Uji aktivitas antioksidan dari keong matah merah (Cerithidea obtusa)

(1)

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI

KEONG MATAH MERAH (Cerithidea obtusa)

Oleh :

Tyas Triyanto Prabowo C34104037

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(2)

RINGKASAN

TYAS TRIYANTO PRABOWO. C34104037. Uji Aktivitas Antioksidan dari

Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa). Dibimbing oleh

SRI PURWANINGSIH dan ELLA SALAMAH.

Tingginya tuntutan jaman terhadap aktivitas dunia kerja cenderung memaksa masyarakat untuk berpindah ke hal-hal yang bersifat cepat dan instan termasuk dalam hal pola makan. Pola makan yang tidak tepat akan menyebabkan akumulasi jangka panjang terhadap radikal bebas di dalam tubuh. Antioksidan bertindak melalui mekanisme pemutusan rantai radikal bebas, detoksifikasi serta mengaktifkan enzim-enzim antioksidan (superoksid dismutase, katalase, glutation peroksidase) termasuk kadar glutation reduksi (GSH). Salah satu alternatif sumber antioksidan adalah keong matah merah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari keong matah merah (Cerithidea obtusa), keong yang digunakan berasal dari pasar Muara Angke Jakarta. Habitat keong matah merah adalah pantai dengan substrat berlumpur. Keong didapatkan dalam keadaan hidup. Sampel keong dibawa dengan menggunakan sterofoam. Setelah sampel sampai, tutup sterofoam dibuka agar keong tetap mendapatkan oksigen yang cukup. Substrat lumpur yang ada digunakan untuk mempertahankan suhu lingkungan dan sumber mendapatkan makanan untuk keong tersebut.

Penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi ekstraksi komponen antioksidan tahap penapisan dan ekstraksi dengan metode bertingkat serta uji aktivitas antoksidan dengan metode DPPH. Penelitian utama meliputi preparasi keong dan analisis proksimat, ekstraksi bahan aktif, uji aktivitas antioksidan, uji fitokimia dan uji bilangan peroksida.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelarut yang paling baik digunakan dalam ekstraksi adalah metanol dengan metode ekstraksi secara tunggal. Nilai rendemen terbesar diperoleh dari ekstrak metanol yaitu sebesar 2,68 % diikuti oleh etil asetat 1,25 % dan ekstrak heksana 0,2 %. Keong matah merah memiliki kandungan kadar air 75,98 %; kadar abu 5,73 %; kadar lemak 2,55 % dan kadar protein 9,85 %.

Nilai aktivitas antioksidan yang ditunjukkan dengan nilai IC50 pada pelarut

metanol, heksan dan etil asetat berturut-turut yaitu 967,89 ppm ; 34.582,1 ppm; dan 2,80 x 106 ppm. Aktivitas antioksidan terbaik adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut metanol yaitu 967,89 ppm.

Berdasarkan hasil aplikasi ekstrak metanol terhadap emulsi minyak maka dapat dilihat bahwa kemampuan ekstrak keong matah merah sebagai antioksidan berpengaruh nyata terhadap penghambatan aktivitas oksidasi lemak. Nilai bilangan peroksida pada emulsi minyak dengan penambahan ekstrak 0 ppm; 2000 ppm; 3000 ppm; dan 4000 ppm berturut-turut 4,75 Meq O2/1000g;

3,92 Meq O2/1000g; 3,33 Meq O2/1000g dan 2,83 Meq O2/1000g.

Uji fitokimia terhadap ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa) terpilih yang mempunyai aktivitas antioksidan, menunjukkan bahwa keong matah merah mengandung senyawa bioaktif golongan alkaloid dan flavonoid.


(3)

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI

KEONG MATAH MERAH (Cerithidea obtusa)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Tyas Triyanto Prabowo C34104037

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(4)

Judul Skripsi : UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI KEONG MATAH MERAH (Cerithidea obtusa)

Nama Mahasiswa : Tyas Triyanto Prabowo

Nomor Pokok : C34104037

Menyetujui, Pembimbing I

Dr. Ir Sri Purwaningsih, MSi NIP.131 878 935

Pembimbing II

Dra. Ella Salamah, MSi NIP.131 788 597

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799


(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Antioksidan dari Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa )” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pihak manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Tyas Triyanto Prabowo C34104037


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segenap limpahan karunia yang tak terhitung banyaknya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah SAW.

Penyusunan skripsi yang berjudul Uji Aktivitas Antioksidan dari Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya kepada:

1) Ibu Dr. Sri Purwaningsih, M.Si dan Dra. Ella Salamah, M.Si sebagai komisi pembimbing atas segala saran, kritik, arahan, perbaikan dan motivasi serta semua ilmu yang telah diberikan.

2) Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si dan Ir. Winarti Zahiruddin, MS sebagai dosen penguji atas arahan dan perbaikan yang telah diberikan. 3) Kedua orang tua, Ayahanda Muryanto dan Ibunda Tri Wahyuni atas

segala doa dan apapun yang telah diberikan kepadaku yang tak terhitung banyaknya.

4) Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama menjalani masa perkuliahan, semangat dan perhatiannya serta telah bersedia mendengarkan keluh kesah selama menjalani hari-hari di IPB.

5) Adikku, Wahyu Tyas Pramono atas doa dan perhatiannya.

6) Pakde Budhe di Magelang, Mbak Nit, Mas Arif yang selalu membuat aku tertawa dan bahagia.

7) Merlinda Kemala Dewi atas semua yang telah diberikan selama ini untuk selalu berbuat yang terbaik dan tidak mudah mengeluh.

8) Teman-teman di HKRB Dodi, Agung, Dicky, Beky, Deni, Mustofa, Endro, mas Tichul, mas Deva, mas Alkaf, dan sesepuhku mas Wisnu alias Gusdur yang selalu menemani selama ini baik disaat aku sedih dan di saat aku tertawa.


(7)

9) Rekan-rekan THP angkatan 40, 41, 42, 43, Andi Bojong, Maho, Adit, Bengbeng, Wawan, Eka, Ika, Sereli, Nia, Anang, An’im, Windhyka, Nuzul, Laler, Nicolas, mas Zacky, mas Ipul dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

10)Bu Ema dan Mbak Ica atas bantuan dan bimbingannya selama di Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi Hasil Perairan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kesalahan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Januari 2009


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rembang, 27 April 1986 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Muryanto S.Pd dan Tri Wahyuni.

Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Rembang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih jurusan Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis menjadi Asisten Biokimia Hasil Perairan tahun 2007/2008. Penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan kepanitiaan di kampus. Penulis aktif dalam Himpunan mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) periode 2007-2008, Organisasi Mahasiswa Daerah Kabupaten Rembang.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul Uji Aktivitas Antioksidan dari Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) bimbingan Dr. Ir. Sri Purwaningsih, MSi dan Dra. Ella Salamah, MSi.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Keong Laut Matah Merah (Cerithidea obtusa) ... 3

2.2 Radikal Bebas dan Pembentukannya ... 4

2.3. Ekstraksi Komponen Bioaktif ... 5

2.3.1 Kelarutan komponen bioaktif ... 5

2.3.2Metode ekstraksi ... 5

2.4 Antioksidan ... 7

2.5 Mekanisme Oksidasi Lemak ... 8

2.6. Daya Antioksidatif ... 10

2.6.1 Mekanisme aktivitas antioksidan ... 10

2.6.2 Uji aktivitas antioksidan ... 11

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 13

3.2 Bahan dan Alat ... 13

3.3. Tahap Penelitian... 13

3.3.1 Penelitian pendahuluan ... 14

3.3.1.1 Ekstraksi komponen antioksidan dari keong matah merah (Cerithidea obtusa) tahap penapisan ... 14

3.3.1.2 Ekstraksi komponen antioksidan dari keong matah merah (Cerithidea obtusa) dengan metode bertingkat ... 15

3.3.2 Penelitian utama ... 16

3.3.2.1 Preparasi dan keong matah merah (Cerithidea obtusa) 17 3.3.2.2 Ekstraksi bahan aktif dengan pelarut yang berbeda ... 18

3.3.2.3 Aplikasi ekstrak terpilih dalam menghambat oksidasi 18

3.3.3 Analisis ... 18


(10)

3.3.3.2 Analisis proksimat (AOAC 1995) ... 20

3.3.3.3 Uji aktivitas antioksidan ... 22

3.3.3.4 Uji fitokimia (Harborne 1984) ... 23

3.3.3.5 Uji bilangan peroksida (Santoso 2003) ... 25

3.4. Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 26

4. PEMBAHASAN 4.1 Penelitian pendahuluan ... 28

4.1.1 Ekstraksi komponen antioksidan tahap penapisan dan ekstraksi metode bertingkat dari keong matah merah (Cerithidea obtusa) ... 28

4.1.2 Uji aktivitas antioksidan ... 30

4.2 Penelitian utama ... 31

4.2.1 Preparasi keong matah merah(Cerithidea obtusa) ... 31

4.2.2 Hasil ekstraksi bahan aktif ... 32

4.2.3 Hasil uji aktivitas antioksidan ... 34

4.2.4 Hasil uji fitokimia keong matah merah... 38

4.2.5 Hasil aplikasi ekstrak tepilih dalam menghambat oksidasi... 40

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(11)

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI

KEONG MATAH MERAH (Cerithidea obtusa)

Oleh :

Tyas Triyanto Prabowo C34104037

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(12)

RINGKASAN

TYAS TRIYANTO PRABOWO. C34104037. Uji Aktivitas Antioksidan dari

Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa). Dibimbing oleh

SRI PURWANINGSIH dan ELLA SALAMAH.

Tingginya tuntutan jaman terhadap aktivitas dunia kerja cenderung memaksa masyarakat untuk berpindah ke hal-hal yang bersifat cepat dan instan termasuk dalam hal pola makan. Pola makan yang tidak tepat akan menyebabkan akumulasi jangka panjang terhadap radikal bebas di dalam tubuh. Antioksidan bertindak melalui mekanisme pemutusan rantai radikal bebas, detoksifikasi serta mengaktifkan enzim-enzim antioksidan (superoksid dismutase, katalase, glutation peroksidase) termasuk kadar glutation reduksi (GSH). Salah satu alternatif sumber antioksidan adalah keong matah merah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari keong matah merah (Cerithidea obtusa), keong yang digunakan berasal dari pasar Muara Angke Jakarta. Habitat keong matah merah adalah pantai dengan substrat berlumpur. Keong didapatkan dalam keadaan hidup. Sampel keong dibawa dengan menggunakan sterofoam. Setelah sampel sampai, tutup sterofoam dibuka agar keong tetap mendapatkan oksigen yang cukup. Substrat lumpur yang ada digunakan untuk mempertahankan suhu lingkungan dan sumber mendapatkan makanan untuk keong tersebut.

Penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi ekstraksi komponen antioksidan tahap penapisan dan ekstraksi dengan metode bertingkat serta uji aktivitas antoksidan dengan metode DPPH. Penelitian utama meliputi preparasi keong dan analisis proksimat, ekstraksi bahan aktif, uji aktivitas antioksidan, uji fitokimia dan uji bilangan peroksida.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelarut yang paling baik digunakan dalam ekstraksi adalah metanol dengan metode ekstraksi secara tunggal. Nilai rendemen terbesar diperoleh dari ekstrak metanol yaitu sebesar 2,68 % diikuti oleh etil asetat 1,25 % dan ekstrak heksana 0,2 %. Keong matah merah memiliki kandungan kadar air 75,98 %; kadar abu 5,73 %; kadar lemak 2,55 % dan kadar protein 9,85 %.

Nilai aktivitas antioksidan yang ditunjukkan dengan nilai IC50 pada pelarut

metanol, heksan dan etil asetat berturut-turut yaitu 967,89 ppm ; 34.582,1 ppm; dan 2,80 x 106 ppm. Aktivitas antioksidan terbaik adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut metanol yaitu 967,89 ppm.

Berdasarkan hasil aplikasi ekstrak metanol terhadap emulsi minyak maka dapat dilihat bahwa kemampuan ekstrak keong matah merah sebagai antioksidan berpengaruh nyata terhadap penghambatan aktivitas oksidasi lemak. Nilai bilangan peroksida pada emulsi minyak dengan penambahan ekstrak 0 ppm; 2000 ppm; 3000 ppm; dan 4000 ppm berturut-turut 4,75 Meq O2/1000g;

3,92 Meq O2/1000g; 3,33 Meq O2/1000g dan 2,83 Meq O2/1000g.

Uji fitokimia terhadap ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa) terpilih yang mempunyai aktivitas antioksidan, menunjukkan bahwa keong matah merah mengandung senyawa bioaktif golongan alkaloid dan flavonoid.


(13)

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI

KEONG MATAH MERAH (Cerithidea obtusa)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Tyas Triyanto Prabowo C34104037

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(14)

Judul Skripsi : UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI KEONG MATAH MERAH (Cerithidea obtusa)

Nama Mahasiswa : Tyas Triyanto Prabowo

Nomor Pokok : C34104037

Menyetujui, Pembimbing I

Dr. Ir Sri Purwaningsih, MSi NIP.131 878 935

Pembimbing II

Dra. Ella Salamah, MSi NIP.131 788 597

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799


(15)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Antioksidan dari Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa )” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pihak manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Tyas Triyanto Prabowo C34104037


(16)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segenap limpahan karunia yang tak terhitung banyaknya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah SAW.

Penyusunan skripsi yang berjudul Uji Aktivitas Antioksidan dari Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya kepada:

1) Ibu Dr. Sri Purwaningsih, M.Si dan Dra. Ella Salamah, M.Si sebagai komisi pembimbing atas segala saran, kritik, arahan, perbaikan dan motivasi serta semua ilmu yang telah diberikan.

2) Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si dan Ir. Winarti Zahiruddin, MS sebagai dosen penguji atas arahan dan perbaikan yang telah diberikan. 3) Kedua orang tua, Ayahanda Muryanto dan Ibunda Tri Wahyuni atas

segala doa dan apapun yang telah diberikan kepadaku yang tak terhitung banyaknya.

4) Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama menjalani masa perkuliahan, semangat dan perhatiannya serta telah bersedia mendengarkan keluh kesah selama menjalani hari-hari di IPB.

5) Adikku, Wahyu Tyas Pramono atas doa dan perhatiannya.

6) Pakde Budhe di Magelang, Mbak Nit, Mas Arif yang selalu membuat aku tertawa dan bahagia.

7) Merlinda Kemala Dewi atas semua yang telah diberikan selama ini untuk selalu berbuat yang terbaik dan tidak mudah mengeluh.

8) Teman-teman di HKRB Dodi, Agung, Dicky, Beky, Deni, Mustofa, Endro, mas Tichul, mas Deva, mas Alkaf, dan sesepuhku mas Wisnu alias Gusdur yang selalu menemani selama ini baik disaat aku sedih dan di saat aku tertawa.


(17)

9) Rekan-rekan THP angkatan 40, 41, 42, 43, Andi Bojong, Maho, Adit, Bengbeng, Wawan, Eka, Ika, Sereli, Nia, Anang, An’im, Windhyka, Nuzul, Laler, Nicolas, mas Zacky, mas Ipul dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

10)Bu Ema dan Mbak Ica atas bantuan dan bimbingannya selama di Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi Hasil Perairan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kesalahan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Januari 2009


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rembang, 27 April 1986 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Muryanto S.Pd dan Tri Wahyuni.

Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Rembang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih jurusan Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis menjadi Asisten Biokimia Hasil Perairan tahun 2007/2008. Penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan kepanitiaan di kampus. Penulis aktif dalam Himpunan mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) periode 2007-2008, Organisasi Mahasiswa Daerah Kabupaten Rembang.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul Uji Aktivitas Antioksidan dari Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) bimbingan Dr. Ir. Sri Purwaningsih, MSi dan Dra. Ella Salamah, MSi.


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Keong Laut Matah Merah (Cerithidea obtusa) ... 3

2.2 Radikal Bebas dan Pembentukannya ... 4

2.3. Ekstraksi Komponen Bioaktif ... 5

2.3.1 Kelarutan komponen bioaktif ... 5

2.3.2Metode ekstraksi ... 5

2.4 Antioksidan ... 7

2.5 Mekanisme Oksidasi Lemak ... 8

2.6. Daya Antioksidatif ... 10

2.6.1 Mekanisme aktivitas antioksidan ... 10

2.6.2 Uji aktivitas antioksidan ... 11

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 13

3.2 Bahan dan Alat ... 13

3.3. Tahap Penelitian... 13

3.3.1 Penelitian pendahuluan ... 14

3.3.1.1 Ekstraksi komponen antioksidan dari keong matah merah (Cerithidea obtusa) tahap penapisan ... 14

3.3.1.2 Ekstraksi komponen antioksidan dari keong matah merah (Cerithidea obtusa) dengan metode bertingkat ... 15

3.3.2 Penelitian utama ... 16

3.3.2.1 Preparasi dan keong matah merah (Cerithidea obtusa) 17 3.3.2.2 Ekstraksi bahan aktif dengan pelarut yang berbeda ... 18

3.3.2.3 Aplikasi ekstrak terpilih dalam menghambat oksidasi 18

3.3.3 Analisis ... 18


(20)

3.3.3.2 Analisis proksimat (AOAC 1995) ... 20

3.3.3.3 Uji aktivitas antioksidan ... 22

3.3.3.4 Uji fitokimia (Harborne 1984) ... 23

3.3.3.5 Uji bilangan peroksida (Santoso 2003) ... 25

3.4. Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 26

4. PEMBAHASAN 4.1 Penelitian pendahuluan ... 28

4.1.1 Ekstraksi komponen antioksidan tahap penapisan dan ekstraksi metode bertingkat dari keong matah merah (Cerithidea obtusa) ... 28

4.1.2 Uji aktivitas antioksidan ... 30

4.2 Penelitian utama ... 31

4.2.1 Preparasi keong matah merah(Cerithidea obtusa) ... 31

4.2.2 Hasil ekstraksi bahan aktif ... 32

4.2.3 Hasil uji aktivitas antioksidan ... 34

4.2.4 Hasil uji fitokimia keong matah merah... 38

4.2.5 Hasil aplikasi ekstrak tepilih dalam menghambat oksidasi... 40

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(21)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Beberapa pelarut organik dan sifat fisiknya ... 5

2. Rendemen hasil ekstraksi dengan metode terpisah dan bertingkat ... 29

3. Hasil uji aktivitas antioksidan ... 30

4. Hasil analisis proksimat keong matah merah ... 31

5. Aktivitas ekstrak metanol keong matah merah dengan sumber-sumber antioksidan alami lainnya ... 38


(22)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman 1. Keong laut matah merah (Cerithidea obtusa) ... 4

2. Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida 10 3. Diagram alir ekstraksi komponen antioksidan tahap penapisan ... 15 4. Diagram alir ekstraksi komponen antioksidan keong ... 17 5. Diagram alir tahapan penelitian utama ... 19 6. Histogram rendemen hasil ekstraksi pada masing-masing pelarut ... 33 7. Hubungan konsentrasi dengan persentase panghambatan ekstrak keong pada ketiga jenis pelarut ... 35 8. Histogram nilai aktivitas ekstrak keong matah merah ... 37 9. Hasil uji fitokima keong matah merah ... 40 10.Histogram nilai bilangan peroksida keong matah merah ... 41


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1. Hasil uji normalitas pelarut heksan ... 48 2. Plot normal pelarut heksan ... 49 3. Hasil uji sidik ragam pelarut heksan ... 50 4. Hasil uji lanjut Duncan pelarut heksan ... 51 5. Hasil uji normalitas pelarut etil asetat ... 52 6. Plot normal pelarut etil asetat ... 53 7. Hasil uji sidik ragam pelarut etil asetat ... 54 8. Hasil uji lanjut Duncan pelarut etil asetat ... 55 9. Hasil uji normalitas pelarut metanol ... 56 10. Plot normal pelarut metanol ... 57 11. Hasil uji sidik ragam pelarut metanol ... 58 12. Hasil uji lanjut Duncan pelarut metanol ... 59 13. Hasil uji normalitas pelarut dengan konsentrasi terbaik ... 60 14. Plot normal pelarut dengan konsentrasi terbaik ... 61 15. Hasil uji sidik ragam pelarut dengan konsentrasi terbaik ... 62 16. Hasil uji lanjut Duncan pelarut dengan konsentrasi terbaik ... 63 17. Hasil uji normalitas bilangan peroksida ... 64 18. Plot normal bilangan peroksida ... 65 19. Hasil uji sidik ragam bilangan peroksida ... 66 20. Hasil uji lanjut Duncan bilangan peroksida... 67 21. Hubungan konsentrasi dengan persentase penghambatab ekstrak

keong pada ketiga jenis pelarut ... 68 22. Contoh perhitungan penentuan nilai IC50 ... 69


(24)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semakin tingginya tuntutan jaman terhadap aktivitas dunia kerja cenderung akan memaksa masyarakat untuk berpindah ke hal-hal yang bersifat cepat dan instan termasuk dalam hal pola makan. Pola makan yang tidak tepat akan menyebabkan akumulasi jangka panjang terhadap radikal bebas di dalam tubuh. Pengaruh gaya hidup yang kurang baik, stress dan polusi lingkungan meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat gizi dan fitonutrisi sebagai pelindung dari radikal bebas (PDPERSI 2003).

Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif, yang secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Senyawa ini terbentuk dari dalam tubuh dan dipicu oleh berbagai macam faktor. Radikal bebas dapat terbentuk melalui proses metabolisme. Proses metabolisme ini sering terjadi kebocoran elektron (Winarsi 2007).

Senyawa radikal bebas di dalam tubuh dapat merusak asam lemak tak jenuh ganda yang terdapat dalam membran sel. Selain itu senyawa oksigen reaktif ini juga dapat merusak bagian dalam pembuluh darah sehingga meningkatkan pengendapan kolesterol dan menimbulkan aterosklerosis. Radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme tubuh dan faktor eksternal seperti asap rokok, hasil penyinaran ultra violet, zat kimiawi dalam makanan dan polutan lain (Estenbauer et al. 2001 diacu dalam Winarsi 2007).

Konsumsi antioksidan dalam jumlah yang memadai dapat menurunkan penyakit degeneratif, seperti kardiovaskuler, kanker, aterosklerosis, osteoporosis, dan lain-lain. Konsumsi makanan yang mengandung antioksidan juga dapat meningkatkan status imunologis dan dapat menghambat timbulnya penyakit degeratif akibat penuaan. Kecukupan asupan antioksidan secara optimal diperlukan pada semua kelompok umur (Winarsi 2007).

Antioksidan bertindak melalui mekanisme pemutusan rantai radikal bebas, detoksifikasi serta mengaktifkan enzim-enzim antioksidan (superoksid dismutase, katalase, glutation peroksidase) termasuk kadar glutation reduksi (GSH) (Harliansyah 2005).


(25)

Beberapa studi dan penelitian tentang radikal bebas menyatakan bahwa status antioksidan dapat ditingkatkan melalui penyediaan bahan makanan tambahan (suplemen) untuk mengurangi beberapa resiko penyakit yang terjadi akibat radikal bebas (Ferguson et al. 2004 diacu dalam Harliansyah 2005).

Salah satu harapan sumber alternatif antioksidan alami yang berasal dari laut adalah keong matah merah (Cerithidea obtusa). Keong matah merah merupakan salah satu komoditi perairan yang diminati masyarakat untuk dikonsumsi. Penelitian keong matah merah (Cerithidea obtusa) sebelumnya memiliki aktivitas antitumor, padahal kita tahu salah satu penyebab tumor dikarenakan adanya suatu radikal bebas.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari Keong laut matah merah (Cerithidea obtusa) yang diambil dari Muara Angke. Tujuan khusus :

1). mendapatkan zat aktif yang terdapat dalam daging keong melalui proses ekstraksi.

2). identifikasi senyawa kimia yang berperan sebagai antioksidan dalam keong melalui uji fitokimia dan uji aktivitas antioksidan dengan metode diphenyl-picrylhydrazyl (DPPH).


(26)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Deskripsi Keong Laut Matah Merah (Cerithidea obtusa) Klasifikasi dan deskripsi keong laut matah merah (Cerithidea obtusa) menurut Abbot dan Boss (1989) diacu dalam Purwaningsih (2007) adalah sebagai berikut:

Filum : Molusca

Kelas : Gastropoda

Subkelas : Orthogastropoda Ordo : Caenogastropoda Superfamili : Sorbeococha Famili : Cerithiodea Subfamili : Potamididae Genus : Cerithidea

Spesies : Cerithidea obtusa

Secara umum gastropoda memiliki ciri-ciri morfologi antara lain cangkang spiral, dengan atau tanpa tentakel dan mata, memiliki radula, kaki jalan, dengan garis mantel pada cangkang, memiliki nefridia, osphradium dan sistem reproduksi tunggal (Hyman 1967). Keong laut mata merah (Cerithidea obtusa) memiliki ciri-ciri tubuh yang simetris bilateral, tertutup mantel yang menghasilkan cangkang dan mempunyai kaki ventral. Memiliki saluran pencernaan yang lengkap dan di dalam rongga mulut terdapat radula, jantung terdiri dari dua serambi dan satu bilik. Alat pernafasannya adalah sepasang insang atau lebih yang dinamakan cteinidia, alat indera terdiri dari cincin syaraf dengan beberapa ganglion dan dua pasang benang syaraf .

Menurut Hyman (1967) keong dalam keadaan normal berbentuk kerucut spiral memanjang disekitar axis pusat yang disebut columnella. Cangkang terdapat garis spiral yang disebut dengan suture yang merupakan garis tipis sederhana. Bagian untuk melindungi keong dari kontak adalah bagian cangkang yang melingkar, bagian melingkar yang paling besar ini disebut dengan body worl. Bagian yang terlihat terbuka pada inner lips disebut dengan aperture. Gambar keong laut matah merah secara morfologis disajikan pada Gambar 1.


(27)

Gambar 1. Keong laut matah merah (Cerithidea obtusa) Sumber : http://bigai.world.coocan.jp/obtusa.jpg

2.2. Radikal Bebas dan Pembentukannya

Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan elektron, sehingga molekul tersebut menjadi tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron dari molekul atau sel lain. Beberapa contoh senyawa Reactive Oxygen Spesies (ROS) yang ditemukan pada organisme hidup adalah superokside (O2*), hidroksil (OH*),

peroksil (RO2*), alkoksil (RO*), dan hidroperoksil (HO2*). Nitrit oksida dan

nitrogen oksida (*NO2) adalah dua radikal bebas nitrogen. Radikal bebas oksigen

dan nitrogen dapat dikonversi menjadi spesies reaktif non radikal lain, seperti hidrogen peroksida, asam hipoklorit (HOCl), asam hipobromous (HOBr), dan peroksinitrit (ONOO-). Reactive Oxygen Spesies (ROS), Reactive Nitrogen Species (RNS) diproduksi di dalam tubuh manusia secara fisiologis dan patologis (Fang et al. 2002).

Tubuh kita secara terus menerus mengalami pembentukan radikal bebas melalui proses metabolisme sel secara normal, proses peradangan, malnutrisi, respon terhadap sinar gamma, UV, asap rokok, alkohol, polusi, obat-obatan, radang, luka, kelelahan, stres, insektisida bahan pengawet dan lain-lain (Hidajat 2005).

Pembentukan radikal bebas (stress oksidasi) sebenarnya merupakan suatu kondisi fisiologis yang memegang peran penting dalam proses terjadinya suatu penyakit, serta proses penuaan. Umumnya sel bereaksi terhadap stres oksidasi ini dengan meningkatkan sistem pertahanan antoksidan dan sistem pertahanan lain.


(28)

Namun stres oksidasi berat dapat merusak secara permanen DNA, protein dan lemak (Hidajat 2005).

2.3. Ekstraksi Komponen Bioaktif

Ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen-komponen yang terpisah. Ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu aquoeus phase dan organic phase. Aquoeus phase dilakukan dengan menggunakan pelarut air dan organic phase ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut organik (Winarno et al.1973).

2.3.1. Kelarutan komponen bioaktif

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut (Harbone 1984). Jenis dan mutu pelarut yang digunakan sangat menentukan keberhasilan proses ekstraksi, pelarut yang digunakan harus dapat melarutkan zat yang diinginkannya, mempunyai titik didih yang rendah, murah, tidak toksik, dan mudah terbakar (Ketaren 1986). Beberapa pelarut dan sifat fisiknya dapat dilihat pada Tabel 1. Semakin besar konstanta dielektrik, maka semakin polar pelarut tersebut.

Tabel 1. Beberapa pelarut organik dan sifat fisiknya Pelarut Rumus

molekul

Titik didih (oC)

Titik beku (oC)

Konstanta dielektrik

Masa molar (g/mol)

Heksana C6H14 69 -94 1,8 32,0

Etil asetat C4H8O2 77 -84 6,0 86,2

Metanol CH4O 65 -98 32,6 88,1

Air H2O 100 0 80,2 18,0

Sumber : Godfrey dan Norman (1972) diacu dalam Pramadhany (2006)

2.3.2.Metode ekstraksi

Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber komponen tersebut. Komponen yang dipisahkan dengan ekstraksi dapat berupa padatan atau cairan. Ada beberapa metode umum ekstraksi yang dapat dilakukan yaitu ekstraksi dengan pelarut, distilasi, supercritical fluid extraction (SFE), pengepresan mekanik, dan sublimasi. Diantara metode-metode yang telah diaplikasikan, metode yang banyak digunakan adalah distilasi dan ekstraksi dengan menggunakan pelarut.


(29)

Metode ekstraksi dikelompokkan menjadi dua yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus (Harbone 1984). Ekstraksi sederhana antara lain terdiri atas maserasi, perkolasi, reperkolasi, evakolasi, dan diakolasi. Ekstraksi sederhana menurut Harbone (1984) adalah sebagai berikut:

a) maserasi, yaitu metode ekstraksi dengan cara merendam sampel dalam pelarut dengan atau tanpa pengadukan;

b) perkolasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan;

c) reperkolasi, yaitu perlokasi dimana hasil perkolasi digunakan untuk melarutkan sampel di dalam perkolator sampai senyawa kimianya terlarutkan;

d) evakolasi, yaitu perkolasi dengan pengurangan tekanan udara; e) diakolasi, yaitu perkolasi dengan penambahan tekanan udara.

Metode ekstraksi khusus tersebut antara lain soxhletasi, arus balik, dan ultrasonik. Ekstraksi khusus menurut Harbone (1984) adalah sebagai berikut:

a) soxhletasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan untuk melarutkan sampel kering dengan menggunakan pelarut bervariasi;

b) arus balik, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan dimana sampel dan pelarut saling bertemu melalui gerakan aliran yang berlawanan;

c) ultrasonik, yaitu ekstraksi dengan menggunakan alat yang menghasilkan frekuensi bunyi atau getaran antara 25-100 KHz.

Secara umum ekstraksi bertingkat dilakukan secara berturut-turut dimulai dengan pelarut non polar (heksana) lalu dengan pelarut yang kepolarannya menengah (etil asetat/ dietil eter) kemudian dengan pelarut polar (metanol/etanol), dengan demikian akan diperoleh ekstrak kasar yang mengandung berturut-turut senyawa non polar, semi polar, dan polar. Prosedur untuk memperoleh kandungan senyawa organik adalah dengan menggunakan alat soxhlet dengan sederetan pelarut secara berganti-ganti, mulai dengan pemisahan lipid, kemudian digunakan pelarut organik yang lebih polar. Metode ini berguna bila kita bekerja dengan skala gram. Tetapi jarang sekali proses pemisahan kandungan mencapai proses yang sempurna, dan senyawa yang sama mungkin terdapat dalam beberapa fraksi (Harborne 1984).


(30)

2.4. Antioksidan

Antioksidan adalah bahan yang digunakan untuk mencegah oksidasi lemak, misalnya digunakan pada bahan pangan yang akan digoreng, makanan dari biji-bijian, dan makanan-makanan lain yang mengandung banyak lemak dan mudah tengik (Winarno 1980).

Berdasarkan aktivitasnya, antioksidan dapat dibedakan menjadi antioksidan primer dan sekunder. Antioksidan primer adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal yang melepas hidrogen. Zat-zat yang termasuk golongan ini dapat berasal dari alam dan dapat pula buatan. Antioksidan alam antara lain tokoferol, lesitin, fosfatida, sesamol, gosipol, dan asam askorbat. Antioksidan alam yang paling banyak ditemukan dalam minyak nabati adalah tokoferol yang mempunyai keaktifan vitamin E. Tokoferol ini mempunyai ikatan rangkap yang mudah dioksidasi sehingga akan melindungi lemak dari oksidasi. Antioksidan buatan ditambahkan ke dalam lemak atau bahan pangan untuk mencegah ketengikan. Antioksidan buatan yang banyak digunakan adalah senyawa-senyawa fenol yang biasanya agak beracun. Empat macam antioksidan buatan yang sering digunakan adalah Butylated hidroxyanisole (BHA), Butylated hidroxytoluene (BHT), Propylgallate (PG), Nordihidroguairetic Acid (NDGA). Kombinasi beberapa antioksidan sintetik menimbulkan sinergisme. BHA yang dikombinasi dengan PG akan lebih efektif daripada digunakan secara terpisah, tetapi kombinasi BHT dengan PG menimbulkan sinergisme negatif (Winarno 1992).

Antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja prooksidan sehingga dapat digolongkan secara sinergik. Beberapa asam organik tertentu, biasanya asam di atau trikarboksilat dapat mengikat logam-logam (sequestran).

Umumnya antioksidan memiliki struktur inti yang sama, yaitu mengandung cincin benzena tidak jenuh disertai gugus hidroksil atau asam amino (Ketaren 1986). Antioksidan berdasarkan gugus fungsinya dibagi atas tiga golongan, yaitu golongan fenol, amin, dan aminfenol. Adapun penggolongannya menurut Keteren (1986), adalah sebagai berikut:


(31)

(1) Antioksidan golongan fenol

Antioksidan yang termasuk golongan ini biasanya memiliki ciri intensitas warna yang rendah atau tidak berwarna dan banyak digunakan karena tidak beracun. Antioksidan golongan fenol meliputi sebagian besar antioksidan yang dihasilkan alam dan sejumlah kecil antioksidan sintetis. Beberapa contoh antioksidan yang termasuk golongan ini antara lain hidrokuinon, gosipol, katekol, resorsiol dan eugenol.

(2) Antioksidan golongan amin

Antioksidan yang mengandung gugus amino dan diamino yang terikat pada cincin benzena berpotensi tinggi sebagai antioksidan, namun beracun dan biasanya menghasilkan warna yang intensif jika dioksidasi atau bereaksi dengan ion logam, selain itu umumnya stabil pada suhu panas dan ekstraksi dengan kaustik. Antioksidan yang termasuk dalam golongan ini adalah N, N difenilen diamin difenilhidrasin, difenil guanidin, dan difenil amin.

(3) Antioksidan golongan aminfenol

Antioksidan golongan aminfenol biasanya mengandung gugus fenolat dan amino sebagai gugus fungsional penyebab aktivitas antioksidan. Golongan amin fenol banyak digunakan dalam industri petroleum, untuk mencegah terbentuknya gum dalam gasolin, contohnya antara lain N-butil-p-amino-fenol- dan N-sikloheksil-p-amino-fenol. Adanya gugus hidroksil (-OH) dan amino (-NH2) yang

terikat pada cincin aromatis memegang peranan penting dalam aktivitas antioksidan. Potensi antioksidan tersebut diperbesar oleh adanya substitusi gugus lain yang terikat pada cincin aromatis.

2.5. Mekanisme Oksidasi Lemak

Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh reaksi autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Autooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil dan enzim-enzim lipoksidase (Winarno 1992).


(32)

Ketengikan (rancidity) merupakan kerusakan atau perubahan bau dan flavor dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Kemungkinan kerusakan atau ketengikan dalam lemak, dapat disebabkan oleh 4 faktor yaitu: 1). Absorbsi bau oleh lemak, 2). Aksi oleh enzim dalam jaringan bahan mengandung lemak, 3). Aksi mikroba dan 4). Oksidasi oleh oksigen udara atau kombinasi dari dua atau lebih dari penyebab kerusakan tersebut diatas (Ketaren 1986).

Mekanisme oksidasi lemak dipengaruhi kondisi oksidasi, yaitu temperatur, katalis, tipe asam lemak, distribusi dan bentuk ikatan ganda, serta jumlah oksigen yang tersedia. Mekanisme oksidasi dibagi dalam tiga tahap dengan bilangan peroksida sebagai indikator derajat oksidasinya. Mekanisme oksidasi lemak tak jenuh terdiri dari tiga tahap, yaitu : (a) inisiasi; (b) propagasi ; dan (c) terminasi (Gordon 1990).

Tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal bebas (R*) bila lemak kontak dengan panas, cahaya, ion metal dan oksigen. Reaksi ini terjadi pada grup metilen yang berdekatan dengan ikatan rangkap C=C (Winarno 1997). Tahap selanjutnya adalah tahap propagasi dimana pada tahap ini radikal lipid hasil tahap inisiasi bertemu dengan oksigen membentuk radikal peroksida (ROO*) (Gordon 1990). Radikal peroksida yang terbentuk akan mengikat ion hidrogen dari lemak lain (R1H) membentuk hidrogen peroksida (ROOH) dan molekul radikal lemak baru

(R1*), reaksinya akan berulang hingga merupakan reaksi berantai. Tahap terakhir

adalah terminasi, hidrogen peroksida yang sangat tidak stabil terpecah menjadi senyawa organik berantai pendek seperti aldehid, keton, alkohol, dan asam (Winarno 1997).

Kecepatan oksidasi tergantung pada jenis asam lemaknya, adanya antioksidan, prooksidan (katalis) dan faktor-faktor lainnya (Winarno 1980). Oksidasi dapat dipercepat dengan adanya radiasi (panas dan cahaya), bahan pengoksidasi (peroksida, perasid, ozon, beberapa senyawa organik nitro, aldehid aromatik), katalis metal (garam, dan beberapa logam berat), dan sistem oksidasi (katalis organik yang labil terhadap panas) (Ketaren 1986).


(33)

2.6. Daya Antioksidatif

2.6.1. Mekanisme aktivitas antioksidan

Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Gordon,1990).

Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi (Gambar 2). Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru (Gordon, 1990). Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida dilihat pada Gambar 2.

Inisiasi : R* + AH ———> RH + A* Propagasi : ROO* + AH ——> ROOH + A*

Keterangan : R* da ROO* adalah radikal lipid

Gambar 2. Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap

radikal lipida (Gordon 1990)

Mekanisme penghambatan oksidasi lemak oleh antioksidan yaitu dengan mengurangi peroksida yang dapat merangsang terjadinya proses ketengikan yang terbentuk pada permulaan autooksidasi. Kemungkinan lain, antioksidan akan dioksidasi langsung dan saling mempengaruhi dengan peroksida, sehingga dengan demikian mencegah oksidasi langsung atau tidak langsung dengan memutuskan rantai reaksi pambentukan gugus peroksida (Goutara et al. 1980). Kemungkinan


(34)

selanjutnya, molekul aktif dari lemak bereaksi dengan oksigen menghasilkan peroksida aktif. Peroksida aktif memberikan energinya lagi kepada molekul lemak yang lain sehingga terbentuk reaksi berantai. Dengan adanya zat penghambat oksidasi (antioksidan), sejumlah peroksida yang aktif dipisahkan dari rantai reaksi dengan memindahkan energinya kepada antioksidan. Molekul aktif akan teroksidasi dan menjadi tidak aktif lagi karena lemahnya pemindahan energi kepada molekul lemak (Goutara et al. 1980).

Antioksidan selain dapat menghambat proses oksidasi pada lemak, juga dapat menghambat oksidasi pada bahan lain yang mengandung persenyawaan tidak jenuh yang berada dalam makanan seperti vitamin A. Sifat dari antioksidan mudah teroksidasi, sehingga sebelum bahan berlemak teroksidasi maka oksigen terlebih dahulu diikat oleh antioksidan (Jacobs 1951 dalam Goutara et al. 1980). 2.6.2. Uji aktivitas antioksidan

Adanya senyawa antioksidan dapat diketahui melalui uji aktivitas antioksidan. Prinsipnya adalah evaluasi terhadap adanya aktivitas penghambatan proses oksidasi oleh senyawa-senyawa antioksidan yang terdapat dalam bahan pangan atau contoh ekstrak bahan alam.

Metode yang umum dipakai adalah dengan menggunakan radikal bebas diphenyl-picrylhydrazyl (DPPH) yang nantinya akan bereaksi dengan senyawa antioksidan menghasilkan diphenylpycrilhydrazine (non radikal) yang diindikasikan dengan perubahan warna ungu menjadi kuning pucat (Molyneux 2004). DPPH adalah radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas dengan cara mendelokalisasi elektron bebas pada suatu molekul, sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas yang lain. Proses delokalisasi ini ditunjukkan dengan adanya warna ungu (violet) pekat yang dapat dikarakterisasi pada pita absorbansi dalam pelarut etanol pada panjang gelombang 520 nm (Molyneux 2004). Senyawa antioksidan akan bereaksi dengan radikal DPPH melalui mekanisme donasi atom hidrogen dan menyebabkan warna DPPH dari ungu menjadi kuning yang diukur pada panjang gelombang 517 nm.


(35)

Parameter untuk menginterpretasikan hasil pengujian dengan metode DPPH adalah IC50 (inhibition concentration). IC50 merupakan konsentrasi larutan

substrat atau sampel yang akan menyebabkan reduksi terhadap aktivitas DPPH sebesar 50 % (Molyneux 2004).


(36)

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2008 sampai dengan November 2008 di Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan, Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan dan Laboratorium Uji Biofarmaka Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah keong matah merah (Cerithidea obtusa) yang diperoleh dari pasar Muara Angke, Jakarta.

Tiga jenis pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, yaitu metanol (pelarut polar), etil asetat (pelarut semipolar), dan n-heksana (pelarut nonpolar). Bahan kimia yang dipakai dalam uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH adalah 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), butylated hydroxytoluene (BHT) sebagai standar, dan metanol pro analisis sebagai pelarut. Bahan untuk uji fitokimia, yaitu H2SO4, akuades, kloroform p.a (pengenceran), anhidra asetat, asam sulfat pekat,

HCl 2 N, peraksi Dregendorff, peraksi Wagner, pereaksi Meyer, serbuk magnesium, alkohol, HCl 37 %, etanol 95 %, etanol 70 %, FeCl3 5 %, peraksi

Molish, pereaksi benedict, pereaksi biuret, dan larutan ninhidrin 0,1 %. Bahan-bahan untuk uji bilangan peroksida yaitu minyak jagung, akuades, twen 80, asam asetat glasial, kloroform, kalium iodida (KI), Natrium thiosulsat (Na2S2O3), KIO3,

HCl, dan FeCl2.

Alat-alat yang dipakai antara lain timbangan digital, mortar, blender, erlenmeyer, sonikator, magnetic stirrer, vacum rotary evaporator, botol ekstrak, kertas saring Whatman 42, inkubator, spektrofotometer UV-visible, sudip, alumunium foil, gelas ukur, tabung reaksi, pipet volumetrik, pipet mikro, tissue dan forteks.

3.3. Tahap Penelitian

Rangkaian kegiatan penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian tahap pendahuluan meliputi ekstraksi komponen antioksidan pada tahap penapisan dan ekstraksi dengan metode bertingkat serta uji aktivitas antoksidan dengan metode DPPH. Penelitian


(37)

utama meliputi preparasi keong dan analisis proksimat, ekstraksi bahan aktif, uji aktivitas antioksidan, uji fitokimia dan uji bilangan peroksida sebagai indeks kemunduran mutu minyak terhadap emulsi minyak kelapa yang diberi ekstrak terpilih.

3.3.1. Penelitian pendahuluan

Penelitian tahap pendahuluan ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas metode ekstraksi (bertingkat atau terpisah) dan jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi. Efektivitas metode ekstraksi dilihat dari jumlah rendemen ekstrak yang dihasilkan dan nilai aktivitas hambatan terhadap radikal bebas melalui uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH.

3.3.1.1.Ekstraksi komponen antioksidan tahap penapisan dari keong matah merah (Cerithidea obtusa).

Tahap penapisan ini, ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut metanol teknis. Sampel keong matah merah ditimbang beratnya 150 gram, kemudian dipotong kecil-kecil, dan dimasukkan dalam erlenmeyer. Pelarut metanol ditambahkan sampai sampel terendam hingga 300 ml dengan perbandingan bahan dan pelarut 1:1 (w/v), lalu erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil. Sampel dimaserasi menggunakan shaker selama 24 jam. Setelah 24 jam, larutan ekstrak yang diperoleh disaring dengan kertas saring whatman 42 untuk memisahkan filtrat dan residunya. Filtrat yang didapat dievaporasi pada suhu 37 oC.

Ekstrak kasar yang diperoleh dikerok dan dimasukkan ke dalam botol ekstrak kemudian dilakukan analisis yaitu uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (Blois 1959 diacu dalam Wikanta et al. 2005). Sebelum dilakukan pengujian aktivitas antioksidan ekstrak kasar yang diperoleh dihitung nilai rendemennya (SNI-19-1705-2000).


(38)

Keong matah merah (Cerithidea obtusa)

Penimbangan

Pemotongan

Maserasi selama 24 jam dengan metanol teknis

Penyaringan

Filtrat Residu

Evaporasi

Ekstrak metanol

Gambar. 3 Diagram alir ekstraksi komponen antioksidan tahap penapisan (Pramadhany 2006 yang dimodifikasi waktu maserasinya)

3.3.1.2.Ekstraksi komponen antioksidan dari keong matah merah (Cerithidea obtusa) dengan metode bertingkat.

Komponen aktif antioksidan dari keong matah merah (Cerithidea obtusa) didapatkan dengan ekstraksi pelarut organik. Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu ekstraksi bertingkat metode Quinn (1988) diacu dalam Pramadhany (2006) yang dimodifikasi waktu maserasinya. Tujuannya adalah untuk mengekstrak komponen dalam keong sesuai dengan tingkat kepolarannya, sehingga komponen bioaktif yang belum diketahui sifatnya dapat diektrak secara optimal pada salah satu pelarut yang digunakan.

Sampel keong sebanyak 150 gram sampel diambil, dipotong kecil-kecil dan dimasukkan dalam erlenmeyer, kemudian diberi pelarut heksana p.a sampai terendam (300 ml) dan ditutup dengan alumunium foil. Selanjutnya sampel dimaserasi menggunakan shaker selama 24 jam. Hasil maserasi yang berupa larutan disaring dengan kertas saring Whatman 42 sehingga didapat filtrat dan residu pertama. Filtrat ini selanjutnya disebut filtrat heksana. Residu kemudian dimaserasi kembali menggunakan pelarut etil asetat p.a (300 ml) selama 24 jam.


(39)

Hasil maserasi yang berupa larutan disaring kembali dengan kerta whatman sehingga didapat filtrat dan residu kembali. Filtrat ini selanjutnya disebut filtrat etil asetat. Residu yang tersisa dimaserasi kembali menggunakan pelarut metanol p.a (300 ml) selama 24 jam. Larutan yang dihasilkan disaring sehingga didapatkan filtrat dan residu akhir. Filtrat ini selanjutnya disebut filtrat metanol. Filtrat yang diperoleh dari masing-masing dievaporasi dengan evaporator vakum putar dengan suhu 37 oC. Ekstrak kasar yang diperoleh dikerok dan dimasukkan ke dalam botol ekstrak.

Filtrat yang dihasilkan dari tiga pelarut kemudian dianalisis aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH (Blois diacu dalam Wikanta et al. 2005) yang dimodifikasi konsentrasi ekstraknya. Diagram alir proses ekstraksi komponen antioksidan secara bertingkat ditunjukkan oleh Gambar 4.

3.3.2. Penelitian utama

Penelitian yang dilakukan pada penelitian utama adalah preparasi keong, proses ekstraksi, penghitungan rendemen dan aplikasi ekstrak terpilih dalam menghambat oksidasi minyak. Metode ekstraksi terbaik yang didapatkan dari penelitian pendahuluan selanjutnya dipakai dalam penelitian utama ini. Metode ekstraksi yang dipakai dalam penelitian utama adalah ekstraksi tunggal dengan pelarut yang berbeda. Tahap penelitian utama secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 5.

3.3.2.1.Preparasi keong matah merah (Cerithidea obtusa)

Keong laut matah merah (Cerithidea obtusa) diperoleh dari pasar Muara Angke, Jakarta. Keong laut yang didapatkan dalam keadaaan hidup disimpan dalam sterofoam sebagai media transportasi. Daging keong dipisahkan dari cangkang dengan cara memecahkan cangkangnya, setelah daging dan cangkang dapat dipisahkan maka segera dilakukan penimbangan dan disimpan dalam freezer, sampai bahan tersebut akan dianalisis kadar proksimatnya (AOAC 1995).


(40)

Keong matah merah (Cerithidea obtusa)

Penimbangan

Pemotongan

Maserasi selama 24 jam dengan heksana

Penyaringan

Filtrat I Residu

Evaporasi Maserasi selama 24 jam dengan etil asetat

Ekstrak heksana Penyaringan

Filtrat II Residu

Evaporasi Maserasi selama 24 jam dengan metanol

Ekstrak etil asetat

Penyaringan

Filtrat III Residu

Evaporasi

Ekstrak metanol

Gambar. 4 Diagram alir ekstraksi komponen antioksidan keong (Quinn 1988 diacu dalam Pramadhany 2006 yang dimodifikasi waktu maserasinya)


(41)

3.3.2.2.Ekstraksi bahan aktif dengan pelarut yang berbeda

Ekstraksi bahan aktif dilakukan menggunakan pelarut yang berbeda yaitu metanol (polar), etil asetat (semi polar), dan heksana (non polar). Sampel keong ditimbang dengan berat 150 gram, kemudian dipotong kecil-kecil, lalu dimasukkan erlenmeyer. Sampel keong segar kemudian diberi pelarut sampai terendam (300 ml), lalu erlenmeyer ditutup alumunium foil. Sampel dimaserasi dan diaduk menggunakan shaker selama 24 jam. Setelah 24 jam, larutan ekstrak yang diperoleh disaring dengan kertas whatman 42 untuk memisahkan filtrat dan residunya. Filtrat dievaporasi dengan evaporator vakum putar pada suhu 37 oC. Ekstrak kasar yang diperoleh dikerok dan dimasukkan ke dalam botol ekstrak, kemudian dianalisis yang meliputi uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (Blois diacu dalam Molyneux 2004) yang dimodifikasi konsentrasi ekstraknya. Masing-masing ekstrak kasar yang didapatkan dihitung nilai rendemen ekstrak yang dihasilkan. Ekstrak terpilih yang didapatkan diuji fitokimia (Harborne 1984) untuk mengetahui golongan senyawa aktif yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan.

3.3.2.3.Aplikasi ekstrak terpilih dalam menghambat oksidasi

Penentuan aktivitas antioksidan dari ekstrak keong matah merah diterapkan pada emulsi minyak. Antioksidan berfungsi untuk menghambat pembentukan peroksida pada minyak. Pengujian ini dilakukan melalui pembuatan minyak kelapa dan sistem emulsinya yang dilanjutkan dengan evaluai aktivitas antioksidan dengan penentuan bilangan peroksida (Santoso 2003).

3.3.3. Analisis

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah perhitungan rendemen, analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak), uji aktivitas antioksidan, uji fitokimia, dan uji bilangan peroksida.


(42)

Keong matah merah (Cerithidea obtusa)

Penimbangan (150 g)

Pemotongan

Penambahan pelarut

[metanol, etil asetat, heksan masing-masing 150 ml (m/v)]

Maserasi selama 24 jam

Penyaringan (kertas saring Whatman 42)

Evaporasi

Ekstrak kasar

Uji aktivitas antioksidan

Ekstrak terpilih

Uji fitokimia Aplikasi pada emulsi minyak

Analisis bilangan peroksida

Gambar. 5 Diagram alir tahapan penelitian utama

3.3.3.1.Perhitungan rendemen

Metode yang digunakan untuk perhitungan rendemen ini berdasarkan SNI-19-1705-2000. Rendemen dihitung sebagai persentasi ekstrak kering dari

bobot daging awal. Adapun perumusannya adalah sebagai berkut : Rendemen (%) = Bobot ekstrak kering (gr) x 100%


(43)

Bobot sampel (gr) 3.3.3.2. Analisis proksimat

(1) Analisis kadar air (AOAC 1995)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan dalam oven pada suhu 102-105 oC selama 10-15 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) dan biarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, kemudian cawan dan daging keong seberat 5 gram ditimbang setelah terlebih dahulu dipotong kecil-kecil. Masukkan cawan tersebut ke dalam oven dengan suhu 102-105 oC selama 3-5 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan biarkan sampai dingin kemudian ditimbang.

Perhitungan kadar air pada daging keong matah merah (Dry basis):

% Kadar air = B – C x 100%

B - A

Keterangan :

A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan dengan daging keong (gram)

C = Berat cawan dengan daging keong setelah dikeringkan (gram)

(2) Analisis kadar abu (AOAC 1995)

Cawan abu porselen dimasukkan dalam tungku pengabuan selama kurang lebih 1 jam. Setelah itu cawan abu porselen tersebut didinginkan dalam desikator dan ditimbang berat kosongnya. Daging keong sebanyak 3-5 gram yang telah dipotong kecil-kecil dimasukkan ke dalam cawan abu porselen, kemudian diletakkan dalam tungku pengabuan, dibakar sampai diperoleh abu berwarna abu-abu dan beratnya tetap.

Perhitungan kadar abu pada daging keong matah merah :

% Kadar abu = C – A x 100% B - A

Keterangan :

A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)

B = Berat cawan abu porselen dengan daging keong (gram)


(44)

(3) Analisis kadar protein (AOAC 1995)

Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.

1). Tahap destruksi

Daging keong ditimbang seberat 0,3 gram untuk daging kering sedangkan untuk daging basah seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltec. Satu butir kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat

pemanas dengan suhu 410oC. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.

2). Tahap destilasi

Tahap destilasi terdiri dari 2 tahap yaitu persiapan dan sampel. Tahap persiapan dilakukan dengan membuka kran air kemudian lakukan pengecekan alkali dan air dalam tanki, tabung dan erlenmeyer yang berisi aquades diletakkan pada tempatnya. Tekan tombol power pada kjeltec sistem yang dilanjutkan dengan menekan tombol steam dan tungku beberapa lama sampai air didalam tabung mendidih. Steam dimatikan dan tabung kjeltec dan erlenmeyer dikeluarkan dari alat kjeltec sistem.

Tahap sampel dilakukan dengan meletakkan tabung yang berisi daging keong yang sudah didestruksi ke dalam kjeltec sistem beserta erlenmeyer yang diberi asam borat. Destilasi dilakukan sampai volume larutan dalam erlenmeyer yang berisi asam borat mencapai 200 ml.

3). Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi pink.

Perhitungan kadar protein pada daging keong matah merah :

% Nitrogen = (ml HCl daging keong – ml HCl blanko)x 0,1 N HCl x 14 x 100% mg daging keong


(45)

(4) Analisis kadar lemak (AOAC 1995)

Daging keong seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan

dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan

tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 70oC dengan menggunakan pemanas listrik. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Saat destilasi pelarut akan tertampung diruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).

Perhitungan kadar lemak pada daging keong : % Kadar Lemak = W3 – W2 x 100 %

W1

Keterangan :

W1 = Berat daging keong (gram)

W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)

W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

3.3.3.3. Uji aktivitas antioksidan

Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (Blois diacu dalam Molyneux 2004). Uji ini dilakukan terhadap ekstrak keong

yang didapatkan. Satu ml DPPH ditambah metanol p.a hingga menjadi 4 ml (blanko). Sampel ekstrak dibuat dari ekstrak kasar keong dilarutkan dalam metanol p.a dan dibuat dalam berbagai konsentrasi. Ekstrak dibuat dengan konsentrasi ekstrak 50, 100, 500, 1000 dan 2000 ppm. Masing-masing konsentrasi dimasukkan dalam botol coklat lalu ditambahkan larutan DPPH 1 mM sebesar 1 ml sehingga volume total dalam botol coklat menjadi 4 ml. Masing-masing botol tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit, selanjutnya serapannya diukur dengan spektrofotometer UV-VIS Hitachi U 2800 pada panjang gelombang 517 nm. Hambatan (persentase) dihitung dengan rumus :

% Inhibisi = Absorbansi blanko – Absorbansi sampel x 100 Absorbansi blanko


(46)

Nilai konsentrasi dan hambatan ekstrak diplot masing-masing pada sumbu x dan y. Persamaan garis yang diperoleh dalam bentuk y= b Ln(x) + a digunakan untuk mencari Inhibition Concentration 50 % (IC 50) dengan memasukkan angka 50 sebagai y sehingga didapatkan nilai x sebagai IC 50. Pengujian dilakukan sebanyak dua kali ulangan.

3.3.3.4. Uji fitokimia (Harborne 1984)

Uji fitokimia adalah analisa yang mencakup pada aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh mahkluk hidup, yaitu mengenai sturuktur kimia, biosintesa, perubahan metabolisme, penyebaranya secara alamiah dan fungsi biologinya. Alasan dilakukan analisis fitokimia adalah untuk menentukan ciri senyawa yang terdapat dalam suatu bahan yang mempunyai efek racun atau bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak kasar bila diuji dengan sistem biologi (Harbone 1987).

Identifikasi senyawa kimia yang berperan sebagai antioksidan dalam keong dilakukan terhadap senyawa-senyawa :

(a) Alkaloid

Sampel ekstrak sebanyak 0,5 gram dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dregendorff, pereaksi Meyer dan Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan dan endapan merah sampai jingga dengan pereaksi Dragendorff.

Pereaksi Meyer dibuat dengan menambahkan 1,36 HgCl2 dengan 0,5 gram

KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 ml dengan labu takar. Peraksi ini tidak berwarna.

Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 ml akuades dipipet kemudian ditambah 2,5 gram iodin dan 2 gram kalium iodida lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu takar. Peraksi ini berwarna coklat.

Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 gram bismut subnitrat ditambahkan dengan 10 ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 ml air. Sebelum


(47)

digunakan, 1 volume campuran diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20 ml asam asetat glasial dan 100 ml air. Pereaksi ini berwarna jingga.

(b) Steroid

Sampel sebanyak 0,5 gram dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi yang kering. Ditambahkan ke dalamnya 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif.

(c) Flavonoid

Sampel sebanyak 0,5 gram ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil alkohol (campuran asam klorida 37 % dan etanol 95 % dengan volume yang sama) dan ml alkohol kemudian campuran dikocok. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid. (d) Saponin (uji busa)

Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin.

(e) Fenol Hidrokuinon (pereaksi FeCl3)

Sebanyak 1 gram sampel keong diekstrak dengan 20 ml etanol 70 %. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5 %. Terbentuknya warna hijau atau hijau biru menunjukkan

adanya senyawa fenol dalam bahan. (f) Uji Molish

Sebanyak 1 ml larutan sampel diberi 2 tetes pereaksi molish dan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya karbohidrat ditandai terbentuknya kompleks berwarna ungu diantara 2 lapisan cairan.

(g) Uji Benedict

Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Terbentuknya warna hijau, kuning, atau endapan merah bata menunjukkan adanya gula pereduksi


(48)

(h) Uji Biuret

Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 4 ml pereaksi biuret. Campuran dikocok dengan seksama. Hasil larutan berwarna ungu menunjukkan hasil uji positif adanya peptida.

(i) Uji Ninhidrin

Sebanyak 2 ml larutan sampel ditambah beberapa tetes larutan ninhidrin 0,1 %. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Terjadinya larutan berwarna biru menunjukkan reaksi positif terhadap adanya asam amino.

3.3.3.5. Uji bilangan peroksida

a) Pembuatan minyak kelapa dan sistem emulsinya (Santoso 2003)

Minyak yang digunakan dalam penelitian dibuat dari parutan kelapa yang diperas untuk diambil santan kentalnya. Santan kental tersebut dipanaskan dengan cara direbus untuk memisahkan komponen minyak yang terkandung di dalamnya, kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan minyak dan ampas parutan kelapa. Filtrat yang dihasilkan kemudian disaring lagi dengan kertas Whatman agar diperoleh minyak kelapa yang bening. Sistem emulsi minyak dibuat dengan mengacu pada metode Santoso (2003) yang dimodifikasi, yaitu dengan menghomogenkan 3 % minyak kelapa dan 97 % air yang mengandung 0,3 % Tween 20.

b) Penentuan bilangan peroksida (Santoso 2003)

Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan kalium iodida (KI). Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak (Ketaren 1986).

Sistem emulsi lemak ditambahkan ekstrak terbaik dari tahap sebelumnya sebanyak 10 mg, 15 mg, dan 20 mg yang selanjutnya disebut sampel minyak. Sampel minyak ditimbang sebanyak 5 gram di dalam labu erlenmeyer, kemudian ditambahkan 30 ml pelarut yang terdiri dari 60 % asam asetat glasial dan 40 % kloroform. Minyak yang telah larut ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh dan didiamkan 2 menit dalam ruang gelap sambil dikocok. Iod yang terbentuk dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N dengan indikator pati 1%. Titrasi


(49)

dihentikan saat larutan sampel menjadi tidak berwarna. Hasil pengurangan volume akhir terhadap volume awal larutan Na2S2O3 0,1 N yang ditunjukkan oleh

skala pada burret, merupakan volume total larutan Na2S2O3 0,1 N yang digunakan

untuk titrasi sampel. Cara yang sama juga dibuat untuk penerapan blanko. Nilai bilangan peroksida dinyatakan dengan milliequivalen oksigen per 1000 gram minyak atau lemak (Ketaren 1986), yaitu dengan rumus :

Meq / 1000 g sampel = (a-b) x N x 1000 G Keterangan :

a = jumlah ml larutan Na2S2O3 untuk titrasi sampel

b = jumlah ml larutan Na2S2O3 untuk titrasi blanko

N = normalitas larutan Na2S2O3

G = berat sampel (gram)

3.4. Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1980)

Rancangan percobaan untuk hasil uji aktivitas antioksidan dengan DPPH dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan model sebagai berikut (Steel dan Torrie 1980). Berikut adalah rancangan yang digunakan:

Y ijk = µ + αi + βj + (αβij) + εijk

Keterangan:

Y ijk = nilai pengamatan faktor tipe pelarut (i), faktor konsentrasi pelarut (j) pada ulangan ke-k

µ = rataan umum

αi = pengaruh faktor tipe pelarut (i)

βj = pengaruh faktor konsentrasi pelarut (j)

αβij = pengaruh interaksi antara faktor tipe pelarut (i) dan faktor konsentrasi

pelarut (j) pada ulangan ke-k

εijk = pengaruh galat faktor tipe pelarut (i) dan faktor konsentrasi pelarut (j)


(50)

Hipotesis terhadap data hasil uji aktivitas antioksidan dengan DPPH adalah sebagai berikut:

1) H0 : perbedaan jenis pelarut ekstrak tidak berpengaruh nyata terhadap

aktivitas antioksidan keong matah merah (Cerithidea obtusa) (αi = 0) H1 : perbedaan jenis pelarut ekstrak berpengaruh nyata terhadap aktivitas

antioksidan keong matah merah (Cerithidea obtusa) (αi ≠ 0)

2) H0 : perbedaan konsentrasi larutan ekstrak tidak berpengaruh nyata terhadap

aktivitas antioksidan keong matah merah (Cerithidea obtusa) (βj = 0) H1 : perbedaan konsentrasi larutan ekstrak berpengaruh nyata terhadap

aktivitas antioksidan keong matah merah (Cerithidea obtusa) (βj ≠ 0) 3) H0 : perbedaan persentase penghambatan larutan ekstrak tidak berpengaruh

nyata terhadap aktivitas antioksidan keong matah merah (Cerithidea obtusa) (γk = 0)

H1 : perbedaan persentase penghambatan larutan ekstrak berpengaruh nyata

terhadap aktivitas antioksidan keong matah merah (Cerithidea obtusa) (γk≠ 0)

Hal ini bertujuan untuk melihat pengaruh perbedaan jenis pelarut, konsentrasi larutan dan persentase penghambatan terhadap aktivitas keong laut matah merah (Cerithidea obtusa) yang dinterpretasikan dengan inhibitor concentration (IC50), sehingga diketahui sifat ekstrak keong laut matah merah

yang memiliki aktivitas antioksidan yang terbaik. Aktivitas antioksidan terbaik ditunjukkan dengan nilai IC50 yang rendah.

Jika hasil analisis ragam (ANOVA) berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan sehingga dapat diketahui ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik untuk menangkap radikal bebas.


(51)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan meliputi penapisan komponen antioksidan (ekstraksi pelarut metanol) dan ekstraksi secara bertingkat. Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas metode ekstraksi dan pelarut yang digunakan berdasar tingkat kepolarannya.

4.1.1. Ekstraksi komponen antioksidan tahap penapisan dan ekstraksi metode bertingkat dari keong matah merah (Cerithidea obtusa).

Keong matah merah yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sentra keong di pasar Muara Angke Jakarta. Habitat keong matah merah adalah pantai dengan substrat berlumpur. Keong didapatkan dalam bentuk hidup dengan mempertahankan substrat lumpur yang ada. Sampel keong dibawa dengan menggunakan sterofoam. Setelah sampel sampai, tutup sterofoam dibuka agar keong tetap mendapatkan oksigen yang cukup. Substrat lumpur yang ada digunakan untuk mempertahankan suhu lingkungan dan sumber mendapatkan makanan untuk keong tersebut.

Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik adalah bahan yang akan diekstrak kontak langsung dengan pelarut pada waktu tertentu, kemudian diikuti dengan pemisahan dari bahan yang telah diekstrak.

Ekstraksi yang dilakukan pada tahap penapisan ini menggunakan pelarut metanol. Proses ekstraksi dimaksudkan untuk menarik semua komponen bioaktif baik yang bersifat polar, semi polar maupun non polar sehingga didapatkan rendemen tinggi yang akan diuji aktivitasnya sebagai antioksidan. Menurut Harborne (1987), pelarut polar (metanol) mampu mengekstrak senyawa alkaloid kuartener, komponen fenolik, karotenoid dan tanin.

Tahap pertama dalam proses ekstraksi adalah pemotongan kecil-kecil bahan, yang dimaksudkan untuk memperluas kontak permukaan sampel dengan pelarut. Tahap kedua adalah perendaman sampel dalam pelarut metanol untuk melarutkan komponen-komponen bioaktif. Tahap ketiga adalah maserasi yang dimaksudkan untuk mengeluarkan senyawa bioaktif dalam keong kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan filtrat dan residunya. Filtrat yang di dapatkan berwarna hijau bening. Filtrat yang didapat dievaporasi dengan


(52)

evaporator vakum pada suhu 37 oC untuk mencegah kerusakan zat aktif dalam ekstrak. Penggunaan evaporator vakum yang tidak terlalu tinggi (30-40 oC) bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan senyawa bioaktif (Harbone 1987). Ekstraksi bertingkat dilakukan secara berturut-turut dimulai dengan pelarut non polar (heksana) lalu dengan pelarut yang kepolarannya menengah (etil asetat/ dietil eter) kemudian dengan pelarut polar (metanol/etanol), dengan demikian akan diperoleh ekstrak kasar yang mengandung berturut-turut senyawa non polar, semi polar, dan polar.

Ekstraksi komponen antioksidan dari keong dengan metode ekstraksi yang berbeda menghasilkan rendemen yang berbeda. Hasil rendemen dapat dilihat pada Tabel 2. Rendemen merupakan perbandingan antara berat ekstrak yang dihasilkan dengan berat awal bahan yang dinyatakan dalam persen (%).

Tabel 2. Rendemen hasil ekstraksi dengan metode pelarut tunggal dan bertingkat

No Pelarut Metode ekstraksi

Rendemen (%)

Bentuk

ekstrak Warna ekstrak

1 Metanol Tunggal 2,04 Pasta Hijau bening

2 Heksan Bertingkat 0,18 Pasta Bening

3 Etil asetat Bertingkat 0,85 Pasta Coklat kekuningan 4 Metanol Bertingkat 1,52 Pasta Hijau bening

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa rendemen tertinggi dihasilkan pada keong yang diekstrak dengan menggunakan metanol pada tahap penapisan dengan ekstraksi tunggal yaitu dengan nilai sebesar 2,04 %. Melalui metode ekstraksi bertingkat rendemen ekstrak metanol adalah sebesar 1,52 %. Jika dibandingkan maka hasil rendemen terbesar adalah ekstraksi dengan pelarut tunggal, akan tetapi hasil rendemen ini tidak dapat digunakan untuk membandingkan aktivitas bioaktifnya sebagai antioksidan. Hal ini menunjukkan bahwa komponen bioaktif yang terdapat pada keong cenderung bersifat polar. Ekstrak kasar yang didapatkan selanjutnya diuji aktivitas antioksidan. Hart (1987) menjelaskan bahwa pelarut metanol memiliki berat molekul yang rendah sehingga memudahkan pembentukan ikatan hidrogen dan air pada jaringan sampel, sehingga banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder.


(53)

4.1.2. Uji aktivitas antioksidan

Aktivitas antioksidan diukur dengan melihat kemampuan ekstrak keong matah merah dalam menghambat aktivitas radikal bebas DPPH (1,1 difenil 2 pikril hidrazil) yang merupakan radikal bebas stabil dalam larutan berair atau larutan dalam metanol serta dalam bentuk teroksidasi memiliki serapan kuat pada panjang gelombang 517 nm. Radikal bebas DPPH mampu menerima elektron atau radikal hidrogen dari senyawa lain sehingga membentuk molekul diamagnetik yang stabil (Kaur dan Kapoor 2002).

Konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam pengujian antioksidan adalah 50, 100, 250, 500 dan 1000 ppm. Hasil pengujian aktivitas antioksidan terhadap masing-masing ekstrak dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil uji aktivitas antioksidan

No Pelarut Metode ekstraksi IC50 (ppm)

1 Metanol Tunggal 977,07

2 Heksan Bertingkat Tidak diuji

3 Etil asetat Bertingkat Tidak diuji

4 Metanol Bertingkat 3473,53

Hasil uji aktivitas antioksidan dilihat dari nilai IC50 (Inhibitor

Concentration) yang didapatkan. IC50 adalah jumlah ekstrak (ppm) yang

memiliki kemampuan untuk menghambat adanya radikal bebas sebanyak 50 %. Ekstrak yang akan dibandingkan adalah ekstrak metanol dari ekstraksi pelarut tunggal dan ekstrak metanol dari ekstraksi secara bertingkat. Berdasarkan tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa IC50 dari ekstrak metanol dengan ekstraksi pelarut

tunggal memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan ekstrak metanol melalui ekstraksi secara bertingkat. Nilai IC50 ekstrak metanol melalui proses ekstraksi

dengan pelarut tunggal adalah 977,07 ppm dan melalui metode ekstraksi bertingkat adalah sebesar 3473,53 ppm. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa proses ekstraksi dengan pelarut tunggal memiliki aktivitas antioksidanyang lebih baik jika dibandingkan proses ekstraksi secara bertingkat.

Menurut Harborne (1984), proses pemisahan kandungan senyawa bioaktif jarang mencapai proses yang sempurna, dan senyawa yang sama mungkin terdapat dalam beberapa fraksi.


(54)

Berdasarkan nilai aktivitas antioksidan di atas maka metode ekstraksi yang akan digunakan dalam penelitian utama adalah metode ekstraksi dengan pelarut tunggal. Metode ekstraksi bertingkat yang dimaksudkan untuk memisahkan senyawa aktif sesuai dengan tingkat kepolarannya memiliki aktivitas yang lebih rendah dibanding ekstraksi secara tunggal pada ekstrak metanol yang dihasilkan. Zat aktif yang terletak dalam metanol dengan ekstraksi pelarut tunggal mempunyai aktivitas yang sinergis sehingga ekstrak tersebut memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ekstrak yang didapatkan dengan ekstraksi secara bertingkat. Dengan demikian ekstraksi murni melalui ekstraksi secara bertingkat belum pasti menghasilkan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi.

4.2. Penelitian utama

Penelitian utama meliputi preparasi keong, proses ekstraksi dan penghitungan rendemen, uji fitokimia serta aplikasi ekstrak terpilih dalam menghambat oksidasi minyak. Metode ekstraksi yang dipakai dalam penelitian utama adalah ekstraksi tunggal dengan pelarut yang berbeda.

4.2.1. Preparasi keong matah merah (Cherithidea obtusa)

Proses preparasi daging keong dilakukan dengan cara memisahkan daging dari cangkangnya dengan cara memecahkan cangkang, setelah daging dan cangkang dapat dipisahkan maka segera dilakukan penimbangan dan bahan tersebut dianalisis kadar proksimatnya (AOAC 1995).

Analisis proksimat dilakukan untuk memperoleh data kasar tentang komposisi kimia dalam suatu bahan. Keong matah merah merupakan gastropoda yang dapat dikonsumsi sehingga perlu adanya analisis proksimat untuk mengetahui kandungan gizi dari bahan baku ini. Tabel 4 menunjukkan kandungan proksimat dari keong matah merah (Cerithidea obtusa).

Tabel 4. Hasil analisis proksimat keong matah merah (Cerithidea obtusa)

Komposisi Hasil (%) Hasil (%)*

Kadar air 75,98 80,3

Kadar abu 5,73 4,5

Kadar lemak 2,55 2,8

Kadar protein 9,85 11,8


(55)

Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan yang dapat mempercepat pembusukan (Winarno 1997). Hasil pengukuran kadar air keong matah merah mentah pada penelitian ini adalah 75,98 %. Penelitian Purwaningsih (2006), kadar air keong matah merah segar adalah 80,3 %.

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat dalam suatu bahan pangan. Hasil pengukuran kadar abu dari keong matah merah pada penelitian ini adalah 5,73 %. Penelitian Purwaningsih (2006), kadar abu keong matah merah segar adalah 4,5 %. Jika dibandingkan dengan literatur yang ada maka nilai hasil analisis memiliki nilai yang tidak jauh berbeda.

Hasil pengukuran kadar lemak dari keong matah merah pada penelitian ini adalah 2,55 %. Penelitian Purwaningsih (2006), kadar lemak keong matah merah adalah 2,8 %. Kadar lemak merupakan komponen yang larut dalam pelarut organik seperti heksan, eter dan kloroform. Menurut Poejiadi (1994), lemak hewan umumnya berupa padat pada suhu ruangan, sedangkan lemak yang berasal dari tumbuhan berupa zat cair. Lemak yang memiliki titik lebur tinggi mengandung asam lemak jenuh, sedangkan lemak cair atau yang biasa disebut minyak merupakan asam lemak tidak jenuh.

Pengukuran protein kasar pada bahan pangan digunakan untuk mengetahui kemampuan bahan pangan sebagai sumber protein atau tidak. Protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh yang berfungsi sebagai zat pembangun. Kadar protein keong matah merah adalah 9,85 %. Penelitian Purwaningsih (2006), kadar protein keong matah merah adalah 11,8 %.

4.2.2. Hasil ekstraksi bahan aktif

Ekstraksi keong matah merah (Cerithidea obtusa) dilakukan menggunakan pelarut tunggal dengan tiga jenis pelarut yaitu metanol (polar), etil asetat (semi polar) dan heksana (non polar). Penggunaan ketiga jenis pelarut ini adalah untuk


(56)

mengetahui banyaknya rendemen dan sifat antioksidan keong matah merah pada masing-masing pelarut. Tahapan ekstraksi yang dilakukan adalah persiapan sampel, maserasi, penyaringan dan evaporasi. Rendemen hasil ekstraksi pada ketiga jenis pelarut yang berbeda akan mempunyai hasil yang berbeda. Banyaknya rendemen bergantung pada sifat kelarutan komponen bioaktifnya. Berdasarkan hasil ekstraksi, komponen bioaktif dari keong matah merah cenderung bersifat polar. Nilai rendemen terbesar diperoleh dari ekstrak metanol yaitu sebesar 2,68 % diikuti oleh etil asetat 1,25 % dan ekstrak heksana 0,2 %. Rendemen hasil ekstraksi keong matah merah pada masing-masing pelarut dapat dilihat pada Gambar 6.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf berbeda pada jenis pelarut yang digunakan menunjukkan beda nyata (p<0,05)

Gambar 6. Histogram rendemen hasil ekstraksi pada masing-masing pelarut

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rendemen ekstrak keong matah merah dipengaruhi secara nyata oleh jenis pelarut yang digunakan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pelarut metanol menghasilkan rendemen ekstrak tertinggi dan berbeda nyata dengan pelarut lainnya. Dengan demikian, proses ekstraksi menggunakan pelarut metanol merupakan ekstraksi yang dapat menghasilkan rendemen yang paling besar.

Menurut Harbone (1987), senyawa alkaloid dan flavonoid cenderung larut dalam pelarut polar. Sedangkan menurut Pratt dan Hudson (1990) senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik


(1)

Lampiran 17. Hasil uji normalitas bilangan peroksida

Kolmogorov-Smirnova Saphiro-Wilk

Statistik Derajat

bebas Signifikan Statistik

Derajat

bebas Signifikan


(2)

Lampiran 18. Plot normal bilangan peroksida

4.0 3.5

3.0 2.5

2.0

Nilai pengamatan

1.5

1.0

0.5

0.0

-0.5

-1.0

-1.5

Harapan Normal


(3)

Lampiran 19. Hasil uji sidik ragam bilangan peroksida

Jumlah kuadrat

Derajat bebas Kuadrat rata-rata

F hitung Signifikan

Antar grup Dalam grup Total

3,907 0,240 4,147

3 8 11

1,302 0,030


(4)

Lampiran 20. Hasil uji Duncan bilangan peroksida

Konsentrasi N α = 0,05

1 2 3 4

0,4% 0,3% 0,2% 0% Signifikan

3 3 3 3

2,83

1,000

3,33

1,000

3,92

1,000

4,75 1,000


(5)

Lampiran 21. Hubungan konsentrasi dengan persentase penghambatan ekstrak keong pada ketiga jenis pelarut


(6)

Lampiran 22. Contoh perhitungan penentuan nilai IC50

Blanko 1.757

Konsentrasi Absorbansi

Persen Hambatan

50 1.787 -1.71

100 1.72 2.11

500 1.671 4.89

1000 1.435 18.33

2000 1.201 31.64

% inhibisi (50): ( Absorbansi blanko – Absorbansi hasil ) x 100 Absorbansi blanko

: ( 1,757-1,787 ) x 100 1,757

: - 1,71

didapatkan persamaan y : 8,541 ln(x) – 37,34

IC50 : nilai x pada persamaan dengan mengganti nilai y sebesar 50

50 : 8,541 ln(x) – 37,34 ln (x) : (50 + 37,43)

8,541 ln (x) : 10,236 x : exp 10,236