KEMBALIKAN SEKOLAH MINGGU PADA ANAK Sua

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

“KEMBALIKAN SEKOLAH MINGGU PADA ANAK !”
Suatu Strategi Pendidikan Kristiani Anak Sekolah Minggu di GMIM Lembah Kanaan
Yan O. Kalampung
PENDAHULUAN
Kesempatan yang didapat selama 6 Bulan menjadi Guru Sekolah Minggu di Jemaat GMIM
Lembah Kanaan Winenet Satu adalah pengalaman yang berharga setelah saya lulus dari
Fakultas Teologi UKIT. Di dalam interaksi yang terjadi selama itu, banyak hal yang
dipelajari dan memerlukan pengolahan lebih lanjut agar ada perubahan ke arah yang lebih
baik. Pelayanan Sekolah Minggu adalah salah satu alat bagi Gereja untuk memberikan
pengajaran bagi anggotanya, dalam hal ini Anak-anak. Kalau dilihat dari psikologi
perkembangan, anak-anak adalah adalah tahap awal yang menentukan bagi perkembangan
seterusnya. Selain itu, Yesus yang menghargai dan menerima anak-anak : “Biarkan anakanak itu datang kepadaKu, jangan mengahalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang
seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah (Mrk. 10:14, Mat. 19:14, Luk. 18:16)”,
kemudian juga menjadi dasar Alkitabiah bagi Pendidikan Anak. Lebih lanjut lagi, pelayanan
kepada anak-anak sudah dimulai dari berabad-abad lampau karena disadari pentingnya
hingga juga sekarang hampir semua Gereja memiliki bidang PAK yang melayani anak-anak
entah itu dinamakan Kebaktian Anak maupun Sekolah Minggu1. Hal inilah yang memacu
saya untuk melakukan kajian ini.
Dalam tulisan ini saya menguraikan konteks dari Kota Bitung sebagai sebuah kesatuan

dimana Kelurahan Winenet Satu tempat GMIM Lembah Kanaan berada dan lebih masuk lagi
ke dalam Pelayanan yang dilakukan terhadap Anak Sekolah Minggu kemudian saya mengkaji
dengan berbagai teori Psikologi Perkembangan dari Anak-anak, baru kemudian masuk ke
dalam teori Pendidikan Kristiani dengan Pendekatan Komunitas Iman, lalu berdasarkan teoriteori tadi saya merumuskan Strategi yang tepat bagi Pendidikan Kristiani Anak Sekolah
Minggu yang bisa memberi pengembangan atas pelayanan yang sudah dijalankan selama ini.
Kemudian saya membuat satu contoh pertemuan yang berbentuk Pembinaan dalam rangka
“mendaratkan” strategi yang telah disusun tadi.

11

Tabita K. Christiani, Pendidikan Anak: Penting tetapi Disepelekan? dalam Andar Ismail (ed.), Ajarlah
Mereka Melakukan : Kumpulan Karangan Seputar Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2010) h. 126-127

1

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

ISI
A. GMIM Lembah Kanaan

Jemaat (Gereja Masehi Injili di Minahasa) GMIM Lembah Kanaan Winenet Satu adalah
Jemaat yang dahulu merupakan bagian dari Jemaat GMIM Kanaan Winenet. Pada mulanya,
karena disadari jangkauan pelayanan yang terlalu besar maka mulailah dibangun Gedung
Gereja baru yang disebut Kanisah. Inilah yang menjadi bibit Jemaat GMIM Lembah Kanaan.
Setelah mencukupi syarat dari Sinode GMIM untuk mendirikan Jemaat Mandiri, seperti
memiliki jumlah Jemaat yang lebih dari 100 Kepala Keluarga dan tergabung dalam 5 Kolom,
lalu memiliki Gedung dan kesiapan dari setiap anggota Jemaat maka pada tanggal 03 April
2006 didirikanlah Jemaat GMIM Lembah Kanaan Winenet Satu.
GMIM Lembah Kanaan memiliki wilayah pelayanan di Kelurahan Winenet Satu dan
Winenet Dua. Kedua kelurahan termasuk dalam Kecamatan Aertembaga di Kota Bitung.
Kota Bitung merupakan salah satu pemerintah kota yang ada di Provinsi Sulawesi Utara
dengan luas wilayah daratan 304 km2. Sebagian besar wilayah daratan merupakan daerah
berombak, berbukit dan gunung. Secara Geografis Kota Bitung terletak pada posisi diantara
1o23'23" - 1o35'39" LU dan 125o1'43" - 125o18'13" BT. Sebelah Selatan berbatasan dengan
Laut Maluku, sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Likupang dan Kecamatan
Dimembe (Kabupaten Minahasa Utara), Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Maluku dan
Samudera Pasifik sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kauditan
(Kabupaten Minahasa Utara). Wilayah daratan mempunyai luas 304 km2, secara
administratif terbagi dalam lima wilayah kecamatan serta enam puluh kelurahan. Lima
kecamatan tersebut masing-masing Kecamatan Bitung Utara (136,40 km2 ) meliputi 12

kelurahan, Kecamatan Bitung Tengah (24 km2 ) meliputi 10 kelurahan, Kecamatan Bitung
Barat (33,62 km2) meliputi 10 kelurahan, Kecamatan Bitung Timur (59,08 km2) terdiri dari
13 kelurahan dan Kecamatan Bitung Selatan yang terdapat di Pulau Lembeh (50.90 km2)
meliputi 15 kelurahan. Kota Bitung memiliki lahan sawah seluas 156 Ha , lahan kering
28.719 Ha dan lainnya 1252 Ha. Rata-rata kepadatan penduduk pada Tahun 2005 mencapai
sekitar558jiwaperkm2.

Dalam bidang pendidikan Kota Bitung pada tahun 2005 memiliki jumlah TK 61 buah, SD
sebanyak 96 buah, SLTP sebanyak 29 buah dan SLTA sebanyak 22 buah. Partisipasi sekolah
2

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

merupakan masalah yang paling signifikan yang patut dikedepankan dalam analisis
pendidikan. Menurut Pemerintah Kota Bitung, dengan melihat angka partisipasi sekolah di
Kota Bitung, secara langsung kita akan dapat melihat sejauh mana keberhasilan
pembangunan pendidikan di kota serba dimensi ini. Angka partisipasi Kasar (APK)
merupakan angka yang mengukur proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan
tertentu dalam kelompok umur yang sesuai jenjang pendidikan tersebut. APK memberikan
gambaran secara umum tentang banyaknya anak yang menerima pendidikan pada jenjang

tertentu. Namun, indikator ini lebih banyak bercerita tentang keberhasilan sistem pendidikan
dalam mendidik anak dan remaja, dan bukan pada penduduk dewasa 2. Kota Bitung juga
adalah kota yang heterogen. Banyak orang dari berbagai suku seperti Sangihe, Siau, Talaud,
Makassar, Gorontalo, Minahasa, Toraja, Jawa dll. Keberagaman suku itu juga dibarengi
dengan keberagaman di bidang-bidang yang lain seperti profesi, sumber daya dll.
% Penduduk menurut Kelompok Umur3
Kelompok Umur

2010

2011

2012

0-14 thn

29,72

31,19


29,50

15-64 thn

66,77

64,65

66,97

> 65 thn

3.5

4,16

3,53

Jika dilihat dari tabel yang ada maka bisa dilihat bahwa anak-anak memiliki presentasi yang
cukup besar kalau dibandingkan dengan kelompok umur yang disebut lanjut usia, ini

menandakan bahwa anak-anak memerlukan penanganan yang serius. Selain itu, konteks yang
perlu diperhatikan adalah persoalan kemiskinan yang selalu ada,
Statistik Kemiskinan Kota Bitung4

Garis Kemiskinan (Rp/bulan)

2

Situs resmi Pemerintah Kota Bitung,
http://www.bitung.go.id/index__.php?m=tentang_bitung&src=sekilas_bitung, 04-Desember-2014
3

Badan Pusat Statistik Kota Bitung, http://bitungkota.bps.go.id/index.php?hal=tabel&id=7, 08-Desember-2014

3

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

Uraian


2010

Kelurahan

272.545 284.789 297.583

Desa

-

Kelurahan+Desa

272.545 284.789 297.583

Penduduk Miskin (000 jiwa) 18,0
Penduduk Miskin (%)

2011

2012


-

-

16,1

14,7

9,52

7,57

Dari data itu bisa dilihat bahwa sampai tahun 2012, presentasi jumlah orang miskin di Kota
Bitung mencapai 7,57 %. Saya ragu dengan data ini, karena di mana-mana masih banyak
orang miskin. Di GMIM Lembah Kanaan saja, sebagian dari anggotanya masih hidup di
bawah garis kemiskinan. Kalau konteks etnik dan keagamaan, di Kelurahan Winenet Satu
dan Winenet Dua memiliki penduduk dengan agama, Kristen Protestan, Kristen Katholik,
Islam, Konghucu dan Agama Suku. Sepanjang yang saya ketahui, umat beragama yang
tinggal bersama itu tidak pernah terjadi persoalan karena gesekan antar agama. Namun

seringkali dalam Konteks Berjemaat di GMIM Lembah Kanaan masih ada upaya untuk saling
menjelekkan agama lain.
Jemaat GMIM Lembah Kanaan hidup dengan ketimpangan sosial yang begitu nampak.
Sering ada rumah yang begitu besar disamping rumah yang begitu sederhana dan mungkin
tidak layak lagi untuk dihuni karena sudah terlalu banyak orang di dalam. Tapi ini tidak
pernah dipersoalkan karena ukuran yang dipakai oleh seseorang untuk disebut layak menjadi
orang kaya dan miskin adalah bagaimana ia punya koneksi dengan penguasa entah itu
Pemerintah atau Para Konglomerat. Globalisasi begitu berdampak pada kehidupan Jemaat,
karena mereka masih bergulat dengan kebutuhan sehari-hari dengan harga yang terus
melambung tinggi. Sebagian besar pekerjaan yang dimiliki oleh anggota Jemaat adalah
Nelayan dan Buruh sebagian lagi terbagi ke beberapa pekerjaan, pegawai negeri sipil, dll.
Kekerasan adalah persoalan penting yang membuat Kelurahan Winenet Satu jadi terkenal.
Tahun 2013 baru terjadi pembunuhan dua orang anak oleh salah seorang keluarga mereka
sendiri setelah diculik semalam. Hingga kini masih diproses oleh Pengadilan Negeri Kota
Bitung. Belum lagi budaya kekerasan yang sudah begitu mengakar di Keluarga. Sering sekali

4

Ibid.


4

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

saya mendengar ada orang tua yang memukul anaknya bahkan sampai berdarah-darah. Kalau
orang tua sendiri memukul seperti itu boleh, tapi jangan berani orang lain membuat menangis
anaknya pasti akan terjadi perkelahian. Ini juga berdampak sampai pada Sekolah Minggu
bahkan ada orang tua yang memberi saran kepada saya untuk memukul anaknya di Ibadah
kalau anaknya nakal.
B. Anak Sekolah Minggu
GMIM Lembah Kanaan sekarang memiliki 10 Kolom yang terdiri atas lebih dari 300 Kepala
Keluarga. Jumlah anak-anak dalam satu kolom berjumlah sekitar 20 orang. Jadi jumlah anak
seluruh Jemaat adalah sekitar 200 orang. Sesuai dengan pembagian yang sudah menjadi
tradisi di GMIM, yang disebut anak-anak itu mulai dari yang baru lahir hingga yang berumur
11 tahun atau yang sudah lulus dari SD dan setelah itu diadakanlah ibadah pelepasan ke
Remaja. Tapi dalam kenyataannya yang paling menjadi ukuran utama apakah seseorang itu
sudah bisa disebut Remaja atau masih anak-anak adalah yang baru lulus SD, padahal
beberapa orang anggota Jemaat tidak melanjutkan Sekolah sampai lulus SD.
Jumlah Guru Sekolah Minggu (GSM) pada awalnya berjumlah 2 orang per Kolom, yang
kemudian dari 20 orang seluruh GSM akan dipilih beberapa orang yang akan menjadi Komisi

Pelayanan Anak Jemaat. Sejak tahun 2014 yang menjadi tahun awal dari Periode Pelayanan
2014 – 2018 mulai dipilih GSM menjadi 3 orang per Kolom sehingga jumlah seluruh menjadi
30 orang dan kebanyakan dari mereka adalah Ibu Rumah Tangga. Ketika saya menjadi GSM,
hanya saya sendiri laki-laki dan belum menikah. Ini mungkin masalah Gender karena paham
bahwa yang menjadi Guru Sekolah haruslah perempuan masih cukup kuat berakar,
sedangkan laki-laki hanyalah menjadi Penatua, Syamas atau Koordinator Kaum Bapa.
Keberagaman etnik nyata dalam kehidupan berjemaat. Karena seringkali ketika berkumpul di
dalam suatu Ibadah, maka orang-orang dari suku yang sama biasanya berbicara dalam
bahasanya sendiri. Ini berbeda dengan anak-anak, apalagi yang sudah lahir dan besar di Kota
Bitung seperti saya. Kami sudah tidak tahu lagi bahasa daerah kami dan kebudayaan kami
melebur (hybrid) sehingga keberagaman etnik sudah tidak begitu terasa lagi di kalangan
muda termasuk anak-anak.
Menjadi persoalan sekarang adalah pluralitas agama. Seperti yang sudah saya katakan tadi
bahwa masih ada eksklusivisme terselubung di antara anggota jemaat, anak-anak mau tidak
5

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

mau juga terpengaruh. Seringkali muncul sikap-sikap intoleran di antara anak-anak misalnya
menjauhi orang-orang yang beragama lain (walaupun kadang khilaf). Ini disebabkan sikap
eksklusif tadi yang menganggap diri paling benar. Pelayan-pelayanpun tidak memberi
pencerahan yang berarti bahkan semakin memperkeruh keadaan.
Pendekatan yang dipakai selama ini adalah Pendekatan Instruksional. Jadi Guru yang
mendominasi pengajaran. Anak-anak hanya sekedar mendengar dan menerima saja apa yang
dikatakan oleh Guru. Kalaupun GSM memberi kesempatan ASM untuk bertanya itu hanya
untuk memampukan mereka untuk mengerti apa yang sedang diajarkan. GSM yang aktif
mempersiapkan segala sesuatu termasuk bahan Pengajaran sedangkan ASM hanya pasif
menanti apa yang akan diajarkan. Kurikulum yang dipakai adalah yang berasal dari Komisi
Pelayanan Anak (KPA) Sinode GMIM, jadi di Jemaat GMIM Lembah Kanaan tinggal
menyesuaikan, ini beberapa contohnya 5,
BINA ANAK PELAJARAN 7 (MINGGU, 16/11/2014)
TUHAN YESUS MEMBERI MAKAN LIMA RIBU ORANG
Tujuan Pembelajaran Khusus : Agar anak dapat
Menyebutkan jumlah orang yang makan
Menyebutkan siapa yang memberi makan kepada lima ribu orang
Mengucapkan doa makan singkat
Bahan Alkitab Lukas 9:10-17
Ayat Hafalan Lukas 9:13a..Kamu harus memberi mereka makan
Keterangan Alat Peraga
Gambar 1 Yesus mengajar dan didengar oleh orang banyak
Gambar 2 Lima roti dan dua ikan
Gambar 3 Yesus memberi makan banyak orang
Evaluasi dalam bentuk pertanyaan
1. Berapakah jumlah orang yang diberi makan? (Lima ribu orang)
2. Siapakah yang memberi mereka makan? (Yesus)
3. Coba sebutkan doa makan!( Tuhan Yesus berkatilah makanan dan minuman
ini. Amin)
BINA ANAK Pelajaran 8 (Minggu, 23 November 2014)
KESEPULUH ORANG KUSTA

Sumber : Frangki Noldi Lontaan – Anggota Kelompok Kerja Informasi KPA Sinode GMIM, ,
https://www.facebook.com/groups/119314634811021/?fref=ts, 04-Desember-2014
5

6

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

Tujuan Pembelajaran Khusus : Agar anak dapat: Menyebutkan berapa jumlah
orang kusta, Menyebutkan tokoh yang menyembuhkan sepuluh orang kusta,
Menghafalkan doa syukur sembuh dari sakit.
Bahan Alkitab : Lukas 17:11-19
Ayat Hafalan : Lukas 17:13b
Aktifitas : Mengucapkan Doa sembuh dari sakit
Lagu : Yesus Yesus dokterku yang baik
Jika diperhatikan dari kedua contoh Bina Anak di atas, dapat dilihat bahwa pokok pengajaran
masih bertumpu pada Dogma/Ajaran dari Gereja. Ini punya dampak baik karena anak dapat
mengetahui dan mengenal imannya tapi yang jadi persoalan adalah seringkali bahan ajar itu
tidak mengena di kehidupan anak. Persoalan-persoalan yang justru sementara dihadapi anakanak dalam kehidupan mereka tidak tersentuh oleh pengajaran dari Sekolah Minggu,
misalnya kekerasan, pluralitas agama, dll tidak disentuh karena masih bertumpu pada pokok
ajaran sehingga jadi kurang kontekstual. Selain itu, bahan ajar yang dari KPA Sinode GMIM
berubah-ubah tiap minggu. Ini tentu ada baiknya karena memungkinkan anak-anak untuk
mengetahui banyak hal, tapi yang sering terjadi adalah anak-anak hanya menerima bahan ajar
itu dan lewat begitu saja. Jamak terjadi anak-anak tidak mengingat lagi apa yang sudah
diajarkan minggu lalu karena tidak kontekstual dan selalu berubah-ubah tanpa ada
pengulangan supaya anak bisa mengingat.
Perlengkapan pelayanan selama ini masih yang tradisional. Dikarenakan struktur pelayanan
yang dimulai dari Kolom hingga tingkat Jemaat maka tiap Kolom memiliki kelompok
pelayanan anak yang Ibadah persekutuannya disebut Rabu Gembira. Jumlah anak-anak dalam
tiap Kolom bervariasi, namun karena tiap Kolom biasanya berjumlah 25 Kepala Keluarga
maka bisa diperkirakan jumlah anak bisa 25 orang per Kolom. Tiap kolom dikoordinir oleh
tiga orang GSM tapi jarang sekali ada yang aktif secara penuh biasanya hanya 1 atau 2 orang
yang aktif. Itu juga pernah terjadi ada Kolom sudah tidak jalan Rabu Gembira lagi karena
GSMnya sudah tidak aktif.
Ada juga Ibadah Pertemuan GSM yang biasanya dilaksanakan seminggu sekali di hari Selasa.
Pertemuan itu idealnya menjadi tempat bagi GSM untuk mendiskusikan bahan ajar dan
segala hal yang diperlukan untuk pelaksanaan Sekolah Minggu. Tapi yang sering terjadi
paling banyak didiskusikan adalah soal uang dan kegiatan-kegiatan seremonial yang akan

7

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

dilaksanakan. Tujuan utama yaitu mempersiapkan Sekolah Minggu sering hanya sekilas saja,
yang penting sudah tahu siapa yang akan memimpin pada hari minggu.
Sekolah Minggu sesuai namanya dilaksanakan hari Minggu pada jam 7 pagi sebelum ibadah
Jam 9 di Gereja dimulai. Karena belum memiliki tempat khusus untuk Sekolah Minggu maka
yang dipergunakan adalah Gedung Gereja beserta ruang belakang tempat persiapan pada
Majelis dan Pendeta sebelum memulai ibadah. Ini juga problematis, yang terjadi adalah
karena anak-anak biasanya datang terlambat maka GSM sering kejar-kejaran mengajar
karena Ibadah jam 9 akan segera dimulai. Di Sekolah Minggu, anak-anak dibagi menjadi tiga
Kelas yang didasarkan pada Kelas di Sekolah Dasar (SD). Anak-anak yang belum sekolah,
Taman Kanak-Kanak sampai Kelas 1 SD digabung di Kelas Kecil. Lalu anak-anak dari Kelas
2-4 SD digabung dalam Kelas Sedang. Kemudian anak-anak dari 5-6 SD masuk ke Kelas
Besar. Karena yang hadir biasanya 60-70 orang maka tiap kelas biasanya berjumlah 15-25
orang. Seringkali kalau cuma sedikit anak yang hadir maka Kelas yang diadakan dua yaitu
Kelas Kecil, anak-anak belum sekolah hingga kelas 3 SD dan Kelas Besar yaitu anak-anak
Kelas 4-6 SD.
Kegiatan-kegiatan yang lain menyesuaikan dengan Program dari Wilayah6 misalnya
pertemuan GSM tingkat Wilayah yang diadakan sebulan sekali di Jemaat-jemaat anggota.
Lalu kegiatan-kegiatan seperti Konsultasi KPA Sinode yang menjadi tempat berdiskusi
tingkat Sinode untuk membicarakan hal-hal berkenaan pelayanan anak. Lalu ada pelatihanpelatihan dari KPA Sinode yang waktu pelaksanaan disesuaikan dengan Jadwal yang
ditentukan oleh mereka.
C. Analisa Pendekatan Komunitas Iman
Sebelum masuk ke Pendekatan Komunitas beserta argumentasinya maka penting untuk
mengetahui terlebih dari perkembangan psikologi dari anak sebagai alat untuk menerapkan

6

Wilayah adalah kelompok Jemaat-Jemaat yang biasanya memiliki 12 Jemaat yang juga memiliki Strukturnya
sendiri yaitu Ketua Wilayah, Sekretaris, Bendahara, dan Anggota Komisi (Bapak, Ibu, Pemuda, Remaja dan
Anak ) yang dipilih oleh Jemaat-jemaat anggota. Wilayah mempunyai peranan penting karena menjadai
perpanjangan tangan dari Sinode untuk mengontrol perkembangan Jemaat-jemaat. Tiap bulan biasanya diadakan
rapat Wilayah yang menjadi ajang evaluasi perkembangan pelayanan terutama jumlah persembahan yang masuk
di tingkat Jemaat dan Wilayah lalu akan dilaporkan ke Sinode. GMIM Lembah Kanaan sendiri termasuk dalam
Wilayah Bitung Dua.

8

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

Pendekatan ini secara tepat sasaran. Perkembangan psikologi akan saya batasi pada umurumur yang sesuai dengan Anak Sekolah Minggu.
 Perkembangan Kognitif Anak 7
Sesuai dengan umur dimana seseorang masuk Anak Sekolah Minggu yaitu 0-12 tahun maka
jika mengikuti pembagian dari Jean Piaget sebenarnya perkembangan Anak sudah mewakili
perkembangan dari kognitif manusia. Karena bagi Piaget, perkembangan kognitif manusia
hanya 4 tahap dan tahap keempat itu dimulai dari umur 11 tahun hingga meninggal. Disini
bisa dilihat betapa pentingnya Anak Sekolah Minggu bagi perkembangan kognitif manusia.
Penting untuk diketahui bahwa Piaget meyakini bahwa ada perbedaan antara proses
pemikiran anak dan orang Dewasa. Ia yakin bahwa anak bukan suatu tiruan (replika) dari
orang dewasa. Anak bukan hanya berpikir kurang efisien dari orang dewasa, melainkan
berpikir secara berbeda dengan orang dewasa. Ini menunjukkan bahwa penting untuk
mengetahui dengan jeli tahap-tahap perkembangan kognitif dari anak yang berbeda-beda itu.
Tahap yang pertama yaitu tahap Sensorimotor (0-2 tahun), dimana pada tahap ini, intelegensi
anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadap lingkungannya, seperti melihat,
meraba, menjamah, mendengar, membau, dll. Mekanisme perkembangan pada tahap ini
menggunakan proses asimilasi dan akomodasi8. Piaget membagi tahap sensorimotor dalam
enam periode. Refleks (0-1 bulan) yaitu periode dimana tingkah laku bayi kebanyakan
bersifat refleks, spontan, tidak sengaja, dan tidak terbedakan, yang semua itu didasarkan pada
adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi secara refleks. Lalu Kebiasaan (1-4 bulan)
dimana pada periode ini bayi mulai membentuk kebiasaan-kebiasaan pertama. Kebiasaan
dibuat dengan mencoba-coba dan mengulang-ulang suatu tindakan.
Periode berikutnya yaitu Reproduksi Kejadian yang menarik (4-8 bulan) yaitu seorang bayi
mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di sekitarnya. Tingkah laku bayi
semakin berorientasi ke objek dan kejadian di luar tubuhnya sendiri. Kemudian Koordinasi

7

Bagian ini diringkas dari Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, (Yogyakarta : Kanisius,
2001).
8

Asimiliasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, atau pengalaman baru
ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya. Sedangkan akomodasi adalah proses
pembentukan skema baru yang dapat cocok dengan rangsangan yang baru dan proses modifikasi skema yang
ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. (lih. Suparno, h. 22-23)

9

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

Skemata (8-12 Bulan) dimana seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan
tindakannya. Ia sudah mulai menggunakan sarana untuk mencapai suatu hasil. Selanjutnya
Periode Eksperimen (12-18 Bulan) yang ditandai dengan mulainya anak memperkembangkan
cara-cara baru untuk mencapai tujuan dengan cara mencoba-coba (eksperimen). Terakhir
Representasi (18-24 Bulan) dimana seorang anak mulai dapat menemukan cara-cara baru
yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal, tetapi juga dengan koodinasi internal
dalam gambarannya.
Tahap kedua dalam perkembangan Kognitif Anak ialah tahap Praoperasi yang dicirikan
dengan adanya fungsi semiotik, yaitu penggunaan simbol atau tanda untuk menyatakan atau
menjelaskan suatu objek yang saat itu tidak berada bersama subjek. Ini juga ditandai dengan
penggunaan bahasa pada anak mulai dari umur 2 tahun serta pemikiran secara intuitif.
Dengan adanya penggunaan simbol itu, seorang anak dapat mengungkapkan dan
membicarakan suatu hal yang terjadi. Ia juga dapat membicarakan berbagai macam benda
dalam waktu bersamaan. Tahap ini dibagi dalam dua bagian yaitu umur 2-4 tahun dicirikan
oleh perkembangan pemikiran simbolis dan umur 4-7 tahun dicirikan oleh perkembangan
pemikiran intuitif. Tahap selanjutnya adalah Tahap Operasi Konkret pada umur 7-11 tahun
yang dicirikan dengan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan tertentu yang logis.
Yang sudah maju dalam tahap ini adalah kemampuan anak untuk mengurutkan (seriasi) dan
mengklasifikasikan objek. Dengan operasi itu, anak telah mengembangkan sistem pemikiran
logis yang dapat diterapkan memecahkan persoalan-persoalan konkret yang dihadapi.
Pemikiran anak juga lebih decentering daripada tahap sebelumnya, yaitu dapat menganalisis
masalah dari berbagai segi. Tahap operasi konkret tetap ditandai dengan adanya sistem
operasi berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata/konkret. Anak masih menerapkan logika
berpikir pada barang-barang konkret, belum bersifat abstrak apalagi hipotetis.
Tahap terakhir yaitu tahap operasi formal (formal operations) yang terjadi pada umur sekitar
11-12 tahun ke atas. Pada tahap ini seseorang bisa berpikir logis, berpikir dengan pemikiran
teoritis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis, dan dapat mengambil
kesimpulan lepas dari apa yang dapat diamati saat itu. Sifat pokok pada tahap ini adalah
pemikiran deduktif hipotetis, induktif saintifik, dan abstraktif reflektif. Perkembangan
pemikiran pada tahap ini sudah sama dengan pemikiran orang dewasa secara kualitatif.

10

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

Perbedaan dengan pemikiran orang dewasa hanya terletak pada kuantitas, yaitu banyaknya
skema pada orang dewasa.
 Perkembangan Psikososial
Perkembangan dari sudut ini penting bagi upaya membangun sebuah komunitas dalam hal ini
Anak Sekolah Minggu seperti yang dikatakan Erikson bahwa setiap tahap dan krisis yang
datang bergantian memiliki hubungan khusus dengan salah satu elemen dasar masyarakan,
dan untuk alasan sederhana itulah siklus kehidupan manusia dan institusi-institusi manusia
berevolusi manusia9. Untuk menjelaskan setiap tahap dan perkembangan tadi Erikson
membaginya dalam delapan tahap 10. Yang pertama tahap Trust vs Mistrust (kepercayaan vs
kecurigaan), Tahap ini berlangsung pada masa oral, pada umur 0-1 tahun atau 1,5 tahun
(infancy). Bayi pada usia 0-1 tahun sepenuhnya bergantung pada orang lain, perkembangan
rasa percaya yang dibentuk oleh bayi tersebut berdasarkan kesungguhan & kualitas penjaga
(yang merawat) bayi tersebut. Apabila bayi telah berhasil membangun rasa percaya terhadap
si penjaga, dia akan merasa nyaman & terlindungi di dalam kehidupannya. Akan tetapi, jika
penjagaannya tidak stabil & emosi terganggu dapat menyebabkan bayi tersebut merasa tidak
nyaman dan tidak percaya pada lingkungan sekitar. Kegagalan mengembangkan rasa percaya
menyebabkan bayi akan merasa takut dan yakin bahwa lingkungan tidak akan memberikan
kenyamanan bagi bayi tersebut, sehingga bayi tersebut akan selalu curiga pada orang lain.
Tahap yang kedua yaitu Otonomi vs perasaan malu dan ragu-ragu, Tahap ini merupakan
tahap anus-otot (anal/mascular stages), masa ini disebut masa balita yang berlangsung mulai
usia 1-3 tahun (early childhood). Pada masa ini anak cenderung aktif dalam segala hal,
sehingga orang tua dianjurkan untuk tidak terlalu membatasi ruang gerak serta kemandirian
anak. Namun tidak pula terlalu memberikan kebebasan melakukan apapun yang dia mau.
Pembatasan ruang gerak pada anak dapat menyebabkan anak akan mudah menyerah dan
tidak dapat melakukan segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Begitu pun sebaliknya, jika

9

Erik H. Erikson, Childhood and Society, terj. Helly A. Soetjipto & Sri M.Soetjipto, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010) h. 295.
10

Untuk hal ini saya banyak mengambil penjelasan dari Russy Kharin,
http://kharinblog.wordpress.com/2012/11/24/tahap-tahap-perkembangan-psikososial-erik-erikson/, 08 Desember
2014

11

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

anak terlalu diberi kebebasan mereka akan cenderung bertindak sesuai yang dia inginkan
tanpa memperhatikan baik buruk tindakan tersebut. Sehingga orang tua dalam mendidik anak
pada usia ini harus seimbang antara pemberian kebebasan dan pembatasan ruang gerak anak.
Karena dengan cara itulah anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri.
Tahap yang ketiga yaitu Inisiatif vs kesalahan dimana Tahap ini dialami pada anak saat usia
4-5 tahun (preschool age). Anak-anak pada usia ini mulai berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya sehingga menimbulkan rasa ingin tahu terhadap segala hal yang dilihatnya.
Mereka mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa ingin tahu yang mereka alami. Akan
tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola asuh yang salah, mereka cenderung
merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri. Sikap berdiam diri yang mereka lakukan
bertujuan untuk menghindari suatu kesalahan-kesalahan dalam sikap maupun perbuatan. Lalu
tahap keempat, Kerajinan vs inferioritas. Tahap ini merupakan tahp laten usia 6-12 tahun
(school age) ditingkat ini anak mulai keluar dari lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah
sehingga semua aspek memiliki peran misal orang tua harus selalu mendorong, guru harus
memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya. Pada usia ini anak dituntut untuk
dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil melalui tuntutan tersebut. Anak dapat
mengembangkan sikap rajin, jika anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak
mampu (infieoritas), anak dapat mengembangkan sikap rendah diri. Sebab itu, peranan orang
tua maupun guru sangat penting untuk memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak
pada usia ini usaha yang sangat baik pada tahap ini adalah dengan mengembangkan kedua
karakteristik yang ada. Dengan begitu ada nilai positif yang dapat dipetik dan dikembangkan
dalam diri setiap pribadi yakni kompetensi.
Tahap kelima yaitu Identitas vs kekacauan identitas. Jika dilihat inilah tahap terakhir dimana
Anak Sekolah Minggu termasuk di dalamnya. Pada tahap ini dengan terbangunnya hubungan
awal yang baik dengan duani keterampilan dan alat dan dengan datangnya pubertas, masa
kanak-kanak berakhir. Masa muda dimulai11. Dengan demikian untuk tulisan ini saya
membatasi penjelasan mengenai Perkembangan Psikososial sampai pada tahap ini sesuai
dengan maksud tulisan mengenai Anak Sekolah Minggu. Erikson sendiri masih punya tahap

11

Erik H. Erikson, Childhood and Society, h.309.

12

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

keenam Keintiman vs Pengasingan, tahap ketujuh Generativitas vs Stagnasi dan tahap
terakhir yaitu tahap kedelapan Integritas Ego vs Keputusasaan.
 Pendekatan Komunitas Iman
Pendekatan Komunitas Iman seperti yang disampaikan oleh Robert T. O’Gorman
dikembangan karena adanya kebutuhan akan komunitas di tengah individualisasi yang
diakibatkan oleh dorongan dari modernitas. Kebutuhan ini kemudian berpengaruh pada
strategi pendidikan yang memberi ruang pada pengembangan komunitas sebagai obat bagi
kehidupan masa kini yang semakin terkotak-kotak dan penemuan kembali sisi spiritual. 12
Tujuan dari Pendidikan Kristen dengan Pendekatan Komunitas Iman memiliki tiga aspek13
yaitu pertama ideal normatif dimana Pendekatan Komunitas Iman menghubungkan
pengembangan komunitas dan pengembangan pribadi. Contohnya seperti Kelompok Kecil
yang dibangun di Amerika Serikat. Dalam kelompok itu pengembangan pribadi
dimaksimalkan tapi juga menjadi bagian dari pengembangan komunitas yang lebih besar.
Mereka berefleksi atas kehidupan mereka lalu melalui perwakilan dari kelompok, mereka
membagikan hasil refleksi dalam kelompok kecil yang kemudian menjadi bahan pembaharu
bagi kelompok yang lebih besar.
Kedua, refleksi dan dukungan

menjadi aspek yang penting dalam percakapan dalam

kelompok. Semua orang dalam kelompok itu kemudian merefleksikan kehidupan mereka
dalam terang Kitab Suci. Pemimipin disini berperan untuk menghidupkan percakapan dengan
cara hadir, mendengar dan masuk ke dalamnya. Dimulai dengan Kitab Suci, semua anggota
kemudian membanding pengalaman hidup mereka dengan Kitab Suci tadi sehingga suasana
menjadi penuh perasaan dan semua bisa merasakan kehadiran Allah. Ketiga, proses dialektik
dimana percakapan yang terjadi dalam kelompok dipahami sebagai proses dialog yang
memampukan tiap anggota untuk masuk dan selalu terlibat dalam pembangunan komunitas.
Dalam percakapan mereka membandingkan perbedaan pengalaman mereka masa kini,
apakah yang menjadi harapan, lalu visi mereka bersama sebagai sebuah komunitas. Dari

Robert T. O’Gorman, The Faith Community dalam Jack L. Seymour, Mapping Christian Education :
Approaches to Congregational Learning, (Nashville : Abingdon Press, 1997) h. 43.

12

13

Ibid, 48-49

13

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

dialog itu muncul ilham untuk merubah sesuatu yang sudah dimiliki sekarang menjadi yang
belum dimiliki.
Metode14 yang dipakai dalam Pendekatan ini adalah pertama pelayanan yaitu upaya untuk
menyatukan pribadi-pribadi ke dalam komunitas melalui partisipasi bersama sebagai bentuk
pengembangan manusia. Pelayanan dalam hal ini berarti sesuatu yang dilakukan sehari-hari,
dalam keluarga, di sekolah, tempat kerja, di tempat umum ketika bertemu dengan orang
asing, dan dalam pelayanan di Gereja. Ini kemudian menjadi pengalaman yang kemudian
dibagikan dalam kelompok untuk dipelajari motivasi atas tindakan kita itu lalu kemudian apa
dampaknya. Yang penting untuk diingat bahwa pengalaman-pengalaman itu direfleksikan
dengan Kitab Suci untuk memberi kesadaran bagi tiap anggota tentang bagaimana sikap kita
di dunia, bahasa teologisnya, bagaimana panggilan kita di dunia.
Lalu refleksi yang memungkinkan tiap anggota untuk menentukan identitasnya. Ini menjadi
bagian penting yang mengolah dimensi kedalaman tiap pribadi dalam Komunitas. Mereka
menghubungkan kehidupan sehari-hari di masa kini, masa lalu dan masa depan serta untuk
berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan. Sebagai sebuah komunitas, proses refleksi
memampukan tiap pribadi untuk mengerti identitasnya melalui refleksi atas Kitab Suci dan
Tradisi. Ini kemudian menghasilkan keberanian bagi mereka untuk bersikap dan bertindak
sebagai perwujudan dari identitas mereka sebagai seorang Kristen.
Terakhir persekutuan yang sesungguhnya merupakan asas dari semesta. Persekutuan
menghubungkan segala sesuatu di muka bumi menjadi sebuah jaringan yang menyatu. Ini
menjawab kebutuhan manusia akan komunitas. Secara teologis, kita menyatu dalam
gambaran Tubuh Kristus sedang Gereja adalah persekutuan dari Komunitas-komunitas Iman.
Gereja tidak akan menjadi Gereja sampai setiap anggota yang ada di dalamnya menjadi satu
dalam hubungan dan relasi berdasarkan cinta. Tujuannya adalah harmoni dan damai yang
memampukan orang-orang untuk berefleksi dan melayani, demi terciptanya hidup baru
bersama.

14

Ibid, 50-52.

14

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

Ketiga metode tadi, pelayanan yang dilambangkan tangan, refleksi yang dilambangkan
dengan kepala, dan persekutuan yang dilambangkan dengan hati, disatukan melalui proses
komunikasi dan percakapan muka dengan muka. Lebih lanjut Pendekatan Komunitas Iman
adalah sebuah proses komunikasi aktif bersama untuk bertindak, berefleksi dan mengalami.
Perlu untuk diingat bahwa Pendekatan ini bukan hanya terbatas pada pengertian intelektual,
tapi lebih daripada itu karena penekanannya pada pengalaman kini sebagai awal dan akhir
dari proses maka ujungnya adalah perubahan komunitas dan masyarakat menuju
Pemerintahan Allah. 15
Dalam pendekatan ini, Pemimpin memiliki posisi yang cukup penting. Karena untuk disebut
sebagai sebuah Komunitas, sebuah kelompok atau organisasi harus memiliki sistem yang
memungkinkan pengembangan manusia dari tiap anggotanya dan dalam proses ini
membutuhkan kepemimpinan di dalamnya. Dalam konteks Komunitas Iman, seorang
pemimpin itu memiliki dua tugas, yaitu pertama merangsang percakapan di dalam kelompok
kecil sehingga berbagai macam suara dapat berbicara dan membagikan pengalaman hidup
mereka. Kedua, untuk mendorong agar kelompok-kelompok kecil yang ada dalam suatu
Jemaat berkomunikasi satu sama lain demi terciptanya hidup yang utuh dalam Jemaat
tersebut.
Dalam rangka membangun Jemaat menjadi sebuah Komunitas Iman ada beberapa pokok
yang perlu diperhatikan dalam kepimpinan: pertama, tujuan dari kepemimpinan adalah
mengupayakan hidup komunitas ditengah kenyataan akan adanya keterpisahan di antara
masyarakat. Melalui Pendekatan Komunitas Iman kita bergerak melampaui perhatian kepada
diri sendiri dan individu saja menuju kesadaran bahwa kita adalah pribadi-pribadi dalam
komunitas, terhubung satu sama lain dengan Tuhan, sesama dan alam semesta. Kedua,
Kepemimpinan adalah relasi timbal-balik. Pendekatan Komunitas Iman memakai
kepemimpinan yang memungkinkan partisipasi bersama dan dalam mana semuanya adalah
rekan sejajar. Ketiga, Kepemimpinan dalam komunitas memungkinkan struktur yang
mendukung kehidupan sehari-hari dari komunitas tersebut. Struktur-struktur tersebut dapat
dijelaskan sebagai kebiasaan-kebiasaan yang menjadi tradisi dalam Jemaat. Tradisi itu

15

Ibid, h. 53.

15

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

kemudian diartikan kembali bersama-sama dalam komunitas untuk dihubungkan dengan
kehidupan sehari-hari. Keempat, kepemimpinan adalah sebuah proses yang terus berubah
dimana pemimpin mendorong anggota untuk saling melayani satu dengan yang lain. Ini
menajdi mungkin kalau pesan-pesan iman dalam Gereja bisa tersampaikan dengan baik.
Kelima, karena komunitas adalah sebuah proses bukan pencapaian, maka pemimpin pula
harus menjamin kelanjutan dan pembaharuan dalam dirinya sendiri. Pemimpin perlu terus
menantang dirinya dengan target-target baru yang bisa didukung oleh anggota yang lain.
 Strategi Pendidikan Kristiani
Penekanan pada Komunitas menjadi kelebihan dari Pendekatan ini dibanding dengan
Pendekatan lama yang dipakai yaitu Pendekatan Instruksional. Nampaknya sense of
community tidak menjadi perhatian dalam proses pengajaran Sekolah Minggu GMIM
Lembah Kanaan. Paling banter yang diupayakan untuk menumbuhkan kesadaran
berkomunitas adalah dengan Ibadah Rabu Gembira dan kegiatan-kegiatan musiman seperti
Natal, Paskah, dll. Ini membuka kemungkinan besar bagi anak-anak untuk menjadi seperti
yang dikatakan oleh Paulo Freire yaitu orang-orang yang hanya melihat diri mereka sendiri
saja bahkan apabila mereka ada di sekililing banyak sekali orang. Orang-orang itu hanya
melihat diri mereka sendiri, golongan mereka, atau kelompok mereka, atau kelompok mereka
saja oleh karena ketamakan mereka, yang mencekik hak-hak orang lain. 16 Pendekatan
Komunitas Iman ini juga krusial bagi anak-anak yang berumur 5-12 karena dari sudut
pandang Perkembangan Psikososial, pada tahap ini anak-anak keluar dan mulai bermainmain di lingkungannya. Kalau tahap ini rusak maka tahap selanjutnya akan mengalami
dampaknya.
Selain itu, proses pengajaran yang membuat anak-anak pasif saja sedangkan guru sendiri
yang aktif membuat kreatifitas anak-anak kurang berkembang. Dalam Pendekatan Komunitas
Iman, semua orang dalam kelompok diberi kesempatan yang sama untuk mengekspresikan
diri. Ini tentu bisa membantu tumbuh kembang anak yang penting itu. Percakapanpercakapan yang menjadi tumpuan proses dalam Komunitas memberi kesempatan juga untuk

16

Paulo Freire, Pedagogi Hati, terj. A. Widyamartaya, (Yogyakarta: Kanisius, 2001) h. 34.

16

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

anak mengeluarkan dan mengolah secara bersama-sama persoalan yang sementara mereka
hadapi.
Itu semua memungkinkan karena bahan pokok Pendidikan Kristiani dalam Komunitas yaitu
pengalaman. Dalam Komunitas, pengalaman menjadi awal dan akhir setiap proses
pembelajaran yang berlangsung. Sudah dilihat tadi bahwa Bahan Ajar berupa Bina Anak
yang dikeluarkan oleh Sinode GMIM masih berpusat pada Ajaran Gereja seperti Kitab Suci
dan tradisi-tradisi yang ada. Kalaupun ada hubungan dengan kehidupan sehari-hari, itu agar
anak boleh mengingat isi Kitab Suci dan Tradisi yang dimiliki. Anak-anak seperti dicaplok
oleh berbagai pengajaran yang sering tidak mempunyai dampak langsung bagi kehidupan dan
dengan demikian tidak membawa perubahan. Ini penting karena konteks yang dimiliki seperti
Kekerasan, kemiskinan, eksklusivitas dll menuntut upaya yang besar dan panjang untuk
merubahnya.
Dengan merujuk kepada pengalaman maka sekarang Sekolah Minggu diupayakan seperti
yang dikatakan oleh Romo Mangunwijaya yaitu dikembalikan menjadi milik anak-anak17.
Yang dimaksud disini anak-anak sebagai anggota Komunitas bukan anak-anak sebagai
individu-individu yang terkotak-kotak. Disini ada peran pemimpin di dalamnya tapi
pemimpin bukan untuk mendominasi dan mengatur segala sesuatu dalam Kelompok seperti
yang terjadi pada pendekatan yang lama. Pemimpin disini bertugas untuk menghidupkan
suasana kelompok bukan mengatur agar semua dalam kelompok sesuai dengan yang
diinginkannya. Ini memang salah satu ancaman dalam Kelompok Kecil yang dikembangkan
dalam Komunitas Iman yaitu Kelompok tersebut akan dimanipulasi untuk kepentingan
pribadi18. Tapi ini bisa dicegah dengan Kepemimpin yang mengupayakan partisipasi setiap
anggota untuk aktif terlibat dalam kelompok dan mengekspresikan dirinya sesuai dengan apa
yang menjadi kebutuhannya. Sebab Pendekatan Komunitas Iman di dalamnya terkandung
unsur pengembangan pribadi dan pengembangan Komunitas.

17

Y. B. Mangunwijaya, Beberapa gagasan tentang SD bagi 20 Juta Anak dari Keluarga Kurang Mampu

dalam Sumaji dkk, Pendidikan Sains yang Humanistis : Persembahan 72 tahun Pater J. I. G. M. Drost, S.J.,
(Yogyakarta: Kanisius & Universitas Sanata Dharma, 1998) h. 18.
18

Robert T. O’Gorman, The Faith Community, h. 55.

17

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

Jika seperti ini lalu dimana Posisi Guru Sekolah Minggu? Menurut saya GSM bisa menjadi
pemimpin dalam kelompok tapi ia perlu terus mawas diri akan jebakan-jebakan yang
mungkin bisa terjadi tadi. Dalam kelompok tetap Anak Sekolah Minggu yang berperan tapi
tetap dalam relasi timbal balik dengan sang Guru. Dengan demikian kekurangan selama ini
dimana Guru yang aktif dan Anak pasif bisa diobati. GSM sebagai yang bertugas
menghidupkan suasana percakapan penting untuk mengetahui tahap perkembangan psikologi
mereka, agar metode-metode yang dipakai tepat sasaran. Kesadaran akan lingkungan sekitar
kemudian dapat ditumbuhkan dari kelompok melalui upaya dan kerja langsung bagi
komunitas yang lebih besar. Selama ini yang terjadi adalah Anak-anak hanya menjadi barang
pajangan saja dihadapan orang tua tanpa bisa memberi kontribusi bagi Jemaat. Ini mungkin
dengan memperhatikan bagaimana mereka melakukan pelayanan bagi sesama sementara
orang tua seringkali hanya sibuk dengan urusan sendiri.
Dalam penyusunan bahan ajar bukan lagi seperti yang dilakukan selama dengan menantikan
Bina Anak selama ini. Dikarenakan Pendekatan ini bertumpu pada pengalaman dari setiap
anggota Kelompok, maka bahan yang akan didiskusikan oleh Kelompok menurut saya harus
ditentukan sendiri oleh Komisi Pelayanan Anak Jemaat GMIM Lembah Kanaan. Karena
pengalaman dari tiap Jemaat sangat bervariasi sehingga apa yang perlu didiskusikanpun
bervariasi karena bertumpu pada pengalaman tersebut. Diskusi dalam kelompok tidak akan
jalan kalau yang didiskusikan bukan pengalaman dari anggota kelompok. Disini juga saya
kira pentingnya kemampuan dari GSM untuk jeli melihat pengalaman yang perlu
didiskusikan oleh Kelompok tersebut.
 Contoh pertemuan
Pendekatan Komunitas Iman mensyaratkan Kelompok yang kecil karena di dalam proses
Komunitas itu mengandung unsur pengembangan pribadi sekaligus pengembangan
Komunitas. Untuk memaksimalkan keseimbangan kedua hal itu perlu diberi kesempatan
yang lebih bagi tiap orang untuk mengekspresikan dirinya dan ini dimungkinkan kalau yang
dibentuk ada kelompok kecil. Semakin besar kelompok itu maka makin tidak efektif proses
perkembangan di dalamnya. Oleh sebab itu, saya mengusulkan membentuk kelompok kecil
yang terdiri atas 10-15 orang yang pembagiannya disesuaikan dengan tahap-tahap
perkembangan dalam diri anak.
18

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

Mengingat kemampuan anak dari sudut pandang kognitif baru bisa berpikir untuk
menyelesaikan satu masalah pada tahap Operasi Konkret maka Pendekatan Komunitas Iman
baru secara penuh bisa diterapkan pada anak mulai dari umur 7 tahun. Ini dikarenakan dalam
Pendekatan Komunitas Iman mengandung unsur pelayanan, refleksi, dan persekutuan yang
menuntut kemampuan intelektual analitis yang mencukupi. Terlebih khusus pada tahap
refleksi, semua anggota bukan hanya membandingkan, melihat kesamaan dan perbedaan
pengalaman dengan Kitab Suci tapi juga memerlukan analisis terhadap satu hal atau
persoalan yang dibicarakan dalam kelompok. Dan tahap perkembangan Kognitif yang
memadai untuk melakukan hal itu adalah Tahap Operasi Konkret (7-11 tahun) dan
seterusnya. Dari sudut pandang psikososial umur 7 tahun juga cocok dengan tahap dimana
anak-anak mulai mengenal lingkungannya dan berusaha untuk secara mendalam berinteraksi
dengan orang-orang di sekitarnya.
Untuk menerapkan Pendekatan ini, saya menggabungkannya dengan Share Chistian Praxis
(SCP)19/ Berbagi Praksis Kristen (BPK) sebagai model refleksi teologisnya. Model ini
menggunakan Aktivitas Terfokus yaitu memilih satu tema dari pengalaman yang dialami oleh
semua anggot kelompok yang dalam penerapannya terdiri atas lima gerakan. Masing-masing
Gerakan akan saya langung berikan contoh yang bisa langsung diterapkan yang kali ini saya
bicara tentang kekerasan
Gerakan 1 : Berbagi pengalaman mengenai kekerasan
Dalam bagian ini, tiap anggota membagikan pengalaman mereka tentang kekerasan apakah
mereka pernah mengalami kekerasan atau pernah melihat orang lain mengalami kekerasan
dan apakah yang mereka rasakan tentang hal itu. Semua itu bisa diceritakan kembali dan
digambarkan oleh setiap anggota. Pemimpin dalam hal ini GSM bisa mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada anak-anak dengan bahasa yang sederhana dan bisa dimengerti.
Gerakan 2 : Berfleksi secara kritis atas pengalaman Kekerasan

19

Thomas H. Groome, Sharing Faith : A Comprehensive Approach to Religious Education and Pastoral

Ministry (West Broadway : Wipf and Stock Publishers, 1998).

19

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

Dalam gerakan ini, pengalaman-pengalaman yang tadi dibagikan dan dikumpulkan lalu dikaji
bersama-sama. Kali ini akan sangat membantu kalau GSM bersiap dengan berbagai teori dari
sebanyak mungkin aspek yang bisa menjelaskan perihal kekerasan ini. Dari pengetahuan itu,
semua akan membandingkan dan merenungkan pengalaman tadi apakah yang menyebabkan
kekerasan itu, bagaimana kekerasan itu bisa terjadi dan apa akibatnya bagi semuanya.
Gerakan 3: Mendengarkan firman Tuhan
Gerakan kali ini mendengarkan firman Tuhan. Karena yang dipahami sebagai firman Tuhan
adalah Alkitab, maka dipilihlah satu teks mengenai kekerasan. GSM kali ini berfungsi
sebagai seseorang yang bisa menjelaskan bagian Alkitab itu beserta segala yang perlu untuk
didiskusikan bersama. Misalnya bisa dipilih Kisah Kain dan Habel dalam Kej. 4:1-16.
Jelaskan ceritanya beserta konteksnya untuk memudahkan semua memahami teks ini.
Gerakan 4: Mendialogkan Pengalaman tadi dengan Firman Tuhan
Dalam gerakan ini, semua pengetahuan yang telah didapat dari Gerakan 2 kemudian
didialogkan dengan Firman Tuhan dalam Gerakan 3 tadi. Penting untuk ditanyakan,
bagaimana Firman Tuhan tadi memanggil kita untuk berbuat dengan segala persoalan
kekerasan tadi? atau sebaliknya apakah perbuatan kita selama ini sesuai dengan Firman
Tuhan, kalau belum bagaimana perbuatan kita dalam persoalan kekerasan ini bisa kita sesuai
dengan Firman Tuhan?
Gerakan 5: Mengambil keputusan untuk hidup sebagai seorang Kristen di tengah kekerasan
Disini pokok yang penting yaitu keputusan kita, bisa keputusan pribadi tapi terutama
keputusan bersama sebagai komunitas mengenai persoalan kekerasan tadi. Apa yang akan
dilakukan selanjutnya? Bisa dibicarakan secara bersama segala hal yang diperlukan untuk hal
itu bisa terwujud. Aktivitas Terfokus ini bisa dilakukan secara berkelanjutan yaitu tema yang
sama bisa didiskusikan berkali-kali namun dalam kesinambungan. Ini bermanfaat agar terus
ada evaluasi setiap tindakan kita mengenai persoalan yang muncul itu.
PENUTUP

20

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

Demikianlah saya sudah menjelaskan suatu Pendekatan Kristiani yang cocok untuk Anak
Sekolah Minggu di GMIM Lembah Kanaan yang dalam hal ini adalah Pendekatan Komunitas
Iman. Suatu pendekatan yang semakin mempererat ikatan dalam komunitas, membangun
kesadaran kritis dalam diri anak, memberi ruang bagi tiap anak untuk berekspresi serta yang
paling akhir memberi kesempatan bagi anak untuk menjadi agen-agen perubahan di
masyarakat. Ini bisa menjadi sumbangan penting bagi organisasi Anak Sekolah Minggu di
manapun agar anak-anak tidak lagi menjadi barang pajangan untuk menyenangkan orang tua
tapi juga bisa membawa pengembangan dalam diri mereka dan perubahan di sekitar mereka.
Semoga ini bukan akhir perenungan saya.

Bibliografi
Christiani Tabita K., Pendidikan Anak: Penting tetapi Disepelekan? dalam Ismail
Andar (ed.), Ajarlah Mereka Melakukan : Kumpulan Karangan Seputar Pendidikan Agama
Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.
Erikson Erik H., Childhood and Society, terj. Helly A. Soetjipto & Sri M.Soetjipto,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Freire Paulo, Pedagogi Hati, terj. A. Widyamartaya, Yogyakarta: Kanisius, 2001.
Groome Thomas H., Sharing Faith : A Comprehensive Approach to Religious
Education and Pastoral Ministry West Broadway : Wipf and Stock Publishers, 1998.
O’Gorman Robert T., The Faith Community dalam Seymour Jack L., Mapping
Christian Education : Approaches to Congregational Learning, Nashville : Abingdon Press,
1997.
Mangunwijaya Y. B., Beberapa gagasan tentang SD bagi 20 Juta Anak dari
Keluarga Kurang Mampu dalam Sumaji dkk, Pendidikan Sains yang Humanistis :
Persembahan 72 tahun Pater J. I. G. M. Drost, S.J., (Yogyakarta: Kanisius & Universitas
Sanata Dharma, 1998) h. 18.
Suparno Paul, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, Yogyakarta : Kanisius,
2001.

21

Tugas Akhir – Pendidikan Kristiani dalam Komunitas Iman

Sumber Internet :
Situs

resmi

Pemerintah

Kota

Bitung,

http://www.bitung.go.id/index__.php?m=tentang_bitung&src=sekilas_bitung, 04-Desember2014
Pusat Statistik Kota Bitung, http://bitungkota.bps.go.id/index.php?hal=tabel&id=7,
08-Desember-2014
Frangki Noldi Lontaan – Anggota Kelompok Kerja Informasi KPA Sinode GMIM, ,
https://www.facebook.com/groups/119314634811021/?fref=ts, 04-Desember-2014
Russy
Kharin,
http://kharinblog.wordpress.com/2012/11/24/tahap-tahapperkembangan-psikososial-erik-erikson/, 08 Desember 2014

22

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25