PENYEBARAN DAN KELIMPAHAN POPULASI MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI CAGAR ALAM SIBOLANGIT

(1)

ABSTRACT

DISTRIBUTION OF POPULATION AND ABUNDANCE OF LONG-TAILED MACAQUE (Macaca fascicularis) IN

SIBOLANGIT NATURE RESERVES

By

Rio Pranata Sembiring

Long-tailed macaque (Macaca fascicularis) can be found in Sibolangit Nature Reserves North Sumatera. This research was conducted to determine long-tailed macaque group distribution as well as the abundance of population using

concentration count.The habitat of long-tailed macaque was also observed using

rapid assessmentin 7 location. A Two group of long-tailed macaque was found. The first group was found in the southern part of the nature reserve comprising a group size of 18-25 individuals. The second group was found in the northern part of the nature reserve comprising a group size of 15-20 individuals. The group distribution was affected by the location of water, food resources, human and other animals. Food plant species consist of rambung merah (Ficus sumatrana),

terap (Artocarpus elasticus),kayu ageng (Antidesma montanum),nanglit (Nauclea cyrtopoda),lateng gajah (Laporta sinuata),beringin (Ficus benjamina),jelatang


(2)

Rio Pranata Sembiring

(Toxicodendron radicans),aren (Arenga pinnata),riman (Caryota sp),senduduk (Melastoma affine).

Key word: distribution of population and abundance, long-tailed macaque, Sibolangit Nature Reserve


(3)

ABSTRAK

PENYEBARAN DAN KELIMPAHAN POPULASI MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis)

DI CAGAR ALAM SIBOLANGIT

Oleh

Rio Pranata Sembiring

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dapat ditemukan di Cagar Alam Sibolangit Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2015, untuk mengetahui penyebaran kelompok dan kelimpahan populasi dengan metode area terkonsentrasi dan kondisi habitat dengan metoderapid assessmentdi tujuh lokasi pengamatan. Ditemukan 2 kelompok monyet ekor panjang, kelompok I terdapat pada bagian selatan cagar alam dengan ukuran kelompok 18-25 individu. Kelompok II ditemukan pada bagian utara cagar alam dan Taman Wisata Alam Sibolangit dengan ukuran kelompok sebesar 15-20 individu. Persebaran kelompok dipengaruhi oleh keberadaan sumber air, sumber pakan, manusia dan satwa lain. Pohon pakan monyet ekor panjang antara lain rambung merah (Ficus sumatrana),

terap (Artocarpus elasticus),kayu ageng (Antidesma montanum),nanglit (Nauclea cyrtopoda),lateng gajah (Laporta sinuata),beringin (Ficus benjamina),jelatang


(4)

Rio Pranata Sembiring

(Toxicodendron radicans),aren (Arenga pinnata),riman (Caryota sp),senduduk (Melastoma affine).

Kata kunci: Cagar Alam Sibolangit, monyet ekor panjang, penyebaran dan kelimpahan populasi


(5)

PENYEBARAN DAN KELIMPAHAN POPULASI MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis)

DI CAGAR ALAM SIBOLANGIT

(Skripsi)

Oleh

Rio Pranata Sembiring

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(6)

ABSTRACT

DISTRIBUTION OF POPULATION AND ABUNDANCE OF LONG-TAILED MACAQUE (Macaca fascicularis) IN

SIBOLANGIT NATURE RESERVES

By

Rio Pranata Sembiring

Long-tailed macaque (Macaca fascicularis) can be found in Sibolangit Nature Reserves North Sumatera. This research was conducted to determine long-tailed macaque group distribution as well as the abundance of population using

concentration count.The habitat of long-tailed macaque was also observed using

rapid assessmentin 7 location. A Two group of long-tailed macaque was found. The first group was found in the southern part of the nature reserve comprising a group size of 18-25 individuals. The second group was found in the northern part of the nature reserve comprising a group size of 15-20 individuals. The group distribution was affected by the location of water, food resources, human and other animals. Food plant species consist of rambung merah (Ficus sumatrana),

terap (Artocarpus elasticus),kayu ageng (Antidesma montanum),nanglit (Nauclea cyrtopoda),lateng gajah (Laporta sinuata),beringin (Ficus benjamina),jelatang


(7)

Rio Pranata Sembiring

(Toxicodendron radicans),aren (Arenga pinnata),riman (Caryota sp),senduduk (Melastoma affine).

Key word: distribution of population and abundance, long-tailed macaque, Sibolangit Nature Reserve


(8)

ABSTRAK

PENYEBARAN DAN KELIMPAHAN POPULASI MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis)

DI CAGAR ALAM SIBOLANGIT

Oleh

Rio Pranata Sembiring

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dapat ditemukan di Cagar Alam Sibolangit Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2015, untuk mengetahui penyebaran kelompok dan kelimpahan populasi dengan metode area terkonsentrasi dan kondisi habitat dengan metoderapid assessmentdi tujuh lokasi pengamatan. Ditemukan 2 kelompok monyet ekor panjang, kelompok I terdapat pada bagian selatan cagar alam dengan ukuran kelompok 18-25 individu. Kelompok II ditemukan pada bagian utara cagar alam dan Taman Wisata Alam Sibolangit dengan ukuran kelompok sebesar 15-20 individu. Persebaran kelompok dipengaruhi oleh keberadaan sumber air, sumber pakan, manusia dan satwa lain. Pohon pakan monyet ekor panjang antara lain rambung merah (Ficus sumatrana),

terap (Artocarpus elasticus),kayu ageng (Antidesma montanum),nanglit (Nauclea cyrtopoda),lateng gajah (Laporta sinuata),beringin (Ficus benjamina),jelatang


(9)

Rio Pranata Sembiring

(Toxicodendron radicans),aren (Arenga pinnata),riman (Caryota sp),senduduk (Melastoma affine).

Kata kunci: Cagar Alam Sibolangit, monyet ekor panjang, penyebaran dan kelimpahan populasi


(10)

PENYEBARAN DAN KELIMPAHAN POPULASI MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI CAGAR ALAM SIBOLANGIT

Oleh

RIO PRANATA SEMBIRING

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEHUTANAN

pada

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(11)

(12)

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 1 September 1993, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Jasmani Sembiring dan Kartini Br Tarigan. Penulis mengawali pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Inpres Bukit-Bertah dan diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara diselesaikan pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kabanjahe dan diselesaikan pada tahun 2011. Penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN Undangan.

Selama kuliah penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Margo Bhakti Kecamatan Way Serdang Kabupaten Mesuji pada bulan Januari hingga Maret 2014. Bulan Juni hingga Agustus 2014, penulis melaksanakan Praktek Umum (PU) di BKPH Nglobo, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah dan telah menyelesaikan laporan PU dengan judul“Sistem Pengamanan Hutan Jati (Tectona grandis) di BKPH Nglobo KPH Cepu Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah”. Pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 penulis menjadi asisten dosen mata kuliah Sistem Informasi Geografis


(14)

(SIG), dan pada semester genap tahun ajaran 2014/2015 menjadi asisten dosen mata kuliah Penginderaan Jauh.

Penulis juga aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan baik di kampus maupun luar kampus. Pada tahun 2011 penulis menjadi anggota muda Himpunan Mahasiswa Jurusan Kehutanan (Himasylva) dan tahun 2012 hingga 2016 menjadi anggota utama

Himasylva. Pada tahun 2013 penulis menjadi Pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Kristen Universitas Lampung periode 2013/2014 sebagai Anggota Divisi I (Komunikasi dan Kaderisasi). Pada tahun 2011 penulis juga terdaftar sebagai anggota Ikatan

Mahasiswa Karo (IMKA) Rudang Mayang Lampung dan terpilih sebagai Sekretaris Umum IMKA untuk periode kepengurusan 2013/2014.


(15)

Saya persembahkan karya ini kepada Bapak (Jasmani Sembiring) dan Mamak

(Kartini Br Tarigan) yang senantiasa mengasihi, menyayangi, mendo akan,

memberikan dukungan moril dan materil. Adikku Raynaldi Sembiring, keluarga

besar Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA) Rudang Mayang Lampung, dan

keluarga besar FOREVER yang turut memberikan motivasi dan doa.


(16)

SANWACANA

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yangberjudul “Penyebaran dan Kelimpahan Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Cagar Alam Sibolangit”. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini disebabkan keterbatasan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna langkah penulis berikutnya yang lebih baik.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan kemurahan hati dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis

menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada beberapa pihak sebagai berikut.

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hj. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

2. Ibu Dr. Melya Riniati, S.P., M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(17)

iii

3. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si selaku Pembimbing I saya yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada penulis dari awal penyusunan proposal penelitian sampai skripsi ini terselesaikan.

4. Bapak Dr. Arief Darmawan, S.Hut., M.Sc. sebagai Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, motivasi, dan petunjuk kepada penulis mulai dari awal penyusunan proposal penelitian sampai skripsi ini

terselesaikan.

5. Ibu Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut, M.P. selaku Pembahas yang telah memberi saran dan kritik hingga selesainya penulisan skripsi ini, serta sebagai Dosen Pembimbing Akademik atas bimbingan serta arahan dan menjadi orang tua penulis selama mengikuti perkuliahan di Jurusan Kehutanan Universitas Lampung.

6. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf Pegawai di Jurusan Kehutanan Universitas Lampung yang telah memberikan ilmunya selama penulis menempuh pendidikan di Jurusan Kehutanan Universitas Lampung.

7. Bapak Dede Tanjung (Kepala Resort Cagar Alam/Taman Wisata Alam Sibolangit), Bapak Sangab Tarigan, dan Pak Eka atas kemurahan hatinya sudah membantu penulis dalam melakukan penelitian, khususnya Pak Telah Ginting yang sudah mendampingi penulis selama melakukan penelitian. 8. Serta pihak-pihak lainnya yang telah membantu dalam proses penyelesaian

skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas segala bantuan dan pertolongan yang telah diberikan.


(18)

iv

Demikian yang dapat penulis sampaikan, penulis sangat berterimakasih atas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis selama ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam bidang kehutanan.

Bandar Lampung, 17 Maret 2016 Penulis,


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

E. Kerangka Pemikiran... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA... 6

III. METODE PENELITIAN... 15

A. Waktu dan Tempat Penelitian... 15

B. Alat dan Objek Penelitian ... 15

C. Tahap Penelitian... 16

D. Metode Pengumpulan Data... 16

1. Jenis Data yang Dikumpulkan ... 16

2. Batasan Penelitian... 17

3. Teknik Pengambilan Data... 17

E. Analisis Data... 19

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 21

A. Sejarah Lokasi Penelitian... 21

B. Letak dan Luas ... 22

C. Keadaan Fisik Lokasi Penelitian... 22

D. Flora dan Fauna... 23

A. Cagar Alam Sibolangit... 6

B. Taksonomi Monyet Ekor Panjang ... 8

C. Morfologi dan Anatomi Monyet Ekor Panjang ... 9

D. Habitat dan Populasi Monyet Ekor Panjang ... 1


(20)

vi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 25

A. Penyebaran Populasi Monyet Ekor Panjang di C.A. Sibolangit . 25 1. Monyet Ekor Panjang Kelompok I ... 26

2. Monyet Ekor Panjang Kelompok II... 31

B. Kelimpahan Populasi Monyet Ekor Panjang di C.A. Sibolangit 38 VI. SIMPULAN DAN SARAN... 45

A. Simpulan ... 45

B. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA... 47

LAMPIRAN... 53 Gambar 9-14 ... 54-56


(21)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Contoh tally sheet pada penelitian penyebaran dan kelimpahan populasi monyet ekor panjang di Cagar Alam Sibolangit pada Mei

2015... 15 2. Aktivitas dan pohon dominan setiap perilaku pada kelompok

monyet ekor panjang I pada penelitian penyebaran dan kelimpahan populasi monyet ekor panjang di Cagar Alam Sibolangit Mei

2015... 29 3. Aktivitas dan pohon dominan setiap perilaku pada kelompok

monyet ekor panjang II pada penelitian penyebaran dan kelimpahan populasi monyet ekor panjang di Cagar Alam Sibolangit Mei

2015... 32 4. Perjumpaan monyet ekor panjang kelompok I pada penelitian

penyebaran dan kelimpahan populasi monyet ekor panjang di

Cagar Alam Sibolangit Mei 2015. ... 38 5. Rata-rata jumlah individu yang ditemukan pada lokasi kelompok I

pada penelitian penyebaran dan kelimpahan populasi monyet ekor

panjang di Cagar Alam Sibolangit Mei 2015 ... 39 6. Perjumpaan monyet ekor panjang kelompok II pada penelitian

penyebaran dan kelimpahan populasi monyet ekor panjang di

Cagar Alam Sibolangit Mei 2015 ... 40 7. Rata-rata jumlah individu yang ditemukan pada lokasi kelompok II

pada penelitian penyebaran dan kelimpahan populasi monyet ekor

panjang di Cagar Alam Sibolangit Mei 2015 ... 41 8. Tanaman dan bagian yang dimakan monyet ekor panjang pada

penelitian penyebaran dan kelimpahan populasi monyet ekor


(22)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan alir penelitian penyebaran dan kelimpahan populasi

monyet ekor panjang di Cagar Alam Sibolangit pada Mei 2015... 5 2. Peta Cagar Alam/Taman Wisata Alam Sibolangit ... 20 3. Peta persebaran kelompok monyet ekor panjang pada penelitian

penyebaran dan kelimpahan populasi monyet ekor panjang di

Cagar Alam Sibolangit ... 26 4. Kaleng bekas digantung di pohon duku pada penelitian

penyebaran dan kelimpahan populasi monyet ekor panjang di

Cagar Alam Sibolangit Mei 2015. ... 31 5. Seroh (perangkap monyet) pada penelitian penyebaran dan

kelimpahan populasi monyet ekor panjang di Cagar Alam

Sibolangit Mei 2015 ... 34 6. Anjing dipelihara di ladang warga pada penelitian penyebaran dan

kelimpahan populasi monyet ekor panjang di Cagar Alam

Sibolangit Mei 2015 ... 35 7. Peta tutupan lahan pada penelitian penyebaran dan kelimpahan

populasi monyet ekor panjang di Cagar Alam Sibolangit ... 36 8. Persentase bagian tumbuhan yang dimakan monyet ekor panjang

pada penelitian penyebaran dan kelimpahan populasi monyet ekor

panjang di Cagar Alam Sibolangit Mei 2015 ... 43 9. Monyet ekor panjang kelompok I di titik I.2 pada penelitian

penyebaran dan kelimpahan populasi monyet ekor panjang di

Cagar Alam Sibolangit Mei 2015 ... 54 10. Monyet ekor panjang kelompok I di titik I.1 pada penelitian

penyebaran dan kelimpahan populasi monyet ekor panjang di


(23)

ix

11. Monyet ekor panjang kelompok II di titik II.2 pada penelitian penyebaran dan kelimpahan populasi monyet ekor panjang di

Cagar Alam Sibolangit Mei 2015 ... 55 12. Monyet ekor panjang kelompok II di titik II.2 pada penelitian

penyebaran dan kelimpahan populasi monyet ekor panjang di

Cagar Alam Sibolangit Mei 2015 ... 55 13. Pengambilan titik pal batas pada penelitian penyebaran dan

kelimpahan populasi monyet ekor panjang di Cagar Alam

Sibolangit Mei 2015 ... 56 14. Pencarian lokasi keberadaan monyet ekor panjang pada penelitian

penyebaran dan kelimpahan populasi monyet ekor panjang di


(24)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan primata yang tersebar pada hutan-hutan di Indonesia dan Asia Tenggara. Monyet ekor panjang memiliki jumlah populasi yang besar dan merupakan salah satu primata yang paling

berlimpah dan tersebar luas (Wheatleyet al.,1999). Keberadaan jumlah populasi yang besar tersebut berpotensi menjadi sumber konflik antara manusia dengan monyet ekor panjang. Menurut Kemp dan Burnet (2003) monyet ekor panjang sering menjadi masalah bagi masyarakat karena menjadi hama yang memakan hasil kebun dan pertanian.

Monyet ekor panjang merupakan salah satu satwa yang penting dalam ekosistem hutan. Monyet ekor panjang merupakan pemakan buah (frugivorus), namun jika ketersediaan buah rendah atau bahkan tidak tersedia monyet ekor panjang dapat memakan jenis makanan lain seperti daun muda, tunas, dan serangga (bersifat

opportunistic omnivore) (Bahriet al., 1996). Berdasarkan perilaku tersebut monyet ekor panjang memiliki fungsi ekologis, yakni sebagai penyemai biji tanaman buah yang penting bagi konservasi jenis tumbuhan. Selain itu monyet ekor panjang juga sebagai pengendali populasi serangga dengan cara


(25)

2

Salah satu habitat monyet ekor panjang adalah Cagar Alam Sibolangit. Cagar Alam Sibolangit memiliki luas 95,15 ha (Departemen Kehutanan, 2002). Dengan luasan yang relatif kecil dan dikelilingi oleh APL (Area Penggunaan Lain) berupa kebun milik warga, tidak jarang monyet ekor panjang dari kawasan Cagar Alam Sibolangit keluar dari kawasan untuk mencari makanan di kebun warga.

Berdasarkan informasi dari pihak pengelola cagar alam, belum ada penelitian tentang persebaran dan populasi monyet ekor panjang di Cagar Alam Sibolangit sehingga penelitian ini perlu untuk dilakukan.

Penelitian ini perlu dilakukan untuk menganalisis persebaran kelompok, menghitung jumlah total individu, dan menganalisis bagaimana kondisi umum vegetasi di lokasi monyet ekor panjang berada dalam kawasan Cagar Alam Sibolangit. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar ilmiah bagi kegiatan pelestarian monyet ekor panjang di Cagar Alam Sibolangit.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah.

1. Bagaimana persebaran kelompok monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Cagar Alam Sibolangit?

2. Berapa jumlah total individu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang terdapat di Cagar Alam Sibolangit?

3. Bagaimana kondisi umum vegetasi di lokasi keberadaan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)?


(26)

3

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah.

1. Menganalisis persebaran kelompok monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Cagar Alam Sibolangit.

2. Menghitung jumlah total individu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang terdapat di Cagar Alam Sibolangit.

3. Menganalisis kondisi umum vegetasi di lokasi keberadaan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah.

1. Sebagai sumber informasi tentang persebaran dan jumlah individu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang terdapat pada Cagar Alam Sibolangit.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar ilmiah bagi kegiatan pelestarian dan perlindungan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang ada di Cagar Alam Sibolangit.

E. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan informasi awal dari pihak pengelola Cagar Alam Sibolangit, belum ada data dan informasi mengenai monyet ekor panjang di Cagar Alam Sibolangit. Hal ini menunjukkan perlu diadakan penelitian untuk mengetahui jumlah populasi dan penyebaran monyet ekor panjang yang terdapat pada Cagar Alam Sibolangit. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode area terkonsentrasi


(27)

4

(Consentration point). Seluruh titik pengamatan ditentukan di dalam kawasan Cagar Alam Sibolangit berdasarkan informasi dari masyarakat dan pengelola cagar alam dimana biasanya monyet berada. Lokasi tersebut kemudian diobservasi untuk memastikan kebenarannya.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode area terkonsentrasi (consentration point) yaitu melakukan pengamatan dan mencatat jumlah individu monyet ekor panjang yang ada dalam masing-masing kelompok pada lokasi yang telah ditentukan. Kondisi vegetasi di sekitar lokasi keberadaan monyet ekor panjang diketahui dengan menggunakan metoderapid asessment. Untuk mendapatkan data tentang persebaran maka dilakukan pencatatan titik koordinat geografis menggunakan GPS pada setiap titik

ditemukannya monyet ekor panjang. Secara umum kerangka penelitian disajikan dalam bentuk bagan alir pada Gambar 1.


(28)

5

Gambar 1. Bagan alir penelitian penyebaran dan kelimpahan populasi monyet ekor panjang di Cagar Alam Sibolangit pada Mei 2015.

Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

Cagar Alam Sibolangit

Populasi dan Penyebaran Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Cagar Alam Sibolangit

Consentration Point

Total Individu dan Persebaran Populasi

Peta Persebaran Monyet Ekor Panjang di Cagar Alam Sibolangit dan Kondisi Vegetasi di Lokasi Keberadaaan Monyet

Ekor Panjang

Rapid Assessment

Populasi Habitat

Analisis Data Kondisi umum vegetasi

Jumlah Individu Persebaran Kelompok


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Cagar Alam Sibolangit

Kawasan konservasi tertua di Indonesia salah satunya adalah Cagar Alam Sibolangit yang hanya berjarak 38 km dari kota Medan dan dapat ditempuh sekitar satu jam dengan menggunakan kendaraan umum. Jaraknya yang begitu dekat dengan perkotaan menjadikan kawasan konservasi ini relatif terancam dengan aktivitas manusia. Namun pada usianya yang ke-100 saat ini, kawasan Cagar Alam Sibolangit masih terpelihara dengan baik. Cagar Alam Sibolangit terletak pada jalan Medan-Berastagi dan secara administrasi terletak di Desa Sibolangit, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang. Daerah ini terletak pada ketinggian antara 246-515 meter dari permukaan laut (mdpl). Bila ditinjau secara geografis, kawasan Cagar Alam Sibolangit terletak diantara 30 17′ 50″-3: 18′ 39″ LU dan 98: 36′ 0″-98: 36’36″ BT (Siswanda, 2007).

Cagar Alam atau Kebun Raya Sibolangit didirikan pada tahun 1914 oleh Tn. J. A. Lorzing, seorang warga negara Belanda keturunan Jerman, namun tidak ada yang tahu jelas tanggal pastinya. Pendirian Cagar Alam atau Kebun Raya Sibolangit ini diprakarsai oleh Dr. J. C. Koningbernger yang saat itu menjabat sebagai Direktur Kebun Raya Bogor. Luas kawasan Kebun Raya Sibolangit saat itu 127 ha, berdasarkan proses verbal Van Grensregeling tertanggal 8 Desember 1927


(30)

7

mengenai penentuan batasFiliaaldari‘S Lands PlantentuinSibolangit (Departemen Kehutanan, 2002).

Sibolangit dibentuk berdasarkanBesluitdari Paduka TuanGourverneurdari Pesisir Timur Pulau Pertja tanggal 18 November 1927 No.171/B/A.Z., di mana komisi ini terdiri dari 5 orang yaitu, J. Deridder,Controleurdari Bovan-Deli, sebagai wakil dari Gourverment, J. W. Gonggrijp,Opperhoutvesterdari Oostkust Van Sumatera c.a. sebagai wakil dari‘S LandsPlantentuin. Datoek Hafisz Goembak, Datuk dari XII Kota, Beheng, Penghulu dari kampung Sibolangit, Pentji, Anak Beru dari Kampung Sibolangit (Siswanda, 2007).

Pada tanggal 10 Maret 1938 kawasan Kebun Raya Sibolangit tersebut diubah statusnya menjadi Cagar Alam berdasarkan Zelfbestuur Besluit (Z.b.) No. 37/PK. Pada tahun 1956, lokasi Cagar Alam (Kebun Raya) Sibolangit bertambah luasnya sebesar 5,85 ha yang berasal dari bekas areal Hak Guna Usaha CV Seng Hap yang tertuang dalam Peta Perluasan Cagar Alam Sibolangit tanggal 29 Juli 1959 oleh Brigade V Planologi Kehutanan Pematang Siantar yang dikuatkan dengan SKPT Menteri Pertanian dan Agraria No.104/KA/1957 tanggal 11 Juni 1957

(Departemen Kehutanan, 2002).

Pada tahun 1980, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.

636/Kpts/Um/1980 sebagian kawasan Cagar Alam Sibolangit seluas 24,85 ha bertambah 5,85 ha berasal dari areal bekas Hak Guna Usaha CV Seng Hap kemudian dialihfungsikan menjadi kawasan Hutan Wisata Sibolangit c.q Taman Wisata Alam Sibolangit. Tanggal 5 November 1980 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 363/kpts/Um/11/1980 yang menetapkan luas kawasan


(31)

8

Cagar Alam Sibolangit menjadi 95,15 ha setelah dikurangi luasnya untuk Taman Wisata Alam. Demikian sehingga saat ini luas Cagar Alam/Taman Wisata Alam Sibolangit menjadi 120 hektar, terjadi pengurangan sebesar 7 hektar dari luas awalnya. Jelasnya luas tersebut dibagi atas Cagar Alam seluas 95,15 ha, Taman Wisata Alam seluas 24,85 ha yang merupakan jumlah dari 19 ha Cagar Alam ditambah 5,85 ha areal bekas Hak Guna Usaha CV. Seng Hap (Siswanda, 2007).

B. Taksonomi Monyet Ekor Panjang

Monyet ekor panjang banyak digunakan dalam penelitian sebagai hewan percobaan karena secara anatomis maupun fisiologis mempunyai kemiripan dengan manusia, dibandingkan hewan coba lain. Pengelolaan satwa primata tidak hanya ditunjukkan untuk perlindungan tetapi juga untuk usaha pemanfaatan yang tetap mempertahankan kelestariannya. Pemanfaatan tersebut meliputi bidang pendidikan, penelitian, pariwisata dan rekreasi. Sesuai dengan prinsip-prinsip kelestarian, maka untuk mencapai sasaran pemanfaatan tersebut diperlukan usaha penangkaran (Alikodra, 1990). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), jenis satwa primata yang sangat sering digunakan dalam penelitian adalah monyet asia, terutama monyet rhesus (Macaca mulata) dan monyet ekor panjang.

Menurut Napier dan Napier (1967) taksonomi monyet ekor panjang. Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Mammalia


(32)

9

Sub Ordo : Anthropoidae Famili : Cercopithecidae Sub Famili : Cercotihecidae

Genus :Macaca

Spesies :Macaca fascicularisRaffles

Nama Lokal : Monyet ekor panjang, kera, kethek, kunyuk

Monyet ekor panjang sering disebut jugalong-tailed macaque, crab eating monkey,dancinomolgus monkey. Nama lokal monyet ekor panjang di berbagai daerah di Indonesia adalahcigaq(Minangkabau), karau(Sumatra),warik

(Kalimantan),warek(Dusun),bedes(Tengger),ketek(Jawa),kunyuk(Sunda),

motak(Madura), danbelo(Timor) (Supriatna dan Wahyono, 2000).

C. Morfologi dan Anatomi Monyet Ekor Panjang

Monyet ekor panjang adalah satwa primata yang menggunakan kaki depan dan belakang dalam berbagai variasi untuk berjalan dan berlari (quandrapedalisme), memiliki ekor yang lebih panjang dari panjang kepala dan badan. Disamping itu memiliki bantalan duduk (ischial sallosity) yang melekat pada tulang duduk (ischial) dan memiliki kantong makanan di pipi (cheek pouches) (Napier dan Napier, 1967).

Monyet ekor panjang memiliki panjang ekor 127,55% dari panjang tubuh dan panjang tangan 87,94% dari panjang kakinya (Sukabudhi, 1993). Panjang kepala dan badan monyet ekor panjang berkisar antara 400-565 mm, telapak kaki belakang 120-140 mm, tengkorak 120 mm dan telinga 34-38 mm (Medway,


(33)

10

1978). Supriatna dan Wahyono (2000) menyatakan bahwa monyet ekor panjang memiliki panjang tubuh berkisar antara 385-668 mm. Bobot tubuh jantan dewasa berkisar antara 3,5-8,0 kg, sedangkan bobot tubuh rata-rata betina 3 kg. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa monyet jantan dewasa

mempunyai bobot badan berkisar antara 5,5-10,9 kg dan betina antara 4,3-10,6 kg, lama hidup antar 25-30 tahun, umur kawin 36-48 bulan, umur sapih 5-6 bulan dan umur dewasa 4,5-6,5 tahun.

Monyet ekor panjang merupakan kelompok monyet dunia lama (Old World Monkey) (Putraet al.,2006) dengan lama hidup 25-30 tahun, serta umur dewasa kelamin 4,5-6,5 tahun (Poirier dan Smith 1974). Monyet ini mempunyai dua warna utama yaitu coklat keabu-abuan dan kemerah-merahan dengan berbagai variasi warna menurut musim, umur dan lokasi (Lekagul dan McNeely, 1977). Medway (1969) menyatakan, bahwa monyet yang menghuni kawasan hutan umumnya lebih gelap dan mengkilap, sedangkan monyet yang menghuni kawasan pantai pada umumnya berwarna lebih terang. Hal ini dipengaruhi oleh udara lembab yang mengandung garam dan sinar matahari. Napier dan Napier (1967) secara umum menyatakan warna bulu monyet ekor panjang agak kecoklatan sampai abu-abu, pada bagian punggung lebih gelap dibanding dengan bagian perut dan dada, rambut kepalanya pendek tertarik kebelakang dahi, rambut-rambut sekeliling wajahnya berbentuk jambang yang lebat, ekornya tertutup bulu halus. Rambut pada bagian pipi monyet jantan lebih lebat dibandingkan dengan monyet betina.


(34)

11

D. Habitat dan Populasi Monyet Ekor Panjang

Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik fisik maupun biotik, yang merupakan kesatuan dan berfungsi sebagai tempat hidup, penyediaan makanan, air, perlindungan serta berkembangbiaknya satwa liar (Alikodra, 1990). Habitat suatu organisme adalah tempat organisme itu hidup, atau tempat ke mana organisme tersebut harus pergi untuk tetap hidup. lstilah habitat banyak digunakan tidak saja dalam ekologi tetapi di mana saja, umumnya istilah itu diartikan sebagai tempat hidup suatu makhluk. Habitat dapat juga menunjukan tempat yang

diduduki oleh seluruh komunitas (Samingan, 1993). Habitat merupakan suatu keadaan yang lebih umum, yaitu tempat di mana organisme terbentuk dan

keadaan luar yang ada di situ, baik secara langsung maupun secara tidak langsung mempengaruhi organisme tersebut (Pringgoseputro dan Srigandono, 1990).

Habitat bagi satwa liar merupakan daerah dengan berbagai macam tipe makanan,

coverdan faktor-faktor lain yang dibutuhkan oleh suatu jenis satwa liar untuk kelangsungan hidup dan perkembangbiakan yang berhasil. Monyet ekor panjang dapat bertahan hidup di berbagai jenis habitat tropis sehingga disebut sebagai “ecologically diverse”. Monyet ekor panjang dikenal menghuni hutan-hutan bakau dan nipah, hutan pantai, hutan pinggiran sungai, baik di hutan primer maupun hutan sekunder yang berdekatan dengan pertanian dan habitat riparian (tepi danau, tepi sungai, atau sepanjang pantai), (Crockett dan Wilson, 1978).

Monyet ekor panjang juga ditemukan pada kawasan dengan ketinggian 0 - 1200 mdpl meskipun jenis ini sangat mungkin berada lebih tinggi lagi. Mereka adalah spesies yang sangat cerdas (agile spesies), sebagian besar waktunya dihabiskan


(35)

12

dengan tinggal dan beraktivitas di atas pohon (arboreal) dan dapat memanjat tebing yang hampir vertikal. Daerah jelajah monyet ekor panjang yaitu antara 50 sampai 100 hektar tergantung dari habitatnya, ukuran dan kelimpahan sumber makanan (Bercovitch dan Huffman, 1999). Napier dan Napier (1967)

menyebutkan bahwa monyet ekor panjang adalah salah satu genus yang dapat beradaptasi pada lingkungan yang bermacam-macam dan iklim yang berbeda-beda.

Kondisi habitat berpengaruh terhadap kepadatan populasi monyet ekor panjang

(Raffles, 1821). Kepadatan populasi monyet ekor panjang di hutan primer lebih rendah dibandingkan kepadatan populasi di hutan sekunder. Monyet ekor panjang bersifat arboreal meskipun seringkali telihat turun ke tanah/bawah, jika dikejutkan umumnya lari ke puncak-puncak pohon (Lekagul dan McNeely, 1977).

Monyet ekor panjang hidup dalam kelompok-kelompok, satu kelompok monyet ekor panjang dapat terdiri 8-40 ekor atau lebih termasuk beberapa betina

immaturedari semua usia (Medway, 1978). Menurut Lekagul dan McNeely (1977), satu kelompok monyet ekor panjang dapat terdiri lebih dari 100 individu dan ini menunjukan suatu kecenderungan ke arah perluasan populasi. Tekanan populasi dapat membantu menjelaskan mengapa monyet ekor panjang telah memperluas habitatnya hingga rawa mangrove dan tepi-tepi pantai yang umumnya diabaikan oleh jenis-jenis macaca lainnya (Medway, 1978). Ukuran kelompok bervariasi menurut kondisi habitatnya, di hutan primer satu kelompok monyet ekor panjang beranggotakan ± 10 ekor, di hutan mangrove ± 15 ekor dan


(36)

13

di areal yang terganggu lebih dari 40 ekor (Crockett dan Wilson, 1978 dalam Linburg, 1980).

E. Penyebaran Monyet Ekor Panjang

Penyebaran monyet ekor panjang menurut Roonwal dan Mahnot (1997) meliputi beberapa kawasan di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Penyebarannya berada di Kepulauan Nikobar, Burma, Malaysia, Thailand, Vietnam Selatan, Indonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Kepulauan Nusa Tenggara) dan Filipina. Selain itu, monyet ekor panjang juga terdapat di Indocina dan pulau-pulau kecil lainnya (Lekagul dan McNeely 1977). Beberapa populasi monyet ekor panjang yang menempati berbagai pulau di Indonesia telah dinyatakan sebagai subspesies yang berbeda. Napier dan Napier (1967) menyatakan bahwa di Indonesia terdapat sepuluh subspesies monyet ekor panjang yaitu sebagai berikut.

1. M. f. Fascicularis:Sumatera, Riau, Lingga, Belitung, Banyak, Musala, Batu, Kalimantan dan Karimata.

2. M . f. Lasiae: Pulau Lasia. 3. M. f. Phaeura: Pulau Nias. 4. M. f. Fusca: Pulau Simalun.

5. M. f. Mordax: Pulau Jawa dan Bali. 6. M. f. Cupidae: Pulau Mastasiri. 7. M. f. Baweana: Pulau Bawean. 8. M. f. Tua:Pulau Maratua. 9. M. f. LimitisPulau Timor.


(37)

14

Menurut Risdiyansyahet al.(2014), keberadaan populasi monyet ekor panjang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan, predator, dan keadaan vegetasi. Monyet ekor panjang merupakan salah satu jenis satwa pemakan buah dan mempunyai kebiasaan makan yang sangat selektif. Mereka memakan bunga, buah, dan daun-daun muda yang terdapat pada tumbuhan tertentu. Vegetasi yang ada pada satu tempat merupakan salah satu faktor yang penting karena merupakan komponen dari habitat primata. Kondisi fisik seperti suhu, kelembaban dan kecepatan angin juga mempengaruhi aktivitas populasi monyet ekor panjang. Struktur vegetasi mempengaruhi sebaran populasi. Monyet ekor panjang lebih menyukai vegetasi dengan kerapatan jarang dibandingkan dengan keberadaan populasi pada hutan lebat (Santoso, 1996).

Kondisi alam yang sesuai dan tidak ada gangguan dari predator maupun manusia, maka populasi monyet ekor panjang dapat bertambah dengan sangat cepat. Hal ini telah dibuktikan di Pulau Tinjil, dimana sebanyak 520 ekor induk monyet ekor panjang diintroduksi dan dalam kurun waktu 10 tahun telah dipanen sebanyak 680 ekor anakan (Kyeset al.,1997).


(38)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2015 di Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara. Secara geografis terletak antara 3017′ 50″-3018′ 39″ LU dan 98036′ 0″-980 36’36″ BT(Departemen Kehutanan, 2002). Peta kawasan Cagar Alam Sibolangit dapat dilihat pada Gambar 2.

B. Alat dan Objek Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah binokuler Nikon Monarch, kamera digital Sony, GPS (Global Positioning System) Garmin GPSmap 76CSx, kompas, peta wilayah, jam tangan, komputer, alat tulis, dantally sheet(Tabel 1). Objek penelitian yang diamati adalah monyet ekor panjang yang ada di dalam kawasan cagar alam dan kondisi vegetasi di sekitar lokasi penelitian.

Tabel 1. Contoh tally sheet pada penelitian penyebaran dan kelimpahan populasi monyet ekor panjang di Cagar Alam Sibolangit pada Mei 2015

Titik Pengamatan

Monyet ekor panjang (ekor)


(39)

16

C. Tahap Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini meliputi tiga tahap sebagai berikut.

1. Tahap Persiapan, meliputi kegiatan kepustakaan dan observasi lapangan (prasurvey).

2. Tahap Pelaksanaan, meliputi kegiatan pengambilan data di lapangan (survey). 3. Tahap Akhir, meliputi kegiatan pengolahan dan analisis data yang telah

diperoleh berdasarkan hasil survey di lapangan, penyusunan laporan (skripsi), seminar dan publikasi.

D. Metode Pengumpulan Data

1. Jenis Data yang Dikumpulkan a. Data Primer

Data primer yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa informasi dan keterangan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian baik diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan maupun dari sumber

informasi terkait berupa : 1) keberadaan kelompok monyet ekor panjang di Cagar Alam Sibolangit, 2) jumlah individu monyet ekor panjang yang ditemui di area pengamatan, 3) kondisi vegetasi di sekitar lokasi monyet ekor panjang ditemukan dan 4) aktivitas monyet ekor panjang saat ditemukan.

b. Data Sekunder

Data sekunder berupa gambaran umum lokasi penelitian dan data mengenai monyet ekor panjang yang diperoleh dari studi literatur dari pustaka, jurnal, dan


(40)

17

terbitan lainnya yang mendukung penelitian untuk melengkapi data primer yang diambil dari lapangan.

2. Batasan Penelitian

Batasan penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Objek yang diamati adalah monyet ekor panjang.

b. Data yang diperoleh adalah jumlah individu monyet ekor panjang, lokasi monyet ekor panjang berada, kondisi vegetasi di lokasi ditemukannya monyet ekor panjang serta aktivitas monyet ekor panjang saat ditemukan.

c. Areal pengamatan adalah Cagar Alam Sibolangit di Desa Sibolangit Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.

3. Teknik Pengambilan Data

a. Survey Pendahuluan (Prasurvey)

Tujuan survey pendahuluan agar peneliti mengetahui lokasi umum penelitian, mencocokkan peta kerja dengan kondisi lapangan, dan menentukan titik pengamatan. Informasi awal keberadaan monyet ekor panjang berupa sarang, tempat bermain, tempat makan atau tempat lain diperoleh dari pihak pengelola Cagar Alam Sibolangit dan masyarakat sekitar cagar alam yang kemudian diobservasi untuk membuktikan kebenarannya. Seluruh koordinat lokasi penemuan monyet ekor panjang dicatat menggunakan GPS. Saat melakukan survey pendahuluan, peneliti juga melakukan habituasi. Tujuan habituasi ini adalah agar satwa terbiasa dengan kehadiran manusia sehingga pada waktu pengamatan monyet tersebut tidak merasa terganggu.


(41)

18

b. Pengambilan Data di Lapangan

Pengamatan dimulai dari pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB dengan metode area terkonsentrasi pada titik pengamatan yang telah ditentukan dan dilakukan pengulangan. Menurut Alikodra (1990) metode terkonsentrasi dilakukan dengan cara menetapkan lokasi-lokasi yang sesuai dengan

pergerakan dan kondisi lingkungan. Metode area terkonsentrasi dilaksanakan terkonsentrasi pada suatu titik yang diduga sebagai tempat dengan peluang perjumpaaan tinggi. Pengamatan dapat dilakukan pada tempat tersembunyi sehingga tidak mengganggu aktivitas satwa (Bismark, 2011). Data yang dicatat selama pengamatan adalah sebagai berikut. 1) Titik koordinat

keberadaan monyet ekor panjang ditemukan dan kegiatan monyet ekor panjang pada lokasi tersebut. Titik koordinat ini diperoleh dengan melakukan observasi di dalam Cagar Alam Sibolangit, dan mencari lokasi dimana monyet ekor panjang biasanya beraktivitas. 2) Kondisi vegetasi di lokasi monyet ekor panjang berada yang dicatat dengan metoderapid asessment.Menurut IUCN (2007),rapid assesmentadalah metode yang dapat digunakan untuk

mengumpulkan dan mencatat dengan cepat dan akurat data pengamatan yang relevan, baik secara kualitatif dan kuantitatif pada lokasi pengamatan untuk mengetahui jenis pohon pakan, jenis pohon tidur dan pohon lain yang ada di sekitar lokasi aktivitas monyet ekor panjang. 3) Jumlah individu/ekor dari setiap kelompok yang ditemukan. 4) Aktivitas monyet ekor panjang saat ditemukan.


(42)

19

E. Analisis Data

1. Analisa Sistem Informasi Geografis (SIG)

Analisa SIG ini dilakukan dengan aplikasi ArcGis 10. ArcGis mampu menganalisis data geografi dan menyajikannya dalam bentuk spasial untuk mempermudah memberikan gambaran letak atau lokasi (Aspinall dan Pearson, 2000; Hebblewhite dan Haydon, 2010; Febrian dan Solikahah, 2013). ArcGis merupakan salah satu aplikasi perangkat lunak sistem informasi geografis yang dikembangkan oleh Environmental System Research Institute (ESRI) yang telah banyak dipakai baik kalangan akademisi, militer, pemerintah, maupun masyarakat umum khususnya dalam bidang kehutanan dan lingkungan hidup (Richards dan Host, 1994; Geogheganet al., 1997; Tomkiewiczet al., 2010; Latif, 2014). Titik koordinat geografis tempat ditemukannya monyet ekor panjang yang telah dicatat kemudian dimasukkan pada peta digital Hutan Cagar Alam Sibolangit untuk kemudian dapat dilihat dan dianalisis distribusi monyet ekor panjang yang ada di lokasi penelitian.

2. Analisis Deskriptif

Data kelimpahan dan penyebaran monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diperoleh di Cagar Alam Sibolangit ditabulasikan dan selanjutnya dijelaskan secara deskriptif sehingga diperoleh informasi mengenai gambaran kelimpahan dan persebarannya serta faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Data vegetasi digunakan untuk membantu mengetahui faktor yang mempengaruhi persebaran monyet ekor panjang.


(43)

20


(44)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Lokasi Penelitian

Pada tahun 1914 atas prakarsa DR. J.C. Koningbenger, Kebun Raya Sibolangit (Botanical Garden) didirikan oleh Tuan J.A. Lorzing sebagai cabang dari Kebun Raya Bogor. Dr. J. C. Koningbernger saat itu menjabat sebagai Direktur Kebun Raya Bogor. Penetepan kawasan Kebun Raya Sibolangit kemudian

ditindaklanjuti dengan proses Verbal Van Grensregling tertanggal 8 Desember 1927 tentang penentuan batas kawasan dan luas Kebun Raya Sibolangit saat itu adalah 127 ha.

Pada tanggal 10 Maret 1938 kawasan Kebun Raya Sibolangit tersebut diubah statusnya menjadi Cagar Alam berdasarkan Zelfbestuur Besluit (Z.b.) No. 37/PK. Pada tahun 1956, lokasi Cagar Alam (Kebun Raya) Sibolangit bertambah luasnya sebesar 5,85 ha yang berasal dari bekas areal Hak Guna Usaha CV Seng Hap yang tertuang dalam Peta Perluasan CA sibolangit tanggal 29 Juli 1959 oleh Brigade V Planologi Kehutanan Pematang Siantar yang dikuatkan dengan SKPT Menteri Pertanian dan Agraria No.104/KA/1957 tanggal 11 Juni 1957.

Pada tahun 1980, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.


(45)

22

diubah statusnya menjadi Taman Wisata Alam (TWA). Luas Cagar Alam

Sibolangit sampai saat ini adalah 95,15 ha. Penetapan luas defenitif pada kawasan hutan Cagar Alam/Taman Wisata Sibolangit dilakukan pada 29 Desember 2011 dan dituangkan dalam SK.197/Menhut-II/2014.

B. Letak dan Luas

Secara administratif Cagar Alam Sibolangit terletak di Desa Sibolangit

Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. Secara geografis Cagar Alam Sibolangit terbentang antara98º36’36”-98º36’56”BT dan 3º17’50”-3º18’39” LU. Cagar alam seluas 95,15 ha ini berbatasan dengan wilayah pertanian, hutan desa, dan areal penggunaan lain. Bagian Utara Cagar Alam Sibolangit berbatasan dengan wilayah Desa Sembahe dan Desa Batu Mbelin. Bagian Timur Cagar Alam Sibolangit berbatasan dengan wilayah Dusun Lau Bengkiewan, Desa Batu Mbelin dan wilayah Desa Sibolangit. Bagian Selatan berbatasan dengan TWA Sibolangit dan wilayah Desa Sibolangit. Bagian Barat berbatasan dengan Hutan Desa Sibolangit dan Wilayah Desa Sembahe.

C. Keadaan Fisik Lokasi Penelitian

Topografi Cagar Alam Sibolangit adalah bergelombang, mulai dari agak landai sampai tebing curam. Secara umum Cagar Alam Sibolangit merupakan wilayah tebing yang curam dan hanya memiliki sedikit wilayah landai. Hal ini karena wilayah landai cagar alam ini telah dijadikan Taman Wisata Alam Sibolangit. Tanah di cagar alam sebagian besar termasuk jenis andosol dan asosiasi andosol


(46)

23

dengan podsolik merah kuning yang tertutup humus tebal. Bahan induk berasal dari gunung berapi berupatuff intermedierdengan keasaman tanah 4,5–5,6. Tingkat kestabilan tanah di kawasan ini sangat rendah sehingga sering terjadi longsor (Rahmawaty, 2004).

Menurut pembagian iklim Schmidt dan Ferguson, iklim kawasan Cagar Alam Sibolangit tergolong tipe B dengan curah hujan berkisar antara 3000–4000 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 170 hari hujan. Rata-rata suhu maksimum kawasan adalah 35,6oC dan minimum 25,3oC dengan kelembaban antara 60-80%.

D. Flora dan Fauna

Flora yang tumbuh di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Sibolangit merupakan jenis asli. Antara tahun 1914 dan 1924, J.A. Lorzing mencatat beberapa tanaman asli yang ada seperti meranti (shorea sp), 30 jenisFicus,20 jenis kecing (Quercus sp), kenanga, kulit manis, manggis, danartocarpus sp

(Rahmawaty, 2004). Strata bawah Cagar Alam Sibolangit didominasi oleh tumbuhan semak, jelatang, rotan, dan liana. Selain itu terdapat juga

beranekaragam palem-paleman.

Cagar Alam Sibolangit memiliki beberapa sungai kecil yang berhulu di dalam cagar alam dan mengalir ke Lau Betimus. Ada juga anak sungai yang berasal dari Desa Sibolangit dan melintasi Cagar Alam Sibolangit. Keadaan ini menjadikan Cagar Alam Sibolangit menjadi habitat bagi beberapa jenis primata, aves, mamalia dan reptil. Jenis fauna yang sering terlihat yaitu monyet ekor panjang,


(47)

24

lutung hitam (Trachipithecus cristatus), kedih (Presbytis thomasi), trenggiling (Manis javanica), tupai (Tupaia javanica), babi hutan (Sus scropa). Jenis burung yang hidup di kawasan ini antara lain elang bido (Spilornis cheela), julang emas (Aceros undulatus), dan beberapa jenis burung lain. Jenis reptil yang terdapat pada kawasan ini diantarnya beberapa jenis ular sanca dan ular hijau, kadal, dan biawak. Cagar Alam Sibolangit juga dikenal memiliki banyak lintah dan pacet (Haemadipsa sp).


(48)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Cagar Alam Sibolangit Sumatera Utara Mei 2015, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Dua kelompok monyet ekor panjang ditemukan pada habitatnya di Cagar Alam Sibolangit. Kelompok I terdapat pada bagian selatan cagar alam dan kelompok II terdapat di sebelah utara cagar alam dan Taman Wisata Alam Sibolangit.

2. Monyet ekor panjang kelompok I ditemukan sebanyak 18-25 ekor dan kelompok II sebanyak 15-20 ekor.

3. Kondisi vegetasi di lokasi keberadaan monyet masih baik dan masih banyak terdapat sumber pakan alami monyet ekor panjang di dalam Cagar Alam Sibolangit seperti: rambung merah (Ficus sumatrana),terap (Artocarpus elasticus),kayu ageng (Antidesma montanum),nanglit (Nauclea cyrtopoda),

lateng gajah (Laporta sinuata),beringin (Ficus benjamina),jelatang (Toxicodendron radicans),aren (Arenga pinnata),riman (Caryota sp),dan senduduk (Melastoma affine).


(49)

46

B. Saran

Saran yang dapat diberikan setelah melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenaisex ratiodan sebaran umur monyet ekor panjang di Cagar Alam Sibolangit Sumatera Utara.

2. Perlu sosialisasi akan pentingnya keberadaan satwa liar kepada masyarakat sekitar cagar alam agar tidak memburu monyet dan satwa lain yang masuk ke ladang mereka.

3. Perlu dilakukan monitoring untuk mengetahui perubahan populasi monyet ekor panjang dari waktu ke waktu agar populasi monyet ekor panjang tetap terjaga.


(50)

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H. S. 1990.Pengelolaan Satwa Liar. Buku. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. Bogor. 303 p.

. 2010.Teknik Pengelolaan Satwaliar Dalam Rangka

Mempertahankan Keanekaragaman Hayati Indonesia. Buku. IPB Press. Bogor. 368 p.

Aspinall, R. dan Pearson, D. 2000. Integrated geographical assessment of environmental condition in water catchments: lingking landscape ecology, environmental modelling dan GIS.Journal of Environmental Management.

59(4): 299-319.

Bahri, S., Djuwantoko, dan I. N. Ngariana. 1996. Komposisi jenis tumbuhan pakan kera ekor panjang (Macaca fascicularis) di habitat hutan jati.Biota.

1(2):1-8.

Bercovitch, F. B., dan M. A. Huffman. 1999. The Macaques. Pp 77-85 dalam:The Nonhuman Primates. Dolhinow P, Fuentes A, (editor). Buku. Mayfield Publishing. California. 340 p.

Bismark, M. 2011.Prosedur Operasi Standar untuk Survey Keragaman Jenis pada Kawasan Konservasi. Buku. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. 40 p.

Crocket, C. M., dan W. L. Wilson. 1978. The Ecological Sepreation ofmacaca nemestrinaandmacaca fascicularisin Sumatra. Pp 148-181 dalam:The Macaques: Studi in ecology, behavior, and evolution. Buku. Linburg D.G. (editor). Van Nostrand Reinhold. New York. 384 p.

Departemen Kehutanan. 2002.Data dan Informasi Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Buku. Departemen Kehutanan. Jakarta. 42 p.

Fakhri, K., B. Priyono, dan M. Rahayuningsih. 2012. Studi awal populasi dan distribusiMacaca fascicularisRaffles di Cagar Alam Ulolanang.Unnes J Life Sci.1(2): 119-125.


(52)

49

Febrian, F., dan Solikhah. 2013. Analisis spasial kejadian penyakit leptospirosis di Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2011.

Kesmas.7(1):7-13.

Geoghegan, J., Wainger, L. A., dan Bockstael, N. E. 1997. Spatial landscape indicies in a hedonic framework: an ecological economics analysis using GIS.Ecological Economics.23(3): 251-264.

Gumert, M. D., Rachmawan, D., Iskandar, E., dan Pamungkas, J. 2012. Populasi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah.Jurnal Primatologi Indonesia.9(1): 3-12. Hadi, I., B. Suryobroto, dan D. Perwitasari-Farajallah. 2007. Food preference of

semiprovisioned macaques based on feeding duration and foraging party size.Hayati.14:13-17.

Hambali, K., A. Ismail, dan B. M. Md-Zain. 2012. Daily activity budget of long-tailed macaques (Macaca fascicularis) in Kuala Selangor Nature Park.

IJABS-IJENS.12(04): 47-52.

Hebblewhite, M. dan Haydon, D. T. 2010. Distinguishing technology from biology: a critical review of the use of GPS telemetry data in ecology.Phil. Trans. R. Soc. B.365:2303-2312.

IUCN, The World Conservation Union. 2007. Pedoman dan Metodologi Rapid Assessement untuk Kerusakan Ekosistem Darat Pesisir Akibat Tsunami. Buku. IUCN Publications Services Unit. Cambridge. 24 p.

Kementerian Kehutanan. 2014.Peta Penetapan Kawasan Hutan Cagar Alam/Taman Wisata Alam Sibolangit. Kementerian Kehutanan. Jakarta. Kamilah, S. N., Fitria, R. S., Jarulis, dan Syarifuddin. 2013. Jenis-jenis tumbuhan

yang dimanfaatkan sebagai makanan olehMacaca fascicularis(Raffles, 1821) di Taman Hutan Raya Rajolelo Bengkulu.Jurnal Ilmiah Konservasi Hayati J Biosci.9(1): 1-6.

Kemp, N. J., dan J. B. Burnett. 2003.Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Nugini: Penilaian dan Penatalaksanaan Resiko terhadap

Keanekaragaman Hayati.Ninil R. M., Purwandari M. M. O., Tuka J. M., Kemp N. J., (penerjemah). Buku. Indo-Pacific Conservation Alliance. Washington D. C. 112 p.

Kyes, R. C., D. Sajuthi, W. R. Morton, O. A. Smith, R. P. A. Lelana, J.

Pamungkas, D. Iskandriati, E. Iskandar, dan C. M. Crockett. 1997. Sepuluh tahun pengelolaan: fasilitas penangkaran habitat alami Pulau Tinjil.Jurnal Primatologi.1(1):1-8.


(53)

50

Latif, A. 2014. Desain sistem informasi geografis pemetaan dan letak kawasan hutan lindung Kabupaten Merauke.Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha.

3(3):248-266.

Lekagul, B. dan J. A. McNeely. 1977.Mammals of Thailand. Buku. Kurusapha Ladprao Press, Sahakarnbhat Co. Bangrak. Bangkok. 758 p.

Lindburg, D. G. 1980.The Macaques: Studies in Ecology, Behaviour and Evolution.Buku. Van Nostrand Reinhold Company. New York. 384 p. Malaivijitnond, S. dan Y. Hamada. 2008. Current situation and status of

long-tailed macaques (Macaca fascicularis) in Thailand.The Natural History Journal of Chulalongkorn University.8(2): 185-204.

Medway, L. 1969.The Wild Mammals of Malaya and Offshore Island Incluiding Singapore.Buku. Oxford University Press. Kuala Lumpur. 127 p.

. 1978. TheWild Mammals of Malayan and Singapore. Buku. Oxford University Press. Kuala Lumpur. 128 p.

Napier, J. R. dan P. H. Napier. 1967.A Handbook of Living Primates: Morfology, Ecology and Behaviour of Nonhuman Primates. Buku. Academic Press. London. 456 p.

Poirier, F. E. dan E. O. Smith. 1974. The crab-eating macaque (Macaca

fascicularis) of Angaur Island, Palau, Micronesia.Folia Primatology.22: 258-306.

Primack, R. B., J. Supriatna, M. Indrawan, dan P. Kramadibrata. 1998.Biologi Konservasi. Buku. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 345 p.

Pringgoseputro, S. dan B. Srigandono. 1990.Ekologi Umum.Buku. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1140 p.

Putra, I. G. A. A., A. Fuentes, K. G. Suaryana, dan A. L. T. Rompis. 2000. Perilaku makan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Wenara Wana, Pedangtegal, Ubud, Bali. DalamProsiding Seminar Primatologi Indonesia, Yogyakarta 7 September 2000. Prosiding. UGM . Yogyakarta. 256 p.

Putra, I. G. A. A., I. N. Wandia, I. G. Soma, dan D. Sajuthi. 2006. Indeks massa tubuh dan morfometri monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Bali.

Jurnal Veteriner.7:119-124.

Raffles, T. S. 1821.Systematic Review of Southeast Asian Longtail Macaques, Macaca fascicularis. Buku. Field Museum of Natural History. Chicago. 228 p.


(54)

51

Rahmawaty. 2004.Studi Keanekaragaman Mesofauna Tanah di Kawasan Hutan Wisata Alam Sibolangit. e-USU Repository. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan. 17 p.

Richards, C. dan Host, G. 1994. Examining land use influences on stream habitats and macroinvertebrates: a GIS approach.Journal of the American Water Resources Association.30(4): 729-738.

Risdiyansyah, S. P. Harianto, dan N. Nurcahyani. 2014. Studi populasi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Condong Darat Desa Rangai Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan.Jurnal Sylva Lestari.

2(1):41-48.

Roonwal, M. L. dan S. M. Mahnot. 1997.Primates of South Asia : Ecology, Sociobiology and Bahaviour. Buku. Harvard University Press. London. 421 p.

Santoso, N. 1996. Analisis habitat dan potensi pakan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis,Raffles) di Pulau Tinjil.Media Konservasi.5(1):5-9. Samingan, T. 1993.Dasar-Dasar Ekologi. Buku. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta. 697 p.

Siswanda, A. 2007.Rahasia 90 tahun Cagar Alam Sibolangit.

https://andiwana.wordpress.com/2007/02/28/rahasia-90-tahun-cagar-alam-sibolangit.html. Diakses pada 24 April 2014.

Smith J. B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988.Pemeliharaan, Pembiaakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis.Buku. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 276 p.

Soehartono, T. dan A. Mardiastuti. 2003.Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. Buku. JICA. Jakarta. 373 p.

Subiarsyah, M. I., I. G. Soma, dan I. K. Suatha. 2014. Struktur populasi monyet ekor panjang di kawasan Pura Batu Pageh, Ungasan, Badung, Bali.

Indonesia Medicus Veterinus.3(3): 183-191.

Sukabudhi, G. 1993.Studi Penampilan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Unit Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 78 p.

Supriatna, J. dan E. H. Wahyono. 2000.Panduan Lapangan Primata Indonesia. Buku. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 332 p.


(55)

52

Tomkiewicz, S. M., Fuller, M. R., Kie, J. G., dan Bates, K. K. 2010. Global positioning system and associated technologies in animal behaviour and ecological research.Phil. Trans. R. Soc. B.365: 2163-2176.

Wheatley, B. P., R. Stephenson, dan H. Kurashina. 1999.The Effects of Hunting on the Longtailed Macaques of Ngeaur Island, Palau. DalamThe

Nonhuman Primates.Dolhinow, P and A. Fuentes (editor).Buku. Mayfield Publishing, California. 340 p.


(1)

(2)

Alikodra, H. S. 1990.Pengelolaan Satwa Liar. Buku. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. Bogor. 303 p.

. 2010.Teknik Pengelolaan Satwaliar Dalam Rangka

Mempertahankan Keanekaragaman Hayati Indonesia. Buku. IPB Press. Bogor. 368 p.

Aspinall, R. dan Pearson, D. 2000. Integrated geographical assessment of environmental condition in water catchments: lingking landscape ecology, environmental modelling dan GIS.Journal of Environmental Management.

59(4): 299-319.

Bahri, S., Djuwantoko, dan I. N. Ngariana. 1996. Komposisi jenis tumbuhan pakan kera ekor panjang (Macaca fascicularis) di habitat hutan jati.Biota.

1(2):1-8.

Bercovitch, F. B., dan M. A. Huffman. 1999. The Macaques. Pp 77-85 dalam:The Nonhuman Primates. Dolhinow P, Fuentes A, (editor). Buku. Mayfield Publishing. California. 340 p.

Bismark, M. 2011.Prosedur Operasi Standar untuk Survey Keragaman Jenis pada Kawasan Konservasi. Buku. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. 40 p.

Crocket, C. M., dan W. L. Wilson. 1978. The Ecological Sepreation ofmacaca nemestrinaandmacaca fascicularisin Sumatra. Pp 148-181 dalam:The Macaques: Studi in ecology, behavior, and evolution. Buku. Linburg D.G. (editor). Van Nostrand Reinhold. New York. 384 p.

Departemen Kehutanan. 2002.Data dan Informasi Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Buku. Departemen Kehutanan. Jakarta. 42 p.

Fakhri, K., B. Priyono, dan M. Rahayuningsih. 2012. Studi awal populasi dan distribusiMacaca fascicularisRaffles di Cagar Alam Ulolanang.Unnes J Life Sci.1(2): 119-125.


(3)

49

Febrian, F., dan Solikhah. 2013. Analisis spasial kejadian penyakit leptospirosis di Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2011.

Kesmas.7(1):7-13.

Geoghegan, J., Wainger, L. A., dan Bockstael, N. E. 1997. Spatial landscape indicies in a hedonic framework: an ecological economics analysis using GIS.Ecological Economics.23(3): 251-264.

Gumert, M. D., Rachmawan, D., Iskandar, E., dan Pamungkas, J. 2012. Populasi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah.Jurnal Primatologi Indonesia.9(1): 3-12. Hadi, I., B. Suryobroto, dan D. Perwitasari-Farajallah. 2007. Food preference of

semiprovisioned macaques based on feeding duration and foraging party size.Hayati.14:13-17.

Hambali, K., A. Ismail, dan B. M. Md-Zain. 2012. Daily activity budget of long-tailed macaques (Macaca fascicularis) in Kuala Selangor Nature Park.

IJABS-IJENS.12(04): 47-52.

Hebblewhite, M. dan Haydon, D. T. 2010. Distinguishing technology from biology: a critical review of the use of GPS telemetry data in ecology.Phil. Trans. R. Soc. B.365:2303-2312.

IUCN, The World Conservation Union. 2007. Pedoman dan Metodologi Rapid Assessement untuk Kerusakan Ekosistem Darat Pesisir Akibat Tsunami. Buku. IUCN Publications Services Unit. Cambridge. 24 p.

Kementerian Kehutanan. 2014.Peta Penetapan Kawasan Hutan Cagar Alam/Taman Wisata Alam Sibolangit. Kementerian Kehutanan. Jakarta. Kamilah, S. N., Fitria, R. S., Jarulis, dan Syarifuddin. 2013. Jenis-jenis tumbuhan

yang dimanfaatkan sebagai makanan olehMacaca fascicularis(Raffles, 1821) di Taman Hutan Raya Rajolelo Bengkulu.Jurnal Ilmiah Konservasi Hayati J Biosci.9(1): 1-6.

Kemp, N. J., dan J. B. Burnett. 2003.Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Nugini: Penilaian dan Penatalaksanaan Resiko terhadap

Keanekaragaman Hayati.Ninil R. M., Purwandari M. M. O., Tuka J. M., Kemp N. J., (penerjemah). Buku. Indo-Pacific Conservation Alliance. Washington D. C. 112 p.

Kyes, R. C., D. Sajuthi, W. R. Morton, O. A. Smith, R. P. A. Lelana, J.

Pamungkas, D. Iskandriati, E. Iskandar, dan C. M. Crockett. 1997. Sepuluh tahun pengelolaan: fasilitas penangkaran habitat alami Pulau Tinjil.Jurnal Primatologi.1(1):1-8.


(4)

Latif, A. 2014. Desain sistem informasi geografis pemetaan dan letak kawasan hutan lindung Kabupaten Merauke.Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha.

3(3):248-266.

Lekagul, B. dan J. A. McNeely. 1977.Mammals of Thailand. Buku. Kurusapha Ladprao Press, Sahakarnbhat Co. Bangrak. Bangkok. 758 p.

Lindburg, D. G. 1980.The Macaques: Studies in Ecology, Behaviour and Evolution.Buku. Van Nostrand Reinhold Company. New York. 384 p. Malaivijitnond, S. dan Y. Hamada. 2008. Current situation and status of

long-tailed macaques (Macaca fascicularis) in Thailand.The Natural History Journal of Chulalongkorn University.8(2): 185-204.

Medway, L. 1969.The Wild Mammals of Malaya and Offshore Island Incluiding Singapore.Buku. Oxford University Press. Kuala Lumpur. 127 p.

. 1978. TheWild Mammals of Malayan and Singapore. Buku. Oxford University Press. Kuala Lumpur. 128 p.

Napier, J. R. dan P. H. Napier. 1967.A Handbook of Living Primates: Morfology, Ecology and Behaviour of Nonhuman Primates. Buku. Academic Press. London. 456 p.

Poirier, F. E. dan E. O. Smith. 1974. The crab-eating macaque (Macaca

fascicularis) of Angaur Island, Palau, Micronesia.Folia Primatology.22: 258-306.

Primack, R. B., J. Supriatna, M. Indrawan, dan P. Kramadibrata. 1998.Biologi Konservasi. Buku. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 345 p.

Pringgoseputro, S. dan B. Srigandono. 1990.Ekologi Umum.Buku. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1140 p.

Putra, I. G. A. A., A. Fuentes, K. G. Suaryana, dan A. L. T. Rompis. 2000. Perilaku makan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Wenara Wana, Pedangtegal, Ubud, Bali. DalamProsiding Seminar Primatologi Indonesia, Yogyakarta 7 September 2000. Prosiding. UGM . Yogyakarta. 256 p.

Putra, I. G. A. A., I. N. Wandia, I. G. Soma, dan D. Sajuthi. 2006. Indeks massa tubuh dan morfometri monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Bali.

Jurnal Veteriner.7:119-124.

Raffles, T. S. 1821.Systematic Review of Southeast Asian Longtail Macaques, Macaca fascicularis. Buku. Field Museum of Natural History. Chicago. 228 p.


(5)

51

Rahmawaty. 2004.Studi Keanekaragaman Mesofauna Tanah di Kawasan Hutan Wisata Alam Sibolangit. e-USU Repository. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan. 17 p.

Richards, C. dan Host, G. 1994. Examining land use influences on stream habitats and macroinvertebrates: a GIS approach.Journal of the American Water Resources Association.30(4): 729-738.

Risdiyansyah, S. P. Harianto, dan N. Nurcahyani. 2014. Studi populasi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Condong Darat Desa Rangai Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan.Jurnal Sylva Lestari.

2(1):41-48.

Roonwal, M. L. dan S. M. Mahnot. 1997.Primates of South Asia : Ecology, Sociobiology and Bahaviour. Buku. Harvard University Press. London. 421 p.

Santoso, N. 1996. Analisis habitat dan potensi pakan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis,Raffles) di Pulau Tinjil.Media Konservasi.5(1):5-9. Samingan, T. 1993.Dasar-Dasar Ekologi. Buku. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta. 697 p.

Siswanda, A. 2007.Rahasia 90 tahun Cagar Alam Sibolangit.

https://andiwana.wordpress.com/2007/02/28/rahasia-90-tahun-cagar-alam-sibolangit.html. Diakses pada 24 April 2014.

Smith J. B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988.Pemeliharaan, Pembiaakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis.Buku. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 276 p.

Soehartono, T. dan A. Mardiastuti. 2003.Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. Buku. JICA. Jakarta. 373 p.

Subiarsyah, M. I., I. G. Soma, dan I. K. Suatha. 2014. Struktur populasi monyet ekor panjang di kawasan Pura Batu Pageh, Ungasan, Badung, Bali.

Indonesia Medicus Veterinus.3(3): 183-191.

Sukabudhi, G. 1993.Studi Penampilan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Unit Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 78 p.

Supriatna, J. dan E. H. Wahyono. 2000.Panduan Lapangan Primata Indonesia. Buku. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 332 p.


(6)

Tomkiewicz, S. M., Fuller, M. R., Kie, J. G., dan Bates, K. K. 2010. Global positioning system and associated technologies in animal behaviour and ecological research.Phil. Trans. R. Soc. B.365: 2163-2176.

Wheatley, B. P., R. Stephenson, dan H. Kurashina. 1999.The Effects of Hunting on the Longtailed Macaques of Ngeaur Island, Palau. DalamThe

Nonhuman Primates.Dolhinow, P and A. Fuentes (editor).Buku. Mayfield Publishing, California. 340 p.