Analisis Genetik Potensi Ratun Genotipe Padi (Oryza Sativa L) Spesifik Lahan Pasang Surut

ANALISIS GENETIK POTENSI RATUN GENOTIPE PADI
(Oryza sativa L) SPESIFIK LAHAN PASANG SURUT

PARLIN HALOMOAN SINAGA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi „Analisis Genetik Potensi Ratun
Genotipe Padi (Oryza sativa L.) Spesifik Lahan Pasang Surut ’ adalah karya saya
sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari
karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor,


April 2015

Parlin Halomoan Sinaga
A263100061

RINGKASAN
Lahan pasang surut di Indonesia terdapat seluas 20.1 juta hektar, 9.53 juta hektar
di antaranya potensial untuk lahan pertanian, dan dari 9.53 juta hektar tersebut, 6 juta
hektar berpotensi untuk areal tanaman pangan. Lahan pasang surut seluas 6 juta hektar
seharusnya dapat menjadi sentra produksi padi utama di Indonesia. Usahatani padi di
lahan pasang surut dihadapkan pada masalah lingkungan yang bersifat suboptimal
untuk pertumbuhan tanaman, kekurangan tenaga kerja, sosial budaya, kekurangan
modal usaha, dan fanatisme petani terhadap varietas lokal.
Produktivitas padi di lahan pasang surut Kalimantan berkisar 3.2 – 4.2 t ha-1.
Produktivitas tersebut dapat ditingkatkan tanpa harus menanam dua kali dalam setahun,
yaitu dengan memanfaatkan ratun. Ratun adalah tanaman yang tumbuh dari tunas yang
terdapat di buku batang padi yang tersisa saat panen.
Kemampuan tanaman padi untuk menghasilkan ratun dapat ditentukan oleh: sifat
genetik dan lingkungan. Kemampuan menghasilkan ratun merupakan karakter varietas
yang dikendalikan secara genetik dan oleh karena itu berbeda pada berbagai jenis padi.

Potensi ratun pada padi-padi pasang surut perlu dikaji untuk memberi arah
pemuliaan padi ratun. Penelitian berjudul “Keragaman dan Analisis Genetik Potensi
Ratun Genotipe Padi (Oryza sativa L.) Spesifik Lahan Pasang Surut” bertujuan untuk
menjelaskan lingkungan seleksi, keragaman potensi ratun berbagai genotipe padi
pasang surut, aspek fisiologis, kendali genetik ratun, memperoleh galur padi tipe baru
ratun, dan menyusun paket teknologi budidaya padi tipe baru ratun spesifik lahan
pasang surut.
Penelitian dilaksanakan dalam enam (6) kegiatan. Percobaan di lapangan
dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak kelompok lengkap yang diulang 3
kali. Bibit berumur 21 hari sejak semai (hss) ditanam 1 bibit per lubang tanam dengan
jarak tanam 20 cm x 20 cm. Tanaman dipupuk dengan 150 kg ha-1 Urea, SP36 100 kg
ha-1 SP36, dan 75 kg ha-1 KCl. Tanaman utama dipanen setelah 95% malai menguning.
Pemotongan batang saat panen dilakukan pada ketinggian 10 cm dari permukaan tanah.
Tanaman ratun dipupuk dengan 50 kg ha-1 Urea, 30 kg ha-1 SP36, dan 25 kg ha-1 KCl.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon genotipe-genotipe padi terhadap
ketiga lingkungan seleksi berdasarkan tipologi lahan pasang surut tidak berbeda, yang
ditunjukkan oleh jumlah rumpun hidup yang sama antar tipologi lahan. Seleksi untuk
kemampuan meratun dapat dilakukan pada tipologi lahan sulfat masam maupun lahan
bergambut dengan tipe luapan air B dan C. Genotipe IPB107-F-7-3 mampu
menghasilkan rumpun hidup terbanyak sebesar 86.6%.

Keragaman genetik dari kemampuan meratun genotipe padi luas. Seleksi untuk
kemampuan meratun dapat dilakukan melalui karakter tanaman utama sebagai karakter
sekunder, yaitu: diameter batang, tumbuh cepat dan vigor, daun hijau saat panen (stay
green), anakan produktif banyak, dan produktivitas tanaman utama tinggi. Seleksi
dengan menggunakan indeks seleksi menghasilkan sembilan genotipe dengan
kemampuan meratun baik, yaitu: IPB97-F-13-1-1, IPB107-F-14-4-1, IPB107-F-14-5-1,
IPB Batola 6R, Inpago IPB 8G, IPB 4S, IPB Batola 5R, IPB 3S, dan IPB107-F-18.
Kemampuan meratun padi pasang surut berkorelasi lebih kuat dengan kandungan
nitrogen dibandingkan dengan kandungan karbohidrat pada buku. Kemampuan
membentuk ratun padi pasang surut dikendalikan oleh dua gen dengan aksi gen

epistasis. Keragaan karakter agronomi ratun dikendalikan oleh banyak gen minor
dengan aksi gen aditif dan epistasis duplikat atau epistasis komplementer.
Hasil ratun genotipe padi dipengaruhi secara nyata oleh interaksi jumlah buku
sisa x genotipe x lokasi. Pemotongan tanaman utama dengan menyisakan satu buku
menyebabkan komponen hasil dan hasil ratun rendah pada lahan tipe B maupun C.
Pemotongan tanaman utama dengan menyisakan tiga buku sisa memberikan hasil
terbaik genotipe IPB97-F-13-1-1 dan IPB 3S di lokasi tipe luapan B dan C.
Hasil ratun tidak dipengaruhi oleh interaksi lokasi x waktu pemupukan tanaman
utama x waktu panen tanaman utama x genotipe. Hasil panen ratun maupun total hasil

(ratun + tanaman utama), berbeda antar tipologi lahan pasang surut. Hasil ratun
genotipe IPB107-F-18 lebih tinggi jika tanaman utama dipupuk dan dipanen lebih awal
baik di lahan tipe B maupun C. Panen tanaman utama lebih awal lima hari dari umur
panen normal di lokasi Kapuas memberikan total hasil tanaman utama dan ratun
tertinggi yaitu 5.12 t ha-1 GKG dan terendah 4.34 t ha-1 GKG jika genotipe ditanam di
Pulang Pisau. Panen tanaman utama yang lebih lambat dari waktu panen normal di
Kapuas memberikan hasil yang rendah.
Tanaman ratun sensitif terhadap pengaruh lingkungan. Genotipe IPB97-F-13-1-1,
IPB 4S, dan IPB 3S merupakan genotipe terbaik berdasarkan rata-rata hasil tanaman
utama+ratun di tiga lokasi. Pada lingkungan yang sesuai seperti Kapuas, IPB 3S dapat
memberikan total hasil 7.09 t ha-1 GKG. Berdasarkan total hasil, genotipe IPB97-F-131-1 dan IPB 4S beradaptasi pada lingkungan sub-optimal (bi < 1). Hasil rata-rata ratun
IPB97-F-13-1-1, IPB 4S, dan IPB 3S menempati peringkat terbaik sekaligus di 3
lokasi. Dengan menggunakan genotipe ratun berdaya hasil tinggi dan stabil, teknologi
ratun mampu meningkatkan secara signifikan hasil padi di lahan pasang surut.
Kontribusi ratun terhadap hasil padi berkisar 31.3 % - 61.9 %.
Penelitian ini menghasilkan beberapa informasi, yaitu: 1) karakter meratun
genotipe (kemampuan tunas untuk tumbuh 3 hari setelah panen tanaman utama) adalah
sama pada lahan tipe luapan B dan C, tetapi hasil ratun dipengaruhi oleh lingkungan
yang ditunjukkan oleh interaksi yang nyata genotipe x lingkungan; 2) metode seleksi
padi ratun menggunakan kriteria seleksi batang tanaman utama yang besar; 3) ideotipe

padi ratun tipe baru; 4) teknik budidaya ratun spesifik lahan pasang surut; 5) genotipe
padi ratun yang stabil; 6) hubungan karakter N batang terhadap hasil ratun; dan 7)
informasi aksi gen dalam pemuliaan ratun.
Teknologi ratun dapat diandalkan untuk meningkatkan produksi padi di lahan
pasang surut, tetapi masih berpeluang diperbaiki melalui penemuan padi ratun tipe baru
dengan produktivitas yang lebih tinggi dan adaptasi terhadap lingkungan yang lebih
luas. Kegiatan pemuliaan padi ratun harus memperhatikan karakter tanaman utama
yaitu diameter batang besar yang didukung oleh karakter pertumbuhan vigor, stay
green, jumlah anakan produktif dan produktivitas tanaman utama yang tinggi. Karakter
kadar nitrogen (N) batang yang tinggi, penting untuk menentukan kemampuan meratun
yang baik. Oleh karena itu padi ratun harus respon terhadap pemupukan N. Karakterkarakter ratun dikendalikan oleh banyak gen dan terdapat pengaruh epistasis sehingga
seleksi harus dilakukan pada generasi lanjut dan perlu menanam banyak tanaman per
siklus seleksi. Genotipe berpotensi ratun memberikan respon yang baik terhadap
pemotongan dengan menyisakan 3 buku saat panen, panen tanaman utama pada saat
masak fisiologis, dan pemupukan tanaman utama tujuh hari sebelum panen. Genotipe
ratun seperti IPB97-F-13-1-1, IPB 4S, dan IPB 3S dapat memberikan kontribusi ratun
hingga 61.9% dari tanaman utama.

Beberapa penelitian masih perlu dilakukan untuk mengetahui hubungan
karbohidrat dengan posisi buku dalam rangka mengklarifikasi banyak pendapat peneliti

yang menyatakan bahwa karbohidrat penting untuk kemampuan meratun padi.
Penelitian lebih lanjut perlu untuk mengetahui penyebab kehilangan rumpun, potensi
memperoleh genotipe genjah yang mengandung N dan karbohidrat tinggi, dan respon
petani dan nilai ekonomi padi ratun.

Kata Kunci: ratun, genotipe, padi, pasang surut, stabilitas hasil

SUMMARY

Tidal land in Indonesia has an area of 20.1 million hectares, 9.53 million ha of
which the potential for agricultural, and from the 9.53 million ha mentioned, 6 million
ha are potential for food crop (especially rice). With an area 6 million ha, tidal land
should be able to become a major rice production centers in Indonesia. However,
efforts to increase the production within the area of tidal land faced with the problem
suboptimal environment for plant growth, less of labor, social, cultural, poverty, and
the fanaticism of farmers to local varieties.
Rice production in tidal land is still low because the dominant varieties grown by
farmers is low yielding local varieties and planting season only once a year. Rice
productivity in Central Kalimantan 3.2 t ha-1 and in South Kalimantan 4.2 t ha-1.
Rice production in tidal land can actually be improved without the twice planting

season a year, that is by utilizing ratoon. Ratoon are plants that grow from buds
contained in the node remaining rice straw at harvest. Research of tidal rice ratoon in
Indonesia is still very limited and the reports of breeding ratoon tidal rice has not been
found.
The ratooning ability of the rice plant can determined by genetic and
environmental characteristics, such as sunlight, temperature, water availability, soil
fertility, and pests and plant diseases. Moreover, it can also be influenced by cutting
height, fertilizing, water management, and harvesting time. The ratooning ability is a
characters of variety. The expression of character of ratoon is controlled genetically and
therefore different in different types of rice. According to Turner and Fund (1993), the
factors that influence the yield of ratoon quite clear yet known.
It is necessary to assess the ratooning ability of tidal land rice to give the
direction of ratoon rice breeding. Research of ratooning ability and the performance of
cultivation technology of tidal rice ratoon and the opportunities of a new type of rice
ratoon assembly specific for tidal land is supposed to give information the rice that
have character ratoon, cultivation techniques that expressed ratoon character, and
character that should be corrected so that the yield of the ratoon are not different
sharply of the main crop. The research will initiate the discovery of a high yielding new
type rice ratoon and adapted well in the tidal land. It required information of sources
ratoon character, the character most associated with ratoon that can be used as selection

criteria, heritability, gene control, inheritance, stability, and cultivation techniques..
The results showed that the rice ratooning ability can be seen from the ability of
bud in node to grow a few days after main crop harvested. Response of genotypes
shown by the number of ratoon living clumps did not differ between the typology of
acid sulfate soil or peat land with the overflow type B or C. The different of soil
environment does not cause different in ratooning ability of rice. Selection can be done
on acid sulfate soil and peatlands with overflow type B and C. Genotype IPB107-F-7-3
was able to produce the higest living clumps of 86.6%.
The variability of ratooning ability of rice genotypes was high. Selection for
ratooning ability can be done by using a secondary character, namely: culm diameter,
growing fast and vigor, green leaves at harvest (stay green), many productive tillers,
and high productivity of major crops. By using some of the characters as the selection
criteria, nine potential genotypes for ratoon were selected, namely: IPB97-F-13-1-1,

IPB107-F-14-4-1, IPB107-F-14-5-1, IPB Batola 6R, Inpago IPB 8G, IPB 4S, IPB 5R
Batola, IPB 3S and IPB107-F-18.
Nitrogen (N) is more dominant in determining the yield of ratoon therefore to
develop rice ratoon need to consider the character stay green and genotypes that are
responsive to fertilizer N. The ratooning ability of tidal swamp rice is controlled by two
major genes with epistatic gene action. The agronomic characters of ratoon is

controlled by many genes with additive gene action and there is the influence of both
the duplicate and complementary epistasis.
Interaction of location x number of node left x genotype was highly significant (P