Perlindungan Anak yang Berhadapan dengan Hukum

Ketentuan lain yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003, ada beberapa pasal berhubungan dengan masalah perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum, yaitu : 1 Pasal 1 angka 2 yang menentukan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi; 2 Pasal 1 angka 15 menentukan bahwa perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi danatau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya napza, anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik danatau mental, anak yang menyandang cacat dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. 3 Pasal 2 menentukan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan UUD 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-hak Anak meliputi: a Non diskriminasi; b Kepentingan yang terbaik bagi anak; c Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangannya; d Penghargaan terhadap pendapat anak. 4 Pasal 3 menentukan bahwa perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera 5 Pasal 16 menentukan bahwa: 1 Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiyaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukum yang tidak manusiawi. 2 Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. 3 Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya akhir. 6 Pasal 17 menentukan bahwa: 1 Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk : a. Mendapat perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa. b. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku. c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. 2 Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan. 7 Pasal 18 menentukan bahwa setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. 8 Pasal 59 menentukan bahwa pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi danatau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya napza, anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik danatau mental, anak yang menyandang cacat dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. 9 Pasal 64 menentukan bahwa: 1 Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 meliputi anak yang berhadapan dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. 2 Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui : a. Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak. b. Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini. c. Penyediaan saranan dan prasarana khusus. d. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak. e. Pemantauan dan pencatatan terus-menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum. f. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga. g. Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada bab-bab terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Peran penyidik di Polresta Bandar Lampung dalam penerapan diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, adalah : a. Peran normatif, dilakukan dengan pelaksanaan proses penyidikan sesuai dengan prosedur penyidikan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; b. Peran ideal, merupakan peran yang diharapkan oleh masyarakat yang didasarkan pada kedudukan instansi Kepolisian memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan terhadap masyarakat. Proses penyidikan terhadap tindak pidana yang dilakukan anak dapat dilakukan dalam 3 tiga bentuk. Pertama, Musyawarah Polisi. Para pihak hanya terdiri dari polisi dan pelaku. Jenis tindak pidananya pelanggaran dan tindak pidana ringan. Sanksinya berupa peringatan informal, yaitu peringatan lisan dan peringatan tertulis. Peringatan informal diberikan kepada anak yang pertama kali melakukan tindak pidana bukan pengulangan tindak pidana tanpa mendapatkan persetujuan dari korban 76 danatau keluarganya jika korban masih di bawah umur. Peringatan informal tersebut tidak dicatat dalam suatu kesepakatan dan tidak perlu dimintakan penetapan ke pengadilan negeri. Kedua, Musyawarah Keluaga. Para pihak yang terlibat adalah polisi, pelaku danatau orangtuawalinya, dan pembimbing kemasyarakatan. Jenis tindak pidananya adalah tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban dan tindak pidana yang nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum propinsi setempat. Sanksinya berupa peringatan formal, yaitu menyerahkan kembali kepada orangtuawalinya, permintaan maaf kepada korban dimuka umum, rehabilitasi medis dan psikososial, perbaikan akibat tindak pidana dan pembayaran ganti rugi. Pemberian peringatan formal tidak perlu mendapatkan persetujuan dari korban danatau keluarganya jika korban masih di bawah umur. dianggap selesai seiring dengan pemberian peringatan formal dan peringatan itu dicatat dalam buku catatan kepolisian tapi tidak perlu disampaikan ke Pengadilan Negeri. Ketiga, Musyawarah Masyarakat. Para pihak yang terlibat adalah polisi, pelaku danatau orangtuawalinya, korban danatau orangtuawalinya dan pembimbing kemasyarakatan serta masyarakat. Sanksinya berupa menyerahkan kembali kepada orangtuawalinya, permintaan maaf kepada korban dimuka umum, rehabilitasi medis dan psikososial, perbaikan akibat tindak pidana, pembayaran ganti rugi, pelayanan masyarakat, menyerahkan kepada lembaga sosial pemerintah atau swasta untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan dan bentuk lainnya yang sesuai dengan kasus yang terjadi. 77 c. Peran faktual, merupakan peran atau usaha nyata yang dilakukan karena penyidik sebagai unsur pelaksana. Dalam peran ini, penyidik melakukan usaha yang bersifat preventif terhadap penangggulangan tindak kejahatan terutama yang dilakukan oleh anak. Sehingga kejahatan anak yang lebih lanjut di masa yang akan datang dapat dicegah. Salah satu peran faktual yang dilakukan kepolisian adalah dengan melaksanakan program “Polisi Sahabat Anak”. Program ini tidak lain bertujuan agar anak mulai dari sejak dini mengerti akan hukum sehingga tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum 2. Hambatan-hambatan dalam melakukan penyidikan yang dihadapi oleh Polresta Bandar Lampung dalam mengatasi tindak pidana anak, umumnya muncul karena didorong oleh faktor-faktor sebagai berikut : a. Faktor Penegak Hukum Kurangnya pemahaman aparat penegak hukum kepolisian tentang makna dan tujuan diversi serta rendahnya kesadaran penegak hukum untuk menerapkan diversi menjadikan anak pelaku tindak pidana diproses hingga ke Pengadilan, sehingga berakhir di penjara. b. Faktor Sarana Dan Prasarana Penyidikpenyidik pembantu dalam melaksanakan tugasnya seharusnya dilengkapi berbagai sarana dan fasilitas berupa penyediaan fasilitas- fasilitas untuk mendukung pelaksanaan tugasnya. 78 c. Faktor Lingkungan Kemasyarakatan Ruang penyidikan yang kurang luas, akan menjadikan anak selama menjalani proses penyidikan merasa tidak nyaman, bahkan akan merasa tertekan terutama secara psikologis. d. Faktor Budaya Teknik dan taktik penyidikan tindak pidana sudah merupakan budaya yang berlaku dalam setiap penyidikan baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Penyidikan dengan menggunakan cara-cara negatif berupa tindakan kekerasan dilakukan dalam penyidikan khususnya dalam tahap penangkapan, penahanan dan pemeriksaan. Tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap tersangka anak kelihatannya sudah menjadi budaya bagi penyidikpenyidik pembantu yang berkeinginan menghalalkan segala cara untuk menyelesaikan penyelidikan suatu perkara. e. Faktor Pengawasan Dalam melakukan proses pemeriksaan tindak pidana penyidikpenyidik pembantu anak tidak dapat melakukan tindakan semena-mena dan menurut kemauannya sendiri tetapi harus berdasarkan pada norma- norma maupun peraturan-peraturan yang telah ditentukan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang ada, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut :