Pengaruh Lama Perebusan terhadap Kandungan Gizi dan Komponen Bioaktif Keong Matah merah (Cerithidea obtusa)

PENGARUH LAMA PEREBUSAN TERHADAP KANDUNGAN
GIZI DAN KOMPONEN BIOAKTIF KEONG MATAH
MERAH (Cerithidea obtusa)

MUHAMMAD IZZATI AMRULLAH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Lama
Perebusan terhadap Kandungan Gizi dan Komponen Bioaktif Keong Matah merah
(Cerithidea obtusa)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan pada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya limpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Muhammad Izzati Amrullah
C34070102

ABSTRAK
MUHAMMAD IZZATI AMRULLAH. “Pengaruh Lama Perebusan terhadap
Kandungan Gizi dan Komponen Bioaktif Keong Matah merah (Cerithidea obtusa)”
Di bawah bimbingan SRI PURWANINGSIH dan IETJE WIENTARSIH.
Indonesia sangat potensial dengan biota lautnya, salah satu biota laut yang
banyak dimanfaatkan dengan mengkonsumsinya adalah keong matah merah.
Masyarakat umumnya menyajikan keong matah merah dengan cara perebusan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama perebusan terhadap gizi
dan komponen bioaktif keong matah merah. Rancangan penelitian yang dilakukan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor dan 4 taraf yaitu daging
keong matah merah segar (M0), mendidih (M1), mendidih + 10 menit(M2),
mendidih +20 menit (M3) dengan 2 kali ulangan. Analisis yang dilakukan adalah

analisis proksimat, analisis fitokimia dan analisis BSLT. Data dianalisis dengan
analisis sidik ragam jika analisis sidik ragam memberikan pengaruh yang nyata
pada taraf 5%, maka pengujian dilanjutkan dengan uji beda nyata. Berdasarkan
hasil analisis statistik sidik ragam faktor perlakuan memberikan pengaruh yang
tidak nyata terhadap kadar air, abu dan lemak. Hasil analisis statistik terhadap
kandungan protein memberikan pengaruh yang nyata dan dilanjutkan dengan uji
Duncan, hasilnya adalah perlakuan M0 berbeda nyata terhadap perlakuan M1,M2
dan M3. Hasil uji fitokimia, ekstrak metanol M0 terdeteksi senyawa ninhidrin,
flavonoid, alkaloid, tanin dan terpen. Pada M1 dan M2 terdeteksi senyawa ninhidrin,
flavonoid, alkaloid, tanin dan terpen, sedangkan pada M3 terdeteksi flavonoid,
ninhidrin, alkaloid dan terpen. Ekstrak etil asetat pada M0 terdeteksi flavonoid,
ninhidrin, alkaloid dan terpen. Pada M1 terdeteksi ninhidrin, polifenol dan terpen,
sedangkan pada M2 dan M3 terdeteksi senyawa ninhidrin, alkaloid dan terpen.
Ekstrak heksana pada M0 terdeteksi flavonoid, terpen dan saponin, sedangkan pada
M1,M2 dan M3 terdeteksi terpen dan saponin. Nilai LC50 pada ekstrak metanol M0,
M1, M2, dan M3 adalah 15,58; 22,54; 25,68; 39,8 ppm. Ekstrak etil asetat nilai
LC50 M0, M1, M2, dan M3 sebesar 40,08;364,58; 146,12; 130,27 ppm. Ekstrak nheksana M0, M1, M2, dan M3 mempunyai nilai LC50 sebesar 1100,43; 352,5;
90,49;14,95 ppm.
Kata Kunci: gastropoda, gizi, keong matah merah, senyawa bioaktif


ABSTRACT
MUHAMMAD IZZATI AMRULLAH. Effect Boiling Time on Nutrition and
Bioactive Components of Matah merah Snail (Cerithidea obtusa) Supervised by
SRI PURWANINGSIH and IETJE WIENTARSIH.
Indonesia has a great potential with marine life, matah merah snail is one
from many marine life is used to consume. People generally serve matah merah
snail using boiling manner. This study aims to determine the effect boiling time on
nutrition and bioactive components of matah merah snail. The design of the
research is completely randomized design (CRD) with 1 factor and 4 levels, there

was fresh (M0), boiling (M1), boil + 10 minutes (M2), boil + 20 minutes (M3)
with 2 replications. The test that conducted was proximate test, phytochemical test
and BSLT test . Data were analyzed by analysis of variance, if the analysis of
variance significant effect on the level of 5%, then the test is continued by real
difference test. Based on the results of the statistical analysis of variance factor
treatment were not significant effect on moisture, ash and fat. The significant results
of statistical analysis on the protein content gained followed by Duncan test, the
results are treatment M0 is significantly different to the treatment M1, M2, and M3.
Phytochemical test results, the M0 metanol extract compounds contains ninhydrin,
flavonoids, alkaloids, tanins and terpenes. Compounds that Contained on M1 and

M2 are ninhydrin, flavonoids, alkaloids, tanins and terpenes, while the M3 contains
flavonoids, ninhydrin, alkaloids and terpenes. The M0 ethyl acetate extract
containing flavonoids and ninhydrin, alkaloids and terpenes weak. M1 contains
ninhydrin, polyphenols and terpenes, whereas in M2 and M3 contains ninhydrin,
alkaloids and terpenes. Hexan extract M0 contains flavonoids, terpenes, saponins,
while the M1, M2 and M3 contains terpenes and saponins. LC50 values in the M0,
M1, M2, and M3 metanol extract are 15.58; 22.54; 25.68; 39.8 ppm. Ethyl acetate
extract M0, M1, M2, and M3 LC50 values at 40.08; 364.58; 146.12; 130.27 ppm.
N-hexane extract M0, M1, M2, and M3 have LC50 values of 1100.43; 352.5; 90.49;
14.95 ppm.
Keywords: bioactive compounds, gastropods, matah merah snails, nutrition

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PENGARUH LAMA PEREBUSAN TERHADAP KANDUNGAN
GIZI DAN KOMPONEN BIOAKTIF KEONG MATAH
MERAH (Cerithidea obtusa)

MUHAMMAD IZZATI AMRULLAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan berkat-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh
lama Perebusan terhadap kandungan gizi dan komponen bioaktif Keong Matah
merah (Cerithidea obtusa)” ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi disusun
dalam rangka sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
1. Dr Ir Sri Purwaningsih, M Si dan Dr Dra Hj Ietje Wientarsih, Apt, M Sc
selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan selama
penyelesaian tugas akhir.
2. Dr Kustiariyah SPi MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran
dan bimbingan selama penyelesaian tugas akhir.
3. Prof Dr Ir Joko Santoso MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
4. Dr Ir Iriani Setyaningsih MS selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil
Perairan
5. Dekan Fakultas Petanian Universitas Tanjungpura dan ketua Laboratorium

Biologi dan Bioteknologi Tanah yang telah memberi izin kepada penulis
untuk melaksanakan penelitian
6. Staf Laboratorium Biologi dan Bioteknologi Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Tanjungpura yang telah membantu penulis
7. Keluarga terutama Bapak (Ir A Komar) dan Bunda (Zakiatulyaqin), serta
Adik (Marisza R.E) yang telah memberikan doa dan dukungannya terhadap
penulis.
8. Sahabat dalam suka dan duka teman-teman Teknologi Hasil Perairan 44 yang
telah membantu penulis dalam penelitian.
Pihak lain yang telah banyak membantu dalam pengerjaan skripsi ini. Kritik
dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa depan.
Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat

Bogor, Agustus 2015

Muhammad Izzati Amrulllah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL.................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. x

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... x
PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
Latar Belakang.................................................................................................... 1
Perumusan Masalah............................................................................................. 1
Tujuan Penelitian................................................................................................ 1
METODE PENELITIAN....................................................................................... 2
Bahan.................................................................................................................. 2
Alat..................................................................................................................... 2
Prosedur Penelitian.............................................................................................. 2
Preparasi sampel........................................................................................ 3
Perlakuan dengan perebusan..................................................................... 4
Ekstraksi bahan aktif................................................................................. 4
Prosedur Analisis.............................................................................................. .. 4
Analisis proksimat...................................................................................... 4
Analisis fitokimia........................................................................................ 6
Analisis toksisitas menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT)........................................................................................................ 8
Rancangan percobaan......................................................................................... 8
HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................................. 8
Morfometrik dan Rendemen Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)........... 8

Komposisi Kimia Keong Matah Merah........................................................... 11
Komponen Aktif Ekstrak Keong Matah Merah.............................................. 13
Toksisitas Ekstrak Keong Matah Merah.......................................................... 16
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................ 16
Kesimpulan....................................................................................................... 16
Saran................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 17
LAMPIRAN......................................................................................................... 19
RIWAYAT HIDUP.............................................................................................. 25

DAFTAR TABEL
1 Karakteristik fisik keong matah merah yg diamati secara morfometrik......... 9
2 Komposisi kimia keong matah merah (Cerithidea obtusa) pada setiap
perlakuan....................................................................................................... 11
3 Hasil analisis fitokimia ekstrak metanol....................................................... 13
4 Hasil analisis fitokimia ekstrak etil asetat.................................................... 14
5 Hasil analisis fitokimia ekstrak n-heksana.................................................... 15
6 Pengukuran nilai LC50 menggunakan metode BSLT.................................... 16

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5

Diagram alir penelitian.................................................................................... 3
Diagram alir LC50............................................................................................ 8
Sampel keong matah merah.......................................................................... 10
Rendemen keong matah merah...................................................................... 10
Histogram kadar protein daging keong matah merah.................................... 11

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah
laut seluas 2/3 dari total luas teritorialnya, sedangkan luas wilayah Zona Ekonomi
Eksklusif seluas 5,8 juta kilometer persegi merupakan potensi sumber daya alami
yang sangat potensial untuk dikembangkan. Salah satu spesies dari kekayaan alam
biota laut Indonesia adalah keong matah merah (Cerithidae obtusa). Jenis biota
perairan laut ini umumnya disajikan sebagai pangan hewani, untuk mencukupi
kebutuhan akan gizi, juga masyarakat pesisir pantai Indonesia yang mengonsumsi

keong matah merah berkeyakinan bahwa bahan pangan tersebut dapat digunakan
sebagai obat (Purwaningsih 2012).
Kandungan gizi yang tinggi dari keong matah merah berdasarkan hasil
penelitian
Purwaningsih
(2006)
adalah
protein
sebesar
11,8%.
Protein merupakan sumber energi dan asam amino yang penting untuk
pertumbuhan dan perbaikan sel. Fungsi protein antara lain digunakan sebagai
pembangun struktur utama dalam sel, enzim dalam membran, hormon dan alat
pembawa. Selain hal tersebut protein hewani pada keong matah merah merupakan
bahan pangan yang mudah dan murah bagi masyarakat pesisir sehingga mereka
dapat menyajikannya sebagai bahan pangan.
Berdasarkan hasil penelitian Prabowo (2009) bahwa keong matah merah
mempunyai aktivitas antioksidan yang mengandung komponen kimia golongan
alkaloid dan flavonoid. Antioksidan yang terkandung dalam bahan pangan dapat
berupa sebagai substansi nutrisi maupun non nutrisi, yang mampu mencegah atau
memperlambat terjadinya kerusakan oksidatif dalam tubuh. Cara kerja antioksidan
adalah menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas yang
merupakan molekul sangat reaktif. Menurut Winarsi (2007) Konsumsi makanan
yang mengandung antioksidan dapat meningkatkan status imunologi dan
menghambat timbulnya penyakit degeneratif akibat penuaan.
Umumnya masyarakat menyajikan keong matah merah sebagai bahan pangan
dengan melakukan perebusan. Kandungan gizi dan komponen bioaktif yang
terkandung pada keong matah merah dapat dipengaruhi oleh perlakuan seperti
pemasakan dengan perebusan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
kandungan gizi dan komponen antioksidan akibat adanya perlakuan perebusan.

Perumusan Masalah
Penyajian bahan pangan dari keong matah merah yang banyak dilakukan
oleh masyarakat adalah dengan perebusan. Penyajian dengan perebusan akan
mempengaruhi kandungan gizi dan komponen bioaktif dari keong matah merah.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh lama perebusan
terhadap komposisi kandungan gizi (kadar air, kadar lemak, kadar protein dan kadar
abu) dan komponen bioaktif (alkaloid, steroid, flavonoid, saponin/terpenoid,
polifenol, tanin, kardenolin dan antra kuinon) serta penetuan LC50 dari senyawa
bioaktif yang dikandung keong matah merah.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November 2014.
Penelitian bertempat di Laboratorium Biologi dan Bioteknologi Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah keong matah merah
(Cerithidaea obtusa) yang dibeli di Pasar Flamboyan, Pontianak. Bahan-bahan
untuk analisis, yaitu bahan untuk uji proksimat keong matah merah yang meliputi
akuades, n-heksana, H2SO4, NaOH 40%, H3BO3, methyl red, brom cresol green,
HCl 0,1N. Bahan untuk uji fitokimia pereaksi Dragendorff, Meyer, Wagner,
kloroform, anhidrida asetat, asam sulfat pekat, magnesium, HCl 37%, etanol 95%,
HCl 2N, benzena, heksana, FeCl3, H2SO4, Na2S04, NaCl 10%, ninhidrin 0,1%.
Bahan untuk uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) A.salina, air laut dan NaCl

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, talenan, saringan,
panci, Styrofoam, sendok, timbangan digital (HWH), plastik, label, cawan porselen,
mortar, oven (Memmert), desikator, gelas Erlenmeyer, tabung kjeltek, kertas saring
Whatman no 42, selongsong lemak, labu lemak, labu evaporator, labu ukur, buret,
tabung Sokhlet, pemanas tanur, rotary evaporator, corong, tabung reaksi, pipet
tetes.

Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini meliputi pengambilan dan preparasi sampel keong
matah merah (Cerithidaea obtusa). kemudian dilanjutkan dengan analisis
proksimat dan analisis kandungan fitokimia serta penentuan LC50 dengan

3
menggunakan metode BSLT. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar
1.
Keong matah merah

Preparasi

Daging keong

SEGAR

PEREBUSAN
MENDIDIH

PEREBUSAN
MENDIDIH
+10 MENIT

PEREBUSAN
MENDIDIH
+20MENIT

Analisis Proksimat

Maserasi dengan pelarut NHeksana, Etil Asetat dan Metanol
(1:3)b/v

Kadar Air, Kadar
Abu, Kadar Lemak,
Kadar Protein

Analisis Fitokimia
Penentuan LC 50 dengan metode
BSLT ( Brine Shrine Lethality Test)

Komponen fitokimia
dan LC50
Gambar 1 Diagram Alir Penelitian.
Preparasi Sampel
Sampel keong matah merah (Cerithidaea obtusa) yang digunakan diperoleh
dalam keadaan hidup dan disimpan dalam Styrofoam. Sampel sebanyak 30 ekor
dianalisis berat total, panjang, lebar dan tinggi keong matah merah. Sampel yang
telah dianalisis kemudian dipisahkan dari cangkang dengan cara memecahkan
cangkangnya, kemudian dihitung rendemen terhadap 30 sampel tersebut. Rumus
perhitungan rendemen adalah sebagai berikut:

4
Rendemen (%)=

ℎ �


x 100%

Sampel yang digunakan adalah keong matah merah, preparasi yang dilakukan
adalah memisahkan daging dan cangkang.
Perlakuan dengan Perebusan
Penentuan waktu pemasakan sampel yang digunakan pada penelitian ini
merupakan modifikasi hasil penelitian Insanabella (2012) yaitu keong tanpa
direbus, keong direbus sampai mendidih, pemasakan 10 menit setelah keong
direbus sampai mendidih, dan pemasakan 20 menit setelah keong direbus sampai
mendidih.
Ekstraksi Bahan Aktif
Berat sampel 450 gram kemudian dibagi masing-masing menjadi 150 gram
untuk dimaserasi pelarut tunggal. Maserasi tunggal dilakukan tiga kali dengan
pelarut yang berbeda-beda yaitu, pelarut non polar yaitu n-heksana, pelarut semi
polar etil asetat dan pelarut polar metanol.
Sampel sebanyak 150 gram yang telah dihancurkan, dimaserasi dengan
pelarut n-heksana dengan perbandingan 1:3 bobot per volume, sehingga n-heksana
yang digunakan sebanyak 450 mL selama 48 jam dengan diberi goyangan
menggunakan orbital shaker. Hasil maserasi yang berupa larutan kemudian disaring
dengan kertas saring Whatman 42 sehingga didapat filtrat dan residu, kemudian
filtrat dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator.
Sampel sebanyak 150 gram yang telah dihancurkan, dimaserasi dengan
pelarut etil asetat dengan perbandingan 1:3 bobot per volume, pelarut etil asetat
yang digunakan sebanyak 450 mL selama 48 jam dengan diberi goyangan
menggunakan orbital shaker. Hasil maserasi yang berupa larutan kemudian disaring
dengan kertas saring Whatman 42 sehingga didapat filtrat dan residu, kemudian
filtrat dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator.
Sampel sebanyak 150 gram yang telah dihancurkan, dimaserasi dengan
pelarut metanol dengan perbandingan 1:3 bobot per volume, pelarut metanol yang
digunakan sebanyak 450 mL selama 48 jam dengan diberi goyangan menggunakan
orbital shaker. Hasil maserasi yang berupa larutan kemudian disaring dengan kertas
saring Whatman 42 sehingga didapat filtrat dan residu, kemudian filtrat dipekatkan
dengan menggunakan rotary evaporator.
Metoda ekstraksi merupakan modifikasi dari penelitian Prabowo (2009).
Hasil ekstraksi dari masing-masing pelarut digunakan untuk uji fitokima dan BSLT.

Prosedur Analisis
Analisis Proksimat
Analisis kimia yang dilakukan terhadap semua daging keong adalah analisis
proksimat yaitu penentuan kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein.
1) Analisis kadar air (AOAC 2005)
Penentuan kadar air didasarkan pada selisih berat contoh sebelum dan
setelah dikeringkan. Cawan kosong dimasukkan ke dalam oven ± 30 menit pada

5
suhu 105°C, kemudian didinginkan dengan cara dimasukkan ke dalam desikator
selama 15 menit dan ditimbang. 1-2 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan lalu
dimasukkan ke dalam oven pada suhu 100-102°C selama 6 jam atau sampai
mendapatkan berat tetap (konstan), kemudian cawan dimasukkan ke dalam
desikator selama 30 menit dan ditimbang. Kadar air ditentukan dengan rumus:
Kadar air (%) =





x 100%

Keterangan :
A = Berat cawan kosong (gram)
B = Berat cawan dengan sampel (gram)
C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

2)

Analisis kadar abu (AOAC 2005)
Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven selama 30
menit dengan suhu 105°C, kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang.
Sampel sebanyak 1-2 gram ditimbang lalu dimasukkan ke dalam cawan dan dibakar
di atas kompor listrik (diarangkan) sampai tidak berasap lagi selanjutnya
dimasukkan ke dalam tanur pengabuan (600°C) selama ± 6 jam. Cawan
dimasukkan ke dalam desikator lalu ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan
rumus :

x 100%
Kadar abu (%) =


Keterangan :
A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)
B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)
C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

3) Analisis kadar lemak (AOAC 2005)
Daging sampel ditimbang seberat 2 gram (W1) diletakkan di atas kapas bebas
lemak lalu diletakkan dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong
lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat.
kosongnya (W2) dan disambungkan dengan tabung sokhlet dan disiram dengan
pelar ut lemak n-heksana sebanyak 150 mL. Tabung ekstraksi dipasang pada alat
destilasi sokhlet, kemudian dipanaskan pada suhu 40° C dengan menggunakan
pemanas listrik dan direfluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu
lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat estilasi pelarut
akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke
dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu
`105°C. kemudian Labu lemak dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang
hingga mencapai berat konstan (W3). Rumus perhitungan kadar lemak adalah
sebagai berikut :
Kadar lemak (%) =
Keterangan :
W1 = Berat sampel (gram)
W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

� −�


x 100 %

6
4) Analisis Kadar Protein (AOAC 2005)
Analisis kadar protein dilakukan untuk mengetahui kadar protein kasar
(crude protein) dalam suatu bahan. Ada 3 tahap yang harus dilakukan dalam
analisis ini yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.
a)Tahap destruksi
Sampel ditimbang seberat 1,8 - 3,2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam
tabung kjeltek. Satu butir tablet kjeltek dimasukkan ke dalam tabung dan
ditambahkan 10 H2SO4. Kemudian tabung tersebut dimasukkan ke dalam alat
pemanas dengan suhu 410°C. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi
bening.
b) Tahap destilasi
Isi tabung dituangkan ke dalam labu destilasi, kemudian ditambahkan
akuades sebanyak 50 mL, air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan
ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 mL. Cairan di ujung tabung
kondensor ditampung dengan labu Erlenmeyer yang berisi 125 mL larutan H3BO3
dan tetes indikator ( methyl red dan brom cresol green) yang diletakkan di bawah
kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 mL destilat yang bercampur
dengan H3BO3 dan indikator dalam labu Erlenmeyer.
c) Tahap titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCL 0,1 N sampai warna larutan
dalam labu Erlenmeyer berubah warna menjadi pink. Rumus penghitungan kadar
protein adalah sebagai berikut :
Protein (%) =



Keterangan :
FP= Faktor pengenceran



���





,



� ,

� ��

x 100 %

Analisis Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan mengacu pada Padmasari et al (2013) dan
Marliana et al (2005).
(a) Alkaloid
Sampel sebanyak 1 mL dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N
kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu pereaksi Dragendorff, Meyer,
dan Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila pereaksi Meyer terbentuk endapan
putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner, dan endapan merah
sampai jingga dengan pereaksi Dragendorff.
(b) Steroid/triterpenoid
Sampel sebanyak 1mL dilarutkan dalam 2 mL kloroform dalam tabung
reaksi yang kering, lalu kedalamnya ditambahkan 10 tetes anhidrida asetat dan 3
tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali,
kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif.
(c) Flavonoid

7
Sampel sebanyak 1 mL ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 mL
amil alkohol (campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan volume sama) dan
ditambahkan 4 mL alkohol kemudian campuran dikocok. Terbentuknya warna
merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya
flavonoid.
(d) Saponin (uji busa)
Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil
selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan
adanya senyawa saponin.
(e) Uji antrakuinon dilakukan dengan uji Brontrager dan uji Brontrager
termodifikasi. Uji Brontrager dilakukan dengan cara melarutkan 2 mL sampel
dengan 10 mL akuades kemudian disaring, filtrat diekstrak dengan 5 mL benzena.
Hasil ekstrak dibagi menjadi 2 bagian, A dan B. Filrat A digunakan sebagai blangko
dan filtrat B ditambahkan 5 mL ammonia kemudian dikocok, bila terdapat warna
merah berarti hasil positif.
(f) Uji Kardenolin dan bufadienol. Uji Kardenolin dan Bufadienol
menggunakan 3 metode yaitu metode Keller Killiani, metode Liebeman-Burchard
dan metode Kedde.
(i) Metode Keller-Killiani yaitu dengan menguapkan 2 mL sampel, dan
mencucinya dengan heksana sampai heksana jernih. Residu yang tertinggal
dipanaskan diatas penangas air kemudian ditambahkan 3 mL pereaksi FeCl3 dan 1
mL H2SO4 pekat. Jika terlihat cincin merah bata menjadi biru atau ungu maka
identifikasi menunjukkan adanya kardenolin dan bufadienol.
(ii) Metode Lieberman-Burchard yaitu dengan cara menguapkan sampel
sampai kering. Kemudian ditambahkan kedalamnya 10 mL heksana, diaduk selama
beberapa menit lalu biarkan. Selanjutnya diuapkan diatas penangas air dan
ditambahkan 0,1 g Na2S04 anhidrat lalu diaduk. Larutan disaring sehingga
diperoleh filtrat. Kemudian filtrat dipisahkan menjadi 2 bagian, A dan B. Filtrat A
sebagai blangko dan filtrat B ditambahkan 3 tetes pereaksi asam asetat glasial dan
H2SO4, senyawa kardenolin dan bufadienol akan menunjukkan warna merah
sampai ungu.
(iii) Metode Kedde yaitu dengan cara menguapkan sampel sampai kering
kemudian menambahkan 2 mL kloroform, lalu dikocok dan disaring. Filtrat dibagi
menjadi 2 bagian, A dan B. Filtrat A sebagai blangko, dan filtrat B ditambah 4 tetes
reagen Kedde. Senyawa kardenolin dan bufadienol akan menunjukkan warna ungu
(g) Uji tanin dan polifenol. Sebanyak 3 mL sampel diekstraksi akuades panas
kemudian didinginkan. Setelah itu ditambahkan 5 tetes NaCl 10% dan disaring.
Filtrat dibagi 3 bagian A, B, dan C. Filtrat A digunakan sebagai blangko, ke dalam
filtrat B ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl3, dan ke dalam filtrat C ditambah garam
gelatin. Kemudian diamati perubahan yang terjadi.
(h) Uji ninhidrin. Sebanyak 2 mL larutan sampel ditambah beberapa tetes
larutan ninhidrin 0,1%. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit.
Terjadinya larutan berwarna biru manunjukkan reaksi yang positif terhadap adanya
asam amino.

8
Analisis Toksisitas Menggunakan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
Pada uji ini digunakan larva A. salina sebagai hewan uji. Mula-mula telur
A. salina ditetaskan di dalam air laut di bawah lampu TL 40 watt selama 48 jam
Sebanyak 10 ekor larva A. salina dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
dimasukan larutan ekstrak sampel dan air laut sampai volume 5 mL dengan
konsentrasi masing-masing 10 ppm, 100 ppm dan 1000 ppm. Air laut tanpa
pemberian ekstrak (0 ppm) digunakan sebagai kontrol. Semua tabung reaksi
didiamkan pada suhu kamar selama 24 jam di bawah penerangan lampu TL 40 watt.
Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung jumlah A. salina yang
hidup pada tiap konsentrasi, diagram alir penentuan LC50 pada Gambar 2.
Penentuan harga LC50 (ppm) dilakukan menggunakan analisis probit.
Artemia salina

Penetasan dengan pencahayaan 48jam

10 ekor A. salina dimasukan ke dalam tabung
reaksi yang berisi 5 mL air laut yang
dicampur ekstrak 1000, 100, 10 ppm dan
kontrol

Pencahayaan 24 jam

Pengamatan dan penghitungan
A.salina yang mati

Penentuan LC50

LC50
Gambar 2 Diagram alir LC50 (McLaughlin et al., 1998).

9
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor dan 4 taraf (segar, mendidih, mendidih + 10
menit, mendidih +20 menit) dengan 2 kali ulangan. Rancangan percobaan ini
merupakan modifikasi dari perlakuan yang telah dilakukan Insanabella (2012),
yaitu perubusan keong matah merah dengan air suhu 100°C selama 30 menit.
Adapun rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut :
M0 = daging keong segar
M1 = daging keong direbus sampai mendidih
M2 = daging keong direbus sampai mendidih + 10 menit
M3 = daging keong direbus sampai mendidih +20 menit
Hipotesa terhadap hasil pengujian zat gizi (kandungan proksimat) dan
komponen bioaktif keong matah merah pada metode pengolahan adalah sebagai
berikut:
H0 = Metode pengolahan tidak memberikan pengaruh terhadap zat gizi dan
komponen bioaktif keong matah merah.
H1 = Metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap zat gizi dan komponen
bioaktif keong matah merah.
Data dianalisis dengan ANOVA (Steel dan Torrie 1993). Jika uji F pada
ANOVA memberikan pengaruh terhadap zat gizi keong matah merah, maka
dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan dengan rumus sebagai berikut:
Duncan = tα/2; dbs √

Keterangan :
KTS
= Kuadrat tengah sisa
dbs
= Derajat bebas sisa
r
= Banyaknya ulangan



HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfometrik dan Rendemen Keong Matah merah (Cerithidea obtusa)
Hasil pengamatan 30 buah sampel keong matah merah secara morfometrik
didapatkan rerata panjang 4,23 cm, lebar 2,10 cm dan tinggi 1,72 cm sedangkan
berat daging 1,17 gram, berat cangkang 4,26 gram dan berat jeroan 1,01 gram.
Berat rata-rata didapatkan 6,44 gram (Tabel 1). Data seluruh hasil pengukuran
morfometrik tercantum pada Lampiran 1.
Pengukuran morfometrik dilakukan dengan mengambil 30 sampel secara acak
kemudian ditimbang beratnya serta diukur panjang, lebar dan tebalnya sehingga
dihasilkan data seperti pada Lampiran 1. Karakteristik fisik keong matah merah
meliputi berat, panjang, lebar, dan tebal disajikan pada Tabel 1.

10
Tabel 1 Karakteristik fisik keong matah merah yg diamati secara morfometrik
Parameter
Panjang
Lebar
Tinggi
Berat

Nilai rerata (n = 30 ekor keong)
4,23 ± 0,39 cm
2,10 ± 0,25 cm
1,72 ± 0,13 cm
6,44 ± 1,31 gram

Keong matah merah yang diperoleh memiliki tubuh yang simetris bilateral,
cangkang berbentuk kerucut berwarna hijau kehitaman dengan bercak merah,
bentuk kepala jelas serta memiliki mata dan radula. Keong matah merah yang diuji
dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Sampel keong matah merah.
Berdasarkan hasil pengukuran morfometrik, didapatkan setiap individu
keong mempunyai panjang, lebar, tinggi dan berat yang berbeda. Hal ini
memperlihatkan bahwa pertumbuhan setiap keong berbeda satu sama lainnya,
pertumbuhan suatu biota laut dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor
dalam meliputi genetik, jenis kelamin, umur, parasit dan penyakit sedangkan faktor
luar berupa makanan, variabilitas musim, salinitas, derajat keasaman (pH) dan
kadar kalsium (Effendie 2002). Rendemen digunakan untuk memperkirakan
seberapa banyak tubuh biota yang dapat digunakan sebagai bahan makanan
(Hadiwiyoto 1993).
Rendemen merupakan suatu parameter penting yang digunakan untuk
mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk maupun bahan baku.
Persentase rendemen keong matah merah dapat dilihat pada Gambar 4.
15,13%
Jeroan

18,69%
Daging

66,18%
Cangkang

Gambar 4 Rendemen keong matah merah.

11

Hasil perhitungan rendemen daging sebesar 18,69%, rendemen jeroan
15,13% dan rendemen cangkang sebesar 66,18%. Contoh perhitungan rendemen
keong matah merah dapat dilihat pada Lampiran 2.
Hasil perhitungan rendemen yang paling besar nilainya adalah rendemen
cangkang sebesar 66,18%. Hal ini disebabkan cangkang keong mempunyai tiga
lapisan yang berbeda yaitu lapisan nacre merupakan lapisan paling dalam , tipis
dan mengandung CaCO3, lapisan perismatic mengandung 90% CaCO3 dan lapisan
periostractum terdiri dari zat tanduk (Suwignyo et al 1997). Gabungan dari ketiga
komponen tersebut menyebabkan rendemen cangkang mempunyai nilai terbesar.
Komposisi Kimia Keong Matah merah (Cerithidea obtusa)
Berdasarkan hasil dari analisis proksimat diperoleh data mengenai kadar air,
kadar abu, kadar protein dan kadar lemak dari daging keong matah merah
(Cerithidea obtusa). Komposisi kimia setiap perlakuan seperti terlihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi kimia keong matah merah (Cerithidea obtusa) pada setiap
perlakuan
Komposisi Segar (M0)
Mendidih
mendidih+10
mendidih+20
Kimia
(%)
(M1)
menit (M2)
menit (M3)
(%)
(%)
(%)
Air

75,35 ± 0,98

75,38 ± 0,15

73,48 ± 2,91

74,5 ± 2,10

Abu

1,58 ± 0,25

2,18 ± 0,90

2,52 ± 0,93

1,30 ± 0,77

Protein

14,79 ± 1,40

11,13 ± 0,79

10,24 ± 0,82

8 ,81 ± 0,74

Lemak

3,06 ± 2,18

3,54 ± 1,90

1,63 ± 0,24

3,66 ± 0,06

Berdasarkan hasil analisis proksimat untuk kadar air (Lampiran 3) ditujukan
untuk mengetahui jumlah air bebas yang terdapat dalam keong matah merah, kadar
air tertinggi didapat pada perlakuan M1 dan nilainya sebesar 75,38% (Tabel 2)
tetapi berdasarkan analisis statistik sidik ragam diketahui bahwa pengaruh lama
perebusan berpengaruh tidak nyata untuk semua perlakuan, nilai P > 0,05
(Lampiran 4). Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena
mempengaruhi penampakan,tekstur, dan cita rasa makanan. Kandungan air dalam
bahan makanan menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan
(Winarno 2008). Air dalam bahan makanan sebagai bahan yang dapat
mendispersikan berbagai senyawa yang ada dalam bahan makanan, kelompok
senyawa tersebut membentuk dispersi koloidal yaitu partikel –partikel yang ada
dalam air bentuknya tidak begitu besar sehingga tidak dapat mengendap, dan juga
tidak cukup kecil untuk dapat membentuk larutan. Air bebas mudah diuapkan dan
dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi
kimiawi (Winarno 1992).
Nilai kadar abu tertinggi didapat pada perlakuan M2, analisis kadar abu
tercantum pada Lampiran 5. Secara analisis statistik sidik ragam bahwa faktor

12
perebusan terhadap kadar abu berpengaruh tidak nyata dengan nilai P > 0,05
(Lampiran 6). Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan
organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral dikenal
sebagai zat anorganik atau kadar abu. Proses pembakaran, bahan-bahan organik
terbakar tetapi bahan anorganik tidak terbakar, karena itulah disebut abu (Winarno
1992).
Nilai kadar lemak tertinggi didapat pada perlakuan M3, analisis kadar lemak
tercantum pada Lampiran 7. Hasil analisis statistik terhadap kadar lemak adalah
berpengaruh tidak nyata (Lampiran 8), hampir semua bahan pangan mengandung
lemak dengan kandungan yang berbeda-beda. Lemak terbentuk dari asam lemak
dan gliserol dan merupakan bahan makronutrien. Lemak merupakan salah satu
kelompok golongan lipida yang dicirikan dengan daya larutnya pada pelarut
organik seperti eter, benzene, dan kloroform (Winarno 1992). Hampir semua
bahan pangan banyak mengandung lemak dan minyak terutama bahan yang berasal
dari hewan (Winarno 2008).
Pengukuran protein pada bahan pangan digunakan untuk mengetahui
kemampuan bahan pangan sebagai sumber protein atau tidak. Protein merupakan
komponen terbesar setelah air pada sebagian besar jaringan tubuh (Winarno 2008).
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien, yang berfungsi dalam
pembentukan biomolekul daripada sebagai sumber energi. Pada strukturnya protein
mengandung N selain C,H dan O, S, kadang-kadang P,Fe dan Cu. Sehingga untuk
menentukan jumlah protein secara kuantitatif dengan penentuan kandungan
protein keong matah merah dapat dilihat pada Gambar 5.

16

Kadar protein %

14

14,79 (b)

12

11,13 (a*)

10

10.24 (a*)

8

8,81 (a*)

6
4

2
0

M0

M1

M2

M3

Gambar 5 Histogram kadar protein daging keong matah merah. Keterangan *
pada huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata
Kandungan protein yang tertinggi terdapat pada perlakuan M0 (Tabel 3) ,
analisis kadar protein tercantum pada Lampiran 9. Hal ini memperlihatkan bahwa
bahan alam yang tidak mengalami perlakuan pemasakan kandungan proteinnya
masih terjaga. Semua protein dalam bahan makanan yang mengalami perlakuan
dengan pemanasan akan mengalami denaturasi, protein yang terdenaturasi akan
berkurang kelarutannya. Hal ini dapat disebabkan lapisan molekul bagian dalam
bersifat hidrofobik berbalik ke luar, sedangkan bagian luar yang bersifat hidrofobik
terlipat ke dalam (Winarno 1992).
Penurunan kadar protein ini dapat disebabkan oleh adanya protein larut air

13
yang terdapat pada keong matah merah, sehingga saat terjadi perebusan protein
akan larut pada air yang digunakan sebagai media perebusan.
Erkan dan Ozden (2011) menyatakan bahwa terdapat beberapa protein yang larut
air, misalnya protamin, histon, pepton, dan proteosa.
Hasil analisis statistik terhadap kadar protein (Lampiran 10) menunjukkan
nilai P < 0,05 yang berarti bahwa perbedaan perlakuan memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap kadar protein daging keong matah merah. Uji lanjut Duncan
terhadap kadar protein (Lampiran 11) menunjukkan bahwa kadar protein segar
berbeda dengan kadar protein pada daging keong rebus mendidih, rebus 10 menit
setelah mendidih dan rebus 20 menit setelah mendidih. Menurut
Widjanarko et al. (2012), perebusan bahan pangan dalam air panas akan
menurunkan zat gizi karena proses pencucian (leaching) oleh air panas.
Komponen Aktif Ekstrak Keong Matah merah (Cerithidea obtusa)
Analisis fitokimia dipilih karena dapat mendeteksi komponen bioaktif yang
tidak terbatas hanya pada metabolit sekunder saja, tetapi juga terhadap metabolit
primer yang memberikan aktivitas biologis fungsional, seperti protein dan peptida
(Kannan et al. 2009). Setelah sampel diekstraksi menggunakan pelarut tunggal
dengan cara maserasi selama 48 jam menggunakan pelarut, N-Heksana, Etil Asetat
dan Metanol dengan perbandingan 1:3(b/v) kemudian dilakukan pemekatan dengan
cara evaporasi, kemudian sampel dianalisis fitokimia dan BSLT. Hasil pengamatan
dapat dilihat pada Tabel 3, 4 dan 5.
Tabel 3 Hasil analisis fitokimia ekstrak metanol
Ekstrak Metanol
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Senyawa kimia
Flavonoid
Alkaloid
Tanin
Polifenol
Terpen
Steroid
Antrakuinon
Saponin
Kardenolin
Ninhidrin

Segar
(M0)

Mendidih
(M1)

mendidih+10
menit (M2)

mendidih+20
menit (M3)

+
+
+
+
+

+
+
+
+
+

+
+
+
+
+

+
+
+
+

Keterangan : + = terdeteksi; - = tidak terdeteksi

Hasil analisis fitokimia, ekstrak metanol M0 terdeteksi senyawa flavonoid,
ninhidrin, alkaloid, tanin dan terpen. Pada M1 dan M2 mengandung ninhidrin,
flavonoid, alkaloid, tanin dan terpen, sedangkan pada M3 mengandung alkaloid,
ninhidrin, terpen dan flavonoid. Hasil analisis fitokimia ekstrak etanol keong matah
merah memiliki hasil yang sama dengan penelitian Prabowo (2009) yaitu terdeteksi
senyawa alkaloid dan flavonoid. Pada penelitian Apriyandi (2011) ekstrak metanol

14
daging keong ipong-ipong terdeteksi alkaloid, steroid, molisch, biuret, benedict dan
ninhidrin. Komponen alkaloid merupakan substansi dasar yang memiliki satu atau
lebih atom nitrogen yang bersifat basa dan bergabung dalam satu sistem siklis, yaitu
cincin heterosiklik (Harborne 1984).
Alkaloid berasal dari sejumlah kecil asam amino antara lain ornitin dan lisin
yang menurunkan alkaloid alisiklik; fenilalanin dan tirosin yang menurunkan
alkaloid jenis isokuinolin dan triptofan yang menurunkan alkaloid jenis indol.
Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi Mannich,
dimana menurut reaksi ini suatu aldehid berkondensasi dengan suatu amina
menghasilkan suatu ikatan karbon-nitrogen dalam bentuk imina atau garam
iminium, diikuti oleh serangan suatu atom karbon nukleofilik yang dapat berupa
suatu enol atau fenol (Lenny 2006).
Kutchan (1995) menyatakan bahwa, alkaloid digolongkan sebagai metabolit
sekunder karena kelompok molekul ini merupakan substansi organik yang tidak
bersifat vital bagi organisme yang menghasilkannya, tetapi tidak menutup
kemungkinan bahwa komponen alkaloid pada keong matah merah juga berasal dari
makanan yang dikonsumsi oleh keong matah merah sendiri.
Tabel 4 Hasil analisis fitokimia ekstrak etil asetat
Ekstrak Etil Asetat
Senyawa kimia
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Flavonoid
Alkaloid
Tanin
Polifenol
Terpen
Steroid
Antrakuinon
Saponin
Kardenolin
Ninhidrin

Segar
(M0)

Mendidih
(M1)

mendidih+10
menit (M2)

mendidih+20
menit (M3)

+
+
+
+

+
+
+

+
+
+

+
+
+

Keterangan : + = terdeteksi; - = tidak terdeteksi

Ekstrak etil asetat pada M0 terdeteksi flavonoid, ninhidrin, alkaloid dan
terpen. Pada M1 mengandung ninhidrin, polifenol dan terpen, sedangkan pada M2
dan M3 mengandung ninhidrin, alkaloid dan terpen. Pada gastropoda lainnya yaitu
keong ipong-ipong ekstrak etil asetat terdeteksi alkaloid, steroid dan molisch
(Apriyandi 2011).
Triterpenoid memiliki struktur siklik yang kompleks, sebagian besar terdiri
atas alkohol, aldehid, atau asam karboksilat. Triterpenoid tidak berwarna, jernih,
memiliki titik lebur tinggi dan merupakan komponen aktif yang sulit dikarakterisasi
(Harborne 1984).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Setzer (2008), triterpenoid
alami juga memiliki aktivitas antitumor karena mempunyai kemampuan
menghambat kinerja enzim topoisomerase II, dengan cara berikatan dengan sisi
aktif enzim yang nantinya akan mengikat DNA dan membelahnya. Prekursor dari

15
pembentukan triterpenoid/steroid adalah kolesterol yang bersifat non polar
(Harborne 1984), sehingga diduga triterpenoid/steroid dapat larut pada pelarut
organik (non polar).
Uji ninhidrin positif menunjukkan bahwa dalam ekstrak mengandung asam
amino bebas yang ditandai dengan terbentuknya warna biru atau ungu muda. Warna
tersebut merupakan warna khas pada asam amino. Akan tetapi prolin dan
hidroksiprolin yang mempunyai gugus amina sekunder menghasilkan warna
kuning jika bereaksi dengan ninhidrin, sedangkan asparagin yang mengandung
gugus amida bebas bereaksi membentuk warna coklat. Gugus amina dapat bereaksi
dengan pereaksi ninhidrin membentuk amonia, CO2, dan aldehida
(Harborne 1987).
Tabel 5 Hasil analisis fitokimia ekstrak n-heksana
Ekstrak Heksana
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Senyawa kimia
Flavonoid
Alkaloid
Tanin
Polifenol
Terpen
Steroid
Antrakuinon
Saponin
Kardenolin
Ninhidrin

Segar
(M0)

Mendidih
(M1)

mendidih+10
menit (M2)

mendidih+20
menit (M3)

+
+
+
-

+
+
-

+
+
-

+
+
-

Keterangan : += terdeteksi; - = tidak terdeteksi

Ekstrak heksana pada M0 terdeteksi flavonoid, terpen dan saponin,
sedangkan pada M1, M2 dan M3 mengandung terpen dan saponin. Analisis
fitokimia dilakukan untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau
efek yang bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak kasar bila diuji dengan sistem
biologi. Senyawa fitokimia merupakan metabolit sekunder dan tidak termasuk
kedalam zat gizi karena bukan berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral
maupun air ( Harbone 1987).
Metanol merupakan pelarut yang bersifat polar dan mampu mengekstrak
senyawa alkaloid kuartener, fenolik, karotenoid ,tanin, asam amno dan glikosida.
Senyawa semi polar seperti etil asetat mampu mengekstrak senyawa fenol,
terpenoid, alkaloid, aglikon dan glikosida. Sedangkan pelarut non polar seperti
n-heksana mampu mengekstrak senyawa lilin, lipid dan minyak ( Harbone 1987).
Umumnya senyawa-senyawa fitokimia bersifat sebagai antioksidan yang
mampu menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas. Antioksidan
merupakan senyawa elektron donor atau pemberi elektron/reduktor. Radikal bebas
adalah senyawa yang mengandung elektron tidak berpasangan. Menurut
Fessenden dan Fessenden (1997) radikal bebas bersifat sangat reaktif untuk mencari
pasangan elektron untuk menstabilkan diri. Radikal bebas sangat erat kaitannya
dengan kerusakan sel dan jaringan serta proses penuaan. Menurut Winarsi (2007)

16
antioksidan merupakan senyawa yang mampu melindungi tubuh dari serangan
radikal bebas sehingga dapat menghambat timbulnya penyakit degeneratif akibat
penuaan. Kecukupan antioksidan diperlukan oleh semua kelompok umur manusia.

Toksisitas Ekstrak Keong Matah merah (Cerithidea obtusa)
Pengujian Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dimaksudkan untuk menguji
efek toksik dan sitotoksik yang terdapat pada suatu senyawa kimia. BSLT
merupakan salah satu metode untuk menguji bahan-bahan yang bersifat sitotoksik,
Kategori toksisitas bahan menurut Meyer (1982) adalah jika nilai LC50 kurang dari
30, maka bahan tersebut sangat toksik, jika nilai LC50 diantara 30-1000 maka bahan
digolongkan ke dalam bahan toksik, dan jika nilai LC50 lebih besar dari 1000 maka
bahan tersebut tidak toksik.
Besarnya aktifitas dari ekstrak ditunjukkan sebagai toksisitas terhadap larva,
Hasil analisis BSLT dapat dilihat pada Tabel 6 dan data perhitungan BSLT dapat
dilihat pada Lampiran 12.
Tabel 6 Pengukuran nilai LC50 menggunakan metode BSLT
Sampel
Segar
Mendidih
mendidih+10
(M0)
(M1)
menit (M2)
LC50
LC50
LC50
Ekstrak
15,85
Metanol
22,54
25,68
Ekstrak
Etil Asetat
40,08
364,58
146,12
Ekstrak
n-Heksana
1100,43
352,5
90,49

mendidih+20
menit (M3)
LC50
39,81
130,27
14,95

Hasil uji BSLT (Tabel 6), Nilai LC50 pada ekstrak metanol M0, M1, M2
sebesar 15,85; 22,54; 25,68 ppm lebih kecil dari 30 sehingga dikategorikan bahwa
bahan yang terkandung sangat toksik, pada M3 nilai LC50 sebesar 39,81 ppm
kandungan bahan dikategorikan bersifat toksik. Ekstrak etil asetat M0, M1, M2
dan M3 mempunyai nilai LC50 sebesar 40,08; 364,58; 146,12; 130,27 dengan
demikian maka ekstrak etil asetaat dikategorikan bersifat toksik. Hasil yang didapat
pada ekstrak metanol dan etil asetat berbanding lurus dengan penelitian Rita et al.
(2008) kadar tertentu dari senyawa alkaloid, steroid, dan flavonoid dapat bersifat
toksik, yang dapat menyebabkan kematian terhadap hewan uji larva Artemia salina.
Ekstrak n-heksana M0, M1, M2 dan M3 mempunyai nilai LC50 sebesar
1100,43; 352,5; 90,49; 14,95 ppm sehingga eksrak n-heksana mengandung bahan
tidak toksik sampai sangat toksik dengan nilai LC50 14,95 – 1100 ppm. Bila bahan
yang diuji memberikan efek toksik terhadap larva Artemia salina, maka hal ini
merupakan indikasi awal dari efek farmakologi yang terkandung dalam bahan
tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Artemia salina memiliki
korelasi positif terhadap ekstrak yang bersifat bioaktif (Meyer 1982).
Hasil penelitian yang dilakukan Purwaningsih (2006), hasil uji BSLT
kandungan komponen bioaktif keong matah merah mempunyai nilai LC50 10,84
ppm.

17

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Lama perebusan berpengaruh nyata terhadap kadar protein, tetapi tidak
berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu dan kadar lemak. Kadar protein tertinggi
terdapat pada daging keong matah merah segar. Lama perebusan berpengaruh
terhadap komponen bioaktif keong matah merah yang terdeteksi pada uji fitokimia
yaitu alkaloid, flavonoid, dan tanin. Berdasarkan nilai LC50 ekstrak metanol
mengandung senyawa kimia yang bersifat sangat toksik. Ekstrak etil asetat
mengandung senyawa kimia yang bersifat toksik sedangkan ekstrak n-heksana
mengandung senyawa kimia yang tidak toksik sampai sangat toksik.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, disarankan untuk penelitian selanjutnya
dapat melakukan pengujian senyawa kimia bioaktif secara in-vitro maupun in-vivo.

DAFTAR PUSTAKA
Apriyandi A. 2011. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif keong ipongipong (Fasciolaria salmo) [skripsi] Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington: The
Association of Official Analytical Chemist, Inc.
Effendie M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka
Nusatama.
Erkan N, Ozden O. 2011. A preliminary study of amino acid and mineral profiles
of important and estimable 21 seafood species. British Food Journal 4
(113):457-569.
Fessenden RJ, Fessenden JS. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Maun S, Anas
K, Sally TS, penerjemah. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Terjemahan dari:
Fundamental of Organic Chemistry.
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Yogyakarta (ID):
Liberty.
Harborne JB. 1984. Phytochemical methods. Ed ke-2. New York (US): Chapman
and Hall.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah.
Bandung (ID): ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods.

18
Insanabella ZT. 2012. Pengaruh pengolahan terhadap profil protein dan asam amino
pada keong matah merah (Certhidea obtusa). [skripsi] Bogor (ID): Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Kannan A, Hettiarachchy N, Narayan S. 2009. Colon and breast anti-cancer effects
of peptide hydrolysates derived from rice bran. The Open Bioactive
Coumpounds Journal 2:17-20.
Kutchan TM. 1995. Alkaloid biosynthes