Pengujian Toksisitas Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea Obtusa) Terhadap Artemia Salina Dan Sel Vero

PENGUJIAN TOKSISITAS EKSTRAK KEONG MATAH
MERAH (Cerithidea obtusa) TERHADAP Artemia salina
DAN SEL VERO

AZIZA NOVA AULIA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Toksisitas
Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) terhadap Artemia salina dan Sel
Vero adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta

dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Aziza Nova Aulia
NIM C34110027

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

ABSTRAK
AZIZA NOVA AULIA. Pengujian Toksisitas Ekstrak Keong Matah Merah
(Cerithidea obtusa) terhadap Artemia salina dan Sel Vero. Dibimbing oleh ELLA
SALAMAH dan SRI PURWANINGSIH.
Ekstrak keong matah merah memiliki aktivitas antioksidan, antikanker dan
antidiabetes sehingga dapat dijadikan sebagai bahan obat alami. Tujuan dari
penelitian ini untuk menentukan toksisitas ekstrak keong matah merah terhadap
Artemia salina dan sel Vero, serta kandungan komponen aktifnya. Tahapan dari
penelitian ini yaitu karakterisasi bahan, ekstraksi (maserasi, perebusan dan
sonikasi), dan karakterisasi ekstrak (uji toksisitas terhadap Artemia salina (BSLT),
uji toksisitas terhadap sel Vero (MTT assay), serta analisis fitokimia). Penelitian
ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) untuk menganalisis hasil

pengujian toksisitas terhadap Artemia salina dan sel Vero. Hasil pengujian
toksisitas terhadap Artemia salina menunjukkan nilai LC50 terendah terdapat pada
ekstrak aseton 773,52 ppm dan nilai LC50 tertinggi terdapat pada ekstrak air
perebusan 1672,57 ppm. Hasil pengujian toksisitas terhadap sel Vero
menunjukkan ekstrak air perebusan, ekstrak air sonikasi, ekstrak metanol, ekstrak
aseton dan ekstrak n-heksana bersifat tidak toksik. Komponen aktif yang
terkandung dalam ekstrak keong matah merah adalah alkaloid, flavonoid, saponin,
steroid dan triterpenoid.
Kata kunci: Artemia salina, matah merah, sel Vero, toksisitas

ABSTRACT
AZIZA NOVA AULIA. Toxicity Test of Matah Merah Snail (Cerithidea obtusa)
Extract againts Artemia salina and Vero Cell. Supervised by ELLA SALAMAH
and SRI PURWANINGSIH.
Matah merah snail extract has an antioxidant, anticancer and antidiabetic
activity that can be used as natural medicine. The aim of this research was to
determine the toxicity of matah merah snail extract against Artemia salina and
Vero cell, and the active compounds. The steps of this research included
characterization of materials, extraction (maceration, boiling and sonication), and
characterization of extracts (toxicity test against Artemia salina (BSLT), toxicity

test against Vero cell (MTT assay), and phytochemical analysis). In this study, the
data results of toxicity test against Artemia salina and Vero cell were analyzed
with completely randomize design. The result of toxicity test against Artemia
salina showed that the lowest LC50 value was 773.52 ppm contained in acetone
extract and the highest LC50 value was 1672.57 ppm contained in boiling water
extract. The result of toxicity test against Vero cell showed that boiling water
extract, sonication water extract, methanol extract, acetone extract and n-hexane
extract were not toxic. Active compounds detected in matah merah snail extract
were alkaloid, flavonoid, saponin, steroid and triterpenoid.
Keywords: Artemia salina, matah merah, toxicity, Vero cell

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


PENGUJIAN TOKSISITAS EKSTRAK KEONG MATAH
MERAH (Cerithidea obtusa) TERHADAP Artemia salina
DAN SEL VERO

AZIZA NOVA AULIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul “Pengujian Toksisitas
Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) terhadap Artemia salina dan Sel
Vero” dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan karya ilmiah ini, terutama kepada:
1 Dra Ella Salamah, MSi dan Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi selaku dosen
pembimbing atas segala bimbingan dan arahan yang diberikan kepada
penulis,
2 Dr Kustiariyah, SPi MSi dan Bambang Riyanto, SPi MSi selaku dosen
penguji dan komisi pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan atas
segala saran yang diberikan kepada penulis,
3 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan,
4 Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Program Studi Departemen
Teknologi Hasil Perairan,
5 Orangtua dan keluarga yang telah memberikan doa serta dukungan secara
moril maupun materil,
6 Ema Masruroh, SSi, Dini Indriyani, SSi dan teman-teman (Gesti, Fianita,
Restiani dan Aisyah) yang telah membantu penulis selama penelitian,

7 Keluarga besar Teknologi Hasil Perairan angkatan 48 atas segala doa,
bantuan, semangat dan dukungan yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan karya
ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.

Bogor, Maret 2016
Aziza Nova Aulia

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
PENDAHULUAN ...........................................................................................
Latar Belakang ...........................................................................................
Perumusan Masalah ...................................................................................
Tujuan Penelitian .......................................................................................
Manfaat Penelitian .....................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian..........................................................................

METODE PENELITIAN.................................................................................
Waktu dan Tempat .....................................................................................
Bahan .........................................................................................................
Alat .............................................................................................................
Prosedur Penelitian ....................................................................................
Karakterisasi keong matah merah (Cerithidea obtusa) ........................
Ekstraksi keong matah merah (Cerithidea obtusa) ..............................
Karakterisasi ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa) ...........
Prosedur Analisis .......................................................................................
Analisis proksimat ................................................................................
Uji toksisitas terhadap Artemia salina dengan Brine Shrimp
Lethality Test ........................................................................................
Uji toksisitas terhadap sel Vero dengan MTT assay ............................
Uji fitokimia .........................................................................................
Rancangan Percobaan dan Analisis Data ...................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................
Morfometrik Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) ............................
Komposisi Kimia Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) ....................
Rendemen Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)...................
Hasil Uji Toksisitas Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)

terhadap Artemia salina dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT) .......................................................................................................
Hasil Uji Toksisitas Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)
terhadap Sel Vero dengan Metode MTT assay..........................................
Komponen Aktif Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) ........
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................
Kesimpulan ................................................................................................
Saran ..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
LAMPIRAN .....................................................................................................
RIWAYAT HIDUP .........................................................................................

vii
vii
vii
1
1
2
2
2

2
3
3
3
3
3
5
5
6
6
6
8
8
8
9
10
10
12
13
16

18
22
24
24
25
25
31
40

DAFTAR TABEL
1 Morfometrik keong matah merah (Cerithidea obtusa)................................
2 Komposisi kimia keong matah merah (Cerithidea obtusa) ........................
3 Rendemen ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa).......................
4 Hasil uji toksisitas ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa) ..........
5 Komponen aktif ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa)..............

11
12
15
17

22

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir prosedur penelitian .................................................................
2 Morfometrik keong matah merah (Cerithidea obtusa)................................
3 Proporsi keong matah merah (Cerithidea obtusa).......................................
4 Hasil ekstraksi keong matah merah (Cerithidea obtusa).............................
5 Persentase viabilitas sel Vero pada konsentrasi ekstrak keong
matah merah ................................................................................................
6 Gambaran morfologi sel Vero .....................................................................

4
5
12
14
18
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan proporsi keong matah merah ...................................................
2 Perhitungan analisis proksimat keong matah merah ...................................
3 Perhitungan rendemen ekstrak keong matah merah ....................................
4 Hasil pengujian toksisitas ekstrak keong matah merah terhadap
Artemia salina..............................................................................................
5 Hasil uji normalitas LC50 ekstrak keong matah merah ................................
6 Analisis ragam LC50 ekstrak keong matah merah .......................................
7 Hasil uji lanjut Duncan LC50 ekstrak keong matah merah ..........................
8 Hasil uji normalitas ekstrak air perebusan terhadap viabilitas sel Vero ......
9 Hasil uji lanjut Duncan ekstrak air perebusan terhadap viabilitas sel Vero
10 Analisis ragam ekstrak air perebusan terhadap viabilitas sel Vero .............
11 Hasil uji normalitas air sonikasi terhadap viabilitas sel Vero .....................
12 Analisis ragam ekstrak air sonikasi terhadap viabilitas sel Vero ................
13 Hasil uji normalitas metanol terhadap viabilitas sel Vero ...........................
14 Analisis ragam ekstrak metanol terhadap viabilitas sel Vero ......................
15 Hasil uji normalitas aseton terhadap viabilitas sel Vero..............................
16 Analisis ragam ekstrak aseton terhadap viabilitas sel Vero ........................
17 Hasil uji normalitas n-heksana terhadap viabilitas sel Vero........................
18 Analisis ragam ekstrak n-heksana terhadap viabilitas sel Vero ..................
19 Hasil uji komponen aktif ekstrak keong matah merah ................................

33
33
34
34
36
36
36
36
37
37
37
37
37
37
38
38
38
38
38

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanfaatan bahan alami dalam bidang kesehatan di Indonesia telah
berkembang pesat. Masyarakat mulai menyadari pentingnya penggunaan bahanbahan alami untuk pencegahan dan pengobatan penyakit dibandingkan dengan
obat-obatan berbahan kimia. Indonesia yang memiliki perairan laut sangat luas
dengan keanekaragaman biota laut melimpah tentunya berpotensi dalam
menyediakan berbagai bahan obat-obatan alami. Hussain et al. (2012)
menyatakan bahwa biota laut mengandung berbagai macam komponen bioaktif
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat. Salah satu biota laut yang
berpotensi sebagai bahan obat alami adalah keong matah merah. Keong matah
merah (Cerithidea obtusa) merupakan salah satu jenis biota laut dari kelas
gastropoda yang telah lama dimanfaatkan bangsa Cina dan Taiwan sebagai bahan
obat (Purwaningsih 2007). Kemampuannya sebagai obat diduga karena keong
matah merah memiliki kandungan komponen aktif.
Penelitian sebelumnya telah banyak dilakukan untuk mengetahui potensi
komponen aktif dari keong matah merah. Ekstrak aseton keong matah merah
diketahui memiliki aktivitas antikanker yang ditunjukkan oleh kemampuan
ekstrak dalam menghambat pertumbuhan kanker payudara pada mencit C3H
dengan skor lesio ekstrak 9,48-4,38 dibandingkan skor lesio kontrol 13,05
(Purwaningsih 2006). Purwaningsih et al. (2008) melaporkan bahwa ekstrak
aseton keong matah merah mampu menghambat sel kanker serviks 90,62%, sel
kanker paru 79,84% dan sel kanker leukemia 76,71% pada konsentrasi ekstrak 25
ppm. Penelitian Purwaningsih (2012) juga menunjukkan bahwa ekstrak metanol
keong matah merah memiliki aktivitas sebagai antioksidan karena mempunyai
nilai IC50 58,19 ppm. Cahyani et al. (2015) dalam penelitiannya menjelaskan
bahwa ekstrak metanol keong matah merah memiliki aktivitas antidiabetes dengan
nilai IC50 36.400 ppm.
Penelitian keong matah merah yang telah dilakukan pada penelitian
terdahulu belum mencakup pengujian toksisitas ekstrak bahan. Bahan alami yang
dapat dimanfaatkan sebagai obat belum tentu tidak memiliki efek samping yang
merugikan, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian toksisitas ekstrak bahan.
Nondo et al. (2015) menjelaskan bahwa beberapa komponen aktif yang
terkandung dalam bahan alami dapat bersifat toksik bagi manusia jika
penggunaannya kurang tepat.
Pengujian toksisitas suatu bahan merupakan salah satu metode uji yang
digunakan untuk mengetahui keamanan suatu bahan alami yang akan dijadikan
produk neutraseutikal (Lestari 2014). Pengujian toksisitas ekstrak keong matah
merah yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT) dan MTT assay. Metode BSLT merupakan metode
pengujian toksisitas nonspesifik yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan
komponen aktif secara farmakologi terhadap larva udang Artemia salina.
Parameter yang digunakan pada metode BSLT adalah kematian larva udang
A. salina (Meyer et al. 1982). Metode MTT assay merupakan metode pengujian
toksisitas secara in vitro untuk melihat aktivitas sitotoksik suatu bahan

2
menggunakan kultur sel. Senthilraja dan Kathiresan (2015) menjelaskan bahwa
sel Vero merupakan sel normal yang diisolasi dari sel ginjal monyet hijau Afrika.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang
toksisitas ekstrak keong matah merah dan dapat dijadikan dasar pengembangan
keong matah merah menjadi produk obat yang dapat dipakai secara luas oleh
masyarakat.
Perumusan Masalah
Ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa) memiliki aktivitas
antioksidan, antikanker dan antidiabetes, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan
obat-obatan alami. Penelitian mengenai manfaat ekstrak keong matah merah telah
banyak dilakukan, namun pengujian toksisitas ekstrak bahan belum dilakukan
sebelumnya. Pengujian toksisitas dilakukan untuk mengetahui keamanan ekstrak
keong matah merah yang dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan obat
berbahan alami.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan toksisitas ekstrak keong matah
merah (Cerithidea obtusa) terhadap A. salina dan sel Vero, serta kandungan
komponen aktif dari ekstrak keong matah merah.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai toksisitas ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa)
menggunakan metode BSLT terhadap A. salina dan metode MTT assay terhadap
sel Vero, serta mengenai kandungan komponen aktif ekstrak keong matah merah
yang dapat dijadikan dasar dalam pengembangannya sebagai obat berbahan alami.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi karakterisasi bahan, ekstraksi dan
karakterisasi ekstrak. Karakterisasi keong matah merah meliputi pengamatan
morfometrik, preparasi dan analisis proksimat (AOAC 1980). Ekstraksi keong
matah merah menggunakan metode maserasi, perebusan dan sonikasi
(Purwaningsih et al. 2008). Karakterisasi ekstrak keong matah merah meliputi
pengujian toksisitas menggunakan metode BSLT terhadap A. salina (Krishnaraju
et al. 2005) dan metode MTT assay terhadap sel Vero (Mattana et al. 2012), serta
analisis fitokimia (Harborne 1987).

3

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga November 2015.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium
Bioteknologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia
Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor, serta Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi, Pusat Studi Satwa
Primata (PSSP), Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah keong matah
merah (Cerithidea obtusa) yang berasal dari Pasar Ikan Muara Angke. Informasi
dari penjual menyebutkan bahwa keong matah merah ini dipasok dari Desa
Simpang Tiga Jaya, Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir,
Sumatera Selatan. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat meliputi
akuades, selenium, larutan H2SO4 pekat, NaOH 40%, asam borat (H3BO3) 2%,
indikator bromocresol green-methyl red berwarna merah muda, larutan HCl 0,1 N,
pelarut n-heksana. Bahan-bahan untuk ekstraksi meliputi pelarut air, metanol,
aseton, dan n-heksana. Bahan-bahan yang digunakan untuk uji toksisitas dengan
metode BSLT meliputi larva udang A. salina dan air laut. Bahan-bahan yang
digunakan untuk uji toksisitas dengan metode MTT assay meliputi sel Vero,
reagen 3-(4-,5 dimethylthiazol-2-yl)-2,5-difenil tetrazolium bromida (MTT),
media Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM), Fetal Bovine Serum
(FBS), penisilin, dan streptomisin. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis
fitokimia meliputi H2SO4 2N, pereaksi Wagner, pereaksi Meyer, pereaksi
Dragendorff, serbuk Mg, larutan amil alkohol, larutan alkohol 70%, HCl 2 N,
larutan FeCl3 1%, etanol 70%, CHCl3, larutan anhidrat asam asetat, larutan H2SO4,
dan larutan FeCl3 5%.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi timbangan digital
(Sartorius TE212-L, Bradford-UK), blender (National MX-T1GN, JakartaIndonesia), cawan porselen, aluminium foil, labu Erlenmeyer, gelas ukur, kertas
saring, orbital shaker, rotary vacuum evaporator (Eyela 0SB-2100, TokyoJapan), sonikator (Bransonic 1510E-MTH, Danbury-USA), freeze dryer (Christ
Alpha 2-4 LDplus, Shropshire-UK), mikropipet, vortex, tabung reaksi, pipet tetes,
inkubator CO2 (Binder CB160, Tuttlingen-Germany), mikropelat 96-sumur,
mikroskop inverted (Nikon TE2000-S, Tokyo-Japan), dan ELISA reader (BioRad, iMark Microplate Absorbance Reader 168-1130, Richmond-California).
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama yaitu
karakterisasi keong matah merah meliputi pengamatan morfometrik, preparasi

4
bahan, dan analisis proksimat. Tahap kedua yaitu ekstraksi keong matah merah
menggunakan metode maserasi dengan pelarut metanol, aseton dan n-heksana,
serta metode perebusan dan sonikasi dengan pelarut air. Tahap ketiga yaitu
karakterisasi ekstrak keong matah merah meliputi pengujian toksisitas
menggunakan metode BSLT terhadap A. salina dan metode MTT assay terhadap
sel Vero serta analisis fitokimia. Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat
pada Gambar 1.
Keong matah merah
(Cerithidea obtusa)

Pengamatan morfometrik
(panjang, lebar, tebal dan berat)
Preparasi
(pemisahan cangkang dengan daging
dan jeroan, pemotongan, penghalusan)

Daging dan jeroan halus
keong matah merah

Analisis
proksimat

Ekstraksi maserasi tunggal (b:v = 1:5) dengan pelarut metanol (polar),
aseton (semi polar), dan n-heksana (non polar)
Ekstraksi sonikasi (b:v = 1:5) dengan pelarut air (polar)
Ekstraksi perebusan (b:v = 1:5) dengan pelarut air (polar)

Ekstrak kasar keong
matah merah

Karakterisasi ekstrak keong matah
merah

Ekstrak kasar keong
matah merah terpilih

Uji toksisitas terhadap
Artemia salina dengan
metode BSLT
Uji toksisitas terhadap sel
Vero dengan metode
MTT assay

Analisis
fitokimia

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian

5
Karakterisasi keong matah merah (Cerithidea obtusa) (Insanabella 2012)
Proses karakterisasi dimulai dengan pengamatan morfometrik.
Pengamatan morfometrik keong matah merah sebanyak 30 ekor yang dilakukan
meliputi pengukuran panjang, lebar, tebal dan berat. Morfometrik keong matah
merah dapat dilihat pada Gambar 2.

Lebar
1,73 cm

Tebal
1,54 cm
Panjang
4,52 cm

Gambar 2 Morfometrik keong matah merah (Cerithidea obtusa)
Sampel yang sudah diamati morfometriknya selanjutnya dipreparasi
dengan memisahkan daging dan jeroan dari cangkangnya. Daging dan jeroan
keong matah merah dipotong-potong menggunakan pisau untuk mempermudah
proses penghalusan selanjutnya diblender hingga halus. Sampel yang sudah halus
kemudian digunakan untuk analisis proksimat dan ekstraksi.
Ekstraksi keong matah merah (Cerithidea obtusa) (Purwaningsih et al. 2008)
Sampel keong matah merah yang telah melalui tahap karakterisasi
kemudian dilanjutkan dengan tahap ekstraksi. Ekstraksi keong matah merah
dilakukan menggunakan metode maserasi, perebusan dan sonikasi.
Sampel keong matah merah diekstraksi menggunakan berbagai pelarut
dengan perbandingan 1:5 (b/v) secara maserasi tunggal. Pelarut yang digunakan
adalah pelarut metanol, aseton dan n-heksana. Sampel keong matah merah
sebanyak 200 g direndam dalam 400 mL pelarut dan dimaserasi selama 24 jam
menggunakan orbital shaker. Hasil maserasi disaring menggunakan kertas
Whatman 42 dan filtrat yang dihasilkan disimpan dalam botol kaca. Residu
direndam kembali menggunakan pelarut sebanyak 400 mL dan dimaserasi selama
24 jam, selanjutnya residu yang diperoleh direndam kembali menggunakan
pelarut sebanyak 200 mL. Filtrat yang dihasilkan dihilangkan pelarutnya
menggunakan rotary vacuum evaporator dengan suhu 40 °C selama 6 jam.
Ekstraksi keong matah merah dengan metode perebusan menggunakan
pelarut air dilakukan dengan cara merebus sampel keong matah merah sebanyak
50 g pada air mendidih 250 mL selama 10 menit. Perbandingan sampel keong
matah merah dengan air yaitu 1:5 (b/v). Hasil perebusan sampel keong matah
merah disaring dengan kertas Whatman 42 dan filtratnya disimpan dalam botol

6
kaca. Filtrat hasil perebusan kemudian dipisahkan dengan sisa pelarut air
menggunakan freeze dryer hingga didapat ekstrak kasar.
Sampel keong matah merah diekstraksi menggunakan metode sonikasi
dengan pelarut air dalam perbandingan 1:5 (b/v). Sebanyak 200 g sampel keong
matah merah dicampurkan dengan pelarut air sebanyak 1000 mL untuk disonikasi.
Sonikasi dilakukan selama 2 jam dengan frekuensi 42 kHz pada suhu 28 ºC.
Sampel keong matah merah hasil sonikasi disaring menggunakan kertas
Whatman 42 dan filtratnya disimpan dalam botol kaca. Filtrat yang diperoleh
selanjutnya dipisahkan dengan sisa pelarut air menggunakan freeze dryer,
sehingga diperoleh ekstrak kasar keong matah merah.
Karakterisasi ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa)
Ekstrak yang dihasilkan dari metode maserasi, perebusan dan sonikasi
selanjutnya ditimbang bobotnya untuk memperoleh rendemen ekstrak keong
matah merah yang dihitung menggunakan rumus berikut:
endemen

e at ekst ak g
e at sampel g

100

Hasil ekstraksi keong matah merah yang diperoleh meliputi 5 jenis ekstrak
yaitu ekstrak air perebusan, ekstrak air sonikasi, ekstrak metanol, ekstrak aseton
dan ekstrak n-heksana. Masing-masing jenis ekstrak tersebut diuji toksisitasnya
menggunakan metode BSLT terhadap A. salina dan metode MTT assay terhadap
sel Vero, serta dilakukan analisis fitokimia.
Prosedur Analisis
Analisis proksimat (AOAC 1980)
Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia suatu
bahan. Analisis yang dilakukan terhadap sampel keong matah merah ini meliputi
analisis kadar air, abu, protein dan lemak.
1) Analisis kadar air
Analisis kadar air dilakukan dengan mengeringkan cawan porselen dalam
oven pada suhu 105°C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam
desikator selama 15 menit dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang.
Sampel sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam cawan tersebut kemudian dikeringkan
ke dalam oven pada suhu 105 °C selama 8 jam. Sampel tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang kembali. Kadar air ditentukan
menggunakan rumus berikut:
a da ai

e at contoh a a l g be at contoh akhi g
e at contoh a a l g

100

2) Analisis kadar abu
Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam dengan suhu
105°C, kemudian disimpan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang.
Sampel sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dibakar
dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak berasap lagi. Sampel tersebut

7
dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600°C selama 6 jam. Cawan
dimasukkan ke dalam desikator hingga dingin kemudian ditimbang. Kadar abu
ditentukan dengan rumus berikut:
obot setelah tanu g ca an kosong g
e at sampel a a l g

a da abu

100

3) Analisis kadar protein
Tahapan yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu
destruksi, destilasi, dan titrasi. Tahap destruksi diawali dengan menimbang
sampel sebanyak 0,25 g, kemudian sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl
100 mL, lalu ditambahkan 0,25 g selenium dan 3 mL H2SO4 pekat. Labu yang
berisi larutan dimasukkan ke dalam alat destruksi selama 1 jam pada suhu 410 ºC.
Proses destruksi dilakukan sampai larutan berwarna jernih. Tahap selanjutnya
adalah destilasi. Larutan hasil destruksi ditambahkan dengan 50 mL akuades dan
20 mL NaOH 40% lalu dimasukkan ke dalam alat destilasi pada suhu 100 ºC.
Hasil destilasi tersebut ditampung dalam labu erlenmeyer 125 mL yang berisi
10 mL larutan H3BO3 2% dan 2 tetes indikator bromocresol green-methyl red
yang berwarna merah muda. Proses destilasi dihentikan setelah volume destilat
mencapai 10 mL dan berwarna hijau kebiruan. Hasil destilasi selanjutnya dititrasi
menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan dalam labu erlenmeyer berubah
menjadi merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Kadar protein ditentukan
dengan rumus:
ot ein

[

m

l sampel m

l 14 007

l blanko
mg sampel

Keterangan:
fk = Faktor koreksi = 6,25

100

] fk

4) Analisis kadar lemak
Sampel sebanyak 2 g (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dengan
kedua ujungnya ditutup kapas bebas lemak dan dimasukkan ke dalam labu lemak
yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2), kemudian disambungkan dengan
tabung soxhlet. Refluks selanjutnya dilakukan selama 6 jam dengan pelarut lemak
(n-heksana) sebanyak 150 mL. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak
didestilasi hingga semua pelarut menguap. Pelarut akan tertampung di ruang
ekstraktor pada saat destilasi. Pelarut tersebut dikeluarkan sehingga tidak kembali
ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu
105°C selama 1 jam, kemudian labu lemak disimpan dalam desikator sampai
beratnya konstan (W3). Kadar lemak ditentukan dengan rumus berikut:
a da lemak
Keterangan:
W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat labu lemak kosong (g)
W3 = Berat labu lemak dengan ekstrak (g)

3

2
1

100

8
Uji toksisitas terhadap Artemia salina dengan Brine Shrimp Lethality Test
(Krishnaraju et al. 2005)
Sebanyak 50 mg telur A. salina dimasukkan ke dalam wadah berisi air laut
yang sudah disaring dan diaerasi. Telur dibiarkan selama 48 jam di bawah
pencahayaan lampu agar menetas sempurna. Larva yang sudah menetas
digunakan untuk uji toksisitas.
Pembuatan larutan stok ekstrak keong matah merah dalam konsentrasi
2000 ppm dengan pelarut air laut kemudian diencerkan hingga diperoleh
konsentrasi 10, 100, 200, 500, dan 1000 ppm. Sebanyak 400 μ air laut,
10 ekor larva A. salina dalam 600 μ ai laut dan 1 m ekst ak dimasukkan ke
dalam multiwall plate. Multiwell plate ditutup dan dibiarkan selama 24 jam
dibawah pencahayaan lampu. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah
larva A. salina yang mati.
Uji toksisitas terhadap sel Vero dengan MTT assay (Mattana et al. 2012)
Sel Vero yang digunakan dalam penelitian ini merupakan sel lestari
normal. Sel Vero dibiakkan dalam media Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium
(DMEM). Media penumbuh sel dilengkapi dengan 10% Fetal Bovine Serum
(FBS), 100 unit/mL penicillin, dan 100 μg/m st eptomisin. Sel dibiakkan dengan
konsent asi 5000 sel dalam 100 μ media penumbuh selama 24 jam dalam
inkubator pada suhu 37 °C dan atmosfer 5% CO2.
Sel Vero yang telah dibiakkan selama 24 jam selanjutnya ditambahkan
dengan ekstrak keong matah merah sebanyak 100 μ dengan konsent asi ekst ak
20 ppm, 40 ppm, 80 ppm dan 160 ppm. Inkubasi dilakukan kembali dalam waktu
48 jam pada inkubator dengan suhu 37 °C dan atmosfer 5% CO2. Sel yang tidak
mendapat perlakuan ekstrak keong matah merah digunakan sebagai kontrol.
Uji MTT assay dilakukan selanjutnya setelah inkubasi 48 jam dengan
menambahkan 5 mg/mL reagen 3-(4-,5 dimethylthiazol-2-yl)-2,5-difenil
tetrazolium bromida (MTT) sebanyak 10 μ ke dalam setiap well, kemudian
diinkubasi selama 4 jam pada suhu 37 °C dan atmosfer 5% CO2. Sel hidup akan
bereaksi dengan reagen MTT membentuk formazan. Formazan dilarutkan
menggunakan etanol 70%, lalu nilai serapannya diukur menggunakan ELISA
reader pada panjang gelombang 595 nm. Hal uji berupa serapan dikonversikan ke
dalam bentuk persentase viabilitas menggunakan rumus:
ia bilitas

(

abso bansi sampel
) 100
abso bansi kont ol

Analisis fitokimia (Harborne 1987)
Analisis fitokimia dilakukan untuk mengetahui komponen aktif pada suatu
bahan. Analisis yang dilakukan terhadap ekstrak keong matah merah ini meliputi
pemeriksaan terhadap senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, fenol
hidroquinon, steroid dan triterpenoid.
1) Alkaloid
Sebanyak 50 mg sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu
dilakukan penambahan H2SO4 2N sebanyak 5 tetes dan dikocok hingga tercampur.
Sampel yang sudah tercampur kemudian ditambahkan dengan pereaksi Meyer,
Wagner dan Dragendorff. Hasil uji dinyatakan positif apabila terbentuk endapan

9
putih dengan pereaksi Meyer, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan
terbentuk endapan jingga dengan pereaksi Dragendorff.
2) Flavonoid
Sampel sebanyak 50 mg ditambahkan dengan 0,05 mg serbuk Mg,
selanjutnya ditambahkan 0,2 mL amil alkohol dan 4 mL alkohol 70%. Hasil uji
dinyatakan positif apabila larutan berwarna merah, kuning atau jingga pada
lapisan amil alkohol.
3) Saponin
Uji saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Sebanyak
50 mg sampel diletakkan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan air panas
sebanyak 20 mL. Tabung reaksi dikocok dan dibiarkan selama 30 menit,
selanjutnya ditambahkan HCl 2N sebanyak 1 tetes. Hasil uji positif saponin
ditunjukkan dengan adanya busa yang stabil.
4) Tanin
Sebanyak 50 mg sampel ditambahkan dengan air panas 20 mL, sampel
tersebut disaring ditetesi dengan FeCl3 1% sebanyak 2 tetes. Hasil uji tanin positif
jika larutan berwarna biru tua atau hijau kehitaman.
5) Fenol hidroquinon
Sebanyak 50 mg sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi. Sampel
dicampurkan dengan etanol 70% sebanyak 0,25 mL dan ditambahkan FeCl3 5%
sebanyak 2 tetes. Hasil uji dinyatakan positif apabila terbentuk warna hijau atau
hijau biru.
6) Steroid/ Triterpenoid
Sebanyak 50 mg sampel ditambah dengan 2 mL kloroform. Sampel
tersebut selanjutnya ditetesi dengan anhidrida asam asetat sebanyak 5 tetes, lalu
ditetesi dengan H2SO4 2N sebanyak 3 tetes. Hasil uji steroid positif bila warna
larutan berubah menjadi biru, sedangkan hasil uji triterpenoid positif bila
terbentuk warna merah kecoklatan pada lapisan permukaan sampel.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL). Data dianalisis dengan Analysis of Varians (ANOVA) dan apabila
terdapat pengaruh nyata, maka dianalisis dengan uji Duncan menggunakan
perangkat lunak Statistical Package for the Social Science (SPSS) 16. Model
matematika rancangan acak lengkap (Steel dan Torrie 1993) sebagai berikut:
ij

μ

i

ij

Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan pada taraf i ulangan ke-j
µ
= Nilai tengah atau rataan umum pengamatan
= Pengaruh perlakuan jenis ekstrak atau konsentrasi ekstrak pada taraf ke-i
i
= Galat percobaan pada taraf ke-i dengan ulangan ke-j
ij

10
Data hasil pengujian toksisitas ekstrak keong matah merah terhadap
A. salina ditunjukkan dengan nilai LC50 pada masing-masing jenis ekstrak.
Hipotesa rancangan acak lengkap (RAL) toksisitas ekstrak keong matah merah
terhadap A. salina adalah sebagai berikut:
H0 = jenis ekstrak keong matah merah tidak berpengaruh nyata terhadap nilai
LC50
H1 = jenis ekstrak keong matah merah berpengaruh nyata terhadap nilai LC50
Data yang diperoleh dari uji toksisitas ekstrak keong matah merah
terhadap sel Vero berupa persentase viabilitas sel pada masing-masing konsentrasi
ekstrak di setiap jenis ekstrak. Hipotesa rancangan acak lengkap (RAL) toksisitas
ekstrak keong matah merah terhadap sel Vero adalah sebagai berikut:
H0 = konsentrasi ekstrak keong matah merah tidak berpengaruh nyata terhadap
persentase viabilitas sel Vero
H1 = konsentrasi ekstrak keong matah merah berpengaruh nyata terhadap
persentase viabilitas sel Vero
Jika hasil dari pengujian menunjukkan adanya pengaruh nyata pada selang
95% (α = 0,05) maka dilakukan uji lanjut Duncan. Rumus uji Duncan adalah:
p

Keterangan:
=
r
=
α
=
p
=
dbg
=

(

α p dbg )

Nilai Duncan tabel
Ulangan
Taraf nyata
Banyaknya perlakuan yang dibandingkan
Derajat bebas galat

Uji normalitas data dilakukan sebelum data dimasukkan kedalam
perhitungan. Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji
normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah galat data yang digunakan
menyebar normal, apabila nilai Pvalue ≥ α 0 05), maka data berdistribusi normal.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfometrik Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)
Keong matah merah yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tubuh
simetris bilateral yang dilindungi cangkang berbentuk kerucut dan melingkar,
bentuk kepala yang jelas, serta memiliki mata dan radula. Pengamatan
morfometrik keong matah merah diperoleh dari 30 sampel yang diambil secara
acak. Hasil pengamatan morfometrik keong matah merah disajikan pada Tabel 1.

11
Tabel 1 Morfometrik keong matah merah (Cerithidea obtusa)
Parameter
Nilai
Nilai*
Panjang (cm)
3,90 ± 0,26
4,53 ± 1,01
Lebar (cm)
1,92 ± 0,19
3,75 ± 0,35
Tebal (cm)
1,51 ± 0,22
1,73 ± 0,18
Berat (g)
4,81 ± 1,02
1,80 ± 0,13

Keterangan: * Purwaningsih et al. (2015)

Keong matah merah merupakan salah satu spesies dari genus Cerithidea
yang memiliki bentuk khas dengan panjang antara 3-5 cm, dan memiliki cangkang
dengan pola ulir dengan ujung cangkang yang tumpul. Ujung cangkang yang
tumpul inilah yang menjadi ciri khas spesies Cerithidea obtusa untuk dibedakan
dengan jenis Cerithidea yang lain. Obtusus berarti tumpul sehingga penamaan
obtusa digunakan untuk spesies ini. Keong matah merah adalah spesies umum
pada ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan lingkungan yang
ekstrim karena dipengaruhi oleh pasang surut air laut, suhu dan salinitas
yang berubah-ubah. Kondisi tersebut menyebabkan keong matah merah
memiliki kemampuan beradaptasi untuk dapat bertahan hidup (Dharma 1992).
Menurut Ernanto et al. (2010) bahwa adaptasi gastropoda mencakup daya tahan
terhadap kehilangan air dan pemeliharaan keseimbangan panas tubuh. Gastropoda
masuk ke dalam cangkang ketika pasang turun, kemudian menutup celah
menggunakan operkulum sehingga kehilangan air dapat dikurangi. Gastropoda
juga memiliki toleransi terhadap suhu panas dan dingin yang ekstrim, serta
memperlihatkan adaptasi tingkah laku dan struktur tubuh untuk menjaga
keseimbangan panas internal. Hewan ini hanya aktif ketika pasang naik dan
tubuhnya terendam air.
Penyebaran keong matah merah umumnya pada daerah mangrove di
kawasan Indo-Pasifik Barat yang meliputi Madagaskar, India, Indonesia, Filipina
dan Australia. Keong matah merah hidup dengan menempel pada substrat berupa
pasir atau lumpur. Substrat yang ada digunakan untuk mempertahankan suhu
lingkungan dan sumber untuk mendapatkan makanan keong. Makanan keong
berupa bahan organik yang berasal dari dekomposisi daun mangrove, fitoplankton,
maupun bakteri (Sreenivasan 1982). Hasil pengamatan morfometrik yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa keong matah merah memiliki panjang, lebar, tebal
dan berat yang bervariasi. Variasi ukuran keong matah merah ini diduga
disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan setiap keong.
Pertumbuhan suatu biota dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan biota yaitu keturunan,
jenis kelamin, parasit dan penyakit, serta umur. Faktor eksternal yang
mempengaruhi pertumbuhan biota yaitu jumlah dan ukuran makanan yang
tersedia, jumlah biota yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu,
oksigen terlarut, kadar amonia di perairan dan salinitas (Effendie 1997).
Pengukuran morfometrik dilanjutkan dengan perhitungan rendemen.
Rendemen merupakan parameter untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas
suatu bahan atau produk. Rendemen adalah persentase bagian bahan baku yang
dapat dimanfaatkan. Purwaningsih et al. (2015) menjelaskan bahwa persentase
proporsi keong matah merah diperoleh dengan membandingkan antara bagian

12
daging, jeroan dan cangkang dengan berat total keong. Proporsi keong matah
merah dapat dilihat pada Gambar 3.

20,93%
62,14%

16,92%

Gambar 3 Proporsi keong matah merah (Cerithidea obtusa) (%)
cangkang,
daging,
jeroan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi keong matah merah terbesar
adalah cangkang kemudian diikuti oleh daging dan jeroan. Perhitungan proporsi
keong matah merah dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Cahyani (2015) bahwa proporsi rendemen keong matah merah
terbesar terdapat pada bagian cangkang sebesar 66,7%, diikuti daging sebesar
18,1% dan jeroan 15,2%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa cangkang
merupakan bagian terbesar dari keseluruhan berat keong. Keong matah merah
memiliki proporsi cangkang terbesar karena seluruh tubuhnya tertutupi oleh
cangkang.
Komposisi Kimia Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)
Informasi mengenai komposisi kimia yang terkandung dalam keong matah
merah dapat diketahui melalui analisis proksimat. Analisis proksimat meliputi
analisis kadar air, abu, lemak, dan protein. Hasil analisis komposisi kimia keong
matah merah dapat dilihat pada Tabel 2 dan Lampiran 2.
Tabel 2 Komposisi kimia keong matah merah (Cerithidea obtusa)
Komposisi (% bb)
Parameter
Keong matah merah
Keong matah merah*
Kadar air
78,56 ± 0,42
82,80 ± 0,10
Kadar abu
3,15 ± 0,10
2,00 ± 0,20
Kadar lemak
0,18 ± 0,01
0,30 ± 0,10
Kadar protein
10,60 ± 0,25
11,90 ± 0,10
Keterangan : *Cahyani (2015)

Kadar air keong matah merah menunjukkan persentase yang tinggi yaitu
sebesar 78,56%. Tingginya kadar air juga ditunjukkan oleh penelitian yang
dilakukan Cahyani (2015) pada keong matah merah yaitu 82,80%. Keong matah
merah yang merupakan produk hasil perairan termasuk dalam bahan pangan yang

13
memiliki kandungan air tinggi sehingga mudah mengalami kerusakan (high
perishable food). Arifin (2008) menyatakan bahwa kadar air hewan laut berkisar
antara 70,1-85%. Perbedaan kadar air diduga dipengaruhi oleh jenis spesies,
kondisi lingkungan, umur, dan kesegaran bahan.
Hasil analisis proksimat menunjukkan kadar abu keong matah merah
sebesar 3,15%. Besar kecilnya kadar abu dapat dipengaruhi oleh perbedaan jenis
organisme, serta perbedaan kondisi habitat dan lingkungan hidup. Menurut
Padidela dan Thummala (2015) kadar abu dapat dipengaruhi oleh perbedaan
habitat dan lingkungan. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan
mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup di dalamnya.
Keong matah merah mengandung kadar lemak sebesar 0,18%. Kadar
lemak keong matah merah hasil penelitian Cahyani (2015) menunjukkan hasil
sebesar 0,30%. Adanya perbedaan kadar lemak ini diduga disebabkan oleh
perbedaan umur spesies dan tingkat kematangan gonad. Palpandi et al. (2010)
menjelaskan bahwa lemak akan semakin meningkat dengan bertambahnya umur,
karena kondisi fisiologis hewan yang akan menuju fase perkembangbiakan.
Hewan akan membutuhkan lebih banyak energi untuk berkembang biak yang
disimpan dalam bentuk lemak.
Kadar protein dari keong matah merah berdasarkan analisis proksimat
adalah 10,60%. Ayas dan Ozogul (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
perbedaan jenis organisme, perbedaan ukuran individu yang digunakan dalam
penelitian, dan waktu pengambilan sampel yang berbeda akan mempengaruhi
hasil analisis proksimat dari suatu bahan.
Menurut Periyasamy et al. (2011), adanya perbedaan hasil analisis
proksimat secara keseluruhan dari daging gastropoda dapat disebabkan oleh
kondisi lingkungan hidup keong yang berbeda terutama kandungan bahan organik
yang tersedia di lingkungannya sebagai bahan makanan utama keong. Kadar air,
kadar abu, kadar lemak dan kadar protein keong yang bervariasi dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu jenis, ukuran, tingkat kematangan gonad, suhu, jenis
makanan dan lokasi pengambilan sampel.
Rendemen Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)
Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen yang diinginkan dari
suatu bahan menggunakan pelarut tertentu. Tujuan dari ekstraksi yaitu untuk
mendapatkan bagian tertentu dari bahan-bahan yang mengandung zat aktif
(Harborne 1987). Ekstraksi keong matah merah dilakukan menggunakan berbagai
pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu air (polar), metanol (polar),
aseton (semipolar) dan n-heksana (nonpolar). Metode ekstraksi yang digunakan
adalah perebusan, sonikasi dan maserasi. Metode maserasi dilakukan untuk
mengekstrak keong matah merah dengan pelarut metanol, aseton, dan n-heksana,
sedangkan metode perebusan dan sonikasi dilakukan untuk mengekstrak keong
matah merah menggunakan pelarut air. Hasil ekstraksi keong matah merah dapat
dilihat pada Gambar 4.

14

(a)

(b)

(c)
Gambar 4 Hasil ekstraksi keong matah merah: (a) Ekstrak air perebusan,
(b) Ekstrak air sonikasi, (c) Ekstrak metanol, aseton dan
n-heksana
Hasil ekstraksi keong matah merah menunjukkan karakteristik yang
berbeda-beda. Perbedaan karakteristik ekstrak keong matah merah dapat
disebabkan oleh perbedaan pelarut dan metode ekstraksi yang digunakan. Warna
kuning kecoklatan diduga dibentuk oleh adanya senyawa hidrofobik yang tertarik
oleh pelarut, seperti minyak atau essential oil yang umumnya berwarna kuning
kecoklatan. Manurung et al. (2004) menjelaskan bahwa molekul zat warna
merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai
pembawa warna. Zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat
warna adalah senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan
turunannya, fenol dan turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang
mengandung nitrogen.
Makanan keong matah merah berupa bahan organik yang berasal dari
dekomposisi daun mangrove dan fitoplankton yang umumnya berwarna hijau atau
coklat diduga juga mempengaruhi warna dari ekstrak keong matah merah yang
dihasilkan. Metode pemisahan filtrat dan pelarut yang digunakan juga dapat
mempengaruhi karakteristik ekstrak. Ekstrak air perebusan dan ekstrak air
sonikasi yang menggunakan freeze dryer untuk memisahkan filtrat dengan pelarut
air menghasilkan ekstrak berbentuk bubuk. Ekstrak metanol, aseton dan nheksana menggunakan rotary vacuum evaporator untuk memisahkan filtrat
dengan pelarut menghasilkan ekstrak yang berbentuk pasta.
Hasil ekstraksi dari keong matah merah kemudian ditimbang untuk
mengetahui nilai rendemen. Rendemen merupakan perbandingan antara berat
ekstrak yang dihasilkan dengan berat awal sampel bahan yang dinyatakan dalam

15
persen (%). Hasil perhitungan rendemen ekstrak keong matah merah dapat dilihat
pada Lampiran 3. Karakteristik ekstrak keong matah merah yang meliputi
rendemen, bentuk dan warna ekstrak ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Karakteristik ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa)
Jenis ekstrak
Rendemen (%)
Bentuk ekstrak
Warna ekstrak
Air perebusan
2,37 ± 0,19
Bubuk
Hijau kecoklatan
Air sonikasi
1,91 ± 0,16
Bubuk
Coklat tua
Metanol
2,86 ± 0,30
Pasta
Coklat tua
Aseton
1,82 ± 0,14
Pasta
Coklat tua
N-heksana
0,08 ± 0,05
Pasta
Kuning kecoklatan
Hasil ekstraksi keong matah merah menunjukkan bahwa rendemen
tertinggi ekstrak keong matah merah terdapat pada ekstrak metanol yaitu sebesar
2,86%, sedangkan rendemen terendah terdapat pada ekstrak n-heksana sebesar
0,08%. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Prabowo (2009) yang
menunjukkan bahwa rendemen ekstrak tertinggi dari keong matah merah terdapat
pada ekstrak metanol yaitu sebesar 1,52% dan ekstrak terendah terdapat pada
ekstrak n-heksana sebesar 0,18%.
Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan cara merendam sampel
dalam pelarut terpilih yang disimpan dalam jangka waktu tertentu. Sampel dapat
direndam dengan atau tanpa pengadukan (Tiwari et al. 2011). Metode maserasi
dilakukan karena metodenya yang sederhana dan bertujuan untuk mengurangi
kerusakan zat aktif dalam bahan yang tidak tahan panas. Hasil ekstraksi
menggunakan metode maserasi menunjukkan hasil yang berbeda-beda sesuai
dengan pelarutnya. Ekstrak metanol menghasilkan rendemen tertinggi sebesar
2,86%, diikuti dengan ekstrak aseton sebesar 1,82% dan ekstrak n-heksana
dengan nilai ekstrak terendah sebesar 0,08%. Rendemen ekstrak metanol yang
tinggi diduga karena kemampuan dari pelarut metanol yang bersifat polar dapat
melarutkan hampir semua komponen senyawa aktif yang terkandung dalam keong
matah merah. Kumoro et al. (2009) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
semakin tinggi tingkat kepolaran suatu pelarut akan meningkatkan rendemen
ekstrak dari suatu sampel.
Ekstraksi dengan pelarut air dilakukan menggunakan metode perebusan
dan sonikasi. Ekstraksi keong matah merah menggunakan metode perebusan
didasarkan atas kebiasaan pada masyarakat dalam mengkonsumsi keong matah
merah dengan cara merebusnya menggunakan air (Insanabella 2012). Rendemen
ekstrak air perebusan didapatkan hasil sebesar 2,37%. Ekstraksi keong matah
merah dengan pelarut air juga dilakukan menggunakan metode sonikasi. Metode
ekstraksi menggunakan sonikasi merupakan metode ekstraksi alternatif yang
memanfaatkan gelombang ultrasonik. Tania et al. (2009) menjelaskan bahwa
metode sonikasi memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 42 kHz
dapat menghancurkan sel sehingga mempercepat proses perpindahan massa
senyawa bioaktif dari dalam sel ke pelarut. Metode sonikasi digunakan sebagai
alternatif dari metode ekstraksi maserasi dan perebusan yang merupakan metode
ekstraksi konvesional. Ekstraksi keong matah merah menggunakan metode
sonikasi dilakukan selama 2 jam untuk menghindari adanya kerusakan zat aktif

16
akibat adanya gelombang ultrasonik yang terlalu lama. Rendemen ekstrak air
sonikasi didapatkan hasil sebesar 1,9%.
Perbedaan nilai rendemen ekstrak menggunakan pelarut air dengan metode
perebusan dan sonikasi diduga karena adanya proses pemanasan pada metode
ekstraksi perebusan yang mempengaruhi kelarutannya. Pemanasan pelarut dapat
mempercepat larutnya zat terlarut. Pelarut dengan suhu yang lebih tinggi akan
lebih cepat melarutkan zat terlarut dibandingkan pelarut dengan suhu lebih rendah.
Proses pemanasan akan menyebabkan partikel bergerak lebih cepat dibandingkan
pada suhu rendah, sehingga kontak antara pelarut dengan bahan menjadi lebih
efektif. Oleh karena itu rendemen ekstrak air perebusan lebih besar dibandingkan
rendemen ekstrak air sonikasi. Tingginya nilai rendemen ekstrak air perebusan
juga diduga karena adanya senyawa selain dari isi sel yang ikut terlarut akibat
proses perebusan. Nusantoro dan Haryadi (2003) menjelaskan bahwa proses
perebusan akan menyebabkan terjadinya degradasi senyawa-senyawa penyusun
jaringan sehingga tidak hanya isi sel saja yang terekstrak, tetapi juga akan
mengekstrak senyawa-senyawa lain hasil degradasi yang larut dalam pelarut.
Rendemen ekstrak menggunakan pelarut metanol dan pelarut air
menunjukkan nilai yang tinggi dibandingkan hasil ekstraksi dengan pelarut aseton
dan pelarut n-heksana. Hal tersebut mengindikasikan bahwa komponenkomponen bioaktif d