Kajian Aktivitas Komponen Bioaktif dari Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)

KAJIAN AKTIVITAS KOMPONEN BIOAKTIF
DARI KEONG MATAH MERAH (Cerithidea obtusa)

RENI TRI CAHYANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kajian Aktivitas
Komponen Bioaktif dari Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015
Reni Tri Cahyani
NRP C351124011

RINGKASAN
RENI TRI CAHYANI. Kajian Aktivitas Komponen Bioaktif dari Keong Matah
Merah (Cerithidea obtusa). Dibimbing oleh SRI PURWANINGSIH dan
AZRIFITRIA.
Keong matah merah (Cerithidea obtusa) merupakan salah satu spesies
yang banyak dijumpai pada ekosistem mangrove di kawasan Asia-Pasifik. Hewan
ini banyak digunakan untuk makanan dan dipercaya dapat digunakan sebagai
obat. Penelitian ini bertujuan untuk menggali potensi aktivitas komponen bioaktif
keong matah merah melalui karakterisasi keong matah merah; karakterisasi
ekstrak keong matah merah dan pengujian aktivitas antioksidan, antidiabetes,
antiinflamasi dan antibakteri secara in vitro. Karakterisasi keong matah merah
meliputi identifikasi; pengamatan morfometrik; proporsi; dan analisis proksimat,
sedangkan karakterisasi ekstrak keong matah merah meliputi rendemen; deskripsi
ekstrak; toksisitas dengan metode BSLT; dan skrining komponen aktif secara
kualitatif. Aktivitas bioaktif diukur secara in vitro meliputi antioksidan dengan
metode DPPH, antidiabetes dengan metode inhibisi α-glukosidase, antiinflamasi

dengan metode stabilitas membran sel darah merah, dan antibakteri dengan
metode difusi agar.
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa C. obtusa memiliki ciri khas
bagian tumpul pada ujung cangkangnya. Rata-rata panjang cangkang, lebar
cangkang, lebar kolumela, dan berat berturut-turut adalah 40,5 mm; 19,9 mm;
16,9 mm; dan
5,1 g. Proporsi cangkang, daging, dan jeroan berturut-turut
66,7%; 18,1%; dan 15,2%. Kadar air, protein, lemak, abu, dan karbohidrat
berturut-turut 82,8%; 11,9%; 0,3%; 2,0%; dan 3,1%.
Rendemen tertinggi adalah ekstrak metanol (4,7%), diikuti oleh ekstrak
etil asetat (0,5%) dan ekstrak n-heksan (0,2%). Semua ekstrak memiliki
karakteristik bentuk pasta dan berbau amis. Warna ekstrak metanol, ekstrak etil
asetat, dan ekstrak n-heksan berturut-turut adalah hijau pudar, hijau gelap, dan
kuning kecoklatan. Uji toksisitas menunjukkan bahwa semua ekstrak bersifat
toksik dengan nilai LC50 terendah adalah ekstrak n-heksan (176,3 μg/ml), diikuti
oleh ekstrak etil asetat (476,3 μg/ml) dan ekstrak metanol (715,4 μg/ml). Skrining
komponen aktif menunjukkan bahwa ekstrak metanol mengandung alkaloid,
flavonoid, triterpenoid, dan saponin; ekstrak etil asetat mengandung flavonoid,
fenol hidrokuinon, triterpenoid, dan saponin; ekstrak n-heksan mengandung
triterpenoid.

Ekstrak etil asetat memiliki aktivitas antioksidan (IC50 = 645,6 μg/ml),
sedangkan ekstrak metanol memiliki aktivitas antidiabetes (IC50 = 36,4 mg/ml).
Aktivitas antiinflamasi tidak ditemukan dari semua ekstrak, sedangkan aktivitas
antibakteri ditemukan pada ekstrak n-heksan namun aktivitasnya sangat rendah
(MIC = 46 mg/ml).
Kata kunci:

Antibakteri,
antidiabetes,
keong matah merah

antiinflamasi,

antioksidan,

SUMMARY
RENI TRI CAHYANI. Study of Bioactive Components Activity of Cerithidea
Obtusa. Supervised by SRI PURWANINGSIH and AZRIFITRIA.
Cerithidea obtusa is one of species that can be found in the mangrove
ecosystem in the Asia-Pacific region. It has been widely used for food and

reliable as medicine. This study was aimed to explore the potential of bioactive
components activity through characterization of C. obtusa; characterization of C.
obtusa extract; antioxidant, antidiabetic, antiinflammatory and antibacterial
activity assay of C. obtusa extract in vitro. The characterization of C. obtiusa
were included identification, morphometric observations, proportions and
proximate analysis. Whereas, the characterization of C. obtusa extract were
included yield, extract descriptions, toxicity with BSLT method, and screening of
active component qualitatively. Bioactive activity was measured in vitro included
antioxidant by DPPH method, antidiabetic by α-glucosidase inhibition method,
antiinflammatory by red blood cell membrane stabilizing method, and
antibacterial by disc diffusion method.
The identification results indicated that the C. obtusa had a blunt at the tip
of the shell characterization. The average of shell length, shell width, columella
width, and weight were 40.5 mm, 19.9 mm, 16.9 mm, and 5.1 g, respectively. The
proportion of shells, meat, and offal were 66.7%, 18.1%, and 15.2%, respectively.
Moisture content, protein, fat, ash, and carbohydrate were 82.8%, 11.9%, 0.3%,
2.0%, and 3.1%, respectively.
The highest yield was methanol extract (4.7%), followed by ethyl acetate
extract (0.5%) and n-hexane extract (0.2%). All of extracts had characteristics of
paste form and fishy smell. The colour of methanol extract, ethyl acetate extract,

and n-hexane extract were faded green, dark green, and tawny, recpectively.
Toxicity test showed that all of extracts were toxic with the lowest of LC50 value
was n-hexan extract (176.3 µg/ml),
followed by ethyl acetate extract
(476.3 µg/ml) and methanol extract (715.4 µg/ml). Screening of active
component adduced that methanol extract contained alkaloids, flavonoids,
triterpenoids, and saponins; ethyl acetate extract contained flavonoids, phenolic
hydroquinone, triterpenoids, and saponins; n-hexane extract contained
triterpenoids.
Ethyl acetate extract had antioxidant activity (IC50 = 645,6 µg/ml) while
methanol extract had antidiabetic activity (IC50 = 36.4 mg/ml). antiinflammatory
activity was not found at all of extracts while antibacteria activity was discovered
at n-hexane extract but the activity was very low (MIC = 46 mg/ml).
Keywords:

Antibacteria, antidiabetes,
Cerithidea obtusa

antiinflammatory,


antioxidant,

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KAJIAN AKTIVITAS KOMPONEN BIOAKTIF
DARI KEONG MATAH MERAH (Cerithidea obtusa)

RENI TRI CAHYANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Desniar, SPi MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul “Kajian Aktivitas
Komponen Bioaktif dari Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)” ini dapat
diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi selaku
ketua komisi pembimbing dan Dr Azrifitria, MSi, Apt sebagai anggota komisi
pembimbing atas kesediaan waktu untuk membimbing, memberikan arahan dan

masukan selama penyusunan tesis. Terimakasih kepada Dr Ir Wini Trilaksani,
MSc selaku ketua program studi S2 THP, Dr Eng Uju, SPi, MSi selaku
perwakilan ketua program studi S2 THP dan Dr Desniar SPi, MSi selaku penguji
luar komisi yang telah memberikan kritikan serta saran yang bersifat membangun
untuk menyempurnakan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
staf administrasi, laboran, teman-teman S2 THP 2012, teman-teman S2 THP 2013
dan teman-teman dari program studi farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah yang
telah banyak membantu dan kerjasamanya yang baik selama penelitian dan
penyusunan tesis, serta seluruh pihak yang telah membantu dan tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua penulis
Sri Purwaningsih dan Wagirun atas motivasi, doa, semangat dan dukungan baik
moril maupun material selama penulis menempuh studi. Penulis menyadari
bahwa tesis ini masih banyak kekurangan. Semoga tesis ini membawa manfaat
bagi seluruh civitas IPB khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya.
Bogor, April 2015

Reni Tri Cahyani

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1

2
2

2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Prosedur Kerja
Rancangan Penelitian

4
4
4
5
12

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Keong Matah Merah
Identitas keong matah merah
Morfometrik keong matah merah
Proporsi keong matah merah

Komposisi kimia daging keong matah merah
Karakteristik Ekstrak Keong Matah Merah
Rendemen keong matah merah
Deskripsi keong matah merah
Toksisitas keong matah merah
Komponen aktif keong matah merah
Aktivitas Komponen Bioaktif Keong Matah Merah
Aktivitas antioksidan
Aktivitas antidiabetes
Aktivitas antiinflamasi
Aktivitas antibakteri
Aktivitas komponen bioaktif ekstrak keong matah merah

13
13
13
14
15
15
17
17
18
18
20
22
22
25
27
30
32

4 SIMPULAN DAN SARAN

34

DAFTAR PUSTAKA

35

LAMPIRAN

40

RIWAYAT HIDUP

60

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Sistem reaksi inhibisi α-glukosidase
Morfometrik keong matah merah
Komposisi kimia daging keong matah merah
Rendemen ekstrak keong matah merah
Deskripsi ekstrak keong matah merah
Komponen aktif ekstrak keong matah merah
Aktivitas antibakteri ekstrak n-heksan keong matah merah
Aktivitas komponen bioaktif ekstrak keong matah merah

10
15
16
17
18
21
31
32

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Roadmap penelitian
Keong matah merah
Pengamatan morfometrik keong matah merah
Proporsi keong matah merah
Ekstrak keong matah merah
Hubungan antara kosentrasi ekstrak metanol keong matah merah
dengan persentase mortalitas larva A. salina
Hubungan antara kosentrasi ekstrak etil asetat keong matah merah
dengan persentase mortalitas larva A. salina
Hubungan antara kosentrasi ekstrak heksan keong matah merah
dengan persentase mortalitas larva A. salina
Aktivitas antioksidan ekstrak keong matah merah
Aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat keong matah merah
Hubungan antara konsentrasi ekstrak etil asetat keong matah
merah dengan persentase inhibisi radikal bebas DPPH
Hubungan antara konsentrasi vitamin C dengan persentase inhibisi
radikal bebas DPPH
Aktivitas antidiabetes ekstrak keong matah merah
Aktivitas antidiabetes ekstrak metanol keong matah merah
Hubungan antara konsentrasi ekstrak metanol keong matah merah
dengan persentase inhibisi α-glukosidase
Hubungan antara konsentrasi glucobay dengan persentase inhibisi
aktivitas α-glukosidase
Aktivitas antiinflamasi ekstrak keong matah merah
Aktivitas antiinflamasi ekstrak metanol keong matah merah
Hubungan antara konsentrasi Na diklofenak dengan persentase
stabilitas membran sel darah merah
Aktivitas antibakteri ekstrak keong matah merah

3
13
14
15
17
19
19
20
22
23
23
24
25
26
26
27
28
29
29
30

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

Sertifikat identifikasi keong matah merah
Morfometrik keong matah merah
Komposisi kimia daging keong matah merah
Toksisitas ekstrak keong matah merah
Contoh perhitungan nilai LC50
Aktivitas antioksidan ekstrak keong matah merah
Aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat keong matah merah
Normalitas aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat keong matah
merah
Homogenitas aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat keong matah
merah
Sidik ragam aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat keong matah
merah
Uji lanjut Duncan aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat keong
matah merah
Contoh perhitungan IC50
Aktivitas antioksidan vitamin C
Aktivitas antidiabetes ekstrak keong matah merah
Aktivitas antidiabetes ekstrak metanol keong matah merah
Normalitas aktivitas antidiabetes ekstrak metanol keong matah merah
Homogenitas aktivitas antidiabetes ekstrak metanol keong matah
Sidik ragam aktivitas antidiabetes ekstrak metanol keong matah
Uji lanjut duncan aktivitas antidiabetes ekstrak metanol keong matah
merah
Aktivitas antidiabetes glucobay
Aktivitas antiinflamasi ekstrak keong matah merah
Aktivitas antiinflamasi ekstrak metanol keong matah merah
Aktivitas antiinflamasi Na diklofenak
Aktivitas antibakteri ekstrak keong matah merah
Aktivitas antibakteri ekstrak n-heksan keong matah merah
Normalitas antibakteri ekstrak n-heksan keong matah merah
Homogenitas antibakteri ekstrak n-heksan keong matah merah
Sidik ragam aktivitas antibakteri ekstrak n-heksan keong matah
Hasil uji lanjut duncan aktivitas antibakteri ekstrak n-heksan
keong matah merah

41
42
43
44
45
45
46
46
46
47
47
48
48
49
50
51
51
51
51
52
53
54
55
56
57
58
58
58
59

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kebutuhan obat-obatan bagi kesehatan manusia semakin meningkat dari
tahun ke tahun. Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI, Indonesia
setidaknya membutuhkan 44 trilyun obat untuk memenuhi kebutuhan 240 juta
penduduk Indonesia. Obat-obatan tersebut hampir 90% telah diproduksi dalam
negeri, namun sayangnya 96% bahan obat yang digunakan masih impor
(Kemenkes
RI
2013).
Indonesia
dengan
sebutan Marine
MegaBiodiversity terbesar di dunia seharusnya mampu memproduksi bahan obat sendiri
tanpa tergantung dari pasokan bahan impor. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
cara memanfaatkan keanekaragaman sumber hayati laut yang dimiliki Indonesia.
Organisme laut yang hidup secara terus-menerus di lingkungan laut akan
mengalami berbagai tekanan, menyebabkan organisme tersebut menghasilkan
berbagai senyawa bioaktif yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat.
Penelitian senyawa bioaktif kini mulai diarahkan pada hasil-hasil laut dan
beberapa diantaranya telah menghasilkan beragam senyawa-senyawa baru yang
sangat potensial untuk bahan obat.
Gastropoda atau sering disebut siput mewakili sekelompok hewan yang
menggunakan perut sebagai alat gerak atau kakinya. Gastropoda sering disebut
univalves karena mereka hanya memiliki satu cangkang. Terdapat sekitar
62.000 spesies teridentifikasi dengan total 13.000 genus gastropoda telah
ditemukan di seluruh dunia (Breazeale 2012). Menurut Sokolova dan Portner
(2001), gastropoda laut mampu beradaptasi terhadap kondisi lingkungan yang
sering tak terduga dan ekstrim seperti perubahan musim, perubahan suhu
lingkungan dan pasang surut air laut.
Organisme tersebut memiliki
keanekaragaman spesies yang tinggi dan menyebar luas di berbagai habitat laut.
Beberapa diantaranya juga telah dilaporkan memiliki aktivitas bioaktif.
Anand et al. (2010), melaporkan bahwa ekstrak metanol P. trapezium memiliki
aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 4021 µg/ml. Ravi et al. (2012),
melaporkan bahwa ekstrak aseton H. pugilinus memiliki aktivitas inhibitor
α-amilase sebesar 72,23±0,44% pada konsentrasi 1 ml dan aktivitas antiinflamasi
sebesar 72,58±1,66% pada konsentrasi 50 mg/ml sedangkan ekstrak metanol
N. didyma memiliki aktivitas antibakteri dengan zona hambat sebesar
19,30±0,39 mm. Sadhasivam et al. (2013), melaporkan bahwa ekstrak metanol
Aplysia sp. memiliki aktivitas inhibitor α-amilase sebesar 93% sedangkan ekstrak
metanol K. ornata memiliki aktivitas antibakteri dengan zona hambat sebesar
23 mm. Ramasary et al. (2013), melaporkan bahwa ekstrak aseton C. ramusus
memiliki aktivitas antibakteri dengan zona hambat sebesar 26±1,53 mm pada
konsentrasi 20 mg/ml.
Keong matah merah (Cerithidea obtusa) merupakan salah satu gastropoda
laut dari filum moluska yang telah lama digunakan oleh bangsa Cina untuk bahan

obat. Kemampuannya sebagai bahan obat diduga karena di dalam daging
keong matah merah mengandung suatu senyawa bioaktif. Beberapa penelitian
sebelumnya telah dilakukan untuk mengetahui potensi senyawa bioaktif dari
keong matah merah. Purwaningsih (2012), melaporkan bahwa ekstrak metanol
keong matah merah memiliki aktivitas antioksidan kuat dengan nilai IC50 sebesar
58,19 µg/ml. Purwaningsih (2008), melaporkan bahwa ekstrak aseton keong
matah merah juga memiliki aktivitas antikanker dimana mampu menghambat
pertumbuhan kanker payudara pada mencit C3H dengan skor lesio kelompok
perlakuan 9,48-4,38 dibandingkan perlakuan kontrol dengan skor lesio 13,05.
Purwaningsih et al. (2008), juga melaporkan bahwa ekstrak aseton keong matah
merah mampu menghambat sel kanker serviks sebesar 90,62%, sel kanker paru
sebesar 79,84% dan sel kanker leukimia sebesar 76,71%. Penelitian tentang
keong matah merah hingga saat ini masih berfokus pada aktivitas antioksidan dan
antikanker dan belum pernah dilaporkan untuk aktivitas bioaktif lainnya, sehingga
perlu dilakukan kajian tentang aktivitas komponen bioaktif agar dapat menggali
lebih dalam potensi keong matah merah sebagai bahan obat.

Perumusan Masalah
Indonesia memiliki keanekaragaman sumberdaya hayati laut yang belum
banyak dieksplorasi potensinya sebagai bahan obat. Keong matah merah
merupakan salah satu organisme laut yang hidup di perairan Indonesia. Spesies
jenis ini telah lama dimanfaatkan oleh bangsa Cina sebagai bahan obat, namun
belum banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia tentang manfaat tersebut.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, keong matah merah memiliki aktivitas
antioksidan dan antikanker baik secara in vitro maupun in vitro. Penelitian ini
dilakukan untuk mencari aktivitas komponen bioaktif lain yang terkandung dalam
keong matah merah. Adapun roadmap penelitian keong matah merah tersaji pada
Gambar 1.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian “Kajian Aktivitas Komponen Bioaktif dari Keong
Matah merah (Cerithidea obtusa)” adalah menggali lebih dalam potensi aktivitas
komponen bioktif dari keong matah merah sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
bahan obat. Pengujian aktivitas komponen bioaktif dari keong matah merah
dilakukan secara in vitro meliputi aktivitas antioksidan, antidiabetes, antiinflamasi
dan antibakteri.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian “Kajian Aktivitas Komponen Bioaktif dari Keong
Matah merah (Cerithidea obtusa)” adalah :

1) Memberikan informasi ilmiah mengenai potensi keong matah merah untuk
bahan obat dalam upaya pengembangan sumber obat baru dalam bidang
farmasi.
2) Memberikan informasi ilmiah dan dasar bagi penelitian lanjutan tentang
aktivitas komponen bioaktif dari keong matah merah.

KEONG MATAH
MERAH
(Cerithidea obtusa)
Publikasi (2008):
Purwaningsih et al.
Publikasi (2008):
Purwaningsih
Publikasi (2012):
Purwaningsih
Pleuropoca
trapezium
Publikasi (2010):
Anand et al.
Hemifusus
pugilinus
Publikasi (2012):
Ravi et al.
Natica didyma
Publikasi (2012):
Ravi et al.

Aktivitas antikanker
Skor lesio
perlakuan = 9,48-4,38
kontrol = 13,05
Sel kanker serviks 90,62%
Sel kanker paru 79,84%
Sel kanker leukimia 76,71%
Aktivitas antioksidan
IC50 = 58,19 μg/ml
IC50 = 4021 μg/ml
Aktivitas antidiabetes
93%
72,23±0,44%

Aplysia sp.
Publikasi (2012):
Sadhasivam et al.

Aktivitas antiinflamasi
72,58±1,66%

Chicoreus
ramosus
Publikasi (2013):
Ramasary et al.

Aktivitas antibakteri
26±1,53 mm
23 mm
19,30±0,39 mm

Kalinga ornata
Publikasi (2012):
Sadhasivam et al.

Karakterisasi
keong matah merah
- Identifikasi
Ekstraksi
- Pengamatan
keong matah merah
morfometrik
- Ekstraksi
- Pengukuran
Uji aktivitas
- Karakterisasi ekstrak
komponen
bioaktif
proporsi
(Perhitungan
ekstrak keong matah
- Analisis proksimat
rendemen, uji
merah
deskripsi ekstrak, uji
BSLT, uji komponen - Antioksidan in vitro
- Antidiabetes in vitro
bioaktif)
- Antiinflamasi in vitro
- Antibakteri in vitro

Gambar 1 Roadmap penelitian keong matah merah

2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni – Desember 2014.
Penelitian bertempat di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Ancol Jakarta;
Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Departemen Teknologi Hasil Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB; Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati
dan Bioteknologi IPB; Laboratorium Kimia Analitik, Kimia IPB; Pusat Studi
Biofarmaka IPB; Laboratorium Pharmacy Sterile Technology dan Laboratorium
Penelitian I, Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Bahan dan Alat
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah keong matah merah
yang diperoleh dari Pasar Muara Angke Jakarta. Berdasarkan informasi dari
penjual, keong matah merah ini dipasok dari Desa Simpang Tiga Jaya, Kecamatan
Tulung Selapan, Kabupaten Oki, Sumatra Selatan. Bahan yang digunakan untuk
karakterisasi keong matah merah diantaranya alkohol 70%, selenium, H2SO4
pekat, NaOH 40%, H3BO3 2%, bromcresol green-methyl red, HCl 0,1 N dan
benzena. Bahan yang digunakan pada ekstraksi dan karakterisasi ekstrak keong
matah merah diantaranya daging keong matah merah, metanol, etil asetat, nheksan, larva udang A. salina, H2SO4 pekat, NaOH, pereaksi Meyer, Wagner dan
Dragendroff, pereaksi Liebermann-Burchard, kloroform dan HCl. Bahan yang
digunakan pada pengujian aktivitas komponen bioaktif diantaranya Dimethyl
Sufoxide (DMSO), Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH), etanol pro analis dan vitamin
C, bufer fosfat,
p-Nitrophenyl α-D-glucopyranoside (p-NPG), enzim αglukosidase, Na2CO3, akarbosa (Glucobay ® tablet), darah, dinatrium hidrogen
fosfat (Na2HPO4.2H2O), natrium dihidrogen fosfat (NaH2PO4.H2O), NaCl
fisiologis, Na diklofenak, Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB), Muller
Hinton Agar (MHA), biakan
E. coli, biakan S. aureus dan kloramfenikol.
Alat yang digunakan pada karakterisasi keong matah merah diantaranya
cool box, timbangan, jangka sorong, oven, desikator, destilator, seperangkat alat
soklet. Alat yang digunakan pada ekstraksi dan karakterisasi ekstrak keong matah
merah diantaranya Erlenmeyer, shaker, rotary evaporator (EYELA N1001T),
mikropipet dan plat tetes. Alat yang digunakan pada pengujian aktivitas

komponen bioaktif keong matah merah diantaranya spektrofotometer UV-Vis
(Hitachi U-2910), elisa reader (Epoch), sentrifuge (Hettich EBA20), autoclave
(ALP KT40) dan pHmeter (Horiba F-52).

Prosedur Kerja
Identifikasi sampel
Identifikasi sampel dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Ancol,
Jakarta. Sampel dibawa menuju laboratorium dalam keadaan hidup, dengan
menggunakan cool box, kemudian dilakukan pengawetan dengan merendam
sampel pada alkohol 70% pada wadah yang sudah diberi label. Identifikasi
dilakukan dengan menggunakan kunci identifikasi Siput dan Kerang Indonesia
(Dharma 1992) dan The Encyclopedia of Shells (Dance 1974).
Pengamatan morfometrik (Mujiono 2011)
Morfometrik merupakan peneraan pengukuran morfologi yang meliputi
ukuran panjang dan berat, serta skala kondisi fisik berdasarkan standar morfologi
tubuh. Pengamatan morfometrik cangkang keong matah merah dilakukan
meliputi pengukuran panjang cangkang, lebar cangkang, lebar kolumela dan berat
cangkang.
Perhitungan proporsi (Firdaus et al. 2013)
Proporsi merupakan perbandingan dari bagian-bagian terhadap
keseluruhan. Perhitungan proporsi keong matah merah meliputi bagian cangkang,
daging dan jeroan. Bagian daging selanjutnya digunakan untuk analisis
proksimat.
Perhitungan proporsi:
Proporsi (%) =

x 100%

Analisis proksimat
a. Kadar air (AOAC 2005)
Cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama 1 jam.
Cawan tersebut kemudian diletakkan ke dalam desikator selama 15 menit,
dibiarkan sampai dingin dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan.
Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian
dikeringkan dengan oven pada suhu 105ºC selama 5 jam atau hingga beratnya
konstan. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan
sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali.

Perhitungan kadar air :
Kadar air (%) =

x 100%

Keterangan :
A = Berat cawan kosong (g)
B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (g)
C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (g)

b. Kadar abu (AOAC 2005)
Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu
105ºC, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang
hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke
dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak
berasap lagi. Cawan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600ºC
selama 6 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan.
Perhitungan kadar abu:
Kadar abu (%) =

x 100%

Keterangan :
A = Berat cawan porselen kosong (g)
B = Berat cawan dengan sampel (g)
C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)
c. Kadar protein (AOAC 2005)
Sampel sebanyak 0,25 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml,
kemudian ditambahkan 0,25 g selenium dan 3 ml H2SO4 pekat. Sampel
didestruksi pada suhu 410oC selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu
didinginkan. Aquadest sebanyak 50 ml dan 20 ml NaOH 40% ditambahkan ke
dalam labu Kjeldahl, kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator
100ºC. Destilat ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran
10 ml asam borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes indikator bromcresol green-methyl red
yang berwarna merah muda. Proses destilasi dihentikan setelah volume destilat
mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan. Destilat kemudian dititrasi dengan
HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca
dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh.
Perhitungan kadar protein:
N (%) =

Keterangan :
Faktor koreksi alat = 2,5 %
Faktor konversi = 6,25
Kadar protein = % N x faktor konversi

x 100%

d. Kadar lemak (AOAC 2005)
Sampel sebanyak 5 g (A) dimasukkan ke dalam kertas saring dengan
kedua ujungnya ditutup kapas bebas lemak. Sampel kemudian dimasukkan ke
dalam selongsong lemak dan disambungkan dengan kondensor dan labu lemak
yang sudah ditimbang berat tetapnya (B). Sampel kemudian disiram dengan
pelarut lemak (benzena). Refluks dilakukan selama 6 jam. Pelarut lemak yang
ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pelarut
akan tertampung di ruang ekstraktor dan dikeluarkan sehingga tidak kembali ke
dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu
105ºC. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator sampai beratnya
konstan (C).
Perhitungan kadar lemak:
Kadar lemak (%) =

x 100%

Keterangan :
A= Berat sampel (g)
B= Berat labu lemak kosong (g)
C= Berat labu lemak dengan lemak (g)
e. Kadar karbohidrat (AOAC 2005)
Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil
pengurangan dari 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar
lemak.
Perhitungan kadar karbohidrat:
Karbohidrat (%) = 100 % - ( kadar air + kadar abu + kadar protein + kadar lemak)
Ekstraksi (Purwaningsih et al. 2008)
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut
tunggal yaitu metanol (polar), etil asetat (semi polar) dan n-heksan (non polar).
Sampel daging keong matah merah dimaserasi dengan pelarut dengan
perbandingan
1:3 (b/v) dan diaduk menggunakan shaker selama 24 jam.
Larutan ekstrak yang diperoleh disaring dengan kertas saring untuk memisahkan
filtrat dan residunya. Proses tersebut diulang 3 kali. Filtrat yang dihasilkan
kemudian dievaporasi dengan rotary evaporator pada suhu 40ºC.
Perhitungan rendemen (Kridati et al. 2012)
Ekstrak keong matah merah yang diperoleh kemudian dihitung
rendemennya. Rendemen merupakan perbandingan antara berat ekstrak yang
dihasilkan dengan berat awal bahan yang dinyatakan dalam persen (%).
Perhitungan rendemen:
Rendemen (%) =

x 100%

Uji deskripsi ekstrak (BPOM 2000)
Uji deskripsi ekstrak dilakukan dengan menggunakan panca indera
langsung untuk mendeskripsikan bentuk, warna dan bau ekstrak. Uji deskripsi
ekstrak keong matah merah bertujuan untuk mendapatkan karakteristik fisik
ekstrak keong matah merah.
Uji toksisitas dengan metode BSLT (Juniarti et al. 2009)
Telur udang sebanyak 10 mg ditetaskan dalam 250 ml air laut di bawah
lampu dan diaerasi dengan aerator selama 48 jam. Larutan induk sampel (2000
µg/ml) dibuat dengan cara melarutkan 20 mg sampel dalam 10 ml air laut dengan
bantuan DMSO dan diencerkan pada konsentrasi 50, 100, 500, 1000 µg/ml.
Sebanyak 100 µl air laut yang mengandung 10 ekor larva udang yang berumur
48 jam dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam wadah uji dan ditambahkan
larutan sampel yang akan diuji masing-masing sebanyak 100 µl. Larutan diaduk
sampai homogen dan dibiarkan selama 24 jam. Jumlah larva yang mati dan masih
hidup dihitung dari tiap lubang.
Perhitungan akumulasi mati tiap konsentrasi dilakukan dengan cara
berikut: akumulasi mati untuk konsentrasi 50 µg/ml = angka mati pada
konsentrasi tersebut, akumulasi mati untuk konsentrasi 100 µg/ml = angka mati
pada konsentrasi
50 µg/ml + angka mati pada konsentrasi 100 µg/ml,
akumulasi mati untuk konsentrasi 500 µg/ml = angka mati pada konsentrasi 50
µg/ml + angka mati pada konsentrasi 100 µg/ml + angka mati pada konsentrasi
500 µg/ml, akumulasi mati untuk konsentrasi 1000 µg/ml = angka mati pada
konsentrasi 50 µg/ml + angka mati pada konsentrasi 100 µg/ml + angka mati pada
konsentrasi 500 µg/ml + angka mati pada konsentrasi 1000 µg/ml.
Perhitungan akumulasi hidup tiap konsentrasi dilakukan dengan cara
berikut: akumulasi hidup untuk konsentrasi 1000 µg/ml = angka hidup pada
konsentrasi 1000 µg/ml, akumulasi hidup untuk konsentrasi 500 µg/ml = angka
hidup pada konsentrasi 1000 µg/ml + angka hidup pada konsentrasi 500 µg/ml,
akumulasi hidup untuk konsentrasi 100 µg/ml = angka hidup pada konsentrasi
1000 µg/ml + angka hidup pada konsentrasi 500 µg/ml + angka hidup pada
konsentrasi 100 µg/ml, akumulasi hidup untuk konsentrasi 50 µg/ml = angka
hidup pada konsentrasi 1000 µg/ml + angka hidup pada konsentrasi 500 µg/ml +
angka hidup pada konsentrasi 100 µg/ml + angka hidup pada konsentrasi 50
µg/ml. Mortalitas dihitung dengan cara: akumulasi mati dibagi jumlah akumulasi
hidup dan mati (total) dikali 100%. Grafik dibuat dengan konsentrasi sebagai
sumbu x terhadap mortalitas sebagai sumbu y. Persamaan garis yang diperoleh
dalam bentuk
y = b(x) + a digunakan untuk mencari nilai LC50. Nilai
LC50 merupakan konsentrasi dimana zat menyebabkan kematian larva A. salina
sebesar 50%.
Uji komponen aktif (Harbone 1987)
Uji Alkaloid : Sebanyak 0,1 g sampel dilarutkan dalam beberapa tetes
asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga peraksi alkaloid yaitu pereaksi
Dragendorff, pereaksi Meyer, dan perekasi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif

jika adanya endapan putih kekuningan untuk pereaksi Meyer, endapan coklat
untuk Wagner dan endapan merah jingga untuk pereaksi Dragendorff.
Uji Flavonoid : Sebanyak 0,1 g sampel diekstrak dengan 2 ml metanol
panas. Filtrat yang dihasilkan diteteskan pada plat tetes dan ditambahkan H2SO4
pekat. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya senyawa flavonoid
dalam bahan.
Uji Fenol Hidrokuinon : Sebanyak 0,1 g sampel diekstrak dengan 2 ml
metanol panas. Filtrat yang dihasilkan diteteskan pada plat tetes dan ditambahkan
NaOH 10%. Terbentuknya warna kuning-merah menunjukkan adanya senyawa
fenol dalam bahan.
Uji Steroid dan Triterpenoid : Sebanyak 0,1 g sampel ditambah dengan 2
ml kloroform dalam tabung reaksi, kemudian diteteskan ke dalam plat tetes dan
dibiarkan sampai kering. Pereaksi Liebermann-Burchard ditambahkan sebanyak
1 tetes. Terbentuknya warna merah menandakan adanya senyawa triterpenoid dan
terbentuknya warna biru atau ungu menandakan adanya senyawa steroid.
Uji Saponin : Sebanyak 0,1 g sampel ditambah dengan 20 ml aquades,
kemudian dipanaskan selama 5 menit. Larutan dituang ke dalam tabung reaksi
dalam keadaan panas. Larutan diambil sebanyak 10 ml, kemudian dikocok kuat
secara vertikal selama 10 detik. Adanya saponin ditandai dengan terbentuknya
busa yang stabil setinggi 1-10 cm selama 10 menit dan tidak hilang pada saat
ditambahkan dengan satu tetes HCl 2 N.
Uji aktivitas antioksidan (Salazar-Aranda et al. 2009)
a. Pembuatan larutan
Larutan induk sampel (10 mg/ml) dibuat dengan cara melarutkan sampel
sebanyak 10 mg dalam 1 ml DMSO. Larutan induk sampel kemudian diencerkan
dalam beberapa seri konsentrasi. Larutan DPPH 125 µM dibuat dengan cara
melarutkan DPPH sebanyak 4,93 mg dengan etanol pro analis hingga 100 ml.
b. Pengujian
Larutan induk sampel (metanol, etil asetat, n-heksan) keong matah merah
diencerkan pada konsentrasi 50 µg/ml. Sampel sebanyak 100 µl kemudian
dipindahkan ke dalam microplate menggunakan pipet mikro dan ditambahkan
100 µl DPPH. Blanko berisi 100 µl etanol pro analis dan 100 µl DPPH.
Campuran tersebut diinkubasi pada ruang gelap suhu ruang selama 30 menit,
kemudian absorbansinya diukur menggunakan Elisa Reader pada panjang
gelombang
517 nm. Uji aktivitas antioksidan kembali dari ekstrak terbaik
pada konsentrasi 200, 400, 600, 800 dan 1000 µg/ml dan kontrol positif vitamin
C pada konsentrasi 2,5; 5,0; 7,5; 10,0 dan 12,5 µg/ml. Persentase aktivitas
inhibisi radikal bebas DPPH dihitung dengan persamaan: [(B – S)/B x 100],
dimana B adalah absorbansi blanko dan S adalah absorbansi sampel, kemudian
nilai konsentrasi dan inhibisi sampel diplot masing-masing pada sumbu x dan y
pada persamaan regresi linier. Persamaan garis yang diperoleh dalam bentuk y =
b(x) + a digunakan untuk mencari nilai IC50. Nilai IC50 menunjukkan konsentrasi
sampel yang diperlukan untuk menghambat radikal bebas sebesar 50%.
Uji aktivitas antidiabetes (Sancheti et al. 2009)

a. Pembuatan larutan
Larutan bufer fosfat pH 7 (100 mM) dibuat dengan cara melarutkan 1,3609
g KH2PO4 dan 1,4150 g K2HPO4 dengan akuabides hingga 100 ml. Larutan
enzim α-glukosidase dibuat dengan cara melarutkan 1 mg enzim α-glukosidase
dengan bufer fosfat pH 7 yang mengandung 200 mg BSA hingga 100 ml dan
diencerkan sebanyak 25 kali sebelum digunakan. Larutan p-NPG 10 mM dibuat
dengan cara melarutkan 0,1507 g p-NPG dengan bufer fosfat pH 7 hingga 50 ml.
Larutan Na2CO3 200 mM dibuat dengan cara melarutkan 1,0599 g Na2CO3
dengan bufer fosfat pH 7 hingga 50 ml. Larutan induk sampel (100 mg/ml) dibuat
dengan cara melarutkan 100 mg sampel dalam 1 ml DMSO. Larutan induk
Glucobay
(10 mg/ml) dibuat dengan cara melarutkan 1 g tablet
Glucobay dengan 100 ml larutan HCl 2N : akuades (1:1), kemudian disentrifus.
Supernatan yang dihasilkan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan
ditepatkan dengan akuabides.

b. Pengujian
Larutan induk ekstrak (metanol, etil asetat, n-heksan) keong matah merah
diencerkan pada konsentrasi 25 mg/ml. Larutan ekstrak sebanyak 10 µl
ditambahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 25 µl p-NPG (10 mM) dan 50 µl
bufer fosfat pH 7. Reaksi dimulai dengan penambahan 25 µl larutan enzim dan
25 µl bufer fosfat dilanjutkan dengan inkubasi selama 30 menit pada
37ºC. Reaksi dihentikan dengan penambahan 100 µl Na2CO3 (200 mM). Serapan
larutan diukur menggunakan elisa reader pada panjang gelombang 410 nm.
Sistem reaksi inhibisi α-glukosidase tersaji pada Tabel 1.
Larutan
DMSO
Sampel
Bufer fosfat
Substrat (pNPG)
Enzim 0,04
unit/ml
Bufer fosfat
Na2CO3

Tabel 1 Sistem reaksi inhibisi α-glukosidase
B1 (µl)
B0 (µl)
S1(µl)
10
10
10
50
50
50

S0 (µl)
10
50

25

25

25

25

25

-

25

-

25
0
Inkubasi pada suhu 37 C selama 30 menit
100
100
100

25
100

Keterangan :
B1
= Absorbansi blanko
B0
= Absorbansi kontrol blanko
S1
= Absorbansi sampel
S0
= Absorbansi kontrol sampel

Uji aktivitas antidiabetes dilakukan kembali dari ekstrak terbaik pada
konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 mg/ml dan kontrol positif Glucobay pada
konsentrasi 0,1; 0,5; 1; 5 dan 10 mg/ml. Persentase inhibisi α-glukosidase
ditentukan menggunakan persamaan: [(B1-B0)/(S1-S0)]x100%, dimana B1
adalah absorbansi blanko, B0 adalah absorbansi kontrol blanko, S1 adalah

absorbansi sampel dan S0 adalah absorbansi kontrol sampel. Persamaan garis
yang diperoleh dalam bentuk y = b(x) + a digunakan untuk mencari nilai IC50.
Nilai IC50 menunjukkan konsentrasi sampel yang diperlukan untuk menghambat
aktivitas
α-glukosidase sebesar 50%.
Uji Aktivitas Antiinflamasi (Ravi et al. 2012)
a. Pembuatan larutan
Larutan Na2HPO4.2H2O (0,15 M) dibuat dengan cara melarutkan 2,671 g
Na2HPO4.2H2O dengan akuades hingga 100 ml. Larutan NaH2PO4.H2O (0,15 M)
dibuat dengan cara melarutkan 2,070 g NaH2PO4.H2O dengan akuades hingga
100 ml. Larutan dapaf fosfat pH 7,4 (0,15 M) dibuat dengan cara mencampurkan
81 ml larutan Na2HPO4.2H2O (0,15 M) dengan 19 ml larutan NaH2PO4.H2O
(0,15 M), kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 115οC selama 30
menit. Larutan isosalin dibuat dengan cara melarutkan 0,85 g NaCl dengan dapar
fosfat pH 7,4 (0,15 M) hingga 100 ml, kemudian disterilisasi dengan autoklaf
pada suhu 115οC selama 30 menit. Larutan hiposalin dibuat dengan cara
melarutkan 0,25 g NaCl dengan dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M) hingga 100 ml,
kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 115οC selama 30 menit.
Larutan induk sampel
(10 mg/ml) dibuat dengan cara melarutkan 100
mg sampel dalam 10 ml larutan isosalin dengan bantuan DMSO.
b. Pembuatan suspensi sel darah merah
Darah dari Palang Merah Indonesia (PMI) sebanyak 10 ml disentrifugasi
pada 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk dipisahkan
menggunakan pipet steril. Endapan sel-sel darah yang tersisa kemudian dicuci
dengan larutan isosalin (0,85%, pH 7,2) dan disentrifugasi kembali. Proses
tersebut diulang 4 kali sampai isosalin jernih. Volume sel darah merah diukur dan
diresuspensi dengan isosalin sehingga didapatkan suspensi sel darah merah
dengan konsentrasi 10% v/v.
c. Pengujian
Larutan sampel terdiri dari 1 ml dapar fosfat pH 7,4; 2 ml hiposalin; 0,5 ml
suspensi sel darah merah dan 1 ml sampel. Larutan kontrol sampel terdiri dari 1
ml dapar fosfat pH 7,4; 2 ml hiposalin; 0,5 ml isosalin dan 1 ml sampel. Larutan
kontrol negatif terdiri dari 1 ml dapar fosfat pH 7,4; 2 ml hiposalin; 0,5 ml
suspensi sel darah merah dan 1 ml isosalin. Semua larutan uji diinkubasi pada
suhu 56°C selama 20 menit dan disentrifugasi. Cairan supernatan selanjutnya
diambil dan kandungan hemoglobinnya diperhitungkan dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 560 nm. Uji aktivitas
antiinflamasi dilakukan kembali pada konsentrasi 500, 1000, 2000, 4000 dan 6000
µg/ml dan kontrol positif Na diklofenak pada konsentrasi 200, 400, 600, 800 dan
1000 µg/ml. Persentase stabilitas membran sel darah merah dapat dihitung
dengan persamaan :
100-[(S-KS/K)x100%], dimana S adalah
absorbansi sampel, KS adalah absorbansi kontrol sampel dan K adalah absorbansi
kontrol negatif, kemudian nilai konsentrasi dan stabilitas diplot masing-masing
pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linier. Persamaan garis yang
diperoleh dalam bentuk y = b(x) + a digunakan untuk mencari nilai IC50. Nilai

IC50 menunjukkan konsentrasi sampel yang diperlukan untuk menstabilkan
membran sel darah merah sebesar 50%.
Uji aktivitas antibakteri (Rasyid 2012)
a. Pembuatan media
Media NA dibuat dengan cara melarutkan 1,4 g nutrient agar dalam 50 ml
akuades dan dihomogenkan dengan memanaskan di atas hotplate. Masing-masing
sebanyak 5 ml NA dimasukkan dalam tabung reaksi, ditutup dengan kapas dan
disterilkan dengan autoklaf 121οC selama 15 menit. Tabung reaksi berisi NA
kemudian dimiringkan sampai NA membeku.
Media NB dibuat dengan cara melarutkan 1,3 g nutrient broth dalam 100
ml akuades dan dihomogenkan dengan memanaskan di atas hotplate. Masingmasing sebanyak 9 ml NB dimasukkan dalam tabung reaksi ditutup dengan kapas
dan disterilkan dengan autoklaf 121οC selama 15 menit.
Media MHA dibuat dengan cara melarutkan 7,6 g muller hinton agar
dalam 200 ml akuades dan dihomogenkan dengan memanaskan di atas hotplate.
Masing-masing sebanyak 20 ml MHA dimasukkan dalam tabung reaksi ditutup
dengan kapas dan disterilkan dengan autoklaf 121οC selama 15 menit.
b. Penyegaran dan pembuatan suspensi bakteri
Penyegaran bakteri dilakukan dengan memindahkan 1 ose bakteri dari stok
ke tabung reaksi berisi media NA. Inkubasi dilakukan pada suhu 37οC selama
24 jam. Pembuatan suspensi bakteri dilakukan dengan memindahkan 1 ose
bakteri dari media NA ke dalam media NB yang telah dingin secara aseptik,
kemudian diinkubasi pada suhu 37οC selama 24 jam. Biakan bakteri yang telah
diinkubasi kemudian diukur optical density (OD) pada panjang gelombang 600
nm dengan nilai antara 0,5 – 0,8.
c. Pembuatan larutan
Larutan induk ekstrak (100 mg/ml) dibuat dengan cara melarutkan 100 mg
sampel dalam 1 ml DMSO, kemudian diencerkan pada beberapa seri konsentrasi.
Larutan induk kloramfenikol (10 mg/ml) dibuat dengan cara melarutkan 10 mg
kloramfenikol dalam 1 ml DMSO, kemudian diencerkan pada konsentrasi 1
mg/ml.
d. Pengujian
Media MHA yang dibuat sebelumnya dipanaskan kemudian ditambahkan
20 µl bakteri dan di vortek kemudian dituang dalam cawan petri steril, goyangkan
membentuk angka 8 dan diamkan selama 15 menit sampai membeku. Masingmasing paper disk yang telah ditetesi ekstrak sebanyak 20 µl diletakkan dalam
cawan petri menggunakan pinset steril. Bakteri kemudian diinkubasi selama
24 jam pada suhu 370C. Diameter zona hambat yang terbentuk diukur dengan
jangka sorong. MIC (Minimum Inhibitory Concentration) menunjukkan
konsentrasi sampel minimum yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji.

Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan. Data yang diperoleh
dari hasil penelitian dilakukan uji normalitas dan homogenitas, kemudian
dilakukan analisis sidik ragam dan jika berpengaruh nyata maka diuji lanjut
menggunakan uji Duncan (Steel dan Torrie 1993).
Hipotesis
H0 : Perbedaan konsentrasi ekstrak tidak berpengaruh terhadap aktivitas
antioksidan, antidiabetes, antiinflamasi dan antibakteri keong matah merah.
H1 : Perbedaan konsentrasi ekstrak berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan,
antidiabetes, antiinflamasi dan antibakteri keong matah merah.
Model observasi Rancangan Acak Lengkap (RAL) adalah sebagai berikut :
Yij = μ + αi + ɛ ij

Keterangan :
Yij : Respon pengaruh perlakuan pada taraf i ulangan ke-j
μ : Pengaruh rata-rata umum
αi : Pengaruh perlakuan pada taraf ke-i
ɛ ij : Pengaruh acak (galat percobaan) pada konsentrasi taraf i ulangan ke-j
j : 1,2, dan 3

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Keong Matah Merah
Identitas keong matah merah
Hasil identifikasi keong matah merah menunjukkan bahwa sampel yang
digunakan pada penelitian ini merupakan spesies Cerithidea obtusa. Sertifikat
identifikasi sampel tersaji pada Lampiran 1. Adapun klasifikasi Cerithidea obtusa
adalah Filum Moluska, Kelas Gastropoda, Ordo Mesogastropoda, Famili
Potamididae, Genus Cerithidea dan Spesies Obtusa. Menurut Houbrick (1984),
mesogastropoda dari keluarga Potamididae merupakan siput intertidal yang
umum dan banyak dijumpai di habitat berlumpur dan muara. Sebagian besar
terbatas pada daerah tropis dan subtropis, mereka merupakan fauna yang
mencolok pada hutan bakau dan rawa-rawa payau dimana makanannya berupa
detritus dan mikroalga. Famili Potamididae terdiri dari berbagai genus dengan
bentuk cangkang yang beragam. Famili Potamididae dibagi menjadi dua sub
famili yaitu Potamidinae dan Batillariinae yang secara sederhana dibedakan oleh
struktur radularnya. Genus Cerithidea adalah kelompok terbesar pada sub famili
Potamidinae.
Keong matah merah merupakan salah satu spesies dari genus Cerithidea
yang memiliki bentuk yang khas dengan panjang antara 3-5 cm, memiliki
cangkang berpola ulir berwarna merah kecoklatan dengan ujung cangkang
tumpul, serta warna kemerahan pada mata dan bagian kaki. Menurut Karyanto et
al. (2004), beberapa karakteristik penting yang digunakan untuk identifikasi
secara morfologi cangkang diantaranya bentuk umum, ukuran cangkang, warna

cangkang, spire, whorl dan aperture. Keong matah merah memiliki cangkang
berbentuk piramidial memanjang dengan warna coklat kemerahan dan putih
dengan pola berulir, body whorl tidak tampak jelas sedangkan unit whorl dan
spire yang jelas, aperture berbentuk bulat tanpa saluran siphon yang membentuk
celah pada sudut aperture, apex yang tererosi sehingga membentuk ujung
cangkang yang tumpul. Struktur apex inilah yang menjadi ciri khas spesies
cerithidea obtusa untuk dibedakan dengan jenis cerithidea yang lain, sehingga
penamaan obtusa digunakan (obtusus = tumpul). Keong matah merah yang
digunakan pada penelitian ini tersaji pada Gambar 2.
apex

spire

Body whorl
aperture

Gambar 2 Keong matah merah (Karyanto et al., 2004)
Keong matah merah adalah spesies umum pada ekosistem mangrove
di kawasan Asia-Pasifik. Ekosistem mangrove merupakan lingkungan yang
ekstrim karena dipengaruhi oleh pasang surut air laut, suhu dan salinitas yang
berubah-ubah. Kondisi tersebut menyebabkan keong matah merah memiliki
kemampuan beradaptasi untuk tetap dapat bertahan hidup. Menurut Ernanto et al.
(2010), adaptasi gastropoda mencakup daya tahan terhadap kehilangan air dan
pemeliharaan keseimbangan panas tubuh. Gastropoda masuk ke dalam cangkang
ketika pasang turun, kemudian menutup celah menggunakan operkulum sehingga
kehilangan air dapat dikurangi. Gastropoda juga memiliki toleransi terhadap suhu
panas dan dingin yang ekstrim dan memperlihatkan adaptasi tingkah laku dan
struktur tubuh untuk menjaga keseimbangan panas internal. Hewan tersebut
hanya aktif jika pasang naik dan tubuhnya terendam air.
Beberapa gastropoda secara komersial dimanfaatkan untuk makanan.
Spesies tertentu dari genus Cerithidea dijual secara umum sebagai seafood di
Vietnam dan negara-negara Asia lainnya (Thao 2008). Keong matah merah
disebut juga “Siput Belitung (Malaysia)”, “Red Chut Chut Snail (Singapura)”, Oc
Len (Vietnam) dan “Jup Jaeng (Thailand)” merupakan genus Cerithidae yang
umum dijumpai sebagai makanan di Asia Tenggara. Keong ini dimasak dengan
cara direbus dan dimakan dengan menggigit dan menghisap pada ujung
cangkangnya, sementara itu bentuk dan warna cangkang yang indah telah banyak
dimanfaatkan sebagai ornamen dan kerajinan.
Keong matah merah telah lama digunakan oleh bangsa cina untuk
pengobatan penyakit kanker, namun di Indonesia pemanfaatannya masih terbatas
pada konsumsi. Studi kasus pada penderita kanker yang menggunakan obat
dengan bahan baku keong matah merah oleh Purwaningsih (2006), menunjukkan
bahwa sebagian penderita mengalami perubahan ke arah sembuh. Penelitian

tentang aktivitas antikanker secara in vitro dan in vivo juga telah dilakukan oleh
Purwaningsih (2008) dan Purwaningsih et al. (2008) yang menunjukkan bahwa
keong matah merah dapat menghambat pertumbuhan kanker payudara pada
mencit C3H dan menghambat pertumbuhan sel lestari kanker serviks, paru dan
leukimia.
Morfometrik keong matah merah
Pengamatan morfometrik menggunakan sampel 30 ekor keong matah
merah yang diambil secara acak untuk diukur panjang cangkang, lebar cangkang,
lebar kolumela dan berat. Adapun cara dan hasil pengamatan morfometrik tersaji
pada Gambar 3, Tabel 2 dan Lampiran 2.
20 mm
17 mm

41 mm

No.
1.
2.
3.
4.

Gambar 3 Pengamatan morfometrik keong matah merah
Tabel 2 Morfometrik keong matah merah
Parameter
Satuan
Nilai*
Panjang cangkang
mm
40,5±1,0
Lebar cangkang
mm
19,9±0,8
Lebar kolumela
mm
16,9±0,7
Berat
g
5,2±0,6

Keterangan : *Hasil rata-rata 30 sampel ± standar deviasi

Hasil pengamatan morfometrik yang telah dilakukan (Tabel 2), diketahui
terdapat variasi panjang cangkang, lebar cangkang, lebar kolumela dan berat
keong matah merah. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian
Insanabella (2012), yang menyatakan bahwa keong matah merah memiliki
panjang cangkang rata-rata 38,0 mm, lebar cangkang rata-rata 16,6 mm, lebar
kolumela rata-rata 14,9 mm, dan berat rata-rata 4,2 gram. Variasi ukuran keong
matah merah dapat disebabkan adanya perbedaan pertumbuhan antara masingmasing dari keong.
Proporsi keong matah merah
Persentase proporsi keong matah merah
diperoleh dengan
membandingkan antara bagian daging, jeroan dan cangkang dengan berat total
keong. Persentase hasil pengukuran proporsi tersaji pada Gambar 4.
daging

18,1%
15,2%

cangkang
66,7%

jeroan

Gambar 4 Proporsi keong matah merah
Hasil pengukuran proporsi (Gambar 4), diketahui persentase terbesar
adalah cangkang kemudian diikuti oleh daging dan jeroan. Hasil tersebut tidak
jauh berbeda dengan penelitian Insanabella (2012), yang menyebutkan bahwa
nilai proporsi daging keong matah merah sebesar 19,7%, jeroan sebesar 18,9%
dan cangkang sebesar 61,4%. Kondisi yang sama juga dilaporkan Apriandi
(2011), yang menyebutkan bahwa persentase terbesar dari gastropoda Fasciolaria
salmo adalah cangkang sebesar 69,7% diikuti daging sebesar 22,1% dan jeroan
sebesar 18,2%. Hal tersebut menunjukkan bahwa bagian cangkang memiliki
presentase terbesar dari keseluruhan berat total keong.
Komposisi kimia daging keong matah merah
Setiap bahan pangan mempunyai komposisi kimia yang berbeda-beda.
Komposisi kimia suatu bahan pangan dapat diketahui dengan analisis proksimat.
Analisis proksimat meliputi kadar air, protein, lemak, abu dan karbohidrat tersaji
pada Tabel 3 dan Lampiran 3.
Tabel 3 Komposisi kimia daging keong matah merah
No.
Kandungan
Nilai (%)
1. Kadar air
82,8±0,1
2. Protein
11,9±0,1
3. Lemak
0,3±0,1
4. Abu
2,0±0,2
5. Karbohidrat*
3,1±0,2
Keterangan : n = 3; *By difference

Kandungan air dari suatu bahan pangan perlu diketahui untuk menentukan
persentase zat-zat gizi secara keseluruhan. Hasil analisis proksimat (Tabel 3),
menunjukkan bahwa keong matah merah memiliki kandungan kadar air yang
cukup tinggi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Insanabella (2012), yang
menyebutkan bahwa kadar air keong matah merah sebesar 80,6% sedangkan
menurut Purwaningsih (2012), kadar air keong matah merah sebesar 77,3%.
Kadar protein keong matah merah mempunyai persentase terbesar setelah
kadar air (