efektivitas pembelajaran di
samping kecerdasan intelektual Darmansyah, 2010: 3. Ketika peserta didik mendapat rangsangan menyenangkan dari
lingkungannya, akan terjadi berbagai “sentuhan tingkat tingi” pada diri peserta didik yang membuat mereka lebih aktif dan kreatif secara mental dan
fisik. Kenyamanan yang mereka nikmati akan memberikan kesempatan otak emosi memori untuk menyimpan informasi, baik dalam memori jangka
pendek maupun jangka panjang. Informasi yang masuk ke dalam otak memori
yang melibatkan emosi secara mendalam, akan memudahkan mereka untuk mengingat kembali saat diperlukan. Artinya, kenyamanan dan kesenangan
yang dinikmati peserta didik itu, sangat membantu mereka mencapai keberhasilan belajarnya secara optimal. Indikasi yang dapat dilihat secara
kasat mata adalah dari wajah mereka yang memancarkan cahaya kesenangan yang luar biasa. Mereka lebih aktif dan kreatif bertanya, berdiskusi, dan
menjawab berbagai pertanyaan. Mereka mengerjakan tugas-tugas dengan motivasi tinggi. Mereka merasa waktu pelajaran begitu singkat. Bahkan
pertemuan-pertemuan berikut mereka nantikan dengan antusias dan penuh harapan. Gurunya pun menjadi idola yang amat disenanginya Darmansyah,
2010: 4. Namun, kenyataan yang dihadapi di lapangan ternyata sering tidak
sesuai dengan harapan. Siswa sering menerima stimulus yang kurang dari lingkungannya. Bahkan, suasana yang tidak menyenangkan itu justru
terkadang datang dari orang yang paling berperan dan berpengaruh dalam pembelajaran, yaitu guru. Siswa sering dihadapkan pada situasi yang tidak
bersahabat yang diakibatkan dari ketidakmampuan guru memberikan stimulus yang menyenangkan. Tindakan guru sering membuat mereka stres, jenuh,
bosan dan tidak nyaman dalam pembelajaran. Mereka terpaksa berhadapan dengan kenyataan yang tidak dapat dielakkan, kecuali interaksi dengan
lingkungan yang kurang menyenangkan Darmansyah, 2010: 6.
Beberapa indikasi ketidaksenangan belajar itu tampak dari gelagat yang ditunjukkan oleh siswa di dalam kelas. Misalnya, muncul “kebahagiaan”
peserta didik, jika gurunya berhalangan hadir. Para siswa bersorak-sorai, apabila pada jam tertentu guru tidak dapat mengajar karena berbagai sebab.
Bahkan ada kecenderungan di banyak sekolah di Indonesia, tidak belajar bagi seorang siswa adalah suatu “keberuntungan”, karena merasa terbebas dari
sebuah kungkungan yang “memenjarakan” mereka Darmansyah, 2010: 7. Ketidaksenangan belajar itu akan semakin tinggi, jika karakteristik
mata pelajaran yang diajarkan guru bersangkutan tergolong mata pelajaran yang dianggap dan dirasakan paling sulit oleh sebagian besar siswa. Artinya,
siswa akan semakin stres, jenuh dan sangat tidak nyaman serta khawatir tidak mampu mencapai hasil belajar optimalnya, jika belajar dengan guru yang
tidak menyenangkan Darmansyah, 2010: 8. Banyak ahli yang menyatakan bahwa munculnya ketidaksenangan
belajar itu disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi. Namun disinyalir bahwa ketidaksenangan belajar bagi peserta didik, sebagian besar
disebabkan oleh ketidakmampuan guru dalam menciptakan keriangan dan kegembiraan dalam pembelajaran. Dampaknya, siswa mempersepsikan
sekolah seperti apa yang dikemukakan Buzan dalam Dryden Vos 2001: 175: “setelah melakukan penelitian selama 30 tahun tentang asosiasi siswa
terhadap kata “belajar”, saya menemukan sepuluh kata atau konsep, yaitu: 1 membosankan, 2 ujian, 3 pekerjaan rumah, 4 buang-buang waktu, 5
hukuman, 6 tidak relevan, 7 penahanan, 8 “idih” yuck, 9 benci, 10 takut.”
Meskipun terciptanya pembelajaran menyenangkan itu ditentukan banyak faktor, tetapi guru sering dianggap paling berperan. Oleh karena itu,
gurulah yang
seharusnya berupaya
untuk meningkatkan
kualitas pembelajarannya, agar peserta didik dapat menikmati pembelajaran secara
menyenangkan Darmansyah, 2010: 9. Sebagai seorang pendidik, diketahui bahwa profesionalisme seorang
guru bukanlah pada kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan, tetapi lebih pada kemampuannya untuk melaksanakan pembelajaran yang
menarik dan bermakna bagi siswanya. Menurut Degeng dalam Sugiyanto, 2010: 1-2, daya tarik suatu pelajaran pembelajaran ditentukan oleh dua hal,
pertama oleh mata pelajaran itu sendiri, dan kedua, oleh cara mengajar guru. Oleh karena itu, tugas profesional seorang guru adalah menjadikan pelajaran
yang sebelumnya tidak menarik menjadikannya menarik, yang dirasakan sulit menjadi mudah, yang tadinya tidak berarti menjadi bermakna. Jika kondisi
tersebut dapat dilaksanakan guru, yaitu siswa secara sukarela untuk mempelajari lebih lanjut karena adanya kebutuhan, dan belajar bukan sekedar
kewajiban, maka guru sebagai pengajar dapat dikatakan berhasil. Untuk itu sangat diperlukan strategi pembelajaran yang inovatif yang
dirasa efektif guna melakukan proses pembelajaran yang maksimal. Dalam sekolah formal jarang sekali ditemukan strategi pembelajaran yang inovatif,
guru pada sekolah formal sering hanya menerapkan strategi pembelajaran yang monoton. Oleh sebab itu, banyak siswa yang merasa perlu menggunakan
alternatif pembelajaran lain di luar sekolah formal guna memenuhi kebutuhan belajarnya. Sebagai contoh dengan mengikuti bimbingan belajar yang rata-
rata menawarkan strategi pembelajaran yang inovatif dan kreatif. Hal inilah yang dibutuhkan siswa, agar mereka tidak bosan, dan merasa sebagai subjek
dalam pembelajaran, bukan sebagai objek saja seperti yang selama ini berkembang dalam pembelajaran klasik yang terpusat pada guru. Sebagai
contoh dalam pembelajaran, guru membacakan teks kitab yang berbahasa Arab, kemudian menerjemahkan ke dalam bahasa lokal dan sekaligus
menjelaskan maksud yang terkandung dalam kitab tersebut. Model pembelajaran seperti ini hampir tidak pernah terjadi diskusi antara guru dan
siswa, siswa hanya sebagai objek dalam pembelajaran saja. Siswa memerlukan inovasi belajar, karena ini akan mendorong mereka
menuju hasil belajar yang lebih baik. Inovasi dalam strategi pembelajaran inilah yang antara lain perlu dikembangkan oleh para guru, sehingga kualitas
belajar siswa semakin meningkat. Sekolah Dasar SD Lazuardi Kamila Global Islamic School GIS
adalah salah satu lembaga pendidikan Sekolah Dasar berciri Agama Islam yang menerapkan pendekatan kecerdasan majemuk Multiple Intelligences
yang mengakui kepemilikan berbagai kecerdasan yang berbeda-beda dalam setiap siswa, untuk kemudian menggali dan mengembangkannya.
Berdasarkan pendekatan ini, Lazuardi Kamila GIS menganggap semua anak adalah berpotensi menjadi juara, dan karenanya sangat “dermawan” untuk
memberikan “award” kepada semua siswa. Kegiatan belajar sambil bergerak dan bekerja, serta praktik hands on
learning, mendapatkan penekanan penting. Begitu pula penggunaan alat peraga visual. Hal ini dimaksudkan agar proses belajar melibatkan ketiga gaya
belajar: auditori, visual, dan kinestetik berorientasi gerak. Pengajaran agama di Lazuardi Kamila GIS, selain dimaksudkan untuk
memberikan keterampilan menjalankan ibadah, diarahkan terutama untuk menanamkan akhlak mulia kepada para siswanya. Oleh karenanya,
orientasinya lebih kepada ranah afektif sikap dan psikomotorik praktis, ketimbang kognitif. Selain itu, karena SD Lazuardi Kamila GIS Surakarta
berbasis Islam, maka di dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam juga menerapkan hafalan surah Al-Qur’an. Dengan adanya hafalan surah Al-
Qur’an yang menyngkut materi pelajaran, maka dapat mempermudah dalam proses kegiatan belajar mengajar. Selain itu juga diharapkan agar dapat
mengamalkan kandungan yang ada di dalam surah tersebut. Selain itu, pengajaran juga diarahkan kepada penghayatan agama yang
bersikap terbuka dan progresif, yakni sejalan dengan kemajuan zaman, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip agama. Dengan menggunakan multi metode
pembelajaran, teknis pembelajaran dilakukan dengan ceramah, diskusi, role play, games, simulasi, mind mapping, dan movie learning.
SD Lazuardi Kamila GIS Surakarta yang baru didirikan pada tahun 2006 telah banyak mencetak prestasi, yang mana dapat menunjukkan bahwa
SD tersebut dapat dikatakan berhasil dalam mendidik siswa. Prestasi yang telah berhasil diraih siswa antara lain: a. Juara II lomba lukis anak Solo
Autism Awarness 2009, b. 2
nd
Runner up of retelling story for primary school grade 3-6 2010 Point Education Center, c. Juara II lomba lukis sepatu
kategori anak se-Surakarta tahun 2009 Solo Creative Movement, d. Juara II olimpiade matematika tingkat SD se-Surakarta tahun 2011, e. Juara II lomba
perkusi Lazkam Pesta Budaya, f. Juara III cipta alat peraga PAI se- Kecamatan Banjarsari 2011.
Hal ini menarik untuk diteliti dan dikaji tentang bagaimana penerapan model pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah tersebut. Oleh
karena itu, peneliti mengangkat judul “Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Lazuardi Kamila Global Islamic School GIS
Surakarta Tahun Pelajaran 20112012.”
B. Penegasan Istilah