2.1.2.2. Organisasi Pengelola Zakat Formal dan Informal
Dalam menyalurkan zakat dianjurkan melalui organisasi pengelola zakat. Hal tersebut sesuai dengan Al-Qur’an. Amil zakat merupakan perantara antara
seseorang yang ingin berzakat dengan mereka yang berhak mendapat zakat. Dengan adanya UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, memberi
peluang besar untuk pengelolaan zakat oleh Badan atau Lembaga Amil Zakat secara profesional. Dengan adanya UU tersebut saat ini bermunculan organisasi
pengumpul zakat Amil Zakat, seperti Dompet Dhuafa, Rumah Zakat Indonesia, Dompet Peduli Ummat DPU Darut Tauhid, dan lain-lain.
Di Indonesia, organisasi pengelola zakat ada yang bersifat formal dan informal. Organisasi yang bersifat formal adalah yang dibentuk oleh pemerintah
maupun lembaga yang dibentuk oleh masyarakat, dikukuhkan dan dilindungi oleh pemerintah. Sedangkan organisasi yang bersifat informal adalah organisasi
pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat tetapi tidak ada campur tangan dari pemerintah, seperti yayasan-yayasan dan masjid-masjid sekitar tempat tinggal
yang dipercaya oleh masyarakat setempat untuk mengelola zakat yang meliputi pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Selain itu dikatakan
informal jika zakat disalurkan langsung kepada para mustahik. Badan Amil Zakat BAZ adalah suatu organisasi pengelola zakat yang
didirikan oleh pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendayagunakan dan mendistribusikan zakat sesuai
dengan ketentuan agama DEPAG, 2005. BAZ bekerja dalam tingkat Nasional BAZNAS, Propinsi BAZDA, tingkat kabupatenkota, dan tingkat kecamatan.
Lembaga Amil Zakat LAZ adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat yang bergerak dalam hal pengumpulan, pendayagunakan, dan pendistribusian
dana zakat. Di Palembang, terdapat sepuluh lembaga amil formal yaitu, BAZDA Provinsi Sumatera Selatan, BAZ Kota Palembang, Yazri Pusri, BAZMA
pertamina. LAZ BRI, Rumah Zakat Indonesia RZI, Dompet Sosial Insan Mulia DSIM, DPU Darut Tauhid, LAZMA, LAZ Serba Bakti Kanwil Kemenag
Sumsel, 2011. 2.1.2.3. Peran Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia
Seperti yang telah disebutkan di atas, amil zakat berperan dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan dana zakat. Pengumpulan
zakat dilakukan dengan cara menerima atau mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki. Dalam pengumpulannya, amil zakat dapat bekerja sama
dengan Bank, selain itu BAZ juga dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat UPZ di tiap-tiap tingkatan.
Setelah dana zakat dikumpulkan maka dana tersebut wajib didistribusikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan hukum
Islam. Dalam pendistribusian kepada mustahik ada tiga sifat DEPAG, 2005, yaitu :
1. Bersifat hibah pemberian dan memperhatikan skala prioritas kebutuhan
mustahik di wilayah masing-masing.
2. Bersifat bantuan, yaitu membantu mustahik dalam menyelesaikan atau
mengurangi masalah yang sangat mendesakdarurat.
3. Bersifat pemberdayaan, yaitu membantu mustahik untuk meningkatkan
kesejahteraannya, baik secara perorangan maupun berkelompok melalui program atau kegiatan yang berkesinambungan, dengan dana bergulir, untuk
memberi kesempatan penerima lain yang lebih banyak. Pendayagunaan zakat dapat diperuntukan pada kebutuhan konsumtif dan
produktif. Zakat kebutuhan konsumtif yaitu zakat yang diberikan kepada mustahik untuk dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan, seperti zakat fitrah yang
dibagikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, atau zakat harta yang dibagikan kepada korban bencana alam seperti bencana gempa, banjir,
tanah longsor. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk kebutuhan konsumtif mustahik dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut DEPAG,
2005 : 1.
Hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahik delapan asnaf khusunya fakir miskin.
2. Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi ketentuan
kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan. 3.
Mendahulukan mustahik dalam wilayahnya masing-masing. Dalam kaitannya dengan pemberantasan kemiskinan, zakat yang
dimaksud adalah zakat produktif. Maka dikampanyekanlah zakat produktif, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam DEPAG RI 2003:111
menyatakan: Untuk usaha-usaha yang produktif, zakat dapat dijadikan suatu usaha untuk mengurangi kemiskinan, yang diharapkan suatu saat bisa menjadi
muzakki , bukan mustahik lagi. Dengan zakat produktif tersebut diharapkan akan
bermunculannya usaha-usaha kecil yang juga dapat menyerap tenaga kerja, sehingga otomatis juga dapat mengurangi pengangguran.
Pada intinya, menurut Qardawi 2010, para amil zakat memiliki berbagai macam tugas dan pekerjaan dimana semuanya berhubungan dengan pengaturan
soal zakat. Yaitu soal sensus terhadap orang-orang yang wajib zakat dan macam zakat yang diwajibkan padanya. Juga besar harta yang wajib dizakat, kemudian
mengetahui para mustahik zakat. Berapa jumlah mereka, berapa kebutuhan mereka serta besar biaya yang dapat mencukupi dan hal-hal lain yang merupakan
urusan yang perlu ditangani secara sempurna oleh para ahli dan petugas serta para pembantunya. Sehingga jika zakat disalurkan melalui organisasi zakat formal
maka pendayagunaan dan pendistribusiannya akan lebih efektif dan efisien. Pada akhirnya akan menciptakan suatu kondisi ekonomi masyarakat yang adil dan
merata.
2.1.3. Zakat dalam Pembangunan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan 2.1.3.1. Peranan Zakat