nilai protein. Terlihat pada perendaman konsentrasi 5 dengan lama perendaman 3 jam, 4 jam dan 5 jam; nilai protein menurun secara berturut 18.95, 15.80, 15.73.
Sementara pada perendaman dengan HCl 6 terlihat terjadi penurunan pada perendaman 3 jam 13.57 dan protein kembali meningkat setelah perendaman 4 jam dan 5 jam
berturut 15.47 dan 16.01. Perendaman dengan HCl 7 selama 3, 4, dan 5 jam menghasilkan nilai protein berturut 16.18, 13.40, dan 16.61. Berdasarkan hasil
yang diperoleh terlihat bahwa perendaman HCl jika dilakukan terlalu lama dapat merusak protein termasuk gelatin. Karena protein tidak hanya dapat dirusak oleh panas tetapi juga
oleh pH yang terlalu rendah Jamillah dan Harvinder 2001. Mekanisme kerusakan protein karena panas yaitu pemanasan meningkatkan energy kinetik dan membuat
molekul protein bergerak sangat cepat. Akibatnya, ikatan hidrogen terputus. konformasi polar dan non-polar berubah dan membuat asam amino polar yang semula berada di
bagian dalam protein menjadi di bagian luar protein dan menyebabkan berubahnya sifat kolagen yang tidak larut air menjadi gelatin yang larut air.
Berdasarkan hasil nilai kadar abu dan kadar protein, perlakuan terbaik yang dipilih untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya adalah perlakuan perendaman dengan HCl 5
selama 2 jam, HCl 6 selama 2 jam, dan HCL 7 selama 1 jam.
II. Pembuatan Gelatin dan Analisis Proksimat Gelatin
Ossein yang didapat diekstraksi dengan air hingga diperoleh cairan berwarna putih
kental pada bagian atas dan endapan yaitu sisa ossein yang telah diambil gelatinnya. Dilakukan penyaringan vakum untuk memisahkan endapan dan cairan. Cairan kental
merupakan gelatin yang terlarut dalam air akibat proses ekstraksi. Cairan selanjutnya dituang pada wadah yang dilapisi plastik, dikeringkan dengan oven vakum untuk
menghilangkan sebagian besar air dan diperoleh gelatin lembaran. Selanjutnya dilakukan analisis rendemen dan proksimat terhadap gelatin.
Pengukuran terhadap bobot produk akhir gelatin yang diperoleh memperlihatkan bahwa perlakuan perendaman yaitu konsentrasi dan lama perendaman juga
mempengaruhi rendemen yang diperoleh. Rendemen tertinggi diperoleh dari perlakuan perendaman 5 2.42, 6 1.53, dan rendemen terendah 7 1.26 yang dapat
dilihat pada Tabel 4 Tabel 4. Pengaruh Konsentrasi HCl dan Lama Perendaman terhadap Rendemen
Konsentrasi HCl Jumlah bk
b
5 2.42
6 1.53
7 1.26
b
bk= bobot kering Rendemen yang diperoleh pada penelitian ini yaitu antara 1.26 dan 2.42 dapat
dikatakan rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya Tabel 5 yaitu pembuatan gelatin dengan menggunakan jenis ikan tuna misalnya dengan rendemen
berkisar 5.76 sampai 8.37 Amiruldin 2007, gelatin ikan nila berkisar 10.18-13.27 Haris 2008, ikan kakap berkisar 3.88-18.47 Hadi 2005, dan ikan patin berkisar 2-
15.8 Nurilmala 2004.
Tabel 5. Perbandingan Rendemen Berbagai Gelatin Ikan Jenis ikan
Rendemen bk
b
Tuna
1
5.76-8.37 Nila
2
10.18-13.27 Kakap
3
3.88-18.47 Patin
4
Mackerel 2-15.8
1.26-2.42
1
Amiruldin 2007
2
Haris 2008
3
Hadi 2005
4
Nurilmala 2004
b
bk= bobot kering Pembuatan gelatin dengan bahan baku ikan mackerel memiliki rendemen yang
cukup rendah sehingga dapat dikatakan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan dengan menggunakan jenis ikan lainnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh
konsentrasi asam yang berlebih dan suhu yang tinggi dapat menimbulkan adanya hidrolisis lanjutan sehingga sebagian gelatin turut terdegradasi dan menyebabkan
turunnya jumlah gelatin Amiruldin 2007. Selain itu proses pengeringan cairan gelatin menjadi bubuk gelatin dengan metode oven yang kurang sempurna mengakibatkan
sebagian besar gelatin bubuk menempel pada plastic dan mengurangi rendemen akhir. Lebih disarankan untuk menggunakan pengeringan metode freeze dryer.
Perbedaan kadar gelatin pada tulang tiap jenis ikan berbeda erat kaitannya dengan jenis ikan yang digunakan. Menurut Irwandi dkk 2009, jenis ikan yang paling baik
untuk dijadikan gelatin adalah ikan bertulang lunak dan berasal dari perairan hangat. Jenis ikan perairan hangat tropis seperti ikan kurisi cocok untuk dijadikan bahan baku
pembuatan gelatin. Sementara ikan mackerel adalah jenis ikan bertulang keras teleostei dan merupakan jenis ikan perairan dingin Collette dan Nauen 1983.
Hasil analisis proksimat terhadap gelatin tulang ikan mackerel dengan tiga jenis konsentrasi perendaman HCl dapat diamati ada Tabel 6. Semakin tinggi konsentrasi HCl
yang digunakan untuk perendaman tulang berpengaruh terhadap semakin rendahnya kadar abu dan protein pada produk akhir gelatin. Kadar abu gelatin hasil perendaman HCl
5, 6, dan 7 secara berturut yaitu 1.05; 0.70; dan 0.46. Pembuatan gelatin dengan menggunakan perendaman HCl konsentrasi 6 dan 7 dapat dilakukan akan
tetapi kadar protein produk akhir yang didapat lebih rendah yaitu secara berturut 64.10 dan 61.40 dari konsentrasi 5 84.88.
Dilihat dari hasil analisis proksimat, perendaman HCl dengan konsentrasi 5 dan lama perendaman 2 jam dipilih sebagai perlakuan terbaik karena menghasilkan produk
yang telah memenuhi standar SNI yaitu memiliki kadar air 7.74 kadar air SNI maksimum 16, kadar abu 1.05 kadar abu gelatin mutu 1 menurut Norland Product
2003 yaitu kurang dari 1, kadar lemak 3.41 Kisaran nilai tersebut cukup baik karena tidak melebihi 5 yaitu batasan nilai maksimal untuk persyaratan mutu gelatin Jobling
dan Jobling, 1983 yang dikutip oleh Pelu et al.,1998 dan kadar protein 84.88, mendekati gelatin standar yaitu 87,26 Amiruldin 2007.
Tabel 6. Hasil Analisis Proksimat Gelatin Tulang Ikan Mackerel Parameterbb
b
Konsentrasi HCl 5
6 7
Air 7.74
4.67 13.70
Abu 1.05
0.70 0.46
Lemak 3.41
3.10 4.36
Protein 84.88
64.10 61.40
b
bb= bobot basah Hasil analisis proksimat ikan mackerel jika dibandingkan dengan jenis ikan
lainnya dapat dilihat pada Tabel 7. Kadar air gelatin ikan mackerel 7.74 lebih tinggi dari gelatin ikan nila 7.03, gelatin ikan kakap 6.73, gelatin ikan tuna 6.54 dan
lebih rendah dari gelatin ikan tuna 9.26. Kadar abu tulang ikan mackerel lebih tinggi dari gelatin ikan nila 0.93, gelatin ikan kakap 0.88, dan lebih rendah dari gelatin
ikan patin 2.26, dan gelatin ikan tuna 1.93. Kadar protein ikan mackerel 84.88 lebih tinggi dari gelatin ikan nila 84.85, dan lebih rendah dari gelatin ikan kakap
86.61, gelatin ikan patin 85.92, gelatin ikan tuna 91.01. Sementara untuk kadar lemak gelatin dari ikan mackerel 3.41 lebih tinggi dari gelatin jenis ikan lainnya
yaitu gelatin ikan nila 1.63, ikan kakap 0.16, ikan patin 1.96, dan ikan tuna 0.42.
Tabel 7. Hasil Analisis Proksimat berbagai Jenis Gelatin
Parameter bb
b
Tulang ikan mackerel
5 Tulang ikan
nila
1
Tulang ikan kakap
2
Tulang ikan patin
3
Tulang ikan tuna
4
Kadar air 7.74
7.03 6.73
9.26 6.54
Kadar abu 1.05
0.93 0.88
2.26 1.93
Kadar protein
84.88 84.85
86.61 85.92
91.01 Kadar lemak
3.41 1.63
0.16 1.96
0.42
b
bb= bobot basah
1
Haris 2008
2
Hadi 2005
3
Nurilmala 2004
4
Amiruldin 2007
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Perendaman tulang dengan HCl konsentrasi 5 selama 2 jam dipilih sebagai perlakuan terbaik karena menghasilkan produk gelatin dengan rendemen tertinggi
2.42. Selain itu berdasarkan hasil analisis gelatin yang diperoleh mendekati nilai proksimat gelatin standar yaitu memiliki kadar air 7.74 kadar air SNI maksimum 16,
kadar abu 1.05 kadar abu gelatin mutu 1 menurut Norland Product 2003 yaitu kurang dari 1, kadar lemak 3.41 Kisaran nilai tersebut cukup baik karena tidak melebihi 5
yaitu batasan nilai maksimal untuk persyaratan mutu gelatin Jobling dan Jobling, 1983 yang dikutip oleh Pelu et al.,1998 dan kadar protein 84.88, mendekati gelatin standar
yaitu 87,26 Amiruldin 2007. Rendemen gelatin dari tulang ikan mackerel agak rendah 1.53-2.42. Hal ini mungkin disebabkan oleh konsentrasi asam yang berlebih dan suhu
yang tinggi dapat menimbulkan adanya denaturasi protein lanjutan, proses pengeringan bubuk gelatin dengan metode oven yang kurang sempurna, dan jenis ikan yang digunakan
yaitu ikan mackerel yang merupakan ikan perairan dingin dan bertulang keras memiliki kadar gelatin yang sedikit. Pembuatan gelatin dari ikan mackerel dengan perndaman
asam memiliki mutu yang memenuhi standar gelatin dari hasil analisis proksimat. Namun dari hasil analisis rendemen produksi gelatin dari ikan mackerel tidak disarankan untuk
dilakukan karena tidak menguntungkan secara ekonomis.
Saran
Pembuatan gelatin dari tulang ikan mackerel dapat dilakukan dengan proses perendaman asam, basa, atau dengan enzim. Proses pengolahan meliputi jenis asam yang
digunakan, konsentrasi, perbandingan larutan asam dan tulang serta lama perendaman mempengaruhi jumlah gelatin akhir yang diperoleh sehingga dapat dilakukan penelitian
lanjutan dengan menggunakan berbagai jenis asam. Penelitian mengenai konfirmasi gelatin dengan gel elektroforesis dapat dilakukan untuk mengecek kemurnian produk
gelatin akhir yang diperoleh. Selain itu dapat dilakukan penelitian untuk menguji kekuatan gel dan viskositas gelatin yang merupakan parameter utama untuk mengecek
mutu gelatin.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruldin M. 2007. Pembuatan dan Analisis Karakteristik Gelatin dari Tulang Ikan Tuna Thumnus albacores [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor.
[AOAC]. Association of Official Agricultural Chemist. 1995. Official Methods of Analysis.
960.52 [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2003. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor
Indonesia, Jakarta. Choi S.S, Regenstein J.M. 2000. Physicochemical and Sensory Characteristic of Fish
Gelatin. J. of Food Sci 652:194-199. Collette B.B, Nauen C.E. 1983. Scombrids of the World. An Annotated and Illustrated
Catalogue of Tunas, Mackerels, Bonitos and Related Species Known to date. Rome: FAO.
Eastoe J.E dan A.A. Leach 1977. The Chemical Constitution of Gelatin. Di dalam Ward, A.G dan A.Courts, editor. The Science and Technology of Gelatin. New
York:Academic Press. Hlm: 73-105
Geltech. 2007. What is Gelatin. http:www.Geltech.comwhatisgelatin.html [18 Maret 2014].
Global Industri Analysts. 2012. Global Gelatin Industry. http:www.strategyr.com [18 Maret 2014].
Hadi S. 2005. Karakteristik Fisikokimia Gelatin dari Tulang Ikan Kakap Merah Lutjanus sp. serta Pemanfaatannya dalam Produk Jelly [skripsi]. Bogor ID: Institut
Pertanian Bogor. Haris MA. 2008. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan Nila Oreochromis niloticus sebagai
Gelatin dan Pengaruh Lama Penyimpanan pada Suhu Ruang [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor
Hinterwalder, R. 1977. Raw Materials Di dalam Ward, A.G dan A.Courts, editor. The Science and Technology of Gelatin
. New York: Academic Press. Hlm: 295-313
----------------------------. Technology of Gelatin Manufacture. Di dalam Ward, A.G dan A.Courts, editor. The Science and Technology of Gelatin. New York: Academic
Press. Hlm: 315-361.
Irwandi J et al. 2009. Extraction and Characterization of Gelatin from Different Marine Fish Species in Malaysia. International Food Research Journal 16:381-389.
Johns P, Courts A. 1977. Relationship Between Collagen and Gelatin. Di dalam Ward, A.G dan A.Courts, editor. The Science and Technology of Gelatin. New
York:Academic Press. Hlm: 138-173
Khiari Z, Rico D, Martindiana A.B., Barryryan C. 2013. Comparison between gelatins extracted from mackerel and blue whiting bones after different pre-treatments. J.
Food Chm 139: 347-354 Norland Product. 2003. Fish Gelatin. http:www.norlandprod.com techrpts.html [17
Maret 2014]. Nurilmala M. 2004. Kajian Potensi Limbah Tulang Ikan Keras Teleostei sebagai
Sumber Gelatin dan Analisis Karakteristiknya [tesis]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor.
Pelu, H., S. Harwati, E. Chasanah. 1998. Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Tuna melalui Proses Asam. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. IV 2 : 66-74.