Peningkatan Skala Produksi Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah Dan Aplikasinya Pada Beberapa Produk Pangan

PENINGKATAN SKALA PRODUKSI MIKROENKAPSULAT
MINYAK SAWIT MERAH DAN APLIKASINYA PADA
BEBERAPA PRODUK PANGAN

HILDA RAHMAN

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DANSUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peningkatan Skala
Produksi Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah dan Aplikasinya pada Beberapa
Produk Pangan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Hilda Rahman
NIM F24110101

ABSTRAK
HILDA RAHMAN. Peningkatan Skala Produksi Mikroenkapsulat Minyak Sawit
Merah dan Aplikasinya pada Beberapa Produk Pangan. Dibimbing oleh
BUDIATMAN SATIAWIHARDJA dan NUR WULANDARI.
Minyak sawit merah (MSM) merupakan minyak hasil pemurnian crude palm oil
(CPO) tanpa melalui tahap bleaching. MSM sangat berpotensi sebagai sumber
provitamin A dan pewarna alami makanan karena mengandung karotenoid yang
tinggi yaitu sekitar 600-1000 ppm. Karotenoid dalam MSM mudah teroksidasi
dan berubah strukturnya jika terpapar udara dan panas. Oleh karena itu
dibutuhkan teknologi penyalutan MSM untuk mencegah kerusakan senyawa aktif
dalam MSM. Salah satu teknologi yang dapat diaplikasikan untuk penyalutan
bahan aktif adalah mikroenkapsulasi. Pada penelitian ini akan dilakukan
peningkatan skala produksi mikroenkapsulat MSM skala pilot plant dengan
menggunakan pengering semprot berkapasitas 50 kg/jam. Hasil produksi MMSM

kemudian akan diaplikasikan sebagai pewarna alami yang mengandung
provitamin A. Formula yang digunakan dalam penelitian adalah formula skala
laboratorium yang menggunakan campuran bahan penyalut maltodekstrin-gum
arab dengan perbandingan penyalut dan MSM berturut-turut 50:30 dan 50:15 dan
maltodekstrin-natrium kaseinat dengan perbandingan penyalut dan MSM 50:15.
Formula terbaik yang diperoleh adalah maltodekstrin-natrium kaseinat 50:15
dengan rendemen 44.49 %, kadar air 4.12 %, kadar minyak tak tersalut 1.46 %,
dan kandungan karoten sebesar 26.89 µg/g MMSM. Formula terbaik ini kemudian
diaplikasikan sebagai pewarna yang mengandung provitamin A ke dalam produk
susu bubuk, makanan pendamping ASI, dan pudding instan. Berdasarkan hasil
pengukuran warna, penambahan bubuk mikroenkaspulat MSM sebanyak 18 %
telah memberikan warna yang berbeda nyata untuk semua produk dan
mengandung vitamin A pada susu bubuk, makanan pendamping ASI, dan pudding
instan berturut-turut 14, 25 dan 26 RE tiap takaran saji.
Kata kunci : karoten, mikroenkapsulasi, minyak sawit merah, pewarna,
provitamin A

ABSTRACT
HILDA RAHMAN. Scalling Up of Red Palm Oil Microencapsulation Process and
Its Application in Various Food Product. Supervised by BUDIATMAN

SATIAWIHARDJA and NUR WULANDARI.
Red palm oil (RPO) is the product of crude palm oil (CPO) purification without
bleaching step. RPO highly potential as the source of provitamine A and natural
coloring agent in food because it has high carotene content around 600-1000 ppm.
Carotene in RPO easily oxidized and change in its structure by air and heat
exposure. Coating technology in RPO is needed to prevent the active compounds
in RPO from defection during processing. One of the coating technology is
microencapsulation. RPO microencapsulation research has been done to prevent
carotene content in a laboratory scale. The purpose of this research is to scalling
up the production of RPO microencapsulation in pilot plant scale using spray
dryer with capacity of 50 kg/h. RPO microencapsulation will further applied as
natural coloring agent which has pro vitamine A content. The formula that used in
this study is maltodextrin-gum arabic proportion of coating and RPO of 50:30 and
50:15 and maltodextrin-sodium caseinate with proportion 50:15. The best formula
obtained was maltodextrin-sodium caseinate 50:15 with 44.49 % yield, 4.12 %
water content, 1.46 % unencapsulated oil content and 26.89 µg carotene content/g
RPO microencapsulate. The best formula was further applied as provitamin A as
well as colorant into dairy products, baby porridge and puddings. The result of
color measurementshowed that addition of RPO microencapsulation powderas
much as 18% has given significantly different color for all products and

containing vitamin A content in milk, baby porridge and pudding respectively 14,
25 and 26 RE per serving size.

Keywords: carotene, microencapsulation, red palm oil, colorant, provitamin A

PENINGKATAN SKALA PRODUKSI MIKROENKAPSULAT
MINYAK SAWIT MERAH DAN APLIKASINYA PADA
BEBERAPA PRODUK PANGAN

HILDA RAHMAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah
mikroenkapsulat minyak sawit merah dengan judul Peningkatan Skala Produksi
Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah dan Aplikasinya pada Beberapa Produk
Pangan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Budiatman Satiawihardja,
MSc dan Ibu Dr Nur Wulandari, STP MSi selaku pembimbing skripsi yang telah
banyak membantu dan memberi saran sehingga proses penelitian dan penyusunan
skripsi ini dapat berjalan lancar. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan
kepada Ibu Dr Ir Ratih Dewanti, MSc selaku dosen pembimbing akademik dan
juga seluruh dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah
memberikan ilmunya. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh staf
UPT ITP dan Departemen ITP serta kepada seluruh laboran dan teknisi
Departemen ITP dan SEAFAST Center yang telah membantu (Mba Irin, Bu
Antin, Pak Rojak, Pak Yahya, Pak Gatot, Mba Yuli, Mba Nurul, Mba Ulfah, Pak

Edi, Mba Ari, Bu Sri). Terima kasih juga kepada pemberi dana penelitian yaitu
RISPRO LPDP Kementerian Keuangan RI tahun 2014.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah (alm), Mamah, Nafa,
Yasfa yang selalu mendukung dan memberikan semangat selama studi dan
penelitian. Terima kasih kepada teman-teman ITP 48 yang memberikan semangat
dalam melewati suka duka dan mudah-mudahan kita semua sukses.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2015
Hilda Rahman

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x


DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


METODE

3

Bahan

3

Alat

3

Metode Penelitian

3

Metode Analisis

6


HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Karakteristik Minyak Sawit Merah

11

Produksi Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah (MMSM)

11

Analisis Fisikokimia Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah

15

Aplikasi Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah pada Produk Pangan

18


SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran

25

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

28


RIWAYAT HIDUP

47

DAFTAR TABEL
1. Spesifikasi pengering semprot skala pilot plant
2. Formulasi bahan mikroenkapsulat minyak sawit merah
3. Karakteristik minyak sawit merah (MSM)
4. Karakteristik emulsi mikroenkapsulat minyak sawit merah
5. Hasil formulasi mikroenkapsulat minyak sawit merah
6. Sifat fisik mikroenkapsulat minyak sawit merah
7. Sifat kimia mikroenkapsulat minyak sawit merah
8. Hasil uji rating intensitas aroma pada produk akhir
9. Hasil uji rating hedonik pada produk akhir
10. Kandungan karoten pada produk akhir

3
4
11
12
14
16
17
22
23
23

DAFTAR GAMBAR
1. Penampakan fisik dan skema pengering semprot skala pilot plant
2. Diagram alir pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit merah
3. Sebaran emulsi mikroenkapsulat minyak sawit merah (A) MD-GA
50:30 (B) MD-GA 50:15 (C) MD-NK 50:15
4. Serbuk mikroenkapsulat minyak sawit merah (A) MD-GA 50:30 (B)
MD-GA 50:15 (C) MD-NK 50:15
5. (a) Nilai L, (b) Nilai a, (c) Nilai b susu bubuk setelah penambahan
MMSM
6. (a) Nilai L, (b) Nilai a, (c) Nilai b makanan pendamping ASI yang
telah ditambah MMSM
7. (a) Nilai L, (b) Nilai a, (c) Nilai b pudding instan yang telah ditambah
MMSM
8. Hasil uji rating intensitas aroma pada produk akhir

4
5
13
15
19
20
21
22

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Analisis ragam (ANOVA) sifat fisik mikronkapsulat MSM
Foto kelarutan mikroenkapsulat MSM dalam air
Analisis ragam (ANOVA) sifat kimia mikronkapsulat MSM
Total karoten mikroenkapsulat minyak sawit merah
Penentuan konsentrasi MMSM yang ditambahkan pada produk akhir
Analisis ragam (ANOVA) warna produk setelah ditambahkan
MMSM
7. Foto susu bubuk yang telah ditambah mikroenkapsulat MSM
8. Foto MP ASI yang telah ditambah mikroenkapsulat MSM
9. Foto pudding instan yang telah ditambah mikroenkapsulat MSM
10. Analisis ragam (ANOVA) uji organoleptik produk akhir
11. Perhitungan retensi karoten pada produk akhir
12. Perhitungan pemenuhan vitamin A berdasarkan ALG

28
31
32
34
35
36
41
42
43
44
45
46

1
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Minyak sawit merah (MSM) merupakan minyak hasil pemurnian Crude
Palm Oil (CPO) tanpa melalui proses bleaching (pemucatan) sehingga kandungan
karotenoidnya masih tinggi. Menurut Naibaho (1990), MSM mengandung
karotenoid sebesar 600-1000 ppm yang terdiri atas 60-65 % β-karoten, 30-35 % αkaroten, dan 5-10 % karotenoid esensial lainnya. Karotenoid adalah kelompok
pigmen berwarna kuning, jingga, atau merah jingga, memiliki sifat larut pada
pelarut organik tetapi tidak larut dalam air. Karotenoid sebagai pigmen dapat
dimanfaatkan sebagai pewarna alami makanan dan β-karoten sebagai kelompok
terbesar karotenoid dalam MSM bermanfaat sebagai provitamin A karena
memiliki rumus bangun yang mirip dengan vitamin A (Hatchcock 2004). Dari
satu molekul β-karoten dapat diperoleh dua molekul vitamin A (Scott dan
Rodriquez-Amaya 2000).
Struktur karoten dapat berubah selama pengolahan dan penyimpanan. Faktor
yang berpengaruh terhadap struktur karoten, yaitu oksidasi oleh oksigen (udara)
dan panas. Karotenoid memiliki ikatan ganda yang sangat mudah teroksidasi.
Oksidasi karoten selain dipengaruhi oleh oksigen, juga dipercepat dengan adanya
cahaya, logam, panas, peroksida, dan bahan pengoksida lainnya. Pemanasan
terhadap karoten sampai suhu 60 oC tidak menyebabkan dekomposisi karotenoid
tetapi mengalami perubahan struktur (stereoisomer) (Klaui dan Bauefeind 1981).
Pada suhu 60 oC karoten dapat mengalami perubahan stereoisomer dari trans
menjadi cis. Stereoisomer berpengaruh terhadap nilai vitamin A dari karoten
dimana isomer cis mempunyai nilai vitamin A lebih rendah dibandingkan dengan
isomer trans (Winarno dan Laksmi 1997). Berdasarkan penelitian Rianto (1995),
pemanasan MSM sampai suhu 180 oC selama 120 menit akan terjadi penurunan
total karoten sebesar 97 % dan peningkatan kekentalan hingga 16 %. Kerusakan
karoten dapat dikurangi dengan teknik mikroenkapsulasi yang telah banyak
dilakukan pada penelitian sebelumnya.
Mikroenkapsulasi MSM merupakan proses penyalutan MSM dengan bahan
penyalut yang membuat komponen minor seperti karoten dapat terlindungi oleh
lapisan film yang tipis dari bahan penyalut (Fasikhatun 2010). Manfaat teknik
mikroenkapsulasi yaitu mengendalikan pelepasan senyawa, mempertahankan
senyawa aktif yang mudah rusak karena pengaruh lingkungan, dan mengubah
bahan yang berbentuk cair menjadi padat (Yoshizawa 2004). Mikroenkapsulasi
MSM akan menghasilkan produk bubuk yang kering dengan ukuran 5-200
mikrometer yang memiliki stabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan
penyimpanan dalam bentuk liquid (Fasikhatun 2010). Hal ini disebabkan matriks
pelindung (skin) mampu melindungi inti (core) dari berbagai faktor yang
menyebabkan kerusakan seperti oksidasi karoten selama penyimpanan (Onwulata
2005).
Penelitian terhadap penyalutan MSM menggunakan bahan penyalut
campuran maltodekstrin-gum arab telah dilakukan oleh Prabowo (2015) dan
maltodekstrin-natrium kaseinat oleh Angka (2015) masing-masing pada skala

2
laboratorium. Formula terbaik yang diperoleh, yaitu perbandingan penyalut dan
MSM 50:30 dengan nilai kadar air 0.54 %, kelarutan dalam air 97.06 %, dan
retensi karoten sebesar 79.26 %. Pada penelitian ini dilakukan upaya peningkatan
skala produksi mikroenkapsulat MSM (MMSM) supaya memudahkan adopsi
teknologi produksi mikroenkapsulat MSM oleh industri.
Upaya peningkatan skala produksi MMSM perlu percobaan khusus karena
perbedaan parameter alat yang digunakan dalam produksi akan memberikan hasil
yang berbeda pula, sehingga penelitian ini menjadi perlu dilakukan. Formula
maltodekstrin-gum arab 50:30 yang digunakan oleh Prabowo (2015) untuk skala
laboratorium memilki karakteristik terbaik. Tetapi jika produksinya ditingkatkan
menjadi skala pilot plant belum tentu memiliki karakteristik yang sama. Oleh
karena itu untuk mengetahui karakteristik MMSM yang akan dihasilkan jika
produksinya ditingkatkan menjadi skala pilot plant dengan kondisi proses yang
berbeda perlu dilakukan penelitian khusus. Pada penelitian ini akan dilakukan
peningkatan produksi MMSM menjadi skala pilot plant dengan menggunakan
pengering semprot berkapasitas 50 kg/jam. Selain dilakukan peningkatan skala
produksi, pada penelitian ini akan dilakukan aplikasi MMSM hasil produksi skala
pilot plant sebagai pewarna yang mengandung provitamin A.
Aplikasi MMSM dalam produk pangan masih terbatas. Peluang
pengaplikasian MMSM terutama sebagai ingredient pewarna dalam formulasi
produk bubuk sangat besar. Penelitian terhadap aplikasi MMSM sebagai pewarna
telah dilakukan oleh Angka (2015) untuk menggantikan pewarna tartrazin pada mi
instan. MMSM berhasil menggantikan tartrazin sebagai pewarna kuning tetapi
kadungan karotennya rendah dikarenakan dalam proses pembuatan mi instan
banyak menggunakan suhu tinggi. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan
pengujian aplikasi MMSM ke dalam beberapa produk pangan bubuk yang dalam
penyajiannya hanya membutuhkan proses minimal dan tidak banyak terpapar suhu
tinggi, seperti produk susu bubuk, makanan pendamping ASI (MP ASI), dan
pudding instan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan skala produksi proses
mikroenkapsulasi minyak sawit merah menggunakan spray dryer berkapasitas 50
kg/jam dan mengaplikasikannya pada beberapa produk pangan sebagai pewarna
alami dan fortifikan vitamin A.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membantu masalah kekurangan vitamin A di
Indonesia dengan menyediakan bahan fortifikan vitamin A dan pewarna alami
berbentuk ingredien bubuk yang terbuat dari minyak sawit merah yang sangat
berlimpah di Indonesia.

3

METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mikroenkapsulat minyak
sawit merah adalah minyak sawit merah (MSM) fraksi olein yang diperoleh dari
SEAFAST Center IPB, maltodekstrin DE 10-15, gum arab, natrium kaseinat,
tween 80 food grade, dan aquades. Bahan yang digunakan untuk analisis bahan
baku dan mikroenkapsulat, yaitu heksana, kloroform, methanol, pereaksi Wijs,
larutan KI 15 %, larutan KI jenuh, larutan Na2S2O3 0.1 N, larutan pati 1 %,
indicator phenolpthalein, NaOH 0.1 N, asam asetat glasial, etanol 95 %, dan
kertas saring Whatman. Bahan yang digunakan dalam aplikasi, yaitu susu bubuk,
makanan pendamping ASI, dan pudding instan komersial.
Alat
Alat-alat yang digunakan untuk produksi mikroenkapsulat minyak sawit
merah, yaitu homogenizer multivalent, spray dryer DEA-MINI-SP50, dan hand
mixer. Adapun alat-alat yang digunakan dalam analisis, yaitu spektrofotometer
UV-Vis, mikroskop cahaya, mikroskop polarisasi, sentrifus, oven pengering,
desikator, rotavapor, soxlet, waterbath, chromameter, labu lemak, neraca analitik,
neraca kasar, viscometer Brookfield. Adapun spesifikasi spray dryer DEA-MINISP50 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Spesifikasi pengering semprot skala pilot plant
Parameter
Diameter (m)
Tinggi (m)
Suhu input (oC)
Suhu output (oC)
Tipe Nozzle
Tipe pompa aliran bahan
Laju aliran bahan (kg/jam)

Skala pilot plant
1.75
5.40
160-200
80-85
Preassure Nozzle
Pompa positif
50

Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam empat tahap, yaitu (1) karakterisasi bahan
baku minyak sawit merah (MSM), (2) produksi mikroenkapsulat MSM skala pilot
plant menggunakan pengering semprot berkapasitas 50 kg/jam, (3) analisis sifat
fisik dan sifat kimia mikroenkapsulat MSM, dan (4) aplikasi mikroenkapsulat
MSM sebagai pewarna dan fortifikan vitamin A pada produk susu bubuk,
makanan pendamping ASI, dan pudding instan.

4

Gambar 1 Penampakan fisik dan skema pengering semprot skala pilot plant
1.

Karakterisasi Bahan Baku Minyak Sawit Merah
Karakterisasi bahan baku minyak sawit merah yang dianalisis yaitu kadar
air metode hot plate (AOCS Ca 2b-38 1989), total karoten metode
spektrofotometri (PORIM p26 1988), analisis bilangan peroksida (AOCS Cd 8-53
2003), dan kadar asam lemak bebas (AOCS Ca 5a-40 1997).
2.

Produksi Mikroenkapsulat MSM
Formula yang ditingkatkan skala produksinya dalam penelitian ini adalah
formula terbaik hasil penelitian Prabowo (2015) seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Formulasi bahan mikroenkapsulat minyak sawit merah
Perbandingan bahan penyalut dan minyak
Bahan
sawit merah (basis total bahan dalam g)
MSM
Air
Maltodekstrin
Gum Arab
Natrium Kaseinat
Tween 80

50:30
2025.0
10125.0
2362.5
1012.5
50.6

50:15
1012.5
10125
2362.5
1012.5
50.6

50:15
1012.5
10125.0
23.62.5
1012.5
50.6

Proses produksi mikroenkapsulat minyak sawit merah melalui dua tahap,
yaitu proses emulsifikasi dan pengeringan menggunakan pengering semprot
(spray dryer). Proses emulsifikasi meliputi pencampuran penyalut, minyak sawit
merah, dan emulsifier sampai homogen dengan menggunakan homogenizer
multivalen dengan kecepatan maksimum selama 30 menit. Emulsi yang terbentuk
diamati sebarannya menggunakan mikroskop polarisasi dan stabilitas emulsinya.
Setelah terbentuk emulsi, kemudian segera dilakukan pengeringan menggunakan
spray dryer pada skala pilot plant dengan kapasitas 50 kg bahan/jam. Proses
pembuatan MMSM dapat dilihat pada Gambar 2.

5
Gum arab/Natrium
kaseinat

Maltodekstrin

Air

Pencampuran

Pemanasan sampai suhu 60 oC

Pendinginan sampai suhu 45 oC

MSM

Homogenisasi selama 30 menit

Pengeringan (spray dryer)
Suhu inlet: 140-180 oC
Suhu outlet: 80-120 oC

Mikroenkapsulat minyak sawit merah
Gambar 2 Diagram alir pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit merah
3.

Analisis Sifat Fisiko Kimia Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah
Mikroenkapsulat MSM yang telah diproduksi kemudian dianalisis sifat fisik
yang meliputi kelarutan dalam air, densitas kamba dan pemadatan, warna bubuk,
dan sudut repose. Sedangkan analisis sifat kimia pada mikroenkapsulat MSM
meliputi kadar air, total karoten, retensi karoten, dan kadar minyak tak tersalutkan.
Selain menganalisis hasil produksi mikroenkapsulat MSM, sebelum dilakukan
pengeringan menggunakan spray dryer dilakukan pengujian terhadap emulsi
meliputi uji kekentalan, sebaran dan stabilitas emulsi.
4.

Aplikasi Mikroenkapsulat MSM pada Beberapa Produk Pangan
Mikroenkapsulat MSM yang telah dianalisis kemudian dipilih satu formula
yang memiliki karakter paling baik yang kemudian akan diaplikasikan sebagai
fortifikan karoten pada beberapa produk pangan yang berbentuk bubuk seperti
susu bubuk, makanan pendamping ASI, dan pudding instan. Ketiga produk ini

6
kemudian ditambahkan mikroenkapsulat MSM dengan kadar yang berbeda dan
akan dianalisis warna baik dalam bentuk serbuk maupun bentuk yang telah
diseduh (ready to drink/eat). Produk yang menunjukkan warna berbeda nyata dari
kontrol kemudian dilakukan uji organoleptik sehingga diperoleh satu produk yang
paling disukai dengan metode uji rating hedonik penerimaan produk. Intensitas
aroma MSM diuji dengan metode uji rating intensitas. Selain itu, dilakukan uji
retensi karoten untuk mengetahui karoten yang terkandung di dalam produk
setelah diolah dibandingkan dengan jumlah karoten awal yang ditambahkan di
dalam produk.

Metode Analisis
Kadar Air Minyak Sawit Merah Metode Hot Plate (AOCS Ca 2b-38
1989)
Analisis ini dilakukan untuk mengukur kadar air MSM. Sampel sebanyak 520 g ditimbang kemudian dimasukkan dalam gelas piala yang telah dikeringkan
dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan gelas piala dipanaskan di atas hot
plate sambil diaduk beberapa kali untuk menghindari sampel yang memercik.
Setelah itu gelas piala ditutup menggunakan gelas arloji. Terjadinya kondensasi
dari uap air yang menempel pada gelas arloji mengindikasikan titik akhir dari
analisis ini. Suhu sampel yang dipanaskan tidak boleh lebih dari 130 oC. Setelah
mencapai titik akhir, sampel dipanaskan hingga mulai terbentuk asap namun
jangan terlalu panas. Sampel kemudian didinginkan sampai suhu ruang dalam
desikator kemudian ditimbang. Kadar air sampel dapat dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut:
1.

Kadar air basis basah (g/100 g bahan basah) =
Keterangan :
w = bobot sampel sebelum dikeringkan (g)
w1 = bobot contoh + cawan kering kosong (g)
w2 = bobot cawan kosong setelah dikeringkan (g)
2.

Analisis Kadar Air, Metode Oven (AOCS Cd 8-53 2003)
Analisis kadar air metode oven dilakukan untuk mengukur kadar air
mikroenkapsulat MSM. Analisis dilakukan dengan terlebih dahulu mengeringkan
cawan kosong dengan menggunakan oven 105 oC selama 15 menit. kemudian
cawan kering didinginkan di dalam desikator. Setelah dingin kemudian diambil
dan ditimbang sebagai bobot cawan kosong. Sampel yang akan dianalisis kadar
airnya dimasukkan ke dalam cawan sebanyak 1-2 g. Cawan yang berisi sampel
kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 105 oC selama 3 jam atau sampai
bobotnya konstan. Kadar air dapat dihitung menggunakan persamaan berikut
Kadar air basis basah (g/100 g berat basah) =
Keterangan:
w = bobot sampel sebelum dikeringkan (g)
w1 = bobot cawan+sampel kering (g)
w2 = bobot cawan kosong (g)

7
3.

Analisis Asam Lemak Bebas Metode Titrasi (AOCS Ca 5a-40 1997)
Asam lemak bebas ditentukan berdasarkan jumlah asam lemak bebas yang
terkandung dalam sampel. Sebanyak 5 g MSM dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
250 mL dan ditambahkan 25 mL etanol 95 % netral. Ke dalam erlemeyer
kemudian ditambahkan indikator fenolftalein (pp) sebanyak 2-3 tetes. Titrasi
dilakukan dengan menggunakan NaOH 0.1 N sampai warna merah muda
permanen selama 30 detik. Asam lemak bebas dihitung sebagai asam palmitat
dengan persamaan berikut
Bilangan asam (mg NaOH/g minyak) =
Kadar asam lemak bebas (%) =
Keterangan :
V = Volume NaOH (mL)
N = Normalitas NaOH hasil standarisasi
BE = Bobot eqivalen
W = Bobot contoh (g)
4.

Analisis Bilangan Peroksida Metode Titrasi (AOCS Cd 8-53 2003)
Sampel minyak ditimbang sebanyak 0.25 g lalu dituangkan ke dalam
erlenmeyer 250 mL. Pelarut asam asetat-kloroform sebanyak 30 mL kemudian
ditambahkan dan dikocok sampai larut. Setelah itu ditambahkan 5 mL larutan KI
jenuh dan didiamkan 5 menit sambil sesekali digoyang. Ke dalam erlenmeyer
ditambahkan 30 mL air destilata. Sebelum dilakukan titrasi, pati 1% sebanyak 2.5
mL ditambahkan sebagai indikator. Titrasi dilakukan dengan larutan Na2S2O3 0.02
N secara perlahan dan digoyang kuat sampai warna biru hilang.
Bilangan peroksida =
Keterangan :
BP = Bilangan peroksida (meq peroxide/kg contoh)
Vs = Volume Na2S2O3 untuk titrasi contoh (mL)
Vb = Volume Na2S2O3 untuk titrasi blangko (mL)
N = Normalitas Na2S2O3 (N)
w = Bobot contoh (g)
5.

Total Karoten Metode Spektrofotometri (PORIM p26 1988)
Sebanyak 0,1 g contoh dicampurkan dengan heksana dalam labu ukur 25
mL sampai tanda tera, lalu dikocok hingga benar-benar homogen. Selanjutnya
absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 446
nm. Pengenceran dilakukan apabila absorbansi yang diperoleh nilainya lebih dari
0.700. Total β-karoten dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Total karoten (mg/kg) =
Keterangan :
W = bobot sampel yang dianalisis (g)
As = Absorbansi sampel

8
6.

Kadar Minyak tak Tersalut Metode Ekstraksi (Shahidi dan
Wanasundara 1997; Akoh dan Min 2002)
Labu lemak dikeringkan dalam oven 105-110 oC sampai benar-benar kering
lalu didinginkan dalam desikator. Setelah dingin labu lemak ditimbang. Sampel
ditimbang dalam erlenmeyer sebanyak 1-3 g berat kering. Sampel kemudian
dicuci dengan menggunakan heksana sebanyak 20 mL selama 1 menit. Sampel
kemudian disaring menggunakan kertas saring ke dalam labu lemak yang telah
diketahui bobotnya (wl1). Pencucian diulang sampai 3 kali. Heksana yang ada
dalam labu lemak didestilasi dan kemudian dikeringkan dalam oven selama 1 jam.
Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator. Setelah mencapai suhu ruang,
labu lemak (wl2) ditimbang. Adapun kadar lemak yang tidak tersalut dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
Kadar lemak yang tidak tersalut (%) =
Keterangan :
w = bobot minyak (basis kering) yang ditambahkan ke dalam emulsi (g)

Ekstraksi Lemak Metode Folch (Hadipranoto 2005, Folch et al. 1957)
Sebanyak 100 g sampel dilarutkan ke dalam campuran larutan kloroformmetanol dengan perbandingan 2:1 sebanyak 200 mL. setelah tercampur sempurna
kemudian ditambahkan 2 g natrium sulfat anhidrat kemudian disaring dan tapisan
ditampung untuk dipanaskan dengan suhu 60 oC agar pelarut teruapkan. Jika
sampel hanya sedikit maka pemanasan untuk menguapkan pelarut bisa dengan
cara mengalirkan gas nitrogen.
7.

Retensi Karoten (Dwiyanti et al.2014)
Pengukuran retensi karoten dilakukan dengan mengukur karoten yang
terdapat dalam bahan baku (awal) dan karoten dalam produk (akhir). Total karoten
dihitung dengan metode PORIM p26. Pengukuran retensi karoten dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
8.

Retensi karoten =
Kelarutan Metode Gravimetri (Fardiaz et al. 1992)
Pengukuran kelarutan mikroenkapsulat MSM dihitung berdasarkan pada
persentase berat residu yang tidak dapat melalui kertas saring Whatman no. 42
terhadap berat contoh bahan yang digunakan. Sebanyak 1 g bahan ditimbang lalu
dilarutkan dalam 100 mL aquades dan disaring dengan penyaring vakum. Kertas
saring sebelum digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan oven 105 oC sekitar
30 menit lalu ditimbang. Setelah proses penyaringan, kertas saring beserta residu
bahan dikeringkan kembali dalam oven 105 oC kurang lebih tiga jam, lalu
didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Kelarutan dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
9.

Kelarutan =
Keterangan :
a = bobot contoh yang digunakan (g)

9
b = bobot kertas saring kering (g)
c = bobot kertas saring + residu kering (g)
ka = kadar air contoh (% b/b)
10. Uji Kekentalan Emulsi Mikroenkapsulat MSM, Viskometer Brookfield
(Heldman dan Singh 2001)
Emulsi mikroenkapsulat minyak sawit merah dimasukkan ke dalam gelas
piala sebanyak 200 mL, pilih spindel no.1 karena emulsi mikroenkapsulat MSM
yang tidak terlalu kental. Atur kecepatan spindel berturut-turut 2, 4, 10,20, 60
rpm, kemudian baca skala (dial reading) dimana jarum merah bergerak telah
stabil. Nilai viskositas diperoleh dari hasil perkalian skala baca (dial reading) (dr)
dengan faktor koreksi (f) khusus untuk masing-masing kecepatan spindel.
11. Sebaran Emulsi dengan Mikroskop Polarisasi (Yanuar et al. 2007)
Pada pembuatan mikroenkapsulasi, sebelum dilakukan pengeringan dengan
spray dryer, produk berbentuk emulsi dan dilakukan pengamatan di bawah
mikroskop polarisasi untuk mengetahui penyebaran dari emulsinya. Sampel
diteteskan dalam preparat kemudian diletakkan di meja preparat mikroskop
polarisasi. Ukuran dan sebaran emulsi dapat dilihat melalui lensa okuler.
12. Analisis Stabilitas Emulsi (Yasumatsu et al. 1972)
Pengukuran stabilitas emulsi dengan metode ini mengukur kemampuan
pembentukan emulsi setelah dilakukan pemanasan dan sentrifugasi. Prosedur
penentuannya adalah sampel emulsi dipanaskan dalam penangas air bersuhu 80 oC
selama 30 menit, kemudian disentrifuse pada kecepatan 2700 rpm selama 10
menit. Volume campuran yang masih membentuk emulsi diukur dan stabilitas
emulsi ditetapkan dengan persamaannya sebagai berikut :
Stabilitas emulsi (%) =

%

13. Analisis Warna dengan Chromameter (Hutching 1999)
Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter CR300 (Konica Minolta Camera, Co. Japan 82281029). Prinsip pengukuran warna
menggunakan alat ini adalah pengukuran perbedaan warna melalui pantulan
cahaya oleh permukaan sampel. Sampel diletakkan pada tempat khusus, setelah
menekan tombol start diperoleh nilai L, a dan b. Ketiga parameter tersebut
merupakan ciri notasi warna Hunter. Notasi L berkisar antara 0 (hitam) hingga ±
100 (putih). Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan
nilai +a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari
0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran
biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan
nilai –b (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna biru. Pengukuran juga dilakukan
terhadap nilai ⁰Hue dan ∆E. Nilai ⁰Hue menggambarkan kisaran warna kromatis.
Nilai ∆E menggambarkan perubahan warna yang terjadi secara keseluruhan.
Sebelum digunakan chromameter harus dikalibrasi. Kalibrasi menggunakan plat
putih dengan nilai Y = 92.89, x = 0.3178, dan y = 0.3338.

10
14. Densitas Kamba dan Densitas Pemadatan (Khalil 1999)
Densitas kamba diukur dengan cara memasukkan bubuk MMSM ke dalam
gelas ukur sampai volume tertentu tanpa dipadatkan sedangakan untuk densitas
pemadatan bubuk yang dimasukkan harus dipadatkan dengan cata diketuk-ketuk
sampai volume konstan, kemudian berat bubuk MMSM ditimbang. Baik densitas
kamba maupun densitas pemadatan diperoleh dari hasil pembagian berat sampel
dengan volumenya yang dinyatakan dalam g/mL atau kilog/m3.
Densitas (g/mL) =
15. Sudut Repose (Khalil 1999)
Pengukuran sudut repose yaitu dengan cara menjatuhkan bubuk MMSM
dari ketinggian 15 cm melalui corong pada bidang datar. Setelah bubuk jatuh pada
permukaan datar kemudian diukur diameter dan ketinggian tumpukan
menggunakan penggaris. Pengukuran diameter dilakukan pada sisi yang sama
pada setiap pengukuran. Sudut repose ditentukan dengan mengukur diameter (d)
dan tinggi tumpukan (t) dan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Sudut reposee (o) = arc.tan
Keterangan :
t = tinggi tumpukan sampel
d = diameter tumpukan sampel
16. Uji Organoleptik Rating Intensitas Aroma MSM (Meilgaard dan Civile
1999)
Uji rating intensitas digunakan untuk menentukan intensitas aroma minyak
sawit merah dalam produk yang telah difortifikasi MMSM. Pada uji ini panelis
diminta menilai intensitas aroma MSM dalam produk dengan terlebih dahulu
diperkenalkan dengan aroma MSM tersebut. Skala pengukuran yang digunakan
adalah 7 poin dari sangat lemah sampai sangat kuat. Sampel disajikan dalam
wadah tertutup untuk menghindari bias. Ketika akan memberikan penilaian,
panelis hanya diperbolehkan membuka tutup wadah dan mencium aroma tanpa
melihat penampakan sampel yang diuji. Data yang diperoleh kemudian diolah
dengan analisis ragam (ANOVA) menggunakan program SPSS. Jika hasil yang
diperoleh berbeda nyata antar sampel maka dilakukan uji lanjut dengan Uji
Duncan.
17. Uji Organoleptik Rating Hedonik Penerimaan Produk (Meilgaard dan
Civile 1999)
Uji kesukaan dengan metode rating hedonik untuk mengetahui sejauh mana
produk yang telah difortifikasi MMSM dapat diterima oleh panelis. Uji ini
dilakukan dengan menggunakan skala 1-7, dimana skala 1=sangat tidak suka,
2=tidak suka, 3=agak tidak suka, 4=netral, 5=agak suka, 6=suka, 7=sangat suka.
Uji ini meliputi penerimaan secara umum (overall).

11
HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Minyak Sawit Merah
Hasil analisis minyak sawit merah (MSM) menunjukkan bahwa kadar air
MSM sebesar 0,18 %, kadar asam lemak bebas 0,22 %. Hasil karakterisasi
tersebut jika dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 010018-2006 tahun 2006 tentang Refined Bleached Deodorized Palm Oil kadar air
maksimum minyak sawit yaitu 5 % dan kadar asam lemak bebas 0,1 %. Untuk
kadar air MSM telah memenuhi standar sedangkan kadar asam lemak bebas telah
melewati batas maksimum, artinya minyak sawit tersebut telah mengalami
kerusakan. Kerusakan MSM juga dapat dilihat dari kandungan karoten yaitu
sebesar 252 µg/g MSM yang nilainya lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil
penelitian Angka (2015) yaitu sebesar 474 µg/g MSM dan penelitian Ricky (2011)
dengan total karoten sebesar 477 µg/g MSM. Nilai karoten yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya dikarenakan karoten dalam
MSM telah mengalami kerusakan selama penyimpanan. MSM yang telah
diproduksi hanya disimpan dalam wadah transparan dan dibiarkan di ruang yang
terpapar cahaya secara langsung. Dari penelitian ini juga diperoleh bilangan
peroksida sebesar 7,39 Meq peroksida/kg minyak. Menurut Codex Alimentarius
(2005) Codex Stan-210 tentang Vegetable Oils, bilangan peroksida maksimum
pada palm oil adalah sebesar 15 Meq peroksida/kg minyak. Hal ini menunjukkan
bahwa bilang peroksida MSM telah sesuai standar codex. Hasil karakterisasi
MSM dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Karakteristik minyak sawit merah (MSM)
Parameter Mutu

Nilai

Kadar air (%)

0.18 ± 0.05

Kadar asam lemak bebas (%)

0.22 ± 0.00

Bilangan peroksida (Meq peroksida/kg minyak)

7.39 ± 0.32

Total karoten (mg/kg MSM)

251 ± 5.62

Berdasarkan hasil karakterisasi, MSM yang digunakan sebagai bahan baku
kurang layak digunakan dalam produksi mikroenkapsulat MSM karena kadar
asam lemak bebasnya melebihi standar maksimal yang telah ditetapkan oleh SNI.
Selain itu, rendahnya total karoten MSM akan berdampak pada rendahnya total
karoten pada produk akhir karena kadar karoten akan mengalami penurunan
selama proses pembuatan mikroenkapsulat MSM.
Produksi Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah (MMSM)
Proses awal produksi MMSM adalah dengan mensuspensikan bahan
penyalut dan air karena penyalut maltodekstrin, gum arab dan natrium kaseinat
yang digunakan adalah hidrokoloid larut air. Kemudian larutan hidrokoloid
dihomogenisasi dengan minyak sawit merah dan emulsifier. Proses homogenisasi

12
merupakan proses pembuatan emulsi mikroenkapsulat minyak sawit merah
sebelum dikeringkan menggunakan pengering semprot seri DEA-MINI-SP50.
a. Emulsi mikroenkapsulat minyak sawit merah
Proses pembuatan emulsi mikroenkapsulat MSM diawali dengan
pencampuran kering bahan kering kemudian ditambahkan air dan dipanaskan
sampai suhu 60 oC dan diaduk untuk melelehkan bahan penyalut sehingga larut
sempurna. Tahap selanjutnya yaitu homogenisasi larutan bahan penyalut dan
MSM, proses homogenisasi menggunakan homogenizer multivalen dengan
kecepatan maksimum selama 30 menit. Homogenisasi dalam proses emulsifikasi
terdiri atas dua tahap yaitu pengecilan ukuran pada fase terdispersi dan simultan
pendistribusian droplet ke dalam fase kontinu (Wirakartakusuma et al. 1992).
Emulsi yang terbentuk dianalisis karakternya seperti kestabilan emulsi, viskositas
dan sebaran emulsinya.
Karakteristik suatu formula dan kondisi homogenisasi memiliki efek
terhadap karakteristik produk akhir yang dihasilkan (Weiss 2008). Parameter yang
mempengaruhi proses homogenisasi adalah formula bahan, waktu homogenisasi,
kecepatan putar homogenizer, dan volume bahan yang akan dihomogenisasi
(McClements 1999). Pada penelitian ini proses homogenisasi menggunakan
homogenizer multivalen selama 30 menit berdasarkan penelitian Angka (2015)
yaitu homogenisasi dilakukan selama 26 menit dan dilakukan pengistirahatan
selama 5 menit agar tidak terjadi kenaikan suhu yang terlalu tinggi. Keberhasilan
proses homogenisasi bergantung pada keefektifan pencampuran zat cair
membentuk emulsi atau suspensi butiran-butiran halus. Adapun karakteristik
emulsi yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Karakteristik emulsi mikroenkapsulat minyak sawit merah
Parameter
Viskositas (cP)
Kestabilan emulsi (%)

MD-GA 50:30
54.50 ± 1.32

b

30.00 ± 0.00b

MD-GA 50:15

MD-NK 50:15

a

77.33 ± 1.04c

18.67 ± 0.58a

31.00 ± 1.73b

38.50 ± 0.50

Keterangan:
MD-GA 50:30 = (Maltodekstrin-Gum arab) : MSM = 50:30
MD-GA 50:15 = (Maltodekstrin-Gum arab) : MSM = 50:15
MD-NK 50:15 = (Maltodekstrin-Natrium kaseinat) : MSM = 50:15
Berdasarkan hasil analisis diperoleh niai viskositas tertinggi yaitu pada
formula MD-NK 50:15 dan yang terendah adalah formula MD-GA 50:15.
Viskositas sangat ditentukan oleh jumlah bahan penyalut yang dilarutkan ke
dalam air dan jenis dari penyalut itu sendiri. Formula MD-GA 50:30 dan MD-GA
50:15 menggunakan penyalut yang sama yaitu campuran maltodekstrin dan gum
arab tetapi jumlah minyak yang ditambahkan berbeda, dimana MD-GA 50:30
jumlah minyak yang ditambahkan lebih banyak dibandingkan dengan MD-GA
50:15 sehingga nilai viskositasnya lebih tinggi. Formula MD-GA 50:15 dan MDNK 50:15 jumlah minyak yang ditambahkan sama tetapi campuran penyalut yang
digunakan berbeda. Gum arab memiliki karakteristik yang mudah larut air dingin
dan membentuk larutan yang kurang kental (Glicksman 1983) sedangkan natrium

13
kaseinat merupakan protein yang tidak mudah larut air dan cenderung membentuk
gel yang kental sehingga nilai viskositas formula MD-NK 50:15 lebih tinggi
dibandingkan MD-GA 50:15.
Pengujian stabilitas emulsi diperlukan untuk mengetahui seberapa baik
bahan penyalut yang digunakan dapat membentuk emulsi yang stabil dengan
bahan yang disalutnya. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai stabilitas
tertinggi yaitu formula MD-NK 50:15. Dari hasil pengujian, nilai stabilitas
berbanding lurus dengan viskositas. Formula dengan viskositas tertingi memiliki
nilai stabilatas paling tinggi. Formula MD-NK 50:15 memiliki nilai viskositas
tertinggi dan nilai stabilitasnya juga paling tiinggi. Menurut Nussinovitch (1997),
semakin banyak jumlah penyalut yang ditambahkan maka akan meningkatkan
viskositas fase air sehingga menurunkan pergerakan droplet-droplet minyak.
Kestabilan emulsi juga dipengaruhi oleh interaksi sterik pada emulsi. Pada
sistem emulsi oil in water, droplet minyak dilapisi oleh bahan penyalut yang
memiliki gugus muatan yang sama. Ketika dua droplet emulsi berdekatan, maka
akan terjadi gerak penolakan dari satu droplet ke droplet lain sehingga jarak antar
droplet akan dipertahankan tetap dan penggabungan antar droplet akan lebih
mudah dicegah (McClements 1999). Dengan begitu, emulsi yang terbentuk akan
menyebar dan mempertahankan jarak masing-masing. Penyebaran droplet emulsi
dapat dilihat pada Gambar 3.

A
B
C
Gambar 3 Sebaran emulsi mikroenkapsulat minyak sawit merah (A) MD-GA
50:30 (B) MD-GA 50:15 (C) MD-NK 50:15
Berdasarkan hasil pengamatan di bawah mikroskop polarisasi dapat dilihat
penyebaran droplet emulsi yang tidak rata dan cenderung menumpuk. Namun jika
dilihat ukuran droplet emulsi secara keseluruhan, formula MD-NK 50:15 memiliki
ukuran yang seragam sedangakan untuk MD-GA 50:30 dan MD-GA 50:15 terlihat
beberapa droplet yang lebih besar dibandingkan droplet yang lain sehingga
ukurannya tidak seragam. Droplet emulsi yang cenderung menumpuk dapat
disebabkan kurangnya waktu homogenisasi sehingga terjadi koalesen dan
flokulasi. Pada penelitian ini, homogenisasi hanya dilakukan satu tahap sedangkan
pada penelitian Angka (2015) homogenisasi dilakukan dua tahap yaitu tahap
pertama dilakukan selama 8 menit kemudian dimasukkan ke dalam refrigerator
dan dilanjutkan dengan homogenisasi tahap dua selama 22 menit. Kendala yang
dihadapi selama penelitian ini adalah tidak adanya refrigerator yang dapat
menampung bahan yang telah teremulsi sebanyak 15 L sehingga homogenisasi
hanya dilakukan satu tahap. Oleh karena itu, kesempatan droplet-droplet emulsi
untuk bergabung kembali semakin besar.

14
Nilai viskositas dan stabilitas bahan sangat berpengaruh terhadap proses
selanjutnya yaitu pengeringan dengan spray dryer. Salah satu parameter
keberhasilan pengeringan dengan pengering semprot adalah kecepatan penguapan
air dari bahan. Menurut Masters (1979), kecepatan penguapan dipengaruhi oleh
komposisi bahan secara keseluruhan atau total padatan bahan. Bila total padatan
bahan yang masuk semakin tinggi maka kecepatan penguapan akan semakin
tinggi sehingga produk kering yang diperoleh akan semakin tinggi pula. Stabilitas
emulsi berpengaruh terhadap pergerakan droplet minyak, semakin tinggi nilai
stabilitas maka pergerakan droplet minyak akan menurun sehingga akan lebih
banyak minyak tersalutkan.
b. Produk kering mikroenkapsulat minyak sawit merah
Emulsi yang telah diproduksi kemudian segera dikeringkan menggunakan
pengering semprot (spray dry). Spray dryer yang digunakan dalam penelitian ini
adalah spray dry dengan kapasitas produksi 50 kg/jam.
Pengeringan dilakukan dengan bahan yang telah berbetuk emulsi dari proses
homogenisasi sebelumnya. Larutan emulsi dikeringkan dengan menggunakan
spray dryer dengan suhu inlet 140-180 oC dan suhu outlet 80-120 oC. Larutan
emulsi dialirkan ke dalam spray dryer dan mengalami atomisasi pada nozzle.
Ketika berada dalam chamber, droplet emulsi akan kontak dengan udara panas
sehingga air dalam bahan akan menguap (McClements 1999). Hasil pengeringan
menggunakan spray dryer berbentuk serbuk dan tiap formula memiliki rendemen
dan penampakan yang berbeda-beda. Hasil pengeringan dapat dilihat pada Tabel 5
dan Gambar 4.
Tabel 5 Hasil formulasi mikroenkapsulat minyak sawit merah
Formula
Rendemen (%)
Keterangan
Hasil tidak terlalu kering,
Maltodekstrin-Gum arab :
sangat berminyak,
19.38
Minyak sawit merah (50:30)
berbentuk granula kasar,
[MD-GA 50:30]
warna kuning gelap
Maltodekstrin-Gum arab :
Hasil kering, sedikit
32.28
Minyak sawit merah (50:15)
berminyak, berbentuk
[MD-GA 50:15]
granula halus, warna kuning
Maltodekstrin-Natrium
Hasil sangat kering,
kaseinat : Minyak sawit
berbentuk serbuk halus,
44.49
merah (50:15)
tidak berminyak, warna
[MD-NK 50:15]
kuning pucat
Berdasarkan hasil penelitian, formula MD-GA 50:30 serbuk yang dihasilkan
ukurannya sangat kasar, tidak terlalu kering karena masih berminyak, dan
warnanya kuning hampir merah. Formula MD-GA 50:15 memiliki ukuran serbuk
yang cukup halus dan kering, warnanya lebih cerah dibandingkan dengan formula
MD-NK 50:30. Untuk formula MD-NK 50:15, serbuk yang dihasilkan sangat
kering dan halus serta memiliki warna paling cerah dibandingkan dengan dua
formula yang lain. Rendemen yang dihasilkan untuk formula MD-GA 50:30
sangat rendah yaitu 19 % sedangkan formula MD-GA 50:15 dan MD-NK 50:15
cukup tinggi yaitu berturut-turut 32 % dan 44 %. Berdasarkan formula yang

15
digunakan, MD-GA 50:30 jumlah minyak yang ditambahkan lebih banyak
dibandingkan formula MD:GA 50:15 dan MD-NK 50:15. Menurut penelitian
Dian et al. (1996), ketika bahan inti dari mikronakpasulat tidak terlalu banyak
maka material dinding mampu menyalut bahan inti yaitu MSM dengan lebih baik.
Hal ini yang menyebabkan minyak tidak bocor keluar mikroenkapsulat sehingga
serbuk tidak menempel pada dinding spray dryer.

A
B
C
Gambar 4 Mikroenkapsulat minyak sawit merah (A) MD-GA 50:30 (B) MD-GA
50:15 (C) MD-NK 50:15
Mikroenkapsulat MSM yang didapatkan semuanya berasal dari outlet
sehingga rendemen yang diperoleh adalah persentase jumlah MMSM yang
diperoleh dari outlet dibagi dengan jumlah bahan awal kecuali air.
Mikroenkapsulat yang menempel pada chamber tidak bisa dihitung jumlahnya
dikarenan spray dryer yang digunakan pada penelitian ini memiliki ukuran yang
cukup besar sehingga untuk mengetahui ada atau tidaknya MMSM yang
menempel di chamber hanya dapat dilakukan ketika spray dryer akan dibersihkan
dengan menggunakan air mengalir dari bagian atas chamber sehingga jumlah
yang menempel pada chamber tidak dapat dihitung.
Formula yang mempunyai hasil terbaik adalah maltodekstrin-natrium
kaseinat:MSM 50:15, serbuk yang dihasilkan sangat halus dan tidak berminyak.
Sedangkan formula yang menggunakan penyalut maltodekstrin-gum arab masih
berminyak dan masih berbentuk granula kasar. Menurut Young et al. (1993)
penggunaan campuran karbohidrat dan protein seperti maltodekstrin dan natrium
kaseinat lebih efektif sebagai bahan penyalut. Golongan karbohidrat seperti
maltodekstrin telah banyak digunakan sebagai bahan pengapsul. Maltodekstrin
memiliki sifat yang diinginkan sebagai bahan pengenkapsulasi seperti viskositas
yang rendah pada kadar padatan yang tinggi dan kelarutan yang baik, namun
memiliki sifat emulsifier yang yang kurang baik. Sedangkan golongan protein
seperti natrium kaseinat memiliki sifat emulsifikasi yang sangat baik, sehingga
ketika dicampurkan dengan golongan karbohidat akan menghasilkan bahan
penyalut yang efektif (Hogan et al. 2001).

Analisis Fisikokimia Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah
Mikroenkapsulat MSM yang dihasilkan kemudian diuji sifat fisik dan
kimianya untuk mengetahui mutu dan kelayakan untuk kemudian akan
diaplikasikan pada beberapa produk pangan.

16
a. Sifat Fisik Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah
Sifat fisik MMSM diperlukan untuk mengetahui mutu secara fisik dan
mengetahui cara penanganan pasca produksi. Sifat fisik MMSM dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6 Sifat fisik mikroenkapsulat minyak sawit merah
Parameter

MD-GA 50:30
c

MD-GA 50:15

MD-NK 50:15

b

0.35 ± 0.01a

Densitas Kamba (g/mL)

0.52 ± 0.03

Densitas pemadatan (g/mL)

0.78 ± 0.02c

0.67 ± 0.02b

0.53 ± 0.01a

Kelarutan (%)
Sudut Repose (o)

96.02 ± 0.24a

97.29 ± 0.34b

99.52 ± 0.09c

29.68 ± 0.25a
L = 67.79a
a = 0.96c
b = 60.90c

34.42 ± 2.72b
L = 78.08b
a = -2.78b
b = 56.68b

38.64 ± 1.20c
L = 86.68c
a = -3.52a
b = 49.55a

Warna Bubuk

0.46 ± 0.01

Berdasarkan hasil analisis diperoleh formula MD-NK 50:15 memiliki
densitas kamba terkecil yaitu 0.35 g/mL artinya dengan massa yang kecil mampu
menempati ruang yang besar. Sebaliknya untuk formula MD-GA 50:15 memiliki
densitas kamba terbesar artinya kerapatan di dalam ruang cukup padat. Hal
tersebut juga berlaku untuk densitas pemadatan, densitas pemadatan terkecil
dimiliki oleh MD-NK 50:15 sebesar 0.53 g/mL dan terbesar dimiliki oleh
mikroenkapsulat dengan formula MD-GA 50:15. Nilai densitas pemadatan lebih
besar dari pada densitas kamba karena densitas pemadatan diukur dengan
memadatkan sejumlah MMSM yang dimasukkan ke dalam wadah sampai volume
tertentu. Hal ini menyebabkan terisinya ruang-ruang kosong diantara partikel
MMSM sehingga yang dapat tertampung dalam volume ruang yang sama akan
lebih banyak. Hasil analisis ragam sifat fisik MMSM dapat lihat pada Lampiran 1.
Sifat fisik lain yang dianalisis adalah kelarutan di dalam air. Salah satu
tujuan pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit merah adalah supaya bahan
MSM yang awalnya tidak larut dalam air setelah disalut dengan bahan larut air
maka akan larut dalam air dan akan memudahkan dalam aplikasinya pada produk
pangan. Dari tiga formula yang diproduksi, formula MD-GA 50:15 memiliki
kelarutan hampir sebesar 100 % yaitu 99,52 %, MD-NK 50:15 97,29 %, dan
formula MD-GA 50:30 96,02 %. Formula MD-GA 50:30 memiliki kelarutan
terendah, hal ini dikarenakan formula MD-GA 50:30 memiliki bagian MSM yang
lebih banyak dan tidak tersalut secara sempurna sehingga ketika dilarutkan di
dalam air minyak yang tidak tersalut terhitung sebagai bagian yang tak larut dalam
air. Jumlah minyak yang ditambahkan pada MD-NK 50:15 dan MD-GA 50:15
sama tetapi nilai kelarutannya lebih tinggi MD-NK 50:15. Formula MD-GA 50:15
memiliki ukuran serbuk yang lebih kasar dan masih sedikit berminyak, hal ini
dapat terjadi karena MSM pada MD-GA 50:15 tidak tersalutkan sempurna
sehingga minyak yang tak tersalut terhitung menjadi bagian yang tidak larut air.
Kenampakan kelarutan MMSM dalam air dapat dilihat pada Lampiran 2.
Warna serbuk mikroenkapsulat menjadi salah satu parameter untuk
mengetahui seberapa besar MSM dapat tersalut. Notasi L menunjukkan nilai
kecerahan, dimana semakin besar nilai L maka warna mikroenkapsulat semakin
cerah. Formula MD-GA 50:30 memiliki warna yang lebih gelap ditunjukkan
dengan nilai L yang paling rendah yaitu 67.79. Sedangkan formula MD-NK 50:15

17
memiliki kecerahan paling tinggi dengan nilai L sebesar 86.68. Notasi a
menunjukkan warna kromatik antara hijau sampai merah, dimana jika nilainya (+)
maka MMSM cenderung warna merah dan jika (-) MMSM cenderung mendekati
warna hijau. Formula MD-GA 50:30 memiliki nila a 0.96 yang menunjukkan
formula tersebut cenderung warna merah sedangkan formula MD-GA 50:15 dan
MD-NK 50:15 cederung warna hijau. Notasi b pada chromameter menujukkan
warna kromatik antara hijau biru. Nilai (-) MMSM cenderung warna biru
sedangkan (+) cenderung warna kuning. Berdasarkan hasil analisis, ketiga formula
memiliki warna kuning hanya saja formula MD-GA 50:30 memiliki
kecenderungan warna kuning lebih kuat dengan nilai b sebesar 60.90
dibandingkan kedua formula yang lain yang nilai b yang lebih rendah.
Sifat fisik yang juga diuji adalah sudut repose. Sudut repose menunjukkan
kecurahan dan sifat kohesivitas dari mikroenkapsulat yang dihasilkan. Semakin
besar nilai sudut repose, maka kekohesivitasan dari serbuk semakin besar
sehingga produk cenderung mengumpul (Khalil 1999). Kekohesivitan adalah gaya
tarik menarik antar molekul yang sejenis. Formula MD-NK memiliki sudut repose
paling tinggi yaitu 38.64o yang artinya daya tarik menarik antar molekul MMSM
formula MD-NK 50:15 paling kuat. Daya tarik menarik yang kuat antar molekul
yang sejenis menyebabkan kebebasan bergerak MMSM akan rendah (Cahyono
2004).
Sifat fisik sangat penting untuk penerimaan produk secara fisik, sedangkan
sifat kimia menunjukkan keberhasilan dari proses mikroenkapsulasi minyak sawit
merah. Sifat kimia yang penting harus diketahui adalah kadar air, total karoten,
dan kadar minyak tak tersalut. Sifat kimia mikroenkapsulat minyak sawit merah
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Sifat kimia mikroenkapsulat minyak sawit merah
Parameter

Kadar Air (%)
Kadar minyak tak tersalut (%)
Total Karoten (µg/g MMSM)
Retensi karoten (%)

MD-GA 50:30 MD-GA 50:15 MD-NK 50:15
8.03 ± 0.42c

5.12 ± 0.18b

4.12 ± 0.22a

36.42 ± 0.98c

13.27 ± 0.86b

1.46 ± 0.14a

18.83

11.08

26.87

20.15

19.06

46.23

Berdasarkan d