Studi Deskriptif Mengenai Derajat Stress Pada Siswa Akselerasi SMA "X" di Kota Bandung.

(1)

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat derajat stress yang terjadi pada siswa akselerasi SMA “X” di kota Bandung. Jumlah seluruh responden adalah sebanyak 40 orang. Penelitian ini bersifat kuantitatif, data diperoleh dari kuesioner dan wawancara pada siswa akselerasi SMA “X” di kota Bandung. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur derajat sress disusun berdasarkan teori Lazarus (1984). Alat ukur derajat stress terdiri 40 item berdasarkan tiga aspek yaitu gangguan kesehatan, gangguan psikis, dan gangguan tingkah laku. Item-item ini divalidasi dengan SPSS13.0 Spearman’s Rho dengan hasil berkisar 0.322 hingga 0.769 dan reliabilitas diukur menggunakan SPSS 13.0 Alpha Cronbach dengan hasil 0.944. Kemudian data yang diperoleh dimasukkan pada kategori derajat stress yang telah ditentukan.

Teknik penarikan sample yang digunakan adalah purposive sampling dimana sampel ditentukan berdasarkan tujuan penelitian pada. Teknik analisis data dilakukan dengan metode distribusi frekuensi. Data mengenai frekuensi gangguan kesehatan, psikologi, dan tingkah laku yang telah diolah di tabulasi silang dengan faktor-faktor yang mempengaruhi derajat stress.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa derajat stress siswa akselerasi SMA “X” di Kota Bandung tergolong tinggi dan moderat. Siswa akselerasi yang memiliki derajat stress tinggi lebih sering mengalami gangguan kesehatan, psikologis, dan tingkah laku dibandingkan siswa akselerasi dengan derajat stress moderat dan rendah. Faktor lain yang mempengaruhi derajat stress adalah dukungan dari lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan teman sebaya. Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan kepada peneliti lain yang akan meneliti topik yang sama, agar dapat menjaring faktor penunjang lain yang lebih spesifik yang dapat mempengaruhi derajat stress siswa akselerasi.


(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….. i

LEMBAR PENGESAHAN ………....ii

ABSTRAK ………. iii

KATA PENGANTAR ……… iv

DAFTAR ISI ………..vii

DAFTAR SKEMA ………..xi

DAFTAR TABEL ……….. xii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……….…….1

1.2 Identifikasi Masalah …..………...8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian………8

1.3.1 Maksud Penelitian ………... 1.3.2 Tujuan Penelitian ………... 1.4. Kegunaan Penelitian ………...8

1.4.1 Kegunaan Teoritis ………....8

1.4.2 Kegunaan Praktis ……… 1.5. Kerangka Pemikiran ………. 1.6. Asumsi ………1


(3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Stress ………....20

2.1.1 Teori Stress dari Lazarus ………..24

2.1.2 Teori tentang Penilaian Kognitif ………..26

2.1.3 Proses Penilaian Kognitif ...………..28

2.1.4 Dampak Stress…………. ……….33

2.2 Remaja .………...33

2.2.1 Batasan Remaja ………33

2.2.2 Ciri-ciri Remaja ………34

2.2.3 Tahap Perkembangan Remaja ………..34

2.2.4 Teori Kognitif Tahap Remaja ………..35

2.2.5 Persamaan dan Perbedaan Gender ………...36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Prosedur Penelitian ………...37

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ………...37

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ……….38

3.3.1 Variabel Penelitian ………...38

3.3.2 Definisi Konseptual ………..38

3.3.3 Definisi Operasional………...38

3.4 Alat Ukur ……… 39

3.4.1 Kuesioner ……….39


(4)

3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang ………42

3.4.4 Uji Coba Alat Ukur ………..42

3.4.4.1 Validitas Alat Ukur………43

3.4.4.2 Reliabilitas Alat Ukur………44

3.5 Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel ………44

3.5.1 Populasi Sasaran ………..44

3.5.2 Karakteristik Populasi ………..45

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ………45

3.6 Teknik Analisis Data ………..45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ………..47

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ………47

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ………48

4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Derajat Stress ……….…48

4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Frekuensi Gangguan Kesehatan, Psikologis, dan Tingkah Laku ……….49

4.1.4.1 Gangguan Kesehatan ………49

4.1.4.2 Gangguan Psikologis ………50

4.1.4.3 Gangguan Tingkah Laku ………..51

4.1.5 Gambaran Responden Berdasarkan Crosstabs antara Derajat Stress dengan Frekuensi Gangguan Kesehatan, Psikologis, dan Tingkah Laku ……….52


(5)

4.1.5.1 Gangguan Kesehatan ………52

4.1.5.2 Gangguan Psikologis ………53

4.1.5.3 Gangguan Tingkah Laku ………..54

4.1.6 Gangguan- gangguan yang Paling Sering Muncul ………..55

4.1.7 Gambaran Responden Berdasarkan Crosstabs antara Derajat Stress yang dialami dengan Jenis Kelamin ……….57

4.1.8 Gambaran Responden Berdasarkan Crosstabs antara Derajat Stress dengan Usia Responden ………..58

4.1.9 Gambaran Responden Berdasarkan Crosstabs antara Derajat Stress dengan Faktor yang Mempengaruhi Derajat Stress ……….59

4.2 Pembahasan ……….68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……….78

5.2 Saran ………...80

5.2.1 Saran Teoritis ………...80

5.2.2 Saran Praktis ………81

DAFTAR PUSTAKA ………..xvi

DAFTAR RUJUKAN ………...……..xvii


(6)

DAFTAR SKEMA

Skema 1.1 Kerangka Pikir ………..………18 Skema 3.1 Skema Prosedur Penelitian ………37


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Kisi-Kisi Alat Ukur Derajat Stress ……….39

Tabel 3.2 Tabel Skor Item Derajat Stress ……….40

Tabel 3.3 Tabel Kriteria Validitas ……….43

Tabel 3.4 Tabel Kriteria Reliabilitas ……….44

Tabel 4.1 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ………47

Tabel 4.2 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Usia ………48

Tabel 4.3 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Derajat Stress ……….48

Tabel 4.4 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Frekuensi Gangguan Kesehatan ……….49

Tabel 4.5 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Gangguan Psikologis …….50

Tabel 4.6 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Gangguan Tingkah Laku ...51

Tabel 4.7 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Crosstabs antara Derajat Stress Dengan Gangguan Kesehatan ………52

Tabel 4.8 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Crosstabs antara Derajat Stress dengan Gangguan Psikologis ………...53

Tabel 4.9 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Crosstabs antara Derajat Stress dengan Gangguan Tingkah Laku ………...54

Tabel 4.10 Tabel Gambaran Gangguan-Gangguan yang Paling Sering Muncul ..55

Tabel 4.11 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Crosstabs antara Derajat Stress yang Dialami dengan Jenis Kelamin ………57


(8)

Tabel 4.12 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Crosstabs antara Derajat Stress yang Dialami dengan Usia Responden ……….58 Tabel 4.13 Tabel Gambaran Responden Crosstabs antara Derajat Stress dengan

Pemilihan Kelas Akselerasi ………...59 Tabel 4.14 Tabel Gambaran Crosstabs antara Derajat Stress dengan Peluang

Siswa akan Dimarahi oleh Orangtua Apabila Mendapatkan Nilai

Jelek ………60

Tabel 4.15 Tabel Gambaran Responden Crosstabs antara Derajat Stress dengan Pujian yang Didapatkan dari Orangtua Saat Mereka Lulus Seleksi Penerimaan Siswa ………...61 Tabel 4.16 Tabel Gambaran Responden Crosstabs antara Derajat Stress dengan

Peluang Orangtua Mereka Mengajak Liburan saat Liburan Sekolah..62 Tabel 4.17 Tabel Gambaran Responden Crosstabs antara Derajat Stress dengan

Sekolah yang Memberikan Fasilitas Pennjang Belajar Siswa ………63 Tabel 4.18 Tabel Gambaran Responden Crossstabs antara Derajat Stress dengan

Guru Lebih Memperhatikan Siswa Akslerasi dibanding Siswa

Reguler ………...64

Tabel 4.19 Tabel Gambaran Responden Crosstabs antara Derajat Stress dengan Teman Responden Selalu Membantu Responden Ketika Mengalami Kesulitan Dalam Memahami Materi ………..65 Tabel 4.20 Tabel Gambaran Responden Crosstabs antara Derajat Stress dengan

Perasaan Responden Bahwa Teman Sekelas Responden adalah


(9)

Tabel 4.21 Tabel Gambaran Responden Crosstabs antara Derajat Stress dengan Perasaan Senang Responden dalam Berteman dengan Teman


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I

: Kuesioner Data Pribadi

Lampiran II

: Kuesioner Derajat Stress


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang dengan kemajuan teknologi dan informasi. Selain itu dibutuhkan individu yang mampu menangani berbagai masalah yang dihadapi secara efektif dan tepat. Dalam hal ini, maka yang menjadi perhatian dalam menghadapi kemajuan zaman, teknologi, dan informasi adalah faktor sumber daya manusia yang berkualitas dan hal ini harus didukung oleh pendidikan yang berkualitas pula.

Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia pada umumnya bersifat klasikal, yang artinya guru menggunakan metode pengajaran dengan ceramah, dan metode ini menuntut guru untuk lebih aktif daripada siswa, serta semua siswa di dalam kelas diperlakukan sama. Salah satu kelemahan yang tampak dari metode pendidikan yang bersifat klasikal adalah tidak terakomodasinya kebutuhan individual siswa yang pada dasarnya tidak sama dalam hal inteligensi, bakat, dan minatnya. Siswa yang relatif lebih cepat menangkap pelajaran cenderung tidak terlayani secara baik sehingga potensi yang dimiliki tidak tersalurkan dan berkembang secara optimal. Siswa yang mampu menangkap pelajaran lebih cepat daripada siswa lain kemungkinan akan merasa bosan di kelas karena menurutnya


(12)

2

penyampaian materi yang diberikan guru terlalu lambat, sehingga siswa tersebut akan merasa terlalu santai dan kurang memperhatikan pelajaran, bahkan mungkin saja siswa tersebut mengganggu teman–teman yang lainnya. (http// duniapendidikanindonesia.com).

Akselerasi, pertama kali dikemukakan oleh Pressy, yaitu kemajuan program pendidikan pada tingkat kecepatan atau usia yang lebih muda dari yang sesuai dengan kebiasaan. Program akselerasi yaitu suatu dimana siswa diberi kesempatan menyelesaikan masa studinya lebih cepat dari program reguler dan diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan bernalar secara komprehensif, optimal, dan mengoptimalkan kreativitasnya (http// duniapendidikanindonesia.com).

Menurut wawancara dengan guru SMA X Kota Bandung, siswa akselerasi memang memiliki beban yang lebih berat karena kurikulum yang diberikan jauh lebih banyak daripada siswa reguler. Sistem degradasi dan pengaruh lingkungan, seperti interaksi siswa terhadap teman sebayanya maupun interaksi siswa dengan para guru, menjadi stressor pada siswa akselerasi. Penyebab stress itu sendiri salah satunya adalah guru memandang siswa akselerasi sebagai siswa yang lebih unggul dibandingkan siswa reguler, sehingga muncul perbedaan perlakuan guru terhadap siswa akselerasi dan reguler. Guru mengharapkan siswa akselerasi dapat menjadi contoh bagi siswa reguler. Perlakuan guru ini, membuat siswa kelas reguler merasa bahwa siswa kelas akselerasi lebih eksklusif dan pada akhirnya siswa akselerasi dijauhi oleh teman sebayanya yang ada di kelas reguler. Tekanan teman sebaya tersebut menjadi stressor bagi siswa akselerasi dan membuat


(13)

3

mereka menutup diri dari lingkungan bahkan beberapa siswa akselerasi berkata pada Guru Konseling bahwa saat mereka berada ditengah-tengah siswa reguler, mereka merasa sangat gugup, berkeringat dingin, bahkan merasa pusing.

Dalam survei awal yang dilakukan, hasil wawancara singkat pada salah seorang siswa akselerasi SMA “X” di kota Bandung mengatakan bahwa ST memilih program akselerasi karena keinginannya sendiri. Hal ini disebabkan karena saat duduk dikelas 1 reguler, ST merasa bahwa kegiatan belajar mengajar di kelas tersebut terlalu lambat sehingga ST merasa bosan. Dan saat mulai masuk di kelas akselerasi, ST baru merasa bahwa sistem belajarnya sesuai dan lebih bersemangat dalam belajar. Namun ST merasakan tantangan yang dirasakan adalah saat akan menghadapi ujian, dimana apabila terdapat nilai dibawah 70 siswa akan diminta untuk remedial, dan apabila hasil remedial masih dibawah 70 siswa akan dikeluarkan dari kelas akselerasi. Hal ini membuat sebagian besar siswa yang akan menghadapi remedial cukup tertekan, ST seringkali menjadi lebih gampang marah saat persiapan ujian berlangsung. ST merasa sangat bersalah apabila tidak mendapatkan nilai baik karena sudah banyak uang, waktu serta tenaga yang dikorbankan selama duduk di kelas akselerasi. Bahkan setiap sehari sebelum remedial berlangsung, biasanya ST akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut secara tiba-tiba dan keluar masuk toilet. Hal ini ST lakukan setiap kali ST akan menghadapi remedial.

Hal lain dipaparkan oleh AS, siswi akselerasi yang seringkali meraih peringkat pertama di kelas akselerasi. AS memilih program akselerasi awalnya karena direkomendasikan oleh wali kelasnya. Akhirnya S dan orangtuanya pun


(14)

4

setuju. Selama duduk di kelas akselerasi, AS tidak pernah mengalami kesulitan dalam proses belajar maupun ujian. AS juga dapat menjalin hubungan pertemanan yang akrab saat bersama dengan teman–teman di kelas akselerasi. Sebaliknya, saat AS harus mengikuti retret yang diadakan di sekolah yang mengharuskan AS bergabung dengan murid reguler lainnya, AS merasa kesulitan untuk memulai pembicaraan. Murid reguler yang merupakan kakak kelasnya tersebut seringkali tidak mau menyapa dan berkelompok dengan AS. AS mengatakan bahwa guru seringkali membandingkan siswa reguler dengan siswa akselerasi. Oleh karena itu, siswa reguler seringkali merasa tersaingi. Saat berada ditengah-tengah siswa reguler lainnya seperti mengikuti retret atau pengambilan nilai olahraga gabungan, AS seringkali sakit kepala dan tidak mau berbicara dengan baik dengan teman-temannya maupun dengan gurunya. Sakit kepala tersebut akan sembuh jika AS kembali berkumpul bersama teman-teman akselerasinya. Saat pembagian kamar pun tangan AS akan bekeringat dingin karena takut tidak sekamar dengan teman-temannya.

Salah satu orangtua dari siswa akselerasi menceritakan bahwa anaknya tersebut seringkali mengalami gangguan fisik seperti keluhan sakit kepala belakang dan pusing setiap kali akan mengikuti ujian semester. Padahal dalam kesehariannya anaknya tidak pernah mengeluh sakit kepala belakang. Sedangkan dalam gejala psikis, anaknya menjadi cenderung sulit mengendalikan emosi saat akan menghadapi ujian, menjadi lebih cepat marah ketika diberi nasehat oleh orangtua atau diperingatkan untuk tidak terus menerus belajar hingga larut malam. Bahkan suatu kali saat akan diadakan ujian seleksi tingkat akhir, anaknya menjadi


(15)

5

sering mengeluh sakit kepala dan seringkali membanting barang ketika sedang marah.

Survei awal juga dilakukan dengan wawancara pada Ibu WN wali kelas siswa akselerasi. Ibu WN mengatakan siswi akselerasi lebih aktif dibandingkan siswa laki-laki. Siswi akselerasi sering menanyakan materi pelajaran yang tidak dipahami kepada guru dan mereka juga lebih banyak mengikuti bimbingan belajar. Selama menjalankan program akselerasi siswi lebih sering menunjukkan gangguan ketika mengalami suatu kejadian yang tidak diharapkan, seperti nilai yang tidak memenuhi standar, tugas yang tidak dapat diselesaikan, dan perlakuan siswa reguler yang kurang menyenangkan. Siswi akselerasi seringkali menangis saat mendapat nilai yang kurang baik dan menjauhkan diri mereka dari teman-teman akselerasi lainnya. Gangguan yang muncul lebih sering dibandingkan dengan murid akselerasi laki-laki.

Berkaitan dengan hasil wawancara dengan WG selaku wali kelas, salah satu siswi akselerasi (AD) mengatakan seringkali AD merasa harus bekerja lebih keras agar dapat bertahan di kelas tersebut. Terlebih lagi jumlah siswi di kelas akselerasi lebih sedikit daripada jumlah siswanya. AD merasa siswa akselerasi banyak yang lebih pintar, sedangkan AD harus ikut bimbingan belajar sehari dua kali agar dapat lebih memahami materi yang diajari di kelas. Berdasarkan usaha yang telah dilakukan oleh AD, ketika AD mendapatkan nilai yang kurang baik, AD mengaku akan sangat merasa sedih dan seringkali berdiam diri di dalam kelas. Bahkan saat WN harus remedial karena nilai ujiannya tidak memenuhi


(16)

6

standard, WN merasa sangat kecewa dan beberapa kali kondisi fisik S menurun dan membuat S harus istirahat di rumah karena demam tinggi yang dialami.

Data yang diperoleh dari salah satu penelitian yang berkaitan dengan pendidikan akselerasi menjelaskan bahwa siswa akselerasi mengalami perasaan takut gagal, kaget, jenuh, merasa terbebani, dan takut tidak bisa membahagiakan orang tua. Penyebab hal ini adalah siswa–siswa tersebut terbiasa mendapatkan nilai baik dan menjadi juara, sehingga ketika tidak menjadi juara atau kurang menonjol di lingkungan belajar yang lebih tinggi mereka akan mengalami stress. Peran keluarga, sekolah dan teman sebaya dapat mempengaruhi siswa dalam merespon stress yang dialami. Apabila linkungan keluarga, sekolah dan teman sebaya memberi dukungan positif maka stress yang dialami siswa derajatnya akan menurun (http//www.duniapendidikan.com//penelitianpendidikanakselerasi).

Stress dapat bersumber dari dalam diri, lingkungan keluarga, teman sebaya, dan masyarakat. Beberapa siswa yang mengikuti akselerasi karena keinginan orangtua dan mengatakan bahwa anak–anak tersebut ikut program akselerasi hanya ingin tahu seberapa besar kemampuan mereka dan menjajal suatu hal yang baru, namun motivasi terbesar tetap datang dari orang tua yang sangat mengharapkan anak–anak tersebut bisa menjadi siswa akselerasi. Stress yang muncul dari dalam diri individu merupakan penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan dan bila seseorang mengalami konflik (Sarafino,2007).

Menurut Lazarus (1984), stress merupakan suatu bentuk interaksi antara individu dan lingkungannya yang dinilai sebagai sesuatu yang membebani atau


(17)

7

melampaui kemampuan yang dimiliki, serta mengancam kesejahteraan diri. Secara mendasar, stress dapat diartikan sebagai reaksi fisik dan psikis yang bersifat individual terhadap tuntutan yang mencapai atau melebihi kemampuan individu. Kegagalan siswa akselerasi dalam memperoleh nilai yang baik, prestasi yang cemerlang, dan lainnya dapat menjadi stressor dan mengancam kesejahteraan diri siswa akselerasi tersebut. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Lazarus (1984 ), apabila derajat stress meningkat maka individu akan merasa tidak nyaman dengan kehidupannya dan dapat mengakibatkan gangguan fisik, gangguan psikologis, dan gangguan tingkah laku.

Dampak dari stress yang dialami setiap siswa akselerasi berbeda–beda. Dilihat dari segi akademis, siswa dengan derajat stress yang tinggi mengalami penurunan nilai yang cukup drastis dan siswa akselerasi seringkali mendapatkan nilai yang kurang baik pada tugas-tugas yang diberikan. Dari segi penyesuaian sosial, siswa akselerasi menjadi kurang mampu menjalin hubungan akrab dengan siswa reguler lainnya. Begitu pula dari segi psikologis, siswa akselerasi menjadi sulit mengendalikan emosi dan lebih menutup diri dari lingkungan.

Berdasarkan data diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa besar derajat stress yang dialami oleh siswa akselerasi di SMA “ X “ Kota Bandung. Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini, dapat memberikan informasi pada semua pihak khususnya orang tua dan lingkungan sekolah siswa akselerasi, agar dapat menyeimbangkan semua aspek kehidupan agar tidak terjadi stress yang berkepanjangan bagi siswa akselerasi tersebut.


(18)

8

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan penelitian ini, ingin diketahui seberapa besar derajat stress yang dialami oleh siswa akselerasi di SMA “ X “ Kota Bandung.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk memperoleh gambaran mengenai derajat stress pada siswa akselerasi di SMA “X” Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh gambaran mengenai ada tidaknya keterkaitan antara derajat stress dengan faktor penunjang pada siswa akselerasi di SMA “X” Kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

1. Memberikan pemahaman teori yang lebih mendalam mengenai derajat stress pada siswa Akselerasi di SMA “X” Kota Bandung kepada mahasiswa-mahasiswi yang sedang mempelajari bidang ilmu kajian Psikologi Klinis dan Psikologi Pendidikan.

2. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai derajat stress yang dialami oleh siswa akselerasi.


(19)

9

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada mahasiswa yang akan mengontrak mata kuliah Usulan Penelitian selanjutnya yang akan meneliti derajat stress pada siswa akselerasi.

2. Membantu siswa akselerasi untuk dapat menilai sumber yang ada didalam diri sehingga mampu menilai stressor yang dialami.

3. Memberikan informasi pada orangtua dan guru agar lebih mengenal situasi yang dihadapi siswa selama menempuh program studi akselerasi, sehingga mampu ikut serta dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh siswa akselerasi

1.5 Kerangka Pemikiran

Penyeleksisan siswa akselerasi SMA “X” di kota Bandung diawali dengan menjaring siswa yang meraih peringkat 10 besar saat kelulusan SMP. Siswa yang meraih 10 besar saat kelulusan SMP ini akan diikutsertakan dalam penyeleksian akselerasi. Siswa yang lulus seleksi program pendidikan akselerasi tetap diberi kebebasan untuk memilih apakah akan tetap mengikuti program akselerasi atau tidak. Sebagian siswa memilih program akselerasi karena keinginan sendiri dan sebagian siswa lainnya memilih program akselerasi karena tuntutan dari orang tua. Siswa akan diberi materi pembelajaran dalam kurun waktu lebih cepat daripada sistem pemberian materi yang dilakukan di kelas reguler. Siswa akselerasi dapat menyelesaikan studinya di SMA dalam waktu 2 tahun. Setiap kenaikkan semester, akan dilakukan ujian seleksi tingkat. Dalam ujian seleksi


(20)

10

tingkat ini, siswa yang memperoleh nilai total keseluruhan pelajaran dibawah standar yang telah ditetapkan, akan diberi kesempatan untuk perbaikan nilai (remedial) namun apabila setelah remedial nilai yang diperoleh masih dibawah standar, siswa dinyatakan tidak lulus dan kembali menempuh pendidikan di kelas reguler.

Selama siswa akselerasi menempuh program studi di kelas akselerasi, siswa seringkali dihadapkan pada permasalahan-permasalahan. Permasalahan tersebut ada yang berasal dari dalam diri dan luar diri. Masalah dari dalam diri, dapat berupa keinginan untuk selalu mendapatkan nilai terbaik, perasaan bersalah apabila tidak dapat menyelesaikan tugas tepat waktu, kemampuan adaptasi, dan lain sebagainya. Sementara itu, permasalahan dari luar diri seperti metode pengajaran yang berbeda dengan metode pengajaran saat mereka berada di kelas reguler, interaksi siswa akselerasi dengan siswa reguler, tugas yang terlalu banyak, dan lain sebagainya.

Meskipun situasi yang penuh dengan permasalahan ini dialami oleh siswa akselerasi selama berada di kelas akselerasi relatif sama, namun penghayatan siswa terhadap situasi tersebut berbeda-beda. Perbedaan penghayatan siswa akselerasi terhadap situasi yang di hadapi terkait dengan penilaian yang dilakukan oleh siswa. Seperti pendapat Lazarus (1984) yang menyebutkan bahwa stress bersifat individual karena setiap individu memiliki penilaian kognitif yang berbeda-beda. Penilaian kognitif itu memiliki beberapa tahapan yaitu Primary Appraisal, Secondary Appraisal, dan Reappraisal.


(21)

11

Pada Primary Appraisal atau yang disebut juga dengan penilaian primer, siswa akselerasi akan menilai apakah situasi yang dihadapinya selama menempuh studi di kelas akselerasi dihayati sebagai hal yang dapat menyebabkan stress atau tidak. Hasil dari penilaian primer dapat berupa Irrelevant, Benign-Positive, atau Stressfull Appraisal. Penilaian primer dikatakan menghasilkan sesuatu yang disebut Irrelevant, yaitu jika individu menghayati situasi yang dihadapinya sebagai hal yang tidak berpengaruh dan tidak mengancam kesejahteraan dirinya. Pada siswa akselerasi, apabila siswa menghayati situasi yang dihadapi selama di kelas akselerasi seperti metode pengajaran yang berbeda dengan saat di kelas reguler, persaingan antar siswa akselerasi yang lebih ketat, standar nilai ujian yang lebih tinggi, interaksi dengan siswa reguler, tugas yang lebih berat, dan seterusnya dianggap sebagai situasi yang tidak mengancam kesejahteraan dirinya, berarti penilaian primer siswa menghasilkan Irrelevant.

Selain itu penilaian primer juga dapat menghasilkan sesuatu yang disebut benign-positive apabila individu menghayati situasi yang dihadapinya sebagai hal yang positif dan dianggap mampu meningkatkan kesejahteraan individu ke depannya. Pada siswa akselerasi, apabila siswa menghayati situasi yang dihadapi dikelas akselerasi sebagai hal yang positif sebagai contoh saat siswa menghayati persaingan antar siswa akselerasi sebagai motivasi belajar untuk meningkatkan prestasi, berarti penilaian primer siswa akselerasi menghasilkan benign-positive.

Penilaian primer juga dapat menghasilkan Stressfull Appraisal dimana individu menghayati situasi yang dihadapi sebagai sesuatu yang mengancam atau bahkan menimbulkan gangguan. Pada siswa akselerasi apabila siswa menghayati


(22)

12

situasi yang dihadapinya selama menempuh program akselerasi sebagai hal yang mencekam kesejahteraan dirinya, sebagai contoh metode pengajaran yang berubah menjadi lebih cepat membuat siswa mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran dan nilai ujian menjadi menurun, berarti penilaian primer siswa menghasilkan Stressfull Appraisal.

Dalam melakukan penilaian primer, siswa akselerasi dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu Novelty atau situasi dimana siswa akselerasi tidak memiliki pengalaman sebelumnya mengenai situasi yang akan dihadapi dikelas akselerasi, seperti saat di kelas reguler siswa memiliki pengalaman bahwa metode pengajaran diberikan secara klasikal dimana guru menyampaikan materi selama 2 jam dan setelah itu akan dilangsungkan ulangan harian, sedangkan pada kelas akselerasi metode pengajaran yang dilakukan lebih banyak dengan cara diskusi dan guru mengharapkan siswa belajar secara mandiri kemudian setelah itu siswa akan menghadapi ulangan harian setiap hari atau setiap akhir materi disampaikan. Hal ini menyebabkan siswa tidak memiliki cukup bekal dalam menghadapi situasi di kelas akselerasi.

Hal lain yang mempengaruhi hasil dari penilaian primer adalah Predictability, atau bagaimana karakteristik lingkungan atau situasi yang sedang dihadapi dapat dilihat, ditemukan jalan keluar saat terjadi masalah dan dapat dipelajari. Apabila siswa akselerasi tidak mengetahui berapa standar nilai ujian yang dinyatakan lulus di program akselerasi, bagaimana interaksi antara siswa akselerasi dan siswa reguler, atau metode pengajaran seperti apa yang digunakan


(23)

13

oleh guru untuk menyampaikan materi, maka penilaian siswa terhadap situasi akan semakin berat.

Kemudian hal yang dapat mempengaruhi penilaian primer adalah Event Uncertainty yaitu adanya berbagai macam kemungkinan yang terjadi seperti pada siswa akselerasi, kemungkinan ulangan harian yang seringkali dilakukan setiap akhir materi, sedangkan guru menyampaikan materi dengan durasi waktu berbeda-beda sehingga jadwal ulangan harian tidak dapat ditentukan secara pasti. Semakin banyak kemungkinan yang terjadi, siswa akan semakin berat menilai situasi yang dihadapi di dalam kelas akselerasi.

Hal terakhir yang juga dapat mempengaruhi penilaian siswa terhadap situasi yang dihadapi adalah Temporal Factors atau kondisi waktu yang ada. Didalamnya terdapat Imminence, yaitu bagaimana siswa memprediksi seberapa lama siswa akan menghadapi situasi di kelas akselerasi yang menimbulkan tekanan, seperti siswa mengetahui dua minggu lagi siswa akan menghadapi ujian akhir kenaikkan tingkat, dengan begitu siswa akan menyiapkan diri secara lebih baik agar dapat menghadapi situasi tersebut. Hal ini membuat penilaian siswa terhadap situasi menjadi lebih ringan. Kemudian terdapat Duration, yaitu bagaimana kemampuan siswa akselerasi memprediksi sampai kapan siswa akan menghadapi situasi yang ada di kelas akselerasi, seperti siswa mampu memprediksi situasi di kelas akselerasi hanya akan siswa hadapi selama 2 tahun dan siswa menilai 2 tahun bukanlah waktu yang lama, maka siswa akan dapat menilai situasi yang dihadapinya di kelas akselerasi menjadi lebih ringan.


(24)

14

Seperti yang telah dijelaskan oleh Lazarus, (1984) pada pemaparan diatas, penilaian primer didasarkan pada penilaian subjektif individu terhadap dirinya dan terhadap situasi yang dihadapinya. Pada siswa akselerasi, hasil dari penilaian siswa terhadap situasi yang dihadapi di kelas akselerasi dan penilaian yang berkaitan dengan sumber-sumber yang ada dalam diri siswa akan menyebabkan siswa mengalami stress dengan derajat yang berbeda-beda. Derajat stress yang terjadi dalam diri siswa akselerasi dapat ditentukan dari seberapa sering gangguan-gangguan muncul dalam kehidupan siswa selama menempuh studi di kelas akselerasi, baik gangguan kesehatan, gangguan psikologis maupun gangguan tingkah laku.

Gangguan kesehatan adalah reaksi fisik yang ditunjukan oleh individu dalam keadaan stress. Pada siswa akselerasi, gangguan kesehatan ditunjukkan dari kondisi kesehatan yang menurun atau menjadi lebih mudah sakit maupun terjadinya penyakit-penyakit spesifik tertentu ketika siswa berada dalam keadaan stress seperti saat akan menghadapi ujian, nilai yang didapatkan tidak sesuai dengan yang diharapkan, dan lain sebagainya.

Gangguan psikologis adalah reaksi kognitif dan subjektif pada individu yang membuat individu menjadi tidak adekuat dalam mengerjakan sesuatu. Pada siswa akselerasi, gangguan psikologis ditunjukkan dari emosi siswa menjadi labil seperti sedih yang berkepanjangan, mudah tersinggung, menjadi mudah marah untuk hal-hal kecil, dan lain sebagainya. Kemudian gangguan juga ditunjukkan dari agresi siswa akselerasi menjadi lebih tinggi seperti melempar barang ketika mendapat nilai yang kurang baik, melampiaskan kekesalan dengan marah-marah


(25)

15

pada temannya, dan lain sebagainya. Lalu terakhir, gangguan psikologis juga dapat ditunjukkan dari siswa merasa tertekan (underpressure) seperti depresi, frustrasi, merasa tidak berharga dan lain sebagainya.

Gangguan terakhir adalah gangguan tingkah laku, yaitu reaksi yang ditunjukkan dapat dilihat dan disebabkan oleh stress yang dialami. Gangguan tingkah laku pada siswa akselerasi dapat ditunjukkan dari perubahan kebiasaan pola makan siswa saat menghadapi situasi yang menimbulkan stress seperti saat menyelesaikan tugas yang berat, persiapan ujian akhir tingkat, dan lain sebagainya. Kemudian tingkah laku merokok/ mengkonsumsi obat-obatan, dan dapat pula ditunjukkan dari tingkah laku siswa yang menghindar dari kontak sosial seperti mengurung diri dalam kamar, tidak mau berbicara dengan teman-teman dikelas akselerasi, dan lain sebagainya ketika siswa sedang menghadapi situasi tidak seperti yang diharapkan seperti nilai ujian yang kurang baik, tugas yang tidak dapat diselesaikan atau saat tidak lulus ujian seleksi tingkat.

Semakin sering terjadinya gangguan-gangguan diatas dalam kehidupan siswa maka semakin tinggi pula derajat stress yang dialami oleh siswa tersebut atau dapat diartikan siswa akselerasi yang memiliki derajat stress yang tinggi akan sangat sering memunculkan tingkah laku dan emosi yang negatif dalam menghadapi situasi selama menempuh studi di kelas akselerasi. Sedangkan siswa akselerasi yang memiliki derajat stress yang moderat, cukup sering memunculkan tingkah laku dan emosi yang negatif dalam menghadapi situasi di kelas akselerasi, dan siswa yang memiliki derajat stress moderat lebih adaptif dengan keadaan stress yang dihadapi dibandingkan dengan siswa yang memiliki derajat stress


(26)

16

tinggi. Kemudian siswa akselerasi yang memiliki derajat stress rendah, akan lebih jarang atau bahkan tidak pernah menampilkan tingkah laku dan emosi yang negatif dibanding dengan siswa yang memiliki derajat stress moderat dan tinggi, dan siswa akselerasi yang memiliki derajat stress rendah lebih mudah beradaptasi dengan situasi yang akan dihadapi selama menempuh program studi akselerasi.

Selain ditentukan oleh seberapa sering individu mengalami gangguan kesehatan, psikologis, dan tingkah laku, faktor yang mempengaruhi derajat stress siswa adalah lingkungan keluarga dan lingkungan luar keluarga. Derajat stress juga ditentukan dari interaksi antara individu dan lingkungan, apabila lingkungan memberikan respon positif terhadap individu maka derajat stress individu akan semakin rendah sebaliknya apabila lingkungan memberikan respon negatif terhadap individu maka derajat stress individu akan semakin tinggi (Lazarus and Folkman,1984).

Pada siswa akselerasi faktor-faktor yang mempengaruhi derajat stress siswa antara lain lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan teman sebaya. Apabila lingkungan-lingkungan ini memberikan dukungan yang bersifat positif seperti pada lingkungan keluarga, orang tua memberikan fasilitas pada siswa untuk dapat mengikuti bimbingan belajar, orang tua memahami keterbatasan siswa dengan tidak memberi hukuman ketika siswa mendapatkan nilai yang kurang memuaskan, dan lain sebagainya. Maka siswa akselerasi akan menempuh studi di kelas akselerasi di sekolah tanpa perasaan terbebani.

Selain keluarga dukungan positif bisa datang dari lingkungan sekolah seperti guru yang tidak memberikan perlakuan berbeda antara siswa akselerasi


(27)

17

dengan siswa reguler sehingga siswa reguler menganggap siswa akselerasi sama dengan mereka. Hal ini dapat membuat siswa reguler dan siswa akselerasi dapat berhubungan baik. Guru yang peduli dengan masalah-masalah yang dialami oleh masing-masing siswanya, dan guru bersedia memberikan waktu luang untuk menjelaskan materi di luar jam sekolah. Sedangkan dukungan dari teman sebaya dapat berupa, meskipun siswa akselerasi dalam pelaksanaannya saling bersaing satu sama lain, sesama siswa bersedia membantu siswa lain yang mengalami kesulitan dalam memahami materi, teman yang bersedia meminjamkan catatan, dan sesama siswa akselerasi harus lebih peka ketika salah satu dari mereka sedang mengalami masalah baik masalah pribadi maupun pelajaran.


(28)

18

Skema 1.1 Skema Kerangka Pikir Siswa Akselerasi di

SMA “X” Kota Bandung

Rendah Stress Moderat

Tinggi

Indikator Stress: -Gangguan fisik -Gangguan

Psikologis

-Gangguan Tingkah Laku

Faktor –yang mempengaruhi penilaian : -Novelty -Predictability -Temporal Uncerainty

Faktor –yang mempengaruhi stress : Lingkungan Keluarga dan Lingkungan Luar Keluarga Primarry Appraisal


(29)

19

1.6Asumsi

- Metode pengajaran yang diberikan lebih cepat tidak menjadi pemicu stress pada siswa akselerasi namun ujian seleksi tingkat merupakan pemicu stress utama bagi siswa akselerasi.

- Siswa akselerasi yang memiliki derajat stress yang tinggi selama menempuh studi di kelas akselerasi disebabkan oleh siswa tersebut tidak memiliki informasi yang jelas mengenai karakteristik program akselerasi itu sendiri.

- Siswa akselerasi yang memiliki derajat stress tinggi akan mengalami gangguan kesehatan, gangguan psikologis, dan gangguan tingkah laku ketika mereka mendapatkan nilai yang tidak sesuai dengan yang mereka harapkan.


(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian maka didapat suatu gambaran mengenai derajat stress siswa akselerasi SMA “X” di kota Bandung dengan kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebagian besar siswa akselerasi SMA “X” di kota Bandung memiliki derajat stress yang berada pada taraf tinggi dan moderat. Terdapat 47,5% siswa yang memiliki derajat stress tinggi dan 47,5% siswa yang memiliki derajat stress moderat, kemudian 5% sisanya memiliki derajat stress yang tergolong rendah.

2. Hasil ini ditunjang dengan data yang memperlihatkan seringkali muncul gangguan-gangguan dalam kehidupan sehari-hari selama siswa menjalankan program akselerasi. Gangguan kesehatan yang meliputi sistem kekebalan tubuh dan munculnya penyakit spesifik tertentu. Pada gangguan psikologis yang meliputi emosi tidak stabil, agresi, dan perasaan tertekan, serta gangguan tingkah laku yang meliputi perubahan kebiasaan makan, merokok/ mengkonsumsi obat, dan menghindari kontak sosial.

3. Semakin sering gangguan kesehatan, psikologis, dan tingkah laku muncul dalam kehidupan siswa akselerasi selama menempuh pendidikan akselerasi maka akan semakin tinggi derajat stress yang dimiliki siswa tersebut, begitu pula sebaliknya.


(31)

4. Pada siswa akselerasi yang memiliki derajat stress tinggi (47,5%) diketahui tidak ada siswa akselerasi yang tidak pernah mengalami gangguan kesehatan dan psikologis, namun masih terdapat 2,5% siswa yang tidak pernah mengalami gangguan tingkah laku.

5. Pada siswa akselerasi yang memiliki derajat stress moderat (47,5%), tidak ada siswa yang tidak pernah mengalami gangguan kesehatan dan gangguan psikologis, namun pada gangguan tingkah laku terdapat 45% siswa mengalami gangguan pada frekuensi jarang dan 2,5% siswa tidak pernah mengalami gangguan tingkah laku.

6. Pada siswa akselerasi yang memiliki derajat stress rendah tidak ada siswa yang pernah mengalami gangguan kesehatan. Sedangkan pada gangguan psikologis terdapat 2,5% siswa mengalami gangguan pada frekuensi sering, dan 2,5% siswa berada pada frekuensi jarang. Kemudian pada gangguan tingkah laku, 2,5% siswa mengalami gangguan yang berada pada frekuensi sering dan 2,5% siswa tidak pernah mengalami gangguan tingkah laku.

7. Situasi yang paling sering memunculkan gangguan kesehatan, gangguan psikologis dan gangguan tingkah laku adalah ketika siswa akselerasi mendapatkan nilai yang tidak sesuai dengan harapan siswa.

8. Berdasarkan dukungan keluarga, siswa yang memilih kelas akselerasi karena tuntutan orang tua, siswa yang memiliki peluang dimarahi orang tua apabila mendapat nilai yang kurang baik, dan siswa yang tidak diajak liburan oleh orang tua mereka saat hari libur sekolah memiliki derajat stress tinggi.


(32)

memberikan fasilitas penunjang belajar seperti komputer dan laboratorium dan siswa yang menganggap guru lebih memperhatikan siswa akselerasi dibandingkan dengan siswa reguler memiliki derajat stress yang tinggi.

10.Berkaitan dengan dukungan teman sebaya, siswa yang tidak mendapatkan bantuan dari teman ketika mengalami kesulitan memahami materi, siswa yang menganggap teman sekelasnya adalah saingan berat, dan siswa yang tidak merasa senang dalam berteman dengan teman sekelasnya memiliki derajat stress yang tinggi.

5.2 Saran

Berkaitan dengan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian mengenai derajat stress pada siswa akselerasi SMA “X” di Kota Bandung, peneliti menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penelitian ini, maka peneliti memandang perlu mengajukan beberapa saran.

5.2.1 Saran Teoritis

a. Dapat diteliti lebih jauh berkaitan dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi derajat stress pada siswa akselerasi.

b. Dapat diteliti lebih jauh berkaitan dengan sejauh mana peran dari lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan teman sebaya mempengaruhi derajat stress siswa akselerasi.

c. Dapat diteliti lebih spesifik gangguan-gangguan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari yang dapat mengindikasikan hal tersebut sebagai


(33)

pengukur derajat stress seseorang.

5.2.2 Saran Praktis

a. Bagi mahasiswa, khususnya yang sedang mengontrak Usulan Penelitian, diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai derajat stress pada siswa akselerasi.

b. Bagi orang tua dan guru siswa akselerasi, diharapkan untuk lebih memahami situasi yang dihadapi siswa selama menempuh studi di kelas akselerasi sehingga orang tua dapat ikut serta membantu siswa dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang ada.

c. Bagi siswa akselerasi, diharapkan untuk mengenali karakteristik situasi di kelas akselerasi seperti metode pengajaran, standar nilai, interaksi antar siswa, dan lain sebagainya sehingga siswa dapat menilai stressor yang akan dihadapi di kelas akselerasi menjadi lebih ringan.


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian, Jakarta: Grasindo

Guilford, J.P 1959. Psychometric Methods 2nd Edition. New York : McGraw Hill Bool Company, Inc.

Kumar, Ranjit. 1999. Metodology Research, Sagd Publications. London.

Lazarus, Richard S. & Folkman, S. 1984. Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer Publishing Company.

Lazarus & Monat. 1991. Stress & Coping. New York : Columbia University Press.

Sarafino. 1990. Program Belajar Anak Remaja. Solo : PT. Gramedia Pustaka.

Siegel, Sidney. 1994. Statistik Nonparametik untuk Ilmu – Ilmu Sosial : PT. Gramedia, Jakarta.

Santrock, John. 2004. Life Span Development, 9th ed, New York: McGraw Hills

Siegel, Sidney. 1994. Statistic Non Parametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta : Pt. Gramedia Pustaka Utama


(35)

Daftar Rujukan

Skripsi Aelly ( 0030044 ) Suatu penelitian mengenai hubungan antara penyesuaian sosial dengan derajat stress pada siswa akselerasi di SMP “X” kota Bandung. Skripsi. Bandung : Fakultas Universitas Kristen Maranatha.

Skripsi Jessy Priatnawati (0530199). 2010. Studi Korelasi Antara Derajat Stress Dengan Derajat Sense Of Humor Pada Mahasiswa yang Mengontrak Usulan Penelitian Di Fakultas Psikologi Universitas ”X” Bandung. Skripsi.Bandung : Fakultas Universitas Kristen Maranatha.

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. 2007. Panduan Penelitian Skripsi Sarjana, Ed1, rev. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha: Bandung

Pendidikan Akselerasi di Indonesia. (http://en.duniapendidikan.com, diakses 21 September 2009 )

Stress pada Siswa Akselerasi di Indonesia. ( http://en.kompas.com, diakses 21 September 2009 )


(1)

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian maka didapat suatu gambaran mengenai derajat stress siswa akselerasi SMA “X” di kota Bandung dengan kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebagian besar siswa akselerasi SMA “X” di kota Bandung memiliki derajat stress yang berada pada taraf tinggi dan moderat. Terdapat 47,5% siswa yang memiliki derajat stress tinggi dan 47,5% siswa yang memiliki derajat stress moderat, kemudian 5% sisanya memiliki derajat stress yang tergolong rendah. 2. Hasil ini ditunjang dengan data yang memperlihatkan seringkali muncul gangguan-gangguan dalam kehidupan sehari-hari selama siswa menjalankan program akselerasi. Gangguan kesehatan yang meliputi sistem kekebalan tubuh dan munculnya penyakit spesifik tertentu. Pada gangguan psikologis yang meliputi emosi tidak stabil, agresi, dan perasaan tertekan, serta gangguan tingkah laku yang meliputi perubahan kebiasaan makan, merokok/ mengkonsumsi obat, dan menghindari kontak sosial.

3. Semakin sering gangguan kesehatan, psikologis, dan tingkah laku muncul dalam kehidupan siswa akselerasi selama menempuh pendidikan akselerasi maka akan semakin tinggi derajat stress yang dimiliki siswa tersebut, begitu pula sebaliknya.


(2)

Universitas Kristen Maranatha 4. Pada siswa akselerasi yang memiliki derajat stress tinggi (47,5%) diketahui tidak ada siswa akselerasi yang tidak pernah mengalami gangguan kesehatan dan psikologis, namun masih terdapat 2,5% siswa yang tidak pernah mengalami gangguan tingkah laku.

5. Pada siswa akselerasi yang memiliki derajat stress moderat (47,5%), tidak ada siswa yang tidak pernah mengalami gangguan kesehatan dan gangguan psikologis, namun pada gangguan tingkah laku terdapat 45% siswa mengalami gangguan pada frekuensi jarang dan 2,5% siswa tidak pernah mengalami gangguan tingkah laku.

6. Pada siswa akselerasi yang memiliki derajat stress rendah tidak ada siswa yang pernah mengalami gangguan kesehatan. Sedangkan pada gangguan psikologis terdapat 2,5% siswa mengalami gangguan pada frekuensi sering, dan 2,5% siswa berada pada frekuensi jarang. Kemudian pada gangguan tingkah laku, 2,5% siswa mengalami gangguan yang berada pada frekuensi sering dan 2,5% siswa tidak pernah mengalami gangguan tingkah laku.

7. Situasi yang paling sering memunculkan gangguan kesehatan, gangguan psikologis dan gangguan tingkah laku adalah ketika siswa akselerasi mendapatkan nilai yang tidak sesuai dengan harapan siswa.

8. Berdasarkan dukungan keluarga, siswa yang memilih kelas akselerasi karena tuntutan orang tua, siswa yang memiliki peluang dimarahi orang tua apabila mendapat nilai yang kurang baik, dan siswa yang tidak diajak liburan oleh orang tua mereka saat hari libur sekolah memiliki derajat stress tinggi.


(3)

Universitas Kristen Maranatha memberikan fasilitas penunjang belajar seperti komputer dan laboratorium dan siswa yang menganggap guru lebih memperhatikan siswa akselerasi dibandingkan dengan siswa reguler memiliki derajat stress yang tinggi.

10.Berkaitan dengan dukungan teman sebaya, siswa yang tidak mendapatkan bantuan dari teman ketika mengalami kesulitan memahami materi, siswa yang menganggap teman sekelasnya adalah saingan berat, dan siswa yang tidak merasa senang dalam berteman dengan teman sekelasnya memiliki derajat stress yang tinggi.

5.2 Saran

Berkaitan dengan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian mengenai derajat stress pada siswa akselerasi SMA “X” di Kota Bandung, peneliti menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penelitian ini, maka peneliti memandang perlu mengajukan beberapa saran.

5.2.1 Saran Teoritis

a. Dapat diteliti lebih jauh berkaitan dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi derajat stress pada siswa akselerasi.

b. Dapat diteliti lebih jauh berkaitan dengan sejauh mana peran dari lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan teman sebaya mempengaruhi derajat stress siswa akselerasi.

c. Dapat diteliti lebih spesifik gangguan-gangguan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari yang dapat mengindikasikan hal tersebut sebagai


(4)

Universitas Kristen Maranatha pengukur derajat stress seseorang.

5.2.2 Saran Praktis

a. Bagi mahasiswa, khususnya yang sedang mengontrak Usulan Penelitian, diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai derajat stress pada siswa akselerasi.

b. Bagi orang tua dan guru siswa akselerasi, diharapkan untuk lebih memahami situasi yang dihadapi siswa selama menempuh studi di kelas akselerasi sehingga orang tua dapat ikut serta membantu siswa dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang ada.

c. Bagi siswa akselerasi, diharapkan untuk mengenali karakteristik situasi di kelas akselerasi seperti metode pengajaran, standar nilai, interaksi antar siswa, dan lain sebagainya sehingga siswa dapat menilai stressor yang akan dihadapi di kelas akselerasi menjadi lebih ringan.


(5)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian, Jakarta: Grasindo

Guilford, J.P 1959. Psychometric Methods 2nd Edition. New York : McGraw Hill Bool Company, Inc.

Kumar, Ranjit. 1999. Metodology Research, Sagd Publications. London.

Lazarus, Richard S. & Folkman, S. 1984. Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer Publishing Company.

Lazarus & Monat. 1991. Stress & Coping. New York : Columbia University Press.

Sarafino. 1990. Program Belajar Anak Remaja. Solo : PT. Gramedia Pustaka.

Siegel, Sidney. 1994. Statistik Nonparametik untuk Ilmu – Ilmu Sosial : PT. Gramedia, Jakarta.

Santrock, John. 2004. Life Span Development, 9th ed, New York: McGraw Hills

Siegel, Sidney. 1994. Statistic Non Parametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta : Pt. Gramedia Pustaka Utama


(6)

Universitas Kristen Maranatha

Daftar Rujukan

Skripsi Aelly ( 0030044 ) Suatu penelitian mengenai hubungan antara penyesuaian sosial dengan derajat stress pada siswa akselerasi di SMP “X” kota Bandung. Skripsi. Bandung : Fakultas Universitas Kristen Maranatha.

Skripsi Jessy Priatnawati (0530199). 2010. Studi Korelasi Antara Derajat Stress Dengan Derajat Sense Of Humor Pada Mahasiswa yang Mengontrak Usulan Penelitian Di Fakultas Psikologi Universitas ”X” Bandung. Skripsi.Bandung : Fakultas Universitas Kristen Maranatha.

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. 2007. Panduan Penelitian Skripsi Sarjana, Ed1, rev. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha: Bandung

Pendidikan Akselerasi di Indonesia. (http://en.duniapendidikan.com, diakses 21 September 2009 )

Stress pada Siswa Akselerasi di Indonesia. ( http://en.kompas.com, diakses 21 September 2009 )