Khasiat Ramuan Ekstrak Daun Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Lipid Hati Tikus Hiperlipidemia
PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
ALVIANI. Khasiat Ramuan Ekstrak Daun Jati Belanda terhadap Peroksidasi
Lipid Hati Tikus Hiperlipidemia. Dibimbing oleh ANNA P. ROSWIEM, dan
SULISTIYANI.
Jati belanda, jambu biji, dan temulawak merupakan tumbuhan obat
tradisional yang telah digunakan sebagai antioksidan. Penggunaan tumbuhan
tersebut sebagai antioksidan masih terbatas pada masing1masing tumbuhan saja,
sedangkan potensi antioksidasi ketiga tumbuhan tersebut dalam bentuk ramuan
belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi potensi
antioksidasi dari ramuan daun jati belanda, serta menetukan konsentrasi lipid
peroksida hati tikus hiperlipidemia yang diberi ramuan ekstrak daun jati belanda
yang mengandung daun jambu biji dan rimpang temulawak.
Ramuan daun jati belanda yang terdiri dari daun jambu biji dan rimpang
temulawak diekstraksi dengan pelarut etanol 70% secara maserasi. Hasil ekstraksi
digunakan untuk menentukan konsentrasi lipid peroksida hati dari tikus yang
hiperlipidemia. Konsentrasi lipid peroksida hati diukur menggunakan uji TBA.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pemberian pakan kolesterol sebesar
1.25% selama sembilan minggu mampu meningkatkan konsentrasi lipid peroksida
hati. Ramuan ekstrak daun jati belanda yang mengandung daun jati belanda lebih
banyak (2x:1y:1z) mampu menurunkan konsentrasi lipid peroksida hati sebesar
13.25% lebih rendah daripada kelompok hiperlipidemia, sedangkan ramuan
ekstrak daun jati belanda tunggal (1x:0y:0z) hanya 7.24%. Ramuan ekstrak daun
jati belanda tanpa daun jambu biji dapat menurunkan konsentrasi lipid peroksida
hati terbesar yaitu 26,31%, sedangkan ramuan daun jati belanda (1x:1y:1z)
bertindak sebagai prooksidan.
ALVIANI. Potency of Potion of Jati Belanda Leaf Extracts on Lipid Peroxidation
in The Liver Hyperlipidemic Rat. Under the direction of ANNA P. ROSWIEM,
and SULISTIYANI.
Jati belanda, guavas, and temulawak are traditional herbs that has been
widely used as antioxidant. The use of those as antioxidant were limited to the
single plants one each, while potency of those plants in potions had not been
known. This research aims to provide informations related to the antioxidant
potency of jati belanda leaf potions, also to determine lipid peroxidation
concentration of hyperlipidemic rat liver which were given by potion containing
jati belanda leaves, guava leaves, and temulawak extracts.
Potions of jati belanda leaves, guava, and temulawak rhizome, were
extracted with ethanol 70% by maceration. Filtrate were used to measure lipid
peroxide concentration in hyperlipidemic rat liver. The concentration was
measured by TBA test.
Results showed that 1.25% cholesterol feeding for nine weeks were able to
increase lipid peroxide concentration in the liver. Jati belanda leaf potion contain
more of jati belanda leaves (2x:1y:1z) were able to decrease lipid peroxide in the
liver 13.25% lower than hyperlipidemic groups, while jati belanda leaf extract
single can only decrease 7.24%. Jati belanda leaf extracts without guava leaf
extract gave the largest decrease in lipid peroxide concentration in livers 26.31%,
while jati belanda leaf potion extract (1x:1y:1z) act as prooxidant.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi Biokimia
Judul Skripsi : Khasiat Ramuan Ekstrak Daun Jati Belanda terhadap Peroksidasi
Lipid Hati Tikus Hiperlipidemia
Nama
: Alviani
NIM
: G44102028
Disetujui
Komisi Pembimbing
drh. Sulistiyani, M.Sc.,PhD
Anggota
Dr.Anna P. Roswiem, MS.
Ketua
Diketahui
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131 473 999
Tanggal Lulus:
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan Karunia1Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Program Studi biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Penelitian dilaksanakan selama bulan Juli1November 2006 dengan judul Khasiat
Ramuan Ekstrak
Daun Jati Belanda terhadap Peroksidasi Lipid Hati
Hiperlipidemia.
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada semua pihak. Terima kasih
penulis ucapakan kepada para pembimbing penulis Dr. Anna P. Roswiem, MS,
dan drh. Sulistiyani, M.Sc.,PhD atas bimbingan dan dorongannya selama ini.
Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada teman seperjuangan Yayu,
Icha, Meta, Indri, Liga, Aan, Fitri, khususnya Mba Itin atas bantuannya selama
penelitian, Chandra, Emi, Dinar dan Feni. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada bapak, dan ibu tercinta, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2007
Penulis dilahirkan di kota Jakarta pada tanggal 28 Maret 1984 dari ayah
Bambang Wahono dan ibu Saadiah. Penulis merupakan putri kedua dari lima
bersaudara.
Tahun 2002, penulis lulus dari SMU Negeri 52 Jakarta dan pada tahun yang
sama lulus masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) di Departemen Biokimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata
kuliah Biokimia Fisik S1 Biokimia tahun ajaran 2005/2006, Biokimia Umum S1
Kimia 2005/2006, Biokimia Umum D3 Perikanan 2005/2006 dan 2006/2007,
Biokimia Umum S1 Biologi 2006/2007, dan Biokimia Akademi Perawat
2006/2007. Pada tahun 2005 penulis melaksanakan praktik lapangan di
Laboratorium Treub, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor selama
bulan Juli1Agustus dengan tema Penapisan Fitokimia dan Penentuan Nilai
Peroksida Pada Ekstrak Daun
.
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Peroksidasi Lipid .................................................................................. 2
Hiperlipidemia dan Lipid Peroksida ...................................................... 3
Bahan1bahan Alami Antioksidan ........................................................... 4
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ....................................................................................... 7
Metode Penelitian ................................................................................. 7
Analisis Data ......................................................................................... 8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Awal dan Bobot Badan Hewan Coba ......................................
Perbandingan Konsentrasi Lipid Peroksida Hati Tikus Normal dengan
Tikus Hiperlipidemia ............................................................................
Pengaruh Ekstrak Ramuan Daun Jati Belanda Terhadap Konsentrasi
Lipid Peroksida Hati .............................................................................
Korelasi antara Lipid Peroksida Hati dan Kolesterol Hati serta TPC ......
9
10
11
12
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 14
LAMPIRAN .................................................................................................. 16
1 Reaksi pembentukan MDA dari peroksidasi rantai hidrokarbon berikatan
ganda ........................................................................................................ 2
2 Reaksi antara TBA dan MDA ................................................................... 3
3 Tumbuhan jati belanda (
Lamk.) ................................. 5
4 Tumbuhan jambu biji (
Linn.) ......................................... 6
5 Tanaman temulawak (
Roxb.) .................................. 7
6 Perubahan bobot badan tikus selama perlakuan ........................................ 9
7 Kenaikan konsentrasi kolesterol selama induksi kolesterol ......................... 10
8 Perbandingan konsentrasi lipid peroksida hati kelompok normal dengan
kelompok hiperlipidemia .......................................................................... 10
9 Konsentrasi Lipid peroksidasi lipid hati .................................................... 12
10 Korelasi antara konsentrasi kolesterol hati dan konsentrasi lipid peroksida
hati ........................................................................................................... 13
11 Korelasi antara TPC dan konsentrasi lipid peroksida ................................ 13
1 Tahap Penelitian ....................................................................................... 17
2 Perhitungan dosis jumlah kolesterol kuning telur, lemak kambing
dan PTU ................................................................................................... 18
3 Hasil kurva standar TMP .......................................................................... 19
4 Perubahan rata1rata bobot badan tikus selama percobaan .......................... 20
5 Data konsentrasi lipid peroksida hati saat peningkatan kolesterol pada
minggu ke19 ............................................................................................. 20
6 Data konsentrasi lipid peroksida hati diakhir perlakuan pada
minggu ke114 ........................................................................................... 20
7 Data konsentrasi kolesterol hati ................................................................ 21
10 Analisis statistik rancangan acak lengkap ................................................. 22
11 Hasil analisis korelasi antara lipid peroksida hati dan kolesterol hati
serta TPC .................................................................................................. 23
1
Indonesia merupakan negara kepulauan
yang kaya akan sumber daya alamnya. Negara
ini dikenal sebagai negara
terbesar nomor dua di dunia setelah Brasil.
Kekayaan hayati Indonesia yang sudah
dimanfaatkan nenek moyang sejak dahulu
kala, sampai saat ini masih berpotensi untuk
dikembangkan. Diperkirakan sumber daya
hayati yang dimiliki Indonesia berkisar antara
30 000140 000 spesies tumbuhan. Berdasarkan
jumlah tersebut terdapat sebesar 1 100 spesies
tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat
tradisional. Tumbuhan yang dapat digunakan
sebagai obat tradisional antara lain adalah jati
belanda, jambu biji, dan temulawak (Heyne
1987).
Masyarakat
tradisional
biasanya
menggunakan tumbuhan daun jati belanda
sebagai obat pelangsing, obat diare, batuk dan
nyeri perut (Heyne 1987). Daun Jambu biji
sebagai antibakteri, antidiabetes, dan maag,
sedangkan rimpang temulawak sebagai
antiradang, antibakteri, dan memperlancar
pengeluaran ASI (Dalimartha 2002). Selain
itu berdasarkan penelitian sebelumnya daun
jati belanda, daun jambu biji, dan rimpang
temulawak memiliki aktivitas sebagai
antioksidan. Hasil penelitian Tombilangi
(2004) menginformasikan bahwa pemberian
ekstrak etanol daun jati belanda mampu
menurunkan konsentrasi lipid peroksida
dalam darah secara nyata dibandingkan
dengan kelompok hiperlipidemia. Indriani
(2006) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun
jambu biji putih dapat menghambat oksidasi
lipid
sebesar
94.19%.
Adji
(2004)
menyebutkan bahwa ekstrak etanol rimpang
temulawak mampu mencegah peningkatan
konsentrasi lipid peroksida dalam darah
sebesar 64.30% terhadap kondisi awal.
Dewasa ini, perkembangan zaman dan
arus globalisasi dapat mempengaruhi gaya
hidup dan pola makan masyarakat Indonesia
yang cenderung mengkonsumsi makanan
cepat saji. Hal ini dapat menyebabkan
timbulnya penyakit degeneratif. Penyakit
degeneratif ini dapat disebabkan oleh
meningkatnya proses peroksidasi lipid akibat
molekul radikal bebas di dalam tubuh.
Salah satu penyakit degeneratif yang
disebabkan oleh radikal bebas adalah penyakit
jantung koroner (PJK). Penyakit ini
disebabkan oleh penyempitan, penyumbatan,
atau kelainan pembuluh nadi koroner yang
dikenal sebagai aterosklerosis. Aterosklerosis
ini disebabkan oleh tingginya kolesterol LDL
(
) di dalam pembuluh
darah arteri akibat kurangnya reseptor LDL
dalam
mengambil
lipoprotein
yang
mengandung
kolesterol.
Semakin
meningkatnya konsentrasi kolesterol LDL di
dalam jaringan maka semakin besar pula
jumlah kolesterol LDL yang akan dioksidasi.
Untuk mengurangi lipid peroksida di
dalam tubuh diperlukan suatu senyawa yang
dapat mencegah proses peroksidasi lipid.
Senyawa
yang
mampu
menghambat
kerusakan lipid akibat radikal bebas adalah
antioksidan. Di dalam tubuh manusia sendiri
mampu mensintesis senyawa antioksidan
seperti superoksida dismutase (SOD),
glutathion peroksidase, dan katalase. Namun
dengan bertambahnya usia, terjadi penurunan
enzim1enzim tersebut, sehingga radikal bebas
baik dari dalam maupun luar tubuh tidak
sepenuhnya dapat ditangani. Oleh sebab itu,
tubuh perlu senyawa antioksidan yang berasal
dari luar (eksogen).
Saat ini, semakin mahalnya harga obat1
obatan sintetik di pasaran menyebabkan
masyarakat
Indonesia
cenderung
memanfaatkan bahan1bahan alami terutama
yang berasal dari tumbuh1tumbuhan. Selain
memiliki harga yang lebih murah, obat1obatan
tradisional juga memiliki efek samping lebih
kecil dibandingkan dengan obat1obatan
sintetik, serta mudah didapat. Jati belanda,
jambu biji, dan temulawak merupakan
tumbuhan obat tradisional yang telah
digunakan sebagai antioksidan. Namun
penggunaan ketiga tumbuhan tersebut sebagai
antioksidan masih terbatas pada masing1
masing tumbuhan saja, sedangkan potensi
antioksidasi ketiga tumbuhan tersebut dalam
bentuk ramuan belum dibuktikan secara
ilmiah. Penelitian ini adalah bagian dari
penelitian yang bekerjasama dengan industri
fitofarmaka yang akan mengkaji formulasi
ramuan ketiga tumbuhan tersebut dalam
kaitannya sebagai antioksidan.
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan
informasi potensi antioksidasi dari ramuan
daun jati belanda, serta menentukan
konsentrasi lipid peroksida hati tikus
hiperlipidemia yang diberi ramuan ekstrak
daun jati belanda yang mengandung daun
jambu biji dan rimpang temulawak. Hipotesis
penelitian adalah bahwa ramuan ekstrak daun
jati belanda dengan ekstrak daun jambu biji
dan rimpang temulawak dalam komposisi
tertentu dapat menurunkan konsentrasi lipid
peroksida hati tikus hiperlipidemia. Hasil
penelitian diharapkan dapat memberikan
informasi kepada masyarakat tentang potensi
2
ramuan daun jati belanda dengan daun jambu
biji dan rimpang temulawak sebagai
antioksidan.
!"#$%& $% %'%&
Lipid merupakan salah satu molekul yang
paling sensitif terhadap serangan radikal
bebas, sehingga terbentuk lipid peroksida.
Peroksidasi lipid adalah reaksi yang terjadi
akibat serangan radikal bebas terhadap asam
lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated
fatty Acid, PUFA) (Halliwel & Gutteridge
1999). Radikal bebas ini sangat labil dan
bersifat reaktif sehingga cenderung bereaksi
seketika dengan setiap zat disekitarnya.
Peroksidasi lipid merupakan suatu rantai
reaksi yang berlangsung terus menerus, sebab
reaksi ini menghasilkan radikal lipid bebas
(R*) yang lain, sehingga peroksidasi
berlangsung lebih lanjut. Pada umumnya,
peroksidasi lipid dapat dibagi menjadi tiga
tahap reaksi yaitu tahap inisiasi, propagasi,
dan terminasi (Murray
2001).
Reaksi peroksidasi lipid diawali melalui
pengambilan sebuah atom hidrogen dari gugus
metilena (1CH21) pada PUFA oleh radikal
bebas. Pada tahap ini, terjadi pembentukan
radikal bebas karbon (1FCH1) yang disebabkan
oleh penghilangan satu atom H pada CH2. Hal
ini disebabkan adanya ikatan rangkap pada
asam lemak yang dapat melemahkan ikatan
antara atom C dan H yang berdekatan dengan
ikatan rangkap, sehingga atom H mudah
diambil oleh radikal bebas.
Tahap selanjutnya yaitu penstabilan
radikal bebas karbon melalui penataan ulang
ikatan rangkap, sehingga terbentuk diena
terkonjugasi. Apabila diena terkonjugasi
bereaksi dengan O2, maka akan terbentuk
radikal lipid peroksida (ROO*). Hadirnya
radikal peroksida ini dapat memudahkan
pengambilan atom hidrogen dari molekul lipid
lain, sehingga tahap ini disebut sebagai tahap
propagasi. Radikal peroksida selanjutnya
dapat bergabung dengan atom H yang lain
membentuk lipid hidroperoksida dan radikal
bebas yang baru. Jalur lain yang ditempuh
oleh radikal peroksida yaitu dengan
membentuk peroksida siklik yang disebut
dengan endoperoksida. Tahap terminasi
terjadi jika radikal lipid peroksida bereaksi
dengan radikal bebas yang lain seperti
senyawa antioksidan atau senyawa biologi
seperti protein. Proses peroksidasi asam lemak
tak jenuh dapat dilihat pada Gambar 1.
Lipid peroksida atau lipid hidroperoksida
merupakan suatu molekul yang stabil pada
suhu fisiologis atau suhu tubuh. Namun, ion1
ion logam transisi yang terdapat di dalam
tubuh seperti besi (Fe) dan tembaga (Cu)
dapat
mengkatalisis
penguraian
lipid
hidroperoksida hingga membentuk produk
yang berbahaya seperti epoksida, keton, asam,
dan aldehid. Dua diantara sejumlah aldehid
yang dihasilkan dari peruraian peroksida
adalah malondialdehida (MDA) dan 41
hidroksinonenal. Kedua produk aldehid
tersebut dapat menyerang protein terutama
pada gugus tiol (1SH) dan gugus amin (1NH2),
sehingga enzim1enzim yang membutuhkan
senyawa1senyawa tersebut untuk akivitasnya
akan terhambat bila peroksidasi lipid sedang
berlangsung (Sulistyo 1998). Peroksidasi lipid
yang disebabkan oleh radikal bebas ini dapat
menyebabkan membran kehilangan fluiditas,
dan gangguan transport (O’Brien 1981, diacu
dalam Widyarti 1995).
Gambar 1 Reaksi pembentukan MDA dari peroksidasi rantai hidrokarbon berikatan ganda.
Sumber: Murray
(2001)
3
Organ hati merupakan pusat dari
metabolisme dalam sebagian besar hewan.
Organ ini berfungsi dalam proses detoksifikasi
senyawa1senyawa toksik, sekresi produk akhir
metabolisme seperti bilirubin, amonia, dan
urea, hematologik, sistem imun tubuh, serta
berperan
dalam
proses
metabolisme
biomolekul (protein, karbohidrat, hormon, dan
bilirubin) (Kaplan & Pesce 1989). Membran1
membran mikrosom hati sangat rentan
terhadap peroksidasi lipid, sebab membran ini
banyak sekali mengandung asam lemak tak
jenuh. Proses peroksidasi lipid pada mikrosom
hati dapat berlangsung secara enzimatis dan
nonenzimatis.
Secara
enzimatis
yaitu
peroksidasi lipid yang bergantung oleh
NADPH, sedangkan secara nonenzimatis
yaitu peroksidasi lipid yang bergantung oleh
ion Fe3+, ion ini berfungsi sebagai
pengkompleks ADP, pirofosfat, dan EDTA
(Halliwel & Gutteridge 1999).
Tingginya konsentrasi lipid peroksida
dapat menjadi indikasi awal rusaknya sel hati.
Peningkatan konsentrasi lipid peroksida lebih
jauh dapat menyebabkan terjadinya nekrosis
hati. Yagi (1994) menyatakan bahwa apabila
konsentrasi lipid peroksida di hati meningkat,
maka lipid peroksida ini dapat merusak sel
hati sehingga peroksida akan keluar dari hati
menuju pembuluh darah dan dapat merusak
organ atau jaringan lain. Konsentrasi lipid
peroksida yang berlebih pada jaringan
maupun organ dapat mengakibatkan berbagai
penyakit degeneratif. Di dalam tubuh
manusia, kadar lipid peroksida dapat
meningkat seiring dengan bertambahnya usia,
namun jumlahnya tidak boleh melebihi kadar
normalnya yaitu 4 nmol/mL (Yagi 1994).
Berdasarkan penelitian Sayogya (2002)
menunjukkan konsentrasi lipid peroksida hati
normal tikus galur
sebesar
100.46 nmol/g, sedangkan lipid peroksida
normal dalam serum darah galur
sebesar 0.46±0.05 ng/mL (Adji 2004).
Berdasarkan kedua hasil penelitian tersebut
dapat dilihat bahwa konsentrasi lipid
peroksida hati lebih besar dari pada
konsentrasi lipid peroksida di dalam serum
darah.
Uji TBA (asam 21tiobarbiturat) dapat
digunakan untuk mengukur konsentrasi dari
lipid peroksida yang terakumulasi secara
di dalam organ dan partikel subseluler
(Tappel & Zalkin 1960). Uji TBA didasarkan
pada reaksi asam 21tiobarbiturat dengan
produk oksidasi lipid (MDA). TBA akan
bereaksi dengan gugus karbonil dari MDA
yaitu satu molekul MDA akan berikatan
dengan dua molekul TBA, sehingga
membentuk senyawa kompleks berwarna
merah (Halliwel & Gutteridge 1999). Warna
merah yang diukur dengan spektofotometer
pada panjang gelombang 532 nm ini
menunjukkan tingkat oksidasi lipid. Reaksi
penggabungan antara TBA dan MDA dapat
dilihat pada Gambar 2. Uji TBA ini
merupakan uji yang spesifik untuk hasil
oksidasi asam lemak tak jenuh dan baik
diterapkan untuk uji terhadap lemak pangan
yang mengandung asam lemak tak jenuh
(Ketaren 1986).
Gambar 2 Reaksi antara TBA dan MDA.
Sumber: Halliwel & Gutteridge (1999)
%' ! %'%& % &
%'%& !"#$%&
Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan
tingginya konsentrasi lipid yang ditandai
dengan meningkatnya konsentrasi trigliserida,
LDL, dan kolesterol (lipid netral) darah
melebihi batas normal (pada manusia > 200
mg/dL) (Ganong 2001). Faktor1faktor yang
dapat menyebabkan hiperlipidemia adalah
bobot badan, usia, kurang olahraga, stres,
gangguan metabolisme, gangguan genetik dan
pola konsumsi makanan sehari1hari yang
dapat meningkatkan konsentrasi lipid atau
kolesterol.
Menurut
Grundy
(1991),
mengkonsumsi makanan yang kaya kolesterol
dan asam lemak jenuh dapat menekan
pembentukan reseptor LDL, sehingga
meningkatkan kolesterol di dalam darah.
Keadaan
hiperlipidemia
dapat
menyebabkan
aterosklerosis
yaitu
penyumbatan pembuluh darah arteri akibat
penumpukan lipid pada dinding arteri. Jika
aterosklerosis terjadi pada pembuluh darah
arteri yang mensuplai O2 ke jantung, maka
dapat menyebabkan penyakit jantung koroner
(PJK). Salah satu faktor utama dalam
patogenesis
aterosklerosis
adalah
hiperkolesterolemia yang disebabkan oleh
peningkatan konsentrasi lipoprotein densitas
rendah (LDL) (Schwartz
1993 diacu
dalam Taher 2003).
Perjalanan LDL dimulai dari sintesis dan
sekresi lipoprotein sangat rendah (VLDL)
oleh sel hati. VLDL mengandung kolesterol
dan triasilgliserol. Setelah memasuki aliran
4
darah, VLDL mulai kehilangan kandungan
trigliseridanya karena dihidrolisis oleh enzim
lipoprotein lipase (LPL) menjadi asam lemak
dan gliserol. Setelah trigliseridanya sebagian
besar dihidrolisis oleh LPL, VLDL ini
berubah
menjadi
lipoprotein
densitas
menengah (IDL) dan akhirnya menjadi LDL.
Selanjutnya LDL akan diendositosis oleh sel1
sel jaringan perifer dan hepatosit setelah
terlebih dahulu diikat oleh reseptor LDL
(Voet & Voet 1995).
Aterosklerosis biasanya lebih banyak
diderita oleh pria daripada wanita yang masih
aktif haid. Hal ini disebabkan hormon
esterogen yang memiliki aktivitas antioksidan
yang dapat menghambat terjadinya oksidasi
LDL (Rifici & Khachadurian 1992 diacu
dalam Taher 2003). Selain itu hormon
esterogen juga diketahui dapat menghambat
perkembangan awal aterosklerosis dengan
mengurangi pembentukkan sel busa makrofag,
yaitu dengan mengurangi penangkapan
lipoprotein melalui lintas reseptor pembersih
(Sulistyani 1997 diacu dalam Taher 2003).
Tingginya konsentrasi lipid peroksida di
dalam tubuh dapat disebabkan oleh kondisi
hiperkolesterolemia. Pada kondisi ini, jumlah
LDL meningkat sehingga dapat memperbesar
kemungkinan terjadinya oksidasi, sebab
ketersediaan substrat yang dapat dioksidasi
lebih banyak. Hal ini didukung oleh penelitian
Tombilangi (2004) yang menyatakan bahwa
pemberian kolesterol sebesar 0.25% dapat
meningkatkan konsentrasi lipid peroksida
darah kelinci. Uphadya
(2002) juga
melaporkan bahwa mencit yang diberi
kolesterol sebanyak 1.16% selama tujuh
minggu mampu meningkatkan konsentrasi
lipid peroksida lebih tinggi dibandingkan
dengan mencit yang hanya diberi pakan
standar. Menurut Iritani
(1986), tikus
yang diberi diet minyak jagung 10% nilai
peroksidasi lipid dalam serum, hati dan
jaringan adiposa lebih tinggi dari pada tikus
dengan diet minyak jagung 5%.
Salah satu dari fungsi kolesterol adalah
sebagai prekusor pembentukan asam empedu
yang disintesis di dalam hati. Tahap pertama
dalam biosintesis asam empedu adalah reaksi
7α1hidroksilasi terhadap kolesterol yang
dikatalisis oleh enzim mikrosomal yaitu 7α1
hidroksilase. Proses reaksi ini memerlukan
oksigen, NADPH dan sitokrom P1450
oksidase. Semakin meningkatnya konsentrasi
kolesterol
plasma
dalam
tubuh
hiperkolesterolemia, maka semakin banyak
asam empedu yang disintesis, sehingga
semakin meningkat pula oksigen dan NADPH
yang dibutuhkan serta peningkatan aktivitas
sitokrom P1450 oksidase (Murray
2001).
Sitokrom P1450 oksidase merupakan
enzim yang berperan dalam memperantarai
metabolisme retikulum endoplasmik yang
menghasilkan radikal superoksida (O21)
(Dhaunsi
1992 diacu dalam Wresdiyati
2005). Oleh sebab itu semakin meningkatnya
aktivitas sitokrom P1450 oksidase, maka
radikal bebas yang dihasilkan semakin
meningkat pula. Jika produksi radikal bebas
terjadi secara berlebihan maka enzim
antioksidan di dalam tubuh khususnya di
organ hati seperti superoksida dismutase
(SOD) tidak mampu mengatasinya. Hal ini
dapat menimbulkan kondisi stres oksidatif
yaitu suatu kondisi yang dapat menyebabkan
tejadinya beberapa kerusakan atau kelainan
baik proses biokimia maupun fisiologi di
dalam sel akibat dari proses peroksidasi lipid.
Kondisi hiperlipidemia dapat dibuat pada
beberapa spesies hewan percobaan yaitu
dengan menambahkan lemak dan kolesterol
pada makanan yang disebut induksi eksogen
(Amstrong & Heistad 1990). Menurut
panduan dari KKI Phyto Medica (1993)
induksi hiperlipidemia pada tikus dapat
dilakukan dengan pemberian pakan tinggi
kolesterol (1%) dan propil tiourasil (PTU)
(0.01%)selama dua minggu. PTU merupakan
zat antitiroid yang dapat merusak kelenjar
tiroid. Kerusakan kelenjar tiroid ini dapat
menyebabkan meningkatnya konsentrasi
kolesterol akibat pembentukan reseptor LDL
di hati berkurang (Ganong 2001).
( )* (
%
+%"#$%&
Dewasa ini, masyarakat Indonesia
cenderung menggunakan bahan1bahan alami
terutama tumbuhan obat tradisional dalam
memelihara
kesehatannya.
Dengan
mengkonsumsi bahan alami dan gizi
seimbang, diharapkan dapat mencegah atau
mengurangi radikal bebas yang dapat
menyebabkan penyakit degeneratif seperti
PJK dan
! . Bahan1bahan alami yang
biasa digunakan sebagai antioksidan dapat
berasal dari buah1buahan seperti apel, anggur,
jeruk sayur1sayuran seperti brokoli, wortel
ataupun yang berasal dari tumbuh1tumbuhan
seperti teh hijau. Pada penelitian ini bahan
alami yang akan digunakan sebagai
antioksidan adalah ramuan daun jati belanda
yang mengandung daun jambu biji, dan
rimpang temulawak.
5
+%
& ,
#-.
Jati Belanda merupakan tumbuhan yang
berasal dari negara Amerika beriklim tropis.
Tumbuhan ini juga tumbuh secara liar di
wilayah tropis lainnya seperti di pulau Jawa
dan Madura. Jati belanda atau jati londo (Jawa
Tengah) tumbuh baik pada daerah dengan
ketinggian 11800 m di atas permukaan laut.
Klasifikasi dari tumbuhan jati belanda yaitu
divisi
Spermatophyta,
subdivisi
Angiospermae, kelas Dicotyledonae, bangsa
Malvales, suku Steruliaceae, marga
,
dan jenis
Lamk.
Tumbuhan jati belanda berupa pohon
peneduh di tepi jalan dengan tinggi 10120
meter. Memiliki batang berbentuk bulat,
keras, permukaannya kasar, banyak alur,
bercabang, dan berwarna hijau keputih1
putihan. Daun berbentuk bundar bulat sampai
lanset, ujung daun lancip, serta permukaan
daun bagian atas berbulu. Berbunga banyak,
bentuk bunga agak ramping, serta memiliki
mahkota bunga yang berwana kuning. Bijinya
kecil, keras, diameter ± 2 mm, berwarna
coklat muda, serta memiliki akar tunggang
(Sugati
1991). Bentuk daun jati belanda
dapat dilihat pada Gambar 3.
Daun dan kulit batang jati belanda
mengandung alkaloid, serta flavonoid, selain
itu daunnya mengandung saponin dan tanin.
Menurut Soesilo (1989) daun jati belanda
mengandung senyawa flavonoid, asam
fenolat, tanin, steroid atau triterpenoid, dan
karotenoid. Hal ini didukung dari hasil
penelitian
Tombilangi
(2004)
yang
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun jati
belanda mengandung flavonoid.
Daun jati belanda berkhasiat sebagai obat
pelangsing
tubuh,
sehingga
simplisia
tumbuhan ini banyak digunakan di dalam
ramuan galian singset. Hal ini didukung oleh
penelitian Lestari dan Muhtadi (1997) yang
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol
daun jati belanda sebanyak 1g/Kg bobot
badan tikus yang hiperlipidemia mampu
menurunkan kadar kolesterol. Namun, hasil
penelitian yang dilakukan Rachmadani (2001)
menunjukkan bahwa tikus yang diberi ekstrak
air daun jati belanda sebanyak 1 g/Kg bobot
badan tidak menunjukan penurunan kadar
kolesterol.
Pemakaian rebusan daun jati belanda
secara berlebihan dapat mengakibatkan iritasi
usus, sedangkan pemakaian biji tumbuhan jati
belanda
secara
berlebihan
dapat
mengakibatkan diare atau radang usus
(Sastroamidjojo 1988).
Rebusan biji
tumbuhan jati belanda yang dibakar dapat
digunakan sebagai obat sembelit, sedangkan
jika dicampur dengan minyak adas dapat
digunakan untuk penyakit perut kembung dan
sesak nafas. Biasanya rebusan biji tumbuhan
ini digunakan oleh masyarakat dengan cara
meminumnya seperti meminum kopi (Heyne
1987).
Gambar 3 Tumbuhan jati belanda
(
Lamk.).
*/ %0% ,
% Jambu biji adalah salah satu tumbuhan
buah perdu yang dalam bahasa Inggris disebut
"
. Tanaman ini berasal dari
Brazilia Amerika Tengah, menyebar ke
Thailand kemudian ke negara Asia lainnya
seperti Indonesia. Nama lain dari jambu biji
yaitu Petokal, Tokal (Jawa), Sotong (Bali),
dan Glima breuh (Aceh). Klasifikasi dari
tumbuhan
jambu
biji
yaitu
divisi
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,
kelas Dicotyledonae, bangsa Myrtales, suku
Myrtaceae, marga
, dan jenis
L
Tumbuhan jambu biji dapat tumbuh di
daerah tropis maupun di daerah subtropik
dengan intensitas curah hujan yang diperlukan
berkisar 100012000 mm/tahun dan merata
disepanjang tahun. Tumbuhan ini dapat
tumbuh di daerah tropis pada ketinggian
antara 511200 meter di atas permukaan laut.
Jambu biji termasuk tumbuhan semak atau
pohon yang memiliki ketinggian 3110 meter.
Tumbuhan ini memiliki banyak cabang dan
ranting, batang pohonnya keras, permukaan
kulit luar berwarna coklat dan licin. Daunnya
berbentuk bulat telur, bertulang menyirip,
serta berwarna hijau kekuningan. Bunganya
kecil1kecil berwarna putih dan memiliki akar
tunggang, seperti terlihat pada Gambar 4.
(Soesilo 1989).
Senyawa kimia yang terkandung di dalam
jambu biji antara lain polifenol dan tanin.
Daun dan kulit batangnya mengandung
saponin, tanin dan minyak atsiri. Selain itu
daunnya mengandung asam ursolat, asam
psidiolat, asam katogolat, asam oleanolat,
asam gujaverin dan vitamin C. Vitamin C
pada buah jambu biji sebesar 316 kali lebih
besar dibandingkan buah jeruk. Adanya
kandungan vitamin C yang tinggi, buah jambu
biji ini dapat meningkatkan kekebalan tubuh
6
dalam melawan bakteri (Triarsari 2006). Hal
ini didukung oleh penelitian Khan
(1980)
Soesilo (1989) yang
menunjukkan bahwa daun jambu biji
berkhasiat sebagai antibakteri terhadap
.
Selain itu, Indariani (2006) menyatakan
bahwa jambu biji juga memiliki aktivitas
antioksidan yang erat khasiatnya dalam
mengobati
berbagai
penyakit.
Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa ekstrak
daun jambu biji putih lokal memiliki faktor
protektif mendekati vitamin E (α1tokoferol)
sebesar 1.0, sedangkan α1tokoferol sendiri
memiliki faktor protektif sebesar 1.16. Ekstrak
etanol daun jambu biji putih lokal juga dapat
menghambat oksidasi lipid sebesar 94.19%.
Hasil penelitian Lestariana
(2005)
melaporkan bahwa pemberian ekstrak kering
daun jambu biji sebanyak 2 mg dalam 0.2 mL
air yang diberikan 1 kali, 2 kali, dan 3 kali
sehari selama 90 hari dapat memberikan
penurunan
yang
bermakna
terhadap
konsentrasi glukosa darah tikus. Namun,
menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna
terhadap
konsentrasi
kolesterol
dan
trigliserida serum darah tikus.
Selain sebagai antibakteri dan antioksidan,
jambu biji juga berkhasiat sebagai antidiare,
antiinflamasi,
antimutagenik,
analgesik,
penyakit diabetes melitus, serta maag (Soesilo
1989). Pada umumnya, dosis penggunaan
daun jambu biji yang sering dipakai oleh
masyarakat adalah sebesar 15130 g. Untuk
pengobatan, biasanya daun jambu biji ini
direbus selama 15 menit, kemudian air hasil
rebusan dari tumbuhan ini diminum
(Wijayakusumah 1993).
Gambar 4 Tumbuhan jambu biji
(
Linn.
/ 1 #,
"2*-.
Temulawak merupakan tanaman asli
Indonesia yang memiliki khasiat obat.
Tanaman ini dapat tumbuh baik di dataran
rendah pada ketinggian 1500 meter di atas
permukaan laut (Syukur & Hernani 2002).
Tanaman temulawak banyak ditemukan di
hutan1hutan daerah tropis serta tersebar luas di
daerah Jawa, Maluku, dan Kalimantan. Selain
di Indonesia tanaman ini juga ditemukan di
India (Harida/Haldi), Bengali (halud), Arab
(kurkum), Persia (zardehobach), dan Cina
(ilang1hoang). Sejak dulu oleh masyarakat
Indonesia, tanaman ini digunakan untuk
meningkatkan nafsu makan, sembelit, sakit
kepala, sakit perut bahkan dipercaya sebagai
jamu yang dapat memperlambat proses
penuaan, menghilangkan bintik1bintik hitam
di wajah serta kelenturan tubuh.
Temulawak tergolong dalam famili
Zingiberaceae. Ciri khas dari tanaman ini
yaitu memiliki rimpang yang berbau aromatik
tajam dan rasanya pahit agak pedas
(Dalimartha 2002). Nama lain dari tanaman
ini yaitu temu putih (Indonesia), koneng gede
(Sunda), serta temu labak (Madura).
Klasifikasi dari temulawak yaitu divisi
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,
kelas Monocotyledonae, bangsa Zingiberales,
suku Zingiberaceae, marga
, dan
genus
Roxb.
Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan
herba yang batang pohonnya berbentuk batang
semu serta tingginya mencapai 2 meter
bahkan lebih. Daun tanaman ini berbentuk
lanset, warnanya hijau tua dengan jari1jari
coklat dibagian tulang daunnya. Pada bagian
tengah daun berwarna ungu. Bunga
temulawak bersifat lateral. Tangkai bunga
ramping dan berbulu dengan panjang 4137 cm.
Rimpangnya berukuran besar, bercabang1
cabang, berwarna kuning tua atau kecoklatan,
beraroma
tajam,
dan
rasanya
pahit
(Dalimartha 2002). Tanaman ini dapat dilihat
pada Gambar 5.
Rimpang temulawak terdiri atas fraksi
pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri. Fraksi
kurkuminoid merupakan komponen yang
dapat memberi warna kuning pada rimpang
temulawak. Zat warna kuning yang
terkandung di dalam rimpang temulawak ini
sebesar 112% yang terdiri atas kurkumin dan
monodesmetoksi1kurkumin.
Senyawa
kurkumin yang terkandung di dalam rimpang
temulawak mempunyai khasiat sebagai
antibakteri dan merangsang dinding kantong
empedu untuk mengeluarkan cairan empedu
ke usus, antiradang, peluruh kencing serta
mempelancar pengeluaran ASI (Dalimartha
2002). Selain itu, temulawak juga digunakan
sebagai pengobatan gangguan hati, batu
empedu, sembelit, obat luka, dan kulit
(Darwis
1991). Budhidjaya (1988)
menyatakan bahwa pemberian kurkuminoid
dengan dosis 10 mg, 15 mg, dan 20 mg dalam
7
tween 80 dan air dapat menurunkan kadar
kolesterol total dan trigliserida darah,
sedangkan pada dosis 20 mg dapat menaikkan
HDL1kolesterol kelinci yang hiperlipidemia.
Masyarakat Indonesia pada umumnya
menggunakan tumbuhan ini dengan cara
memarut 20 g rimpang temulawak segar, lalu
menyeduhnya, dan air hasil seduhannya
diminum (Dalimartha 2002).
Senyawa aktif kurkumin memiliki
aktivitas
sebagai
antioksidan
dan
imunomodulator. Namun, jika temulawak
diminum bersamaan dengan obat elektrofilik
seperti parasetamol dapat beresiko tinggi bagi
organ
tubuh,
sebab
selain
sebagai
imunomodulator senyawa ini juga dapat
menghambat aktivitas enzim glutation1s1
transferase (GST) di dalam tubuh. Hal ini
dapat menyebabkan terganggunya proses
didetoksifikasi parasetamol di dalam tubuh
(Martono 2006). Berdasarkan penelitian Adji
(2004) menunjukan bahwa ekstrak etanol 75%
temulawak dengan dosis 100 mg/Kg BB
mampu mencegah peningkatan konsentrasi
lipid peroksida serum darah secara nyata
dibandingkan dengan kontrol positif.
Gambar 5 Tanaman temulawak (
Roxb.).
( &
+
Hewan uji yang digunakan adalah tikus
putih dewasa galur
, berjenis
kelamin jantan, sehat, berumur 2 bulan dan
memiliki berat badan sekitar 200 g. Tikus ini
diperoleh dari PT Indo Anilab dan Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bahan1
bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah hati tikus, ekstrak ramuan daun jati
belanda yang mengandung daun jambu biji,
dan rimpang temulawak yang diperoleh dari
Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM IPPB.
Bahan untuk uji TBA antara lain NaCl dingin
0.9%, KCl dingin 1.15%, sodium dodesil
sulfat (SDS) 8.1%, NaOH 1M, asam asetat
20%, asam tiobarbiturat (TBA) 1.0% dalam
pelarut asam asetat 50%, akuades, n1
butanol:piridin (15:1 v/v), serta 1,1,3,31
tetrametoksi propana (TMP) sebagai larutan
standar. Bahan1bahan lainnya seperti pakan
standar, pakan kolesterol (kuning telur, lemak
kambing, minyak goreng curah, dan pakan
standar), dan propil tiourasil (PTU) 0.01%.
Alat1alat yang digunakan antara lain
mikropipet, neraca analitik, sentrifus (Hettich
Universal), pengaduk magnetik, vorteks,
penangas
air,
oven,
pH1meter,
spektofotometer UV1VIS, sonde, siring,
gunting, pinset,
.
+"&
%+%
*/ +
#$+! #
/
/
+%
&
Daun jati belanda, daun jambu biji, dan
rimpang temulawak yang telah dicuci bersih
dikeringkan dalam oven pada suhu 60 .
Selanjutnya, daun jati belanda, daun jambu
biji, dan rimpang temulawak yang telah kering
diekstraksi dengan pelarut etanol 70% secara
maserasi. Lalu hasil maserasi diuapkan
dengan
. Campuran ekstrak
etanol daun jati belanda, daun jambu biji, dan
rimpang temulawak dibuat sesuai dengan
formulasi yang ditetapkan oleh PSB.
"$%$ (
% 3 4 %4/ #
Dosis ekstrak ramuan daun jati belanda
yang mengandung daun jambu biji dan
rimpang temulawak yang akan diberikan pada
kelompok perlakuan I merupakan
dosis
campuran dengan perbandingan (1x:1y:1z).
Nilai koefisien satu adalah satu kali dosis
efektif daun jati belanda, daun jambu biji, dan
rimpang temulawak. Penggunaan dosis efektif
daun jati belanda adalah 1g/Kg BB
(Rachmadani 2001), sedangkan dosis efektif
daun jambu biji dan rimpang temulawak
adalah dosis yang telah ditentukan oleh mitra
industri dan tidak bisa dilaporkan berkenaan
dengan rahasia perusahaan. Kelompok
perlakuan yang lain mendapatkan dosis yang
merupakan variasi kelipatan dari masing1
masing dosis efektif.
1
"* &
5 4
!5"*
Sebelum mendapatkan perlakuan, tikus
diadaptasikan selama 2 minggu untuk
menyeragamkan cara hidup dan makannya.
Tikus yang digunakan sebanyak 40 ekor yang
dibagi menjadi 6 kelompok, masing1masing
kelompok terdiri atas 10 ekor untuk kelompok
normal dan hiperlipidemia, sedangkan
kelompok perlakuan masing1masing 5 ekor
tikus.
Untuk
memperoleh
kondisi
hiperlipidemia, hewan uji diberi perlakuan
8
dengan memberikan pakan kolesterol dan
larutan (0.01%) PTU dengan dosis 0.5 mg/Kg
BB.
Kelompok I merupakan kelompok normal
yaitu kelompok yang hanya diberi pakan
standar selama percobaan dan dicekok dengan
akuades untuk memperoleh kondisi stres yang
sama. Kelompok II yaitu kelompok
hiperlipidemia, sedangkan kelompok III, IV,
V, dan VI merupakan kelompok perlakuan.
Kelompok hiperlipidemia dan kelompok
perlakuan merupakan kelompok yang
menerima pakan kolesterol dan dicekok
larutan (0.01%) PTU dengan dosis 0.5 mg/Kg
BB selama delapan minggu percobaan. Pada
satu minggu diakhir induksi hingga akhir
penelitian kelompok hiperlipidemia dan
perlakuan diberi pakan kolesterol yang
mengandung lemak kambing 10% dan minyak
goreng curah 1%, serta peningkatan dosis
(0.01%) PTU menjadi dua kalinya. Selain
mendapatkan pakan kolesterol, kelompok
perlakuan juga dicekok campuran ekstrak
etanol daun jati belanda, daun jambu biji dan
rimpang temulawak dengan dosis campuran
berturut1turut
(1x:1y:1z),
(2x:1y:1z),
(1x:0y:1z), dan (1x:0y:0z) g/Kg BB selama
lima minggu setelah sembilan minggu
diinduksi kolesterol.
Penimbangan bobot
badan hewan coba dilakukan setiap satu
minggu selama perlakuan. Selanjutnya
analisis kolesterol total plasma darah
dilakukan selama dua minggu sekali sampai
minggu keempat induksi, dan selanjutnya
dilakukan setiap satu minggu sekali selama
perlakuan.
Analisis konsentrasi lipid peroksida hati
awal dilakukan setelah sembilan minggu
peningkatan kolesterol terhadap kelompok
normal dan hiperlipidemia masing1masing
sebanyak 5 ekor. Analisis konsentrasi lipid
peroksida hati akhir dilakukan pada tiap1tiap
kelompok setelah 5 minggu perlakuan.
*/ +
'/ 4 / % 4
/!
Tepung kolesterol dibuat dari kuning telur
ayam. Kuning telur yang telah dipisahkan dari
putihnya, dikukus dengan air mendidih selama
30 menit. Lalu dalam keadaan masih panas
kuning telur digerus kasar, kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 60170 ºC
hingga kering (± 24 jam), sambil sekali1kali
digerus hingga halus (Momuat
2001).
*/ +
#
" $+ !"
Pakan kolesterol dibuat dari 1.5%
kolesterol dari kuning telur ayam, 5% lemak
kambing, 6% minyak goreng curah, dan pakan
standar sehingga mencapai 100%. Semua
bahan1bahan tersebut dicampur hingga rata,
dan dibuat dalam bentuk pelet. Jumlah pakan
harian baik pakan kolesterol maupun pakan
standar yang diberikan adalah 20g/ekor/hari
dan air minum yang diberikan secara
"
4/#/!
" $ +! $% %'%&
!"#$%&
4% 6778.
*/ +
/!9
+ & !- Kurva
standar dibuat dengan menggunakan larutan
stok pereaksi 1,1,3,31tetrametoksi propana
(TMP) 6M yang diencerkan dengan akuades
menjadi 0.1, 0.3, 0.5, 0.8, 1.0, 2.0, 3.0, 6.0,
9.0. 12, dan 14 NM. Larutan masing1masing
konsentrasi dipipet sebanyak 4 mL ke dalam
tabung reaksi. Lalu masing1masing tabung
ditambah 1 mL TBA 1.0% dalam pelarut
asam asetat 50%, dipanaskan di penangas air
mendidih pada suhu 95 ºC selama 60 menit,
kemudian didinginkan pada suhu kamar.
Selanjutnya pada masing1masing tabung
ditambahkan 1.0 mL akuades dan 5 mL n1
butanol:piridin (15:1 v/v), diaduk dengan
vorteks, lalu disentrifugasi pada kecepatan
3000 rpm selama 15 menit. Lapisan atas yang
terbentuk pada larutan diambil, lalu
serapannya diukur pada panjang gelombang
532 nm dengan spektrofotometer.
%$%$
%'%&
!"#$%&
+%Pengukuran kadar lipid peroksida hati
dilakukan pada akhir perlakuan. Sebanyak 112
g hati disimpan dalam larutan NaCl dingin
0.9%. Dari hati segar tersebut dibuat 10% b/v
homogenat hati dalam larutan KCl dingin
1.15%. Lalu diambil sebanyak 0.1 mL
homogenat ke dalam tabung reaksi.
Selanjutnya
ke
dalam
tiap
tabung
ditambahkan 0.2 mL SDS 8.1% dan 1.5 mL
asam asetat 20%, serta diatur pHnya dari 2.5
menjadi pH 3.5 oleh NaOH 1 M dengan
menggunakan
pH
meter.
Selanjutnya
ditambahkan 0.7 mL akuades dan 1.5 mL
TBA 1.0% dalam pelarut asam asetat 50%,
kemudian dipanaskan ke dalam penangas air
mendidih pada suhu 95 ºC selama 60 menit,
didinginkan pada suhu ruang. Lalu tiap tabung
ditambahkan 1 mL akuades dan 5 mL n1
butanol:piridin (15:1 v/v), diaduk dengan
vorteks, disentrifus pada kecepatan 4000 rpm
selama 10 menit, diambil lapisan atasnya,
diukur serapannya dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 532 nm.
,
%$%$ +
Rancangan
yang
digunakan
pada
penelitian adalah rancangan acak lengkap
9
(RAL). Analisis data dilakukan dengan
metode ANOVA (
). Jika
terdapat perbedaan dalam perlakuan, maka
dilakukan dengan uji Duncan. Model RAL
adalah
sebagai
berikut
(Mattjik
&
Sumertajaya 2000):
Yij = N + τi + εij
i = 1,2,…,t dan j = 1,2,…., r
Yij = Pengamatan pada pelakuan ke1i dan
ulangan ke1j
N = Rataan umum (overall mean)
τi =Pengaruh perlakuan ke1i, i = 1,2,3,4,5,6.
εij = Pengaruh galat acak pada perlakuan ke1i,
dan ulangan ke1j, j = 1,2,
Konsentrasi lipid peroksida hati pada tiap
kelompok dikorelasikan dengan konsentrasi
kolesterol hati dan kolesterol total (TPC)
menggunakan korelasi Pearson dengan
α=0.05.
&
1 &
"*"+ &
1
"*
Hewan
percobaan
mula1mula
diadaptasikan selama dua minggu. Masa
adaptasi tikus terhadap lingkungan ini
dilakukan
untuk
menghindari
resiko
timbulnya gangguan stres dan untuk
mengamati kondisi tikus apakah masih dapat
terus dipergunakan selama percobaan.
Penimbangan hewan coba setiap satu minggu
dilakukan untuk mengetahui kesehatan hewan
coba selama berlangsungnya penelitian.
Perubahan bobot badan tikus selama
perlakuan terbagi menjadi dua yaitu masa
adaptasi dan masa perlakuan. Selama masa
penelitian bobot badan tikus cenderung
meningkat seiring dengan bertambahnya usia
tikus pada umur dua bulan (Gambar 6).
Pemberian pakan kolesterol pada tikus selama
penelitian, mampu meningkatkan bobot badan
yang lebih besar dengan rata1rata konsumsi
pakan perhari sebesar 17.90 g selama induksi
dibandingkan dengan tikus yang diberi pakan
standar dengan rata1rata konsumsi sebesar
15.01 g pada jumlah gram yang diberikan
sebesar 20 g/ekor/hari. Setelah satu minggu
peningkatan kolesterol, tikus yang diberi
pakan kolesterol tinggi bobot badannya
meningkat sebesar 25% secara nyata
dibandingkan keadaan awal (kondisi hari ke1
nol yaitu bobot badan tikus pada saat pertama
kali), sedangkan peningkatan bobot badan
kelompok tanpa pakan kolesterol hanya
meningkat sebesar 13% secara tidak nyata
dibandingkan dengan keadaan awal. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Ide
(1978)
Kristiani (2003) bahwa pertumbuhan
tikus dengan pakan mengandung lemak lebih
besar dari pada tikus dengan diet bebas lemak.
Lemak kambing dan minyak goreng curah
yang terkandung di dalam pakan kolesterol
kaya akan asam lemak jenuh. Asam lemak
jenuh
merupakan
prekusor
dalam
pembentukan
trigliserida.
Trigliserida
merupakan simpanan lipid utama dalam
jaringan adiposa (Murray
2001).
Semakin banyak lemak yang dikonsumsi oleh
tikus, maka semakin besar pula lipid yang
tersimpan dalam jaringan adiposa sehingga
bobot badan tikus menjadi lebih besar.
Selama pemberian ramuan ekstrak daun
jati belanda yang terdiri atas daun jati belanda,
daun jambu biji, dan rimpang temulawak
terjadi penurunan bobot badan pada kelompok
hewan coba yang diberi perlakuan ramuan
ekstrak daun jati belanda (1x:1y:1z), ramuan
ekstrak daun jati belanda yang mengandung
daun jati belanda lebih banyak (2x:1y:1z),
ramuan ekstrak daun jati belanda tanpa daun
jambu biji (1x:0y:1z) masing1masing sekitar
0.67%, 1.2%, dan 0,67%, sedangkan
kelompok hewan coba yang diberi perlakuan
ramuan ekstrak daun jati belanda tunggal
(1x:0y:0z) mengalami kenaikan sekitar 1.54%
dibandingkan bobot badan satu minggu
sebelum diberi ekstrak. Meskipun demikian,
secara statistik bobot badan kelompok
perlakuan hingga akhir percobaan tidak
berbeda nyata dibandingkan dengan kelompok
hiperlipidemia (p>0.05) selama perlakuan.
Bila ditinjau dari jumlah pakan yang
dikonsumsi, konsumsi pakan tikus kelompok
hewan coba yang diberi ramuan ekstrak daun
Gambar 6 Perubahan bobot badan tikus
selama perlakuan. Normal
(
), Hiperlipidemia (
),
Ekstrak 1x:1y:1z (
), Ekstrak
), Ekstrak
2x:1y:1z (
), dan Ekstrak
1x:0y:1z (
).
1x:0y:0z (
10
jati belanda, ramuan ekstrak daun jati belanda
dengan daun jati belanda lebih banyak,
ramuan ekstrak daun jati belanda tanpa daun
jambu biji, dan ramuan ekstrak daun jati
belanda tunggal selama pencekokan masing1
masing mengalami penurunan sekitar 29.25%,
27.28%, 24.92%, dan 28.37% dibandingkan
dengan jumlah rata1rata konsumsi pakan
selama peningkatan kolesterol. Meskipun
demikian penurunan konsumsi pakan tidak
mempengaruhi penurunan bobot badan tikus.
!*
&% 4
" $ +! $% %'%& !"#$%&
+% %#/$ "!
& 4
%#/$
%' ! %'%& %
Banyak perlakuan yang dapat digunakan
untuk menstimulasi terjadinya lipid peroksida
seperti defisiensi vitamin E dan kondisi
hiperglikemia. Dalam penelitian ini, untuk
menstimulasi terjadinya lipid peroksida dipilih
diet
lemak
tinggi
atau
kondisi
hiperkolesterolemia. Analisis konsentrasi lipid
peroksida hati pada tahap awal dilakukan
setelah konsentrasi kolesterol tikus pada
kelompok hiperlipidemia dan kelompok
perlakuan sudah meningkat.
Pada
penelitian
ini,
pengukuran
konsentrasi kolesterol total darah pada tikus
tidak dilakukan sendiri melainkan data
sekunder. Pada awalnya, masa induksi
kolesterol tikus pada kelompok hiperlipidemia
dan kelompok perlakuan dilakukan hingga
empat minggu peningkatan kolesterol.
Meskipun demikian kenaikan kolesterol pada
minggu
keempat
peningkatan
tidak
menunjukan kenaikan secara signifikan.
Konsentrasi
kolesterol
total
darah
meningkat secara signifikan terjadi saat
pengambilan darah keempat atau pada minggu
kesembilan
peningkatan
kolesterol.
Peningkatan kolesterol total darah terjadi saat
dosis PTU ditingkatkan menjadi dua kali dosis
semula dan perubahan beberapa komposisi
pakan kolesterol yaitu dari 5% lemak kambing
dan 6% minyak goreng curah menjadi 10%
lemak kambing dan 1% minyak goreng curah
pada
minggu
kedelapan
peningkatan
kolesterol. Konsentrasi kolesterol pada
kelompok hiperlipidemia dan kelompok
perlakuan setelah sembilan minggu diinduksi
kolesterol hanya meningkat sekitar 66.64%
dibandingkan dengan kelompok normal
(Gambar 7).
Konsentrasi lipid peroksida hati tikus yang
berusia lima bulan pada kelompok normal
yang dinekropsi (dibedah) pada minggu
keduabelas adalah sebesar 87.10 nmol/g. Nilai
ini sedikit berbeda dari hasil penelitian
Gambar 7 Kenaikan konsentrasi kolesterol
selama induksi kolesterol.
Konsentrasi kolesterol awal ( ),
Minggu kedua peningkatan (■),
Minggu keenam (■), dan Minggu
kesembilan ( ).
Sayogya (2002) yaitu nilai lipid peroksida hati
kelompok normal yang dinekropsi setelah 19
minggu pada usia 8.5 bulan adalah sebesar
100.46 nmol/g. Hal ini mungkin disebabkan
karena perbedaan usia tikus itu sendiri.
Konsentrasi lipid peroksida hati pada
kelompok hiperlipidemia yang dinekropsi
pada minggu keduabelas adalah sebesar
523.55 nmol/g. Bila dibandingkan dengan
kelompok normal, konsentrasi lipid peroksida
hati kelompok hiperlipidemia yang diberi
pakan kolesterol sebesar 1.25% lebih besar
lima kalinya secara bermakna dari pada
kelompok normal (Gambar 8). Hasil ini sesuai
dengan laporan Uphadya
(2002) bahwa
mencit yang diberi kolesterol sebanyak 1.16%
selama tujuh minggu mampu meningkatkan
konsentrasi lipid peroksida dalam eritrosit dan
aorta lebih tinggi dibandingkan dengan mencit
yang hanya diberi pakan standar.
Gambar 8 Perbandingan konsentrasi lipid
peroksida hati kelompok normal
dengan kelompok
hiperlipidemia.
11
Begitu pula dengan hasil penelitian
Tombilangi (2004) yaitu pemberian kolesterol
sebesar
0.25%
dapat
meningkatkan
konsentrasi lipid peroksida darah kelinci
sembilan kalinya dibandingkan dengan
kelompok normal. Hasil penelitian Widyarti
(1995) yaitu pemberian pakan diet protein
normal dan
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
ALVIANI. Khasiat Ramuan Ekstrak Daun Jati Belanda terhadap Peroksidasi
Lipid Hati Tikus Hiperlipidemia. Dibimbing oleh ANNA P. ROSWIEM, dan
SULISTIYANI.
Jati belanda, jambu biji, dan temulawak merupakan tumbuhan obat
tradisional yang telah digunakan sebagai antioksidan. Penggunaan tumbuhan
tersebut sebagai antioksidan masih terbatas pada masing1masing tumbuhan saja,
sedangkan potensi antioksidasi ketiga tumbuhan tersebut dalam bentuk ramuan
belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi potensi
antioksidasi dari ramuan daun jati belanda, serta menetukan konsentrasi lipid
peroksida hati tikus hiperlipidemia yang diberi ramuan ekstrak daun jati belanda
yang mengandung daun jambu biji dan rimpang temulawak.
Ramuan daun jati belanda yang terdiri dari daun jambu biji dan rimpang
temulawak diekstraksi dengan pelarut etanol 70% secara maserasi. Hasil ekstraksi
digunakan untuk menentukan konsentrasi lipid peroksida hati dari tikus yang
hiperlipidemia. Konsentrasi lipid peroksida hati diukur menggunakan uji TBA.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pemberian pakan kolesterol sebesar
1.25% selama sembilan minggu mampu meningkatkan konsentrasi lipid peroksida
hati. Ramuan ekstrak daun jati belanda yang mengandung daun jati belanda lebih
banyak (2x:1y:1z) mampu menurunkan konsentrasi lipid peroksida hati sebesar
13.25% lebih rendah daripada kelompok hiperlipidemia, sedangkan ramuan
ekstrak daun jati belanda tunggal (1x:0y:0z) hanya 7.24%. Ramuan ekstrak daun
jati belanda tanpa daun jambu biji dapat menurunkan konsentrasi lipid peroksida
hati terbesar yaitu 26,31%, sedangkan ramuan daun jati belanda (1x:1y:1z)
bertindak sebagai prooksidan.
ALVIANI. Potency of Potion of Jati Belanda Leaf Extracts on Lipid Peroxidation
in The Liver Hyperlipidemic Rat. Under the direction of ANNA P. ROSWIEM,
and SULISTIYANI.
Jati belanda, guavas, and temulawak are traditional herbs that has been
widely used as antioxidant. The use of those as antioxidant were limited to the
single plants one each, while potency of those plants in potions had not been
known. This research aims to provide informations related to the antioxidant
potency of jati belanda leaf potions, also to determine lipid peroxidation
concentration of hyperlipidemic rat liver which were given by potion containing
jati belanda leaves, guava leaves, and temulawak extracts.
Potions of jati belanda leaves, guava, and temulawak rhizome, were
extracted with ethanol 70% by maceration. Filtrate were used to measure lipid
peroxide concentration in hyperlipidemic rat liver. The concentration was
measured by TBA test.
Results showed that 1.25% cholesterol feeding for nine weeks were able to
increase lipid peroxide concentration in the liver. Jati belanda leaf potion contain
more of jati belanda leaves (2x:1y:1z) were able to decrease lipid peroxide in the
liver 13.25% lower than hyperlipidemic groups, while jati belanda leaf extract
single can only decrease 7.24%. Jati belanda leaf extracts without guava leaf
extract gave the largest decrease in lipid peroxide concentration in livers 26.31%,
while jati belanda leaf potion extract (1x:1y:1z) act as prooxidant.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi Biokimia
Judul Skripsi : Khasiat Ramuan Ekstrak Daun Jati Belanda terhadap Peroksidasi
Lipid Hati Tikus Hiperlipidemia
Nama
: Alviani
NIM
: G44102028
Disetujui
Komisi Pembimbing
drh. Sulistiyani, M.Sc.,PhD
Anggota
Dr.Anna P. Roswiem, MS.
Ketua
Diketahui
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131 473 999
Tanggal Lulus:
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan Karunia1Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Program Studi biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Penelitian dilaksanakan selama bulan Juli1November 2006 dengan judul Khasiat
Ramuan Ekstrak
Daun Jati Belanda terhadap Peroksidasi Lipid Hati
Hiperlipidemia.
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada semua pihak. Terima kasih
penulis ucapakan kepada para pembimbing penulis Dr. Anna P. Roswiem, MS,
dan drh. Sulistiyani, M.Sc.,PhD atas bimbingan dan dorongannya selama ini.
Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada teman seperjuangan Yayu,
Icha, Meta, Indri, Liga, Aan, Fitri, khususnya Mba Itin atas bantuannya selama
penelitian, Chandra, Emi, Dinar dan Feni. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada bapak, dan ibu tercinta, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2007
Penulis dilahirkan di kota Jakarta pada tanggal 28 Maret 1984 dari ayah
Bambang Wahono dan ibu Saadiah. Penulis merupakan putri kedua dari lima
bersaudara.
Tahun 2002, penulis lulus dari SMU Negeri 52 Jakarta dan pada tahun yang
sama lulus masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) di Departemen Biokimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata
kuliah Biokimia Fisik S1 Biokimia tahun ajaran 2005/2006, Biokimia Umum S1
Kimia 2005/2006, Biokimia Umum D3 Perikanan 2005/2006 dan 2006/2007,
Biokimia Umum S1 Biologi 2006/2007, dan Biokimia Akademi Perawat
2006/2007. Pada tahun 2005 penulis melaksanakan praktik lapangan di
Laboratorium Treub, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor selama
bulan Juli1Agustus dengan tema Penapisan Fitokimia dan Penentuan Nilai
Peroksida Pada Ekstrak Daun
.
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Peroksidasi Lipid .................................................................................. 2
Hiperlipidemia dan Lipid Peroksida ...................................................... 3
Bahan1bahan Alami Antioksidan ........................................................... 4
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ....................................................................................... 7
Metode Penelitian ................................................................................. 7
Analisis Data ......................................................................................... 8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Awal dan Bobot Badan Hewan Coba ......................................
Perbandingan Konsentrasi Lipid Peroksida Hati Tikus Normal dengan
Tikus Hiperlipidemia ............................................................................
Pengaruh Ekstrak Ramuan Daun Jati Belanda Terhadap Konsentrasi
Lipid Peroksida Hati .............................................................................
Korelasi antara Lipid Peroksida Hati dan Kolesterol Hati serta TPC ......
9
10
11
12
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 14
LAMPIRAN .................................................................................................. 16
1 Reaksi pembentukan MDA dari peroksidasi rantai hidrokarbon berikatan
ganda ........................................................................................................ 2
2 Reaksi antara TBA dan MDA ................................................................... 3
3 Tumbuhan jati belanda (
Lamk.) ................................. 5
4 Tumbuhan jambu biji (
Linn.) ......................................... 6
5 Tanaman temulawak (
Roxb.) .................................. 7
6 Perubahan bobot badan tikus selama perlakuan ........................................ 9
7 Kenaikan konsentrasi kolesterol selama induksi kolesterol ......................... 10
8 Perbandingan konsentrasi lipid peroksida hati kelompok normal dengan
kelompok hiperlipidemia .......................................................................... 10
9 Konsentrasi Lipid peroksidasi lipid hati .................................................... 12
10 Korelasi antara konsentrasi kolesterol hati dan konsentrasi lipid peroksida
hati ........................................................................................................... 13
11 Korelasi antara TPC dan konsentrasi lipid peroksida ................................ 13
1 Tahap Penelitian ....................................................................................... 17
2 Perhitungan dosis jumlah kolesterol kuning telur, lemak kambing
dan PTU ................................................................................................... 18
3 Hasil kurva standar TMP .......................................................................... 19
4 Perubahan rata1rata bobot badan tikus selama percobaan .......................... 20
5 Data konsentrasi lipid peroksida hati saat peningkatan kolesterol pada
minggu ke19 ............................................................................................. 20
6 Data konsentrasi lipid peroksida hati diakhir perlakuan pada
minggu ke114 ........................................................................................... 20
7 Data konsentrasi kolesterol hati ................................................................ 21
10 Analisis statistik rancangan acak lengkap ................................................. 22
11 Hasil analisis korelasi antara lipid peroksida hati dan kolesterol hati
serta TPC .................................................................................................. 23
1
Indonesia merupakan negara kepulauan
yang kaya akan sumber daya alamnya. Negara
ini dikenal sebagai negara
terbesar nomor dua di dunia setelah Brasil.
Kekayaan hayati Indonesia yang sudah
dimanfaatkan nenek moyang sejak dahulu
kala, sampai saat ini masih berpotensi untuk
dikembangkan. Diperkirakan sumber daya
hayati yang dimiliki Indonesia berkisar antara
30 000140 000 spesies tumbuhan. Berdasarkan
jumlah tersebut terdapat sebesar 1 100 spesies
tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat
tradisional. Tumbuhan yang dapat digunakan
sebagai obat tradisional antara lain adalah jati
belanda, jambu biji, dan temulawak (Heyne
1987).
Masyarakat
tradisional
biasanya
menggunakan tumbuhan daun jati belanda
sebagai obat pelangsing, obat diare, batuk dan
nyeri perut (Heyne 1987). Daun Jambu biji
sebagai antibakteri, antidiabetes, dan maag,
sedangkan rimpang temulawak sebagai
antiradang, antibakteri, dan memperlancar
pengeluaran ASI (Dalimartha 2002). Selain
itu berdasarkan penelitian sebelumnya daun
jati belanda, daun jambu biji, dan rimpang
temulawak memiliki aktivitas sebagai
antioksidan. Hasil penelitian Tombilangi
(2004) menginformasikan bahwa pemberian
ekstrak etanol daun jati belanda mampu
menurunkan konsentrasi lipid peroksida
dalam darah secara nyata dibandingkan
dengan kelompok hiperlipidemia. Indriani
(2006) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun
jambu biji putih dapat menghambat oksidasi
lipid
sebesar
94.19%.
Adji
(2004)
menyebutkan bahwa ekstrak etanol rimpang
temulawak mampu mencegah peningkatan
konsentrasi lipid peroksida dalam darah
sebesar 64.30% terhadap kondisi awal.
Dewasa ini, perkembangan zaman dan
arus globalisasi dapat mempengaruhi gaya
hidup dan pola makan masyarakat Indonesia
yang cenderung mengkonsumsi makanan
cepat saji. Hal ini dapat menyebabkan
timbulnya penyakit degeneratif. Penyakit
degeneratif ini dapat disebabkan oleh
meningkatnya proses peroksidasi lipid akibat
molekul radikal bebas di dalam tubuh.
Salah satu penyakit degeneratif yang
disebabkan oleh radikal bebas adalah penyakit
jantung koroner (PJK). Penyakit ini
disebabkan oleh penyempitan, penyumbatan,
atau kelainan pembuluh nadi koroner yang
dikenal sebagai aterosklerosis. Aterosklerosis
ini disebabkan oleh tingginya kolesterol LDL
(
) di dalam pembuluh
darah arteri akibat kurangnya reseptor LDL
dalam
mengambil
lipoprotein
yang
mengandung
kolesterol.
Semakin
meningkatnya konsentrasi kolesterol LDL di
dalam jaringan maka semakin besar pula
jumlah kolesterol LDL yang akan dioksidasi.
Untuk mengurangi lipid peroksida di
dalam tubuh diperlukan suatu senyawa yang
dapat mencegah proses peroksidasi lipid.
Senyawa
yang
mampu
menghambat
kerusakan lipid akibat radikal bebas adalah
antioksidan. Di dalam tubuh manusia sendiri
mampu mensintesis senyawa antioksidan
seperti superoksida dismutase (SOD),
glutathion peroksidase, dan katalase. Namun
dengan bertambahnya usia, terjadi penurunan
enzim1enzim tersebut, sehingga radikal bebas
baik dari dalam maupun luar tubuh tidak
sepenuhnya dapat ditangani. Oleh sebab itu,
tubuh perlu senyawa antioksidan yang berasal
dari luar (eksogen).
Saat ini, semakin mahalnya harga obat1
obatan sintetik di pasaran menyebabkan
masyarakat
Indonesia
cenderung
memanfaatkan bahan1bahan alami terutama
yang berasal dari tumbuh1tumbuhan. Selain
memiliki harga yang lebih murah, obat1obatan
tradisional juga memiliki efek samping lebih
kecil dibandingkan dengan obat1obatan
sintetik, serta mudah didapat. Jati belanda,
jambu biji, dan temulawak merupakan
tumbuhan obat tradisional yang telah
digunakan sebagai antioksidan. Namun
penggunaan ketiga tumbuhan tersebut sebagai
antioksidan masih terbatas pada masing1
masing tumbuhan saja, sedangkan potensi
antioksidasi ketiga tumbuhan tersebut dalam
bentuk ramuan belum dibuktikan secara
ilmiah. Penelitian ini adalah bagian dari
penelitian yang bekerjasama dengan industri
fitofarmaka yang akan mengkaji formulasi
ramuan ketiga tumbuhan tersebut dalam
kaitannya sebagai antioksidan.
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan
informasi potensi antioksidasi dari ramuan
daun jati belanda, serta menentukan
konsentrasi lipid peroksida hati tikus
hiperlipidemia yang diberi ramuan ekstrak
daun jati belanda yang mengandung daun
jambu biji dan rimpang temulawak. Hipotesis
penelitian adalah bahwa ramuan ekstrak daun
jati belanda dengan ekstrak daun jambu biji
dan rimpang temulawak dalam komposisi
tertentu dapat menurunkan konsentrasi lipid
peroksida hati tikus hiperlipidemia. Hasil
penelitian diharapkan dapat memberikan
informasi kepada masyarakat tentang potensi
2
ramuan daun jati belanda dengan daun jambu
biji dan rimpang temulawak sebagai
antioksidan.
!"#$%& $% %'%&
Lipid merupakan salah satu molekul yang
paling sensitif terhadap serangan radikal
bebas, sehingga terbentuk lipid peroksida.
Peroksidasi lipid adalah reaksi yang terjadi
akibat serangan radikal bebas terhadap asam
lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated
fatty Acid, PUFA) (Halliwel & Gutteridge
1999). Radikal bebas ini sangat labil dan
bersifat reaktif sehingga cenderung bereaksi
seketika dengan setiap zat disekitarnya.
Peroksidasi lipid merupakan suatu rantai
reaksi yang berlangsung terus menerus, sebab
reaksi ini menghasilkan radikal lipid bebas
(R*) yang lain, sehingga peroksidasi
berlangsung lebih lanjut. Pada umumnya,
peroksidasi lipid dapat dibagi menjadi tiga
tahap reaksi yaitu tahap inisiasi, propagasi,
dan terminasi (Murray
2001).
Reaksi peroksidasi lipid diawali melalui
pengambilan sebuah atom hidrogen dari gugus
metilena (1CH21) pada PUFA oleh radikal
bebas. Pada tahap ini, terjadi pembentukan
radikal bebas karbon (1FCH1) yang disebabkan
oleh penghilangan satu atom H pada CH2. Hal
ini disebabkan adanya ikatan rangkap pada
asam lemak yang dapat melemahkan ikatan
antara atom C dan H yang berdekatan dengan
ikatan rangkap, sehingga atom H mudah
diambil oleh radikal bebas.
Tahap selanjutnya yaitu penstabilan
radikal bebas karbon melalui penataan ulang
ikatan rangkap, sehingga terbentuk diena
terkonjugasi. Apabila diena terkonjugasi
bereaksi dengan O2, maka akan terbentuk
radikal lipid peroksida (ROO*). Hadirnya
radikal peroksida ini dapat memudahkan
pengambilan atom hidrogen dari molekul lipid
lain, sehingga tahap ini disebut sebagai tahap
propagasi. Radikal peroksida selanjutnya
dapat bergabung dengan atom H yang lain
membentuk lipid hidroperoksida dan radikal
bebas yang baru. Jalur lain yang ditempuh
oleh radikal peroksida yaitu dengan
membentuk peroksida siklik yang disebut
dengan endoperoksida. Tahap terminasi
terjadi jika radikal lipid peroksida bereaksi
dengan radikal bebas yang lain seperti
senyawa antioksidan atau senyawa biologi
seperti protein. Proses peroksidasi asam lemak
tak jenuh dapat dilihat pada Gambar 1.
Lipid peroksida atau lipid hidroperoksida
merupakan suatu molekul yang stabil pada
suhu fisiologis atau suhu tubuh. Namun, ion1
ion logam transisi yang terdapat di dalam
tubuh seperti besi (Fe) dan tembaga (Cu)
dapat
mengkatalisis
penguraian
lipid
hidroperoksida hingga membentuk produk
yang berbahaya seperti epoksida, keton, asam,
dan aldehid. Dua diantara sejumlah aldehid
yang dihasilkan dari peruraian peroksida
adalah malondialdehida (MDA) dan 41
hidroksinonenal. Kedua produk aldehid
tersebut dapat menyerang protein terutama
pada gugus tiol (1SH) dan gugus amin (1NH2),
sehingga enzim1enzim yang membutuhkan
senyawa1senyawa tersebut untuk akivitasnya
akan terhambat bila peroksidasi lipid sedang
berlangsung (Sulistyo 1998). Peroksidasi lipid
yang disebabkan oleh radikal bebas ini dapat
menyebabkan membran kehilangan fluiditas,
dan gangguan transport (O’Brien 1981, diacu
dalam Widyarti 1995).
Gambar 1 Reaksi pembentukan MDA dari peroksidasi rantai hidrokarbon berikatan ganda.
Sumber: Murray
(2001)
3
Organ hati merupakan pusat dari
metabolisme dalam sebagian besar hewan.
Organ ini berfungsi dalam proses detoksifikasi
senyawa1senyawa toksik, sekresi produk akhir
metabolisme seperti bilirubin, amonia, dan
urea, hematologik, sistem imun tubuh, serta
berperan
dalam
proses
metabolisme
biomolekul (protein, karbohidrat, hormon, dan
bilirubin) (Kaplan & Pesce 1989). Membran1
membran mikrosom hati sangat rentan
terhadap peroksidasi lipid, sebab membran ini
banyak sekali mengandung asam lemak tak
jenuh. Proses peroksidasi lipid pada mikrosom
hati dapat berlangsung secara enzimatis dan
nonenzimatis.
Secara
enzimatis
yaitu
peroksidasi lipid yang bergantung oleh
NADPH, sedangkan secara nonenzimatis
yaitu peroksidasi lipid yang bergantung oleh
ion Fe3+, ion ini berfungsi sebagai
pengkompleks ADP, pirofosfat, dan EDTA
(Halliwel & Gutteridge 1999).
Tingginya konsentrasi lipid peroksida
dapat menjadi indikasi awal rusaknya sel hati.
Peningkatan konsentrasi lipid peroksida lebih
jauh dapat menyebabkan terjadinya nekrosis
hati. Yagi (1994) menyatakan bahwa apabila
konsentrasi lipid peroksida di hati meningkat,
maka lipid peroksida ini dapat merusak sel
hati sehingga peroksida akan keluar dari hati
menuju pembuluh darah dan dapat merusak
organ atau jaringan lain. Konsentrasi lipid
peroksida yang berlebih pada jaringan
maupun organ dapat mengakibatkan berbagai
penyakit degeneratif. Di dalam tubuh
manusia, kadar lipid peroksida dapat
meningkat seiring dengan bertambahnya usia,
namun jumlahnya tidak boleh melebihi kadar
normalnya yaitu 4 nmol/mL (Yagi 1994).
Berdasarkan penelitian Sayogya (2002)
menunjukkan konsentrasi lipid peroksida hati
normal tikus galur
sebesar
100.46 nmol/g, sedangkan lipid peroksida
normal dalam serum darah galur
sebesar 0.46±0.05 ng/mL (Adji 2004).
Berdasarkan kedua hasil penelitian tersebut
dapat dilihat bahwa konsentrasi lipid
peroksida hati lebih besar dari pada
konsentrasi lipid peroksida di dalam serum
darah.
Uji TBA (asam 21tiobarbiturat) dapat
digunakan untuk mengukur konsentrasi dari
lipid peroksida yang terakumulasi secara
di dalam organ dan partikel subseluler
(Tappel & Zalkin 1960). Uji TBA didasarkan
pada reaksi asam 21tiobarbiturat dengan
produk oksidasi lipid (MDA). TBA akan
bereaksi dengan gugus karbonil dari MDA
yaitu satu molekul MDA akan berikatan
dengan dua molekul TBA, sehingga
membentuk senyawa kompleks berwarna
merah (Halliwel & Gutteridge 1999). Warna
merah yang diukur dengan spektofotometer
pada panjang gelombang 532 nm ini
menunjukkan tingkat oksidasi lipid. Reaksi
penggabungan antara TBA dan MDA dapat
dilihat pada Gambar 2. Uji TBA ini
merupakan uji yang spesifik untuk hasil
oksidasi asam lemak tak jenuh dan baik
diterapkan untuk uji terhadap lemak pangan
yang mengandung asam lemak tak jenuh
(Ketaren 1986).
Gambar 2 Reaksi antara TBA dan MDA.
Sumber: Halliwel & Gutteridge (1999)
%' ! %'%& % &
%'%& !"#$%&
Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan
tingginya konsentrasi lipid yang ditandai
dengan meningkatnya konsentrasi trigliserida,
LDL, dan kolesterol (lipid netral) darah
melebihi batas normal (pada manusia > 200
mg/dL) (Ganong 2001). Faktor1faktor yang
dapat menyebabkan hiperlipidemia adalah
bobot badan, usia, kurang olahraga, stres,
gangguan metabolisme, gangguan genetik dan
pola konsumsi makanan sehari1hari yang
dapat meningkatkan konsentrasi lipid atau
kolesterol.
Menurut
Grundy
(1991),
mengkonsumsi makanan yang kaya kolesterol
dan asam lemak jenuh dapat menekan
pembentukan reseptor LDL, sehingga
meningkatkan kolesterol di dalam darah.
Keadaan
hiperlipidemia
dapat
menyebabkan
aterosklerosis
yaitu
penyumbatan pembuluh darah arteri akibat
penumpukan lipid pada dinding arteri. Jika
aterosklerosis terjadi pada pembuluh darah
arteri yang mensuplai O2 ke jantung, maka
dapat menyebabkan penyakit jantung koroner
(PJK). Salah satu faktor utama dalam
patogenesis
aterosklerosis
adalah
hiperkolesterolemia yang disebabkan oleh
peningkatan konsentrasi lipoprotein densitas
rendah (LDL) (Schwartz
1993 diacu
dalam Taher 2003).
Perjalanan LDL dimulai dari sintesis dan
sekresi lipoprotein sangat rendah (VLDL)
oleh sel hati. VLDL mengandung kolesterol
dan triasilgliserol. Setelah memasuki aliran
4
darah, VLDL mulai kehilangan kandungan
trigliseridanya karena dihidrolisis oleh enzim
lipoprotein lipase (LPL) menjadi asam lemak
dan gliserol. Setelah trigliseridanya sebagian
besar dihidrolisis oleh LPL, VLDL ini
berubah
menjadi
lipoprotein
densitas
menengah (IDL) dan akhirnya menjadi LDL.
Selanjutnya LDL akan diendositosis oleh sel1
sel jaringan perifer dan hepatosit setelah
terlebih dahulu diikat oleh reseptor LDL
(Voet & Voet 1995).
Aterosklerosis biasanya lebih banyak
diderita oleh pria daripada wanita yang masih
aktif haid. Hal ini disebabkan hormon
esterogen yang memiliki aktivitas antioksidan
yang dapat menghambat terjadinya oksidasi
LDL (Rifici & Khachadurian 1992 diacu
dalam Taher 2003). Selain itu hormon
esterogen juga diketahui dapat menghambat
perkembangan awal aterosklerosis dengan
mengurangi pembentukkan sel busa makrofag,
yaitu dengan mengurangi penangkapan
lipoprotein melalui lintas reseptor pembersih
(Sulistyani 1997 diacu dalam Taher 2003).
Tingginya konsentrasi lipid peroksida di
dalam tubuh dapat disebabkan oleh kondisi
hiperkolesterolemia. Pada kondisi ini, jumlah
LDL meningkat sehingga dapat memperbesar
kemungkinan terjadinya oksidasi, sebab
ketersediaan substrat yang dapat dioksidasi
lebih banyak. Hal ini didukung oleh penelitian
Tombilangi (2004) yang menyatakan bahwa
pemberian kolesterol sebesar 0.25% dapat
meningkatkan konsentrasi lipid peroksida
darah kelinci. Uphadya
(2002) juga
melaporkan bahwa mencit yang diberi
kolesterol sebanyak 1.16% selama tujuh
minggu mampu meningkatkan konsentrasi
lipid peroksida lebih tinggi dibandingkan
dengan mencit yang hanya diberi pakan
standar. Menurut Iritani
(1986), tikus
yang diberi diet minyak jagung 10% nilai
peroksidasi lipid dalam serum, hati dan
jaringan adiposa lebih tinggi dari pada tikus
dengan diet minyak jagung 5%.
Salah satu dari fungsi kolesterol adalah
sebagai prekusor pembentukan asam empedu
yang disintesis di dalam hati. Tahap pertama
dalam biosintesis asam empedu adalah reaksi
7α1hidroksilasi terhadap kolesterol yang
dikatalisis oleh enzim mikrosomal yaitu 7α1
hidroksilase. Proses reaksi ini memerlukan
oksigen, NADPH dan sitokrom P1450
oksidase. Semakin meningkatnya konsentrasi
kolesterol
plasma
dalam
tubuh
hiperkolesterolemia, maka semakin banyak
asam empedu yang disintesis, sehingga
semakin meningkat pula oksigen dan NADPH
yang dibutuhkan serta peningkatan aktivitas
sitokrom P1450 oksidase (Murray
2001).
Sitokrom P1450 oksidase merupakan
enzim yang berperan dalam memperantarai
metabolisme retikulum endoplasmik yang
menghasilkan radikal superoksida (O21)
(Dhaunsi
1992 diacu dalam Wresdiyati
2005). Oleh sebab itu semakin meningkatnya
aktivitas sitokrom P1450 oksidase, maka
radikal bebas yang dihasilkan semakin
meningkat pula. Jika produksi radikal bebas
terjadi secara berlebihan maka enzim
antioksidan di dalam tubuh khususnya di
organ hati seperti superoksida dismutase
(SOD) tidak mampu mengatasinya. Hal ini
dapat menimbulkan kondisi stres oksidatif
yaitu suatu kondisi yang dapat menyebabkan
tejadinya beberapa kerusakan atau kelainan
baik proses biokimia maupun fisiologi di
dalam sel akibat dari proses peroksidasi lipid.
Kondisi hiperlipidemia dapat dibuat pada
beberapa spesies hewan percobaan yaitu
dengan menambahkan lemak dan kolesterol
pada makanan yang disebut induksi eksogen
(Amstrong & Heistad 1990). Menurut
panduan dari KKI Phyto Medica (1993)
induksi hiperlipidemia pada tikus dapat
dilakukan dengan pemberian pakan tinggi
kolesterol (1%) dan propil tiourasil (PTU)
(0.01%)selama dua minggu. PTU merupakan
zat antitiroid yang dapat merusak kelenjar
tiroid. Kerusakan kelenjar tiroid ini dapat
menyebabkan meningkatnya konsentrasi
kolesterol akibat pembentukan reseptor LDL
di hati berkurang (Ganong 2001).
( )* (
%
+%"#$%&
Dewasa ini, masyarakat Indonesia
cenderung menggunakan bahan1bahan alami
terutama tumbuhan obat tradisional dalam
memelihara
kesehatannya.
Dengan
mengkonsumsi bahan alami dan gizi
seimbang, diharapkan dapat mencegah atau
mengurangi radikal bebas yang dapat
menyebabkan penyakit degeneratif seperti
PJK dan
! . Bahan1bahan alami yang
biasa digunakan sebagai antioksidan dapat
berasal dari buah1buahan seperti apel, anggur,
jeruk sayur1sayuran seperti brokoli, wortel
ataupun yang berasal dari tumbuh1tumbuhan
seperti teh hijau. Pada penelitian ini bahan
alami yang akan digunakan sebagai
antioksidan adalah ramuan daun jati belanda
yang mengandung daun jambu biji, dan
rimpang temulawak.
5
+%
& ,
#-.
Jati Belanda merupakan tumbuhan yang
berasal dari negara Amerika beriklim tropis.
Tumbuhan ini juga tumbuh secara liar di
wilayah tropis lainnya seperti di pulau Jawa
dan Madura. Jati belanda atau jati londo (Jawa
Tengah) tumbuh baik pada daerah dengan
ketinggian 11800 m di atas permukaan laut.
Klasifikasi dari tumbuhan jati belanda yaitu
divisi
Spermatophyta,
subdivisi
Angiospermae, kelas Dicotyledonae, bangsa
Malvales, suku Steruliaceae, marga
,
dan jenis
Lamk.
Tumbuhan jati belanda berupa pohon
peneduh di tepi jalan dengan tinggi 10120
meter. Memiliki batang berbentuk bulat,
keras, permukaannya kasar, banyak alur,
bercabang, dan berwarna hijau keputih1
putihan. Daun berbentuk bundar bulat sampai
lanset, ujung daun lancip, serta permukaan
daun bagian atas berbulu. Berbunga banyak,
bentuk bunga agak ramping, serta memiliki
mahkota bunga yang berwana kuning. Bijinya
kecil, keras, diameter ± 2 mm, berwarna
coklat muda, serta memiliki akar tunggang
(Sugati
1991). Bentuk daun jati belanda
dapat dilihat pada Gambar 3.
Daun dan kulit batang jati belanda
mengandung alkaloid, serta flavonoid, selain
itu daunnya mengandung saponin dan tanin.
Menurut Soesilo (1989) daun jati belanda
mengandung senyawa flavonoid, asam
fenolat, tanin, steroid atau triterpenoid, dan
karotenoid. Hal ini didukung dari hasil
penelitian
Tombilangi
(2004)
yang
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun jati
belanda mengandung flavonoid.
Daun jati belanda berkhasiat sebagai obat
pelangsing
tubuh,
sehingga
simplisia
tumbuhan ini banyak digunakan di dalam
ramuan galian singset. Hal ini didukung oleh
penelitian Lestari dan Muhtadi (1997) yang
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol
daun jati belanda sebanyak 1g/Kg bobot
badan tikus yang hiperlipidemia mampu
menurunkan kadar kolesterol. Namun, hasil
penelitian yang dilakukan Rachmadani (2001)
menunjukkan bahwa tikus yang diberi ekstrak
air daun jati belanda sebanyak 1 g/Kg bobot
badan tidak menunjukan penurunan kadar
kolesterol.
Pemakaian rebusan daun jati belanda
secara berlebihan dapat mengakibatkan iritasi
usus, sedangkan pemakaian biji tumbuhan jati
belanda
secara
berlebihan
dapat
mengakibatkan diare atau radang usus
(Sastroamidjojo 1988).
Rebusan biji
tumbuhan jati belanda yang dibakar dapat
digunakan sebagai obat sembelit, sedangkan
jika dicampur dengan minyak adas dapat
digunakan untuk penyakit perut kembung dan
sesak nafas. Biasanya rebusan biji tumbuhan
ini digunakan oleh masyarakat dengan cara
meminumnya seperti meminum kopi (Heyne
1987).
Gambar 3 Tumbuhan jati belanda
(
Lamk.).
*/ %0% ,
% Jambu biji adalah salah satu tumbuhan
buah perdu yang dalam bahasa Inggris disebut
"
. Tanaman ini berasal dari
Brazilia Amerika Tengah, menyebar ke
Thailand kemudian ke negara Asia lainnya
seperti Indonesia. Nama lain dari jambu biji
yaitu Petokal, Tokal (Jawa), Sotong (Bali),
dan Glima breuh (Aceh). Klasifikasi dari
tumbuhan
jambu
biji
yaitu
divisi
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,
kelas Dicotyledonae, bangsa Myrtales, suku
Myrtaceae, marga
, dan jenis
L
Tumbuhan jambu biji dapat tumbuh di
daerah tropis maupun di daerah subtropik
dengan intensitas curah hujan yang diperlukan
berkisar 100012000 mm/tahun dan merata
disepanjang tahun. Tumbuhan ini dapat
tumbuh di daerah tropis pada ketinggian
antara 511200 meter di atas permukaan laut.
Jambu biji termasuk tumbuhan semak atau
pohon yang memiliki ketinggian 3110 meter.
Tumbuhan ini memiliki banyak cabang dan
ranting, batang pohonnya keras, permukaan
kulit luar berwarna coklat dan licin. Daunnya
berbentuk bulat telur, bertulang menyirip,
serta berwarna hijau kekuningan. Bunganya
kecil1kecil berwarna putih dan memiliki akar
tunggang, seperti terlihat pada Gambar 4.
(Soesilo 1989).
Senyawa kimia yang terkandung di dalam
jambu biji antara lain polifenol dan tanin.
Daun dan kulit batangnya mengandung
saponin, tanin dan minyak atsiri. Selain itu
daunnya mengandung asam ursolat, asam
psidiolat, asam katogolat, asam oleanolat,
asam gujaverin dan vitamin C. Vitamin C
pada buah jambu biji sebesar 316 kali lebih
besar dibandingkan buah jeruk. Adanya
kandungan vitamin C yang tinggi, buah jambu
biji ini dapat meningkatkan kekebalan tubuh
6
dalam melawan bakteri (Triarsari 2006). Hal
ini didukung oleh penelitian Khan
(1980)
Soesilo (1989) yang
menunjukkan bahwa daun jambu biji
berkhasiat sebagai antibakteri terhadap
.
Selain itu, Indariani (2006) menyatakan
bahwa jambu biji juga memiliki aktivitas
antioksidan yang erat khasiatnya dalam
mengobati
berbagai
penyakit.
Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa ekstrak
daun jambu biji putih lokal memiliki faktor
protektif mendekati vitamin E (α1tokoferol)
sebesar 1.0, sedangkan α1tokoferol sendiri
memiliki faktor protektif sebesar 1.16. Ekstrak
etanol daun jambu biji putih lokal juga dapat
menghambat oksidasi lipid sebesar 94.19%.
Hasil penelitian Lestariana
(2005)
melaporkan bahwa pemberian ekstrak kering
daun jambu biji sebanyak 2 mg dalam 0.2 mL
air yang diberikan 1 kali, 2 kali, dan 3 kali
sehari selama 90 hari dapat memberikan
penurunan
yang
bermakna
terhadap
konsentrasi glukosa darah tikus. Namun,
menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna
terhadap
konsentrasi
kolesterol
dan
trigliserida serum darah tikus.
Selain sebagai antibakteri dan antioksidan,
jambu biji juga berkhasiat sebagai antidiare,
antiinflamasi,
antimutagenik,
analgesik,
penyakit diabetes melitus, serta maag (Soesilo
1989). Pada umumnya, dosis penggunaan
daun jambu biji yang sering dipakai oleh
masyarakat adalah sebesar 15130 g. Untuk
pengobatan, biasanya daun jambu biji ini
direbus selama 15 menit, kemudian air hasil
rebusan dari tumbuhan ini diminum
(Wijayakusumah 1993).
Gambar 4 Tumbuhan jambu biji
(
Linn.
/ 1 #,
"2*-.
Temulawak merupakan tanaman asli
Indonesia yang memiliki khasiat obat.
Tanaman ini dapat tumbuh baik di dataran
rendah pada ketinggian 1500 meter di atas
permukaan laut (Syukur & Hernani 2002).
Tanaman temulawak banyak ditemukan di
hutan1hutan daerah tropis serta tersebar luas di
daerah Jawa, Maluku, dan Kalimantan. Selain
di Indonesia tanaman ini juga ditemukan di
India (Harida/Haldi), Bengali (halud), Arab
(kurkum), Persia (zardehobach), dan Cina
(ilang1hoang). Sejak dulu oleh masyarakat
Indonesia, tanaman ini digunakan untuk
meningkatkan nafsu makan, sembelit, sakit
kepala, sakit perut bahkan dipercaya sebagai
jamu yang dapat memperlambat proses
penuaan, menghilangkan bintik1bintik hitam
di wajah serta kelenturan tubuh.
Temulawak tergolong dalam famili
Zingiberaceae. Ciri khas dari tanaman ini
yaitu memiliki rimpang yang berbau aromatik
tajam dan rasanya pahit agak pedas
(Dalimartha 2002). Nama lain dari tanaman
ini yaitu temu putih (Indonesia), koneng gede
(Sunda), serta temu labak (Madura).
Klasifikasi dari temulawak yaitu divisi
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,
kelas Monocotyledonae, bangsa Zingiberales,
suku Zingiberaceae, marga
, dan
genus
Roxb.
Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan
herba yang batang pohonnya berbentuk batang
semu serta tingginya mencapai 2 meter
bahkan lebih. Daun tanaman ini berbentuk
lanset, warnanya hijau tua dengan jari1jari
coklat dibagian tulang daunnya. Pada bagian
tengah daun berwarna ungu. Bunga
temulawak bersifat lateral. Tangkai bunga
ramping dan berbulu dengan panjang 4137 cm.
Rimpangnya berukuran besar, bercabang1
cabang, berwarna kuning tua atau kecoklatan,
beraroma
tajam,
dan
rasanya
pahit
(Dalimartha 2002). Tanaman ini dapat dilihat
pada Gambar 5.
Rimpang temulawak terdiri atas fraksi
pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri. Fraksi
kurkuminoid merupakan komponen yang
dapat memberi warna kuning pada rimpang
temulawak. Zat warna kuning yang
terkandung di dalam rimpang temulawak ini
sebesar 112% yang terdiri atas kurkumin dan
monodesmetoksi1kurkumin.
Senyawa
kurkumin yang terkandung di dalam rimpang
temulawak mempunyai khasiat sebagai
antibakteri dan merangsang dinding kantong
empedu untuk mengeluarkan cairan empedu
ke usus, antiradang, peluruh kencing serta
mempelancar pengeluaran ASI (Dalimartha
2002). Selain itu, temulawak juga digunakan
sebagai pengobatan gangguan hati, batu
empedu, sembelit, obat luka, dan kulit
(Darwis
1991). Budhidjaya (1988)
menyatakan bahwa pemberian kurkuminoid
dengan dosis 10 mg, 15 mg, dan 20 mg dalam
7
tween 80 dan air dapat menurunkan kadar
kolesterol total dan trigliserida darah,
sedangkan pada dosis 20 mg dapat menaikkan
HDL1kolesterol kelinci yang hiperlipidemia.
Masyarakat Indonesia pada umumnya
menggunakan tumbuhan ini dengan cara
memarut 20 g rimpang temulawak segar, lalu
menyeduhnya, dan air hasil seduhannya
diminum (Dalimartha 2002).
Senyawa aktif kurkumin memiliki
aktivitas
sebagai
antioksidan
dan
imunomodulator. Namun, jika temulawak
diminum bersamaan dengan obat elektrofilik
seperti parasetamol dapat beresiko tinggi bagi
organ
tubuh,
sebab
selain
sebagai
imunomodulator senyawa ini juga dapat
menghambat aktivitas enzim glutation1s1
transferase (GST) di dalam tubuh. Hal ini
dapat menyebabkan terganggunya proses
didetoksifikasi parasetamol di dalam tubuh
(Martono 2006). Berdasarkan penelitian Adji
(2004) menunjukan bahwa ekstrak etanol 75%
temulawak dengan dosis 100 mg/Kg BB
mampu mencegah peningkatan konsentrasi
lipid peroksida serum darah secara nyata
dibandingkan dengan kontrol positif.
Gambar 5 Tanaman temulawak (
Roxb.).
( &
+
Hewan uji yang digunakan adalah tikus
putih dewasa galur
, berjenis
kelamin jantan, sehat, berumur 2 bulan dan
memiliki berat badan sekitar 200 g. Tikus ini
diperoleh dari PT Indo Anilab dan Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bahan1
bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah hati tikus, ekstrak ramuan daun jati
belanda yang mengandung daun jambu biji,
dan rimpang temulawak yang diperoleh dari
Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM IPPB.
Bahan untuk uji TBA antara lain NaCl dingin
0.9%, KCl dingin 1.15%, sodium dodesil
sulfat (SDS) 8.1%, NaOH 1M, asam asetat
20%, asam tiobarbiturat (TBA) 1.0% dalam
pelarut asam asetat 50%, akuades, n1
butanol:piridin (15:1 v/v), serta 1,1,3,31
tetrametoksi propana (TMP) sebagai larutan
standar. Bahan1bahan lainnya seperti pakan
standar, pakan kolesterol (kuning telur, lemak
kambing, minyak goreng curah, dan pakan
standar), dan propil tiourasil (PTU) 0.01%.
Alat1alat yang digunakan antara lain
mikropipet, neraca analitik, sentrifus (Hettich
Universal), pengaduk magnetik, vorteks,
penangas
air,
oven,
pH1meter,
spektofotometer UV1VIS, sonde, siring,
gunting, pinset,
.
+"&
%+%
*/ +
#$+! #
/
/
+%
&
Daun jati belanda, daun jambu biji, dan
rimpang temulawak yang telah dicuci bersih
dikeringkan dalam oven pada suhu 60 .
Selanjutnya, daun jati belanda, daun jambu
biji, dan rimpang temulawak yang telah kering
diekstraksi dengan pelarut etanol 70% secara
maserasi. Lalu hasil maserasi diuapkan
dengan
. Campuran ekstrak
etanol daun jati belanda, daun jambu biji, dan
rimpang temulawak dibuat sesuai dengan
formulasi yang ditetapkan oleh PSB.
"$%$ (
% 3 4 %4/ #
Dosis ekstrak ramuan daun jati belanda
yang mengandung daun jambu biji dan
rimpang temulawak yang akan diberikan pada
kelompok perlakuan I merupakan
dosis
campuran dengan perbandingan (1x:1y:1z).
Nilai koefisien satu adalah satu kali dosis
efektif daun jati belanda, daun jambu biji, dan
rimpang temulawak. Penggunaan dosis efektif
daun jati belanda adalah 1g/Kg BB
(Rachmadani 2001), sedangkan dosis efektif
daun jambu biji dan rimpang temulawak
adalah dosis yang telah ditentukan oleh mitra
industri dan tidak bisa dilaporkan berkenaan
dengan rahasia perusahaan. Kelompok
perlakuan yang lain mendapatkan dosis yang
merupakan variasi kelipatan dari masing1
masing dosis efektif.
1
"* &
5 4
!5"*
Sebelum mendapatkan perlakuan, tikus
diadaptasikan selama 2 minggu untuk
menyeragamkan cara hidup dan makannya.
Tikus yang digunakan sebanyak 40 ekor yang
dibagi menjadi 6 kelompok, masing1masing
kelompok terdiri atas 10 ekor untuk kelompok
normal dan hiperlipidemia, sedangkan
kelompok perlakuan masing1masing 5 ekor
tikus.
Untuk
memperoleh
kondisi
hiperlipidemia, hewan uji diberi perlakuan
8
dengan memberikan pakan kolesterol dan
larutan (0.01%) PTU dengan dosis 0.5 mg/Kg
BB.
Kelompok I merupakan kelompok normal
yaitu kelompok yang hanya diberi pakan
standar selama percobaan dan dicekok dengan
akuades untuk memperoleh kondisi stres yang
sama. Kelompok II yaitu kelompok
hiperlipidemia, sedangkan kelompok III, IV,
V, dan VI merupakan kelompok perlakuan.
Kelompok hiperlipidemia dan kelompok
perlakuan merupakan kelompok yang
menerima pakan kolesterol dan dicekok
larutan (0.01%) PTU dengan dosis 0.5 mg/Kg
BB selama delapan minggu percobaan. Pada
satu minggu diakhir induksi hingga akhir
penelitian kelompok hiperlipidemia dan
perlakuan diberi pakan kolesterol yang
mengandung lemak kambing 10% dan minyak
goreng curah 1%, serta peningkatan dosis
(0.01%) PTU menjadi dua kalinya. Selain
mendapatkan pakan kolesterol, kelompok
perlakuan juga dicekok campuran ekstrak
etanol daun jati belanda, daun jambu biji dan
rimpang temulawak dengan dosis campuran
berturut1turut
(1x:1y:1z),
(2x:1y:1z),
(1x:0y:1z), dan (1x:0y:0z) g/Kg BB selama
lima minggu setelah sembilan minggu
diinduksi kolesterol.
Penimbangan bobot
badan hewan coba dilakukan setiap satu
minggu selama perlakuan. Selanjutnya
analisis kolesterol total plasma darah
dilakukan selama dua minggu sekali sampai
minggu keempat induksi, dan selanjutnya
dilakukan setiap satu minggu sekali selama
perlakuan.
Analisis konsentrasi lipid peroksida hati
awal dilakukan setelah sembilan minggu
peningkatan kolesterol terhadap kelompok
normal dan hiperlipidemia masing1masing
sebanyak 5 ekor. Analisis konsentrasi lipid
peroksida hati akhir dilakukan pada tiap1tiap
kelompok setelah 5 minggu perlakuan.
*/ +
'/ 4 / % 4
/!
Tepung kolesterol dibuat dari kuning telur
ayam. Kuning telur yang telah dipisahkan dari
putihnya, dikukus dengan air mendidih selama
30 menit. Lalu dalam keadaan masih panas
kuning telur digerus kasar, kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 60170 ºC
hingga kering (± 24 jam), sambil sekali1kali
digerus hingga halus (Momuat
2001).
*/ +
#
" $+ !"
Pakan kolesterol dibuat dari 1.5%
kolesterol dari kuning telur ayam, 5% lemak
kambing, 6% minyak goreng curah, dan pakan
standar sehingga mencapai 100%. Semua
bahan1bahan tersebut dicampur hingga rata,
dan dibuat dalam bentuk pelet. Jumlah pakan
harian baik pakan kolesterol maupun pakan
standar yang diberikan adalah 20g/ekor/hari
dan air minum yang diberikan secara
"
4/#/!
" $ +! $% %'%&
!"#$%&
4% 6778.
*/ +
/!9
+ & !- Kurva
standar dibuat dengan menggunakan larutan
stok pereaksi 1,1,3,31tetrametoksi propana
(TMP) 6M yang diencerkan dengan akuades
menjadi 0.1, 0.3, 0.5, 0.8, 1.0, 2.0, 3.0, 6.0,
9.0. 12, dan 14 NM. Larutan masing1masing
konsentrasi dipipet sebanyak 4 mL ke dalam
tabung reaksi. Lalu masing1masing tabung
ditambah 1 mL TBA 1.0% dalam pelarut
asam asetat 50%, dipanaskan di penangas air
mendidih pada suhu 95 ºC selama 60 menit,
kemudian didinginkan pada suhu kamar.
Selanjutnya pada masing1masing tabung
ditambahkan 1.0 mL akuades dan 5 mL n1
butanol:piridin (15:1 v/v), diaduk dengan
vorteks, lalu disentrifugasi pada kecepatan
3000 rpm selama 15 menit. Lapisan atas yang
terbentuk pada larutan diambil, lalu
serapannya diukur pada panjang gelombang
532 nm dengan spektrofotometer.
%$%$
%'%&
!"#$%&
+%Pengukuran kadar lipid peroksida hati
dilakukan pada akhir perlakuan. Sebanyak 112
g hati disimpan dalam larutan NaCl dingin
0.9%. Dari hati segar tersebut dibuat 10% b/v
homogenat hati dalam larutan KCl dingin
1.15%. Lalu diambil sebanyak 0.1 mL
homogenat ke dalam tabung reaksi.
Selanjutnya
ke
dalam
tiap
tabung
ditambahkan 0.2 mL SDS 8.1% dan 1.5 mL
asam asetat 20%, serta diatur pHnya dari 2.5
menjadi pH 3.5 oleh NaOH 1 M dengan
menggunakan
pH
meter.
Selanjutnya
ditambahkan 0.7 mL akuades dan 1.5 mL
TBA 1.0% dalam pelarut asam asetat 50%,
kemudian dipanaskan ke dalam penangas air
mendidih pada suhu 95 ºC selama 60 menit,
didinginkan pada suhu ruang. Lalu tiap tabung
ditambahkan 1 mL akuades dan 5 mL n1
butanol:piridin (15:1 v/v), diaduk dengan
vorteks, disentrifus pada kecepatan 4000 rpm
selama 10 menit, diambil lapisan atasnya,
diukur serapannya dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 532 nm.
,
%$%$ +
Rancangan
yang
digunakan
pada
penelitian adalah rancangan acak lengkap
9
(RAL). Analisis data dilakukan dengan
metode ANOVA (
). Jika
terdapat perbedaan dalam perlakuan, maka
dilakukan dengan uji Duncan. Model RAL
adalah
sebagai
berikut
(Mattjik
&
Sumertajaya 2000):
Yij = N + τi + εij
i = 1,2,…,t dan j = 1,2,…., r
Yij = Pengamatan pada pelakuan ke1i dan
ulangan ke1j
N = Rataan umum (overall mean)
τi =Pengaruh perlakuan ke1i, i = 1,2,3,4,5,6.
εij = Pengaruh galat acak pada perlakuan ke1i,
dan ulangan ke1j, j = 1,2,
Konsentrasi lipid peroksida hati pada tiap
kelompok dikorelasikan dengan konsentrasi
kolesterol hati dan kolesterol total (TPC)
menggunakan korelasi Pearson dengan
α=0.05.
&
1 &
"*"+ &
1
"*
Hewan
percobaan
mula1mula
diadaptasikan selama dua minggu. Masa
adaptasi tikus terhadap lingkungan ini
dilakukan
untuk
menghindari
resiko
timbulnya gangguan stres dan untuk
mengamati kondisi tikus apakah masih dapat
terus dipergunakan selama percobaan.
Penimbangan hewan coba setiap satu minggu
dilakukan untuk mengetahui kesehatan hewan
coba selama berlangsungnya penelitian.
Perubahan bobot badan tikus selama
perlakuan terbagi menjadi dua yaitu masa
adaptasi dan masa perlakuan. Selama masa
penelitian bobot badan tikus cenderung
meningkat seiring dengan bertambahnya usia
tikus pada umur dua bulan (Gambar 6).
Pemberian pakan kolesterol pada tikus selama
penelitian, mampu meningkatkan bobot badan
yang lebih besar dengan rata1rata konsumsi
pakan perhari sebesar 17.90 g selama induksi
dibandingkan dengan tikus yang diberi pakan
standar dengan rata1rata konsumsi sebesar
15.01 g pada jumlah gram yang diberikan
sebesar 20 g/ekor/hari. Setelah satu minggu
peningkatan kolesterol, tikus yang diberi
pakan kolesterol tinggi bobot badannya
meningkat sebesar 25% secara nyata
dibandingkan keadaan awal (kondisi hari ke1
nol yaitu bobot badan tikus pada saat pertama
kali), sedangkan peningkatan bobot badan
kelompok tanpa pakan kolesterol hanya
meningkat sebesar 13% secara tidak nyata
dibandingkan dengan keadaan awal. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Ide
(1978)
Kristiani (2003) bahwa pertumbuhan
tikus dengan pakan mengandung lemak lebih
besar dari pada tikus dengan diet bebas lemak.
Lemak kambing dan minyak goreng curah
yang terkandung di dalam pakan kolesterol
kaya akan asam lemak jenuh. Asam lemak
jenuh
merupakan
prekusor
dalam
pembentukan
trigliserida.
Trigliserida
merupakan simpanan lipid utama dalam
jaringan adiposa (Murray
2001).
Semakin banyak lemak yang dikonsumsi oleh
tikus, maka semakin besar pula lipid yang
tersimpan dalam jaringan adiposa sehingga
bobot badan tikus menjadi lebih besar.
Selama pemberian ramuan ekstrak daun
jati belanda yang terdiri atas daun jati belanda,
daun jambu biji, dan rimpang temulawak
terjadi penurunan bobot badan pada kelompok
hewan coba yang diberi perlakuan ramuan
ekstrak daun jati belanda (1x:1y:1z), ramuan
ekstrak daun jati belanda yang mengandung
daun jati belanda lebih banyak (2x:1y:1z),
ramuan ekstrak daun jati belanda tanpa daun
jambu biji (1x:0y:1z) masing1masing sekitar
0.67%, 1.2%, dan 0,67%, sedangkan
kelompok hewan coba yang diberi perlakuan
ramuan ekstrak daun jati belanda tunggal
(1x:0y:0z) mengalami kenaikan sekitar 1.54%
dibandingkan bobot badan satu minggu
sebelum diberi ekstrak. Meskipun demikian,
secara statistik bobot badan kelompok
perlakuan hingga akhir percobaan tidak
berbeda nyata dibandingkan dengan kelompok
hiperlipidemia (p>0.05) selama perlakuan.
Bila ditinjau dari jumlah pakan yang
dikonsumsi, konsumsi pakan tikus kelompok
hewan coba yang diberi ramuan ekstrak daun
Gambar 6 Perubahan bobot badan tikus
selama perlakuan. Normal
(
), Hiperlipidemia (
),
Ekstrak 1x:1y:1z (
), Ekstrak
), Ekstrak
2x:1y:1z (
), dan Ekstrak
1x:0y:1z (
).
1x:0y:0z (
10
jati belanda, ramuan ekstrak daun jati belanda
dengan daun jati belanda lebih banyak,
ramuan ekstrak daun jati belanda tanpa daun
jambu biji, dan ramuan ekstrak daun jati
belanda tunggal selama pencekokan masing1
masing mengalami penurunan sekitar 29.25%,
27.28%, 24.92%, dan 28.37% dibandingkan
dengan jumlah rata1rata konsumsi pakan
selama peningkatan kolesterol. Meskipun
demikian penurunan konsumsi pakan tidak
mempengaruhi penurunan bobot badan tikus.
!*
&% 4
" $ +! $% %'%& !"#$%&
+% %#/$ "!
& 4
%#/$
%' ! %'%& %
Banyak perlakuan yang dapat digunakan
untuk menstimulasi terjadinya lipid peroksida
seperti defisiensi vitamin E dan kondisi
hiperglikemia. Dalam penelitian ini, untuk
menstimulasi terjadinya lipid peroksida dipilih
diet
lemak
tinggi
atau
kondisi
hiperkolesterolemia. Analisis konsentrasi lipid
peroksida hati pada tahap awal dilakukan
setelah konsentrasi kolesterol tikus pada
kelompok hiperlipidemia dan kelompok
perlakuan sudah meningkat.
Pada
penelitian
ini,
pengukuran
konsentrasi kolesterol total darah pada tikus
tidak dilakukan sendiri melainkan data
sekunder. Pada awalnya, masa induksi
kolesterol tikus pada kelompok hiperlipidemia
dan kelompok perlakuan dilakukan hingga
empat minggu peningkatan kolesterol.
Meskipun demikian kenaikan kolesterol pada
minggu
keempat
peningkatan
tidak
menunjukan kenaikan secara signifikan.
Konsentrasi
kolesterol
total
darah
meningkat secara signifikan terjadi saat
pengambilan darah keempat atau pada minggu
kesembilan
peningkatan
kolesterol.
Peningkatan kolesterol total darah terjadi saat
dosis PTU ditingkatkan menjadi dua kali dosis
semula dan perubahan beberapa komposisi
pakan kolesterol yaitu dari 5% lemak kambing
dan 6% minyak goreng curah menjadi 10%
lemak kambing dan 1% minyak goreng curah
pada
minggu
kedelapan
peningkatan
kolesterol. Konsentrasi kolesterol pada
kelompok hiperlipidemia dan kelompok
perlakuan setelah sembilan minggu diinduksi
kolesterol hanya meningkat sekitar 66.64%
dibandingkan dengan kelompok normal
(Gambar 7).
Konsentrasi lipid peroksida hati tikus yang
berusia lima bulan pada kelompok normal
yang dinekropsi (dibedah) pada minggu
keduabelas adalah sebesar 87.10 nmol/g. Nilai
ini sedikit berbeda dari hasil penelitian
Gambar 7 Kenaikan konsentrasi kolesterol
selama induksi kolesterol.
Konsentrasi kolesterol awal ( ),
Minggu kedua peningkatan (■),
Minggu keenam (■), dan Minggu
kesembilan ( ).
Sayogya (2002) yaitu nilai lipid peroksida hati
kelompok normal yang dinekropsi setelah 19
minggu pada usia 8.5 bulan adalah sebesar
100.46 nmol/g. Hal ini mungkin disebabkan
karena perbedaan usia tikus itu sendiri.
Konsentrasi lipid peroksida hati pada
kelompok hiperlipidemia yang dinekropsi
pada minggu keduabelas adalah sebesar
523.55 nmol/g. Bila dibandingkan dengan
kelompok normal, konsentrasi lipid peroksida
hati kelompok hiperlipidemia yang diberi
pakan kolesterol sebesar 1.25% lebih besar
lima kalinya secara bermakna dari pada
kelompok normal (Gambar 8). Hasil ini sesuai
dengan laporan Uphadya
(2002) bahwa
mencit yang diberi kolesterol sebanyak 1.16%
selama tujuh minggu mampu meningkatkan
konsentrasi lipid peroksida dalam eritrosit dan
aorta lebih tinggi dibandingkan dengan mencit
yang hanya diberi pakan standar.
Gambar 8 Perbandingan konsentrasi lipid
peroksida hati kelompok normal
dengan kelompok
hiperlipidemia.
11
Begitu pula dengan hasil penelitian
Tombilangi (2004) yaitu pemberian kolesterol
sebesar
0.25%
dapat
meningkatkan
konsentrasi lipid peroksida darah kelinci
sembilan kalinya dibandingkan dengan
kelompok normal. Hasil penelitian Widyarti
(1995) yaitu pemberian pakan diet protein
normal dan