Isolasi dan pengklonan fragmen cdna gen penyandi major facilitator superfamily (MFS) dari melastoma affine

ISOLASI DAN PENGKLONAN FRAGMEN cDNA GEN
PENYANDI MAJOR FACILITATOR SUPERFAMILY (MFS)
DARI Melastoma affine L.

WIDYARTINI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Isolasi dan Pengklonan Fragmen cDNA
Gen Penyandi Major Facilitator Superfamily (MFS) dari Melastoma affine L.
adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Bogor, Januari 2007

Widyartini
NRP. P055030071

ABSTRAK
WIDYARTINI. Isolasi dan Pengklonan Fragmen cDNA Gen Penyandi Major
Facilitator Superfamily (MFS) dari Melastoma affine L. Di bimbing oleh
SUHARSONO DAN MUHAMMAD JUSUF.
Beberapa sistem transpor pada membran terbukti berperan penting bagi
sifat ketahanan terhadap senyawa toksik alami dan xenobiotik pada bakteri
maupun eukariot. Salah satu sistem transpor adalah Major Facilitator
Superfamily (MFS) yang memiliki kisaran substrat luas yang meliputi antibiotik,
obat, polisakarida, gula, asam amino, logam berat dan molekul-molekul lainnya.
MFS merupakan sistem transpor sekunder aktif berupa polipeptida tunggal dan
berfungsi untuk mentranspor molekul-molekul atau solut berukuran kecil dengan
menggunakan gradien ion kemiosmosis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi, mengklon dan melakukan
karakterisasi gen penyandi MFS dari Melastoma affine L. yang diduga memiliki
kontribusi dalam ketahanan terhadap cekaman asam dan aluminium. Penelitian

dilakukan melalui beberapa tahap yaitu isolasi RNA total, sintesis cDNA total
melalui transkripsi balik, isolasi fragmen cDNA Mfs dari M. affine dengan PCR,
pengklonan fragmen cDNA Mfs M. Affine (MaMfs) ke dalam plasmid pGEM®–T
Easy, transformasi genetik Escherichia coli DH5α dengan vektor rekombinan,
analisis cDNA sisipan dan analisis urutan nukleotida MaMfs. Dalam penelitian
ini kami berhasil mendapatkan fragmen cDNA Mfs M. affine berukuran 511 pb
yang menyandikan 168 asam amino. Analisis situs enzim restriksi pada fragmen
MaMfs menunjukkan bahwa fragmen MaMfs mempunyai beberapa situs restriksi
tetapi tidak mempunyai situs restriksi EcoR1.
Analisis kesejajaran lokal berdasarkan urutan nukleotida menggunakan
program BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) menunjukkan bahwa
fragmen MaMfs mempunyai kesamaan 74% dengan bagian coding sequence
(cds) Arabidopsis thaliana (AY056374), 73% dengan klon mth2-61c11
Medicago truncantula (AC148655) pada bagian cds 29835-35720 yang
menyandi Major Facilitator Superfamily (MFS_1) dan 71% dengan bagian
mRNA (complete cds) yang menyandi tetracycline resistance efflux protein like
protein (MFS_1) dari A. thaliana (AK230262). Analisis kesejajaran berdasarkan
urutan asam amino yang dideduksi dari cDNA Mfs menunjukkan bahwa fragmen
MaMFS mempunyai kesamaan 80% dengan bagian MFS_1 dari M. truncantula
(Q1S1V4), 77% dengan bagian hypotetical protein A. thaliana (O82747), 73%

dengan OsMFS_1 dari padi (Q7XTZ1), 73% dengan bagian MFS_1
M. truncantula (Q2HV19), 73% dengan bagian tetracycline resistance efflux
protein like protein (MFS_1) A. thaliana (Q9LQ03), 30% dengan bagian
putative MFS multidrug efflux pump (MFS_1) dari bakteri Yersinia
pseudotuberculosis (Q66DU6) dan 30% dengan bagian multidrug efflux
transporter (MFS_1) dari bakteri Wollinela succinogenes (Q1Q9B7). Hasil
analisis kesejajaran asam amino fragmen MaMFS yang terdiri dari 168 asam
amino dengan MtMFS menunjukkan bahwa fragmen MaMFS sejajar dengan
MtMFS pada asam amino ke-209 sampai asam amino ke-375. Fragmen MaMFS
memiliki 4 domain putatif transmembran yaitu TM6, TM7, TM8 dan TM9
dimana domain TM6 dan TM7 menentukan fungsi protein dan domain TM8 dan
TM9 menentukan spesifisitas substrat.

ABSTRACT
WIDYARTINI. Isolation and Cloning of cDNA Fragment of Gene Encoding for
Major Facilitator Superfamily (MFS) from Melastoma affine L. Under the
direction of SUHARSONO and MUHAMMAD JUSUF.
Many membrane transport systems have been demonstrated to play an important
role in both bacteria and eucaryotes by confering resistance to a wide range of natural
toxic compounds and xenobiotic. One of them is Major Facilitator Superfamily

transporters (MFS) that have a broad substrate range including unrelated chemicals such
as sugars, inorganic ions, heavy metals, peptides, amino acids, oligopeptides,
polysaccharides, proteins and drugs. MFS transporters are single-polypeptide secondary
carriers active capable of transporting small solutes in response to chemiosmotic ion
gradien.
The objective of this experiment is to isolate, clone and characterize the gene
encoding MFS from Melastoma affine L. This protein is supposed to have contribution in
Al and acid stress resistance in M. affine. M. affine grows well in acid soil with high level
of soluble aluminum. We started our study by total RNA isolation. Total cDNA had been
generated from the total RNA as template by reverse transcription. By PCR technique,
the cDNA fragment of MFS from M. affine (MaMfs) had been succesfully isolated by
using total RNA as template and specific primer of Mfs that designed from ZmMfs from
Zea mays and Mfs from Medicago truncantula. The MaMfs fragment was inserted into
pGEM®–T Easy plasmid, then the recombinant plasmid was introduced into Escherichia
coli DH5α. Sequencing of the fragment MaMfs by using ABI Prism 310 automated DNA
sequencer showed that the MaMfs fragment is about 511 bp in size that encoding 168
amino acids. Enzym restriction sites analysis of the MaMfs fragment showed that the
fragment MaMfs contains some restriction sites but it does not contain EcoR1 restriction
site.
Nucleotide allignment analysis using BLASTn program showed that MaMfs

fragment is 74% identical to complete coding sequence (cds) Arabidopsis thaliana
(AY056374), 73% to part of MtMfs from Medicago truncantula (AC148655) and 71% to
part of tetracycline resistance efflux protein like protein (MFS_1) from
A. thaliana (AK230262). Amino acids allignment analysis using BLASTp program
shows that MaMFS fragment is 80% identical to MFS_1 from M. truncantula (Q1S1V4),
77% to hypotetical protein A. thaliana (O82747), 73% to OsMFS_1 from rice (Q7XTZ1),
73% to tetracycline resistance efflux protein like protein (MFS_1) A. thaliana
(Q9LQ03), 30% to putative MFS multidrug efflux pump (MFS_1) from Yersinia
pseudotuberculosis bactery (Q66DU6) and 30% to multidrug efflux transporer (MFS_1)
from Wollinela succinogenes bactery (Q1Q9B7). Allignment with MtMFS showed that
the fragment MaMFS has four transmembrane-domain: TM6,TM7,TM8 and TM9. TM6
and TM7 domains are necessary for protein function and TM8 and TM9 domains are
participate in substrate determination.

ISOLASI DAN PENGKLONAN FRAGMEN cDNA GEN
PENYANDI MAJOR FACILITATOR SUPERFAMILY (MFS)
DARI Melastoma affine L.

WIDYARTINI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Judul Tesis

:

Isolasi dan Pengklonan Fragmen cDNA Gen Penyandi
Major Facilitator Superfamily (MFS) dari Melastoma
affine L.

Nama


:

Widyartini

NRP

:

P055030071

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Suharsono, DEA

Dr. Ir. Muhammad Jusuf

Ketua

Anggota


Diketahui

Ketua Program Studi Bioteknologi

Dr. Ir. Muhammad Jusuf

Tanggal Lulus:

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Segala puji saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul ” Isolasi dan
Pengklonan Fragmen cDNA Gen Penyandi Major Facilitator Superfamily (MFS)
dari Melastoma affine L” dapat diselesaikan. Penelitian ini dibiayai oleh Proyek
Hibah Penelitian Tim Pascasarjana Angkatan III dengan judul ”Isolasi dan

karakterisasi gen-gen yang berhubungan dengan toleransi tanaman terhadap pH
rendah dan aluminium tinggi atas nama Dr. Suharsono sebagai peneliti utama.
Selama proses penulisan karya ilmiah ini penulis mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Untuk itu penulis bermaksud menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Suharsono, DEA selaku Komisi Pembimbing atas bimbingan
dan arahannya.
2. Bapak Dr. M. Jusuf selaku Komisi Pembimbing atas bimbingan dan
arahannya
3. Ibu Dr. Ir. Utut Widyastuti Suharsono atas bimbingan dan arahannya.
4. Ibu Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas yang telah memberi masukan yang sangat
berarti dalam perbaikan tulisan ini
5. Papa, mama, adik-adik serta seluruh keluarga atas semua do’a, pengorbanan
dan kasih sayangnya.
6. Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB yang telah
menyediakan sarana dan prasarana untuk penelitian
7. Terakhir dan tak terlupakan terima kasih kepada Eve, Firdaus, Agt, Zendi,
Pak Mul, Mbak Pepy, Huda, Bahrelvi, Didi, Pak dan Bu Elfian, Pak Muzuni,
Bu Sri Lis, Budi Hebat, Poppi, Ammay serta semua pihak yang telah banyak
membantu dan tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Januari 2007
Widyartini

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 6 Juni 1979 dari ayah
I. Made Sudania, SH dan ibu Patmini A Ma Pd.

Penulis merupakan putri

pertama dari empat bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pemuliaan Tanaman,
Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB, lulus pada tahun 2001.
Pada tahun 2003, penulis diterima di Program Studi Bioteknologi pada Program
Pascasarjana IPB.
Penulis pernah bekerja di Perkebunan Kelapa Sawit Cipta Futura pada
tahun 2002 dan ditempatkan di Desa Muara Enim, Sumatera Selatan.


iii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................

v

DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..........................................................................................
Tujuan Penelitian ......................................................................................
Hipotesis ...................................................................................................

1
4
4

TINJAUAN PUSTAKA
Toksisitas dan Toleransi Aluminium pada Tanaman.............................. 5
Toksisitas Al ................................................................................... 5
Toleransi Al..................................................................................... 6
Major Facilitator Superfamily (MFS)..................................................... 9
Karakteristik Melastoma dan Toleransinya terhadap Aluminium .......... 13
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................
Bahan .....................................................................................................
Metode Penelitian ...................................................................................
Isolasi RNA total.............................................................................
Sintesis cDNA total melalui transkripsi balik.................................
Isolasi Fragmen cDNA MaMfs melalui PCR ................................
Pengklonan cDNA ke dalam vektor pGEM®-T Easy .....................
Transformasi genetik bakteri E. coli DH5α dengan vektor
rekombinan......................................................................................
Analisis cDNA sisipan ....................................................................
Analisis urutan nukleotida MaMfs ..................................................

19
21
22

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi RNA Total ...................................................................................
Sintesis cDNA Total ...............................................................................
Isolasi Fragmen cDNA MaMfs Melalui PCR .........................................
Pengklonan Fragmen MaMfs ke dalam Plasmid pGEM®-T Easy ..........
Analisis Fragmen MaMfs ........................................................................
Analisis Domain Fragmen MaMFS ........................................................
Analisis Hidrofobisitas Fragmen MaMFS ..............................................

23
24
25
26
28
36
40

15
15
16
17
18
19
19

SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................................. 42
Saran........................................................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 42
LAMPIRAN

iv

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Rendemen Isolasi RNA Total ................................................................. 23

2.

Matriks kesamaan urutan nukleotida fragmen MaMfs dan Mfs dari
organisme lainnya ................................................................................... 32

3.

Matriks kesamaan asam amino fragmen MaMFS dan MFS dari
organisme lainnya ................................................................................... 34

4.

Analisis domain transmembran menggunakan program
Tmpred versi 2.0 ..................................................................................... 37

5.

Kemiripan TM6, TM7, TM8 dan TM9 MaMFS dengan MtMFS,
AtMFS dan OsMFS ................................................................................ 38

v

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Topologi MFS transporter dengan 12 dan 14 domain transmembran .... 10

2.

MFS multidrug efflux transporter menggunakan gradien elektrokimia
transmembran dari proton atau ion sodium untuk mensekresi senyawa
toksik dan xenobiotik dari dalam sel....................................................... 11

3.

Melastoma affine L. ................................................................................ 13

4.

Vektor pengklonan pGEM® –T Easy...................................................... 15

5.

Tahapan isolasi dan pengklonan fragmen cDNA Mfs dari Melastoma
affine L .................................................................................................... 16

6.

RNA total yang terdapat pada ketiga sampel yaitu akar (1), daun
tua(2) dan daun pucuk (3) ....................................................................... 24

7.

Pita cDNA ekson1- ekson2 dari aktin yang dihasilkan dari PCR aktin
menggunakan cetakan cDNA dari sampel daun (1), daun pucuk (2)
dan akar (3) ............................................................................................. 24

8.

Pita fragmen cDNA MaMFS hasil amplifikasi dengan teknik PCR
menggunakan cetakan cDNA sampel daun (1) dan sampel akar (2) ...... 25

9.

Seleksi biru putih koloni E. coli DH5α hasil transformasi dengan
vektor pGEMT Easy pada media seleksi yang mengandung X-gal,
IPTG dan antibiotik ampisilin................................................................. 26

10.

Hasil PCR terhadap koloni E. coli DH5α (koloni putih) sebagai
cetakan .................................................................................................... 27

11.

Plasmid pGEMT Easy rekombinan utuh (1) dan hasil pemotongan
plasmid dengan enzim restriksi EcoR1 ................................................... 27

12.

Urutan nukleotida fragmen cDNA MaMfs dan deduksi asam
aminonya ................................................................................................. 28

13.

Situs pemotongan enzim restriksi endonuklease pada fragmen MaMfs
menggunakan program NEB Cutter........................................................ 29

14.

Filogenetik berdasarkan urutan nukleotida fragmen MaMfs dengan
Mfs dari organisme lainnya (angka menunjukkan jarak) ........................ 33

15.

Filogenetik berdasarkan asam amino fragmen MaMFS dengan MFS
dari organisme lainnya (angka menunjukkan jarak) ............................... 35

16.

Posisi fragmen MFS Melastoma (MaMFS) pada MFS Medicago
(MtMFS) berdasarkan hasil analisis kesejajaran asam amino ................ 36

17.

Analisis kesejajaran transmembran TM6, TM7, TM8 dan TM9
MaMFS dengan MtMFS, AtMFS dan OsMFS....................................... 38

18.

Motif domain fragmen MaMFS .............................................................. 40

vi
19.

Profil hidrofobisitas MFS M. truncantula............................................... 41

20.

Profil hirofobisitas fragmen MaMFS dan fragmen MFS
M. truncantula......................................................................................... 41

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Daftar asam amino dan polaritas...............................................................

49

2. Hasil sekuensing DNA sisipan (fragmen MaMfs) pada pGEM®-T Easy
menggunakan primer sp6 ..........................................................................

50

3. Hasil analisis penyejajaran urutan nukleotida fragmen MaMfs dengan
gen pada data GenBank menggunakan program Blast.............................

51

4. Hasil analisis kesejajaran lokal berdasarkan urutan nukleotida antara
MaMfs dengan MtMfs ...............................................................................

57

5. Hasil analisis penyejajaran urutan asam amino fragmen MaMFS
dengan data GenBank menggunakan program Blast ................................

58

6. Hasil analisis kesejajaran lokal berdasarkan urutan asam amino antara
MaMFS dengan MtMFS ...........................................................................

64

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi pertanian secara nasional
adalah melalui ekstensifikasi penanaman pada lahan marjinal yang belum
dimanfaatkan secara optimal di luar pulau Jawa. Salah satu lahan marjinal
adalah tanah podzolik merah kuning. Jenis tanah ini mendominasi lahan kering
yang ada di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya dengan penyebarannya yaitu
10.04 juta ha di Kalimantan Timur, 7.62 juta ha di Irian Jaya, 5.71 juta ha di
Kalimantan Barat, 4.81 juta ha di Kalimantan Tengah dan 2.27 juta ha di Riau
(Puslitbang Tanah 1999).
Permasalahan yang biasa ditemukan pada tanah podzolik merah kuning
adalah tingginya tingkat keasaman, pencucian hara (leaching), defisiensi unsur
hara Ca, Mg, K, P, N dan kelarutan aluminium tinggi yang dapat menyebabkan
keracunan bagi tanaman serta mudah mengalami erosi. Keracunan aluminium
merupakan faktor utama yang membatasi produktivitas tanaman pada tanah asam
dan meliputi 40% lahan pertanaman di dunia (Kochian 1995).
Usaha untuk mengatasi permasalahan keracunan aluminium tersebut salah
satunya adalah melalui perbaikan genetik tanaman. Untuk itu perlu dilakukan
isolasi gen-gen yang berperan dalam toleransi terhadap aluminium terutama dari
tanaman indikator tanah asam yang diharapkan akan lebih efektif dan menambah
sumberdaya genetik bagi sifat ketahanan ini.
Melastoma affine merupakan tanaman gulma yang tumbuh di daerah hutan
hujan tropis. Melastoma affine dapat tumbuh pada tanah asam dengan tingkat
kelarutan Al yang tinggi. Tumbuhan ini merupakan indikator tanah asam yang
dominan dan dapat mengakumulasi Al pada daunnya. Hasil penelitian Watanabe
et al. (2001) menunjukkan bahwa salah satu spesies dari Melastomaceae yaitu
Melastoma malabathricum L. mampu mengakumulasi Al lebih dari 10000 mg
kg-1 di dalam daun-daun tua dan lebih dari 7000 mg kg-1 di dalam daun-daun
muda dengan tidak menunjukkan keracunan Al. Oleh sebab itu, tumbuhan ini

2
memiliki mekanisme detoksifikasi Al secara internal dan dapat menjadi sumber
gen ketahanan terhadap cekaman asam dan Al tinggi.
Pada tanah dengan keasaman yang sangat tinggi, Al3+ dapat melewati
membran plasma baik melalui transpor protein yang secara normal berfungsi
dalam adsorpsi ion-ion mineral lainnya ataupun melalui fase-fluida dan adsorpsi
endositosis. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, Al3+ menghentikan
kanal ion yang terdapat pada membran plasma sel akar. Sebagai contoh adalah
Al3+ yang mengikat 107 kali lebih kuat ATP daripada Mg2+. Jumlah Al3+ kurang
dari nanomolar sekalipun dapat menghambat Mg2+ pada situs P (Martin 1988).
Berdasarkan bukti-bukti di atas, mekanisme transpor Al3+ tidak hanya terjadi
secara aktif melalui transporter primer aktif (primary active transporters) tetapi
juga melalui transporter sekunder aktif (secondary active transporter).
Kemungkinan bahwa tanaman akumulator Al memiliki mekanisme detoksifikasi
Al secara internal.
Walaupun banyak bukti yang menunjukkan keterkaitan asam organik
dalam mekanisme detoksifikasi Al secara internal dan eksternal pada tanaman,
ada beberapa spesies

yang menunjukkan mekanisme yang tidak berkaitan

dengan asam organik. Kultivar gandum yang sangat toleran Al (Atlas)
mempunyai mekanisme pelepasan fosfat sebagai mekanisme detoksifikasi Alnya (Pellet et al. 1996). Tanaman rumput-rumputan menghasilkan asam amino
non-protein yang disebut phytosiderophore yang mampu mendetoksifikasi Al
secara internal dengan cara mengkelat. Phytosiderophore dapat mengkelat Fe3+,
komplek divalen, kation polyvalen dan Al3+ dengan sangat efektif sehingga tidak
bersifat toksik lagi bagi tanaman saat terserap ke dalam sitoplasma (Kochian
1995). Bakteri juga mempunyai siderophore yang berfungsi dalam transpor Fe3+
yaitu enterobactin dan major facilitator superfamily (MFS) merupakan transporter
enterobactin pada yeast (Heymann et al. 2000)
Simmons et al. (2003) mengindikasikan bahwa MFS multidrug efflux
transporter pada jagung berperan dalam resistensi terhadap patogen, eksport dan
re-uptake K+, integritas membran dan viabilitas sel. Kultivar toleran Al mampu
meningkatkan

aktifitas

H+-ATPase

membran

plasma

yang

mengatur

keseimbangan ion proton antara di dalam dan di luar membran plasma sel,

3
sehingga terjadi depolarisasi di membran plasma dan secara berantai
mempengaruhi aktifitas metabolisme turunannya seperti aktifitas K-channel dan
Ca-transporter yang masing-masing berperan dalam proses detoksifikasi Al
(Kasai et al. 1993; Kinraide et al.1994; Sasaki et al. 1995; Kasai et al. 1995;
Huang et al. 1996; Larsen et al. 1998; Delhaize, 2004).
Fluconazole resistance 1 (FLR1) yang menyandi MFS transporter pada
fungi Candida albicans terlibat di dalam induksi CAP1 dan YAP1 yang berperan
dalam resistensi C. albicans dan S. cerevisiae terhadap senyawa toksik seperti
cycloheximide (CYH), 4-nitroquinoline N-oxide (4-NQO), kadmium dan
hidrogen peroksida sehingga hal ini mengindikasikan bahwa FLR1 merupakan
regulator transkripsi CAP1 dan YAP1 (Alarco et al. 1997). Oksida radikal (ROS,
reactive oxigen species) merupakan salah satu mekanisme yang muncul pertama
kali pada tanaman untuk mengatasi cekaman oksidatif khususnya untuk
reoksigenasi. Hidrogen peroksida (H2O2) dan superoksida (O2-) merupakan
contoh yang dihasilkan di sejumlah reaksi selular karena adanya cekaman
oksidatif. Reaktifitas Al juga dapat menyebabkan terbentuknya oksida radikal
(ROS, reactive oxigen species) yang beracun bagi sel.
Major Facilitator Superfamily merupakan transporter dengan kisaran
substrat yang luas sehingga memiliki spesifisitas fungsi yang luas (Van Bambeke
et al. 2000). Substrat MFS meliputi antibiotik, obat anti kanker dan anti HIV,
molekul amphiphilik hingga gula, asam amino, ion logam dan molekul-molekul
lainnya (Pao et al. 1998). Penelitian MFS pada organisme tingkat tinggi
khususnya pada tanaman masih sangat sedikit sehingga baru sebagian kecil MFS
yang ditemukan. Sebagian besar MFS telah ditemukan pada mikroorganisme dan
telah diketahui fungsinya. Beberapa fungsi MFS yang sudah diketahui yaitu
sebagai sistem transpor gula (Henderson et al. 1990), sistem transpor senyawa
toksin, obat (drug efflux) dan senyawa metabolit pada siklus Krebs (Griffith et al.
1992; Paulsen et al. 1997), sistem transpor fosfat yaitu sebagai phosphate
exchanger dan oligo sakarida (H+ simport permease) (Marger et al. 1993) serta
sebagai permease asam aromatik pada bakteri (Goffeau at al. 1997).
Berdasarkan peran MFS dalam berbagai mekanisme resistensi dan
luasnya kisaran substrat yang dikenalinya serta masih sedikit penelitian yang

4
dilakukan pada MFS tanaman, maka peran MFS dalam resistensi berbagai
senyawa toksik khususnya resistensi yang terkait dengan cekaman pH rendah
dan aluminium pada tanaman Melastoma sangat penting untuk diteliti.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yaitu isolasi dan pengklonan fragmen cDNA gen
penyandi Major Facilitator Superfamily dari Melastoma affine L. (MaMFS)
melalui teknik PCR.

Hipotesis
Fragmen cDNA gen penyandi MaMFS dapat diisolasi dengan teknik PCR
menggunakan primer spesifik MFSF dan MFSR yang didesain dari spesies lain.

TINJAUAN PUSTAKA

Toksisitas dan Toleransi Aluminium pada Tanaman
Toksisitas Al. Aluminium bukan unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman.
Pada saat kelarutan aluminium meningkat seiring dengan turunnya pH hingga di
bawah 5, unsur ini penting untuk diperhatikan karena menjadi toksik bagi tanaman.
Bentuk-bentuk aluminium di dalam tanah dapat berupa ion trivalen yaitu Al(H2O)63+
atau disebut Al3+, bentuk hidroksida seperti Al(OH)+2, Al(OH)2+, Al(OH)3,
Al(OH)4- atau berasosiasi dengan berbagai senyawa organik dan anorganik seperti
PO4-3, SO4-2,F-, asam-asam organik, protein dan lipid (Delhaize dan Ryan 1995).
Al3+ merupakan bentuk yang paling toksik dan mendominasi di lahan asam dengan
pH di bawah 4.5 (Matsumoto 2000).
Tanah asam terjadi karena adanya pencucian kation-kation basa dari tanah
yang dipicu oleh praktek-praktek pertanian dan adanya hujan asam (Kennedy 1992).
Untuk melihat pengaruh fitotoksik Al sebaiknya digunakan Al dalam bentuk Al3+,
pH media 4 dan kekuatan ioniknya rendah (Kinraide 1991)
Aluminium terlarut bereaksi dengan dinding dan membran sel akar serta
membatasi perluasan dinding sel sehingga menghentikan pemanjangan akar.
Terhentinya pemanjangan akar merupakan ciri utama dari toksisitas aluminium.
Jaringan akar merupakan bagian pertama dari tanaman yang mengalami keracunan
aluminium, terutama di ujung akar sehingga mengalami pemendekan dan menebal.
Akar menjadi berwarna kecoklatan terutama pada akar utama serta terjadi
pertumbuhan akar lateral yang gemuk dan pendek dengan percabangan yang tidak
bagus (Sasaki et al. 1994; Ryan et al. 1995).
Selain itu Al3+ juga dapat masuk ke sel melalui simplas setelah merusak
membran sel akar dan terkadang bereaksi dengan senyawa fosfor sehingga
mengganggu metabolisme fosfor pada tanaman. Akumulasi Al dalam sitoplasma
memberi asumsi bahwa toksisitas terjadi karena terbentuknya kompleks Al – ligan
(Ryan et al. 1995). Toksisitas aluminium melalui simplas disebabkan karena Al

6
mengikat sangat kuat senyawa donor O2 seperti Pi, nukleotida RNA, DNA, protein,
asam

karboksilat,

fosfolipid,

asam

poligalakturonik,

heteropolisakarida,

lipopolisakarida, flavanoid, antosianin dan lain-lain (Haug 1984; Martin 1986).
Konsentrasi Al yang kecil saja dalam simplas

berpotensi menjadi fitotoksik.

Sebagai contoh yaitu Al3+ mengikat 107 kali lebih kuat ATP daripada Mg2+. Jumlah
Al3+ pada tingkat nanomolar sekalipun dapat menghambat Mg2+ pada situs P
(Martin 1988). Aluminium juga diduga menghambat proses pembelahan sel dan
menghalangi metabolisme asam nukleat (yaitu menghalangi reproduksi bahan
genetik) pada tanaman (Helyar 1998). Menurut Matsumoto (1991) Al yang berada
dalam bentuk polimer (Al3+) memiliki muatan positif yang besar serta memiliki
banyak situs pengikatan. Polimer ini dapat mengikat fosfat pada kedua utas DNA
sehingga mengakibatkan gagalnya pemisahan DNA utas ganda saat proses replikasi.
Toleransi Al. Pada prinsipnya ada dua mekanisme toleransi tanaman terhadap
cekaman Al menurut Taylor (1991), yaitu : pertama mekanisme eksternal yakni
dengan mencegah Al masuk ke dalam simplas dan mencapai daerah metabolik yang
peka;

dan

yang

kedua

mekanisme

internal

yakni

dengan

imobilisasi,

kompartementasi atau detoksifikasi saat Al masuk ke dalam simplas.

Mekanisme

toleransi Al pada tanaman bervariasi baik antar maupun intra spesies.

Faktor

genetik berperan penting dalam menentukan toleransi tersebut. Toleransi Al pada
gandum (Triticum aestivum) dikendalikan oleh sejumlah kecil gen dominan mayor
dan gen-gen ini telah dimanfaatkan dalam program pemuliaan untuk membuat
kultivar yang toleransi terhadap cekaman Al (Johnson et al. 1997).
Percobaan tentang mekanisme toleransi Al yang dilakukan oleh beberapa
peneliti mengindikasikan beberapa hal yaitu :
(a) Perbedaan akumulasi Al di dalam jaringan akar berhubungan dengan perbedaan
sensitivitas tanaman terhadap Al. Tice et al. (1992), Ryan et al. (2001) dan Ma
et al. (2001) membuktikan bahwa tanaman gandum yang toleran terhadap Al
mengakumulasi Al lebih sedikit dalam sitoplasma dibanding tanaman yang
sensitif.

7
(b) Peningkatan akumulasi ion nitrat yang lebih tinggi dibandingkan kation
amonium dan induksi pH rizosfir lebih tinggi mendekati pH optimal untuk
pertumbuhan tanaman berhubungan dengan sifat tanaman yang lebih toleran
terhadap cekaman Al (Miyasaka et al. 1991)
(c) Kultivar toleran mencirikan suatu mekanisme menghilangkan aluminium dari
daerah sekitar akar yang disebabkan pengeluaran senyawa-senyawa asam
dikarboksilat atau pengeluaran asam organik seperti malat, oksalat, sitrat dan
fulfat propanoat seperti kaffeat untuk mengkelat Al sehingga toksisitasnya
menjadi rendah (Ojima et al. 1984; Ryan et al. 1995; Sopandie et al. 1996; de la
Funte et al. 1997; Ma et al. 1998; Zheng 1998; Matsumoto 2000). Beberapa
genotipe tanaman bersifat toleran terhadap cekaman Al karena mereka
melepaskan asam organik dari ujung akar. Beberapa asam organik memiliki
kemampuan untuk mengubah kompleks Al3+ menjadi bentuk yang tidak bersifat
toksik bagi tanaman, seperti pengkelatan Al sehingga akar terlindung dari
toksisitas Al (Hue et al. 1986)
(d) Kultivar toleran mampu meningkatkan aktifitas H+-ATPase membran plasma
yang mengatur keseimbangan ion proton antara di dalam dan luar membran
plasma sel sehingga terjadi depolarisasi di membran plasma dan secara berantai
mempengaruhi aktifitas metabolisme turunannya seperti aktifitas K-channel dan
Ca-transporter yang masing-masing berperan dalam proses detoksifikasi Al
(Kasai et al.1993; Kinraide et al. 1994; Sasaki et al. 1995; Kasai et al. 1995;
Huang et al. 1996; Larsen et al. 1998; Delhaize 2004)
Ada tiga jenis asam organik yang sering ditemukan dalam tanaman yang
toleran terhadap cekaman Al yaitu asam sitrat, asam oksalat dan asam malat.
Sebagai contoh respon tanaman terhadap cekaman Al yaitu gandum mengeluarkan
malat; snapbeans, jagung, Cassia toru dan kedelai melepas sitrat; buckwheat
(Fagopyrum esculentum) mengeluarkan oksalat dan Triticale, rapeseed, lobak, oats
dan rye mengeluarkan malat dan sitrat. Mekanisme toleransi terhadap cekaman Al
dengan menggunakan asam organik ini dibagi ke dalam dua bentuk yaitu

8
detoksifikasi eksternal dan internal bahkan beberapa spesies tanaman menggunakan
kedua bentuk mekanisme tersebut.
Beberapa tanaman dapat mengakumulasi Al pada daun dan akarnya tanpa
menunjukkan gejala keracunan. Spesies tanaman toleran Al ini mempunyai
mekanisme untuk mengubah Al dalam bentuk non toksik di dalam tanaman yaitu
mekanisme yang membiarkan Al masuk ke dalam tanaman dan melewati membran
kemudian baru mengubahnya menjadi bentuk non toksik. Teh dan hydrangea telah
dikenal sebagai akumulator Al. Daun teh tua dapat mengakumulasi Al hingga 30000
mg kg-1 pada berat kering dan akumulasi Al di daun hydrangea mencapai di atas
3000 mg

kg-1 (Ma et al. 1997). Beberapa tanaman seperti Melastoma

malabathricum dan Vaccinium macrocarpon yang beradaptasi baik pada pH rendah
mengakumulasi Al dalam level yang tinggi baik di daun maupun di akar (Osaki et
al. 1997).
Pada tanah dengan keasaman yang sangat tinggi, Al3+ dapat melewati
membran plasma baik melalui transpor protein yang secara normal berfungsi dalam
adsorpsi ion-ion mineral lainnya ataupun melalui fase-fluida dan adsorpsi
endositosis. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, Al3+menghentikan kanal
ion yang terdapat pada membran plasma sel akar. Berdasarkan bukti-bukti di atas,
mekanisme transpor Al3+ tidak hanya terjadi secara aktif melalui transporter aktif
primer (primary active transporters) tetapi juga melalui transporter aktif sekunder
(secondary active transporter) serta menunjukkan kemungkinan bahwa tanaman
akumulator Al memiliki mekanisme detoksifikasi Al secara internal.
Walaupun banyak bukti yang menunjukkan keterkaitan asam organik dalam
mekanisme toleransi Al pada tanaman, ada beberapa spesies yang menunjukkan
mekanisme yang tidak berkaitan dengan asam organik. Bachiaria decumbans, salah
satu jenis yang sangat toleran terhadap cekaman Al, tidak mengeluarkan asam
organik dalam merespon Al sehingga diyakini bahwa spesies ini pasti memiliki
mekanisme yang berbeda dalam menghadapi Al pada larutan tanah (Wenzl et al.
2001). Arabidopsis mutan (alr1) meningkatkan pH yang diinduksi oleh Al dengan
segera disekitar ujung akar yang dapat menurunkan aktivitas Al3+ (Dengenhardt et

9
al. 1998). Kultivar gandum yang sangat toleran Al (Atlas) mempunyai mekanisme
pelepasan fosfat sebagai mekanisme toleransi Al (Pellet et al. 1996). Berbeda
dengan pelepasan malat, pelepasan fosfat bersifat konstitutif tanpa dipengaruhi
adanya

induksi

Al

untuk

mengaktifkannya.

Tanaman

rumput-rumputan

menghasilkan asam amino non protein yang disebut phytosiderophore yang mampu
mengkelat Fe3+, komplek divalen, kation polyvalen dan Al3+ dengan sangat efektif
sehingga tidak bersifat toksik lagi bagi tanaman saat terserap ke dalam sitoplasma
(Kochian 1995). Pada bakteri ditemukan juga siderophore yang berfungsi dalam
transpor Fe3+ yaitu enterobactin dan major facilitator superfamily (MFS) merupakan
transporter enterobactin pada yeast (Heymann et al. 2000). Penemuan-penemuan ini
semakin menguatkan adanya mekanisme peningkatan toleransi Al selain dari
mekanisme pelepasan asam organik.

Major Facilitator Superfamily (MFS)
Major Facilitator Superfamily merupakan sistem transpor sekunder aktif
berupa polipeptida tunggal dan berfungsi untuk mentranspor molekul-molekul atau
solut berukuran kecil dengan menggunakan gradien ion kemiosmosis. MFS
termasuk dalam kelompok pompa effluks (efflux pump) yaitu protein transporter
yang berada pada membran sitoplasma sel dan bertanggung jawab dalam
pengeluaran senyawa toksik dan antibiotik ke luar sel. MFS diketahui berperan
dalam resistensi terhadap senyawa toksik alami dan senyawa xenobiotik lainnya
(Hayashi et al. 2002). Anggota MFS bisa merupakan simporter, uniporter atau
antiporter dan spesifisitasnya bisa luas maupun sempit, mulai dari antibiotik,
molekul amphiphilik hingga gula, asam amino, ion logam dan molekul-molekul
lainnya (Pao et al. 1998). MFS dicirikan dengan topologi protein yang mempunyai
12 domain transmembran (TM) meskipun beberapa MFS ditemukan memiliki 14
TM seperti yang disajikan pada Gambar 1 (Marger et al. 1993; Van Bambeke et al.
2000). Rubin et al. (1990) membuktikan bahwa MFS muncul akibat duplikasi

10
berulang intragenik 6 unit TM primordial sehingga dihasilkan 12 unit TM dalam
bentuk polipeptida tunggal.

Gambar 1. Topologi MFS transporter dengan 12 dan 14 domain transmembran

Penelitian MFS pada organisme tingkat tinggi dan tanaman masih sedikit
sehingga baru sebagian kecil MFS yang ditemukan. Sebagian besar MFS telah
ditemukan pada mikroorganisme (organisme tingkat rendah) dan telah diketahui
fungsinya. Beberapa fungsi MFS yang sudah diketahui adalah sebagai sistem
transpor gula (Henderson et al. 1990), sistem transpor senyawa toksin, obat (drug
efflux) dan senyawa metabolit pada siklus Kreb (Grifith et al. 1992; Paulsen et al.
1997), sistem transpor fosfat yaitu sebagai phosphate exchanger dan oligo sakarida
(H+ simport permease) (Marger et al. 1993) serta sebagai permease asam aromatik
pada bakteri (Goffeau at al. 1997).
Pao et al. (1998) telah mengelompokkan MFS ke dalam 17 famili yaitu: (1)
sugar porter family, (2) drug: H+ antiporter (14-spanner) (DHA14) drug efflux
family, (3) drug: H+ antiporter (12-spanner) (DHA12) drug efflux family, (4)
organophosphate:

inorganic

phosphate

antiporter

(OPA)

family,

(5)

+

oligosaccharide: H symporter (MHS) family, (7) fructose-galactose-glucose: H+
symporter (FGHS) family, (8) nitrate-nitrite porter (NNP) family, (9) phosphate: H+
symporter (PHS) family, (10) nucleoside: H+ symporter (NHS) family, (11) oxalate:
formate antiporte (OFA) family, (12) sialate: H+ symporter (SHS) family, (13)
monocarboxylate porter (MCP) family, (14) anion: cation symporter (ACS) family,

11
(15) aromatic acid: H+ symporter (AAHS) family, (16) unknown major facilitator
superfamily (UMF) family, (17) cyanate permease (CP) family. Masing-masing
famili mengenali dan mentranspor senyawa-senyawa yang strukturnya berbeda dan
menunjukkan bahwa filogenetik dari famili MFS tersebut berhubungan erat dengan
fungsinya.
Major Facilitator Superfamily merupakan transporter dengan kisaran
substrat yang luas sehingga memiliki spesifisitas fungsi yang luas (Van Bambeke et
al. 2000). Salah satu famili MFS yaitu MFS multidrug efflux transporter diketahui
berperan didalam resistensi terhadap antibiotik seperti tetrasiklin, quinolone,
methicilin dan phleomycin; obat anti HIV dan anti kanker seperti triazole derivative
flucanazole (FLC), methotrexate (MTX) dan benomyl; fungisida seperti
oxpaconazole (Kohli et al. 2001) dan logam berat seperti kadmium (Cd2+) (Li et al.
2001).
MFS multidrug efflux transporter menggunakan gradien elektrokimia
transmembran dari proton atau ion sodium untuk mensekresi senyawa toksik dan
xenobiotik dari dalam sel (Gambar 2). Meskipun demikian pada tanaman diduga
detoksifikasi senyawa toksik dan xenobiotik dilakukan tidak dengan mensekresinya
keluar sel tetapi mengirimnya ke dalam vakuola yang bertindak sebagai
kompartemen bagi senyawa -senyawa toksik dan xenobiotik tersebut.

Gambar 2. MFS multidrug efflux transporter menggunakan gradien elektrokimia
transmembran dari proton atau ion sodium untuk mensekresi senyawa toksik
dan xenobiotik dari dalam sel

12
MFS multidrug efflux transporter pada tanaman pertama kali ditemukan
pada jagung (Simmons et al. 2003). Simmons et al. (2003) mengindikasikan bahwa
MFS multidrug efflux transporter pada jagung berperan di dalam resistensi terhadap
patogen, eksport dan re-uptake K+, integritas membran dan viabilitas sel.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kultivar toleran Al mampu meningkatkan
aktifitas H+-ATPase membran plasma yang mengatur keseimbangan ion proton
antara di dalam dan di luar membran plasma sel, sehingga terjadi depolarisasi di
membran plasma dan secara berantai mempengaruhi aktifitas metabolisme
turunannya seperti aktifitas K-channel dan Ca-transporter yang masing-masing
berperan dalam proses detoksifikasi Al (Kasai et al. 1993; Kinraide et al. 1994;
Sasaki et al. 1995; Kasai et al. 1995; Huang et al. 1996; Larsen et al. 1998; Delhaize
2004)
Fluconazole resistance 1 (FLR1) yang menyandikan MFS transporter pada
fungi Candida albicans terlibat di dalam induksi CAP1 dan YAP1 yang berperan
dalam resistensi C. albicans dan S. cerevisiae terhadap senyawa toksik seperti
cycloheximide (CYH), 4-nitroquinoline N-oxide (4-NQO), kadmium dan hidrogen
peroksida sehingga hal ini mengindikasikan bahwa FLR1 merupakan regulator
transkripsi CAP1 dan YAP1 (Alarco et al. 1997). Hidrogen peroksida merupakan
salah satu oksida radikal (ROS, reactive oxigen species) yang dihasilkan pada
sejumlah reaksi selular dan merupakan salah satu mekanisme yang muncul pertama
kali pada tanaman untuk mengatasi stress oksidatif khususnya untuk reoksigenasi.
Stress oksidatif disebabkan oleh berbagai faktor lingkungan diantaranya stress UV,
serangan patogen (reaksi hipersensitif), herbisida dan kekurangan oksigen (Blokhina
et al. 2002). Reaktifitas Al juga dapat menyebabkan terbentuknya oksida radikal
(ROS, reactive oxigen species) yang beracun bagi sel.
Protein MFS yang terkonservasi terdiri dari 12 simpul/helik transmembran
(TM) di semua transporter MFS. Meski demikian spesifisitas fungsinya ditentukan
pada variasi asam amino pada bagian pengikatan substrat (Vardy et al. 2004).
Bagian terkonservasi dari MFS yaitu pada domain TM 2 dan TM 3 yang
menentukan fungsi transpor MFS secara umum (Yamaguchi et al. 1992) dan domain

13
TM5 yang menentukan fungsi MFS sebagai antiporter. Bagian variasi diantaranya
yaitu domain TM8 dan TM9 yang menentukan spesifisitas substrat (Ditty et al.
1999) dan pusat simpul yang panjang yang terletak di antara domain TM6 dan TM 7
berperan penting dalam menentukan fungsi protein (Weinglass et al. 2000).

Karakteristik Melastoma dan Toleransinya terhadap Aluminium
Melastoma affine D. Don atau disebut juga Melastoma malabathricum L.
(Meyer 1999) (Gambar 3) merupakan tanaman yang termasuk dalam super divisi
Spermatophyta (tanaman berbiji), divisi Magnoliophyta (tanaman berbunga), group
dikotil, famili Melastomataceae dan merupakan tanaman perennial serta mempunyai
kebiasaan tumbuh sebagai herba dengan tinggi mencapai 3 m dengan bunga
berwarna ungu terang atau keunguan serta buah yang berisi biji-biji kecil berwarna
ungu tua atau hitam yang secara alami digunakan sebagai sistem perbanyakannya
(USDA 2004).

Gambar 3. Melastoma affine L.

Melastoma malabathricum L. merupakan tanaman pengakumulasi Al berkayu
yang berkembang di Asia Tenggara pada tanah asam dengan tingkat konsentrasi Al
tinggi dan miskin hara (Watanabe & Osaki 2002). Melastoma malabathricum L.
dapat mengakumulasi Al lebih dari 10000 mg kg-1 di dalam daun-daun yang tua dan

14
lebih dari 7000 mg kg-1 di dalam daun-daun yang muda (Watanabe & Osaki 2001).
Pada daun Melastoma, Al ditemukan berada di dalam sel epidermal atas dan juga
didistribusikan di dalam sel mesofil sedangkan pada akar Al ditemukan pada semua
jaringan akar terutama dalam epidermis dan endodermis. Selanjutnya Watanabe dan
Osaki (2003) menemukan bahwa Al mampu menembus jaringan endodermis dan
masuk ke pembuluh xilem yang kemudian ditimbun di daun Melastoma. Buktibukti ini menunjukkan bahwa Melastoma memiliki kemampuan menyerap Al,
memobilisasi dan menimbunnya di daun tanpa menimbulkan masalah kelainan
fisiologis. Bentuk Al terlarut yang ditemukan di dalam jaringan Melastoma
diidentifikasikan sebagai Al monomerik, Al-oksalat, Al-(oksalat)2 dan Al-(oksalat)3
(Watanabe et al. 1998).
Selain tahan terhadap cekaman Al, pertumbuhan Melastoma juga dipacu
oleh Al (Watanabe et al. 2001a). Mekanisme induksi pertumbuhan Melastoma oleh
Al ini masih belum jelas. Cekaman Al pada tanaman toleran akan menginduksi
sejumlah gen untuk menghindari pengaruh ion Al. Pada Melastoma, gen-gen ini
diduga tidak hanya berperan dalam mendetoksifikasi Al, akan tetapi juga berperan
dalam

menginduksi

hormon

pertumbuhan.

Sebagaimana

telah

diketahui

pertumbuhan tanaman diatur oleh hormon pertumbuhan seperti auksin, sitokinin dan
ABA (Wareing & Philips 1981).
Mekanisme translokasi dan akumulasi Al di dalam Melastoma mungkin
sama dengan buckwheat. Ma dan Hiradate (2000) menunjukkan bahwa bentuk Al
untuk translokasi dari akar ke tajuk di dalam buckwheat adalah kompleks Al-sitrat
yang merupakan bentuk yang sama dalam Melastoma. Kelebihan oksalat membuat
presipitasi dengan Ca di dalam sitoplasma akar dan xilem menghambat signal
transduksi dan translokasi Ca, yang berarti bahwa bentuk Al untuk translokasi
bukanlah Al-oksalat tetapi Al-sitrat di dalam spesies akumulator Al. Kandungan
asam sitrat pada pembuluh xilem M. malabathricum mengalami peningkatan dengan
adanya perlakuan Al sedangkan asam malat, asam suksinat, dan α-ketoglutarat
menurun (Watanabe & Osaki 2002).

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2005 sampai Mei 2006 di
Laboraturium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman dan di Laboratorium
Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB.

Bahan
Bahan yang digunakan adalah daun dan akar tumbuhan melastoma
(Melastoma affine) yang tumbuh di lahan asam Jasinga Bogor Jawa Barat.
Primer spesifik untuk gen penyandi MFS yang didesain berdasarkan cDNA
Zm-MFS dari Zea mays dan Mt-Mfs dari Medicago truncantula dengan primer
forward (MFSF) “GAAAAATGCAATTCTCTTCA” dan primer reverse
(MSFR)

“GAAGCTTAGACCGATTAAC”

digunakan

untuk

mengisolasi

fragmen MFS dari Melastoma.
Primer

ActF

“ATGGCAGATGCCGAGGATAT”

dan

ActR

“CAGTTGTGCGACCACTTGCA” digunakan untuk mengamplifikasi cDNA
ekson1 – ekson2 dari aktin Glycine max (Ac.V00450). cDNA ekson1 – ekson2
dari aktin digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi kemurnian RNA total dan
cDNA total dari kontaminan DNA genom. Plasmid pGEM® –T Easy digunakan
sebagai vektor pengklonan (Gambar 4). E. coli galur DH5α digunakan sebagai
sel inang dari plasmid rekombinan.

Gambar 4. Vektor pengklonan pGEM® –T Easy

16
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap yaitu isolasi RNA total,
sintesis cDNA total melalui transkripsi balik, isolasi fragmen cDNA MaMfs
melalui PCR, pengklonan cDNA ke dalam vektor pGEM®–T Easy, transformasi
genetik E. coli DH5α dengan vektor rekombinan, analisis cDNA sisipan dan
analisis urutan nukleotida MaMfs seperti ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Tahapan isolasi dan pengklonan fragmen cDNA Mfs dari Melastoma affine L

17
Isolasi RNA total. Isolasi RNA total dilakukan menggunakan metode
CTAB (Chang et al. 1993) yang dimodifikasi. Untuk itu, 0.5 – 1 g daun segar
yang dibuang tulang daunnya atau akar digerus hingga halus di dalam mortar
yang berisi 10 ml buffer ekstraksi 2X CTAB (2% CTAB, 0.1 M Tris pH 9.5, 20
mM EDTA, 1.4 M NaCl) yang mengandung 2% PVP 25000 dan 1% β-mercapto
ethanol. Setelah itu ekstrak sel dimasukkan ke dalam tabung 20 ml dan
diinkubasi 10 menit pada suhu 65oC, kemudian didinginkan dan ditambah
dengan 1x volume Kloroform : Isoamil alkohol (24:1), divorteks dan
disentrifugasi dengan kecepatan 15000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC
dengan rotor SW 11, Sorvall Ultra Pro 80. Supernatan (bagian atas cairan)
dipindahkan ke tabung baru, kemudian ditambah ¼ volume LiCl 10M.
Campuran diinkubasi pada suhu -20oC selama 2.5 jam. Campuran disentrifugasi
dengan rotor SW 11, Sorvall Ultra Pro 80 pada kecepatan 15000 rpm selama 10
menit pada suhu 4oC.

Fase cairan dibuang, RNA total yang mengendap

disuspensi dengan 500 μl TE 1x (10 mM Tris HCl pH 7.4 dan 1 mM EDTA) dan
dipindah ke tabung eppendorf. Selanjutnya RNA diekstraksi dengan 1x volume
fenol pH 9 dan disentrifugasi pada kecepatan 15000 rpm (Jouan BR4i) selama 10
menit pada suhu kamar (20oC). Suspensi RNA (di bagian atas) diambil dan
diekstraksi dengan 1 x volume fenol/kloroform/isoamilalkohol (25:24:1) serta
disentrifugasi pada kecepatan 15000 rpm selama 10 menit pada suhu kamar
(20oC). Cairan bagian atas diambil dan dipresipitasi dengan penambahan ¼ x V
LiCl 10M dan kemudian diinkubasi semalam pada suhu -20oC. Untuk
mengendapkan RNA total, campuran disentrifugasi pada kecepatan 15000 rpm
selama 10 menit pada suhu 4oC. Cairan dibuang dan endapan RNA total dibilas
dengan penambahan 500 μl ethanol 70% kemudian disentrifugasi pada kecepatan
15000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC. Endapan dikeringkan dengan
vacuum dryer selama 15 menit, kemudian diresuspensikan dengan H2O yang
telah diperlakukan dengan DEPC. RNA total diukur kuantitasnya menggunakan
spektrofotometer UV-VIS (Cecil CE 2020) pada panjang gelombang 260 nm.
Rasio absorbansi RNA pada panjang gelombang 260 dan 280 nm digunakan
untuk mengetahui kemurnian RNA total dari kontaminan protein. Keutuhan
RNA total diuji dengan melakukan elektroforesis RNA total di gel agarose 1% di

18
dalam buffer MOPS 1x (4.2 g/l MOPS, 0.41 g/l Na asetat, 0.37 g/l Na2- EDTA).
Visualisasi RNA dilakukan di atas transluminator UV dan difoto menggunakan
Digidoc. Kualitas RNA murni yang baik ditunjukkan oleh rasio absorbansi
A260/280 = 1.8 sampai 2.0 dan munculnya pita ribosom 18S dan 28S pada hasil
elektroforesis (Farrel 1993).
Untuk memperkirakan konsentrasi RNA, diasumsikan bahwa satu satuan
absorban pada panjang gelombang 260 nm setara dengan 40 μg/ml RNA
(Saunders dan Parkes 1999), sehingga kuantitas (konsentrasi) RNA dapat diduga
dengan rumus berikut:
[RNA] = OD 260nm x fp x 40 µg/ml
dimana;
fp

= faktor pengenceran yaitu sebesar 700x

40

= nilai satu satuan absorban pada panjang gelombang 260 nm
(40 μg/ml)

Sintesis cDNA total melalui transkripsi balik. Sintesis cDNA dilakukan
dengan

metode

transkripsi

balik

(reverse

transcription)

menggunakan

SuperScript II RT (Invitrogen). Sintesis cDNA total dilakukan dengan
mencampur 500 ng RNA total dengan 4 μl 5x First-Strand Buffer, 1 μl primer
oligo (dT) (50 pmol/ μl), 8 μl 2.5 mM dNTP mix, 0.2 μl enzim RT (10 U/μl),
2 μl DTT (0.1 M) dan air yang diperlakukan dengan DEPC sehingga mencapai
volume akhir 20 μl. RT dilakukan dengan alat PCR (MJ Research TM 100)
dengan menginkubasikan campuran pada suhu 30°C, 10 menit; 42°C, 50 menit;
95°C, 5 menit; dan 15°C, 10 menit .
Keberhasilan sintesis cDNA total diuji dengan keberhasilan amplifikasi
cDNA ekson1 – ekson2 dari aktin melalui PCR dengan menggunakan cDNA
total sebagai DNA cetakan. Untuk itu cDNA total hasil RT sebanyak 2 μl
digunakan sebagai cetakan untuk reaksi PCR aktin yang dicampurkan dengan

2

μl 10x Taq buffer, 1.6 μl 2.5 mM dNTP mix, 2 μl untuk setiap pasang forward
primer dan reverse primer spesifik aktin (10 pmol/ μl), 0.2 μl Taq polimerase (5
U/ μl) dan ditambahkan dH2O steril sampai volume akhir 20 μl. PCR dilakukan
dengan kondisi pra-PCR pada 94°C, 5 menit; denaturasi pada 94°C, 30 detik;

19
penempelan primer pada 55°C, 30 detik; pemanjangan pada 72°C 1.5 menit dan
pemanjangan akhir pada 72°C, 7 menit. PCR dilakukan sebanyak 30 siklus.
Is