Pekerja Sektor Informal Dan Pengembangan Wilayah Di Kota Binjai

PEKERJA SEKTOR INFORMAL DAN PENGEMBANGAN WILAYAH DI KOTA BINJAI

Tuti Hidayati
Alumnus PWD SPs USU

Abstract: Increasing in population has significant influence on supply of labour, as well as demand of labour. The excess of labour supply will cause informal sector. The study is intended to analyse the influence of labour in informal sector such as; daily work hour, working capital, working experince, education level dan types of business on labour’s income and the influence of informal sector on regional development in Binjai municipality. Descriptive and multiple regression method are used to analyse the data. The age of labour range between 31 to 50 years old while senior high school is dominant education level. The study also shows that working capital, education level, average working hours, work experience dan type of business have positive influence on income. It is also revealed that informal sector has positive impact on regionel development process in Binjai municipality.

Keywords: informal sector, regional development

PENDAHULUAN Pertambahan penduduk yang tinggi di
perkotaan telah berdampak pada jumlah penawaran tenaga kerja, jika tidak diimbangi dengan permintaan tenaga kerja akan menambah terjadinya pengangguran. Untuk mempertahankan hidup, mereka akhirnya masuk ke sektor informal.
Berdasarkan data BPS, pada tahun 2004 di Sumatera Utara terdapat pekerja Informal sebesar 63,9 persen sedangkan pada tingkat nasional pekerja sektor informal mencapai 65,8 persen dari total pekerja. Data ini menunjukkan bahwa sektor informal masih mendominasi jumlah tenaga kerja di Sumatera Utara maupun di Indonesia.
Jumlah pekerja informal pada tahun 2005 mencapai 61 juta orang atau 64 persen dari seluruh penduduk yang bekerja. Angka tersebut meningkat dari waktu ke waktu karena penyerapan tenaga kerja di sektor formal tidak signifikan. Jumlah angkatan kerja mencapai tidak kurang dari 105,8 juta orang. Tetapi yang bekerja hanya sekitar 94,9 juta orang. Setiap enam bulan jumlah penganggur baru bertambah sebesar 600.000 orang. Itu berarti bahwa sebagian dari yang bekerja dari tambahan pekerja baru diserap oleh sektor informal. Sektor ini sejak dulu berperan sebagai penyangga, baik pada masa normal maupun pada masa krisis (Rachbini, 2006).
Rachbini juga menyebutkan ciri dari sektor informal adalah upah atau gaji yang

tidak tetap, rendah, serta tidak cukup memadai. Produktivitasnya tidak maksimal karena sektor informal tidak menggunakan teknologi atau peralatan modern. Keterampilan tenaga kerja kurang berkualitas relatif dibandingkan dengan tenaga kerja di sektor formal.
Konsep sektor informal pertama kali diistilahkan oleh Keith Hart pada tahun 1971, seorang antropolog Inggris melalui penelitian di Kota Accra dan Nima, Ghana. Menurut Hart perbedaan kesempatan memperoleh penghasilan antara sektor formal dan informal pada pokoknya didasarkan atas perbedaan antara pendapatan dari gaji dan pendapatan dari usaha sendiri.
Penelitian Charles (1997) menunjukkan bahwa pendapatan beberapa pedagang sektor informal lebih besar dibandingkan dengan tenaga kerja yang tidak terampil dan oleh karena itu tidak mengherankan jika mereka lebih suka bertahan di sektor informal sebagai pedagang dari pada menjadi pekerja yang tidak terampil.
Menurut Hadjisaroso (1994), pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Sedangkan menurut Jayadinata (1992), mengemukakan pengembangan wilayah adalah memajukan atau memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada.

18


Tuti Hidayati: Pekerja Sektor Informal dan Pengembangan Wilayah...

Berbagai program pembangunan dilakukan pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, di mana pembangunan tersebut harus berlandaskan pada pengertian sebagai pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Sasaran pengembangan wilayah harus diterjemahkan dari tujuan pembangunan nasional. Di mana tujuan pembangunan daerah harus konsisten dengan tujuan nasional yang umumnya terdiri atas: a. Mencapai pertumbuhan pendapatan per
kapita yang cepat. b. Menyediakan kesempatan kerja yang
cukup. c. Pemerataan pendapatan. d. Mengurangi perbedaan antara tingkat
pendapatan, kemakmuran, pembangunan serta kemampuan antardaerah. e. Membangun struktur perekonomian agar tidak berat sebelah (Hadjisaroso, 1994).
Penelitian Idris (2003) studi tentang Pekerja di Bawah Umur Sektor Informal Perkotaan. Hasil studi menunjukkan bahwa umumnya mereka tamat sekolah dasar, sebagian tidak lagi berada di bangku sekolah dan tidak menamatkan pendidikan dasar. Secara umum jumlah jam kerja rata-rata per hari dan status pendidikan memberikan pengaruh yang signifikan.
Hasil penelitian Harsiwi (2003) “Dampak Krisis Ekonomi terhadap Keberadaan Pedagang Kaki Lima” menunjukkan bahwa usaha pada umumnya dikelola sendiri cukup dengan satu orang tenaga kerja artinya pedagang kaki lima cenderung tidak tergantung pada bantuan pihak lain. Kemandirian pedagang kaki lima ini sebenarnya salah satu ciri sektor informal perkotaan. Mereka mayoritas berjualan ratarata jumlah jam kerja 12 jam karena waktu tersebut telah dianggap cukup untuk berusaha di sektor ini. Sebagian besar pedagang kaki lima menggunakan modal sendiri sebagai modal usahanya sehingga dapat dikatakan dalam melakukan usahanya pedagang kaki lima tidak membutuhkan modal yang relatif besar dan tidak perlu meminta bantuan orang/pihak lain. Sebagian besar pedagang kaki lima mendapatkan pendapatan bersih rata-rata yang cukup tinggi yaitu mencapai lebih dari Rp.300.000,-

sehingga dapat dimengerti apabila sebagian besar pedagang kaki lima cukup kerasan bekerja di sektor informal ini.
Berdasarkan uraian di atas penelitian ini bertujuan untuk melihat profil pekerja sektor informal; menganalisis faktor-faktor jam kerja rata-rata per hari, modal kerja, pengalaman usaha, tingkat pendidikan, dan jenis usaha yang mempengaruhi pendapatan pekerja sektor informal; dan menguraikan kaitan sektor informal terhadap pengembangan wilayah di Kota Binjai.
METODE Penelitian di lakukan di Kecamatan
Binjai Kota dan Binjai Utara, dengan menggunakan sumber data primer dari responden dan data sekunder dari instansi terkait.
Populasi penelitian adalah pedagang makanan dan minuman pada malam hari yang berada di Jalan Ahmad Yani dan Jalan Sutomo Binjai. Jumlah sampel 40% dari populasi yaitu sebanyak 44 responden yang dipilih secara sistematik.
Metode Analisis 1. Untuk melihat profil pekerja sektor
informal digunakan analisis diskriptif. 2. Untuk melihat pengaruh rata-rata jam
kerja per hari, modal kerja, pengalaman usaha, tingkat pendidikan responden dan jenis usaha terhadap pendapatan digunakan analisis regresi linier berganda. Y = β0 + β1X1 + β2 X 2 + β3 X 3 + β4 X 4 + β5 X 5 + e
Di mana: Y : Pendapatan responden (dalam

satuan rupiah) X1 : Rata-rata jam kerja per hari (dalam
satuan jam) X2 : Modal Kerja (dalam satuan rupiah) X3 : Pengalaman usaha (dalam satuan
tahun) X4 : Pendidikan (variabel dummy: tidak
sekolah/tamat SD, SD, SLTP = 0; SLTA, S1= 1) X5 : Jenis Usaha (variabel dummy: substitusi nasi (makanan berat) = 1; makanan ringan/minuman = 0)
β0 : Konstanta
β1 .. β5 : Koefisien regresi
e : Error term

19

WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.3, No.1, Agustus 2007

3. Untuk melihat kaitan pekerja sektor informal terhadap pengembangan wilayah dilakukan analisis deskriptif.
HASIL Gambaran Umum Kota Binjai
Kota Binjai secara geografis berada pada 3o31’40”-3o40’2” Lintang Utara dan 98o27’3”-98o32’32” Bujur Timur dan terletak 28 m di atas permukaan laut. Luas wilayah 90,23 km2 yang terdiri dari 5 kecamatan dan 37 kelurahan.
Profil penduduk sering dijadikan indikator dalam pembangunan karena penduduk memegang peranan dalam pembangunan di mana dapat menjadi modal pembangunan dan dapat menjadi beban pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dengan kualitas yang baik dapat menjadi modal pembangunan, namun akan menjadi beban pembangunan bila kualitasnya rendah.
Data kependudukan sangat diperlukan terutama terkait dengan pilar PWD yaitu ekonomi, sosial, lingkungan, dan kelembagaan yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Penduduk Kota Binjai pada tahun 2005 sebanyak 237.904 jiwa, 52.531 rumah tangga dan kepadatan penduduk 2.637 jiwa/km2. Jika dilihat menurut kelompok umur, penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 65,41 persen. Hal ini memberikan indikasi bahwa penduduk di Kota Binjai

mempunyai modal pembangunan yang sangat besar karena penduduknya didominasi oleh penduduk yang berusia produktif.

Tingkat pendidikan sangat diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tingkat pendidikan yang rendah dapat menjadi penghambat dalam pembangunan. Dengan pendidikan akan menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas dan mandiri yang akan mengisi peluang-peluang pembangunan.
Tingkat pendidikan masyarakat Kota Binjai dominan sudah tamat SLTA. Persentase penduduk yang tamat SLTA sebesar 32,88 persen, diikuti oleh tamat SLTP sebesar 23,03 persen, tamat SD sebesar 21,83 persen. Sedangkan tamat D1 sampai S1 sebanyak 5,44 persen, namun masih cukup banyak penduduk Kota Binjai yang tidak tamat SD atau tidak bersekolah yang mencapai 16,83 persen.
Angkatan kerja di Kota Binjai untuk penduduk yang berumur 15 tahun ke atas mencapai 88.271 jiwa dengan penduduk yang bekerja sebanyak 65.577 jiwa dan mencari kerja 22.694 jiwa.
Penduduk Kota Binjai yang berusia 15 tahun ke atas yang bekerja telah didominasi oleh mereka yang berpendidikan SLTA yang mencapai 43,55 persen, diikuti oleh yang berpendidikan SLTP sebanyak 21,27 persen, tamat SD sebesar 18,55 persen.

Tabel 1. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk, Kepadatan Penduduk, dan Sex Rasio Menurut Kecamatan di Kota Binjai Tahun 2005

Kecamatan

Luas (km2 )

Rumah Tangga

Penduduk

(1) (2) (3)

1. Binjai Selatan 29,96 9.966

2. Binjai Kota


4,12 7.991

3. Binjai Timur 21,70 11.668

4. Binjai Utara

23,59 14.377

5. Binjai Barat

10,86 8.529

Total

90,23 52.531

Sumber: Binjai Dalam Angka 2006.

(4) 43.920 35.155 50.702 68.841 39.286 237.904


Rata-rata Penduduk per Rumah Tangga
(jiwa) (5)
4
4
4
5
5
4

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
(6) 1.466 8.533 2.336 2.918 3.617 2.637

Sex Rasio
(7) 99,68 101,66 100,64 100,17 100,34 100,43

20

Tuti Hidayati: Pekerja Sektor Informal dan Pengembangan Wilayah...


Tabel 2. Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas Menurut Jenis Kegiatan dan Jenis Kelamin Tahun 2005

Kegiatan Utama
(1)
Angkatan Kerja - Bekerja - Mencari Kerja

Laki-laki
(2)
59.657 46.139 13.518

Perempuan
(3)
28.164 19.422
9.192

Total
(4)
88.271 65.577 22.694

Bukan Angkatan Kerja - Sekolah - Mengurus Rumah Tangga - Lainnya

Sumber: BPS Kota Binjai.

22.775 7.714
955 14.106

52.039 7.858 36.027 8.154

74.814 15.599 36.890 22.325

Tabel 3. Profil Pekerja Sektor Informal

Jenis Kelamin Umur (tahun) Status perkawinan Tingkat Pendidikan Etnis/Suku Status Domisili Jumlah Tanggungan (orang)
Pendidikan Bapak Pendidikan Ibu Pekerjaan Bapak
Sumber: Data Primer.

Laki-laki Perempuan
21 – 30 31 – 40 41 – 50 50 +
Belum Kawin Kawin Cerai
SD SLTP SLTA Sarjana
Padang Jawa Melayu Dll.

Pendatang Asli
0 1–2 3-4 5-6 7-8
Tidak sekolah/Tidak tamat SD SD SLTP SLTA
Tidak sekolah/Tidak tamat SD SD SLTP SLTA
Pertanian Konstruksi Perdagangan Angkutan Jasa

75% 25%
15,91 % 45,45 % 22,73 % 15,91%
18,18 % 79,55 % 2,27 %
13,64 % 34,09 % 45,45 % 6,82 %
45,46 % 18,18 % 11,36 % 25,00 %
13,64 % 86,36 %
15,91 % 13,64 % 45,45 % 18,18 % 6,82 %
18,18 % 47,73 % 11,36 % 22,73 %
13,64 % 68,18 % 6,82 % 11,36 %
25,00 % 4,55 % 52,27 % 6,82 % 11,36 %

21

WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.3, No.1, Agustus 2007


Lapangan usaha yang dominan di Kota Binjai dalam menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan dan jasa.
Perkembangan pembangunan yang terjadi di Kota Binjai terlihat dari peningkatan nilai PDRB Kota Binjai dari tahun 2000 hingga tahun 2005. PDRB atas dasar harga berlaku Kota Binjai tahun 2005 mencapai 2,3 trilyun rupiah (1,68 persen dari total PDRB Sumatera Utara sebesar 136,9 trilyun rupiah) sedangkan PDRB atas dasar harga konstan mencapai 1,4 trilyun rupiah. PDRB per kapita sebesar 9.708.101,25 rupiah.
Profil Pekerja Sektor Informal di Kota Binjai
Keterangan mengenai profil atau karakteristik responden mengenai jenis kelamin, umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, etnis/suku, jumlah tanggungan, asal penduduk, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan orang tua.
Pekerja sektor informal ternyata sebanyak 33 responden atau 75 persen adalah laki-laki dan 11 responden atau 25 persen perempuan.
Umur responden terendah adalah 21 tahun, umur tertinggi responden adalah 65 tahun sedangkan umur rata-rata responden adalah 39,41 tahun. Jika dilihat jumlah responden berdasarkan kelompok umur maka responden terbanyak berada pada kelompok umur 31-40 tahun mencapai 20 responden atau 45,45 persen, diikuti kelompok umur 41–50 tahun sebanyak 10 responden atau 22,73 persen. Sedangkan kelompok umur 2130 tahun dan 50 tahun ke atas masing-masing 7 responden atau 15,91 persen.
Status perkawinan, sebanyak 35 responden atau 79,55 persen berstatus kawin, berstatus belum kawin sebanyak 8 responden atau 18,18 persen dan cerai sebanyak 1 responden atau 2,27 persen.
Tingkat pendidikan responden secara umum sudah relatif baik, hal ini terlihat hampir setengah dari responden telah menamatkan SLTA yaitu sebanyak 20 responden atau 45,45 persen, tamat SLTP sebanyak 15 responden atau 34,09 persen yang tamat SD sebanyak 6 responden atau 13,64 persen dan tamat sarjana sebanyak 3 orang atau 6,82 persen. Sedangkan yang tidak sekolah atau tidak tamat SD tidak ditemukan.

Dari hasil di atas menunjukkan bahwa, tingkat pendidikan pekerja sektor informal yang dikemukakan oleh para peneliti terlihat saat ini sudah tidak mutlak lagi. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin sulitnya mencari pekerjaan, sehingga mereka yang berpendidikan tinggi pun harus lari ke sektor informal.
Dilihat dari etnis/suku, suku yang terbanyak adalah etnis/suku Padang mencapai 45,46 persen, diikuti etnis/suku Jawa 18,18 persen, Melayu sebanyak 11,36 persen dan Batak 6,82 persen, sedangkan etnis/suku Karo, Mandailing, China masing-masing di bawah 5 persen.
Di samping etnis/suku, responden yang merupakan pendatang seluruhnya berasal dari Sumatera Barat. Responden yang pendatang sebanyak 13,64 persen sedangkan penduduk asli Kota Binjai sebanyak 86,36 persen.
Jumlah tanggungan tentunya akan menjadi beban bagi responden, semakin banyak jumlah tanggungan akan semakin banyak biaya hidup yang diperlukan.
Jumlah tanggungan yang terbesar bagi responden adalah 3 sampai 4 orang sebanyak 45,45 persen, jumlah tanggungan 5 sampai 6 sebanyak 18,18 persen, jumlah tanggungan 1 sampai 2 sebanyak 13,64 persen dengan beban tanggungan 7 sampai 8 sebanyak 6,82 persen. Namun terdapat 15,91 persen responden tidak memiliki tanggungan, artinya seluruh pencahariannya akan dinikmati oleh responden sendiri.
Tingkat pendidikan responden pada umumnya juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tuanya. Orang tua yang sudah berpendidikan tinggi pada umumnya menginginkan anaknya juga berpendidikan yang tinggi, berbeda dengan orang tua yang berpendidikan rendah umumnya pasrah dan tidak termotivasi agar anaknya berpendidikan lebih tinggi.
Secara umum tingkat pendidikan orang tua responden baik bapak maupun ibu adalah tamat SD. Sebanyak 21 bapak (47,73%) responden berpendidikan tamat SD sedangkan ibunya sebanyak 30 orang (68,18%).
Secara uji korelasi Pearson menggunakan SPSS versi 15, juga terlihat adanya korelasi yang positif dan siginifikan antara tingkat pendidikan anak dengan pendidikan bapak pada derajat kepercayaan 1 persen. Sedangkan

22


Tuti Hidayati: Pekerja Sektor Informal dan Pengembangan Wilayah...

antara tingkat pendidikan anak dan pendidikan ibu menunjukkan korelasi yang signifikan pada derajat kepercayaan 5 persen.
Jenis pekerjaan dari ibu responden hampir seluruhnya sebagai ibu rumah tangga, hanya satu orang bekerja tani. Bapak dari responden mempunyai pekerjaan yang terdiri dari sektor perdagangan, dikuti oleh pertanian, jasa, angkutan, dan konstruksi.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan responden antara lain jumlah jam kerja, modal usaha, pengalaman usaha, tingkat pendidikan responden, jenis pekerjaan, keterampilan, jumlah pembeli dan sebagainya. Namun dalam tesis ini yang diamati adalah rata-rata jam kerja per hari, modal usaha, pengalaman usaha, tingkat pendidikan, dan jenis usaha.
Lamanya responden menekuni usaha ini bervariasi mulai dari 1 tahun hingga 25 tahun. Responden yang berusaha selama 1 sampai 4 tahun sebanyak 54,54 persen, diikuti yang berusaha selama 21 sampai 25 tahun sebanyak 15,91 persen dan yang berusaha 5 sampai 10 tahun sebanyak 13,64 persen.
Hal ini sejalan dengan kondisi yang ada terlihat bahwa dalam lima tahun terakhir perkembangan sektor informal di Kota Binjai banyak bermunculan. Ini menunjukkan semakin sulitnya persaingan untuk mendapatkan pekerjaan. Bagi mereka yang tidak mendapatkan lapangan pekerjaan harus mampu bertahan hidup dengan lari ke sektor informal.
Jumlah jam kerja bervariasi dalam setiap usaha sektor informal, ini tergantung dari jumlah/jenis dagangan ataupun modal usaha. Pada dasarnya semakin banyak jumlah jam kerja maka penghasilan atau pendapatan akan semakin besar, namun itu pun akan tergantung dengan modal usahanya.
Rata-rata jumlah jam kerja yang paling dominan adalah antara 5 sampai 10 jam mencapai 75 persen. Diikuti oleh jumlah jam kerja 11 sampai 15 jam sebanyak 25 persen. Pada umumnya mereka memulai usaha pada pukul 17.00 WIB hingga larut malam sesuai dengan jumlah jam kerjanya. Namun mereka tidak mempunyai keterikatan terhadap jumlah jam kerja, tergantung pada barang dagangan.

Modal kerja salah satu syarat mutlak yang diperlukan dalam usaha sektor informal. Pada umumnya usaha sektor informal ini memiliki modal yang terbatas sesuai dengan kemampuan responden. Pada umumnya mereka sangat membutuhkan modal dalam rangka mengembangkan usahanya. Namun ini sering menjadi kendala bagi sektor informal.
Modal kerja antara 1 sampai 5 juta sebulan memiliki persentase terbesar yaitu 56,82 persen. Ini menunjukkan bahwa modal sektor informal sangat terbatas sekali, sehingga usahanya tidak dapat berkembang besar. Modal sekitar 6 sampai 10 juta dan 11 sampai 20 juta masing-masing 18,18 persen. Sedangkan modal 21 sampai 30 juta hanya 6,82 persen.
Rata-rata omset (revenue) sebulan dari usaha sektor informal paling banyak berada pada 1 sampai 5 juta dan 6 sampai 10 juta masing-masing mencapai 38,64 persen dan 34,09 persen. Sedangkan yang revenue 11 sampai 20 juta sebesar 18,18 persen dan pendapatan 21 juta ke atas berjumlah 9,09 persen. Hal ini masih sejalan dengan jumlah modal yang digunakan oleh responden.
Sektor informal ini memiliki jenis usaha yang berbeda-beda, ada yang hanya menjual makanan saja baik berupa makanan ringan atau kue-kue sampai ke makanan yang berat seperti jual nasi. Ada yang menjual khusus minuman seperti jual jus, kopi ataupun jual bermacam-macam es. Namun ada juga pedagang sektor informal ini yang menjual makanan dan juga minuman.
Bertahannya sektor informal ini sangat ditentukan oleh pembeli yang ada. Semakin banyak pembeli maka pendapatan sektor informal akan semakin tinggi. Rata-rata jumlah pembeli dari sektor informal ini sangat bervariasi.
Persentase tertinggi jumlah pembeli adalah 34,09 persen yaitu yang jumlah pembelinya 21 sampai 30 orang per hari. Urutan kedua adalah jumlah pembeli antara 31 sampai 40 orang dengan persentase 22,73 persen. Persentase pembeli yang terkecil adalah 2,27 persen dengan jumlah pembeli antara 1 sampai 10 orang.
Pengujian Hipotesis Selanjutnya berdasarkan hasil komputasi
diperoleh R Square sebesar 0,983. Artinya,


23

WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.3, No.1, Agustus 2007

terdapat 98,3 persen faktor pendapatan responden mampu dijelaskan oleh variasi himpunan variabel independen (yaitu: ratarata jam kerja per hari, modal, pengalaman usaha, tingkat pendidikan dan jenis usaha). Selebihnya 1,7 persen diterangkan oleh variabel lain yang tidak terangkum dalam model regresi.
Hasil penghitungan tabel Anova menunjukkan bahwa model regresi ini memiliki nilai F hitung sebesar 449,222 yang signifikan pada derajat kepercayaan 1 persen. Karena F hitung lebih tinggi dari pada nilai F tabel, maka Ho yang menyatakan bahwa semua variabel independen yang dimasukkan dalam model tidak mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen dapat ditolak. Artinya terbukti bahwa memang semua variabel independen secara simultan mampu menjelaskan variabel dependen.

Secara parsial hanya modal yang berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan. Sedangkan jam kerja rata-rata per hari, pengalaman usaha, tingkat pendidikan dan jenis usaha berpengaruh terhadap pendapatan tetapi tidak signifikan.
Koefisien regresi modal sebesar 1,053 memperlihatkan bahwa jika modal kerja ditambah sebesar 1 rupiah maka, dapat meningkatkan pendapatan responden sebesar 1,053 rupiah per bulan. Semakin besar modal kerja yang digunakan maka akan dapat meningkatkan pendapatan responden.
Korelasi Pearson menunjukkan bahwa secara parsial hanya jenis usaha yang berkolerasi secara signifikan terhadap pendapatan pada derajat kepercayaan 5 persen dan modal pada derajat kepercayaan 1 persen. Pengalaman usaha, pendidikan dan rata-rata jam kerja perhari tidak berkolerasi secara signifikan.

Tabel 4. Rangkuman Hasil Analisis Regresi Linear Berganda antara Pendapatan, dengan Modal Kerja, Rata-rata Jam Kerja per Hari, Tingkat Pendidikan, Pengalaman Usaha, dan Jenis Usaha

Variabel

Konstanta

(1)

Rata-rata jam kerja per hari

Modal

Koefisien Regresi
(2)
678.666,47

t hitung (3)
0,875

Signifikansi (4)
0,387

19.264,159 0,272

0,787

1,053 41,880

0,000

Pengalaman usaha

697,021 0,036

Tingkat pendidikan Variabel Dummy: lulus SLTA

234.319,15 0,741

Jenis usaha Variabel Dummy: subsitusi nasi (makanan berat)

219.349,17 0,647

Y

: 678.666,47 + 19.264,159 X1 + 1,053 X2 + 697,021 X3 + 234.319,15 X4 + 219.349,17 X5

R ² : 0,983

Adjusted R ²

: 0,981

F hitung

: 449,222

Sumber: Hasil Pengolahan.

0,972 0,463 0,521

24

Tuti Hidayati: Pekerja Sektor Informal dan Pengembangan Wilayah...

Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah dapat dilihat
dari penyerapan tenaga kerja, tingkat pendapatan, daya beli masyarakat dan akhirnya pada tingkat kesejahteraan masyarakat. Semakin baik kesejahteraan masyarakat maka pengembangan wilayah berjalan dengan baik.
Usaha sektor informal ini telah berperan dalam pengembangan wilayah di Kota Binjai, hal ini terlihat dalam penyerapan tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja yang diserap sebanyak 84 orang, di mana 39 orang (46,43%) merupakan tenaga kerja yang dibayar dan 45 orang (53,57%) merupakan tenaga kerja yang tidak dibayar atau yang biasa disebut dengan pekerja keluarga.
Sektor informal yang dikelola sendiri hanya menggunakan tenaga kerja 1 atau 2 orang. Ini menunjukkan bahwa pekerja sektor informal cendrung tidak tergantung pada bantuan pihak lain. Kemandirian ini merupakan salah satu ciri sektor informal di perkotaan.
Penyerapan tenaga kerja sebanyak 84 orang ini tentunya telah meningkatkan

pendapatan/penghasilan sehingga telah dapat menaikkan taraf hidup mereka. Artinya dari sebanyak 44 usaha ini telah mampu menyelamatkan 84 tenaga kerja dari pengangguran. Namun penyerapan tenaga kerja sektor informal ini hanya untuk jangka pendek, menyerap tenaga kerja untuk mengatasi pengangguran.
Tingkat kesejahteraan masyarakat antara lain dapat dilihat dari membaiknya kondisi ekonomi, meningkatnya pendapatan serta terpenuhinya kebutuhan ekonomi keluarga. Namun faktor kenyamanan, keamanan, keharmonisan hidup terhadap lingkungan tidak dapat diabaikan.
Menurut persepsi responden pendapatan dan kesejahteraannya selama ini dibandingkan usaha sebelumnya adalah responden yang menjawab meningkat sebanyak 15 responden atau 34,09 persen, sedangkan menjawab tetap sebanyak 29 orang atau 65,91 persen. Namun tidak ada responden yang menjawab pendapatannya menurun dibandingkan usaha sebelumnya.

Tabel 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan

Lama Menekuni Usaha(tahun)
Rata-rata Jam Kerja Sehari (jam) Rata-rata Modal Kerja Sebulan (Juta rupiah) Rata-rata Pendapatan Sebulan (juta rupiah) Jenis Usaha Rata-rata Jumlah Pembeli Setiap Hari (Orang)
Sumber: Data Primer.

1–4 5 – 10 11 – 15 16 – 20 21 – 25
5 – 10 11 – 15
1–5 6 –10 11 – 20 21 – 30
1–5 6 – 10 11 – 20 21 +
Makanan Minuman Makanan dan Minuman
1 – 10 11 – 20 21 – 30 31 – 40 41 – 50 51 +

54,54% 13,64% 6,82% 9,09% 15,91%
75% 25%
56,82% 18,18% 18,18% 6,82%
38,64% 34,09% 18,18% 9,09%
75% 9,09% 15,91%
2,27% 13,64% 34,09% 22,73% 15,91% 11,36%

25

WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.3, No.1, Agustus 2007

Tabel 6. Tingkat Pendapatan, Kesejahteraan dan Konsumsi Responden Dibandingkan Usaha Sebelumnya

Indikator
Pendapatan Kesejahteraan Konsumsi Sumber: Data Primer.

Meningkat (%)
34,09 34,09 56,82

Tetap (%)
65,91 65,91 43,18

Menurun (%)
0 0 0

Tabel 7. Persepsi Responden Pembangunan Kota Binjai

Indikator Pembangunan Daya beli masyarakat
Sumber: Data Primer.

Meningkat (%)
100,00 45,45

Tetap (%)
0,00 54,55

Menurun (%)
0,00 0,00

Menurut persepsi responden, tingkat pengeluaran konsumsinya selama usaha ini dibandingkan sebelumnya sebanyak 56,82 persen meningkat, dan sebanyak 43,18 persen menjawab tetap serta tidak ada yang menjawab berkurang. Pengeluaran konsumsi ini tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kebutuhan hidup, harga, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan dan sebagainya.
Kendala usaha merupakan salah satu hambatan yang harus diatasi agar usaha tersebut dapat berkembang sehingga berdampak positif terhadap pengembangan wilayah.
Menurut persepsi responden, kendalakendala yang dihadapi dalam menjalankan usahanya hampir seluruhnya yaitu sebanyak 97,73 persen adalah kendala dalam modal dan 2,27 persen mengatakan banyak saingan.
Selama menjalankan usahanya responden tidak pernah mendapatkan bantuan, baik berupa modal uang ataupun sarana dan prasarana untuk usaha. Ini menunjukkan dalam menjalankan usahanya sektor informal menggunakan modal sendiri sebagai modal usahanya artinya sektor informal mengandalkan kemampuan sendiri dalam menjalankan usahanya.
Modal tentunya akan dapat digunakan untuk mengembangkan usaha, dalam arti dapat meningkatkan modal sehingga pendapatan dapat bertambah maupun membuat usaha yang bersifat informal menjadi formal dengan menempati sebuah tempat yang permanen.

Pemerintah Daerah sesuai dengan amanah yang diembannya harus dapat meningkatkan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Namun kadangkala pembangunan bisa saja tidak menyentuh seluruh aspek kehidupan sehingga berbagai persepsi masyarakat akan muncul terkait dengan pembangunan yang telah dilaksanakan.
Menurut persepsi responden, seluruhnya mengatakan pembangunan di Kota Binjai meningkat. Bila dikaitkan dengan pengamatan dan analisis data penunjang pembangunan, pembangunan Kota Binjai memang berkembang dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh data PDRB, pendapatan per kapita dan realita yang tampak.
Salah satu indikator untuk melihat pengembangan wilayah adalah semakin tingginya daya beli masyarakat. Semakin tingginya daya beli masyarakat tentunya berkaitan erat dengan kondisi perekonomian yang baik dan semakin bertambahnya pendapatan masyarakat. Pendapatan masyarakat yang membaik akan mendorong terciptanya daya beli sehingga perekonomian akan semakin berkembang dengan baik.
Berdasarkan jawaban responden, daya beli masyarakat Kota Binjai meningkat mencapai 45,45 persen responden. Yang menjawab tetap sebesar 54,55 persen. Jawaban responden sudah mengindikasikan bahwa daya beli meningkat menunjukkan pengembangan wilayah di Kota Binjai cukup baik.
Berbagai uraian di atas menunjukkan bahwa berbagai indikator pengembangan

26

Tuti Hidayati: Pekerja Sektor Informal dan Pengembangan Wilayah...

wilayah di Kota Binjai cukup baik. Sektor informal yang juga telah berperan dalam pengembangan wilayah, di mana mampu menyerap tenaga kerja dan penciptaan lapangan kerja. Di samping itu sektor informal ini juga mempunyai efek multiplier di mana bahan baku dan penolong berasal dari Kota Binjai sendiri sehingga akan memberikan dampak positif juga terhadap pedagang bahan baku dan penolong tersebut. Namun pada sisi lain sektor informal juga memunculkan berbagai permasalahan. Tempat usaha yang berada di tepi jalan telah menimbulkan permasalahan kemacetan lalu lintas dan kesemrawutan, kebersihan, kesehatan lingkungan sehingga mengurangi keindahan kota. Di samping itu kenyamanan masyarakat sekitar lokasi juga merasa terganggu.
Untuk meningkatkan peran sektor informal di dalam pengembangan wilayah juga diperlukan sebuah kebijakan dari Pemerintah Daerah untuk lebih memberdayakan pekerja sektor informal. Pembinaan terhadap pekerja sektor informal, membentuk beberapa paguyuban usaha sehingga mereka lebih kuat untuk mengembangkan usaha. Di samping itu perlu adanya rencana alokasi pekerja sektor informal di mana tempat tersebut membuat masyarakat nyaman untuk menikmati makanan dan minuman. Alokasi tersebut juga akan membuat kota tertata baik sehingga tidak mengganggu keindahan tata kota dan kenyamanan masyarakat sekitar lokasi saat ini.
KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bab-bab
sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Profil pekerja sektor informal di Kota
Binjai dominan laki-laki, berumur 31 sampai 50 tahun. Tingkat pendidikan yang sudah relatif baik SLTA ke atas. Suku Padang adalah suku terbanyak. Umumnya memiliki jumlah tanggungan 3 sampai 4. Pendidikan orang tua masih rendah hanya tamat SD dan mayoritas bekerja di sektor perdagangan. 2. Seluruh variabel bebas (rata-rata jam kerja per hari, modal, pengalaman usaha, tingkat pendidikan dan jenis usaha) secara simultan siginifikan mempengaruhi

variabel terikat (pendapatan). Namun secara parsial hanya modal yang berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. 3. Pekerja sektor informal di Kota Binjai telah berperan dalam pengembangan wilayah, hal ini terlihat dari penyerapan tenaga kerja, terjadinya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.
SARAN 1. Seluruh responden mengalami masalah
dalam usahanya berupa kekurangan modal, maka perlu adanya kerjasama pemerintah dan lembaga swasta terutama perbankan untuk dapat menyalurkan kredit yang dapat mengembangkan usahanya dan diharapkan dengan demikian akan dapat berubah menjadi sektor formal. 2. Untuk meningkatkan peran sektor informal dalam pengembangan wilayah juga diperlukan sebuah kebijakan dari Pemerintah Daerah untuk lebih memberdayakan pekerja sektor informal. Pembinaan terhadap pekerja sektor informal, membentuk beberapa paguyuban usaha sehingga mereka lebih kuat untuk mengembangkan usaha. 3. Di samping itu perlu adanya rencana alokasi pekerja sektor informal di mana tempat tersebut membuat masyarakat nyaman untuk menikmati makanan dan minuman. Alokasi tersebut juga akan membuat kota tertata baik sehingga tidak mengganggu keindahan tata kota dan kenyamanan masyarakat sekitar lokasi saat ini.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kota Binjai. 2006.
Binjai Dalam Angka 2006. Binjai.
Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara. 2006. Statistik Kesejahteraan Rakyat Propinsi Sumatera Utara. Medan.
Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara. 2006. Sumatera Utara Dalam Angka. Medan.
Dinata, Jaya. 1992. Tata Guna Dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah. ITB, Bandung.

27

WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.3, No.1, Agustus 2007

Hadjisaroso. 1994. Konsep Dasar Pengembangan Wilayah di Indonesia dalam Prisma No.8, Agustus, Jakarta.

Rachbini, Didik J. Kompas. 15 April, 2006. Ekonomi Informal di Tengah Kegagalan Negara.

Harsiwi, M, Agung Th. 2003. Dampak Krisis Ekonomi terhadap Keberadaan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Malioboro. http://artikel.us/amharsiwi. html diakses tanggal 15 Maret 2007.

Rice, Robert Charles. 1997. The Indonesian Urban Informal Sector: Characteristics and Growth from 1980 to 1990. Population Vol 3.No.1, Jurnal. Demographic Institute.

Hart, Keith. 1973. Sektor Informal dalam Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor Informal Kota. Penyunting Chris Manning, Tadjuddin Noer Effendi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Idris, Irzal. 2003. Studi tentang Pekerja di Bawah Umur Sektor Informal Perkotaan (Kasus pada Penyemir Sepatu di Kota Medan), Tesis. Medan: Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Sugiyono. 2005. Statistik Untuk Penelitian. CV. Alfabeta Bandung.

28