Analisis Perhitungan Panas Pada Motor DC Penguatan Shunt Akibat Kerja Terus Menerus (Continuous Duty) Mulai Pada Saat Start Sampai Pengereman
ANALISIS PERHITUNGAN PANAS PADA MOTOR DC
PENGUATAN SHUNT AKIBAT KERJA TERUS MENERUS
( CONTINUOUS DUTY ) MULAI PADA SAAT START
SAMPAI PENGEREMAN
( Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU )
Oleh
MARTUA SITOMPUL
060402002
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, yang merupakan persyaratan untuk menyelesaikan studi di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik USU. Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis mengambil judul :
”ANALISIS PERHITUNGAN PANAS PADA MOTOR DC PENGUATAN SHUNT AKIBAT KERJA TERUS MENERUS
(CONTINUOUS DUTY) MULAI PADA SAAT START SAMPAI PENGEREMAN”
( Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU ) Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Lokot Sitompul dan Derlina Lubis serta abang dan kakak penulis (surung, oloan, anggur, ani, dewi, ros, juri) yang tidak pernah berhenti memberi dukungan, semangat dan doanya kepada saya dengan segala pengorbanan dan kasih sayang yang tidak ternilai besarnya. 2. Bapak Prof.Dr.Ir.Usman S Baafai selaku Ketua Departemen Teknik
Elektro Fakultas Teknik USU.
3. Bapak Rachmad Fauzi, ST, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik USU
(3)
4. Bapak Ir. Sumantri Zulkarnaen, sebagai Dosen Pembimbing Tugas Akhir penulis yang sangat besar bantuannya bagi penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
5. Ibu Ir. Windalina Syafiar, selaku Dosen Wali Penulis yang telah banyak membimbing dan membantu selama masa kuliah sampai penyusunan Tugas Akhir ini.
6. Bapak Ir. Satria Ginting sebagai Kepala Laboratorium Konversi Energi Listrik Fakultas Teknik USU yang telah memberi izin riset di Laboratorium Konversi Energi Listrik.
7. Bapak Ir. Mustafrind Lubis, Ir. Rachman Hasibuan, Ir. Syarifuddin Siregar, Ir.Surya Tarmizi kasim,Msi, Ir.Masykur Sy dan Ir.Zulkarnaen Pane yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir penulis.
8. Keluarga besar Laboratorium Konversi Energi Listrik: Abanganda Isroy Tanjung, ST, Muhammad Iqbal, Ferry R.A Bukit, Kribo(faisal), Ahmad Taufiq,bang eko dan M.Ardiansyah serta Seluruh staff pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Elektro FT-USU.
9. Teristimewa kepada Bapak Khaldun M Badra yang tak pernah berhenti untuk mendukung saya baik motivasi dan materi agar bisa menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.
10.Buat Randi, Azhari, Nasir, Toni, Frans, M.Supen, rozi dan seluruh teman-teman saya di Departemen Teknik Elektro Stambuk 2006 yang tidak dapat di sebutkan satu persatu.
(4)
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik sangat diperlukan dalam mengembangkan isi dari Tugas Akhir ini.
Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi dan juga semua pihak yang membutuhkan.
Medan, Agustus 2010 Penulis
(5)
ABSTRAK
Motor adalah mesin yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanis. Pada motor arus searah energi listrik arus searah diubah menjadi energi mekanis. Dalam dunia industri, motor arus searah banyak digunakan sebagai penggerak pompa air, blower, hoist pada crane.
Akibat kerja motor yang terus – menerus (continuous) maka akan timbul rugi – rugi panas sehingga terjadi kenaikan suhu yang menyebabkan kerusakan isolasi pada motor. Satu siklus kerja motor terdiri dari keadaan start, keadaan steady state dan keadaan berhenti (pengereman). Untuk itu, akan dilakukan perhitungan rugi – rugi panas selama satu siklus kerja dari motor tersebut.
(6)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………i
ABSTRAK……….iv
DAFTAR ISI………..………v
DAFTAR TABEL………...…xii
DAFTAR GAMBAR………..xiii
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang……….…..…1
I.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan………..…2
I.3 Batasan Masalah………2
I.4 Metode Penulisan………..3
I.5 Sistematika penulisan………4
BAB II MOTOR ARUS SEARAH DAN POMPA SENTRIFUGAL II.1 MOTOR ARUS SEARAH...6
II.1.1 Umum...6
II.1.2 Konstruksi Motor Arus Searah...6
II.1.3 Prinsip kerja Motor Arus Searah...9
II.1.4 Reaksi Jangkar...12
II.1.4.1 Pergeseran Sikat (Brush Shifting) ...17
II.1.4.2 Penambahan kutub bantu (interpole) ...18
II.1.4.3 Belitan Kompensasi (Compensating Windings) ...19
II.1.5 Jenis-jenis Motor Arus Searah...20
II.1.5.1 Motor Arus Searah Penguatan Bebas...20
(7)
II.1.5.2.1 Motor Arus Searah Penguatan Seri...22
II.1.5.2.2 Motor Arus Searah Penguatan Shunt...23
II.1.6 Torsi dari Motor DC...24
II.1.6.1 Prinsip Dasar...24
II.1.6.2 Torsi jangkar dari Motor DC...25
II.1.6.3 Torsi Poros dari Motor DC...26
II.1.7 Pengaturan Kecepatan Pada Motor Arus Searah ...27
II.1.8 Karakteristik Motor Arus Searah Penguatan Shunt...29
II.1.8.1 Karakteristik Putaran – Arus Jangkar ( n/ Ia ) ...30
II.1.8.2 Karakteristik Torsi – Arus Jangkar ( T/ Ia ) ...32
II.1.8.3 Karakteristik Torsi – Putaran ( T/n ) ...32
II.2 POMPA SENTRIFUGAL...34
II.2.1 Umum...34
II.2.2 Bagian – Bagian Utama pada Pompa Sentrifugal...34
II.2.3 Prinsip Kerja Pompa Sentrifugal...36
II.2.4 Klasifikasi Pompa Sentrifugal...37
II.2.5 Head Pompa Sentrifugal...38
II.2.5.1 Head Tekanan ...40
II.2.5.2 Head Kecepatan ...41
II.2.5.3 Head Statis Total...41
II.2.5.4 Kerugian Head (Head Losses) ...42
II.2.5.4.1 Mayor head loss (mayor losses) ...42
II.2.5.4.2 Minor head loss (minor losses) ...44
(8)
II.2.6 Kecepatan Spesifik...45
II.2.7 Daya Pompa Sentrifugal...46
II.2.8 Torsi Pompa Sentrifugal...47
BAB III PERHITUNGAN PANAS PADA MOTOR DC PENGUATAN SHUNTAKIBAT KERJA TERUS MENERUS (CONTINUOUS DUTY) MULAI PADA SAAT START SAMPAI PENGEREMAN III.1 Kelas – kelas kerja dari suatu motor... ...48
III.2 Metode menentukan nilai momen inersia (J) ...50
III.2.1 Metode Retardasi Dalam Menentukan Momen Inersia Motor DC (JM) ...50
III.2.1.1 Prinsip Dasar...50
III.2.1.2 Metode Pengukuran Momen Inersia Pada Jangkar (J) ...52
III.2.2 Menentukan Momen Inersia Kopling (JK) ...53
III.2.3 Menentukan Momen Inersia Pompa Sentrifugal (JP) ...53
III.3 Rugi – Rugi Motor Arus Searah Penguatan Shunt...54
III.3.1 Umum...54
III.3.2 Jenis Rugi – Rugi Di Dalam Motor Arus Searah...55
III.3.2.1 Rugi-Rugi Tembaga (Copper losses) ...55
III.3.2.2 Rugi-Rugi Inti (core or iron losses) ...55
III.3.2.3 Rugi-Rugi Mekanis (mechanical losses) ...58
III.3.2.4 Rugi – rugi sikat (brush losses) ...58
(9)
III.4 Metode Perhitungan Panas Pada Motor DC Penguatan Shunt Akibat
Continuous Duty Pada Saat start...60
III.4.1 Prinsip Dasar...60
III.4.2 Waktu Percepatan Pada Saat Start...61
III.4.3 Hubungan Energi (W) Selama Start...62
III.5 Metode Perhitungan Panas Pada Motor DC Penguatan Shunt Akibat Continuous Duty Pada Saat Keadaan Steady State...66
III.6 Metode Perhitungan Panas Pada Motor DC Penguatan Shunt Akibat Continuous Duty Pada Saat Pengereman. ...67
III.6.1 Prinsip Dasar...67
III.6.2 Hubungan Energi (W) Selama pengereman...69
BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN PANAS PADA MOTOR DC PENGUATAN SHUNT AKIBAT KERJA TERUS MENERUS (CONTINUOUS DUTY) MULAI PADA SAAT START SAMPAI PENGEREMAN IV.1 Pengujian Motor DC Shunt dengan Metode Retardasi dan Pengukuran Tahanan Belitan Motor...72
IV.1.1 Umum...72
IV.1.2 Spesifikasi Motor...72
IV.1.3 Peralatan pengujian...72
IV.1.4 Prosedur Percobaan...73
IV.1.4.1 Uji Retardasi dengan Rotor Sendiri tanpa Eksitasi. ...74
IV.1.4.2 Uji Retardasi dengan Roda Pejal tanpa Eksitasi. ...75
(10)
IV.1.4.4 Uji Retardasi dengan Roda Pejal Eksitasi Penuh...76
IV.1.4.5 Pengukuran Tahanan Jangkar Motor...77
IV.1.4.6 Pengukuran Tahanan Medan Shunt Motor...78
IV.1.5 Data Hasil Pengujian...78
IV.1.6 Analisa Data Pengujian...80
IV.1.6.1 Perhitungan Momen Inersia Motor DC Shunt...80
IV.1.6.2 Perhitungan Rugi – Rugi Rotasi Motor DC Shunt...81
IV.2 Perhitungan Momen Inersia Kopling...82
IV.3 Perhitungan Momen Inersia Pompa Sentrifugal...82
IV.4 Metode Perencanaan Instalasi Pompa...83
IV.4.1 Umum...83
IV.4.2 Skema Instalasi Pompa yang Direncanakan...84
IV.4. Penentuan kapasitas...88
IV.4.4 Penentuan Head Pompa pada Instalasi...88
IV.4.4.1 Perbedaan Head Tekanan (ΔHP) ...89
IV.4.4.2 Perbedaan Head Kecepatan (ΔHV) ...89
IV.4.4.3 Perbedaan Head Statis (ΔHS) ...90
IV.4.4.4 Kerugian Head...90
IV.4.4.4.1 Kerugian Head sepanjang Pipa Isap (hIS) ...90
IV.4.4.4.2 Kerugian Head sepanjang Pipa Tekan (hId) ...94
IV.4.5 Perhitungan Motor Penggerak pada Pompa yang digunakan...97
IV.4.6 Putaran Spesifik dan Tipe Impeler...97
(11)
IV.4.7.1 Efisiensi Hidrolis...99
IV.4.7.2 Efisiensi Volumetris ...100
IV.4.7.3 Efisiensi Mekanis...101
IV.4.8 Daya Pompa Pada Instalasi Yang Dirancang ...102
IV.4.9 Torsi Pompa Pada Instalasi Yang Dirancang ...104
IV.4.10 Spesifikasi Pompa yang digunakan pada Instalasi...104
IV.4.11 Hasil Akhir dari Perancangan Instalasi Pompa Sentrifugal...106
IV.5 Karakteristik Operasi Motor DC Penguatan Shunt dan Pompa Sentrifugal...109
IV.5.1 Karakteristik Torsi Vs Putaran Motor DC Penguatan Shunt... 109
IV.5.1.1 Umum...109
IV.5.1.2 Spesifikasi Motor...109
IV.5.1.3 Peralatan Percobaan...110
IV.5.1.4 Rangkaian Percobaan...110
IV.5.1.5 Prosedur Percobaan...111
IV.5.1.6 Data Hasil Percobaan...112
IV.5.1.7 Kurva Karakteristik Torsi Vs Putaran Motor DC Shunt....112
IV.5.2 Karakteristik Torsi Vs Putaran Pompa Sentrifugal... 113
IV.5.2.1 Umum...113
IV.5.2.2 Spesifikasi Motor...113
IV.5.2.3 Peralatan Percobaan...113
IV.5.1.4 Rangkaian Percobaan...113
IV.5.2.5 Prosedur Percobaan...114
IV.5.2.6 Data Hasil Percobaan...115
(12)
IV.5.2 Kurva Karakteristik Operasi Motor DC Shunt Dengan Pompa
Sentrifugal...118
IV.6 Analisis Perhitungan Panas Pada Motor DC Penguatan Shunt Akibat Kerja Terus Menerus (Continuous Duty) Mulai pada saat Start sampai Pengereman...119
IV.6.1 Umum...119
IV.6.2 Spesifikasi Motor DC Shunt Dan Pompa Sentrifugal...121
IV.6.3 Peralatan Percobaan...122
IV.6.4 Rangkaian Percobaan...123
IV.6.5 Prosedur Percobaan...124
IV.6.6 Analisa Data Percobaan...125
IV.6.6.1 Perhitungan Panas Pada Motor DC Penguatan Shunt Akibat Kerja Terus Menerus (Continuous Duty) pada saat Start ...125
IV.6.6.2 Perhitungan Panas Pada Motor DC Penguatan Shunt Akibat Kerja Terus Menerus ( Continuous Duty ) pada keadaan steady sate...129
IV.6.6.3 Perhitungan Panas Pada Motor DC Penguatan Shunt Akibat Kerja Terus Menerus ( Continuous Duty ) pada keadaan Pengereman...132
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...135
V.1 Kesimpulan...135
V.2 Saran...136 DAFTAR PUSTAKA DAN LAMPIRAN
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi impeler menurut putaran spesifik...46
Tabel 4.1 Uji Retardasi dengan Rotor Sendiri tanpa Eksitasi...78
Tabel 4.2 Uji Retardasi dengan Roda Pejal tanpa Eksitasi...78
Tabel 4.4 Uji Retardasi dengan Roda Pejal Eksitasi penuh...79
Tabel 4.3 Uji Retardasi dengan Rotor sendiri Eksitasi penuh...79
Tabel 4.5 Pengukuran Tahanan Jangkar Motor...79
Tabel 4.6 Pengukuran Tahanan Medan Shunt Motor...79
Tabel 4.7 Kekasaran relative (
) dalam berbagai bahan pipa...91Tabel 4.8 Nilai Koefisien K untuk tipe Screwed...93
Tabel 4.9 Perhitungan diameter elbow dengan Koefisien Kerugian ( k ) pada pipa isap...93
Tabel 4.10 Perhitungan nilai koefisien kerugian akibat kelengkapan pipa isap....94
Tabel 4.11 Perhitungan diameter elbow dengan Koefisien Kerugian ( k ) pada pipa tekan...95
Tabel 4.12 Perhitungan nilai koefisien kerugian akibat kelengkapan pipa tekan...95
Tabel 4.13 Hubungan antara kecepatan spesifik dengan efisiensi hidrolis...99
Tabel 4.14 Perhitungan kecepatan spesifik dengan efisiensi hidrolis...100
Tabel 4.15 Hubungan antara kecepatan spesifik dengan efisiensi volumetris....101
Tabel 4.16 Hasil Pengujian Karakteristik Torsi Vs Putaran Motor DC Shunt....112
Tabel 4.17 Hasil Pengujian Karakteristik Torsi Vs Putaran Pompa Sentrifugal...115
(14)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Konstruksi motor arus searah bagian stator...6
Gambar 2.2 Konstruksi motor arus searah bagian rotor...7
Gambar 2.3 Pengaruh penempatan konduktor pengalir arus dalam medan magnet...9
Gambar 2.4 Prinsip kerja motor arus searah...11
Gambar 2.5 Fluksi yang dihasilkan oleh kumparan medan...13
Gambar 2.6 Fluksi yang dihasilkan oleh kumparan jangkar...14
Gambar 2.7 Hasil kombinasi antara fluksi medan dan fluksi jangkar...14
Gambar 2.8 Kurva pemagnetan saat terjadi reaksi jangkar...16
Gambar 2.9 Pelemahan ggm akibat pergeseran bidang netral...18
Gambar 2.10 Motor DC yang dilengkapi dengan kutub bantu...19
Gambar 2.11 Rangkaian ekivalen motor arus searah penguatan bebas...20
Gambar 2.12 Rangkaian ekivalen motor arus searah penguatan seri...22
Gambar 2.13 Rangkaian ekivalen motor arus searah penguatan shunt...23
Gambar 2.14 Suatu pulley yang berputar karena mengalami suatu gaya...24
Gambar 2.15 Karakteristik Putaran – Arus Jangkar Pada Motor DC Shunt...31
Gambar 2.16 Karakteristik Torsi – Arus Jangkar Pada Motor DC Shunt...32
Gambar 2.17 Karakteristik Torsi – Putaran Pada Motor DC Shunt...33
Gambar 2.18 Pompa sentrifugal...34
Gambar 2.19 Gambar jenis – jenis Impeler...36
Gambar 2.20 Prinsip kerja dari pompa sentrifugal...37
Gambar 2.21 Skema Instalasi Pompa...39
Gambar 2.22 Jenis – jenis aliran dalam Pipa...44
Gambar 3.1 Diagram Aliran Daya pada Motor Arus Searah...54
Gambar 3.2 Perputaran jangkar di dalam motor dua kutub...56
Gambar 3.3 (a) Arus pusar di dalam inti jangkar yang padat (b) Arus pusar di dalam inti jangkar yang dilaminasi...57
Gambar 3.4 Start Motor Arus Searah penguatan Shunt secara langsung...61
Gambar 3.5 Rangkaian Pengereman Dinamik...67
Gambar 4.1 Roda Pejal...73
(15)
Gambar 4.3Rangkaian percobaan uji retardasi dengan rotor sendiri tanpa
eksitasi...74
Gambar 4.4 Rangkaian percobaan uji retardasi dengan roda pejal tanpa eksitasi...75
Gambar 4.5 Rangkaian percobaan uji retardasi dengan rotor sendiri eksitasi penuh...76
Gambar 4.6 Rangkaian percobaan uji retardasi dengan roda pejal eksitasi penuh...76
Gambar 4.7 Rangkaian percobaan pengukuran tahanan jangkar...77
Gambar 4.8 Rangkaian percobaan pengukuran tahanan medan shunt...78
Gambar 4.9 Skema Perencanaan Instalasi Pompa...86
Gambar 4.10 Dimensi skema perencanaan instalasi pompa...87
Gambar 4.11 Pompa Sentrifugal...105
Gambar 4.12 Instalasi Akhir Motor DC Shunt dengan Pompa Sentrifugal...106
Gambar 4.13 Tampak Depan Instalasi Motor DC Shunt dengan Pompa Sentrifugal...106
Gambar 4.14 Tampak Samping Kanan Instalasi Motor DC Shunt dengan Pompa Sentrifugal...107
Gambar 4.15 Tampak Samping Kiri Instalasi Motor DC Shunt dengan Pompa Sentrifugal...107
Gambar 4.16 Tangki Atas (Roof Tank)...108
Gambar 4.17 Tangki Bawah (Ground Tank)...108
Gambar 4.18 Rangkaian Percobaan Karakteristik Torsi Vs Putaran Motor DC Shunt...110
Gambar 4.19 Kurva karaktersitik Torsi Vs Putaran Motor DC Shunt...112
Gambar 4.20 Kurva karaktersitik Torsi Vs Putaran Pompa Sentrifugal...117
Gambar 4.21 Kurva karaktersitik operasi Motor DC Shunt dan Pompa Sentrifugal...118
Gambar 4.22 Proses Kerja Motor DC shunt dan Pompa Sentrifugal...119
Gambar 4.23 Stopwatch...122
Gambar 4.24 Meteran...123 Gambar 4.25 Rangkaian Percobaan Perhitungan Panas Pada Motor DC
(16)
Penguatan Shunt Akibat Kerja Terus Menerus (Continuous Duty) Mulai pada saat Start sampai Pengereman...123
(17)
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam operasi dari sebuah motor ada ukuran dan ratingnya. Hal ini dipengaruhi pemanasan pada motor, kondisi beban dan kelas dari kerja, momen inertia dari beban dan kondisi sekeliling. Seperti kita ketahui panas dari sebuah mesin adalah fungsi dari rugi – rugi yang digambarkan sebagai panas.
Pada saat motor DC menerima daya masukan berupa energi listrik dan menghasilkan daya keluaran berupa energi mekanis, tidak seluruh daya masukan ke motor diubah menjadi daya keluaran yang berguna, selalu ada energi yang hilang selama proses pengkonversian energi tersebut. Energi yang hilang tersebut ada yang dikonversikan menjadi panas dan ada yang diserap oleh mesin untuk mengatasi gesekan karena adanya bagian yang berputar di dalam mesin. Rugi-rugi daya dalam bentuk panas ini jika nilainya terlalu besar akan dapat menyebabkan kenaikan temperatur motor yang dapat merusak isolasi dan mempercepat berkurangnya umur ekonomis motor sehingga membatasi daya keluaran motor
Dalam tugas akhir ini, akan dibahas perhitungan panas pada jangkar dari Motor DC penguatan Shunt akibat kerja terus menerus (continous duty) mulai pada saat start sampai pengereman.
(18)
I.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan utama penulisan Tugas Akhir ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan mempelajari secara nyata penggunaan dan pengaturan motor DC penguatan shunt
2. Menganalisa panas pada Motor DC penguatan Shunt akibat kerja terus menerus (continuous duty) mulai pada saat start, operasi normal (steady state) sampai pengereman.
Manfaat Penulisan adalah Memberikan informasi kepada penulis dan pembaca yang lain agar dapat mengetahui perhitungan panas dari Motor DC penguatan Shunt akibat kerja terus menerus (continous duty) mulai pada saat start sampai pengereman. Selain itu dapat pula digunakan sebagai bahan acuan guna pengembangan praktikum Mesin-mesin Listrik dan Konversi Energi Listrik di Laboratorium Konversi Energi Listrik FT – USU.
I.3 Batasan Masalah
Untuk mendapatkan hasil pembahasan yang maksimal, maka penulis perlu membatasi masalah yang akan dibahas. Adapun batasan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah :
1. Kelas kerja motor yang digunakan adalah kelas kerja terus menerus dengan start dan pengereman
2. Tidak membahas pendinginan pada Motor DC Shunt 3. Tidak membahas pompa sentrifugal secara mendetail
4. Tidak menghitung suhu pada motor DC shunt selama satu siklus kerja.
(19)
5. Tidak membahas analisa karakteristik operasi Motor DC shunt dengan Pompa sentrifugal.
6. Pengatur tegangan yang digunakan dalam percobaan adalah pengatur tegangan bolak – balik (PTAC) yang akan disearahkan dengan dioda 3 phasa gelombang penuh sehingga menjadi tegangan DC sesuai yang dibutuhkan Motor DC Shunt.
I.4 Metode Penulisan
Karena Tugas Akhir ini merupakan suatu studi aplikasi, maka penulis mencari dan mengumpulkan bahan-bahan dan data-data yang diperlukan melalui :
1. Studi literature : mengambil bahan dari buku-buku referensi, jurnal dan sebagainya.
2. Penelitian : melakukan penelitian di laboratorium Konversi Energi Listrik Departemen Elektro FT-USU untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan selama penulisan tugas akhir ini.
3. Studi bimbingan : diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak Departemen Teknik Elektro USU mengenai masalah-masalah yang timbul selama penulisan Tugas Akhir berlangsung.
(20)
I.5 Sistematika Penulisan
Tugas Akhir ini disusun berdasarkan sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, manfaat penulisan, metode dan sistematika penulisan.
BAB II : MOTOR ARUS SEARAH DAN POMPA SENTRIFUGAL
Bab ini menjelaskan tentang motor arus searah secara umum, prinsip kerja motor arus searah, konstruksi motor arus searah, reaksi jangkar, jenis-jenis motor arus searah, pengaturan kecepatan pada motor arus searah penguatan shunt, karakteristik pada motor arus searah penguatan shunt. Dan pada pompa sentrifugal akan menjelaskan pompa secara umum, prinsip kerja pompa sentrifugal, bagian – bagian utama dari pompa sentrifugal, prinsip kerja, head pada pompa sentrifugal, kecepatan spesifik, putaran spesifik dan tipe impeler, daya pada pompa sentrifugal, torsi pada pompa sentrifugal.
BAB III :PERHITUNGAN PANAS PADA MOTOR DC PENGUATAN SHUNT AKIBAT KERJA TERUS MENERUS (CONTINUOUS DUTY) MULAI PADA SAAT START SAMPAI PENGEREMAN
Bab ini menjelaskan tentang kelas – kelas kerja dari suatu motor, metode menentukan nilai momen inersia (J) dari motor DC shunt, kopling dan pompa sentrifugal, rugi – rugi pada motor arus searah
(21)
penguatan shunt, metode perhitungan panas pada motor DC shunt akibat Continuous Duty pada saat start, steady state dan pengereman. BAB IV : ANALISIS PERHITUNGAN PANAS PADA MOTOR DC
PENGUATAN SHUNT AKIBAT KERJA TERUS MENERUS (CONTINUOUS DUTY) MULAI PADA SAAT START SAMPAI PENGEREMAN.
Bab ini menjelaskan pengujian motor DC shunt dengan metode retardasi dan pengukuran tahanan belitan motor, perhitungan momen Inersia kopling, perhitungan momen inersia pompa sentrifugal, metode perencanaan instalasi pompa, karakteristik operasi motor DC penguatan shunt dan pompa sentrifugal, menghitung panas pada motor DC shunt akibat kerja terus menerus (continous duty) mulai pada saat start sampai pengereman.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan memberikan kesimpulan dari awal penelitian sampai selesai penelitian.dan saran untuk perbaikan di masa yang akan datang.
(22)
BAB II
MOTOR ARUS SEARAH DAN POMPA SENTRIFUGAL
II.1 MOTOR ARUS SEARAH II.1.1 Umum
Motor arus searah (motor DC) adalah mesin yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Berdasarkan fisiknya motor arus searah secara umum terdiri atas bagian yang diam (stator) dan bagian yang berputar (rotor).
Motor arus searah bekerja berdasarkan prinsip interaksi antara dua fluksi magnetik. Dimana kumparan medan akan menghasilkan fluksi magnet yang arahnya dari kutub utara menuju kutub selatan dan kumparan jangkar akan menghasilkan fluksi magnet yang melingkar. Interaksi antara kedua fluksi magnet ini menimbulkan suatu gaya sehingga akan menimbulkan momen puntir atau torsi.
II.1.2 Konstruksi Motor Arus Searah
Gambar di bawah ini merupakan konstruksi motor arus searah.
(23)
Gambar 2.2 Konstruksi motor arus searah bagian rotor Keterangan dari gambar tersebut adalah :
1. Rangka atau gandar
Rangka motor arus searah adalah tempat meletakkan sebagian besar komponen mesin dan melindungi bagian mesin. Rangka juga berfungsi sebagai tempat mengalirkan fluksi magnet yang dihasilkan oleh kutub-kutub medan. 2. Kutub Medan
Kutub medan terdiri atas inti kutub dan sepatu kutub. Sepatu kutub yang berdekatan dengan celah udara dibuat lebih besar dari badan inti. Adapun fungsi dari sepatu kutub adalah :
a. Sebagai pendukung secara mekanis untuk kumparan medan
b. Menghasilkan distribusi fluksi yang lebih baik yang tersebar di seluruh jangkar dengan menggunakan permukaan yang melengkung.
3. Sikat
Sikat adalah jembatan bagi aliran arus ke lilitan jangkar. Dimana permukaan sikat ditekan ke permukaan segmen komutator untuk menyalurkan arus listrik. Sikat memegang peranan penting untuk terjadinya komutasi.
(24)
4. Kumparan Medan
Kumparan medan adalah susunan konduktor yang dibelitkan pada inti kutub. Rangkaian medan yang berfungsi untuk menghasilkan fluksi utama dibentuk dari kumparan pada setiap kutub. Pada aplikasinya rangkaian medan dapat dihubungkan dengan kumparan jangkar baik seri maupun paralel dan juga dihubungkan tersendiri langsung kepada sumber tegangan sesuai dengan jenis penguatan pada motor
5. Jangkar
Inti jangkar yang umumnya digunakan dalam motor arus searah adalah berbentuk silinder yang diberi alur-alur pada permukaannya untuk tempat melilitkan kumparan jangkar tempat terbentuknya ggl induksi. Inti jangkar terbuat dari bahan ferromagnetik.
6. Kumparan Jangkar
Kumparan jangkar pada motor arus searah merupakan tempat dibangkitkannya ggl induksi. Pada motor DC penguatan kompon panjang kumparan medan serinya diserikan terhadap kumparan jangkar, sedangkan pada motor DC penguatan kompon pendek kumparan medan serinya diparalel terhadap kumparan jangkar.
7. Komutator
Untuk memperoleh tegangan searah diperlukan alat penyearah yang disebut komutator dan sikat. Komutator terdiri dari sejumlah segmen tembaga yang berbentuk lempengan-lempengan yang dirakit ke dalam silinder yang
(25)
terpasang pada poros. Di mana tiap-tiap lempengan atau segmen-segmen komutator terisolasi dengan baik antara satu sama lainnya.
8. Celah Udara
Celah udara merupakan ruang atau celah antara permukaan jangkar dengan permukaan sepatu kutub yang menyebabkan jangkar tidak bergesekan dengan sepatu kutub. Fungsi dari celah udara adalah sebagai tempat mengalirnya fluksi yang dihasilkan oleh kutub-kutub medan.
II.1.3 Prinsip kerja Motor Arus Searah
(a) (b)
(c)
Gambar 2.3 Pengaruh penempatan konduktor pengalir arus dalam medan magnet Setiap konduktor yang dialiri arus mempunyai medan magnet disekelilingnya. Kuat medan magnet yang timbul tergantung pada besarnya arus yang mengalir dalam konduktor.
(26)
H =
l I
N
Lilitan ampere /meter...(2.1) Di mana :
H = Kuat medan magnet (Lilitan ampere/meter) N = Banyak kumparan (Lilitan)
I = Arus yang mengalir pada penghantar (Ampere)
l = Panjang dari penghantar (meter)
Pada gambar 2.3(a) menunjukkan sebuah medan magnet seragam yang dihasilkan oleh kutub-kutub magnet utara dan selatan yang arahnya dari kutub utara menuju kutub selatan. Sedangkan gambar 2.3(b) menggambarkan sebuah konduktor yang dialiri arus searah dan menghasilkan medan magnet (garis-garis gaya fluksi) disekelilingnya.
Jika konduktor yang dialiri arus tersebut ditempatkan di dalam medan magnet seragam, maka interaksi kedua medan akan menimbulkan medan yang tidak seragam seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3 (c). Sehingga kerapatan fluksi akan bertambah besar di atas sebelah kanan konduktor (dekat kutub selatan) dan di bawah sebelah kiri konduktor (dekat kutub utara) sedangkan kerapatan fluksi menjadi berkurang di atas sebelah kiri konduktor dan di bawah sebelah kanan konduktor. Kerapatan fluksi yang tidak seragam ini menyebabkan konduktor di sebelah kiri akan mengalami gaya ke atas, sedangkan konduktor di sebelah kanan akan mengalami gaya ke bawah. Kedua gaya tersebut akan menghasilkan torsi yang akan memutar jangkar dengan arah putaran searah dengan putaran jarum jam.
(27)
Prinsip dasar di atas diterapkan pada motor DC. Prinsip kerja sebuah motor arus searah dapat dijelaskan dengan gambar 2.4 berikut:
Gambar 2.4 Prinsip kerja motor arus searah
Berdasarkan gambar di atas kedua kutub stator dibelitkan dengan konduktor- konduktor sehingga membentuk kumparan yang dinamakan kumparan stator atau kumparan medan. Kumparan medan tersebut dihubungkan dengan suatu sumber tegangan, maka pada kumparan medan itu akan mengalir arus medan (If). Kumparan medan yang dialiri arus ini akan menimbulkan fluksi utama yang dinamakan fluksi stator. Fluksi ini merupakan medan magnet yang arahnya dari kutub utara menuju kutub selatan (hal ini dapat dilihat dengan adanya garis– garis fluksi). Apabila pada kumparan jangkar mengalir arus yakni arus jangkar, berdasarkan hukum Lorentz kita ketahui bahwa apabila sebuah konduktor yang dialiri arus ditempatkan pada sebuah medan magnet maka pada konduktor tersebut akan timbul gaya, maka demikian pula halnya pada kumparan jangkar. Besarnya gaya ini bergantung dari besarnya arus yang mengalir pada kumparan jangkar (I), kerapatan fluksi (B) dari kedua kutub dan panjang konduktor jangkar (l). Semakin besar fluksi yang terimbas pada kumparan jangkar maka arus yang mengalir pada kumparan jangkar juga besar, dengan demikian gaya yang terjadi pada konduktor juga semakin besar.
(28)
Jika arus jangkar (I) tegak lurus dengan arah induksi magnetik (B) maka besar gaya yang dihasilkan oleh arus yang mengalir pada konduktor jangkar yang ditempatkan dalam suatu medan magnet adalah :
F = B . I . l Newton………(2.2) Dimana :
I = Arus yang mengalir pada konduktor jangkar (Ampere) B = Kerapatan fluksi (Weber/m2)
l = Panjang konduktor jangkar (m)
Maka, besar gaya keseluruhan yang ditimbulkan oleh jumlah total konduktor jangkar z adalah :
F z.B.I..l Newton ………(2.3) Gaya yang terjadi pada kumparan jangkar di atas akan menghasilkan torsi yang besarnya adalah :
Ta F.r Newton-meter………(2.4) Maka, Ta z.B.I.l.d/2 Newton- meter…………(2.5)
Apabila torsi start lebih besar dari pada torsi beban maka jangkar akan berputar.
II.1.4 Reaksi Jangkar
Reaksi jangkar merupakan pengaruh medan magnet yang disebabkan oleh mengalirnya arus pada jangkar, di mana jangkar tersebut berada di dalam medan magnet. Reaksi jangkar menyebabkan terjadinya 2 hal, yaitu :
1. Demagnetisasi atau penurunan kerapatan fluksi medan utama. 2. Magnetisasi silang.
(29)
Apabila kumparan medan dialiri oleh arus tetapi kumparan jangkar tidak dialiri oleh arus, maka dengan mengabaikan pengaruh celah udara, jalur fluksi ideal untuk kutub utama dari motor arus searah dua kutub, berasal dari kutub utara menuju kutub selatan seperti pada gambar 2.5 berikut ini [ B.L.Theraja hal 605] :
Gambar 2.5 Fluksi yang dihasilkan oleh kumparan medan Dari gambar 2.5 dapat dijelaskan bahwa :
Fluksi didistribusikan simetris terhadap bidang netral magnetis. Sikat ditempatkan bertepatan dengan bidang netral magnetis.
Bidang netral magnetis didefinisikan sebagai bidang di dalam motor di mana konduktor bergerak sejajar dengan garis gaya magnet sehingga gaya gerak listrik induksi konduktor pada bidang tersebut adalah nol. Seperti yang terlihat dari gambar 2.5 sikat selalu ditempatkan di sepanjang bidang netral magnetis. Oleh karena itu, bidang netral magnetis juga disebut sebagai sumbu komutasi karena pembalikan arah arus jangkar berada pada bidang tersebut. Vektor OFM mewakili besar dan arah dari fluksi medan utama, di mana vektor ini tegak lurus terhadap bidang netral magnetis.
Sewaktu hanya konduktor jangkar saja yang dialiri oleh arus listrik sementara kumparan medan tidak dieksitasi, maka disekeliling konduktor jangkar
U
S
O M
Bidang Netral Magnetis
Sikat
(30)
timbul ggm atau fluksi. Gambaran arah garis gaya magnet ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut ini [ B.L.Theraja hal 606] :
Gambar 2.6 Fluksi yang dihasilkan oleh kumparan jangkar
Penentuan arah dari garis gaya magnet yang diakibatkan oleh arus jangkar ditentukan dengan aturan putaran sekrup (cork-screw rule). Besar dan arah garis gaya magnet tersebut diwakili oleh vektor OFA yang sejajar dengan bidang netral magnetis. Pada prakteknya, sewaktu mesin beroperasi maka konduktor jangkar dan konduktor medan sama- sama dialiri oleh arus listrik, distribusi fluksi resultan diperoleh dari menggabungkan kedua fluksi tersebut. Oleh karena itu distribusi fluksi medan utama yang melalui jangkar tidak lagi simetris tetapi sudah mengalami pembelokan saat mendekati konduktor yang dialiri arus tersebut. Hal tersebut dikarenakan pengaruh fluksi jangkar yang dapat dilihat dari gambar 2.7 berikut ini [ B.L.Theraja hal 606] :
Gambar 2.7 Hasil kombinasi antara fluksi medan dan fluksi jangkar
U
S
Bidang Netral Magnetis
O
A
(31)
Fluksi yang dihasilkan oleh gaya gerak magnet (ggm) jangkar menentang fluksi medan utama pada setengah bagian dari salah satu kutubnya dan memperkuat fluksi medan utama pada setengah bagian yang lain. Hal ini jelas akan menyebabkan penurunan kerapatan fluksi pada setengah bagian dari salah satu kutubnya dan terjadi kenaikan pada setengah bagian yang lain di kutub yang sama. Efek dari intensitas medan magnet atau lintasan fluksi pada jangkar yang memotong lintasan fluksi medan utama ini disebut sebagai reaksi jangkar magnetisasi-silang (cross-magnetization).
Magnetisasi-silang ini juga menyebabkan pergeseran bidang netral. Pada Gambar 2.7 terlihat bahwa vektor OFr merupakan resultan vektor OFA dan OFM, serta posisi bidang netral magnetis yang baru, di mana selalu tegak lurus terhadap vektor OFr. Bidang netral magnetis motor yang baru bergeser sejauh karena posisi bidang netral magnetis ini selalu tegak lurus terhadap vektor OF. Dengan pergeseran bidang netral ini maka sikat juga akan bergeser sejauh pergeseran bidang netral magnetis. Hal ini dapat menimbulkan bunga api di segmen komutator dekat sikat.
Kebanyakan mesin listrik bekerja pada kerapatan fluksi yang dekat dengan titik jenuhnya, sehingga dapat menimbulkan kejenuhan magnetik. Pengaruh kejenuhan magnetik terhadap fluksi medan utama dapat dijelaskan dengan bantuan gambar 2.8 sebagai berikut:
(32)
Gambar 2.8 Kurva pemagnetan saat terjadi reaksi jangkar
Misalkan fluks sebesar Ox adalah fluksi dihasilkan medan utama tanpa dipengaruh reaksi jangkar. Misalkan pula dengan adanya reaksi jangkar pertambahan-pengurangan kuat medan magnet (ggm) yang terjadi pada kutub medan sebesar B ampere-lilitan. Pada lokasi di permukaan kutub di mana gaya gerak magnet (ggm) rotor menambahkan ggm kutub terjadi penambahan kerapatan fluks sebesar xy. Sedangkan pada lokasi permukaan kutub di mana ggm rotor mengeliminir ggm kutub terjadi penurunan kerapatan fluksi sebesar xz, di mana harga xz lebih besar dari pada xy. Oleh karena itu, penjumlahan rata-rata kerapatan fluks yang terjadi adalah kerapatan fluks kutub yang semakin berkurang. Hal inilah yang disebut sebagai efek demagnetisasi reaksi jangkar dan perlu dicatat bahwa demagnetisasi timbul hanya karena adanya saturasi magnetik.Untuk mengatasi reaksi jangkar ada tiga cara yang dapat dilakukan, yaitu
O Φ
ggm z
x y
(33)
II.1.4.1 Pergeseran Sikat (Brush Shifting)
Ide dasarnya adalah dengan memindahkan sikat seirama dengan perpindahan bidang netral untuk menghindari percikan bunga api yang timbul. Namun dalam penerapannya hal ini cukup sulit karena jarak perpindahan bidang netralnya sangat ditentukan oleh besarnya beban yang dipikul, maka jarak perpindahan bidang netralnya pun berpindah, sehingga sikat harus juga diubah setiap saat, seirama dengan perubahan jarak perpindahan bidang netral. Selain itu pergeseran sikat akan memperburuk melemahnya fluks akibat reaksi jangkar mesin, selain dengan metode ini mesin arus searah tidak dimungkinkan untuk bekerja sebagai generator (akan menimbulkan percikan api yang lebih besar), dan sangat tidak ekonomis terutama untuk mesin-mesin berukuran kecil.
Adapun efek diperburuknya fluks akibat reaksi jangkar dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut ini. Pada gambar 2.9 (a) diperlihatkan kondisi ketika bidang netral mesin bergeser (lihat gambar segitiga ggm-nya), sedangkan pada gambar 2.9(b) terlihat bidang netral yang bergeser disertai dengan bergesernya sikat mesin. Akibat pergeseran tersebut (lihat gambar segitiga ggm-nya), terlihat ggm resultannya melemah sedemikian rupa.
(34)
(a) (b) Gambar 2.9 Pelemahan ggm akibat pergeseran bidang netral
II.1.4.2 Penambahan kutub bantu (interpole)
Ide dasar penambahan kutub bantu (interpole) yaitu jika tegangan pada kawat-kawat yang sedang melakukan proses komutasi penyearahan dibuat nol, maka tidak akan terdapat percikan bunga api pada sikat-sikat mesin tersebut. Untuk itu, kutub-kutub kecil yang disebut kutub komutasi ditempatkan ditengah-tengah diantara kutub-kutub utama. Interpole ini dihubungkan seri terhadap kumparan rotor. Sehingga dengan adanya fluks dari interpole ini akan dapat mencegah/mengurangi adanya tegangan yang muncul pada kawat-kawat yang sedang melakukan proses komutasi.
Ketika beban yang dipikul mesin meningkat dan arus rotor pun meningkat, besarnya perubahan/ pergeseran bidang netral meningkat pula. Hal tersebut akan menyebabkan timbulnya tegangan pada konduktor-konduktor yang sedang melakukan komutasi. Pada saat itu fluks interpole juga meningkat, menghasilkan tegangan pada konduktor-konduktor tersebut dan berlawanan dengan tegangan yang timbul akibat pergeseran bidang netral.
(35)
Jangkar
U S
-+
IA
IA
VT
Gambar 2.10 Motor DC yang dilengkapi dengan kutub bantu
II.1.4.3 Belitan Kompensasi (Compensating Windings)
Belitan kompensasi ini dihubungkan seri terhadap kumparan, rotor belitan ini bertujuan untuk mengurangi penyimpangan yang timbul akibat reaksi jangkar. Fluks yang ditimbulkan oleh reaksi jangkar diimbangi oleh fluks yang ditimbulkan oleh belitan kompensasi yang besarnya sama dan berlawanan. Ketika beban berubah, maka reaksi jangkar yang berubah akan selalu diimbangi oleh fluks belitan kompensasi, sehingga bidang netralnya tidak bergeser.
Teknik ini memiliki kelemahan karena mahal harganya, dan juga masih memerlukan interpole untuk mengatasi tegangan yang tidak dapat diatasi oleh belitan kompensasi. Karenanya teknik ini digunakan untuk motor-motor yang bekerja ekstra berat, dimana pelemahan fluks akan menjadi masalah yang serius.
(36)
II.1.5 Jenis-jenis Motor Arus Searah
Jenis-jenis motor arus searah dapat dibedakan berdasarkan jenis penguatannya, yaitu hubungan rangkaian kumparan medan dengan kumparan jangkar. Sehingga motor arus searah dibedakan menjadi :
1. Motor arus searah penguatan bebas 2. Motor arus searah penguatan sendiri
II.1.5.1 Motor Arus Searah Penguatan Bebas
Motor arus searah penguatan bebas adalah motor arus searah yang sumber tegangan penguatannya berasal dari luar motor. Di mana kumparan medan disuplai dari sumber tegangan DC tersendiri. Rangkaian ekivalen motor arus searah penguatan bebas dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
+
-E
a
R
a Vf
V
t
Ia I
f
+
-Rf
Gambar 2.11 Rangkaian ekivalen motor arus searah penguatan bebas Dari rangkaian tersebut berdasarkan hukum Kirchoff tentang tegangan diperoleh persamaan:
Vt = Ea + Ia.Ra + Vsikat ………..(2.6) Vf = If . Rf ……….……….…..(2.7) Dimana:
Vt = tegangan terminal jangkar motor arus searah (volt) Ra = tahanan jangkar (ohm)
(37)
Vf = tegangan terminal medan penguatan bebas (volt) Rf = tahanan medan penguatan bebas (ohm)
Ea = gaya gerak listrik motor arus searah (volt) Vsikat = jatuh tegangan pada sikat (volt)
Umumnya jatuh tegangan pada sikat relatif kecil sehingga besarnya dapat diabaikan. Dan untuk rumus selanjutnya Vsikat ini diabaikan.
II.1.5.2 Motor Arus Searah Penguatan Sendiri
Motor arus searah penguatan sendiri adalah motor arus searah yang sumber tegangan penguatannya berasal dari motor itu sendiri. Dimana kumparan medan berhubungan langsung dengan kumparan jangkar. Kumparan medan dapat dihubungkan secara seri maupun paralel dengan kumparan jangkar. Dan juga dapat dihubungkan dengan keduanya,yaitu secara seri dan paralel, tergantung pada jenis penguatan yang diberikan terhadap motor.
Motor arus searah penguatan sendiri terdiri atas: 1. Motor arus searah penguatan seri
2. Motor arus searah penguatan shunt
3. Motor arus searah penguatan kompon panjang 4. Motor arus searah penguatan kompon pendek
(38)
II.1.5.2.1 Motor Arus Searah Penguatan Seri
Rangkaian ekivalen motor arus searah penguatan seri adalah sebagai berikut:
Rs
Vt +
-Ea Ra
Ia IL
+
-IS
Gambar 2.12 Rangkaian ekivalen motor arus searah penguatan seri
Pada motor arus searah penguatan seri, kumparan medan dihubungkan secara seri dengan rangkaian jangkar. Oleh sebab itu arus yang mengalir pada kumparan medan seri sama dengan arus yang mengalir pada kumparan jangkar. Persamaan - persamaan yang berlaku pada motor arus searah penguatan seri adalah:
Vt = Ea + Is.Rs + Ia. Ra ………..(2.8) Karena, IL= Ia = Is
Maka Vt = Ea + Ia (Ra + Rs) ………(2.9) Dimana :
Is = arus kumparan medan seri (Ampere) Rs = tahanan medan seri (ohm)
(39)
II.1.5.2.2 Motor Arus Searah Penguatan Shunt
Rangkaian ekivalen motor arus searah penguatan shunt ditunjukkan pada gambar di bawah:
+
-Vt E
a
Ra Ia IL
+ -Rsh
Ish
Gambar 2.13 Rangkaian ekivalen motor arus searah penguatan shunt
Pada motor shunt kumparan jangkar dihubungkan langsung pada terminal sehingga paralel dengan kumparan jangkar.
Persamaan - persamaan yang berlaku pada motor shunt adalah:
Vt = Ea + Ia.Ra ………(2.10)
sh
I =
sh t R
V
……….………(2.11) IL = Ia + Ish ………...…(2.12) Dimana :
Ish = arus kumparan medan shunt (Ampere) Rsh = tahanan medan shunt (Ohm)
(40)
II.1.6 Torsi dari Motor DC II.1.6.1 Prinsip Dasar
Torsi adalah putaran atau pemuntiran dari suatu gaya terhadap suatu poros. Ini diukur dengan hasil kali gaya itu dengan jari – jari lingkaran dimana gaya tersebut bekerja. Gambar dibawah ini menunjukkan suatu pulley dengan jari – jari r bekerja suatu gaya F newton yang menyebabkan benda berputar dengan kecepatan n putaran per detik.
Torsi = F x r Newton – meter (N-m).
Usaha yang dilakukan oleh gaya tersebut pada suatu putaran [ B.L. Theraja hal.666 ] :
= gaya x jarak
= F x 2 r Joule ………...…(2.13)
Gambar 2.14 Suatu pulley yang berputar karena mengalami suatu gaya Daya yang dibangkitkan adalah,
= F x 2 r x n Joule/detik
= (F x r) 2 n Joule/detik ……….…(2.14) Jika : 2 n = kecepatan sudut ()dalam rad/detik
F x r = torsi T, maka daya yang dibangkitkan = T x Joule/detik
(41)
II.1.6.2 Torsi jangkar dari Motor DC
Di dalam motor DC, setiap konduktor di bagian permukaan jangkar akan mengalami gaya F pada suatu jarak r yang merupakan jari jari jangkar. Dengan demikian, masing – masing konduktor menghasilkan suatu torsi yang cenderung untuk memutar. Jumlah seluruh torsi yang dihasilkan oleh konduktor jangkar dikenal dengan torsi jangkar (Ta). Jika pada suatu motor DC :
r = rata – rata jari – jari jangkar dalam meter
l = panjang efektif masing – masing konduktor dalam meter
Z = jumlah total konduktor jangkar
i = arus dalam setiap konduktor = Ia/A dalam ampere B = rapat fluks rata- rata dalam weber/meter2
= fluks per kutub dalam weber
P = jumlah kutub
Maka gaya pada setiap konduktor, F = B i l ………...….…(2.16) Torsi yang dihasilkanoleh suatu konduktor = F x r Newton-meter
Torsi jangkar, Ta = Z F r Newton-meter
Ta = Z B i l Newton-meter (2.17) Sekarang i = Ia/A, B = /a dimana a adalah luas penampang jalur fluks per kutub pada jari – jari r. jelasnya, a = 2 r
p
1
Maka Ta = Z x lxr A I a
a ( ) )
( ….(2.18)
= Z x lxr
A I a
a ( ) ) (
(42)
= A P I Z a
2 N-m
Atau Ta = 0,159 ( )
A P
ZIa Nm….(2.19) Karena Z, P dan A nilainya selalu tetap, maka :
Ta ~ Ia
Karena itu torsi didalam motor DC berbanding langsung dengan fluks per kutub dan arus jangkar. Untuk motor DC shunt, besarnya fluks relative konstan sehingga :
Ta ~ Ia...…...(2.20) Ekspresi lainnya untuk menyatakan besarnya torsi jangkar yaitu :
Ea =
A zn P 60 ...….(2.21) A zn P = n Ea 60
Dari persamaan (2.35) di atas diperoleh persamaan untuk Ta yaitu [ B.L. Theraja hal 667 ] :
Ta = 0,159 x
n Ea 60 x Ia
Atau Ta = 9,55 x n
I Ea a
N-m...(2.22)
II.1.6.3 Torsi Poros dari Motor DC
Torsi yang dapat dimanfaatkan pada poros motor untuk melakukan usaha yang berguna dikenal dengan torsi poros. Ini dilambangkan dengan Tsh. Torsi total yang dibangkitkan didalam jangkar motor tidak semuanya dapat digunakan pada
(43)
poros karena sebagiannya hilang untuk mengatasi rugi – rugi besi dan gesek didalam motor. Dengan demikian, torsi poros Tsh lebih kecil nilainya dibandingkan torsi jangkar Ta. Selisih Ta - Tsh disebut rugi – rugi torsi (torque losses).
Jelasnya, Ta - Tsh = 9,55 x
n
gesek rugibesi
Rugi
...(2.23) Tsh dapat dihitung dengan cara sebagai berikut [ B.L. Theraja hal 667 ]:
Daya keluaran dalam Watt ( Pout ) = Pin - ∑ rugi - rugi
Sehingga Tsh =
60 / 2 Watt dalam keluaran Daya n
N-m
Atau Tsh=
n Watt dalam keluaran Daya 55 ,
9 N-m...(2.24)
II.1.7 Pengaturan Kecepatan Pada Motor Arus Searah
Sebagaimana telah diketahui bahwa di dalam motor DC berlaku persamaan [ V.K dan Rohit Mehta hal 337] :
Ea = Vt – IaRa Dimana Ea =
A 60 n Z P Sehingga A 60 n Z P
= Vt – IaRa...(2.25)
Atau n =
PZA R I Vt a a 60
Atau n = K
a a t I R Vdi mana K =
PZ A 60
...(2.26) Tetapi Vt – IaRa = Ea
(44)
Maka n = K
a E
Atau n ~
a E
...(2.27) Dimana : T = torsi (Newton – meter)
K = konstanta (bergantung pada ukuran fisik motor) = fluksi setiap kutub (Weber)
a
I = arus jangkar (Ampere) P = jumlah kutub
Z = jumlah konduktor A = cabang paralel
Dengan demikian di dalam motor DC , kecepatan berbanding lurus dengan GGL balik Ea dan berbanding terbalik dengan fluks per kutub Φ.
Umumnya pada setiap motor, torsi dan kecepatan merupakan faktor yang sangat penting. Ketika torsi meningkat, kecepatan motor akan berkurang dan sebaliknya. Telah diketahui bahwa untuk motor DC berlaku [ B.L.Theraja hal 691] :
n = K
a a t IR V
= K
a E
Ta ~ Ia
Jika fluks berkurang, dari persamaan (2.27), kecepatan motor akan meningkat tetapi dari persamaan (2.19), torsi motor berkurang. Hal ini tidak mungkin karena kecepatan motor seharusnya hasil dari peningkatan torsi. Tentu saja, memang begitu didalam kasus ini. Ketika fluks berkurang sedikit, arus jangkar menjadi semakin besar. Begitu juga sebaliknya, karena adanya pelemahan medan, torsi meningkat sesaat ke suatu nilai yang cukup tinggi bahkan melebihi torsi beban
(45)
motor. Kelebihan torsi tersebut menyebabkan motor mengalami percepatan dan GGL balik juga meningkat. Kecepatan motor yang stabil akhirnya dicapai ketika GGL balik telah telah meningkat sampai ke suatu nilai dimana arus jangkar
Ia Vt Ea /Ra
dapat membangkitkan torsi yang cukup untuk memikulbeban.
II.1.8 Karakteristik Motor Arus Searah Penguatan Shunt
Karakteristik dari suatu motor layak diketahui, karena karakteristik dari suatu motor akan mencerminkan performansi (unjuk kerja) dari motor listrik tersebut selama kondisi operasinya. Pada motor arus searah penguatan shunt terdapat tiga karakteristik yakni antara lain: Karakteristik Torsi dan Arus Jangkar, Karakteristik Putaran dan Arus Jangkar, dan Karakteristik Torsi dan Putaran. Persamaan dasar motor DC adalah
m m a a ZP a ZP E 2 2 .
Ea Kam
a ZP Ka 2 Sebagaimana telah diketahui
a a
m
e E I
T 1 .
a e I a ZnP n T . 2 1 a e I a PZ
T . .
2
a a
e K I
(46)
Pada motor DC emf yang timbul dalam jangkar dinamakan back emf atau
counter emf. Untuk motor DC, tegangan sumber atau suplai selalu tetap.
Pada motor DC shunt untuk tegangan suplai konstant maka If juga konstant. Pada Arus Jangkar Ia yang kecil pengaruh demagnetisasi dari reaksi jangkar biasanya dapat diabaikan sehingga besar fluksi pada celah udara tidak terpengaruh. Untuk Ia yang besar pengaruh demagnetisasi dari reaksi jangkar akan mengurangi besar fluksi celah udara sedikit.
a a m K E a a t a V I R
E
a a a t m K R I V ...(2.28)
II.1.8.1 Karakteristik Putaran – Arus Jangkar ( n/ Ia )
Untuk Motor Arus Searah berlaku : Ea = Vt - IaRa
Dimana Ea = Ka.. Maka Ka.. = Vt - IaRa Dimana ≈ If
Dengan harga If yang konstan maka Ka, , Vt dan Ra merupakan konstanta sehingga diperoleh a a a t m K R I V
Dengan Vt dan If yang konstan maka kecepatan putaran motor hanya dipengaruhi oleh perubahan IaRa drop dan dipengaruhi oleh demagnetisasi dari
(47)
reaksi jangkar. Dengan bertambahnya Ia, maka pengaruh dari demagnetisasi reaksi jangkar akan bertambah besar yang akan berkurangnya besar fluksi medan penguatan maka kecepatan motor akan bertambah besar. Tetapi dengan bertambahnya Ia, maka besar IaRa akan bertambah sehingga besar Vt - IaRa akan berkurang, akibatnya terjadi pengurangan besar fluksi medan maka putaran motor DC shunt akan berkurang, dengan bertambah besarnya Ia akan jatuh (berkurang) sedikit dari mo = kecepatan putaran pada beban nol. Karena pada beban nol Ia sama dengan kecil sekali,maka :
a t m
K V
0 ...(2.29)
Dan pada kasus bila pengaruh reaksi jangkar diabaikan maka :
a a a t m
K R I V
...(2.30)
Diperoleh : Ka. = konstan, sehingga kecepatan putaran motor akan jatuh lebih cepat dengan bertambahnya Ia [ P.S. Bimbhra hal 471].
(48)
II.1.8.2 Karakteristik Torsi – Arus Jangkar ( T/ Ia )
Dari rumus Te = Ka.. Ia menunjukkan jika fluksi adalah konstan (pada motor DC shunt), maka besar torsi akan bertambah secara linear dengan bertambahnya Ia. Tetapi bila Ia bertambah maka besar fluksi akan berkurang karena pengaruh demagnetisasi dari reaksi jangkar sehingga kurva karakteristik Torsi – Arus jangkar akan bias atau mengalami pembelokan dari kurva garis lurus [P.S. Bimbhra hal 471] :
Gambar 2.16 Karakteristik Torsi – Arus Jangkar Pada Motor DC Shunt
II.1.8.3 Karakteristik Torsi – Putaran ( T/n )
Karakteristik putaran torsi disebut juga sebagai karakteristik mekanik dan pada kondisi steady state (nominal) dapat diperoleh sebagai berikut :
a a m
K E
sedangkan Ea Vt IaRa
Maka
a a a t m
K R I V
...(2.31)
Tetapi Te Ka..Ia sehingga
a
e a
K T I
(49)
a a a t m K R I V Sehingga a a e t a m K R T V K 1 2 2 a e a a t m K T R K V 2 2 0 a e a m m K T R ...(2.32)
Maka dapat dilihat dengan pertambahan Te kecepatan putaran akan turun. Sehingga untuk Te lebih besar, Ia lebih besar dibutuhkan, sehingga akan mengurangi besar fluksi celah udara () yang disebabkan karena kejenuhan dan reaksi jangkar. Maka dengan Te bertambah maka akan berkurang. 2
e
T
bertambah dengan perbandingan yang lebih cepat dan putaran dari motor akan turun lebih cepat dibandingkan dengan kenaikan torsi mesin seperti diperlihatkan gambar di bawah ini. Jika pengaruh reaksi jangkar diabaikan maka (Ka.)2 nilainya konstan sehingga kecepatan putaran akan berkurang dengan lambat seiring Pertambahan Te [P.S. Bimbhra hal 471]:
(50)
II.2 POMPA SENTRIFUGAL II.2.1 Umum
Pompa adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan zat cair dari tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi dengan cara menaikkan tekanan cairan tersebut. Kenaikan tekanan cairan digunakan untuk mengatasi hambatan-hambatan pengaliran berupa perbedaan tekanan, ketinggian atau hambatan-hambatan gesek. Gaya sentrifugal adalah sebuah gaya yang timbul akibat adanya gerakan sebuah benda atau partikel melalui lintasan lengkung (melingkar). Maka, pompa sentrifugal adalah suatu pompa kerja dinamis yang menggunakan impeller yang berputar untuk meningkatkan tekanan fluida.
II.2.2 Bagian – Bagian Utama pada Pompa Sentrifugal
Secara umum bagian – bagian utama dari pompa sentrifugal dapat dilihat seperti gambar berikut [ Pompa A hal 32] :.
(51)
A. Stuffing Box
Stuffing Box berfungsi untuk mencegah kebocoran pada daerah dimana poros pompa menembus casing.
B. Packing
Digunakan untuk mencegah dan mengurangi bocoran cairan dari casing pompa melalui poros.
C. Shaft (poros)
Poros berfungsi untuk meneruskan momen puntir dari penggerak selama beroperasi dan tempat kedudukan impeller dan bagian-bagian berputar lainnya. D. Shaft sleeve
Shaft sleeve berfungsi untuk melindungi poros dari erosi, korosi dan keausan pada stuffing box.
E. Vane
Sudu dari impeller sebagai tempat berlalunya cairan pada impeller. F. Casing
Merupakan bagian paling luar dari pompa yang berfungsi sebagai pelindung elemen yang berputar, tempat kedudukan diffusor, inlet dan outlet nozel serta tempat memberikan arah aliran dari impeller dan mengkonversikan energi kecepatan cairan menjadi energi dinamis.
G. Eye of Impeller
Bagian sisi masuk pada arah isap impeller. H. Impeller
Impeler adalah roda atau rotor yang dilengkapi dengan sudu – sudu, dimana sudu – sudu ini berguna untuk memindahkan mekanis poros menjadi
(52)
energi fluida Impeller berfungsi untuk mengubah energi mekanis dari pompa menjadi energi kecepatan pada cairan yang dipompakan secara kontinu sehingga dapat mengangkat zat cair dari tempat yang lebih rendah ke tempat yang lebih tinggi. Impeller terdiri dari beberapa pisau (blade) biasanya melengkung disebut sudu (vanes) yang dipasang dengan pola yang teratur disekeliling poros. Pada umumnya terdapat 2 impeller yaitu [Bruce R.Munson hal 694] :
(a) Impeller Terbuka (b) Impeller Tertutup Gambar 2.19 Gambar jenis – jenis impeler
I. Wearing Ring
Wearing ring berfungsi untuk memperkecil kebocoran cairan yang melewati bagian depan impeller maupun bagian belakang impeller.
J. Bearing
Bearing (bantalan) berfungsi untuk menumpu dan menahan beban dari poros agar dapat berputar, baik berupa beban radial maupun beban axial.
II.2.3 Prinsip Kerja Pompa Sentrifugal
Pompa sentrifugal digerakkan oleh motor. Daya dari motor diberikan pada poros pompa untuk memutar impeler yang dipasangkan pada poros tersebut. Pada saat impeller berputar zat cair dihisap melalui mata pada selubung dan masuk ke dalam impeller. Maka zat cair yang ada di dalam impeller, oleh dorongan sudu – sudu ikut berputar karena timbul gaya sentrifugal pada impeller. Akibat dari
(53)
putaran impeler yang menimbulkan gaya sentrifugal makazat cair mengalir dari tengah impeller menuju keliling luar sudu melalui saluran diantara sudu – sudu dan meninggalkan impeler dengan kecepatan yang tinggi sehingga head tekanan zat cair menjadi lebih tinggi dan head kecepatannya bertambah besar karena zat cair mengalami percepatan.
Zat cair yang keluar dari impeler dengan kecepatan tinggi akan melalui saluran yang penampangnya semakin membesar yang disebut volute (cangkang keong) di keliling impeller dan disalurkan ke luar pompa melalui nosel. Kapasitas yang di hasilkan oleh pompa sentrifugal adalah sebanding dengan putaran, sedangkan total head (tekanan) yang dihasilkan oleh pompa sentrifugal adalah sebanding dengan pangkat dua dari kecepatan putaran [ Sularso hal 4] :
Gambar 2.20 Prinsip kerja dari pompa sentrifugal
II.2.4 Klasifikasi Pompa Sentrifugal
Pompa sentrifugal dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam [ Pompa A hal.23]:
1. Menurut kapasitas :
a. Kapasitas rendah (< 20m3/jam) b. Kapasitas sedang (20 – 60m3/jam) c. Kapasitas tinggi (> 60 m3/jam)
(54)
2. Menurut tekanan yang dihasilkan :
a. Tekanan rendah (<5 kg/cm2) b.Tekanan menengah (5 – 50kg/cm2) c. Tekanan tinggi (>50kg/cm2)
3. Menurut kecepatan spesifik :
a. Kecepatan rendah b. Kecepatan menengah c. Kecepatan tinggi d. Pompa aliran campur e. Pompa aliran aksial
4. Menurut jumlah impeler dengan tingkatannya : a. Pompa dengan impeler tunggal.
b. Pompa dengan impeler banyak. 5. Menurut sisi masuk impeler :
a. Pompa isapan tunggal (single suction) b. Pompa isapan ganda (double suction)
II.2.5 Head Pompa Sentrifugal
Head pompa adalah besarnya energi yang diperlukan pompa untuk memindahkan ataupun mengalirkan fluida dari keadaan awal menuju keadaan akhir yang direncanakan sesuai dengan kondisi instalasi pompa yang umumnya dinyatakan dalam satuan panjang.
Head pompa dapat diartikan juga sebagai energi yang diberikan pompa ke dalam fluida dalam bentuk tinggi tekan. Dimana tinggi tekan merupakan ketinggian fluida harus naik untuk memperoleh jumlah energi yang sama dengan yang dikandung satu satuan bobot fluida pada kondisi yang sama. Dalam persamaan Bernoulli , ada 3 macam head (energi) fluida dai sistem instalasi aliran
(55)
yaitu energi tekanan, energi kinetik, eneri potensial. Hal ini dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut [pompa A hal 34]:
g V Z P H 2 2 ...(2.33)
Dimana : H = Head total pompa (m)
P
= Head tekanan (m) Z = Head statis total (m)
g V
2
2
= Head kecepatan (m)
Karena energi itu kekal, maka bentuk head (tinggi tekan) dapat bervariasi pada penampang yang berbeda. Namun pada kenyataannya selalu ada rugi energi (losses) yang dinamakan sebagai head losses (HL).
Gambar 2.21 Skema Instalasi Pompa
Pada kondisi yang berbeda seperti pada gambar (2.21) diatas maka persamaan Bernoulli adalah sebagai berikut :
L B B B B A A A
A Z H
g V P H Z g V P 2 2 2 2
( losses dari A ke B)
2 3 4 5 1 A B Keterangan Gambar Reservoir isap Pipa isap Pompa Pipa tekan Reservoir tekan No 1 2 3 4 5
(56)
Karena
A
B maka :
B A
LA B A
B Z Z H
g V V P
P
H
2 2 2 L ST H H g V P
H
2 2
Dimana : H = Head total pompa (m)
P
= Head pompa karena perbedaan tekanan pada sisi isap dengan sisi tekan (m)
g V
2
2
= Head pompa karena ada perbedaan kecepatan (m)
HST = Head statis = ZB - ZA (m) HL = Head losses dari A ke B (m)
II.2.5.1 Head Tekanan
Head tekanan adalah perbedaan head tekanan yang bekerja pada permukaan zat cair pada sisi tekan dengan head tekanan yang bekerja pada permukaan zat cair pada sisi isap. Head tekanan dapat dinyatakan dengan rumus [pompa A hal 36] :
B AP P P ...(2.34) Dimana : P
= Head tekanan (m)
B P
(57)
AP
= Head tekanan pada permukaan zat cair pada sisi isap (m)
= Berat jenis fluida (kN/m3) II.2.5.2 Head KecepatanHead kecepatan adalah perbedaan antar head kecepatan zat cair pada saluran tekan dengan head kecepatan zat cair pada saluran isap. Head kecepatan dapat dinyatakan dengan rumus [pompa A hal 36] :
HV =
g V g
VB A
2 2
2 2
...(2.35)
Dimana : HV = Head kecepatan (m)
g VB
2
2
= Head kecepatan zat cair pada saluran tekan (m)
g VA
2
2
= Head kecepatan zat cair pada saluran isap (m) g = Percepatan gravitasi (m/s2)
II.2.5.3 Head Statis Total
Head statis total adalah perbedaan tinggi antara permukaan zat cair pada sisi tekan dengan permukaan zat cair pada sisi isap. Head statis total dapat dinyatakan dengan rumus [pompa A hal 36] :
Z = ZB - ZA...(2.36) Dimana : Z : Head statis total (m)
ZB: Head statis pada sisi tekan (m) ZA: Head statis pada sisi isap (m)
(58)
Tanda + : Jika permukaan zat cair pada sisi isap lebih rendah dari sumbu pompa Tanda - : Jika permukaan zat cair pada sisi isap lebih tinggi dari sumbu pompa
II.2.5.4 Kerugian Head (Head Losses)
Kerugian energi per satuan berat fluida dalam pengaliran cairan dalam sistem perpipaan disebut sebagai kerugian head (head losses). Head losses terdiri dari mayor head losses (hf), minor head losses (hm) dan total losses (htot)
II.2.5.4.1 Mayor head loss (mayor losses)
Rugi – rugi mayor adalah rugi – rugi energi yang disebabkan oleh adanya gesekan – gesekan antara aliran fluida dan dinding pipa yang besarnya rugi – rugi ini sangat dipengaruhi oleh panjang pipa. Rugi – rugi di sepanjang pipa ini dapat dirumuskan sebagai berikut [ Sularso hal 28 ] :
g V D
L f hf
2 2
...(2.37)
Dimana : hf = Mayor losses (m) f = Faktor gesekan L = Panjang pipa (m)
V = Kecepatan rata – rata cairan dalam pipa (m/s) D = Diameter dalam pipa (m)
Harga f (faktor gesekan) didapat dari diagram Moody (lampiran) sebagai fungsi dari Angka Reynold (Reynolds Number) dan Kekasaran relative atau ekivalen (Relative Roughness - ε/D ), yang nilainya dapat dilihat pada grafik (lampiran) sebagai fungsi dari nominal diameter pipa dan kekasaran permukaan di dalam pipa (ε) yang tergantung dari jenis material pipa.
(59)
Persamaan diagram moody [Bruce R. Munson hal 432] :
D
f Re, ...(2.38)
Besarnya bilangan Reynolds dapat dilihat dari jenis aliran dalam pipa. Aliran dalam pipa dapat dibagi menjadi dua jenis bagian yaitu aliran laminar dan aliran turbulen. Aliran di dalam pipa ini sangat dipengaruhi oleh kecepatan, viskositas kinematis atau jenis fluida itu sendiri juga dipengaruhi oleh diameter pipa. Untuk menentukan jenis aliran yang terjadi digunakan harga bilangan reynold tersebut. Untuk mendapatkan harga bilangan reynold dapat digunakan persamaan sebagai berikut [ Sularso hal 42] :
Re =
VD ...(2.39)
Dimana :
= Viskositas kinematik zat cair (m2/s),
=
...(2.40)
Sehingga Re :
VD
Re ...(2.41) Dimana : Re = Reynolds number
= densitas cairan (kg/m3)
V = Kecepatan rata – rata aliran (m/s) D = Diameter dalam pipa (m)
= viskositas dinamik dalam cairan (N-s/m2)
Apabila aliran laminer (Re < 2300), faktor gesekan (f) dapat dicari dengan pendekatan rumus [ Sularso hal 29] :
Re
64
(60)
Dan apabila aliran turbulen (Re > 4000), faktor gesekan (f) dapat dicari dengan Moody diagram seperti keterangan diatas. Dan jika Re = 2300 - 4000, aliran tersebut disebut sebagai aliran transisi . Berikut ini gambar dari ketiga jenis aliran tersebut [Thermodynamic Pumps hal 18] :
Gambar 2.22 Jenis – jenis aliran dalam Pipa II.2.5.4.2 Minor head loss (minor losses)
Merupakan kerugian head pada fitting atau sambungan – sambungan pipa seperti katup (valve), belokan (elbow), saringan (strainer), sambungan, rugi – rugi pada bagian saluran masuk (entrance), rugi – rugi pada bagian saluran keluaran (exit), pembesaran pipa (expansion) dan pengecilan pipa (contraction) yang terdapat sepanjang sistem perpipaan. Dapat dicari dengan menggunakan Rumus [Bruce R. Munson hal 437] :
g
V
k
h
m2
2
...(2.43)Dimana : hm = Minor losses (m)
k = Koefisien gesekan dalam fitting, elbow dan valve
V = Kecepatan rata – rata aliran (m/s) g = Percepatan gravitasi (m/s2)
(61)
Dalam menghitung kerugian pada fitting, elbow dan valve dapat menggunakan tabel pada lampiran. Besaran ini menyatakan kerugian pada fitting, elbow dan
valve dalam ukuran panjang ekivalen dari pipa lurus. II.2.5.4.3 Total Losses
Total losses merupakan kerugian total sistem perpipaan, yaitu :
h
tot
h
f
h
m ...(2.44)Dimana : htot : Total losses (m)
hf : Jumlah mayor losses (m) hm : Jumlah minor losses (m)
II.2.6 Kecepatan Spesifik dan Tipe Impeller
Jenis impeler yang digunakan pada suatu pompa tergantung pada kecepatan spesifiknya. Kecepatan spesifik adalah kecepatan yang diperlukan pompa untuk menghasilkan head 1m dengan kapasitas 1 m3/s dan dihitung berdasarkan persamaan di bawah ini [Fritz diesel hal 248] :
4 3
2 1
H
Q
n
n
s
...(2.45)Dimana : nS= Kecepatan spesifik (1/menit)
n = kecepatan kerja /putar pompa yang telah dipilh (menit-1) Q = kapasitas pompa (m3/s)
H = Head pompa (m)
Setelah kita mengetahui berapa nilai dari putaran spesifik pompa, maka kita dapat mengetahui jenis impeler dari pompa tersebut berdasarkan tabel di bawah ini.
(62)
Tabel 2.1 Klasifikasi impeler menurut putaran spesifik
No Jenis Impeler nS
1. Radial Flow 500 – 3000
2. Francis 1500 – 4500
3. Aliran Campur 4500 – 8000 4. Aliran aksial 8000 ke atas Pump selection book, C.P Beaton, G.T Meiklejhon
II.2.7 Daya Pompa Sentrifugal
Daya Pompa adalah daya yang dibutuhkan poros pompa untuk memutar impeler didalam memindahkan sejumlah fluida dengan kondisi yang diinginkan. Besarnya daya poros yang dibutuhkan dapat dihitung berdasarkan [ Fritz Diesel hal 243] :
PP =
P P g
H Q
. . .
...(2.46) Dimana : PP = Daya pompa (watt)
Q = Kapasitas pompa (m3/s) HP = Head pompa (m)
= rapat jenis fluida (kg/m3) g = percepatan gravitasi (m/s2)
P = Efisiensi PompaDalam percobaan ini, motor listrik dikopel langsung dengan poros pompa sehingga daya motor listrik yang dibutuhkan sebagai penggerak poros pompa dapat dihitung dengan rumus [ Sularso hal 58] :
(63)
Pm =
t P
N
) 1 (
...(2.47) Dimana : Pm = Daya motor penggerak (kW)
PP = Daya pompa (kW)
= Faktor cadangan daya motor listrik = (0.1 - 0.2)
t= Efiensi transmisi = 1.0 (dikopel langsung)Sedangkan daya hidrolik (daya teoritis ) pompa yaitu daya yang dibutuhkan untuk mengalirkan sejumlah zat cair dapat dihitung berdasarkan persamaan di bawah ini [ Sularso hal 53 ] :
PH = Q.H P.
.g ...(2.48)Dimana : PH = Daya hidrolik pompa (watt)
II.2.8 Torsi Pompa Sentrifugal
Torsi pada pompa sentrifugal adalah momen gaya hasil bagi antara daya pompa dengan kecepatan putaran.Torsi pompa dapat dihitung berdasarkan persamaan di bawah ini [Fritz Diesel hal 260] :
Tp =
PP
Nm...(2.49) Dimana : TP = Torsi pompa (Nm)
PP = Daya pompa (kW)
= Kecepatan sudut dalam radian/detik =60 2
n(64)
BAB III
PERHITUNGAN PANAS PADA MOTOR DC PENGUATAN SHUNT AKIBAT KERJA TERUS MENERUS (CONTINOUS DUTY)
MULAI PADA SAAT START SAMPAI PENGEREMAN
III.1 Kelas – kelas kerja dari suatu motor
Menurut IEC sifat pemakaian motor dirancang untuk dioperasikan dibagi dengan 8 kelas kerja antara lain [ s.k. Pillai hal 138] :
1. Kerja Terus Menerus
Motor dioperasikan dengan beban yang tetap dalam jangka waktu tidak terbatas untuk mencapai kesetimbangan suhunya. Motor beroperasi lebih dari 3 jam sudah termasuk kategori kontinu. Pompa sentrifugal, blower, kipas angin, kompresor dan konveyor merupakan peralatan yang bekerja terus – menerus dengan beban yang konstan.
2. Kerja Waktu Pendek
Motor dioperasikan dengan beban konstan selama waktu yang tidak lama untuk mencapai suhu kesetimbangannya. Kemudian diikuti periode istirahat dengan jangka waktu yang lama untuk mengembalikan kesetimbangan suhu pada motor dengan perantara pendinginan.
3. Kerja Periode Sesaat
Kerja periode sesaat menunjukkan suatu urutan siklus kerja yang identik. Motor dioperasikan dengan beban tetap secara periodic “jalan” – “stop/istirahat”. Periode selama satu siklus kerjanya begitu pendek sehingga kesetimbangan suhunya tidak pernah tercapai. Arus starting sangat kecil pengaruhnya terhadap timbulnya panas di stator.
(65)
4. Kerja Periode Sesaat dengan Start
Kerja periode sesaat dengan start menunjukkan suatu urutan siklus kerja yang identik. Motor dioperasikan dengan beban tetap secara periodic “jalan” – “stop/istirahat”. Arus starting ada pengaruhnya terhadap timbulnya panas di stator.
5. Kerja Periode Sesaat dengan Start dan Pengereman
Kerja Periode Sesaat dengan Start dan Pengereman menunjukkan urutan siklus kerja yang identik. Motor dioperasikan dengan beban tetap dengan urutan siklus “starting – running dengan beban tetap” dan “starting – running tanpa beban ”.
6. Kerja terus menerus dengan periode beban sesaat
Kerja terus menerus dengan periode beban sesaat menunjukkan urutan siklus kerja yang identik. Motor dioperasikan dengan beban tetap dengan urutan siklus “running dengan beban tetap” dan “running tanpa beban ”.
7. Kerja Terus menerus dengan Start dan Pengereman
Kerja terus menerus dengan start dan pengereman menunjukkan urutan siklus kerja yang identik. Motor beroperasi dengan siklus periode starting, periode operasi dengan beban tetap, dan periode pengereman elektrik. Tidak ada periode istirahat atau berhenti.
8. Kerja Terus menerus dengan perubahan periode kecepatan
Kerja Terus menerus dengan perubahan periode kecepatan menunjukkan urutan siklus kerja yang identik. Motor beroperasi dengan siklus “running dengan beban konstan dengan putaran tertentu “ kemudian jalan dengan beban tetap tapi berbeda dengan putaran yang tertentu”.
(66)
III.2 Metode menentukan nilai momen inersia (J)
Secara umum, momen inersia adalah sifat suatu benda untuk dapat menaikkan ataupun menurunkan kecepatan dalam sebuah gaya perputaran (rotasi). Semua mesin yang berputar seperti pompa, engine, turbin mempunyai momen inersia. Di dalam menganalisa performansi dari sebuah drive, perlu untuk mengetahui nilai dari momen inersia dari bagian – bagian yang berputar. Salah satunya dengan cara eksperimen. Dalam percobaan ini, momen inersia total adalah jumlah momen inersia dari bagian – bagian yang berputar dari motor dc, kopling dan pompa sentrifugal. Jadi, J = JM + JK + JP.
III.2.1 Metode Retardasi Dalam Menentukan Momen Inersia Motor DC (JM)
III.2.1.1 Prinsip Dasar
Metode ini digunakan selain untuk menentukan J juga untuk menentukan rugi – rugi rotasi pada motor DC. Dengan menjalankan metode ini, maka dapat diketahui energi yang hilang akibat rugi – rugi rotasi dalam Motor DC shunt.
Anggap suatu motor DC shunt bekerja pada saat tanpa beban.
1. Jika suplai ke jangkar dilepas tetapi medan tetap dieksitasi normal, motor tersebut mulai melambat secara bertahap dan akhirnya berhenti. Energi kinetik jangkar digunakan untuk mengatasi rugi – rugi gesek dan angin dan rugi – rugi besi.
2. Jika suplai jangkar dan medan shunt dilepas bersamaan, motor juga akan melambat dan akhirnya berhenti. Sekarang juga energi kinetik jangkar digunakan hanya untuk mengatasi rugi – rugi gesekan dan angin. Ini
(67)
diperkirakan karena tidak adanya fluks sehingga tidak ada rugi – rugi besi.
Dengan menjalankan pengujian yang pertama, kita akan mendapatkan nilai rugi – rugi gesek, angin dan besi. Namun demikian, jika kita juga menjalankan pengujian yang kedua, kita dapat memisahkan antara rugi – rugi gesek dan angin dengan rugi – rugi besi.
Energi kinetik jangkar ditentukan dengan persamaan :
2
2 1
J
EK ...(3.1) Dimana : J = momen inersia jangkar (kgm2)
= Kecepatan sudut, (rad/s) = 60 2n
n = Putaran normal (rpm)
Maka di dalam metode retardasi ini, laju perubahan energi kinetik dianggap untuk mengatasi rugi – rugi rotasi motor. Jika laju perubahan energi kinetik ini disimbolkan dengan w, maka
w
= dt dEK
w = ) 2 1 ( J2 dt
d
w=
dt d
J
w= )
60 2 ( 60 2 n dt d n
J
w= Watt
dt dn Jn 011 , 0 ...(3.2) Dengan mengetahui nilai momen inersia jangkar (J) dan nilai perubahankecepatan ( )
dt d
atau
dt dn
dari percobaan, maka perhitungan rugi – rugi rotasi pada Motor DC shunt dapat ditentukan.
(68)
III.2.1.2 Metode Pengukuran Momen Inersia Pada Jangkar (J)
Di dalam uji retardasi, rugi – rugi rotasi motor di berikan dengan persamaan (3.2) [B.L.Theraja hal 744] :
w= Watt
dt dn Jn 011 , 0
Untuk mendapatkan nilai w, nilai J harus diketahui terlebih dahulu. Tentunya sulit untuk menentukan J secara langsung atau dengan perhitungan. Oleh karena itu, perlu dilaksanakan percobaan yang lain sebagai perbandingan untuk mendapatkan nilai inersia jangkar motor tersebut. Percobaan ini disebut dengan metode roda pejal. Mula – mula, pengujian retardasi dilakukan dengan rotor sendiri dan nilai dn/dt1.diukur dan dicatat. Selanjutnya, sebuah roda pejal yang diketahui momen inersianya (J1) dikuncikan ke ujung poros motor. Untuk perubahan kecepatan yang sama, dn/dt2 dicatat. Karena penambahan roda pejal tidak mempengaruhi rugi-rugi rotasi secara materialnya dari kedua kasus maka,
Untuk kasus pertama, w=
1 011 , 0 dt dn Jn ...(3.3)
Untuk kasus kedua, w= 0110, (J + J1)
2 dt dn n ...(3.4) 1 011 , 0 dt dn
Jn = 0,011(J + J1)
2 dt dn n 1 dt dn
Jn = (J + J1)
2 dt dn n J J1) (J = 1 2 2 1 / dt dn / dt dt dt dn J J1 = 1 1 2 1 1 2 -dt dt t t t dt
(69)
J =
1 2
1 1
t t
t J
...(3.5)
Karena nilai J1, t1 dan t2 diketahui, maka momen inersia jangkar (J) dan rugi – rugi rotasinya (w) dapat ditentukan.
III.2.2 Menentukan Momen Inersia Kopling (JK)
Kopling yang digunakan dalam percobaan ini berbentuk roda pejal sehingga momen inersia dari kopling dapat dihitung dengan persamaan :
J = 2 1
Mr2 ( kgm2 ) ...(3.6) Dimana : J = momen inersia pada kopling ( kgm2 )
M = massa kopling (kg) r = jari – jari kopling (m)
III.2.3 Menentukan Momen Inersia Pompa Sentrifugal (JP)
Seperi kita ketahui, momen inersia dari sebuah mesin hanya terdapat pada bagian – bagian yang berputar pada mesin tersebut. Pada pompa sentrifugal bagian yang berputar adalah impeller. Dengan mengabaikan sudu – sudu dari impeller tersebut, maka momen inersia dari pompa sentrifugal adalah [ moment of Inertia hal 3] :
J = Mr2 ( kgm2 ) ...(3.7) Dimana : J = momen inersia pada pompa sentrifugal ( kgm2 )
M = massa impeller (kg) r = jari – jari impeller (m)
(1)
4. Selain jangka waktu operasi dari motor, energi yang hilang pada motor juga ditentukan oleh besar Q, H dan nS karena ketiga parameter ini faktor utama
dari performansi suatu pompa sentrifugal. Jika performansi pompa sentrifugal mendekati nominalnya maka energi yang hilang pada motor DC Shunt akan semakin kecil tetapi jika performansi pompa semakin buruk maka energi yang hilang pada motor DC shunt akan semakin besar pula.
V.2 SARAN
Setelah dilakukan penelitian ini, maka saran yang bisa penulis sampaikan adalah :
1. Melanjutkan penelitian yang telah dilakukan dengan pemilihan motor yang lebih tepat yaitu dengan memperhatikan putaran nominal motor sebagai penggerak mula pompa sehingga performansi pompa dapat mendekati rating atau nominal dari pompa tersebut.
2. Untuk pengembangan lebih lanjut, proses start, steady start dan Pengereman hendaknya menggunakan PLC sehingga tidak menggunakan rangkaian kontrol biasa atau manual.
3. Dalam percobaan pada keadaan start, baik tidak hasilnya percobaan ini sangat bergantung pada ketelitian pengukuran waktu pada saat start. Oleh karena itu dianjurkan agar dalam pelaksanaan percobaan ini digunakan alat pengukur waktu start yang lebih teliti seperti osiloskop yang dapat mengkalibrasikan gelombang arus start menjadi timer start motor sehingaa waktu start motor dapat lebih teliti dan akurat yang pada akhirnya akan diperoleh hasil percobaan yang lebih akurat pula.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
1. Bachus, Larry, Angel Custodio, “ Know and Understand Centrifugal Pumps”, Elsevier Ltd, England, 2003.
2. Chapman, Stephen J, “Electrical Machinery Fundamental”, 4rd Edition, Mc Graw – Hill Company, Singapore, 2005.
3. Departement energy, U.S,”thermodynamics, heat transfer and Fluid Flow”, EG&G Idaho, Inc, Washington, D.C, 1992.
4. Dietzel, Fritz, Dakso Sriyono, “Turbin Pompa dan Kompressor”, Erlangga, Jakarta,1992.
5. Garibotti, Eduardo,”Termomeccanica Centrifugal Pump Handbook”,1st Edition, Termomeccanica pompe, la spezia Italy,2003.
6. Hughes, Austin, “Electric Motors and Drives”, Third Edition, Elsevier Ltd, England, 2006.
7. Khetagurov, M,”Marine Auxiliary machine System , Peace Publisher, Moskow, 1970.
8. Mehta, V.K, dan Mehta, Rohit, “Principle Of Electrical Technology”, S.Chand & Company LTD, New Delhi, 2002.
9. Munson, Bruce R., Donald F. Young, Theodore H. Okiishi. “Fundamentals Of Fluid Mechanics ”, 5th Edition, John Wiley & Sons, USA : 2006
(3)
12. Pompa A by ulil /
13. P.S. Bimbra, “Electrical Machinery”, Khana Publisher,1990.
14. Sularso, Haruo Tahara, “Pompa Dan Kompressor”, Pradnya Paramita, Jakarta, 2000.
15. Theraja, B.L, “A Text Book Of Electrical Technology”, Nurja Constuction & Development, New Delhi, 1989.
16. Tutorial Moment of Inertia /
17. Wildi, Theodore, “Electrical Machines , Drives and Power System”, Prentice Hall Internasional, USA.2002.
(4)
Lampiran 1 : Diagram Moody
Sumber : Departement energy, U.S, thermodynamics, heat transfer and Fluid Flow, EG&G Idaho, Inc, Washington, D.C, 1992.
(5)
Lampiran 2 : Tabel Properti Fisika dari Air ( satuan SI )
Sumber : Munson, Bruce R., Donald F. Young, Theodore H. Okiishi. “Fundamentals Of Fluid Mechanics ”, 5th Edition, John Wiley & Sons, USA : 2006.
Physical Properties of water ( SI Units)
Temperature (0C)
Density
ρ (kg/m3)
Specific Weight
γ
(kN/m3)
Dynamic Viscosity
μ
(N.s/m2)
Kinematic Viscosity
υ
(m2/s)
Surface Tension σ (N/m) Vapor Pressure Pυ (N/m2) 0 999.9 9.806 1.787 x
10-3 1.787 x 10-6 7.56 x 10-2 6.105 x 102 5 1000.0 9.807 1.519 x
10-3 1.519 x 10-6 7.49 x 10-2 8.722 x 102 10 999.7 9.804 1.307 x
10-3 1.307 x 10-6 7.42 x 10-2 1.228 x 103
20 998.2 9.789 1.002 x
10-3 1.004 x 10-6 7.28 x 10-2 2.338 x 103
30 995.7 9.765 7.975 x 10-3 8.009 x 10-6 7.12 x 10-2 4.243 x 103 40 992.2 9.731 6.529 x
10-3 6.580 x 10-6 6.96 x 10-2 7.376 x 103 50 988.1 9.690 5.468 x
10-3 5.534
6.79 x 10-2
1.233 x 104 60 983.2 9.642 4.665 x
10-3 4.745 x 10-6 6.62 x 10-2 1.992 x 104 70 977.8 9.589 4.042 x
10-3 4.134 x 10-6 6.44 x 10-2 3.116 x 104 80 971.8 9.530 3.547 x
10-3 3.650 x 10-6 6.26 x 10-2 4.734 x 104
(6)
Lampiran 3 : Perhitungan Putaran Motor DC Shunt yang Sesuai Sebagai
Penggerak Mula Pompa Sentrifugal.
Putaran Nominal Pompa
Karena pompa dikopel langsung oleh motor maka putaran pompa sama dengan putaran dari motor DC shunt. Dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :
4 3 P P s
H
Q
n
n
Dimana : nS = Putaran spesifik (rpm) = 1400 rpm nP= Putaran pompa (rpm)
Q = kapasitas pompa (gpm) = 100 ltr/menit = 26.42 gpm HP = Head pompa (ft) = 10 m = 32.81 ft
Sehingga :
4 3
81
.
32
42
.
26
1400
n
pnp = 3733.96 rpm
Putaran pompa adalah putaran impeller pompa yang digerakkan oleh poros pompa sehingga putaran pompa sama dengan putaran motor DC shunt sebagai penggerak mula pompa. Maka, secara teoritis pompa membutuhkan putaran dari penggerak