Kajian Pemanfaatan Pupuk Organik Cair Isi Rumen Kerbau Dan Air Kelapa Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Caisim (Brassica juncea L.)
KAJIAN PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK CAIR ISI
RUMEN KERBAU DAN AIR KELAPA TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN
CAISIM (
Brassica juncea
L
.
)
TESIS
Oleh :
LINDA PATMAWATI
107001009/ Agroekoteknologi
PROGRAM MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
(2)
KAJIAN PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK CAIR ISI
RUMEN KERBAU DAN AIR KELAPA TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN
CAISIM (
Brassica juncea
L
.
)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian dalam Program Studi Magister Agroekoteknologi pada Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Oleh :
LINDA PATMAWATI
107001009/Agroekoteknologi
PROGRAM MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
(3)
Judul Tesis : KAJIAN PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK CAIR ISI RUMEN KERBAU DAN AIR KELAPA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CAISIM (Brassica juncea L.)
Nama Mahasiswa : Linda Patmawati Nomor Pokok : 107001009
Program Studi : Magister Agroekoteknologi
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP) Ketua
(Luthfi A. M. Siregar, SP. MSc.Ph.D) Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP) (Prof. Dr. Darma Bakti, MS)
(4)
Tanggal Lulus : 21 Juli 2014 Telah Diuji pada Tanggal : 21 Juli 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP
Anggota : 1. Luthfi A. M. Siregar, SP. MSc.Ph.D 2. Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, MP 3. Dr. Deni Elfiati, SP. MP
(5)
PERNYATAAN Judul Tesis
“KAJIAN PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK CAIR ISI RUMEN KERBAU DAN AIR KELAPA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI TANAMAN CAISIM (Brassica juncea L.)”
Dengan ini penulis menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Agroekoteknologi pada Program Studi Magister Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang yang berlaku.
Medan, 19 Oktober 2014 Penulis,
(6)
ABSTRAK
LINDA PATMAWATI, Kajian pemanfaatan pupuk organik cair isi rumen kerbau dan air kelapa terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman caisim (brassica juncea L.). Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP, dan Luthfi A. M. Siregar, SP, MSc, Ph.d.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi, konsentrasi dan frekuensi yang terbaik dalam pemanfaatan isi rumen kerbau dan air kelapa sebagai pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman caisim.Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian UMSU, Kecamatan Medan Amplas. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September – November 2012. Rancangan lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak Terbagi-bagi (Split Split Plot design), sedangkan rancangan perlakuan adalah Faktorial, yang terdiri atas tiga faktor yang diteliti : petak utamanya (main plot) adalah faktor frekuensi aplikasi pupuk cair (F) dengan 3 taraf, yaitu : 3, 6, 9 hari sekali. Faktor konsentrasi pupuk cair (P) sebagai anak petak (sub plot) dengan 3 taraf yaitu : 16,07%; 9,09%; 6,25%, sedangkan anak anak petaknya (sub sub plot) adalah campuran bahan organik untuk pupuk cair (K) dengan 4 taraf yaitu : 0:0; 1:1; 2:1; 3:1. Peubah yang diamati adalah jumlah klorofil daun, tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), luas daun (cm2), laju assimilasi bersih (g. cm2.hari-1), laju pertumbuhan relatif (g.hari-1), bobot segar tanaman (g), bobot segar per plot (kg), bobot kering tanaman (g), indeks panen,
analisa kadar β-karotein (mg β-karotein/100 g bahan), analisa serapan hara nitrogen tanaman (g N/tanaman). Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk anorganik (K1) memberikan pertumbuhan dan produksi tamanan caisim terbaik dibandingkan pemberian pupuk campuran organik cair rumen kerbau dan air kelapa. Konsentrasi pupuk organik cair 16,07% (P1) dan frekuensi pemberian pupuk cair 3 hari sekali (F1) memberikan pertumbuhan yang terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman caisim. Hasil penelitian menunjukkan interaksi antara campuran bahan organik dengan frekuensi aplikasi pupuk organik cair berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 30 hari setelah tanam (hst) dan jumlah daun pada umur 12 hari setelah tanam (hst). Interaksi antara campuran bahan organik dengan konsentrasi pupuk organik cair memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap parameter luas daun pada umur 18 hst dan kadar beta karoten. Interaksi antara frekuensi aplikasi pupuk organik cair dan campuran bahan organik memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar beta karoten tanaman caisim. Interaksi antara konsentrasi pupuk organik cair dengan frekuensi pemberian pupuk organik cair berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada umur 12 hst dan luas daun pada umur 18 dan 24 hst. Kata kunci : caisim, rumen, konsentrasi, frekuensi
(7)
ABSTRACT
LINDA PATMAWATI, A Study of the use of liquid organic fertilizer content of rumen buffaloes and coconut water toward the growth and production of mustard greens (brassica juncea L.). Supervised by Abdul Rauf as the cheif, and Lutfi A. M. Siregar as the members
This study aimed at determining the best composition, consentrate and the frequency of rumen of buffaloes and coconut water as liquid organic fertilizer towards the growth and production of mustard greens. This research carried out at the land experiment of UMSU Agricultural Faculty, at the region of medan amplas subdistrict. This research was carried out in September up to November 2012. The enviroment design used in the research was split split plot design with 3 factors and repeated 2 times : the main plot the frequency of applied liquid fertilizer (F) with 3 levels namely : one in 3 days, once in 6 days, and in 9 days. The concentrate factor of liquid fertilizer (P) as a sub plot with 3 levels, namely : 16,07%, 9,09%, and 6,25%. Whereas the sub of the sub plot was the mixture of organic subtance for liquid fertilizer (K) with 4 levels, namely : 0:0, 1:1, 2:1 and 3:1. The parameter observed were the content of chlorophyll, the height of the plant (cm), the number of the leaves, leaf area (cm2), the net assimilation rate (g.cm2 day-1), the relative growth rate (g day-1
Keyword : mustard greens, rumen, concentration, frequency
), the weight of the fresh plant (g), the fresh weight per plot (kg), the weight dry of the plant (g), harvest index, the
analysis of β-caroten content (mg β-carotein/100 g substance), the analysis of the absortion of nitrogen nutrient of the plant (g N/plant). In general, the result of this research showed that inorganic fertilizer has given the best growth and production of mustard greens, than the given liquid organic fertilizer a mixture of buffallo rumen and the coconut water. The concentrate of liquid organic fertilizer 16,07% (P1) and the frequency of liquid fertilizer once in 3 days (F1) has given the best growth and production of mustard greens. Interaction of mixture of organic matter with the frequency of liquid organic fertilizer has given the real influence to the height of plant at the age 30 days after planting (DAP) and the number of the leaves of the plant at the age 12 days after planting (DAP). The interaction between the mixture of organic matter buffalloes rumen and coconut water with concentration of liquid organic fertilizer has given the very real influence towards the parameter leaf area at the age 18 DAP and beta caroten content. Interaction between the frequency aplication of liquid organic fertilizer and A mixture of organic matter has given the real influence towards the parameter beta caroten content. Interaction between the concentration and frequency of liquid organic fertilizer has given the real influence towards the number of leaves at the age of 12 DAP and leaf area at the age of 18 and 24 DAP
(8)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Perdagangan, Sumatera Utara pada tanggal 10 April 1984, ayah Jasril dan ibu Nuralis, S.Pd.I. Merupaka anak Pertama dari 4 (empat) bersaudara. Adapun riwayat pendidikan penulis sebagai berikut :
- SD Negeri No. 096915 Perumnas Batu VI tahun 1990-1996 - SMP Negeri 3 Pematangsiantar tahun 1996-1999
- SMU Negeri 3 Pematangsiantar tahun 1999-2002
- Politeknik Pertanian Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Universitas Andalas tahun 2002-2005
- Fakultas Pertanian UNRI Jurusan Agronomi tahun 2005-2007
- Fakultas Pertanian USU Program Pasca Sarjana Jurusan Agroekoteknologi tahun 2010-2014
(9)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dan program studi Agroekoteknologi, Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Abdul Rauf, MP sebagai ketua komisi pembimbing dan bapak Luthfi A. M. Siregar, SP. MSc.Ph.D sebagai anggota komisi pembimbing. Dan juga kepada . Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, MP ; Dr. Deni Elfiati, SP. MP ; Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP sebagai komisi penguji yang telah banyak memberikan saran, masukan dan bimbingan yang sangat berguna bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan sebesar-besarnya kepada ayahanda Jasril dan Ibunda Nuralis, S.Pd.I yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini serta adik-adik saya Dodi Mulia Rahmat, S.P.Si; Padli, S.Pt; dan adik saya Tiya Purnama yang telah menjadi penyemangat selama masa perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Robert Pangaribuan, SP. MSi beserta staff Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Kota Pematangsiantar, serta kepada Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kota Pematangsiantar yang telah memberikan dukungan di dalam menyelesaikan penelitian ini.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. Dr. Ir. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K)., Direktur Pascasarjana USU Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE.,
(10)
Dekan Fakultas Pertanian USU Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS dan kepada Ketua Program Studi Agroekoteknologi Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul rauf, MP serta segenap dosen Program Magister Agroekoteknologi dan staff tata usaha. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada kawan-kawan program studi Magister Agroekoteknologi angkatan 2010 Fakultas Pertanian USU.
Medan, Oktober 2014
(11)
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan hasil penelitian yang berjudul KAJIAN PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK CAIR ISI RUMEN KERBAU DAN AIR KELAPA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CAISIM (Brassica juncea L.) pada program studi Agroekoteknologi pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pertanian dan oleh karena adanya dampak pemupukan anorganik terhadap lingkungan sehingga diperlukannya inovasi-inovasi dalam pengolahan bahan-bahan organik untuk dijadikan alternatif sumber pemupukan sebagai penganti ataupun disubsitusikan dengan pupuk anorganik untuk meniadakan ataupun mengurangi penggunaan pupuk anorganik.
Ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua saya bapak Jasril dan ibu Nuralis. Dan saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP, Anggota sebagai ketua komisi pembimbing, bapak Luthfi A. M. Siregar, SP, MSc, Ph.d sebagai anggota komisi pembimbing, rekan-rekan yang telah banyak membantu berpartisipasi dalam menyelesaikan tesis ini.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi kita semua pada umumnya.
Medan, Oktober 2014 Penulis
(12)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Rumusan Masalah ... 6
Tujuan Penelitian ... 6
Hipotesis ... 7
Manfaat Penelitian ... 7
TINJAUAN PUSTAKA ... 8
Tinjauan Umum Tanaman Caisim ... 8
Produktifitas Lahan ... 9
Pupuk Organik ... 10
Pengomposan Anaerob ... 12
Isi Rumen ... 18
Bakteri Rumen ... 19
Air Kelapa ... 22
METODA PENELITIAN ... 24
Tempat dan Waktu Penelitian ... 24
Bahan dan Alat ... 24
Metode Penelitian ... 24
Analisis Data ... 25
Pelaksanaan Penelitian ... 26
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
PEMBAHASAN UMUM ... 60
KESIMPULAN dan SARAN ... 79
(13)
DAFTAR TABEL
Nomor ... Halaman 1. Kandungan Gizi Sawi (mg/100g) ... 2 2. Persyaratan standar mutu pupuk organik cair ... 14 3. Kandungan zat-zat makanan isi rumen beberapa daerah di Indonesia (%) .. 19 4. Hasil analisis limbah air kelapa ... 22 5. Rataan jumlah klorofil daun (butir/mm2) tanaman caisim pada perlakuan
campuran bahan organik konsentrasi pupuk cair dan frekuensi aplikasi pupuk cair pada berbagai umur tanaman. ... 32 6. Rataan Tinggi tanaman (cm) caisim pada perlakuan campuran bahan
organik, konsentrasi pupuk cair dan frekuensi aplikasi pupuk cair pada
berbagai umur tanaman ... 34 7. Rataan tinggi (cm) tanaman caisim pada interaksi frekuensi aplikasi
pupuk cair dan campuran bahan organik pada umur 30 hst ... 35 8. Rataan jumlah daun (helai) tanaman caisim pada perlakuan campuran
bahan organik, konsentrasi pupuk cair dan frekuensi aplikasi pupuk cair pada berbagai umur tanaman ... 37 9. Rataan jumlah daun (helai) tanaman caisim pada interaksi frekuensi
aplikasi dan konsentrasi pada umur 12 hst ... 38 10. Rataan jumlah daun tanaman caisim pada interaksi frekuensi aplikasi dan
campuran bahan organik pada umur 12 hst ... 39 11. Rataan luas daun (cm2) tanaman caisim pada perlakuan campuran bahan
organik, konsentrasi pupuk cair dan frekuensi aplikasi pupuk cair pada berbagai umur tanaman ... 40 12. Rataan luas daun (cm2) tanaman caisim pada interaksi frekuensi aplikasi dan konsentrasi pada umur 18 hst. ... 41 13. Rataan dan uji beda luas daun (cm2) tanaman caisim pada interaksi
frekuensi aplikasi dan konsentrasi pada umur 24 hst ... 42 14. Rataan luas daun tanaman caisim pada interaksi konsentrasi pupuk cair
dan campuran bahan organik pada umur 18 hst (cm2). ... 43 15. Rataan laju asimilasi bersih (g.cm2.hari-1) tanaman caisim pada perlakuan
campuran bahan organik, konsentrasi pupuk cair dan frekuensi aplikasi pupuk organik ... 44 16. Rataan bobot segar (gr/tanaman) tanaman caisim pada perlakuan campuran
bahan organik, konsentrasi pupuk organik cair, dan frekuensi aplikasi pupuk organik cair pada berbagai umur tanaman ... 48
(14)
17. Rataan bobot segar per plot (kg/plot) tanaman caisim pada perlakuan campuran bahan organik, konsentrasi pupuk cair dan frekuensi aplikasi pupuk cair ... 49 18. Rataan bobot kering (gr) tanaman caisim pada perlakuan campuran
bahan organik, frekuensi aplikasi pupuk cair dan konsentrasi pupuk cair ... 51 19. Rataan indeks panen (%) tanaman caisim pada perlakuan campuran
bahan organik, konsentrasi pupuk cair dan frekuensi aplikasi pupuk cair ... 53 20. Rataan beta karoten (mg β-karoten/100 g bahan) tanaman caisim pada
perlakuan campuran bahan organik, konsentrasi pupuk organik cair dan frekuensi aplikasi pupuk cair ... 54 21. Rataan beta karoten (mg β-karoten/100 g bahan) tanaman caisim pada
interaksi antara perlakuan frekuensi aplikasi dengan campuran bahan
organik ... 56 22. Rataan beta karoten (mg β-karoten/100 g bahan) tanaman caisim pada
interaksi antara perlakuan konsentrasi pupuk cair dengan campuran bahan organik ... 57 23. Rataan serapan N tanaman caisim pada perlakuan campuran bahan
(15)
DAFTAR GAMBAR
Nomor ... Halaman 1. Laju Pertumbuhan Relatif (LPR) tanaman caisim pada perlakuan
kombinasi bahan organik ... 45 2. Laju Pertumbuhan Relatif (LPR) tanaman caisim pada perlakuan
konsentrasi pupuk cair ... 46 3. Laju Pertumbuhan Relatif (LPR) tanaman caisim pada perlakuan frekuensi
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor ... Halaman
1. Denah Penelitian dan Bagan Plot Penelitian dan Letak Tanaman Sampel ... 90
2. deskripsi Caisim Verietas Tosakan ... 91
3. Hasil Analisa Tanah ... 92
4. Analisa Serapan N ... 93
5. Penetapan N Daun ... 94
6. Hasil Analisa Pupuk Cair Organik ... 96
7. Hasil Analisa Beta Karoten ... 97
8. Pengujian Beta carotien ... 98
9. Rata-Rata jumlah klorofil daun ( butir/mm2) umur 12 hst ... 100
10. Daftar sidik Ragam Jumlah Klorofil Daun ( butir/mm2) umur 12 hst ... 101
11. Rata-rata Jumlah Klorofil Daun ( butir/mm2) umur 18 hst ... 102
12. Daftar Sidik Ragam Jumlah Klorofil Daun ( butir/mm2) umur 18 hst ... 103
13. Rataan Jumlah Klorofil Daun ( butir/mm2) umur 24 hst ... 104
14. Daftra Sidik Ragam Jumlah Klorofil Daun ( butir/mm2) umur 24 hst ... 105
15. Rataan Jumlah Klorofil Daun ( butir/mm2) umur 30 hst ... 106
16. Daftar Sidik Ragam Jumlah Klorofil Daun ( butir/mm2) umur 30 hst ... 107
17. Rataan Tinggi Tanaman (cm) umur 12 hst ... 108
18. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) umur 12 hst ... 109
19. Rata-Rata Tinggi Tanaman (cm) umur 18 hst ... 110
20. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) umur 18hst ... 111
21. Rataan Tinggi Tanaman (cm) umur 24 hst ... 112
22. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) umur 24hst ... 113
23. Rata-Rata Tinggi Tanaman (cm) umur 30 hst ... 114
24. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) umur 30hst ... 115
25. Rataan Jumlah Daun (Helai) umur 12hst ... 116
26. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun (Helai) umur 12hst ... 117
27. Rataan Jumlah Daun (Helai) umur 18hst ... 118
28. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun (Helai) umur 18hst ... 119
29. Rataan Jumlah Daun (Helai) umur 24 hst ... 120
(17)
30. Rataan Jumlah Daun (Helai) umur 30 hst ... 122
32. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun (Helai) umur 30 hst ... 123
33. Rataan Luas Daun (cm2 34. Daftar Sidik Ragam Luas Daun (cm ) umur 12 hst ... 124
2 35. Rataan Luas Daun (cm ) umur 12 hst ... 125
2 36. Daftar Sidik Ragam Luas Daun (cm ) umur 18 hst ... 126
2 37. Rataan Luas Daun (cm ) umur 18 hst ... 127
2 38. Daftar Sidik Ragam Luas Daun (cm ) umur 24 hst ... 128
2 39. Rataan Luas Daun (cm ) umur 24 hst ... 129
2 40. Daftar Sidik Ragam Luas Daun (cm ) umur 30 hst ... 130
2 41. Rataan Laju Asimillasi Bersih (LAB) 1 (umur t ) umur 30 hst ... 131
12-t18 42. Daftar Sidik Ragam Laju Laju Asimillasi Bersih (LAB) 1 (umur t ) ... 132
12-t18 43. Rataan Laju Asimillasi Bersih 2 pada Umur t ) .... 133
18-t24 (mg.m-2.h-1 44. Daftar Sidik Ragam Laju Asimillasi Bersih 2 pada umur t ) ... 134
18-t24 (mg.m-2.h-1 45. Rataan Laju Asimillasi Bersih 3 pada umur t ) ... 135
24-t30 46. Daftar Sidik Ragam Laju Asimillasi Bersih 3 pada umur t ... 136
24-t30 (mg.m-2.h-1 47. Rataan Laju Pertumbuhan Relatif 1 pada umur t ) ... 137
12-t18 48. Daftar Sidik Ragam Laju Pertumbuhan Relatif 1 pada umur t ... 138
12-t18 (mg.h-1 49. Rataan Laju Pertumbuhan Relatif 2 pada umur t ) ... 139
18-t24 (mg.h-1 50. Daftar Sidik Ragam Laju Pertumbuhan Relatif 2 pada umur t ) ... 140
18-t22 51. Rataan Laju Pertumbuhan Relatif 3 pada umur t ... 141
24 -t30 (mg.h-1 52. Daftar Sidik Ragam Laju Pertumbuhan Relatif 3 pada umur t ) ... 142
24-t30 53. Rataan Bobot Segar Tanaman ... 144
(mg.h-1) ... 143
54. Daftar Sidik Bobot Segar Tanaman ... 145
55. Rataan Bobot Segar Tanaman Per plot ... 146
56. Daftar Sidik Ragam Bobot Segar Tanaman Per plot ... 147
57. Rataan Bobot Kering Tanaman ... 148
58. Daftar Sidik Bobot Kering Tanaman ... 149
59. Rataan Indeks Panen ... 150
60. Daftar Sidik ragam Indeks Panen ... 151
(18)
62. Daftar Sidik ragam Kadar Beta Karoten ... 153
63. Rataan Analisa Serapan N ... 154
64. Daftar Sidik ragam Analisa Serapan N ... 155
65. Dokumentasi pelaksanaan penelitian ... 156
66. Dokumentasi campuran rumen kerbau dan air kelapa ... 157
(19)
ABSTRAK
LINDA PATMAWATI, Kajian pemanfaatan pupuk organik cair isi rumen kerbau dan air kelapa terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman caisim (brassica juncea L.). Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP, dan Luthfi A. M. Siregar, SP, MSc, Ph.d.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi, konsentrasi dan frekuensi yang terbaik dalam pemanfaatan isi rumen kerbau dan air kelapa sebagai pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman caisim.Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian UMSU, Kecamatan Medan Amplas. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September – November 2012. Rancangan lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak Terbagi-bagi (Split Split Plot design), sedangkan rancangan perlakuan adalah Faktorial, yang terdiri atas tiga faktor yang diteliti : petak utamanya (main plot) adalah faktor frekuensi aplikasi pupuk cair (F) dengan 3 taraf, yaitu : 3, 6, 9 hari sekali. Faktor konsentrasi pupuk cair (P) sebagai anak petak (sub plot) dengan 3 taraf yaitu : 16,07%; 9,09%; 6,25%, sedangkan anak anak petaknya (sub sub plot) adalah campuran bahan organik untuk pupuk cair (K) dengan 4 taraf yaitu : 0:0; 1:1; 2:1; 3:1. Peubah yang diamati adalah jumlah klorofil daun, tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), luas daun (cm2), laju assimilasi bersih (g. cm2.hari-1), laju pertumbuhan relatif (g.hari-1), bobot segar tanaman (g), bobot segar per plot (kg), bobot kering tanaman (g), indeks panen,
analisa kadar β-karotein (mg β-karotein/100 g bahan), analisa serapan hara nitrogen tanaman (g N/tanaman). Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk anorganik (K1) memberikan pertumbuhan dan produksi tamanan caisim terbaik dibandingkan pemberian pupuk campuran organik cair rumen kerbau dan air kelapa. Konsentrasi pupuk organik cair 16,07% (P1) dan frekuensi pemberian pupuk cair 3 hari sekali (F1) memberikan pertumbuhan yang terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman caisim. Hasil penelitian menunjukkan interaksi antara campuran bahan organik dengan frekuensi aplikasi pupuk organik cair berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 30 hari setelah tanam (hst) dan jumlah daun pada umur 12 hari setelah tanam (hst). Interaksi antara campuran bahan organik dengan konsentrasi pupuk organik cair memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap parameter luas daun pada umur 18 hst dan kadar beta karoten. Interaksi antara frekuensi aplikasi pupuk organik cair dan campuran bahan organik memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar beta karoten tanaman caisim. Interaksi antara konsentrasi pupuk organik cair dengan frekuensi pemberian pupuk organik cair berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada umur 12 hst dan luas daun pada umur 18 dan 24 hst. Kata kunci : caisim, rumen, konsentrasi, frekuensi
(20)
ABSTRACT
LINDA PATMAWATI, A Study of the use of liquid organic fertilizer content of rumen buffaloes and coconut water toward the growth and production of mustard greens (brassica juncea L.). Supervised by Abdul Rauf as the cheif, and Lutfi A. M. Siregar as the members
This study aimed at determining the best composition, consentrate and the frequency of rumen of buffaloes and coconut water as liquid organic fertilizer towards the growth and production of mustard greens. This research carried out at the land experiment of UMSU Agricultural Faculty, at the region of medan amplas subdistrict. This research was carried out in September up to November 2012. The enviroment design used in the research was split split plot design with 3 factors and repeated 2 times : the main plot the frequency of applied liquid fertilizer (F) with 3 levels namely : one in 3 days, once in 6 days, and in 9 days. The concentrate factor of liquid fertilizer (P) as a sub plot with 3 levels, namely : 16,07%, 9,09%, and 6,25%. Whereas the sub of the sub plot was the mixture of organic subtance for liquid fertilizer (K) with 4 levels, namely : 0:0, 1:1, 2:1 and 3:1. The parameter observed were the content of chlorophyll, the height of the plant (cm), the number of the leaves, leaf area (cm2), the net assimilation rate (g.cm2 day-1), the relative growth rate (g day-1
Keyword : mustard greens, rumen, concentration, frequency
), the weight of the fresh plant (g), the fresh weight per plot (kg), the weight dry of the plant (g), harvest index, the
analysis of β-caroten content (mg β-carotein/100 g substance), the analysis of the absortion of nitrogen nutrient of the plant (g N/plant). In general, the result of this research showed that inorganic fertilizer has given the best growth and production of mustard greens, than the given liquid organic fertilizer a mixture of buffallo rumen and the coconut water. The concentrate of liquid organic fertilizer 16,07% (P1) and the frequency of liquid fertilizer once in 3 days (F1) has given the best growth and production of mustard greens. Interaction of mixture of organic matter with the frequency of liquid organic fertilizer has given the real influence to the height of plant at the age 30 days after planting (DAP) and the number of the leaves of the plant at the age 12 days after planting (DAP). The interaction between the mixture of organic matter buffalloes rumen and coconut water with concentration of liquid organic fertilizer has given the very real influence towards the parameter leaf area at the age 18 DAP and beta caroten content. Interaction between the frequency aplication of liquid organic fertilizer and A mixture of organic matter has given the real influence towards the parameter beta caroten content. Interaction between the concentration and frequency of liquid organic fertilizer has given the real influence towards the number of leaves at the age of 12 DAP and leaf area at the age of 18 and 24 DAP
(21)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, maka tingkat konsumsi pangan dan sayuran juga akan meningkat. Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) menyatakan bahwa, sayuran dan tanaman obat merupakan komoditas yang esensial dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia akan kalori, vitamin, mineral, serat dan anti oksidan alami.
Estimasi pertumbuhan konsumsi sayuran 2003-2006 menunjukkan bahwa peningkatan rerata konsumsi per kapita sayuran adalah 0,7% pertahun, sehingga pada tahun 2050 konsumsi perkapita sayuran diperkirakan akan mencapai 0,4963 kw/kapita. Berdasarkan proyeksi jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2050 sebesar 400 juta orang, maka akan dibutuhkan 198.520.000 kw sayur untuk memenuhi permintaan konsumsi (Adiyoga, 2009).
Salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi adalah
caisim (Brassica juncea L.). Di
pada
Caisim merupakan salah satu sayuran yang mengandung zat gizi yang cukup lengkap sehingga sangat baik untuk kesehatan tubuh. Selain memiliki kandungan dan gizi yang penting bagi kesehatan, caisim sangat baik untuk menghilangkan rasa gatal ditenggorokan pada penderita batuk. Menyembuhkan penyakit kepala, pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan melancarkan pencernaan (Saeful, 2012). Adapun komposisi gizi yang dikandung oleh sawi disajikan pada Tabel 1.
(22)
Tabel 1. Kandungan Gizi Sawi (mg/100g)
Zat Gizi Kadar AKG (%)
Vitamin K (mcg) Vitamin A (IU) Vitamin C (mg) Folat (mcg) Mangan (mg) Vitamin E (mg) Triptofon (g) Serat Pangan (g) Kalsium (mg) Kalium
Vitamin B6 (mg) Protein (g) Tembaga (mg) Fosfor (mg) Besi (mg)
Vitamin B2 (mg) Magnesium (mg) Vitamin B1 (mg) Vitamin B3 (mg)
419,3 4243,4 35,42 102,76 0,38 2,81 0,04 2,8 103,6 282,8 0,14 3,16 0,12 57,4 0,98 0,09 21 006 0,61 524,1 84,9 59,0 25,7 19,0 14,1 12,5 11,2 10,4 8,1 7,0 6,3 6,0 5,7 5,4 5,3 5,3 4,0 3,0
Sumber : George Mateljan Foundation dala
Menurut Badan Pusat Statistik (2012) produksi sawi di Sumatera utara dari tahun 2006 hingga 2010 terus mengalami peningkatan. Produksi sawi tahun 2006, 2007, 2008, 2009, 2010 berturut-turut adalah 132,60 Kw/Ha, 140,50 Kw/Ha, 137,10 Kw/Ha, 118,13 Kw/Ha, dan 141,25 Kw/Ha. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktifitas tanaman sayuran adalah dengan pemupukan. Pemupukan dapat dilakukan dengan pemberian pupuk anorganik dan organik.
Setelah revolusi hijau kebanyakan petani lebih suka menggunakan pupuk buatan karena praktis dalam penggunaannya, jumlahnya jauh lebih sedikit dari pupuk organik, harganya pun relatif lebih murah karena subsidi, dan mudah
(23)
sehingga dapat berdampak negatif terhadap perkembangan produksi pertanian, ketika terjadi kelangkaan pupuk dan harga pupuk naik karena subsidi pupuk dicabut (Irsal, 2006). Ceppy (2010), menyatakan bahwa pemakaian pupuk dan pestisida anorganik yang telah berlangsung hampir selama 35 tahun ini telah diakui banyak menimbulkan kerusakan, baik terhadap struktur tanah, kejenuhan tanah, terhadap air, terhadap hewan dan manusia.
Pupuk organik merupakan hasil akhir dari perubahan atau peruraian bagian-bagian atau sisa tanaman dan binatang. Pupuk organik mempunyai kelarutan unsur hara yang rendah di dalam tanah. Untuk memudahkan unsur hara dapat diserap tanah dan tanaman bahan organik dapat dibuat menjadi pupuk cair terlebih dahulu (Sintha, 2008). Selain itu aplikasi pupuk organik padat bisanya memerlukan jumlah yang cukup besar dalam sekali aplikasinya, sehingga memerlukan tenaga yang banyak sehingga akan meningkatkan biaya tenaga kerja, meskipun pupuk organik dapat diproduksi sendiri. Teguh et al. (2007) menyatakan, pemanfaatan teknologi fermentasi anaerobik diharapkan dapat menekan biaya pengolahan limbah. Hasil samping dari proses ini adalah berupa biogas dan kompos. Pupuk yang dihasilkan lebih kaya kandungan nitrogen dan fosfornya dibandingkan dengan kompos yang diproses secara konvensional, bebas dari bau yang tidak sedap dan parasit.
Indrakusuma (2000) menambahkan pupuk organik cair selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas produk tanaman, mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai alternatif pengganti pupuk kandang.
(24)
Saat ini pengolahan bahan organik menjadi pupuk organik cair mulai banyak diteliti. Dari sebuah penelitian di Cina menunjukkan penggunaan limbah cair organik mampu meningkatkan produksi pertanian 11% lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan bahan organik lain. Bahkan di Cina penggunaan pupuk kimia sintetik untuk pupuk dasar mulai tergeser dengan keunggulan pupuk organik cair (Sukamto, 2012).
Londra (2008), aplikasi pupuk cair (Bio urine dan Bio kultur) pada tanaman kopi dan kakao dengan dosis 6 liter ditambah 4 kg kompos padat perpohon pertahun, dapat menghasilkan produksi 30-35% lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan kompos konvensional yang dosisnya 10-12 kg/pokok/tahun. Selain itu pada tanaman bawang merah dapat menghemat penggunaan pupuk anorgnik hingga 40% dan tanaman jagung dapat menghemat hingga 50% dengan peningkatan produktifitas hingga 25-30%.
Hasil Penelitian Nugroho et al., (1996) dalam Hastuti (2008), menunjukkan bahwa pemberian ekstrak-air bahan organik (kotoran sapi, kotoran ayam, dan kotoran cacing) dengan rasio 1:5 (1 bagian bahan organik, 5 bagian air)
berpengaruh positif dan nyata meningkatkan pertumbuhan bibit albisia (A. falcataria), baik bagian atas (shoot) maupun bagian bawah (root).
Aktifitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi sehingga diperlakukannya sebagai barang buangan yang disebut sampah. Bahan baku pupuk organik cair yang sangat bagus dari sampah organik adalah bahan organik yang mempunyai kandungan air tinggi, misalnya seperti air kelapa. Di pasar tradisional, air kelapa dibuang begitu saja menjadi limbah yang mencemarkan lingkungan sekitar pasar. Dan selama ini
(25)
pemanfaatan air kelapa masih banyak dan hanya terbatas digunakan sebagai nutrisi tambahan di dalam media kultur jaringan.
Kapahang et al. (2007), menyatakan bahwa air kelapa mengandung bahan-bahan senyawa organik seperti sukrosa, sorbitol, asam-asam amino, asam-asam organik, vitamin, fitohormon, dan unsur-unsur inorganik, seperti kalium, natrium kalsium, magnesium, besi, tembaga, fosfor dan klor. Kandung nutrisi air kelapa selain dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan nutrisi bagi tanaman, juga sangat bermanfaat untuk menjadi media tumbuh atau subtrat bagi berbagai kelompok mikroba terutama golongan bakteri.
Selain itu salah satu limbah yang belum dimanfaatkan secara optimal adalah limbah dari rumah potong hewan, berupa limbah isi rumen. Misalnya di Kota Pematangsiantar khususnya di rumah potong hewan, rata-rata terdapat 4-6 ekor kerbau yang dipotong setiap hari. Dari rata-rata masing-masing kerbau itu diperoleh isi rumen kerbau seberat 20 kg per ekor, maka isi rumen yang terakumulasi setiap harinya sebanyak 80-120 kg. Isi rumen adalah pakan yang sudah sempat dicerna tapi belum sempat dimanfaatkan oleh induk semang yang bersangkutan yang mengandung protein, lemak, serat kasar, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), abu, Ca dan P. Sehingga rumen kerbau merupakan bahan organik yang berpotensi untuk diolah menjadi bahan baku pupuk organik. Diharapkan dengan fermentasi campuran antara air kelapa dan isi rumen kerbau menjadi pupuk organik cair dapat menjadi alternatif penghasil sumber nutrisi yang cepat tersedia bagi tanaman.
(26)
Rumusan Masalah
Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan akan kebutuhan pangan khususnya kebutuhan sayur-sayuran sehingga sektor pertanian tetap terus dituntut untuk meningkatkan produksi bahan pangan untuk kebutuhan pokok manusia.
Pemupukan secara konvensional biasanya dilakukan dengan pengelolaan kesuburan tanah dengan hanya menekankan pada pergantian hara tertentu melalui penambahan pupuk anorganik. Pemakaian pupuk anorganik secara terus menerus akan memberikan dampak buruk terhadap produktifitas tanah dan kualitas lingkungan. Sehingga diperlukan alternatif pemupukan dengan menggunakan bahan organik, dan untuk mengefesiensikan penggunaan bahan organik dapat dilakukan dengan pengolahan bahan organik menjadi pupuk organik cair.
Tanaman caisim membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhannya. Usaha yang dapat dilakukan dengan cara pemberian pupuk organik, namun sejauh mana penggunaan pupuk organik cair campuran isi rumen kerbau dan limbah air kelapa dengan konsentrasi dan frekuensi yang tepat terhadap pertumbuhan caisim belum diperoleh.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi, konsentrasi dan frekuensi yang terbaik dalam pemanfaatan isi rumen kerbau dan air kelapa sebagai pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman caisim.
(27)
Hipotesis
1. Pemberian pupuk organik cair campuran limbah isi rumen kerbau dan air kelapa akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman caisim.
2. Pemberian pupuk cair dengan konsentrasi yang semakin pekat akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman caisim.
3. Pemberian Pupuk cair dengan frekuensi aplikasi pupuk cair organik yang lebih sering akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman caisim
4. Pemberian Pemberian pupuk cair organik campuran limbah isi rumen kerbau dan air kelapa dengan konsentrasi yang semakin pekat, serta dengan frekuensi pemberian yang lebih sering akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman caisim.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam peningkatan produktifitas lahan pertanian dengan pendekatan sistem pertanian organik terhadap tanaman caisim dengan menggunakan campuran limbah isi rumen kerbau dan air kelapa sebagai pupuk organik cair.
(28)
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Tanaman caisim (Brassica juncea L.)
Tanaman Caisim atau Brassica juncea L. memiliki klasifikasi sebagai berikut : Divisi Spermathophyta, sub division Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Brassicales, Famili Brasicaceaae, Genus Brassica, Spesies Brassica juncea (Rubatzky, 1998). Tanaman sawi berakar serabut dan berkembang secara menyebar ke semua arah, perakarannya sangat dangkal pada kedalaman sekitar 5 cm. Tanaman ini sangat cocok ditanam pada tanah gembur, subur, dan mudah menyerap air (Cahyono, 2003).
Caisim merupakan tanaman semusim, berbatang pendek hingga hampir tidak terlihat. Daunnya bulat panjang, halus dan tidak berbulu. Urat (tulang) daun utamanya lebar dan berwarna putih. Caisim cenderung tidak berkrop (Hendro, 2010). Wahyudi (2009), menambahkan bentuk daun caisim berbentuk oval agak bulat, tebal dan agak berserat, warna daun hijau, sedangkan tangkai daun hijau muda.
Dalam perdagangan internasional caisim disebut dengan green mustard, Chinese mustard, Indian mustard ataupun sarepta mustard. Tanaman ini sangat cocok ditanam pada tanah gembur yang bertektur lempung dan banyak mengandung humus, subur, serta memiliki drainase yang baik. Syarat tumbuhnya adalah 5-1200 m dpl sehingga dapat ditanam pada dataran tinggi maupun dataran rendah. Derajat kemasaman optimum untuk pertumbuhan Brassica juncea L. berkisar antara pH 6–7 (Haryanto et al. 2003). Tanaman Brassica juncea L. tumbuh optimum pada suhu antara 150C- 200C (Williams et al. 1993).
(29)
Produktifitas Lahan
Produktifitas lahan adalah kemampuan atau daya dukung lahan tersebut untuk didapatkan nilai bobot hasil tertinggi per satuan luas dalam satuan waktu tertentu. Dalam penentuan produktivitas lahan sangatlah dipengaruhi oleh manusia sebagai “manager”. Manusia sebagai manajer akan menentukan sistem pertanian yang akan dilaksanakan dari kegiatan usahataninya. Berdasarkan hal tersebut di atas maka produktivitas usaha (lahan pertanian) adalah kemampuan manusia untuk mengelola semua sumberdaya yang ada agar didapatkan nilai tukar uang optimal dari satuan luas lahan pertanian yang diusahakannya dalam suatu sistem pertanian (Sjechnadarfuddin & Indrayanti, 2005).
Produktifitas tanah adalah kapasitas tanah untuk memproduksi hasil (yield) tertentu dengan pengelolaan optimum hal ini lebih luas dibandingkan dengan kesuburan tanah ditambah dengan faktor-faktor lain yang terkait praktik-praktik pengelolaan. Tanah dapat saja mengandung unsur hara dalam jumlah cukup dan seimbang serta mempunyai sifat-sifat lainnya. Tetapi, jika tanah tersebut dibiarkan tidak dikelola, ia tidak akan mampu menghasilkan tanaman sesuai yang diinginkan (Munawar, 2011). Sutedjo (2008), menambahkan produktifitas tanah selain kesanggupan tanah untuk menyediakan unsur hara juga menyangkut pengelolaannya. Jadi produktifitas tanah adalah kesuburan tanah ditambah dengan manajemen (pengelolaannya).
Tanah yang produktif ialah tanah yang dapat menghasilkan produksi tanaman dengan baik dan menguntungkan. Produktifitas merupakan perwujudan dari seluruh faktor-faktor (tanah dan non tanah) yang berpengaruh terhadap hasil tanaman yang lebih berdasarkan pada pertimbangan ekonomi (Tati et al. 2012).
(30)
Pupuk Organik
Kecenderungan semakin intensifnya penggunaan pupuk anorganik menyebabkan turunnya kandungan bahan organik tanah dan kemampuan tanah menyimpan dan melepaskan hara dan air bagi tanaman. Akibatnya, efisiensi penggunaan pupuk dan air irigasi serta produktivitas lahan semakin menurun, sehingga berdampak negatif terhadap kelestarian lingkungan, terutama perairan. (Irsal, 2006).
Menurut Menteri Pertanian (2005) dalam Ceppy (2010), kelebihan pupuk organik adalah mampu menyediakan unsur hara, baik makro maupun makro dalam jumlah cukup sesuai kebutuhan tanaman. Artinya pupuk organik mampu mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah. Meningkatkan jumlah dan aktifitas metabolik jasad mikro di tanah serta memperbaiki penampilan tanaman.
Bahan organik yang telah mengalami penguraian, akan terjadi humifikasi dan mineralisasi. Pada humifikasi terbentuk humus yang relatif stabil, warna coklat sampai kehitam-hitaman dan bersifat koloidal. Sedangkan pada mineralisasi dilepaskan berbagai senyawa dan unsur-unsur yang berperan sebagai unsur hara tanaman. Di dalam tanah bahan organik dan humus bercampur dengan bagian-bagian mineral tanah. Maka bahan organik ini memegang peranan ;
a. Terhadap sifat-sifat tanah :
Bahan organik berperan mempengaruhi warna tanah menjadi coklat-hitam, merangsang granulasi, menurunkan plastisitas dan kohesi tanah, memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah, dan meningkatkan daya tahan tanah menahan air sehingga drainase tidak berlebihan, kelembapan dan temperatur tanah menjadi stabil (Kemas, 2009).
(31)
b. Pengaruh bahan organik pada kimia tanah
Bahan organik meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, berfungsi sebagai cadangan sekaligus sumber hara makro dan mikro, meningkatkan kation yang mudah tersedia bagi tanaman tetapi menahan kehilangan hara akibat pencucian (leaching), berfungsi didalam pembentukan chelat (ikatan organik) terhadap unsur mikro Fe, Zn, Mn, sehingga tetap tersedia bagi tanaman (Tisdate et al, 1993). Irsal, et al., (2006) juga menegaskan, pupuk organik berfungsi untuk menyediakan hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro (Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe), mencegah kahat unsur hara mikro pada tanah marginal atau tanah yang telah diusahakan secara intensif dengan pemupukan yang kurang seimbang, meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dan membentuk senyawa kompleks dengan ion logam beracun seperti Al, Fe, dan Mn sehingga logam-logam tersebut tidak meracuni tanaman.
c. Mempengaruhi kehidupan jasad hidup tanah.
Pentingnya bahan organik tanah sebagai pemasok dan pendaur hara tanaman dipraktikkan dengan jalan meninggalkan residu tanaman diatas permukaan tanah dan akar di dalam tanah, dan penanaman jenis tanaman pupuk hijau (legum). Meningkatnya produksi pupuk hijau atau biomassa tanaman di atas dan di bawah tanah meningkatkan sumber pakan bagi populasi mikroba tanah, sehingga merangsang perkembangan dan populasi mikroba tanah, sehingga merangsang perkembangan dan aktifitas organisme tersebut. Akar tanaman yang terinfeksi mikoriza dapat meningkatkan luas permukaan akar untuk menyerap hara dari tanah. Residu tanaman merangsang cacing tanah
(32)
datang kepermukaan tanah dan mengangkat lapisan tanah bawah, sehingga dapat terjadi pencampuran residu dengan tanah. Cacing juga menciptakan saluran-saluran air dan udara yang akan bermanfaat untuk aerasi tanah (Munawar, 2011).
Pengomposan Anaerob
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan, seperti hijauan (jerami, batang pisang, dan hijauan lainnya) dan kotoran hewan (kotoran kambing, sapi, ayam, kelinci, kerbau, dan sebagainya). Sebelum digunakan bahan organik tersebut terlebih dahulu difermentasikan (Ceppy, 2010). Didi, et al., (2004) juga menegaskan, pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan atau manusia antara lain pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos (humus) berbentuk padat atau cair yang telah mengalami dekomposisi.
Permentan Nomor 70/Permentan/Sr.140/10/2011 menyatakan pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan/atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Dan untuk menjamin standar mutu pupuk organik maka ditetapkan persyaratan teknis minimal pupuk organik disajikan yang pada Tabel 2.
Jika dilihat dari bentuknya, pupuk organik dibedakan menjadi dua yakni pupuk organik padat dan cair. Pupuk organik padat adalah pupuk yang sebahagian
(33)
tanaman, kotoran hewan dan manusia berbentuk padat. Sedangkan pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan haranya lebih dari satu unsur (Sukamto, 2012).
Selain itu pupuk organik cair memiliki beberapa keuntungan antara lain; pengaplikasian pupuk cair lebih mudah jika dibandingkan dengan aplikasi pupuk padat, unsur hara yang terdapat di dalam pupuk cair mudah diserap tanaman, pupuk organik cair mengandung mikroorganisme yang jarang terdapat dalam pupuk padat, pencampuran pupuk cair organik dan pupuk organik padat dapat mengaktifkan unsur hara yang ada dalam pupuk organik padat tersebut. (Simamora et al., 2005).
Hasil penelitian Hastuti (2008), pupuk orgaik cair kombinasi dari cairan rumen dari perut sapi yang ke-2 sebanyak 2 liter ditambah bekatul 2 kg, tetes tebu 10 ml dan air leri 2 liter dan diinkubasi selama 15 hari dalam 15 liter air. Dan pengaplikasian pupuk organik cair tersebut sebanyak 20 ml/tanaman atau 2000 l/ha memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai yang lebih baik dari pada pupuk anorganik (urea 50 kg/ha, SP-36 50 kg/ha, dan KCL 75 kg/Ha). Pemberian pupuk cair 2000 l/ha menghasilkan kandungan lemak kedelai yang tertinggi dan sama dengan pemberian pupuk anorganik.
(34)
Tabel 2. Persyaratan standar mutu pupuk organik cair
Parameter Satuan Standar mutu
C-organik % Min 6
Bahan ikutan :
(plastic, kaca, kerikil)
% Maks 2
Logam berat - As - Hg - Pb - Cd ppm ppm ppm ppm Maks 2,5 Maks 0,25 Maks 12,5 Maks 0,5
pH 4 – 9
Hara makro - N - P205 - K2O % % %
3 – 6 3 – 6 3 – 6 Mikroba Kontaminan
- E. coli, - Salmonella sp
MPN/ml MPN/ml < 10 < 10 2 2 Hara Mikro
- Fe total atau - Fe tersedia - Mn - Cu - Zn - B - Co - Mo ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm
90 – 900 5 – 50 250 – 5000 250 – 5000 250 – 5000 125 – 2500
5 – 20 2 – 10 Unsur lain :
- La - Ce ppm ppm 0 0 Sumber : Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/Sr.140/10/2011
Pengomposan merupakan proses yang dinamis yang dapat berlangsung cepat atau lambat tergantung kepada bahan atau material yang diproses. Pada prinsipnya pengomposan adalah memperkecil rasio C/N (Suharwaji, 2010). Setiap bahan organik mengandung unsur C (Karbon) dan N (Nitrogen) dengan perbandingan (komposisi) yang berbeda-beda antara bahan yang satu dengan yang lainnya. Perbandingan unsur C dan N dalam suatu bahan dinyatakan dengan C/N Ratio. Suatu bahan yang mengandung unsur C tinggi maka nilai C/N Ratio-nya
(35)
akan tinggi, sebaliknya bahan yang mengandung unsur Nitrogen yang tinggi nilai C/N Ratio-nya akan rendah. Nilai C/N Ratio tersebut akan berpengaruh terhadap proses pengomposan.
Semakin tinggi C/N Ratio suatu bahan maka semakin lambat untuk diubah menjadi kompos. Sebaliknya bahan dengan C/N Ratio yang rendah akan mempercepat proses pengomposan, tetapi apabila nilai C/N Ratio terlalu rendah maka pengomposan akan menghasilkan produk sampingan yaitu gas amoniak yang berbau busuk.
Idealnya bahan-bahan yang akan dikomposkan bernilai C/N Ratio 30:1. pada nilai tersebut diperlukan waktu lebih-kurang satu bulan untuk mengubah bahan menjadi kompos. Namun demikian, di alam tidaklah begitu mudah memperoleh bahan yang memiliki C/N Ratio 30:1. Untuk memperoleh bahan-bahan dengan C/N Ratio mendekati angka tersebut, disarankan mencampur beberapa bahan. Bahan-bahan dengan kandungan C tinggi dicampur dengan bahan-bahan yang mengandung N tinggi sehingga diperoleh campuran bahan yang nilai C/N rationya mendekati 30:1. Dengan demikian diharapkan proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat. Sebagai contoh, untuk mempercepat pengomposan dedaunan dapat ditambahkan kotoran hewan atau pupuk urea ke dalam campuran (Syarifah et al., 2003).
Proses pengomposan dapat berlangsung secara aerobic dan anaerobik. Degradasi anaerob adalah rangkaian proses dimana mikroorganisme menguraikan material yang bersifat biodegradable (bisa teruraikan) dalam kondisi tanpa oksigen (Winda & Chaerul, 2009). Keuntungan penerapan pengolahan limbah secara anaerobik adalah menghasilkan energi dalam bentuk biogas, lumpur yang
(36)
dihasilkan sedikit, tidak memerlukan lahan yang besar dan tidak membutuhkan energi untuk aerasi. Kekurangannya dalam sistem anaerobik adalah proses pertumbuhan mikroorganismenya lambat dibandingkan mikroorganisme yang tumbuh pada proses aerob (Indriyati, 2002).
Ikbal (2005) menambahkan, dibandingkan dengan biologi aerobik, proses anaerobik mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya ;
• Hemat energi. Pada pengolahan anerobik, proses penguraian polutan-polutan organik oleh mikroba berlangsung pada kondisi tanpa udara, sehingga tidak diperlukan energi untuk menyuplai udara.
• Menghasilkan biogas (gas metana). Salah satu produk akhir hasil penguraian polutan organik adalah gas metana (CH4
• Mampu mengolah limbah organik berkonsentrasi tinggi, yaitu Biological Oxygen Demand (BOD) 80.000 mg.
) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar gas.
• Lumpur organik (surplus sludge) yang dihasilkan lebih sedikit dan dengan mudah dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk organik (kompos).
Proses anaerobik yang terjadi secara umum dibagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap hidrolasi dan fermentasi, tahap pembentukan asam asetat dan tahap pembentukan metana.
a. Hidrolisis dan Fermentasi (Asidogenik)
Hidrolisis dan fermentasi adalah pengubahan senyawa organik yang bersifat kompleks menjadi bentuk sederhana dan bersifat organik terlarut. Pengubahan senyawa ini dilakukan oleh bakteri fermentatif dengan menggunakan enzym yang diproduksi-nya. Senyawa organik yang bersifat
(37)
kompleks, seperti polisakarida dihidrolisa menjadi monosakarida, protein menjadi asam amino dan lemak (lipid) menjadi gliserol dan asam lemak. b. Asetogenik (Pembentukan asam Asetat)
Dalam proses hidrolisis dan asidogenik, selain dihasilkan asam lemak juga terbentuk senyawa-senyawa lain seperti senyawa alkohol, asam organik rantai panjang lain, senyawa unikarbon (HCOOH), dan senyawa multi karbon. Senyawa-senyawa dalam fasa ini diubah menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik sebelum memasuki tahap pembentukan metana.
c. Metanogenik (Pembentukan Gas Metana).
Dalam tahapan pembentukan asetat diatas juga dihasilkan hidrogen. Kedua macam senyawa tersebut merupakan bahan utama pembentuk gas metana. Pembentukan gas metana ini dilakukan oleh bakteri metanogen (Djoko, 2003).
Pada proses pengomposan bekerja berbagai mikroba, semakin banyak mikroba semakin cepat pengomposan berlangsung. Umumnya mikroba dapat bekerja secara optimal pada kelembapan ± 60%. Kelembapan yang tidak sesuai menyebabkan tidak berkembangnya atau bahkan matinya mikroba. Aerasi dapat dilakukan dengan pembalikan, misalnya sekali dalam seminggu tergantung kondisi pengomposan, aerobik atau anaerobik (Suharwaji, 2010)
Pengomposan akan berjalan optimal pada suhu yang sesuai dengan suhu optimum pertumbuhan mikroorganisme perombak. Suhu optimum pengomposan berkisar antara 35–55°C, akan tetapi setiap kelompok mikroorganisme mempunyai suhu optimum yang berbeda sehingga suhu optimum pengomposan merupakan integrasi dari berbagai jenis mikroorganisme (Murbandono, 1993).
(38)
Identifikasi proses degradasi bahan organik pada proses pengomposan dapat dilakukan dengan mengamati terjadinya perubahan pH kompos. Menurut Center for Policy and Implementation Study (1992) dalam Dedy (2011), derajat keasaman (pH) yang dituju adalah 6 – 8,5, yaitu kisaran pH yang pada umumnya ideal bagi tanaman. Hasil dekomposisi bahan organik ini menghasilkan kompos yang bersifat netral sebagai akibat dari sifat-sifat basa bahan organik yang difermentasikan.
Isi Rumen
Ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, domba dan kambing mempunyai lambung yang hampir sama dengan ternak non ruminansia pada saat dilahirkan yaitu abomasums (lambung sejati) masih mendominasi dari total lambung. Akan tetapi setelah bertambahnya umur ternak maka lambung depan pada ternak ruminansia akan lebih cepat dibandingkan dengan abomasumnya. Setelah kelahiran, rumen, reticulum dan omasum berkembang sampai mencapai kesempurnaan dalam fungsinya. Sapi ataupun kerbau yang dewasa maka berat rumennya kurang lebih 80%, reticulum 5%, omasum 7% dan abomasums sebesar 7% dari seluruh lambung yang dimilikinya (Limbang, 2002)
Retikulum mempunyai tiga kutub penghubung, pertama menuju rumen, kedua menghubungkan dengan oesofagus dan retikuloomasal. Fungsi utama retikulum adalah mengontrol perintah aliran pakan dan membentuk jalan pakan kembali ke oesofagus selama proses ruminasi. Rumen merupakan bagian terbesar perut ruminansia yang merupakan tempat terjadinya proses fermentasi. Omasum berperan dalam penyerapan air dan beberapa asam lemak. Omasum memiliki
(39)
abomasum. Digesta dipompa dari omasum langsung ke abomasum. Abomasum berhubungan dengan omasum di bagian depan dan usus halus di bagian belakang. Abomasum memproduksi asam dan merupakan bagian saluran pencernaan tempat awal proteolisis. Hasil pencernaan tersebut akhirnya masuk ke dalam sistem peredaran darah (Collier et all., 1984). Abbas (1987), Kandungan zat-zat makanan isi rumen beberapa daerah di Indonesia (%) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan zat-zat makanan isi rumen beberapa daerah di Indonesia (%)
Zat makan Sapia Sapib Sapic Sapid Sapie Sapie Sapi (padat)
f
Kerbau
aDombabDomba
Air f Protein kasar Lemak kasar Serat kasar BETN Abu Kalsium (Ca) Fospor (P) Besi Silika Energi Brutto (kk/Kg) 8,80 9,64 1,81 24,60 38,40 16,76 1,22 0,29 0,39 - - 9,61 2,03 30,59 28,76 - 0,27 0,49 - - 3380 10,92 8,86 2,60 28,76 41,24 18,54 0,53 0,55 - - - 9,11 10,55 1,75 27,35 37,62 13,62 1,12 0,31 - - - 10.29 8.16 1.23 31.60 32.53 16.19 0.20 0.45 - 12,71 - 10,30 7,70 2,62 35,79 26,43 17,16 0,26 0,54 - 13,24 - 14,63 7,11 1,53 30,84 27,77 18,12 0,27 0,45 - - 3118 7,52 7,37 1,72 23,10 36,10 23,49 0,62 0,58 - - - - 13,38 4,35 33,98 20,31 - 0,68 0,80 - - 3650 8,20 14,41 3,59 24,38 32,97 16,37 0,68 1,08 - - 3577
Sumber : aSihombing dan Simamora (1979) sapi dan kerbau dari RPH Bogor dalam Abbas (1987)
b
Suwandyastuti (1980) sapi dan domba dari RPH Purwokerto dalam Abbas (1987)
c
Rasyid et al. (1981) sapi dari RPH Ujung Padang dalam Abbas (1987)
d
Delmukhlis et al. (1984) sapi dari RPH Padang dalam Abbas (1987)
e
Brata et al. (1985) sapi dari RPH Den pasar dalam Abbas (1987)
fSuhermiyati et al. (1984) sapi an Domba dari RPH Bandung dalam Abbas (1987).
Bakteri Rumen
Sebagian besar bakteri rumen berbentuk cocci kecil, morfologinya tidak dapat dipakai sebagai dasar klasifikasi untuk membedakan species. Sebagai gantinya bakteri rumen diklasifikasikan atas dasar macam substrat yang digunakan sebagai sumber energi utama yaitu:
(40)
a. Bakteri selulolitik
Bakteri ini menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis ikatan
glukosida β 1,4, selulosa dan dimer selobiosa. Sepanjang yang diketahui
tak satupun hewan yang mampu memproduksi enzim selulosa sehingga pencernaan selulosa sangat tergantung pada bakteri yang terdapat di sepanjang saluran pencernaan. Beberapa bakteri selulolitik antara lain adalah Bacteriodes succinogenes, Ruminicoccus flavefaciens, Ruminicoccus albus, Cillobacterium cellulosolvens (Sumatera, 2011). b. Bakteri hemiselulolitik
Hemiselulosa merupakan struktur polisakarida yang penting dalam dinding sel tanaman. Mikroorganisme yang dapat menghidrolisa selulosa biasanya juga dapat menghidrolisa hemiselulosa. meskipun demikian ada beberapa species yang dapat menghidrolisa hemiselulosa tetapi tidak dapat menghidrolisa selulosa. Contoh bakteri hemiselulosa antara lain; Butyrivibrio fibriosolven dan Bacteriodes ruminicola (Sumatera, 2011). c. Bakteri pemakai asam
Beberapa jenis bakteri dalam rumen dapat menggunakan asam laktat meskipun jenis bakteri ini umumnya tidak terdapat dalam jumlah yang berarti. Beberapa jenis bakteri asam laktat yang dapat dijumpai dalam jumlah yang banyak setelah mendapatkan tambahan jumlah makanan butiran adalah Peptostreptococcus bacterium, Propioni bacterium, Selemonas lactilytica (Sumatera, 2011).
(41)
d. Bakteri amilolitik
Beberapa bakteri selulotik juga dapat memfermentasi pati, meskipun demikian beberapa jenis bakteri amilolitik tidak dapat menggunakan atau memfermentasi selulosa. Bakteri amilolitik akan menjadi dominan dalam jumlahnya apabila makanan mengandung pati tinggi. Bakteri amilolitik yang terdapat dalam rumen antara lain, Bakteri amylophilus, Butyrivibrio fibriosolven dan Bacteriodes ruminicola. Beberapa kelompok bakteri lain berdasarkan substratnya adalah kelompok bakteri pemakai gula, bakteri proteolitik, bakteri methanogenik, bakteri lipolitik, dan bakteri ureolitik (Sumatera, 2011).
Protozoa Rumen
Sebagian besar protozoa yang terdapat dalam rumen adalah ciliate meskipun flagellate juga banyak dijumpai. Ciliata merupakan non pathogen dan anaerobic michroorganism. Dari hasil serangkaian studi, diperoleh informasi bahwa diduga ciliate mempunyai peranan sebagai sumber protein dengan keseimbangan kandungan asam amino yang lebih baik dibandingkan dengan bakteri sebagai makanan ternak ruminansia (Sumatera, 2011).
Jamur Rumen
Salah satu ciri khas jamur rumen bila dibandingkan dengan jenis jamur lainnya adalah kebutuhannya akan absolute anaerobic (strictily anaerobic) untuk pertumbuhan dan terbentuknya senyawa hydrogen (H) dalam proses fermentasi selulosa. Siklus kehidupan mikroorganisme dilaporkan berlangsung antara 24-30 jam menandakan bahwa jamur rumen sangat erat kaitannya dengan material yang
(42)
sukar dicerna. Sampai saat ini telah dikenal lebih dari 20 species yang berbeda, meskipun sebagian belum mempunyai nama (Sumatera, 2011).
Air Kelapa
Buah kelapa merupakan komoditas yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Namun air kelapa belum banyak dimanfaatkan. Air kelapa tua hanya mengandung beberapa vitamin dalam jumlah kecil. Kandungan vitamin C hanya 0,7-3,7 mg/100 g air buah, asam nikotinat 0,64 mg/100 ml asam panthonet 0,52 mg/100 ml, biotin 0,02 mg/100 ml, riboflavin 0,01 mg/100 ml, dan asam folat hanya 0,003 mg/100 ml (Palungkun, 2004). Berdasarkan Hasil analisis kimia limbah cair air kelapa disajikan pada Tabel 4. dibawah ini.
Tabel 4. Hasil analisis limbah cair air kelapa
Komposisi Konsentrasi (%)
Air Protein Lemak Karbohidrat Serat Abu
92,70 0,17 0,09 6,97 - 0,45
Sumber : Lilis, dkk., (1996)
Sebutir Kelapa dalam dan hibrida mengandung air kelapa masing-masing 300 dan 230 ml dengan berat jenis rata-rata 1.02 dan pH agak masam, air kelapa dapat digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba, misalnya acetobacter xylinum untuk produksi nata de coco (Hasbullah, 2001).
Laju proses fermentasi anaeraob sangat ditetukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi mikroorganisme, salah faktor-faktor tersebut adalah bahan baku isian. Bakteri anaerob membutuhkan nutrisi sebegai sumber energi. Level nutrisi harus lebih dari konsentrasi optimal yang dibutuhkan oleh bakteri metanogenik,
(43)
karena apabila terjadi kekurangan nutrisi akan menjadi pnghambat bagi pertumbuhan bakteri (Yesung dkk., 2011).
Simon (2005) menambahkan bahwa pertumbuhan mikroba, khususnya mikroba rumen membutuhkan berbagai zat nutrisi dalam jumlah, komposisi dan waktu yang tepat. Seyawa N, karbohidrat, vitamin, mineral, merupakan unsur pertumbuhan mikroba rumen, namun senyawa N dan kabohidrat dibutuhkan dalam jumlah terbesar, dan harus tersedia secara simultan untuk mendorong pertumbuhan mikroba dengan cepat (Simon, 2005). Nutrsi yang terdapat pada air kelapa diharapkan dapat dimafaatkan untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam proses fermentasi.
Penambahan ekstrak kamir (0,025 dan 0,075%) ke medium air kelapa hijau muda dapat meningkatkan pertumbuhan biomassa (37,12 dan 49,18 g/l), kecepatan pertumbuhan biomassa (0,061 dan 0,074/jam), produksi total astaxanthin (4,871 dan 9,442 mg/l), konsentrasi spesifik astaxanthin (118,99 dan 176,56 mg/g biomassa), kecepatan produksi astaxanthin (0,042 dan 0,088/jam), bati astaxanthin (0,236 dan 0,342 mg/g glukosa) dan konsumsi total glukosa (19,84 dan 26,95 g/l) (Timotius, dkk., 2003). Dan dari hasil penelitian Kapahang (2010) juga dihasilkan isolasi bakteri yang berpotensi untuk memproduksi gas metan dari limbah air kelapa.
(44)
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian UMSU, Kecamatan Medan Amplas dengan ketinggian tempat ± 27 meter di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September – November 2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan isi rumen kerbau, limbah air kelapa, bibit Caisim varietas Tasokan. Alat yang digunakan kayu pengaduk, timbangan, thermometer, oven, meteran, leaf area meter, cholofil meter, gembor, alat tulis dan lain-lain.
Metode Penelitian
Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Petak Terbagi-bagi (split split plot design) dengan 3 faktor yaitu :
1. Campuran bahan organik untuk pupuk cair sebagai anak- anak petak K1 = Rumen kerbau : air kelapa (0:0)
K2 = Rumen kerbau : air kelapa (1:1) K3 = Rumen kerbau : air kelapa (2:1) K4 = Rumen kerbau : air kelapa (3:1)
(kandungan unsur hara pada masing-masing campuran bahan organik dapat dilihat pada lampiran 5).
2. Konsentrasi pupuk organik cair sebagai anak petak
P1 = 16,07 % (1 liter pupuk cair dilarutkan dalam 5 liter air) P2 = 9,09 % (1 liter pupuk cair dilarutkan dalam 10 liter air) P3 = 6,25 % (1 liter pupuk cair dilarutkan dalam 15 liter air)
(45)
3. Frekuensi aplikasi pupuk organik cair sebagai petak utama F1 = 3 hari sekali
F2 = 6 hari sekali F3 = 9 hari sekali
Sehingga didapatkan 36 unit percobaan dan diulang sebanyak 2 kali. Pada setiap unit percobaan terdapat 36 tanaman (sampel untuk masing-masing peubah yang diamati dapat dilihat pada lampiran 2).
Analisis Data
Model matematis Rancangan Petak Terbagi-bagi (split split plot design) adalah :
Yijkl = μ + ρl + βj + εij + δk + (βδ)jk + εij + τl + (βτ)jl + (δτ)kl + (βδτ)jkl + ε Dimana :
ijkl
Yijkl
μ = nilai tengah perlakuan
= nilai pengamatan pada blok i, frekuensi aplikasi pupuk cair taraf ke-j, konsentrasi pupuk cair taraf ke-k dan campuran bahan organik taraf ke-l
ρl
β
= Pengaruh blok pada taraf ke-i j
ε
= Pengaruh frekuensi aplikasi pupuk cair pada taraf ke-j ij
δ
= Pengaruh galat pada blok ke-i, dan frekuensi aplikasi pupuk cair taraf ke-j
k
(βδ)
= Pengaruh konsentrasi pupuk cair pada taraf ke-k jk
ε
= Interaksi frekuensi aplikasi pupuk cair taraf ke-j, dan konsentrasi pupuk cair pada taraf ke-k
ij
τ
= Pengaruh galat pada blok ke-i frekuensi aplikasi pupuk cair taraf ke-i dan konsentrasi pupuk cair pada taraf ke-j
l
(βτ)
= Pengaruh campuran bahan organik taraf ke-l jl
(δτ)
= Interaksi frekuensi aplikasi pupuk cair taraf ke-j dan campuran bahan organik taraf ke-l
kl
(βδτ)
= Interaksi konsentrasi pupuk cair taraf ke-k, dan dan campuran bahan organik taraf ke-l
(46)
εijkl
Perlakuan yang menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peubah yang diamati dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan, Pengujian ini bertujuan untuk melihat perbedaan pengeruh setiap perlakuan maupun kombinasi perlakuan terhadap peubah yang diamati
= Pengaruh galat pada blok ke-i, frekuensi aplikasi pupuk cair taraf ke-j, konsentrasi pupuk cair taraf ke-k dan campuran bahan organik taraf ke-l.
Pelaksanaan Penelitian Persiapan Penelitian
a. Pembuatan pupuk organik cair
Persiapan penelitian yang pertama adalah membuat pupuk organik cair. Masing-masing perlakuan campuran bahan organik untuk membuat pupuk cair organik, dibuat sebanyak 30 liter. Rasio campuran bahan organik berupa isi rumen kerbau dan air kelapa dibuat sesuai dengan kombinasi perlakuan, yaitu dengan rasio perbandingan isi rumen kerbau dan air kelapa dengan perbandingan 1:1, 2:1, dan 3:1. Fermentasikan dilakukan selama 4 minggu di dalam wadah yang tertutup rapat, dimana pada penutup wadah dibuat lubang dan diberi pipa yang disalurkan pada wadah yang berisikan air. Fermentasi diaduk-aduk setiap 7 hari sekali. Bahan organik yang telah difermentasi lalu diperas, hingga terpisah antara cairan dan bahan kasar dari campuran bahan organik.
b. Penyemaian benih
Untuk tempat semai, dibuat bedengan dengan lebar 1,5 x 1,5 m. kemudian dilakukan pemberian pupuk organik jerami padi sebanyak 10 ton/ha, dan dibalik-balik dengan mengunakan cangkul. Buat alur-alur dengan jarak antar alur 8-10 cm
(47)
dengan kedalaman 1,5–2 cm, selanjutnya benih ditanam dengan kerapatan 4-5 benih per 1 cm panjang alur. Tutup dengan tipis permukaan bedengan tanah. c. Penyiapan lahan
Gulma dan sisa tanaman dari periode tanam sebelumnya dibersihkan hingga lahan bersih. Tanah dibajak atau cangkul untuk membalik dan memecah agregat tanah. Selanjutnya dibuat bedengan dengan ukuran 150 cm x 150 cm. Jarak antar bedengan 30 cm dan jarak antar ulangan 50 cm. kemudian lakukan pemberian pupuk organik jerami padi sebanyak 10 ton/ha dan dibalik-balik dengan mengunakan cangkul.
d. Penanaman
Setelah bibit berumur 14 hari disemai atau saat tanaman berdaun dua atau tiga, dilakukan pemindahan bibit ke tempat perlakuan. Bibit yang digunakan adalah bibit yang baik pertumbuhannya dan homogen, serta tidak terserang hama penyakit. Bibit ditanam dengan jarak tanam 25 x 25 cm.
e. Pemeliharaan tanaman Penyiraman
Penyiraman dilakukan dua kali setiap hari. Penyiraman untuk pemeliharaan dilakukan pagi dan sore hari.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma yang tumbuh pada pertanaman dengan tangan.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan pada sore hari setelah penyiraman dengan pemberian pupuk cair organik diberikan sesuai dengan perlakuan. Dengan cara pupuk
(48)
cair yang difermentasi diencerkan dalam air sesuai dengan perlakuan dan disiramkan ke tanah sebanyak 20 ml pertanaman. Pemupukan pertama kali dilakukan 1 minggu setelah tanam.
Pada perlakuan K1 dilakukan pemberian pupuk anorganik dengan dosis pupuk SP-36 100 kg/ha, KCl 75 kg/ha dan 150 kg urea/ha. Pupuk SP-36, KCL, dan setengah dari dosis urea diberikan satu kali saat tanam. Pemupukan susulan dilakukan pada umur 15 hari setelah tanam dengan pemberian setengah dosis urea. Pupuk ditebarkan dalam alur disamping tanaman pada jarak 10 cm dari pokok tanaman.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada bibit yang mati atau abnormal sampai tanaman berumur sepuluh hari setelah tanam.
Pengendalian hama penyakit
Pengendalian hama penyakit dikendalikan dengan pestisida nabati, misalnya dari daun nimba. Dengan melihat gejala-gejala yang terjadi dilapangan.
f. Panen
Tanaman caisim dipanen dengan umur 30 hari setelah tanam. Dilakukan dengan mencabut tanaman tersebut dari media tanamnya.
Peubah yang Diamati
1. Jumlah khorofil daun.
Jumlah khorofil daun diukur menggunakan Chorophyll meter. Pengukuran dilakukan pada daun tanaman caisim sampel pada daun atas, tengah dan bawah
(49)
kemudian dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan pada 12 hari setelah tanam (hst), 18 hst, 24 hst dan 30 hst.
2. Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dimulai dari permukaan tanah yang telah diberi patok bambu sampai daun tertinggi. Pengukuran tinggi tanaman diukur pada 12 hst, 18 hst, 24 hst dan 30 hst (panen).
3. Jumlah daun (helai)
Jumlah daun dihitung mulai 12 hst, 18 hst 24 hst dan 30 hst (panen). Daun yang dihitung adalah daun yang sudah berkembang sempurna minimal 2/3 dari daun normal
4. Luas daun (cm2
Luas Daun yang diukur adalah luas daun total dengan menggunakan leaf area meter. Pengamatan dilakukan dengan dengan mengukur luas semua helaian daun yang terbuka sempurna dari tanaman sampel yang telah ditetapkan pada setiap plot. Pengukuran dilakukan pada 12 hari setelah tanam (hst), 18 hst, 24 hst dan 30 hst.
)
5. Laju assimilasi bersih (mg.cm2.hari-1
Nilai laju assimilasi bersih merupakan kemampuan tanaman menghasilkan bahan kering hasil asimilasi tiap satuan luas daun tiap satuan waktu. Dihitung pada umur 12 hari setelah tanam (hst), 18 hst, 24 hst dan 30 hst dengan persamaan sebagai berikut :
��� = (�2− �1 ) ( �2− �1) �
( ���2− ���1) (�2− �1 )
)
Dimana : �1dan �2 = Berat kering tanaman penga matan ke-1 dan ke-2 A1 dan A2
T
= luas daun tanaman ke-1 dan ke-2 1 dan T2 = Waktu pengamatan ke-1 dan ke-2
(50)
6. Laju pertumbuhan relatif (mg.hari-1
Laju pertumbuhan relatif merupakan kemampuan tanaman menghasilkan bahan kering hasil asimilasi tiap satuan bobot kering dalam interval waktu tertentu terhadap berat permulaan. Dihitung pada 12 hari setelah tanam (hst), 18 hst, 24 hst dan 30 hst dengan persamaan sebagai berikut :
���= (lnw2−���1 ) (�2− �1)
)
Dimana : W1 W
= berat kering tanaman pengamatan ke-1 2
T1 = waktu pengamatan 1
= berat kering tanaman pengamatan ke-2
T2 = waktu pengamatan 2 7. Bobot segar tanaman (g)
Penimbangan bobot segar tanaman dilakukan pada saat panen. Tanaman sampel dibersihkan dari akarnya, setelah itu ditimbang bobotnya. Penimbangan bobot Segar tanaman dilakukan pada umur 30 hst atau saat setelah panen 8. Bobot segar per plot (Kg)
Penimbangan bobot segar per plot dilakukan saat panen. Tanaman sampel yang telah dibersihkan dari akarnya, setelah itu ditimbang bobotnya. Kemudian dikonversikan dalam satuan luas plot. Penimbangan bobot Segar Per plot dilakukan pada umur 30 hst atau saat setelah panen
9. Bobot kering tanaman (g)
Tanaman sampel yang telah dibersihkan dari akarnya dicuci dan dibersihkan, kemudian ditempatkan di dalam kertas dan diberi label, lalu dikering ovenkan pada suhu 650C selama 48 jam. Setelah dikeringkan di dalam oven tanaman
(51)
sampel dihitung bobot keringnya. Penimbangan bobot kering dilakukan pada umur 30 hst atau saat setelah panen
10. Indeks panen (%)
Proporsi hasil panen biologis yang ditujukan dalam bentuk hasil panen ekonomis disebut indeks panen (Gardner dkk., 1991). Nichicoporovich (1960) dalam Gardner dkk., (1991), bahwa panen biologis untuk menggambarkan penimbunan berat kering total dari sistem suatu tanaman. Hasil panen ekonomis digunakan untuk menyatakan volume atau berat organ-organ tanaman yang menyusun produk yang bernilai ekonomi.
IP = ������������������
������������������ � 100%
11. Analisis kadar β-karoten (mg β-karoten/100 bahan)
Pengukuran Kadar β-Karoten pada tanaman sawi menggunakan metode spektrofotometri (Anton dkk, 1989), dilakukan pada umur 30 hst atau saat setelah panen.
12. Analisa serapan hara nitrogen tanaman (mg N/tanaman)
Pengukuran serapan hara nitrogen tanaman menggunakan metode Destilasi (Muklis, 2007), dilakukan pada umur 30 hst atau saat setelah panen.
(52)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Klorofil Daun
Hasil pengamatan untuk parameter klorofil daun ditampilkan pada Lampiran 9, 11,13 dan 15, sedangkan sidik ragam pada Lampiran 10, 12, 14 dan 16. Rataan jumlah klorofil daun tanaman caisim pada umur 12, 18, 24 dan 30 hst pada perlakuan campuran bahan organik, konsentrasi pupuk cair dan frekuensi aplikasi pupuk cair ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan jumlah klorofil daun (butir/mm2
Perlakuan
) tanaman caisim pada perlakuan campuran bahan organik, konsentrasi pupuk cair dan frekuensi aplikasi pupuk cair pada berbagai umur tanaman.
Umur tanaman
12 hst 18 hst 24 hst 30 hst Campuran bahan organik (K)
K1 {rumen kerbau : air kelapa (0:0)} 40,441 a 41,611 a 41,885 a 41,617 a K2 {rumen kerbau : air kelapa (1:1)} 39,702 b 40,509 b 40,681 bc 40,109 b K3 {rumen kerbau : air kelapa (2:1)} 39,420 b 40,248 b 40,302 c 39,778 b K4 {rumen kerbau : air kelapa (3:1)} 39,589 b 40,496 b 40,735 b 40,037 b Konsentrasi pupuk cair (P)
P1 (16,07 %) 39,922 a 40,842 a 40,975 40,596
P2 (9,09 %) 39,879 a 40,763 ab 40,867 40,464
P3 (6,25 %) 39,563 b 40,544 b 40,861 40,096
Frekuensi aplikasi pupuk cair (P)
F1 (3 hari sekali) 40,144 41,099 41,274 40,807 a F2 (6 hari sekali) 39,933 40,844 40,838 40,408 ab F3 (9 hari sekali) 39,286 40,206 40,592 39,94 b
Keterangan : angka pada baris yang sama serta pada perlakuan yang sama, yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan
Dari sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan campuran bahan organik (K) berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah klorofil daun pada umur 12, 18, 24 dan 30 hst. Pada Tabel 5, pada umur 12 hingga 30 hst perlakuan pupuk anorganik atau tanpa pemberian campuran bahan organik (K1) menghasilkan jumlah klorofil
(53)
pemberian campuran bahan organik rumen kelapa dan air kelapa dengan perbandingan 2:1 (K3).
Sidik ragam pada perlakuan konsentrasi pupuk cair (P) berpengaruh nyata terhadap jumlah klorofil daun pada umur 12 hst dan 18 hst. Pada umur 12 hst perlakuan konsentrasi 16,07 % pupuk cair nyata menghasilkan jumlah klorofil terbanyak (39,922 butir/mm2
Sidik ragam frekuensi aplikasi pupuk cair (F) berpengaruh nyata terhadap jumlah klorofil daun pada umur tanaman 30 hst. Perlakuan frekuensi aplikasi pupuk cair 3 hari sekali (F1) menghasilkan jumlah klorofil tertinggi (40,807 butir/mm
) yang berbeda nyata dengan konsentrasi 6,25 % pupuk cair (P3), namun berbeda tidak nyata dengan konsentrasi 9,09% (P2). Pada umur 18 hst perlakuan konsentrasi 16,07 % pupuk cair (P1) berbeda nyata dengan konsentrasi 6,25 % pupuk cair (P3), namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan konsentrasi 9,09 % pupuk cair (P2).
2
Interaksi frekuensi aplikasi pupuk cair (F) dengan konsentrasi pupuk organik cair (P), interaksi frekuensi aplikasi pupuk organik cair (F) dengan campuran bahan organik (K), interaksi konsentrasi pupuk cair (P) dengan campuran bahan organik (K) berpengaruh tidak nyata pada pada parameter jumlah klorofil daun pada semua umur tanaman caisim. Interaksi ketiga perlakuan juga berpengaruh tidak nyata pada semua umur tanaman caisim.
) yang berbeda nyata dengan perlakuan frekuensi aplikasi pupuk cair 9 hari sekali (F3), namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan frekuensi aplikasi pupuk cair 6 hari sekali (F2) (Tabel 5).
(54)
Tinggi Tanaman
Hasil pengamatan untuk parameter tinggi tanaman ditampilkan pada lampiran 17, 19, 21 dan 23. Sedangkan sidik ragam pada Lampiran 18, 20, 22 dan 24. Rataan tinggi tanaman caisim pada umur 12, 18, 24 dan 30 hst pada perlakuan campuran bahan organik, konsentrasi pupuk cair dan frekuensi aplikasi pupuk cair ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan tinggi (cm) tanaman caisim tanaman caisim pada perlakuan campuran bahan organik, konsentrasi pupuk cair dan frekuensi aplikasi pupuk cair pada berbagai umur tanaman
Perlakuan Umur tanaman (hst)
12 18 24 30
Campuran bahan organik (K)
K1 {rumen kerbau : air kelapa (0:0)} 14,907 a 22,278 a 32,009 a 42,044 a K2 {rumen kerbau : air kelapa (1:1)} 13,713 b 20,231 b 29,324 b 39,511 b K3 {rumen kerbau : air kelapa (2:1)} 13,481 b 20,380 b 29,093 b 39,046 c K4 {rumen kerbau : air kelapa (3:1)} 13,806 b 20,333 b 29,769 b 39,167 c Konsentrasi pupuk cair (P)
P1 (16,07 %) 14,417 a 21,285 a 30,472 a 40,633 a P2 (9,09 %) 13,819 b 20,792 b 30,417 a 40,083 a P3 (6,25 %) 13,694 b 20,340 c 29,257 b 39,110 b Frekuensi aplikasi pupuk cair (P)
F1 (3 hari sekali) 14,472 21,590 30,972 41,014 F2 (6 hari sekali) 13,805 20,569 29,743 39,675 F3 (9 hari sekali) 13,653 20,257 29,431 39,138
Keterangan : angka pada baris yang sama serta pada perlakuan yang sama, yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan
Hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan campuran bahan organik (K) berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 12, 18, 24 dan 30 hst. Pada Tabel 6 dapat dilihat tinggi tanaman caisim pada umur 12, 18, 24 dan 30 hst perlakuan pupuk organik atau tanpa pemberian campuran bahan organik (K1) menghasilkan tinggi tanaman tertinggi dari perlakuan campuran bahan organik lainnya (K2, K3 dan K4).
(55)
Hasil sidik ragam perlakuan konsentrasi pupuk cair (P) berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 12, 18, 24 dan 30 hst. Tabel 6 menunjukkan, perlakuan konsentrasi pupuk cair 16,07% (P1) berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi pupuk cair lainnya (P2 dan P3) terhadap tinggi tanaman pada umur 12 hst. Pada umur 24 hst dan 30 hst menunjukkan bahwa, perlakuan konsentrasi pupuk cair 16,07% (P1) menghasilkan tinggi tanaman tertinggi yang tidak berbeda tidak nyata dengan konsentrsi pupuk cair 9,09% (P2), namun berbeda nyata dengan konsentrasi pupuk cair 6,25% (P3).
Hasil sidik ragam frekuensi aplikasi pupuk organik cair (F) berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman pada semua umur pengamatan. Interaksi frekuensi aplikasi pupuk organik cair dengan campuran bahan organik (FK) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman caisim pada umur 30 hst, sedangkan interaksi frekuensi aplikasi dengan konsentrasi pupuk cair (FP), interaksi konsentrasi pupuk cair dengan campuran bahan organik (PK), dan interaksi antara ketiga perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman caisim pada semua umur pengamatan tanaman.
Tabel 7. Rataan tinggi tanaman caisim pada interaksi frekuensi aplikasi pupuk cair dan campuran bahan organik (cm) pada umur 30 hst.
Perlakuan Campuran bahan organik (rumen kerbau : air kelapa) K1 (0:0) K2 (1:1) K3 (2:1) K4 (3:1) Frekuensi aplikasi cair
F1 (3 hari seklai) 42,472 a 40,750 bc 40,694 bc 40,139 cd F2 (6 hari sekali) 41,639 ab 39,394 de 38,500 efg 39,167 def F3 (9 hari sekali) 42,022 a 38,389 efg 37,944 g 38,194 fg
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan
(56)
Pada Tabel 7 diatas dapat diketahui bahwa interaksi dari F1K1 (42,472 cm) menghasilkan tinggi tanaman caisim tertinggi daripada interaksi perlakuan lainnya, namun berbeda tidak nyata dengan F3K1 (42,022 cm) dan F2K1 (41,639 cm). Perlakuan tanpa campuran bahan organik (0:0) atau dengan pemberian pupuk anorganik dengan semua taraf frekuensi aplikasi pupuk cair (F1, F2, F3) menghasilkan tinggi tanaman yang saling tidak berbeda nyata. Pada campuran bahan organik rumen kerbau dan air kelapa pada rasio 1:1 (K2) dan 2:1 (K3), dapat diketahui bahwa dengan frekuensi aplikasi pupuk cair 3 hari sekali (F1) nyata menghasilkan tinggi tanaman tertinggi daripada perlakuan frekuensi aplikasi pupuk cair lainnya (F2 dan F3). Tinggi tanaman pada interaksi perlakuan campuran bahan organik dan air kelapa pada rasio 3:1 dengan frekuensi aplikasi pupuk cair 3 hari sekali (F1K4) berbeda nyata terhadap interaksi perlakuan campuran bahan organik dengan rasio 3:1 dengan frekuensi aplikasi pupuk cair 9 hari sekali (F3K4).
Jumlah Daun
Hasil pengamatan untuk parameter jumlah daun tanaman ditampilkan pada Lampiran 25, 27, 29 dan 31. Sedangkan sidik ragam pada Lampiran 26, 28, 30 dan 32. Rataan jumlah daun caisim pada umur 12, 18, 24 dan 30 hst pada perlakuan campuran bahan organik, konsentrasi pupuk cair dan frekuensi aplikasi pupuk cair ditampilkan pada Tabel 8.
Hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan campuran bahan organik (K) berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun tanaman caisim pada semua umur pengamatan. Pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa perlakuan pemberian
(57)
pupuk anorganik atau tanpa campuran bahan organik (K1) berbeda nyata dengan perlakuan campuran bahan organik lainnya (K2, K3, dan K4), sedangkan antara perlakuan campuran bahan organik lainnya (K2, K3 dan K4) saling berbeda tidak terhadap jumlah daun tanaman caisim pada umur 12 hst hingga 30 hst.
Tabel 8. Rataan jumlah daun (helai) tanaman caisim tanaman caisim pada perlakuan campuran bahan organik, konsentrasi pupuk cair dan frekuensi aplikasi pupuk cair pada berbagai umur tanaman.
perlakuan Umur tanaman (hst)
12 18 24 30
Campuran bahan organik (K)
K1 {rumen kerbau : air kelapa (0:0)} 6,481 a 8,185 a 10,167 a 12,185 a K2 {rumen kerbau : air kelapa (1:1)} 5,685 b 7,333 b 9,111 b 11,370 b K3 {rumen kerbau : air kelapa (2:1)} 5,593 b 7,278 b 8,981 b 11,222 b K4 {rumen kerbau : air kelapa (3:1)} 5,593 b 7,296 b 9,241 b 11,389 b Konsentrasi pupuk cair (P)
P1 (16,07 %) 6,000 a 7,653 9,597 a 11,694
P2 (9,09 %) 5,792 b 7,500 9,292 b 11,458
P3 (6,25 %) 5,722 b 7,417 9,236 b 11,472
Frekuensi aplikasi pupuk cair (P)
F1 (3 hari sekali) 6,208 7,778 9,639 11,847
F2 (6 hari sekali) 5,764 7,472 9,306 11,417
F3 (9 hari sekali) 5,542 7,319 9,181 11,361
Keterangan : angka pada baris yang sama serta pada perlakuan yang sama, yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan
Hasil sidik ragam bahwa perlakuan konsentrasi pupuk cair (P) berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun tanaman pada umur 12 hst, dan memberikan pengaruh nyata pada jumlah daun tanaman caisim pada umur 24 hst. Pada Tabel 8 dapat dilihat pada umur 12 hst dan 24 hst, perlakuan konsentrasi pupuk cair 16,07% (P1) nyata menghasilkan jumlah daun terbanyak dari perlakuan konsentrasi pupuk cair lainnya (P2 dan P3), namun antara perlakuan konsentrasi 9,09% (P2) dan konsentrasi 6,25% pupuk cair (P3) saling tidak berbeda nyata terhadap jumlah daun tanaman caisim (Tabel 8). Hasil sidik ragam
(58)
perlakuan frekuensi aplikasi pupuk cair (F) berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun tanaman caisim pada semua umur pengamatan. Interaksi frekuensi aplikasi pupuk cair dengan konsentrasi pupuk cair (FP) berpengaruh nyata pada parameter jumlah daun tanaman caisim pada umur 12 hst.
Tabel 9. Rataan jumlah daun (helai) tanaman caisim pada interaksi frekuensi aplikasi pupuk cair dan konsentrasi pupuk cair pada umur 12 hst.
Perlakuan Konsentrasi pupuk cair
P1 (16,07%) P2 (9,09%) P3 (6,25%) Frekuensi aplikasi pupuk cair
F1 (3 hari sekali) 6,583 a 6,083 b 5,958 bc
F2 (6 hari sekali) 5,792 cd 5,750 cd 5,750 cd
F3 (9 hari sekali) 5,625 de 5,542 de 5,458 e
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan
Tabel 9 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan pemberian pupuk cair dengan frekuensi aplikasi pupuk cair 3 hari sekali dengan konsentrasi pupuk cair 16,07% (F1P1) nyata menghasilkan jumlah daun terbanyak, dan interaksi perlakuan F3P3 menghasilkan jumlah daun yang terendah dari perlakuan lainnya. Pada aplikasi pupuk cair 3 hari sekali dengan konsentrasi pupuk cair 16,07%, berbeda nyata dengan konsentrasi 9,09% dan 6,25% terhadap jumlah daun tanaman caisim. Pada kombinasi perlakuan F2P1, F2P2 dan F2P3 saling berbeda tidak nyata. Dan pada kombinasi perlakuan F3P1, F3P2 dan F3P3 juga saling berbeda tidak nyata terhadap jumlah daun tanaman caisim.
Interakasi frekuensi aplikasi pupuk cair dan campuran bahan organik (FK) berpengaruh nyata pada umur 12 hst. Interaksi konsentrsi pupuk cair dan campuran bahan organik (PK), dan interaksi ketiga perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah daun tanaman caisim pada semua umur pengamatan tanaman. Rataan jumlah daun tanaman caisim pada interaksi
(1)
Lampiran 62. Daftar Sidik ragam Kadar Beta Karoten
SK db JK KT F
Ket
Fhit F.05 F.01
Blok 1 9,844 9,844 5,671 18,51 98,49 tn
F 2 237,021 118,511 68,275 19,00 99,01 *
Error (F) 2 3,4716 1,7358
P 2 20,611 10,305 8,680 4,46 8,65 **
Interaksi
FXP 4 6,4322 1,60804 1,355 3,64 7,01 tn
Error (P) 8 9,4974 1,18718
K 3 388,462 129,487 107,115 2,99 4,68 **
Interaksi
FXK 6 53,809 8,968 7,419 2,49 3,63 **
Interaksi
PXK 6 27,542 4,590 3,797 2,49 3,63 **
Interaksi
FXPXK 12 16,283 1,357 1,122 2,16 2,99 tn
Error (K) 25 30,222 1,209
Total 71 803,194
FK = 4155,97
KK V= 17,34%
KK P= 14,34%
KK J= 14,47%
Ket:**= sangat nyata *= nyata tn= tidak nyata
(2)
Lampiran 63. Rata-rata Analisa Serapan N (gr N/tanaman)
Perlakuan Blok
Total Rataan Frekuensi aplikasi Konsentrasi pupuk cair Campuran bahan organik
I II
F1 P1 K1 0,46 0,38 0,84 0,42
K2 0,43 0,42 0,85 0,42
K3 0,25 0,24 0,48 0,24
K4 0,29 0,35 0,64 0,32
P2 K1 0,29 0,29 0,59 0,29
K2 0,20 0,34 0,55 0,27
K3 0,22 0,27 0,50 0,25
K4 0,28 0,30 0,58 0,29
P3 K1 0,43 0,35 0,78 0,39
K2 0,32 0,24 0,56 0,28
K3 0,26 0,23 0,49 0,25
K4 0,28 0,30 0,58 0,29
F2 P1 K1 0,28 0,38 0,66 0,33
K2 0,19 0,30 0,49 0,25
K3 0,29 0,21 0,50 0,25
K4 0,22 0,34 0,57 0,28
P2 K1 0,29 0,38 0,67 0,33
K2 0,20 0,22 0,42 0,21
K3 0,30 0,28 0,58 0,29
K4 0,28 0,32 0,60 0,30
P3 K1 0,33 0,32 0,65 0,33
K2 0,28 0,22 0,51 0,25
K3 0,27 0,15 0,42 0,21
K4 0,21 0,25 0,46 0,23
F3 P1 K1 0,34 0,31 0,64 0,32
K2 0,20 0,26 0,46 0,23
K3 0,20 0,21 0,41 0,21
K4 0,23 0,22 0,45 0,22
P2 K1 0,41 0,32 0,74 0,37
K2 0,20 0,25 0,45 0,22
K3 0,13 0,30 0,44 0,22
K4 0,24 0,19 0,43 0,22
P3 K1 0,23 0,38 0,62 0,31
K2 0,24 0,19 0,42 0,21
K3 0,19 0,19 0,37 0,19
K4 0,10 0,21 0,31 0,16
Total 9,6 10,1 19,7
Rataan 0,27 0,28 0,27
(3)
Lampiran 64. Daftar Sidik Ragam Analisa Serapan N
SK db JK KT F Ket
Fhit F.05 F.01
Blok 1 0,00 0,00 3,855
F 2 0,06 0,03 25,851 18,51 98,49 tn
Error (F) 2 0,00 0,00 19,00 99,01 *
P 2 0,01 0,01 2,518 4,46 8,65 tn
Interaksi
FXP 4 0,02 0,01 1,783 3,64 7,01 tn
Error (P) 8 0,02 0,00
K 3 0,12 0,04 14,209 2,99 4,68 **
Interaksi
FXK 6 0,02 0,00 1,370 2,49 3,63 tn
Interaksi
PXK 6 0,02 0,00 0,871 2,49 3,63 tn
Interaksi
FXPXK 12 0,02 0,00 0,659 2,16 2,99 tn
Error (K) 25 0,07 0,00
Total 71 0,381
FK = 5,39
KK V= 12,30%
KK P= 19,37%
KK J= 19,74%
Ket:**= sangat nyata *= nyata tn= tidak nyata
(4)
Lampiran 65. Dokumentasi lahan dan pelaksanaan penelitian
(5)
(6)
Lampiran 67. Dokumentasi pelaksanaan fermentasi pupuk cair