Pra-pemrosesan Pre-processing LANDASAN TEORI

2.5. Pra-pemrosesan Pre-processing

Teknik pra-pemrosesan digunakan untuk mempersiapkan citra agar dapat menghasilkan ciri yang lebih baik pada tahap pemisahan ciri terhadap proses pengenalan pola. Teknik pra-pemrosesan sangat berkaitan dengan pengenalan pola. Pengenalan pola secara umum merupakan suatu ilmu yang mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif ciri atau sifat dari objek. Pola sendiri merupakan suatu entitas yang terdefinisi dan dapat diidentifikasi dan diberi nama. Salah satu contoh dari pola yaitu sidik jari. Pola dapat merupakan kumpulan dari hasil pengukuran atau pemantauan dan dapat dinyatakan dalam notasi vektor atau matriks. Putra, 2010. Pra-pemrosesan adalah transformasi input data mentah untuk membantu kemampuan komputasional dan pencari ciri serta untuk mengurangi kesalahan. Pada pra-pemrosesan, citra yang ditangkap oleh sensor akan dinormalisasi agar citra menjadi lebih siap untuk diolah pada tahap pemisahan ciri. Kualitas ciri yang dihasilkan pada proses pemisahan ciri sangat tergantung pada hasil pra-pemrosesan. Berikut ini merupakan tahap-tahap pra-pemrosesan antara lain : 1. Mengubah citra RGB Red Green Blue menjadi beraras keabuan Grayscale. 2. Segmentasi yaitu proses memisahkan antara wilayah latar belakang dengan wilayah latar depan. 3. Normalisasi yaitu mengurangi dampak dari derau noise pada sensor, yang digunakan untuk menstandarisasi nilai intensitas citra. 2.5.1. Konversi Citra RGB Menjadi Citra Grayscale Citra RGB Red Green Blue warna dapat diubah menjadi citra grayscale dengan menghitung rata-rata elemen warna Red Merah, Green Hijau dan Blue Biru Santi, 2011. Secara matematis perhitungan sebagai berikut: F o x, y = � , + � , + � , 2.11 Universitas Sumatera Utara Berikut gambar contoh proses perhitungan konversi citra RGB menjadi grayscale. R=50 G=65 B=50 R=40 G=40 B=55 R=90 G=90 B=90 R=80 G=50 B=50 R=50 G=30 B=40 55 45 90 60 40 R=40 G=80 B=30 R=50 G=80 B=50 R=40 G=90 B=80 R=20 G=20 B=50 R=50 G=60 B=70 50 60 70 30 60 R=80 G=60 B=40 R=70 G=70 B=70 R=80 G=90 B=70 R=10 G=70 B=10 R=80 G=50 B=80 60 70 80 30 70 R=50 G=90 B=70 R=40 G=60 B=50 R=70 G=70 B=70 R=60 G=20 B=40 R=50 G=80 B=50 70 50 70 40 60 R=50 G=65 B=50 R=40 G=60 B=80 R=80 G=80 B=80 R=70 G=60 B=50 R=90 G=85 B=70 60 60 80 60 80 Gambar 2.13. Proses Konversi Citra RGB Menjadi Grayscale Santi, 2011 2.5.2. Segmentasi Segmentasi citra bertujuan untuk membagi wilayah-wilayah yang homogen. Segmentasi merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengubah citra input ke dalam citra output berdasarkan atribut yang diambil dari citra tersebut. Segmentasi membagi citra kedalam daerah intensitasnya masing-masing sehingga dapat membedakan antara objek dengan background-nya. Pembagian ini tergantung terhadap masalah yang akan diselesaikan. Segmentasi harus dihentikan apabila masing-masing objek telah terisolasi atau terlihat dengan jelas. Tingkat keakurasian segmentasi tergantung pada tingkat keberhasilan prosedur analisis yang dilakukan. Algoritma pada segmentasi citra terbagi atas dua macam Rachmad, 2008, yaitu: 1. Diskontinuitas Diskontinuitas merupakan pembagian citra berdasarkan perbedaan dalam intensitasnya, contohnya titik, garis, dan edge tepi. F = 50+65+503 Universitas Sumatera Utara 2. Similaritas Similaritas merupakan pembagian citra berdasarkan kesamaan-kesamaan kriteria yang dimilikinya, contohnya thresholding, region growing, region splitting, dan region merging. a b Gambar 2.14. Proses Pemisahan, a Gambar Asli, b Hasil Segmentasi Rachmad, 2008 Pada Gambar 2.14 merupakan tahap segmentasi, dimana dalam proses ini adalah proses pemisahan antara objek citra sidik jari dengan backgorund-nya. 2.5.2.1.Thresholding Pengambangan Proses pengambangan akan menghasilkan citra biner yaitu citra yang memiliki dua nilai tingkat keabuan yaitu hitam dan putih Kumaseh, 2011. Secara umum proses pengambangan citra grayscale untuk menghasilkan citra biner adalah sebagai berikut: gx,y = { � � � , ≥ � � � � , �} 2.12 Dengan g x,y adalah citra biner dari citra grayscale f x,y, dan T menyatakan nilai ambang. Nilai T memegang peranan yang sangat penting dalam proses pengambangan. Kualitas citra biner sangat tergantung terhadap nilai T yang digunakan. Terdapat dua jenis pengambangan antara lain pengambangan global global thresholding dan pengambangan secara lokal adaptif locally adaptive thresholding. Pada pengambangan global, seluruh piksel pada citra dikonversikan menjadi hitam atau putih dengan suatu nilai ambang T. Kemungkinan besar pada pengambangan Universitas Sumatera Utara global akan banyak informasi yang hilang karena hanya menggunakan satu nilai T untuk keseluruhan piksel. Untuk mengatasi masalah ini, dapat digunakan pengambangan secara lokal adaptif. Pada pengambangan lokal adaptif, suatu citra dibagi menjadi blok-blok kecil dan kemudian dilakukan pengambangan lokal pada setiap blok dengan nilai T yang berbeda. 2.5.2.2. Normalisasi Normalisasi intensitas digunakan untuk mengurangi ketidaksempurnaan citra akibat adanya derau noise maupun ketidakseragaman pencahayaan. Normalisasi juga digunakan untuk menstandarisasi nilai intensitas sebuah citra dari tingkat keabuan pada piksel citra sidik jari. Proses normalisasi intensitas dilakukan terhadap setiap piksel pada citra asli Putra, 2010. Algoritma proses normalisasi adalah sebagai berikut : 1 Hitung nilai rata-rata untuk setiap sektor pada citra sidik jari input. 2 Hitung nilai varian untuk setiap sektor pada citra sidik jari input. 3 Untuk setiap sektor pada citra sidik jari mengalami proses normalisasi. Normalisasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : , = { + √ � {� , − � } � � � � , − √ � {� , − � } � � � � , 2.22 dimana : N i x, y = citra hasil normalisasi Ix, y = citra asal M = varian citra hasil M i = varian citra asal V x = rata-rata citra hasil V i = rata-rata setiap sektor citra asal Universitas Sumatera Utara

2.6. Ekstraksi Fitur