Latar Belakang KESIMPULAN DAN SARAN 28

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kedelai merupakan salah satu tanaman sumber protein yang penting di Indonesia. Berdasarkan luas panen, kedelai menempati urutan ketiga sebagai tanaman palawija setelah jagung dan ubi kayu di Indonesia. Menurut Badan Pusat Stastistik atau BPS 2009, luas panen kedelai sekitar 660.823 ha dengan produksi sekitar 907.031 ton pada tahun 2010. BPS juga menunjukkan produktivitas kedelai sebesar 13,73 kuha pada tahun 2010. Kedelai Glycine max L. mempunyai banyak manfaat sehingga merupakan tanaman penting bagi masyarakat di Indonesia. Sebagai bahan makanan, kedelai lebih banyak mengandung protein, lemak dan karbohidrat, sehingga baik untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Kebutuhan kedelai setiap tahun meningkat, sedang peningkatan produksi rendah bila dibandingkan dengan peningkatan kebutuhan yang mencapai 18 tiap tahun Ratulangi, 2004. Salah satu kendala yang mempengaruhi produksi kedelai adalah gangguan penyakit. Penyakit yang umum menyerang adalah rebah semairebah kecambah. Dalam Semangun 1993, penyakit tersebut juga disebut penyakit busuk pangkal batang atau busuk sclerotium. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Sclerotium rolfsii Sacc. Penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh jamur tersebut merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman kedelai yang dapat menurunkan hasil sampai 75 bahkan dapat menyebabkan gagal panen Sudantha, 1997. Gejala penyakit yang disebabkan oleh S. rolfsii yaitu tumbuhnya miselium pada benih dan kecambah kedelai. Miselium tersebut berwarna putih seperti benang dan dengan cepat tumbuh pada permukaan jaringan tanaman. Miselium kemudian membentuk sklerotia sebesar benih sawi hijau. Benih yang terserang oleh jamur akan Universitas Sumatera Utara membusuk, sedangkan pada kecambah yang terserang akan layu Sastrahidayat et al., 2011. Pengendalian penyakit tersebut umumnya dilakukan secara mekanis yaitu dengan mencabut tanaman yang terserang dan secara kimiawi dengan menyemprotkan fungisida. Pengendalian menggunakan fungisida memang efektif tetapi untuk menghindari dampak negatifnya diperlukan cara pengendalian lain yang ramah lingkungan Rahayu, 2008; Hardaningsih, 2011. Saat ini pengendalian hayati semakin mendapat perhatian dalam perlindungan tanaman dari serangan organisme pengganggu. Pengendalian hayati adalah cara pengendalian yang ramah lingkungan dan prospektif dikembangkan untuk mengurangi penggunaan fungisida kimia yang semakin mahal. Dalam pengendalian hayati digunakan berbagai mikroorganisme antagonis terhadap patogen, sehingga mampu berperan sebagai biopestisida. Mikroorganisme antagonis secara alami telah ada di lingkungan habitat tanaman, sehingga dapat dieksplorasi Rahayu, 2008. Bakteri kitinolitik sangat potensial digunakan sebagai pengendalian hayati terhadap jamur patogen maupun hama, karena kedua organisme ini mempunyai komponen kitin pada dinding selnya. Umumnya, enzim yang banyak peranannya adalah yang bertindak sebagai pengurai dinding sel. Salah satu enzim pengurai kitin adalah kitinase, yang dihasilkan oleh beberapa agen pengendali hayati dan dikeluarkan ke luar sel Pal Gardener, 2006. Enzim ini berperan penting di dalam pengendalian hayati penyakit tanaman. Penguraian kitin secara enzimatik terlibat di dalam banyak proses hayati, seperti autolisis, antagonisme, mikoparasitisme, saprofitisme, morfogenesis, dan nutrisi, dan berperan dalam kerjasama antar- organisme, termasuk interaksi tanaman-jamur, serangga-jamur, dan jamur-jamur. Strain agensia pengendali hayati penghasil kitinase merupakan strain yang paling efektif untuk pengendalian hayati penyakit tanaman, di samping dapat menjadi patogen serius untuk usaha tani cendawan merang Soesanto, 2008. Bakteri kitinolitik ialah bakteri penghasil enzim kitinase yang berperan dalam mendegradasi kitin menjadi N-asetilglokosamin. Organisme pendegradasi kitin umumnya berasal dari kelompok mikroorganisme diantaranya adalah dari kelompok bakteri. Bakteri yang dilaporkan memiliki aktivitas kitinase seperti, Vibrio furnissi, Universitas Sumatera Utara Serratia marcescens, Bacillus circulans, Bacillus thuringiensis subsp. pakistani dan Pseudomonas aeruginosa Muharni Widjajanti, 2011. Enzim kitinase yang dihasilkan oleh mikroorganisme kitinolitik memiliki banyak kegunanaan, karena mampu mengubah kitin menjadi produk-produk yang berguna untuk bidang pertanian, farmasi dan medis Muharni, 2009. Enzim kitinase dapat diproduksi dari mikroorganisme kitinolitik yang ditumbuhkan pada media yang mengandung kitin Pujiyanto Wijanarka, 2004. Beberapa laporan menyatakan bahwa aktivitas kitinase dari Aeromonas caviae efektif digunakan untuk mengontrol serangan jamur patogen Rhizoctonia solani dan Fusarium oxysporum pada kapas dan Sclerotium rolfsii pada buncis Muharni Widjajanti, 2011 .

1.2 Permasalahan