Prosedur Analisis The utilization of sea snail gonggong (Strombus canarium) from Bintan Island of Riau Archipelago as natural seasoning

3.3.2 Penelitian lanjutan

Kegiatan penelitian lanjutan yaitu pembuatan seasoning alami dari gonggong Strombus canarium dengan menggunakan bahan penghidrolisis, lama hidrolisis dan komposisi terpilih dari penelitian pendahuluan. Perlakuan pada penelitian lanjutan adalah sebagai berikut : A. Teknik pemutusan fermentasi A 1. Pasteurisasi A 2. Sterilisasi B. Lama penyimpanan B 1. 0 hari B 2. 7 hari B 3. 14 hari Masing-masing perlakuan dilakukan tiga kali ulangan. Pembuatan seasoning alami dari gonggong dilakukan dengan fermentasi biologissemibiologis pada suhu kamar. Penambahan garam 15 dan gula 2 yang digunakan pada pembuatan seasoning alami dari gonggong didasarkan pada penelitian pembuatan bekasam Murtini et al. 1997. Setelah dihasilkan seasoning alami dengan perlakuan tersebut, selanjutnya dilakukan evaluasi karakteristik sensori uji hedonik dan uji skoring, karakteristik kimiawi pH, total asam laktat dan uji mikrobiologis uji TPC untuk menentukan seasoning alami terbaik. Kemudian seasoning terbaik dilakukan evaluasi karakteristik sensori uji perbandingan pasangan dan deskripsi dan karakteristik kimiawi uji proksimat dan asam amino bebas terhadap seasoning yang sudah ada di pasaran yaitu saus tiram “Saori”. Secara ringkas diagram alir penelitian lanjutan disajikan pada Gambar 6.

3.4 Prosedur Analisis

Prosedur analisis yang dilakukan pada penelitian ini meliputi uji sensori, uji kimiawi dan uji mikrobiologi. Gambar 6 Diagram alir penelitian lanjutan pembuatan seasoning alami dari gonggong Modifikasi Lyraz 1990. Pelepasan gonggong dari cangkangnya Pencucian dan penirisan Pembuatan seasoning alami dengan bahan penghidrolisis dan komposisi optimum yang terpilih dari penelitian pendahuluan , penambahan garam 15 dan gula 2 Pemeraman dalam wadah tertutup fermentasi pada suhu kamar, dengan lama hidrolisis terpilih dari penelitian pendahuluan Pasteurisasi pada suhu 70 o C selama 30 menit atau sterilisasi 121 o C selama 15 menit Uji sensori uji hedonik, skoring, uji kimiawi pH, total asam laktat, uji mikrobiologi TPC untuk mendapatkan seasoning terbaik Seasoning alami terbaik dari gonggong Seasoning terbaik dikarakterisasi sensori uji deskripsi, uji perbandingan pasangan dan karakterisasi kimiawi dengan produk seasoning komersial saus tiram “saori” Penyimpanan seasoning alami pada suhu kamar selama 0 hari, 7 hari dan 14 hari Perendaman gonggong garam 4 dalam 1 liter air selama 48 jam pada suhu 4 o C Pencucian, penirisan dan pemotongan sampai halus Gonggong segar Sebelum dilakukan pengujian terhadap sampel, dilakukan pelatihan terlebih dahulu terhadap 20 orang panelis. Secara umum syarat seorang panelis terlatih adalah sehat, percaya diri, rasa ingin tahu yang tinggi, memahami analisis sensori, dapat berkonsentrasi dan bersedia meluangkan waktu untuk melakukan tes. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan panelis yang menyukai produk yang akan diujikan yaitu seasoning alami dari siput laut gonggong, tidak alergi dan dapat mengambil keputusan yang tepat dalam penilaian sampel Setyaningsih et al. 2010. Pelatihan terhadap panelis dilakukan selama satu minggu. Materi pelatihan meliputi pengenalan bahan baku siput laut gonggong yang direbus, metode seleksi panelis terlatih Lampiran 2 dan uji coba terhadap semua sampel yang akan diujikan sampai akhirnya terpilih 10 orang panelis terlatih. 1 Uji hedonik hedonic test SNI 01-2346-2006 Uji hedonik berfungsi untuk mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap sampel dengan menggunakan lembar penilaian. Pada uji hedonik, tingkat kesukaan panelis bervariasi tergantung rentangan mutu yang ditentukan. Penilaian uji hedonik pada penelitian ini meliputi rasa, aroma dan warna, dengan skala penilaian berkisar dari 1–9 yaitu: amat sangat suka 9, sangat suka 8, suka 7, agak suka 6, netral 5, agak tidak suka 4, tidak suka 3, sangat tidak suka 2, amat sangat tidak suka 1. Lembar penilaian scoresheet untuk uji hedonik dapat dilihat pada Lampiran 3. Penilaian hasil uji hedonik ini selanjutnya dapat dianalisis secara statistik untuk penarikan kesimpulan. 2 Uji skoring SNI 01-2346-2006 Uji skoring berfungsi untuk menentukan tingkat mutu suatu produk dengan menggunakan lembar penilaian. Pada uji skoring panelis memberikan skor dalam penilaian terhadap mutu produk. Pemberian skor adalah memberi angka nilai atau menempatkan nilai mutu sensorik terhadap bahan yang diuji pada jenjang mutu atau tingkat skala hedonik. Tingkat skala mutu ini dapat dinyatakan dalam ungkapan skala mutu yang sudah menjadi baku. Penilaian uji skoring pada penelitian ini meliputi rasa, aroma dan warna, dengan skala penilaian berkisar dari 3–10 yaitu : sempurna 10, luar biasa 9, sangat bagus 8, bagus 7, sedang 6, kurang 5, sangat kurang 4 dan buruk 3. Lembar penilaian scoresheet untuk uji skoring dapat dilihat pada Lampiran 4. Penilaian hasil uji skoring ini selanjutnya dapat dianalisis secara statistik untuk penarikan kesimpulan. 3 Uji deskripsi Soekarto 1985 Seasoning alami terbaik yang mempunyai skor tertinggi berdasarkan uji hedonik dan uji skoring dilakukan pengujian secara deskripsi dengan produk sejenis yang sudah dikomersialkan penyedap rasa saus tiram “Saori”. Uji deskripsi digunakan untuk menilai produk baru dibandingkan terhadap produk lama, mutu produk terhadap produk saingannya, pengaruh penanganan terhadap suatu produk atau terhadap beberapa perubahan dalam pengolahan. Uji deskripsi digunakan untuk mengidentifikasi spesifikasi sensori suatu produk berdasarkan sifat-sifat sensori yang lebih kompleks pada lembar penilaian. Uji sensori pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui mutu seasoning alami dari gonggong yang dihasilkan dibandingkan dengan seasoning yang sudah ada dipasaran penyedap rasa saus tiram “Saori”. Mutu suatu komoditas pada umumnya ditentukan oleh beberapa sifat sensori. Sifat-sifat sensori yang digunakan dalam uji deskipsi harus menyusun mutu sensori suatu produk yang diuji secara keseluruhan. Sifat-sifat sensori mutu itu termasuk atribut mutu yang dipilih karena paling relevan atau paling peka terhadap perubahan mutu produk yang diujikan. Atribut mutu dipilih untuk menyatakan deskripsi mutu sensori suatu komoditi. Diawal pengujian deskripsi, masing-masing atribut mutu diujikan secara rating. Uji deskripsi pada penelitian ini menggunakan atribut mutu meliputi : rasa umami gurih, asam, asin, manis, pahit dan rasa alami seafood, menggunakan rating dari skala 0 sampai 60. Rating lemah dari 0 sampai 20, rating sedang dari 20 sampai 40 dan rating kuat dari 40 sampai 60. Hasil penilaian deskripsi secara rating tersebut ditransformasi ke dalam bentuk grafik majemuk spider maps atau spider plot. Grafik disusun secara radial, masing- masing garis menggambarkan himpunan nilai mutu. Titik pusat menyatakan nilai mutu nol dan ujung garis menyatakan nilai mutu tertinggi. Sudut antara dua garis radial harus sama dan ditetapkan dengan cara membagi sudut keliling dengan jumlah atribut mutu. Penelitian ini menggunakan 6 atribut, sehingga 360 o dibagi 6, maka besar sudut antara dua garis atribut mutu sebesar 60 o . Setelah hasil penilaian deskripsi ditransformasi ke dalam bentuk spider maps, dapat terlihat perbedaan mutu sensori dari produk yang diujikan dengan melihat jaring laba-laba spider maps yang terbentuk. Semakin besar jaring laba-laba yang terbentuk maka semakin tinggi nilai mutu sensori produk yang diujikan. Lembar penilaian scoresheet untuk uji deskripsi dapat dilihat pada Lampiran 5. 4 Uji perbandingan pasangan Soekarto 1984 Seasoning dari gonggong yang terpilih terbaik yang mempunyai skor tertinggi berdasarkan uji hedonik, uji skoring dan uji deskripsi selanjutnya dilakukan uji perbandingan pasangan untuk dibandingkan dengan produk sejenis yang sudah dikomersialkan penyedap rasa saus tiram “Saori”. Panelis melakukan penilaian melalui formulir isian yang diberikan berdasarkan skala kelebihan, yaitu lebih baiklebih buruk. Penilaian uji perbandingan pasangan ini berupa angka skala, yaitu -3 sampai +3, dimana -3 sangat buruk, -2 lebih buruk,-1 agak lebih buruk, 0 tidak berbeda, 1 agak lebih baik, 2 lebih baik, 3 sangat lebih baik. Lembar penilaian scoresheet untuk uji perbandingan pasangan dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil uji perbandingan pasangan ini selanjutnya dapat dianalisis secara statistik untuk penarikan kesimpulan. 3.4.2 Analisis kimiawi Analisis kimiawi yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis proksimat kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, pengukuran nilai pH, analisa total asam laktat tertitrasi dan analisis asam amino bebas. 1 Analisis kadar air AOAC 2005 Cawan porselin dikeringkan di dalam oven selama satu jam dengan suhu 105 o C, lalu didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga mendapatkan berat konstan. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram, dimasukkan ke dalam cawan porselin kemudian dikeringkan di dalam oven 105 o C selama 5 jam atau hingga berat konstan. Setelah itu cawan berisi sampel didinginkan di dalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang. Apabila belum didapatkan berat konstan, cawan porselin dipanaskan lagi ke dalam oven 105 o C selama 30 menit. Hal tersebut harus dilakukan berulang-ulang sampai didapatkan berat konstan. Penentuan kadar air menggunakan rumus : Kadar air = x 100 2 Analisis kadar abu AOAC 2005 Cawan porselin dikeringkan di dalam oven selama satu jam dengan suhu 105 o C, lalu didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga mendapatkan berat konstan. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram, dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dipijarkan diatas nyala api pembakar Bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur listrik furnace dengan suhu ≤ 550 o C selama 2 jam. Selanjutnya cawan didinginkan selama 30 menit pada desikator, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat konstan. Penentuan kadar abu menggunakan rumus : Kadar abu = x 100 3 Analisis kadar protein AOAC 2005 Penentuan kadar protein ini menggunakan metode semi-mikro Kjeldahl. Sampel sebanyak 0,75 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Ke dalam labu tersebut ditambahkan 6,25 g K 2 SO 4 dan 0,6225 g CuSO 4 sebagai katalisator. Sebanyak 15 ml H 2 SO 4 pekat dan 3 ml H 2 O 2 secara perlahan-lahan ditambahkan kedalam labu dan didiamkan selama 10 menit dalam ruang asam. Tahap selanjutkan adalah proses destruksi pada suhu 410 o C selama + 2 jam atau hingga didapatkan larutan jernih. Hasil destruksi didiamkan hingga mencapai suhu kamar dan ditambahkan 50–75 ml akuades. Erlenmeyer disiapkan dan diiisi dengan 25 ml larutan H 3 BO 3 4 yang mengandung indikator Bromchresol green 0,1 dan methyl red 0,1 2:1 sebagai penampung destilat. Labu Kjeldahl dipasang pada rangkaian alat destilata uap dan ditambahkan 50 ml NaOH 40 alkali. Kemudian hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer tersebut hingga volume destilat mencapai 150 ml hasil destilat berwarna hijau. Destilat dititrasi dengan HCl 0,2 N, dilakukan hingga warna berubah menjadi abu-abu natural. Blanko dilakukan seperti tahapan contoh tanpa menggunakan sampel. Pengujian contoh dilakukan duplo. Kadar protein dihitung dengan rumus: Kadar protein = , x 100 4 Analisis kadar lemak AOAC 2005 Labu lemak yang telah dikeringkan di dalam oven 105 o C ditimbang hingga mendapatkan berat konstan. Sebanyak 2 gram sampel dibungkus dengan kertas saring bebas lemak kemudian dimasukkan ke dalam selongsong lemak. Selongsong tersebut dimasukkan ke dalam tabung soxhlet. Sebanyak 150 ml kloroform dimasukkan ke dalam labu lemak. Sampel direfluks selama 8 jam, dimana pelarut sudah terlihat jernih yang menandakan lemak telah terekstrak semua. Selanjutnya pelarut yang ada pada labu lemak dievaporasi untuk memisahkan pelarut dan lemak, kemudian labu lemak dikeringkan dengan oven 105 o C selama 30 menit. Setelah itu ditimbang hingga didapatkan berat konstan. Penentuan kadar lemak menggunakan rumus : Kadar lemak = x 100 5 Pengukuran nilai pH Hanna 1995 Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat pH-meter digital yang dinyalakan terlebih dahulu selama 15–30 menit. Elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tissue. Selanjutnya pH-meter dikalibrasi dengan mencelupkan batang probe pada buffer pH 4 lalu dicelupkan kembali pada buffer pH 7 dibiarkan beberapa saat hingga stabil. Sampel sebanyak 5 ml ditambahkan akuades 45 ml, kemudian dihomogenkan dengan stirrer selama 2 menit. Elektroda dicelupkan ke dalam sampel selama beberapa menit, nilai pH dibaca setelah menunjukkan angka stabil. 6 Total asam tertitrasi Fardiaz 1989 Sebanyak 10 ml sampel dipipet, kemudian dilarutkan dengan aquades dalam gelas piala sampai tanda tera 100 ml, lalu sampel didiamkan selama 30 menit dan diaduk. Larutan ini lalu disaring dan dipipet sebanyak 10 ml lalu ditambahkan 2–3 tetes indikator fenoftalein. Titrasi dengan NaOH 0,1 N sampai berwarna merah muda. Persentase asam laktat yang dibentuk dihitung berdasarkan rumus : Total asam laktat TA = x 100 Keterangan : a = jumlah NaOH yang terpakai ml b = normalitas NaOH 0,1 N c = berat molekul BM asam laktat 90 d = pengenceran 10 e = berat sampel gram 7 Analisis asam amino bebas Ishida et al. 1987 Preparasi sampel untuk pengujian asam amino bebas dilakukan tanpa proses hidrolisis. Sampel digerus sampai halus kemudian ditimbang sebanyak 2,55 gram. Sampel kemudian direndam di dalam sulfosalycylic acid SSA 5 selama 1–2 jam untuk proses presipitasi sehingga protein terpisah dari zat-zat lainnya. Kemudian dilakukan penyaringan dengan kertas saring whatman, disentrifuse 3000x g selama 30 menit, dan penyaringan lagi dengan menggunakan kertas milipore 0,45µm. Sampel sebanyak 10 μl dimasukkan kedalam tabung vial kosong dan ditambahkan pereaksi ortoftalaldehida OPA 25 μl, kemudian dibiarkan selama satu menit agar derivatisasi berlangsung sempurna. Sebanyak 5 μl larutan sampel diinjeksikan ke dalam kolom HPLC, kemudian ditunggu sampai pemisahan semua asam amino selesai. Waktu yang diperlukan sekitar 25 menit. Kandungan asam amino bebas dalam sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Konsentrasi asam amino bebas μmol = x konsentrasi standar Asam amino bebas mgg = x 1000 Kondisi operasi alat HPLC yang digunakan adalah sebagai berikut: Temperatur 27 o C suhu ruang, jenis kolom Ultra Techspere, kecepatan aliran eluen 1 mlmenit, tekanan sebesar 3000 psi, fase mobil eluen terdiri dari dua macam buffer yaitu buffer A buffer asetat 0,025 M, pH 6,5 dan buffer B larutan methanol 95 dengan gradien seperti yang tercantum pada Tabel 4, detektor fluoresensi, panjang gelombang eksitasi 350 nm dan panjang gelombang emisi 450 nm serta kolom derivatisasi berupa pre-column derivatization. Tabel 4 Hubungan antara waktu elusi dengan gradien buffer B Waktu menit Laju aliran eluen mlmenit Buffer B 1 1 1 2 1 15 5 1 15 13 1 42 15 1 42 20 1 70 22 1 100 26 1 100 28 1 38 1

3.4.3 Uji total mikroba TPC Fardiaz 1989

Prinsip kerja dari analisis total mikrobatotal plate count TPC adalah perhitungan jumlah koloni mikroba yang ada di dalam sampel dengan pengenceran sesuai dengan keperluan dan dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dengan cara mencampurkan 1 g sampel dan diblender bersama larutan pengencer garam fisiologis sebanyak 10 ml larutan pengencer sampai homogen. Pengenceran dilakukan dengan cara memipet 1 ml larutan contoh yang sudah homogen dengan pipet steril dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi larutan pengencer garam fisiologis sebanyak 9 ml sehingga terbentuk pengenceran hingga 10 -1 . Kemudian dengan cara yang sama dilakukan pengenceran hingga diperoleh larutan dengan pengenceran 10 -5 . Setiap pengenceran diambil sebanyak 1 ml untuk ditambahkan ke media plate count agarPCA, kemudian diratakan dan disterilkan dengan pembakaran. Cawan petri yang telah berisi agar dan larutan contoh dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi cawan terbalik. Suhu inkubator yang digunakan adalah 35 o C dan diinkubasi selama 48 jam, selanjutnya dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di dalam cawan petri. Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik untuk mencegah kontaminasi yang tidak diinginkan dan pengamatan secara duplo dapat meningkatkan ketelitian. Jumlah koloni yang dapat dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni antara 30–300.

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data