Latar Belakang Masalah Studi Deskriptif Mengenai Derajat Prokrastinasi Akademik Pada Siswa Kelas 8 SMP "X" Bandung.

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sekolah Menengah Pertama SMP adalah jenjang pendidikan pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar SD. Di Indonesia, SMP berlaku sebagai jembatan antara Sekolah Dasar SD dengan Sekolah Menengah Atas SMA dimana siswa yang berhak melanjutkan ke jenjang SMP adalah siswa yang telah lulus SD dan siswa yang dapat melanjutkan ke jenjang SMA adalah siswa yang telah lulus SMP. SMP dibagi menjadi dua yaitu SMP Negeri dan SMP Swasta. Perbedaannya adalah terletak dari hak otonominya. SMP Negeri merupakan sekolah milik pemerintah kebijakannya berasal dari pemerintah. Sedangkan SMP swasta merupakan sekolah milik perorangan atau lembaga swasta sehingga kebijakannya berasal dari orang atau lembaga yang menaunginya http:www.kemdiknas.go.id. SMP “X” merupakan salah satu sekolah swasta di kota Bandung. Sekolah ini merupakan sekolah yang didasarkan pada nilai-nilai kristiani. SMP “X” Bandung berada di bawah yayasan “Y” yang banyak membawahi sekolah Kristen di beberapa kota di Indonesia. Pada tahun ajaran 2011-2012, SMP “X” terdiri dari 26 kelas dengan jumlah keseluruhan 878 siswa. Menurut Kepala S ekolah, SMP “X” merupakan salah satu sekolah unggulan di kota Bandung. Hal ini dibuktikan pada tahun ajaran 2009- 2010, SMP “X” Universitas Kristen Maranatha menjuarai UN se Jawa Barat. Para siswanya juga banyak memenangkan kompetisi baik dari tingkat sekolah sampai ke tingkat dunia, misalnya kompetisi Mulan Quan di Malaysia, Olimpiade Matematika dan Fisika, Kontes Robot tingkat Nasional dan berbagai pertandingan lainnya. Sekolah ini juga termasuk sekolah yang selektif dalam menerima siswanya karena untuk dapat diterima di sekolah ini, calon siswa harus melewati beberapa tahapan seleksi seperti psikotes, tes akademik dan juga tes keajegan berdasarkan standar yang diberikan oleh yayasan dengan tujuan untuk melihat kemampuan dari masing-masing siswanya. Kurikulum yang digunakan di sekolah ini adalah KTSP seperti kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini namun terdapat pengembangan dalam metode pembelajarannya. SMP “X” memiliki tuntutan yang harus dipenuhi oleh para siswanya. Hal ini tidak terlepas dari pandangan bahw a SMP “X” adalah sekolah unggulan di kota Bandung. S iswa SMP “X” dididik agar dapat berprestasi dalam bidang akademik maupun non akademik. Selain itu para siswanya pun diharapkan dapat memiliki karakter yang sesuai dengan nilai-nilai kristiani yaitu kejujuran, keramahan dan integritas. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas 8 SMP “X” Bandung. hal ini dikarenakan siswa kelas 8 masih dihadapkan dengan tugas-tugas akademik yang cukup banyak. Selain itu siswa kelas 8 diharapkan telah terbiasa dengan sistem yang berlaku di sekolah dan juga tuntutan yang harus diselesaikan oleh siswa tersebut. Sedangkan siswa kelas 7 masih beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang baru dan juga sistem yang baru sehingga masih Universitas Kristen Maranatha belum terlihat apakah siswa tersebut melakukan penundaan karena terbiasa atau karena belum dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Sementara, siswa kelas 9 sudah tidak lagi disibukkan dengan tugas-tugas sekolah karena lebih difokuskan untuk mengerjakan latihan persiapan ujian nasional. Untuk itula h peneliti mengambil sampel siswa kelas 8 SMP “X” Bandung. Tuntutan penting yang harus dipenuhi oleh siswanya antara lain siswa harus menghadiri kegiatan belajar setiap hari, mengikuti kegiatan praktikum, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru seperti pekerjaan rumah dan tugas kelompok, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lainnya. Selain itu siswa juga dituntut untuk mencapai nilai KKM kriteria ketuntasan minimal yang sudah ditetapkan oleh sekolah untuk setiap mata pelajaran. Nilai KKM untuk setiap mata pelajaran dapat berbeda-beda seperti nilai KKM agama, PKN, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris adalah 70, sedangkan nilai KKM IPA, IPS, Bahasa Mandarin, Bahasa Sunda adalah 65 untuk lebih jelasnya lihat di lampiran G. Jika ada siswa yang belum memenuhi nilai KKM maka siswa tersebut harus mengikuti remedial. Remedial yang diadakan dibagi menjadi dua bagian yaitu remedial teaching dan remedial tes. Selanjutnya nilai-nilai yang diperoleh siswa tersebut dari nilai ulangan harian, tugas, MID, pra ULUM dan ULUM akan dimasukan ke dalam rumus perhitungan rapor. Rumus perhitungan rapornya adalah 25 nilai ulangan harian, 15 nilai tugas, 20 nilai MID dan 40 nilai ULUM. Total nilai tersebut akan dibandingkan dengan nilai KKM dari tiap mata Universitas Kristen Maranatha pelajaran. Jadi jika ada satu mata pelajaran yang nilai rapornya belum mencapai nilai KKM maka siswa tersebut dinyatakan tidak naik kelas. Biasanya tiap tahun ada beberapa orang yang dinyatakan tidak naik kelas. Agar dapat mencapai nilai yang maksimal maka dalam proses belajarnya, siswa diharapkan dapat menyelesaikan semua tugas-tugas dan tanggung jawab yang diberikan guru di sekolah. Pada kenyataannya, tidak semua siswa melakukan dan menyelesaikan semua tanggungjawabnya. Berdasarkan keterangan dari guru bimbingan konseling, didapatkan data bahwa beberapa siswa tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas akademiknya, misalnya mereka terlambat menyerahkan PR sesuai batas waktu yang ditetapkan gurunya karena belum selesai mengerjakan PR tersebut. Untuk itu guru tersebut biasanya akan memberikan perpanjangan waktu yaitu mulai dari satu hari sampai satu minggu agar tugas tersebut selesai. Namun kurang lebih sepertiga persen dari siswa-siswa tersebut belum juga menyelesaikan PR sampai batas pengumpulan kedua habis. Akhirnya guru akan memberikan hukuman dengan tidak memberikan nilai kepada siswa tersebut atau memberikan tugas tambahan yang baru sebagai hukuman karena tugas pertama tidak diselesaikan. Perilaku siswa yang menunda untuk mengerjakan tugas-tugas akademiknya dalam psikologi disebut prokrastinasi akademik. Prokrastinasi akademik adalah suatu kebiasaan atau pola perilaku berupa penundaan, dimana penundaan yang dilakukan sudah merupakan respon tetap yang selalu dilakukan seseorang dalam menghadapi tugas akademik Ferrari dkk, 1995. Universitas Kristen Maranatha Ferrari dalam Rizvi dkk, 1997 membagi prokrastinasi menjadi dua yaitu functional procrastination dan disfungsional procrastination. functional procrastination adalah penundaan mengerjakan tugas yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dan akurat, seperti siswa menunda menyelesaikan tugas karena siswa mencari informasi melalui Koran, buku pelajaran, internet dan sebagainya agar didapatkan hasil yang lebih baik. Sedangkan disfungsional procrastination adalah penundaan yang tidak bertujuan, berakibat jelek dan menimbulkan masalah, seperti siswa menunda menyelesaikan PR atau tugas karena waktu yang ada digunakan untuk bermain game. Menurut Ellis dan Knaus dalam Ferarri, 1995 jika perilaku penundaan itu dibiarkan maka akan menjadi trait atau sifat yang menetap. Dalam penelitian ini, yang dimaksud sebagai prokrastinasi adalah disfungsional procrastination. Jika dilihat dari perkembangan psikologisnya, usia 13 sampai 15 tahun menjadi masa stres bagi siswa. Hal ini karena adanya tuntutan yang harus dipenuhi oleh siswa tersebut, misalnya siswa diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, siswa harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Siswa cenderung merasa bingung dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi siswa menginginkan kebebasan seperti mengatur waktu belajar sendiri atau mengerjakan PR sendiri, tetapi di sisi lain siswa merasa sulit melakukan tanggung jawabnya sehingga siswa tersebut melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan, misalnya tidak membuat PR, tidak mencatat materi pelajaran dan sebagainya Papalia dan Olds, 2001. Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan survei awal yang dilakukan kepada 10 orang siswa kelas 8 SMP “X” Bandung, didapatkan hasil bahwa 3 orang siswa berusaha untuk menyelesaikan tugas-tugas akademiknya dengan cara mencicil PR atau tugas kelompok agar penyelesaiannya tidak terburu-buru. Siswa tersebut berusaha mengatur pembuatan atau penyelesaian PR agar waktu yang ada dapat digunakan untuk menyelesaikan semua PR tepat pada waktunya. Satu orang siswa selalu mencatat semua PR dari setiap mata pelajaran di buku agenda agar tidak lupa. Sepulang sekolah siswa tersebut langsung membuka agendanya dan mulai mengerjakan PR karena takut tidak dapat selesai tepat waktu. Sebanyak 5 orang siswa mengatakan bahwa siswa lebih senang menyelesaikan PR secara mendadak karena hari-hari sebelumnya bisa dipakai untuk bersantai. Siswa merasa lelah dengan kegiatan yang telah dilakukan di sekolah sehingga sepulang sekolah lebih banyak digunakan untuk bersantai. Namun ketika waktu pengumpulan sudah dekat, siswa akan mengerjakan dengan terburu-buru. Bahkan 2 orang siswa mengatakan orang tua harus marah-marah karena siswa tidur hingga larut malam demi menyelesaikan PR- nya. Sedangkan 2 orang siswa mengatakan dengan sengaja menyelesaikan PR-nya di sekolah karena lebih mudah menyalin pekerjaan temannya. Satu orang siswa mengatakan bahwa alasan melihat pekerjaan teman adalah karena siswa malas mencari jawaban PR tersebut di buku pelajaran atau mencarinya di internet. Jika teman mereka pun belum mengerjakan PR tersebut maka siswa akan meminta waktu tambahan kepada guru untuk menyelesaikan PR- nya atau jika tidak diberikan waktu tambahan maka siswa akan menerima Universitas Kristen Maranatha hukuman dari guru seperti diberi nilai nol, diberi teguran secara lisan, diminta mengerjakan PR namun nilainya hanya sama dengan nilai KKM. Berdasarkan survei awal tersebut terdapat perbedaan dalam hal mengerjakan PR yang dapat terkait pada perilaku prokrastinasi akademik siswa. Berdasarkan fakta dan data di atas, peneliti tertarik untuk melihat lebih dalam bagaimana gambaran prokrastinasi akademik pada siswa kelas 8 SMP “X” Bandung.

1.2. Identifikasi Masalah